• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berlaku di Indonesia dibutuhkan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berlaku di Indonesia dibutuhkan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Audit atas laporan keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam ekonomi pasar bebas. Menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia dibutuhkan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan. Salah satu kebijakan yang selalu digunakan oleh pihak perusahaan adalah dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen. Suatu laporan keuangan yang diaudit oleh auditor independen menghasilkan pemeriksaan yang lebih akurat. Para pengguna laporan keuangan mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen bebas dari salah saji material dan dapat dipercaya kebenarannya untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis (Anesia Putri Kinanti, 2012).

Pertimbangan auditor tentang tingkat materialitas adalah suatu kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan (Hendro Wahyudi dan Aida Ainul M, 2006). Menurut SPAP (2011; SA Seksi 312) menjelaskan bahwa materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut.

(2)

Pertimbangan materialitas merupakan pertimbangan profesional yang dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang meletakkan kepercayaan pada laporan keuangan. Pertimbangan materialitas tersebut dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencangkup pertimbangan kualitatif dan kuantitatif. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji sedangkan pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan, salah saji yang secara kuantitatif tidak material bisa menjadi material secara kualitatif (SPAP, 2011; SA seksi 312).

Jika auditor dalam menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan, sehingga akan menimbulkan masalah yang akan merugikan auditor itu sendiri maupun Kantor Akuntan Publik tempat dimana dia bekerja, dikarenakan auditor akan menelusuri setiap bukti yang ada. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material, yang akan dapat menimbulkan masalah berupa rasa tidak percaya masyarakat kepada Kantor Akuntan Publik dimana auditor tersebut bekerja karena memberikan pendapat yang ceroboh terhadap laporan keuangan yang berisi salah saji material (Mulyadi, 2008: 161).

Pengaruh materialitas terhadap jenis pendapat yang diterbitkan adalah bersifat langsung. Dalam aplikasinya, memutuskan materialitas merupakan

(3)

pertimbangan yang sulit dalam situasi tertentu. Tidak ada pedoman yang sederhana dan didefinisikan dengan jelas yang memungkinkan auditor memutuskan kapan suatu hal dianggap tidak material, material, atau sangat material. Evaluasi terhadap materialitas juga tergantung pada apakah situasinya melibatkan kegagalan untuk mengikuti GAAP atau pembatasan ruang lingkup audit (Arens, et al., 2014:73).

Contoh kasus nyata yang tejadi adalah seperti yang terjadi pada Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) saat mengaudit PT Kimia Farma di tahun 2002. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen PT Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan terdapat salah saji material. Setelah dilakukan audit ulang, laporan keuangan PT Kimia Farma tahun 2001 disajikan kembali (restated). Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 milyar, atau lebih rendah sebesar 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan penyajian tersebut timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan dan adanya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh auditor, sehingga tidak berhasil dideteksi. Jadi pada kasus ini, manajemen PT Kimia Farma terbukti melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangannya, sedangkan auditor Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) dianggap kurang profesional karena tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya

(4)

salah saji material dalam laporan keuangan PT Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai Standar Profesional Akuntan Publik (Rizki Wastu Kencana, 2012).

Meskipun kecurangan merupakan pengertian yang luas dari segi hukum kepentingan auditor, secara khusus hal ini berkaitan dengan tindakan kecurangan yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan. Dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor dalam audit laporan keuangan adalah salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Faktor utama yang membedakan kecurangan dengan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya merupakan tindakan yang disengaja atau tidak disengaja (SPAP, 2011; SA seksi 312).

Dengan demikian, informasi akuntansi yang dihilangkan atau salah disajikan dalam laporan keuangan dapat dikatakan material apabila penghilangan dan kesalahan saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pembaca laporan keuangan. Suatu jumlah untuk suatu perusahaan pada suatu saat merupakan jumlah yang material namun untuk perusahaan lain atau waktu yang lain mungkin tidak material. Oleh karena itu dalam menentukan tingkat materialitas harus diperhatikan keadaan atau besar kecilnya perusahaan, waktu, dan pihak yang membutuhkan informasi tersebut (Sukrisno Agoes, 2012:29).

Peranan auditor juga sangat dibutuhkan oleh kalangan dunia usaha. Para auditor wajib memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya tersebut. Auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus

(5)

berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang terdiri dari Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan, dan Standar Pelaporan guna menunjang profesionalisme (Hery dan Agustiny Merrina, 2007). Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya akuntan publik juga memiliki pemahaman yang memadai mengenai kode etik profesi yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindari (Herawaty dan Susanto, 2009).

Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi (Lekatompessy, 2003).

Sebagai auditor profesional, dalam melaksanakan proses audit dan penyusunan laporan keuangan, seorang auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (Sukrisno Agoes, 2012:149). Hastuti dkk. (2003) menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik.

(6)

Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama, pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Kedua, kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain. Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan informal (Hastuti dkk, 2003).

Ada beberapa kasus yang menyebutkan tidak sedikit akuntan publik yang tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Kasus yang terjadi di Indonesia antara lain dugaan penyuapan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bagindo Quirino di sebuah Restoran, di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Bagindo telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menerima suap dari mantan pejabat Depnakertrans Bahrun Effendi dan Taswin Zein sebesar Rp 650.000.000.00,- yang diberikan dalam rangka merubah hasil temuan yang dilakukan auditor BPK. Selain Bagindo, ada juga anggota BPK III Jabar yang menerima suap yaitu saudara EH. Menurut juru bicara Komisi Pemberantasan

(7)

Korupsi (KPK), penetapan EH sebagai tersangka dilakukan setelah menggeledah dan memeriksa saksi-saksi. Diduga EH menerima bagian dari uang suap sebesar Rp 200.000.000.00,- yang diberikan tersangka HS dan HL dari Pemerintah Kota Bekasi (Rachmadin Ismail, 2009).

Di dalam standar umum auditing ketiga menyatakan bahwa auditor independen dituntut untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan (SPAP, 2011; SA Seksi 230).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendro Wahyudi dan Aida Ainul M (2006) menyatakan bahwa 4 dari 5 dimensi profesionalisme auditor yang berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas yaitu pengabdian pada profesi, kemandirian, keyakinan terhadap profesi, dan hubungan dengan rekan seprofesi. Sedangkan dimensi kewajiban sosial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Berdasarkan hasil penelitian Febrianty (2012) dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 5 dimensi profesionalisme yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi yang berhubungan signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas adalah hanya dimensi keyakinan terhadap profesi. Sedangkan dimensi yang lain tidak mempunyai hubungan signifikan.

(8)

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran profesionalisme auditor di Kantor Akuntan Publik.

2. Bagaimana gambaran pertimbangan tingkat materialitas dalam

pemeriksaan laporan keuangan di Kantor Akuntan Publik.

3. Bagaimana pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan di Kantor Akuntan Publik.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara empiris seberapa besar profesionalisme auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

(9)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu akuntansi khususnya di bidang auditing dengan menguji secara empiris mengenai pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah materialitas laporan keuangan dengan menguji secara empiris bagaimana profesionalisme auditor dapat berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk memperoleh data yang objektif sebagaimana yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penelitian ini dilaksanakan di Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar dalam directory keanggotaan Kantor Akuntan Publik di Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) wilayah kota Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Bluetooth adalah protokol komunikasi wireless yang bekerja pada frekuensi radio 2.4 GHz untuk pertukaran data pada perangkat bergerak seperti PDA, laptop,. HP, dan

Kiprah asimetris biasanya terlihat pada anak-anak ketika tungkai perbedaan panjang tidak lebih dari 3,7% menjadi 5,5% [38,74] Dalam upaya untuk menjaga tingkat

Untuk mencapai hal tersebut, upaya perlindungan konsumen dan/ atau masyarakat OJK diarahkan untuk mencapai dua tujuan utama yaitu meningkatkan kepercayaan dari investor

Rencana Program Dan Investasi Bidang Cipta Karya Kabupaten Padang Lawas Tahun 2017-. 2021

Namun berdasarkan teori yang dipakai peniliti memiliki hubungan yang erat terhadap pembentukan teori baik itu berdasarkan teori dari pace dan Faules dalam

Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,901 persen, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan

Hai, namaku Richard, dan ini istriku Anna. Sebagai suami yang baik, aku sayang banget sama istriku, apapun akan kulakukan demi melindunginya, tetapi bukan berarti aku

Setelah melihat kegiatan-kegiatan tarekat Muqtadiriyah yang biasa dilakukan oleh Khalifah Hadi beserta jamiyahnya beliau memiliki pandangan bahwa apa yang dilakukan