• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DEBIT SUNGAI DI DAS CIASEM KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT DEFRI SATIYA ZUMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DEBIT SUNGAI DI DAS CIASEM KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT DEFRI SATIYA ZUMA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DEBIT SUNGAI

DI DAS CIASEM KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

DEFRI SATIYA ZUMA

MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Defri Satiya Zuma

(4)

ABSTRAK

DEFRI SATIYA ZUMA. Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa Barat. Dibimbing oleh HENDRAYANTO

Perubahan limpasan dan debit aliran sungai akibat perubahan penggunaan lahan dapat diduga dengan menggunakan model-model hidrologi DAS. Salah satu model yang baik dan sedang populer digunakan dan dikembangkan adalah model SWAT (Soil and Water Assessment Tool). Model SWAT dikembangkan juga untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap sedimen, muatan pestisida, dan kimia hasil pertanian. Hasil penelitian sebelumnya yang mengkaji penggunaan model SWAT di Sub DAS Ciasem (5 659.6 Ha) menggunakan data global dan lokal yang tersedia menunjukkan bahwa model SWAT menghasilkan dugaan debit rata bulanan yang baik dengan nilai R² dan NS antara debit rata-rata bulanan dengan debit rata-rata-rata-rata pengukuran masing-masing sebesar > 0.51 dan > 0.74. Penelitian ini merupakan penerapan model SWAT dalam menduga perubahan debit sungai akibat perubahan penggunaan lahan di seluruh DAS Ciasem (67 794.8 ha). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga perubahan debit akibat perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem menggunakan model SWAT.. Perubahan pengunaan lahan pada tahun 2006–2011 terutama terjadi pada hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran, yaitu seluas 696.5 ha dan hutan tanaman menjadi perkebunan seluas 131.8 ha. Hasil simulasi limpasan dan debit pada penggunaan lahan 2006 dan 2011, dan input iklim 2006 menunjukkan bahwa perubahan hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran seluas 696.5 ha dan hutan tanaman menjadi perkebunan seluas 131.8 ha meningkatkan limpasan sebesar 0.4 mm/bln (4.8 mm/th) dan debit sebesar 0.05 mm/bln (0.6 mm/th). Simulasi penggunaan lahan, yaitu perubahan penggunaan lahan pertanian lahan kering campuran dan pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman dapat menurunkan limpasan sebesar 1.3 mm/bln (15.6 mm/th) dan debit sebesar 0.7 mm/bln (8.4 mm/th) terutama pada bulan-bulan basah dan meningkatkan debit pada bulan-bulan kering.

(5)

ABSTRACT

DEFRI SATIYA ZUMA. Changes of Landuse and River Discharge at Ciasem Watershed Subang West Java. Supervised by HENDRAYANTO

The changes of surface run off and river discharge caused by landuse changes, could be estimated by watershed hydrology models. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) model is a hydrology model that developed to predict effect of land use not only to water yield, but also sediment, pesticide contents, and chemical result of agriculture. Previous research of SWAT model application in Ciasem sub-watershed (5 659.6 Ha) by using global and local data show that the prediction average monthly discharge was appropriately match with measured average with the values of R2 and NS were > 0.51 and > 0.74 respectively. This research applied SWAT model to predict river discharge changes due to landuse change in the entire Ciasem watershed (67 794.8 ha). The purpose of this research is to predict changes in discharge due to changes in land use in the Ciasem watershed using SWAT model. Landuse changes in 2006-2011 occurred at forest plants being mixture of dryland farming, were 696.5 ha and forest plants being farms, were 131.8 ha. Simulation result of run off and discharge in landuse 2006 and 2011 and input climate 2006 showed it increase the runoff by 0.4 mm/month (4.8 mm/year) and discharge by 0.05 mm/month (0.6 mm/year). Land use simulation which changes mixture of dryland and dryland farming become forest plants reduce run off by 1.3 mm/month (15.6 mm/year) and discharge by 0.7 mm/month (8.4 mm/year) especially during wet months and increased discharge in dry months.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Departemen Manajemen Hutan

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DEBIT SUNGAI

DI DAS CIASEM KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

DEFRI SATIYA ZUMA

MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(7)
(8)

Judul Skripsi : Perubahan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa Barat

Nama : Defri Satiya Zuma NIM : E14080046

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, Msc Ftrop Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dr Ir Hendrayanto, M Agr Pembimbing

(9)

Judul Skripsi: Perubahan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa Barat

Nama : Defii Satiya Zuma NIM : E14080046

Disetujui oleh

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya ilmiah ini adalah Perubahan Penggunaan Lahan dan Debit Sungai di DAS Ciasem Subang Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hendrayanto, M Agr selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat penelitian 2

Prosedur Penelitian 3

Pengumpulan Data 3

HASIL dan PEMBAHASAN 6

Jaringan Sungai 6

Topografi 7

Jenis Tanah 8

Iklim 8

Perubahan Penggunaan Lahan 9

Debit Dugaan Model SWAT 10

Simulasi Dampak Perubahan Lahan terhadap Debit 11

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 17

Saran 17

(12)

DAFTAR TABEL

1 Luas dan perubahan penggunaan lahan 2006-2011 di DAS Ciasem 10

2 Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem 10

3 Limpasan dugaan Model SWAT dan Model SCS-CN 11 4 Koefisen limpasan (C) Model SWAT dan Model SCS-CN 11

5 Curah hujan dan limpasan simulasi 13

6 Curah hujan dan debit simulasi 14

7 Curah hujan dan limpasan simulasi 15

8 Curah hujan dan debit simulasi 16

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Diagram alir pelaksanaan penelitian 3

3 Peta jaringan sungai 7

4 Peta topografi 7

5 Peta jenis tanah 8

6 Peta hujan rata–rata bulanan 9

7 Diagram batang curah hujan rata–rata tahunan 2006 – 2011 9 8 Hyetograph dan Hidrograph limpasan dugaan model SWAT, model

SCS-CN dan curah hujan tahun 2006-2011 CH, HTSWAT ,

HTSCS-CN LTSWAT , LTSCS-CN 11

9 Hyetograph dan Hidrograph koefisien limpasan model SWAT, model SCS-CN dan curah hujan tahun 2006-2011 CH, HTSWAT ,

HTSCS-CN LTSWAT , LTSCS-CN 12

10 Hyetograf dan Hidrograf limpasan Simulasi model SWAT. Curah hujan, limpasan 2006, limpasan 2011 13 11 Hyetograph dan Hidrograf debit simulasi model SWAT. Curah hujan,

debit 2006, debit 2011 13

12 Hyetograph dan Hidrograph limpasan simulasi rekomendasi model SWAT. Curah hujan, limpasan awal, limpasan simulasi. 15 13 Hyetograph dan Hidrograph debit simulasi rekomendasi model SWAT.

(13)
(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Kemenhut 2011). Pulau Jawa terbagi kedalam 1208 DAS. Dari 1208 DAS di Jawa 123 DAS dalam kondisi kritis, sehingga 61 kabupaten di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah terancam oleh resiko bencana ekologis seperti banjir, longsor, dan kekeringan serta hilangnya hasil-hasil pembangunan seperti infrastruktur publik, transportasi, perdagangan, dan industri akan mencapai trilyunan rupiah (Kemenhut 2011). Salah satu faktor penyebab kekritisan DAS adalah faktor penggunaan lahan (Kemen PU 2009). Penggunaan lahan di Pulau Jawa pada tahun 1927 masih didominasi hutan alam berupa hutan hujan tropis namun sekarang luas hutan di Jawa tinggal 301 300 ha atau 22.8 % dari luas pulau Jawa (Smiet 1990)

Selama periode 2012 di Jawa Barat telah terjadi 37 kejadian banjir, yang mengakibatkan kerusakan lahan sebesar 650 ha (BNPB 2013). Di DAS Ciasem Kabupaten Subang Jawa Barat pada tahun 2011 terjadi banjir di pemukiman warga mencapai ketinggian satu meter. Banjir ini diduga akibat dari perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem yang menyebabkan meningkatnya laju aliran permukaan, erosi, dan tingkat sedimentasi meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan pendangkalan sungai (Pemkab Subang 2011).

Perubahan limpasan dan erosi permukaan serta sedimentasi di sungai akibat perubahan penggunaan lahan dapat diduga dengan menggunakan model-model hidrologi DAS. Salah satu model yang sedang populer digunakan adalah model SWAT. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida, dan kimia hasil pertanian (Hamdan 2010). Model SWAT dikembangkan oleh United State Departement of

Agricultural-Agricultural Research Services (USDA-ARS). Pemodelan dalam model SWAT

dilakukan disetiap Hydrological Respons Unit (HRU). Antarmuka pengguna grafis model SWAT sebagai fungsi tambahan (plug in) dalam aplikasi GIS yang ada. Dalam ArcView 3.X, model SWAT dikenal sebagai AVSWAT2000 (Luzio et al. 2001). Dalam ArcMap 9.X model SWAT dikenal sebagai ArcSWAT dan dalam MapWindows dikenal sebagai MWSWAT

Hasil kajian penggunaan model SWAT di Sub DAS Ciasem (5 659.6 Ha) menggunakan data global dan lokal yang tersedia menunjukkan bahwa model SWAT menghasilkan dugaan debit rata-rata bulanan yang baik dengan nilai R² dan NS antara debit rata-rata bulanan dengan debit rata-rata pengukuran masing-masing sebesar > 0.51 dan > 0.74 (Endrawati 2013).

(15)

2

Penelitian ini merupakan penerapan model SWAT dalam menduga perubahan debit sungai akibat perubahan penggunaan lahan di seluruh DAS Ciasem (67 794.8 ha).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga perubahan debit akibat perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem menggunakan model SWAT.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menerapkan model SWAT dalam menduga debit di DAS Ciasem dengan titik patusan (outlet) di Ciasem Kecamatan Ciasem Subang. Pendugaan debit menggunakan data yang telah tersedia baik data yang telah dikumpulkan dari DAS Ciasem dan data global. Proses kalibrasi dan validasi tidak dilakukan dalam penelitian ini karena data debit hasil pengukuran tidak tersedia.

METODE

Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di DAS Ciasem. Secara geografis DAS Ciasem terletak diantara koordinat 107º41’ – 107º46’ BT dan 6º13’ – 6º38’ LS dengan luas 74 172.6 Ha. DAS Ciasem secara administratif terletak Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat yang mencakup 21 wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Blanakan, Sukasari, Tambakdahan, Pamanukan, Binong, Ciasem, Patok Beusi, Cikaum, Dawuan, Subang, Pagaden, Pagaden Barat, Purwadadi, Pabuaran, Cipeundeuy, Kalijati, Serangpanjang, Sagalaherang, Cijambe, Ciater, dan Jalan Cagak.

Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan dan DAS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan November 2013 – Januari 2014.

(16)

3

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu pengumpulan data, pembentukan Hydrological Respone Unit (HRU), pendugaan debit, dan perhitungan koefisien run off serta analisis perubahan penggunaan lahan terhadap perubahan debit. Tahapan penelitian secara diagramatik disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir pelaksanaan penelitian

Pengumpulan Data

Data yang digunakan mencakup data Digital Elevation Model (DEM) dengan resolusi 90 m x 90 m yang bersumber dari SRTM (shuttle radar

thopography mission), peta tutupan lahan, peta jenis tanah Jawa dan peta jaringan

sungai Jawa Bali dalam bentuk shapefile masing-masing dengan skala 1:50000. Data lainnya adalah data iklim di DAS Ciasem.

Data iklim yang digunakan adalah data hasil pengukuran di stasiun hujan Sindanglaya dan Sukamandi dari tahun 2006 sampai dengan 2010 meliputi data curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum Ciliwung, Perum Jasa Tirta II Subang, BMKG Darmaga Bogor dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Subang.

Analisis debit menggunakan Model SWAT

Analisis debit sungai di DAS Ciasem menggunakan model SWAT dilakukan dengan input data berupa iklim, karakteristik tanah, penggunaan lahan dan hidrologi berdasarkan format data input file.

(17)

4

Tahapan kegiatan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1 Delineasi daerah observasi

Proses delineasi menggunakan data DEM dengan resolusi 90 x 90 meter. Selanjutnya data diolah menggunakan ArcGIS dan ArcSWAT. Metode yang digunakan dalam proses delineasi adalah metode threshold, dimana besar kecilnya nilai threshold yang digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang terbentuk.

2 Pembentukan HRU (Hydrologycal Respone Unit)

HRU merupakan satuan analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan jenis tanah, tutupan lahan dan kelerengan. Pada tahapan pembentukan HRU dilakukan input data berupa:

a Input interval slope

b Peta raster landuse dan peta raster jenis tanah dalam format sistem koordinat proyeksi UTM

c Threshold dari persentase total luasan landuse (5%), jenis tanah (5%) dan slope

(5%). Landuse, jenis tanah, dan slope yang memiliki persentase luasan lebih kecil dari threshold yang ditentukan akan diabaikan

3 Pendugaan debit

Pada tahap ini data iklim yang telah disediakan sebelumnya dihubungkan dengan HRU yang telah terbentuk. Pada tahap ini ditentukan periode simulasi terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan input data iklim. Persamaan neraca air yang digunakan dalam model SWAT disajikan pada persamaan (1).

𝑆𝑊𝑡 = 𝑆𝑊0+ ∑ (Rday − Qsurf − Ea − Wseep − Qgw)𝑡𝑡=𝑖 ...(1)

SWt : kandungan akhir air tanah (mm)

SW0 : kandungan air tanah awal pada hari ke- i (mm)

R day : jumlah presipitasi pada hari ke- i (mm)

Q surf : jumlah limpasan permukaan pada hari ke- i (mm)

Ea : jumlah evapotranspirasi pada hari ke –i

Wseep : jumlah air yang memasuki zona tak jenuh pada profil tanah hari

ke-i(mm)

Qgw : Jumlah aliran dasar ( base flow) pada hari ke- i (mm)

SWAT menggunakan metode SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve

Number) dalam menduga limpasan permukaan (Q surf). Metode ini dikembangkan

untuk menghitung run off tutupan lahan dan jenis tanah yang bervariasi. Persamaan SCS-CN disajikan pada persamaan (2) dan (3) ( Neitsch et al. 2004).

𝑄𝑠𝑢𝑟𝑓 =(𝑅 𝑑𝑎𝑦−0,2𝑆)²(Rday+0,8S) ...(2)

𝑠 = 25,4 (1000𝐶𝑁 − 10)…...(3) Keterangan:

Rday : curah hujan per hari (mm)

Qsurf : limpasan permukaan (mm)

S : parameter retensi (mm) CN : SCS Curve Number

(18)

5 Limpasan permukaan maksimum dihitung dengan memodifikasi metode rasional dengan persamaan (4) ( Neitsch et al. 2004).

𝑞𝑝𝑒𝑎𝑘 = 𝐶.𝑖. 𝐴𝑟𝑒𝑎3.6 ...(4)

Keterangan:

q peak : laju limpasan permukaan maksimum (m3/s)

Area : luas wilayah DAS (km2) C : koefisien limpasan permukaan I : intensitas curah hujan (mm/jam)

Waktu konsentrasi (tconc) adalah jumlah waktu aliran (tov) dan waktu aliran

di sungai (tch) ( Neitsch et al. 2004).

𝑡𝑐ℎ = 𝐿𝑠𝑙𝑝. 𝑛0,60,6 18.𝑠𝑙𝑝0,8 dan 𝑡𝑐ℎ = 𝑜,62.𝐿.𝑛0,75 𝐴𝑟𝑒𝑎0,125.𝑠𝑙𝑝 𝑐ℎ 𝑜,375 ...(5) Keterangan:

tov : waktu konsentrasi umtuk aliran di lahan (jam)

t ch : waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)

L slp : panjang lereng DAS ( m)

L : rata- rata panjang aliran sungai di DAS (km) Slp : rata-rata lereng di lahan (m m-1)

Slp ch : rata rata lereng di sungai (m m-1)

N : koefisien kekasaran Manning

Model SWAT menghitung perkolasi disetiap lapisan tanah. Perkolasi terjadi jika kandungan air tanah (Swly) pada lapisan tersebut melebihi kapasitas lapangnya (Fcly). Kelebihan air pada lapisan tanah dihitung dengan persamaan (6)

𝑆𝑊𝑖𝑦,𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 = 𝑆𝑊𝑙𝑦 − 𝐹𝐶𝑙𝑦 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑆𝑊𝑙𝑦 > 𝐹𝐶𝑙𝑦 ...(6)

𝑆𝑊𝑖𝑦,𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑆𝑊𝑙𝑦 < 𝐹𝐶𝑙𝑦

Keterangan :

Swly : kandungan air tanah (mm)

Fcly : kapasitas lapang (mm)

Aliran bawah tanah atau base flow (Qgw) dihitung pada persamaaan (7)

𝑄𝑔𝑤 = 8000.𝐾𝑠𝑎𝑡𝐿2 𝑔𝑤 𝑥 ℎ𝑤𝑡𝑏𝑙 ...(7) Keterangan :

Ksat : konduktivitas hidrolika jenuh (saturated hydraulic conductivity) (mm/hari)

L2gw : jarak sub DAS dari sistem air tanah ke saluran utama (m)

hwtbl : tinggi muka air tanah (m)

Perhitungan evapotranspirasi potensial (ETP) dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu Penman–Monteith, Priestley–Taylor dan Hargreaves. Dalam kajian ini metode perhitungan ETP yang digunakan adalah Penman–Monteith

Persamaan Penman-Monteith disajikan pada persamaan (8). 𝜆𝐸 =Δ(𝐻𝑛𝑒𝑡−𝐺)+𝜌𝑎𝑖𝑟𝐶𝑝�𝑒𝑧𝑒𝑧0�/𝑟𝑎

(19)

6

Keterangan:

E : laju evaporasi (m/s)

λE : fluk panas laten penguapan (MJ m-2

d-1)

Δ : slope dari kurva tekanan uap jenuh dan suhu udara (de/dT)(kPa0

C-1) Hnet : radiasi netto (W m-2)

G : fluk panas laten permukaan tanah (MJ m-2 d-1) Cp : panas spesifik pada tekanan tetap (MJkg-1 K-1)

ρ air : massa jenis udara (kg m-3)

𝑒𝑧0 : tekanan uap air jenuh pada ketinggian z (kPa)

e z : tekanan uap air pada ketinggian z (kPa) rc : resistensi pada kanopi (s m-1)

ra : tahanan difusi pada lapisan udara (resistensi aerodinamis) (s m-1) γ : konstanta Psychrometri (kPa o

C -1) 4 Pendugaan koefisien aliran permukaan

Koefisien aliran permukaan (DRO) dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝐷𝑅𝑂 =(Q.86400.1000)(L.10000) ...(9) 𝐶𝑅 = 𝐷𝑅𝑂CH ………... (10) Keterangan:

CR : Koefisien limpasan DRO : Aliran langsung (mm) Q : Debit aliran langsung (m3/s)

Q didapat dari pengurangan debit hasil pendugaan dengan aliran dasar (baseflow).

5 Simulasi perubahan penggunaan lahan

Proses simulasi dilakukan setelah proses penggabungan HRU dengan data iklim. Persamaan dalam simulasi SWAT digunakan untuk mengetahui respon debit terhadap perubahan lahan yang terjadi.

HASIL dan PEMBAHASAN

Jaringan Sungai

DAS Ciasem terdiri dari 13 sub DAS, 3 ordo sungai dengan panjang sungai total 111.09 km, dan kerapatan jaringan sungai mencapai 0.16 km/km². Keliling DAS sepanjang 694.85 km. Jaringan sungai DAS Ciasem disajikan dalam Gambar 3.

(20)

7

Gambar 3 Peta jaringan sungai

Topografi

DAS Ciasem didominasi oleh daerah bertopografi datar yang mencakup 77.3% dari luas DAS. Selain itu terdapat juga lahan bertopografi landai yang mencakup 13.4%, agak curam 6.4%, curam 2.5% dan sangat curam 0.4% dari luas DAS. Distribusi ruang kelas kemiringan lahan di DAS Ciasem disajikan pada Gambar 4.

(21)

8

Jenis Tanah

Jenis tanah di DAS Ciasem terdiri atas 12 jenis tanah, yaitu kompleks regosol kelabu dan litosol (JT 1), asosiasi andosol coklat dan regosol coklat andosol coklat (JT 2), litosol coklat (JT 3), asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu (JT 4), kompleks podsolik kuning dan regosol (JT 5), asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan (JT 6), asosiasi glei humus rendah dan aluvial kelabu (JT 7), kompeks grumosol regosol dan mediteran (JT 8), kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat kemerahan litosol (JT 9), regosol coklat (JT 10), andosol coklat (JT 11), dan latosol coklat kemerahan (JT 12). Jenis tanah asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan (JT 6) mendominasi DAS Ciasem, yang mencakup 43.65% dari luas DAS. Distribusi jenis tanah di DAS Ciasem disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Peta jenis tanah

Iklim

Tipe iklim DAS Ciasem menurut Sistem Klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk tipe B dengan nilai Q (persentase bulan basah terhadap bulan kering) sebesar 0.222. Rata-rata hujan tahunan sebesar 3442 mm/tahun. Suhu udara rata-rata harian berkisar 23°-31°C dan kelembaban udara rata-rata harian sebesar 65%-87%.

(Kemenhut 2012). Distribusi hujan rata-rata dengan metode poligon thiessen dan hidrograf curah hujan rata-rata dari tahun 2006 sampai 2011 di DAS Ciasem disajikan dalam Gambar 6 dan 7.

(22)

9

Gambar 6 Peta hujan rata–rata bulanan

Gambar 7 Hyetograph curah hujan rata–rata tahunan 2006 – 2011

Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di DAS Ciasem pada tahun 2006 sebagian besar berupa pertanian lahan kering campuran (63%) dan meningkat luasnya pada tahun 2011 seluas 696.55 ha. Luas perkebunan juga meningkat sedangkan luas hutan tanaman menurun (Tabel 1). Hutan tanaman sebagian besar berubah menjadi pertanian lahan kering campuran, dan sebagian kecil menjadi kebun karet. Kebun karet juga ada yang berubah menjadi hutan tanaman (Tabel 2)

Jenis tanaman yang diusahakan dalam pertanian lahan kering campuran yaitu jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, dan kedelai. Di samping itu petani juga banyak mengusahakan pola pertanian campuran dengan mengkombinasikan

0 50 100 150 200 250 300 2006 2007 2008 2009 2010 2011 C H ra ta -r a ta ( mm/ b ln ) Tahun

(23)

10

tanaman hortikultura sayuran dengan tanaman buah-buahan seperti durian, rambutan dan mangga. Jenis tanaman di perkebunan didominasi oleh tanaman karet, teh, dan tebu. (Kemenhut 2012).

Tabel 1 Luas dan perubahan penggunaan lahan 2006-2011 di DAS Ciasem

Jenis penggunaan lahan

Luas tahun 2006 (ha) Luas tahun 2011 (ha) Perubahan 2006-2011 (ha) 1 Hutan tanaman 2 Perkebunan 3 Pertanian lahan kering campuran 4 Pertanian lahan kering 5 Tubuh air 6 Sawah 7 Lahan terbuka 8 Pemukiman Total 4 053.9 8 367.3 42 731.5 9 368.9 4.5 165.1 116.3 2 987.3 67 794.8 3 225.6 8 499.1 43 428.0 9 368.9 4.5 165.1 116.3 2 987.3 67 794.8 -828.3 131.8 696.5 - - - - - aSumber: Kemenhut (2012)

Tabel 2 Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem

2006/2011 Luas Perubahan Penggunaan Lahan (Ha)

FRST AGRC AGRR WAT RICE RUBB URMD PAST

FRST - 696.5 - - - 178.1 - - AGRC - - - - AGRR - - - - WAT - - - - RICE - - - - RUBB 46.3 - - - - URMD - - - - PAST - - - -

Perbandingan Limpasan Dugaan Model SWAT dengan Model SCS-CN

Pendugaan limpasan Model SWAT pada dasarnya menggunakan model SCS-CN yang dikombinasikan dengan model penelusuran aliran sungai untuk sampai di titik outlet. Berhubung data debit hasil pengukuran tidak tersedia, validasi dan kalibrasi model menggunakan data hasil pengukuran tidak dilakukan, namun dilakukan pengujian konsisitensi dengan membandingkan hasil pendugaan limpasan menggunakan model SWAT dengan hasil model SCS-CN rata-rata DAS (persamaan 2 dan 3). Penggunaan lahan digunakan penggunaaan lahan yang memiliki pengaruh nyata terhadap limpasan yaitu Hutan (HT) dan Lahan Terbuka (LT). Input hujan menggunakan curah hujan tahun 2006-2011. Hasil pendugaan limpasan dan koefisien limpasan (C) menggunakan dua pendekatan dan dua penggunaan lahan disajikan masing-masing dalam Tabel 3 dan Tabel 4.

(24)

11 Tabel 3 Limpasan dugaan Model SWAT dan Model SCS-CN

Tahun CH (mm/bln)

Limpasan model SWAT

(mm/bln) Limpasan metode SCS-CN (mm/bln) HT LT HT LT 2006 144.8 38.2 94.4 65.3 115.7 2007 175.9 69.3 131.6 90.3 146.1 2008 141.8 46.2 98.4 62.9 112.8 2009 118.2 41.3 85.6 45.3 90.0 2010 249.3 75.1 172.7 153.9 218.4 2011 118.1 29.1 75.3 45.2 89.9

Tabel 4 Koefisen limpasan (C) Model SWAT dan Model SCS-CN

Tahun CH (mm/bln) C model SWAT Cmetode SCS-CN

HT LT HT LT 2006 144.8 0.3 0.7 0.5 0.8 2007 175.9 0.4 0.8 0.5 0.8 2008 141.8 0.3 0.7 0.4 0.8 2009 118.2 0.4 0.7 0.4 0.8 2010 249.3 0.3 0.7 0.6 0.9 2011 118.1 0.3 0.6 0.4 0.8

Hidrograf limpasan dugaan menggunakan model SWAT dan model SCS-CN ddisajikan dalam Gambar 8 sedangkan grafik perubahan koefisien limpasan disajikan dalam Gambar 9.

Gambar 8 Hyetograph dan Hidrograph limpasan dugaan model SWAT, model SCS-CN dan curah hujan tahun 2006-2011 CH, HTSWAT , HTSCS-CN LTSWAT , LTSCS-CN 0 50 100 150 200 250 300 0 50 100 150 200 250 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Li mp as an ( mm /b ln ) CH (mm/bln)

(25)

12

Gambar 9 Hyetograph dan Hidrograph koefisien limpasan model SWAT, model SCS-CN dan curah hujan tahun 2006-2011 CH, HTSWAT , HTSCS-CN LTSWAT ,

LTSCS-CN

Berdasarkan hasil dugaan limpasan dan koefisein limpasan menggunakan model SWAT dan model SCS-CN menunjukkan konsistensi hasil pendugaan walaupun hasil dugaan menggunakan model SWAT lebih rendah dibandingkan dengan hasil model SCS-CN. Model SWAT menunjukkan hasil limpasan dugaan yang lebih rendah mengingat dalam model SWAT memperhitungkan jarak dan kekasaran permukaan saluran sedangkan model SCS-CN tidak memperhitungkan kedua hal tersebut.

Berdasarkan pada hasil penelitian (Endrawati 2013) dan uji konsistensi tersebut, model SWAT dapat dikatakan memadai dalam menduga limpasan dan debit di DAS Ciasem.

Simulasi Dampak Perubahan Lahan terhadap Debit

Simulasi dampak perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menjalankan model SWAT dengan input kondisi iklim tahun 2006 dan penggunaan lahan tahun 2006 dan 2011. Dalam simulasi digunakan perubahan lahan dari tahun 2006 sampai 2011 yaitu perubahan hutan tanaman menjadi perkebunan dan hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran.

Hasil prediksi limpasan dan debit rata-rata bulanan pada penggunaan lahan tahun 2006 dan 2011 disajikan dalam Gambar 10 dan 11. Berdasarkan Tabel 5 dan 6 limpasan dan debit rata-rata dari tahun 2006 ke 2011 mengalami peningkatan. Limpasan mengalami peningkatan sebesar 0.4 mm/bln sedangkan debit mengalami peningkatan sebesar 0.05 mm/bln. Perubahan data limpasan dan debit dari tahun 2006 ke 2011 disajikan pada Tabel 5 dan 6. Debit puncak terjadi pada bulan Januari baik pada tahun 2006 maupun 2011.

0 50 100 150 200 250 300 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 K oefisien L im p asa n CH (mm/bln)

(26)

13

Gambar 10 Hyetograf dan Hidrograf limpasan Simulasi model SWAT. Curah hujan, limpasan 2006, limpasan 2011

Tabel 5 Curah hujan dan limpasan simulasi

Bulan CH 2006 (mm) Limpasan (mm) 2006 2011 1 441.5 250.0 251.1 2 256.5 94.5 95.2 3 174.0 96.7 96.9 4 178.5 66.7 67.5 5 159.3 71.6 72.3 6 6.0 0.2 0.2 7 58.3 34.7 34.7 8 0.0 0.0 0.0 9 0.0 0.0 0.0 10 44.3 21.0 21.0 11 91.1 29.7 29.9 12 329.0 161.0 162.0

Gambar 11 Hyetograph dan Hidrograf debit simulasi model SWAT. Curah hujan, debit 2006, debit 2011

0 100 200 300 400 500 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Li mp as an ( mm ) CH 2006 (mm) 0 100 200 300 400 500 0 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D ebit ( m m ) CH 2006(mm)

(27)

14

Tabel 6 Curah hujan dan debit simulasi

Bulan CH 2006 (mm) Debit (mm) 2006 2011 1 441.5 564.0 565.4 2 256.5 369.6 369.8 3 174.0 317.0 315.9 4 178.5 271.0 271.6 5 159.3 291.3 291.2 6 6.0 205.7 204.6 7 58.3 223.9 223.4 8 0.0 178.0 177.6 9 0.0 163.4 163.3 10 44.3 182.9 182.9 11 91.1 196.0 196.5 12 329.0 399.3 400.6

Tabel 5 menunjukkan bahwa limpasan pada tahun 2011 lebih besar dibandingkan dengan limpasan tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien limpasan penggunaan lahan tahun 2011 lebih besar dibandingkan tahun 2006, namun perbedaannya tidak besar. Hutan tanaman memiliki nilai CN lebih kecil dibandingkan dengan pertanian lahan kering campuran dan perkebunan. Nilai CN hutan tanaman sebesar 73 sedangkan pertanian lahan kering campuran sebesar 81 dan perkebunan sebesar 77. Berdasarkan persamaan (3), semakin besar nilai CN, nilai retensi air hujan semakin kecil, dan berdasarkan persamaan (2) semakin kecil nilai retensi air hujan, maka koefisien limpasan semakin besar, atau limpasan semakin besar.

Pada tahun 2011 di DAS Ciasem masih terjadi banjir, hal ini menunjukkan bahwa kualitas DAS Ciasem masih kurang baik, sehingga masih diperlukan perbaikan. Untuk mengetahui penggunaan lahan yang lebih baik dilakukan simulasi penggunaan lahan yang mampu mereduksi limpasan dan debit sungai di DAS Ciasem guna meningkatkan kualitas DAS Ciasem. Simulasi dilakukan dengan mengubah semua pertanian lahan kering campuran dan pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman yang memiliki nilai CN lebih kecil yaitu 73. Semakin kecil nilai CN nilai koefisien limpasan akan semakin kecil sehingga limpasan akan semakin kecil. Dari hasil simulasi diperoleh nilai limpasan dan debit yang disajikan pada Tabel 7 dan 8.

(28)

15

Tabel 7 Curah hujan dan limpasan simulasi

Bulan CH 2011 (mm) Limpasan (mm) Awal Simulasi 1 215.4 105.4 103.1 2 151.4 43.4 40.8 3 106.1 54.1 53.9 4 219.0 113.7 112.8 5 8.1 1.8 1.0 6 0.0 0.0 0.0 7 4.8 0.1 0.1 8 0.0 0.0 0.0 9 0.0 0.0 0.0 10 95.5 30.3 29.0 11 243.9 84.3 81.1 12 374.2 180.2 175.5

Gambar 12 Hyetograph dan Hidrograph limpasan simulasi rekomendasi model SWAT. Curah hujan, limpasan awal, limpasan simulasi. 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 50 100 150 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Li mp as an ( mm ) CH 2011 (mm)

(29)

16

Tabel 8 Curah hujan dan debit simulasi Bulan Curah hujan 2011

(mm) Debit (mm) Awal Simulasi 1 215.4 358.1 358.7 2 151.4 251.7 251.2 3 106.1 197.9 201.1 4 219.0 192.0 191.0 5 8.1 140.4 140.4 6 0.0 146.1 147.7 7 4.8 159.6 160.0 8 0.0 164.4 164.6 9 0.0 160.6 160.6 10 95.5 192.1 189.5 11 243.9 245.0 239.9 12 374.2 372.4 366.8

Gambar 13 Hyetograph dan Hidrograph debit simulasi rekomendasi model SWAT. Curah hujan, debit awal, debit simulasi

Tabel 7 menunjukkan bahwa limpasan bulanan simulasi mengalami penurunan kecuali pada saat tidak ada hujan, dengan rata-rata penurunan limpasan sebesar 1.3 mm/bln (15.6 mm/th), sedangkan Tabel 8 menunjukan bahwa debit bulanan simulasi tidak selalu turun. Debit cenderung menurun pada saat bulan basah dan meningkat pada saat bulan kering. Rata-rata debit bulanan simulasi mengalami penurunan dibandingkan debit awal, yaitu sebesar 0.7 mm/bln (8.4 mm/th). Hal ini menunjukkan bahwa hutan tanaman yang baik (CN=73) mengurangi limpasan dan debit rata-rata bulanan, namun pada saat bulan kering meningkatkan debit. Tanah hutan memiliki lapisan seresah yang tebal, kandungan bahan organik tanah, dan jumlah makroporositas yang cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian (Hairiah et al.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 50 100 150 200 250 300 350 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D ebit ( m m ) CH 2011(mm)

(30)

17 2004). Hutan mampu meredam tinggi debit sungai pada saat musim hujan dan menjaga kestabilan aliran air pada saat musim kemarau (Farida dan Meine 2004).

Dengan menurunnya limpasan dan debit terutama pada bulan-bulan basah, dan meningkatkan debit pada bulan-bulan kering maka kemungkinan terjadi banjir dapat dikurangi dan kekurangan air pada musim kemarau dapat direduksi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perubahan pengunaan lahan pada tahun 2006–2011 terutama terjadi pada hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran, yaitu seluas 696.5 ha (1 % luas DAS Ciasem) dan hutan tanaman menjadi perkebunan seluas 131.8 ha (0.2 % luas DAS Ciasem). Hasil simulasi limpasan pada penggunaan lahan 2006 dan 2011, dan input iklim 2006 menunjukkan bahwa perubahan hutan tanaman menjadi pertanian lahan kering campuran seluas 696.5 ha dan hutan tanaman menjadi perkebunan seluas 131.8 ha meningkatkan limpasan sebesar 0.4 mm/bln (4.8 mm/th) dan debit sebesar 0.05 mm/bln (0.6 mm/th). Simulasi penggunaan lahan, yaitu perubahan penggunaan lahan pertanian lahan kering campuran dan pertanian lahan kering menjadi hutan tanaman menurunkan limpasan sebesar 1.3 mm/bln (15.6 mm/th) dan debit sebesar 0.7 mm/bln (8.4 mm/th), terutama pada bulan-bulan basah, namun meningkatkan debit pada saat bulan-bulan kering.

Saran

Model SWAT merupakan model yang dapat menduga berbagai dampak penggunaan lahan suatu DAS, namun menggunakan banyak parameter yang seyogyanya menggunakan nilai parameter hasil pengukuran setempat, sehingga disarankan dilakukan pengukuran parameter setempat untuk dijadikan data dasar untuk pengembangan model yang lebih baik. Pada saat penggunaan nilai-nilai parameter global, model perlu dikalibrasi dan divalidasi menggunakan data debit harian hasil pengukuran, sehingga pengukuran debit dan juga data iklim perlu dilakukan secara kontinyu di setiap stasiun hujan di DAS Ciasem.

DAFTAR PUSTAKA

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. Data Kejadian Bencana 2012 Subang (ID): Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Endrawati. 2013. Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Model SWAT di SUB DAS Ciasem Kabupaten Subang Jawa Barat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

18

Farida, Meine van Noordwijk. 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan dan Aplikasi Model Genriver Pada DAS Wey Besai, Sumberjaya. Bogor (ID): World Agroforestry Center ICRAF SE Asia.

Hamdan M. 2010. Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Suprayogo D, Widianto, Berlian, Suhara E, Mardiastuning A, Widodo HR, Prayogo C, S Rahayu. 2004. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Agroforestri Berbasis Kopi.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Direktorat Jendral Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung. 2012. Laporan Utama Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciasem. Bogor (ID) Kementerian Kehutanan.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Direktorat Jendral Planologi. 2012. Tutupan Lahan Pulau Jawa-Bali. Jakarta (ID) Kementerian Kehutanan.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2011. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 511 tahun 2011 tentang Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan. [Kemen PU] Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2009. Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum.

Luzio, D., M., R. Srinivasan, and J. G. Arnold. 2001. ArcView Interface for SWAT2000 User’s Guide. Texas (US): Blackland Research Center, Texas Agricultural Experiment Station and Grassland, Soil and Water Research Laboratory, USDA Agricultural Research Service.

Neitch, S. L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., Srinivasan, R., and William, J.R. 2004. Soil and Water Assesment Tool Input/Output File Documentation Version 2005. Texas (US): Agricultural Research Service US.

[Pemkab Subang] Pemerintah Kabupaten Subang. 2011. Laporan Akhir Studi Mitigasi Bencana Banjir Pantura Kabupaten Subang Bandung (ID): PT. Zonasi Konsultan.

Smiet A.C. 1990. Forest Ecology on Java : Conversion and Usage In a Historical Perspective. Journal of Tropical Forest Science.2(4):286-302.

(32)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo Jawa Timur pada tanggal 28 Juli 1989 dari ayah M Sofingi dan Ibu Sutiyah. Penulis adalah putra kesatu dari dua bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus SMA Negeri 3 Madiun dan pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai tahun akademik 2011-2012. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota Kelompok Studi Hidrologi di Forest Management Student Club (FMSC) priode 2011 – 2012 dan anggota Divisi Public Relation di IFSA LC IPB tahun 2009 – 2010. Penulis juga aktif berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Gunung Papandayan, Jawa Barat pada tahun 2010, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2011 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT AMT (Andalas Meranti Timber), Sumatra Barat pada tahun 2012.

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian
Gambar 2  Diagram alir pelaksanaan penelitian
Gambar 3  Peta jaringan sungai
Gambar 5  Peta jenis tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui luas perubahan penggunaan lahan kawasan vegetasi menjadi kawasan terbangun di DAS Gung Hulu, perubahan rasio debit yang

Tujuan dibuatnya paper ini adalah untuk mendapatkan permodelan simulasi hidrologi DAS yang dapat digunakan untuk mengetahui penggunaan lahan yang paling optimal

Badan Air Hutan Primer Hutan Sekunder Kebun Sawit Kebun Karet Pertanian Lahan. Kering Campuran

DAS Babon Hulu merupakan bagian dari DAS Babon yang berada di Kota dan Kabupaten Semarang. Meningkatnya pembangunan di DAS Babon Hulu menyebabkan perubahan penggunaan lahan

Perubahan pola penggunaan lahan ini disebabkan oleh faktor kemiskinan petani dan kecilnya luas lahan menyebabkan terjadinya perubahan pengelolaan dari hutan menjadi

2,92%, sedangkan luas Lahan pertanian (perkebunan, perkebunan campuran, pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering campur semak) bertambah sebesar 7,9 %, dan permukiman

Hal ini terkait erat dengan menurunnya kadar karbon organik tanah.Hasil penelitian Monde (2008) menunjukkan bahwa alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian

Fungsi kawasan hutan pada wilayah APL perubahan yang terbesar yaitu hutan lahan kering sekunder menjadi pertanian lahan kering dengan luasan 2118,8 Ha, untuk fungsi kawasan hutan pada