1
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan pada hakikatnya adalah membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat sesuatu perubahan yaitu membuat
sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan nasional yang berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi danstabilitas nasional yang sehat dan dinamis di
dalamnya terdapat unsur kesempatan kerja yang merupakan salahsatu unsur dari pemerataan pembangunan dalam rangka mewujudkan
kondisiperekonomian yang mantap dan dinamis.
“Kesempatan kerja, kuantitas serta kualitas tenaga kerja menjadi indikator penting dalam pembangunan ekonomi, karena mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan, yaitu : (1) tenaga kerja sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa, dan (2) tenaga kerja sebagai sarana untuk menimbulkan dan mengembangkan pasar. Kedua fungsi tersebut memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus dalam jangka panjang, atau dapat dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan”.1
Ketenagakerjaan merupakan jembatan utama yang menghubungkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kapabilitas manusia
1
(UNDP,1996).2 Dengan perkataan lain, yang diperlukan bukan semata-mata pertumbuhan tetapi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam arti
berpihak kepada tenaga kerja.
Harus diakui bahwa penyediaan kesempatan kerja yang lebih banyak dan luas untuk memecahkan masalah pengangguran merupakan
perjalanan yang panjang. Oleh karena itu ketenagakerjaan memang harus dijadikan strategi utama dalam kebijakan pembangunan. Kebijakan
pembangunan dapat ditujukan kepada sektor-sektor yang didorong agar terus tumbuh, khususnya sektor industri di negara-negara sedang berkembang, karena kesempatan kerja akan tercipta hanya bila ekonomi tumbuh.
“Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara berkembang bertujuan memeratakan pembangunan ekonomi dan hasilnya kepada seluruh masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah, struktur perekonomian yang seimbang”. (Sadono Sukirno, 2005)
Persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya jumlah angkatan kerja yang cukup besar, sementara
kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas sehingga menyebabkan timbulnya pengangguran. Pergeseran yang lebih cepat dari lapangan kerja
sektor pertanian ke non pertanian khususnya ke sektor industri merupakan salah satu usaha untuk mengatasi jumlah angkatan kerja yang terus meningkat.
2
Pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung meningkat dalam beberapa tahun, namun peningkatan tersebut belum dibarengi dengan
pengurangan laju pengangguran. Umumnya jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka tenaga kerja yang terserap oleh sektor-sektor ekonomi meningkat sehingga laju pengangguran menurun atau berkurang.
“Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per kapita mengakibatkan semakin cepat perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya yang mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia”. (Tambunan, 2001)
Salah satu ukuran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Ukuran pendapatan nasional yang sering digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB dapat
diartikan sebagai nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu)
dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut (Rahardja dan Manurung, 2004). PDB merupakan indikator penting dalam sebuah perkonomian. Jika angka PDB menunjukan
adanya peningkatan,maka dapat dikatakan kemakmuran makin tinggi.
Berdasarkan Tabel I.1(Lampiran 5), di Indonesia terjadi kenaikan
PDB dengan harga konstan tiap tahunnya, dari Rp 398.016,9 milyar pada tahun 2000 menjadi Rp 411.753,5 milyar pada tahun 2001. Pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi Rp 1.505.216 milyar. Pada tahun 2003 meningkat lagi
kemudian menjadi Rp 1.847.126,7 milyar pada tahun berikutnya. Tahun 2007 Rp 1.964.327,3 milyar dan tahun 2008 Rp 2.082.327,3 milyar. Pada tahun
2009 dan 2010 menjadi Rp2.169.108,8 dan Rp 2.227.494. Industri pada tahun 2005 menyumbang PDB sebesar Rp 491.561,4 milyar atau 28,08 persen total PDB, tahun 2006 meningkat menjadi Rp 514.100,3 milyar atau 27,83 persen
total PDB. Pada tahun 2007 menjadi Rp 538.084,6 milyar atau 27,39 persen total PDB. Pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 557.764,4 milyar atau
26,79 persen total PDB. Pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 569.104,6 atau 26,24 persen total PDB. Pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi Rp 593.698,0 atau 26,07 persen total PDB.
Pada Gambar I.1 dapat dilihat bahwa dari sisi pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha sepanjang tahun 2000-2010, sektor industri merupakan kontributor tertinggi terhadap PDB dengan kontribusi rata-rata
sebesar 27,07 persen. Sedangkan sektor yang menyumbang PDB paling sedikit adalah sektor listrik, gas dan air minum yang dalam kurun waktu
Sumber: BPS, Diolah
Gambar I.1
Distribusi Rata-Rata Presentase Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2010
Dilihat dari kontribusinya, sektor industri merupakan sektor yang menyumbang terbesar dalam PDB maka dalam proses pembangunan ekonomi
sektor industri dijadikan prioritas pembangunan yang diharapkan mempunyai peranan penting.
“Sektor industri dijadikan sebagai sektor pemimpin (leading sector) yang berarti dengan adanya pembangunan industri akan memacu dan mengangkat sektor-sektor lainnya seperti sektor jasa dan sektor pertanian. Pembangunan ekonomi yang mengarah pada industrialisasi dapat dijadikan motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan juga dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk untuk memenuhi pasar tenaga kerja”. (Payaman Simanjuntak, 1998)
Belajar dari pembangunan negara-negara maju, muncul keyakinan banyak negara berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengejar ketertinggalan
14.72
Distribusi Rata-Rata Presentase Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2000-2010
dari negara maju. Selain indutri dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional, disisi lain ia dapat mengikis keterbelakangan, kemiskinan dan
mempercepat proses modernisasi. Atas dasar keyakinan itu banyak negara-negara berkembang, meletakan industri sebagai sektor unggul (leading sektor) pada strategi pembangunan.
Produk-produk industrial selalu memiliki daya tukar (Term of Track) yang tinggi atau lebih besar atau lebih menguntungkan serta
mencitakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena industri memiliki variasi produksi yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marginal
yang tinggi kepada pemakaiannya.
Sektor industri dipandang mampu mendorong perekonomian Indonesia yang sedang berkembang. Dengan didukung oleh sumber daya
manusia yang melimpah, maka sektor industri diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Pada kenyataannya penyerapan tenaga
Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2000-2010 Gambar I.2
Persentase Rata-Rata Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2000-2010
Dari gambar I.2, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja
adalah sektor pertanian yang mempunyai kontribusi rata-rata dari tahun 2000-2010sebesar 42,28 persen. Sektor tersebut mengalami penurunan penyerapan
tenaga kerja pada tahun 2006 sebesar 1.173.534 orang, kemudian mengalami kenaikan berturut-turut menjadi 41.206.474 orang pada tahun 2007 41.331.706 orang pada tahun 2008, 41.661. 840 orang pada tahun 2009,dan
mengalami sedikit penurunan kembali pada tahun 2010 menjadi 41.494.941. Sedangkan sektor industri yang merupakan leading sector di Indonesia mempunyai kontribusi rata-rata dari tahun 2000-2010 sebesar 19,56 persen.
Dari Gambar I.1 dan Gambar I.2 diketahui bahwa kontribusi sektor Industri terhadap PDB di Indonesia tidak sebanding dengan daya serap tenaga
42.28%
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2000
kerjanya. Sektor industri yang merupakan leading sector mempunyai PDB yang paling tinggi dibanding dengan sektor-sektor yang lain tetapi, sektor
tersebut hanya mampu menduduki peringkat ketiga dalam penyerapan tenaga kerjanya setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel. Sebagai leading sector, seharusnya sektor industri mampu
menyerap banyak tenaga kerja namun kenyataanya tidak demikian. Diperlukan perbaikan kebijakan pada sektor industri dalam mengimbangi dan
meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri, sehingga akan mengurangi jumlah pengangguran. Dalam hal upaya meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri, terdapat banyak hal yang
mempengaruhinya.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sangat besar dan kompleks. Besar karena menyangkut jutaan jiwa tenaga kerja. Kompleks karena masalah
tenaga kerja mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah untuk
dirumuskan.Penyerapan tenaga kerja yang dimaksud dalam hal ini adalah penyerapan tenaga kerja pada sektor industri dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Kesimpulan dari studi empiris yang dilakukan Qosjim, bahwa penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah, jumlah industri dan
besarnya investasi baik asing maupun domestik yang ditanamkan.3Selanjutnya
3
menurut Chow, faktor-faktor penting dalam penyerapan tenaga kerja adalah perubahan modal (investasi)4 yang dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Jika
dijabarkan maka penyerapan tenaga kerja sektor industri dipengaruhi oleh PDB sektor industri, upah riil, investasi, tingkat suku bunga dan jumlah industri.
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan agregrasi dari produksi, pengeluaran dan pendapatan suatu negara dalam satu tahun yang
mencerminkan maju mundurnya perekonomian suatu negara sehingga wajar apabila pertumbuhan PDB menjadi perhatian penting bagi pemerintahan dan pelaku ekonomi ditiap negara.Menurut Okun, ada kaitan yang erat antara
tingkat pengangguran dengan PDB (Mankiw, 2007). Hubungan antara PDB dengan pengangguran berifat negatif. Pernyataan tersebut dapat diartikan PDB dengan penyerapan tenaga kerja memiliki hubungan positif atau dengan kata
lain apabila terjadi kenaikan PDB, maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah tenaga kerja. Sebaliknya jika PDB mengalami penurunan, maka jumlah tenaga
kerja juga ikut mengalami penurunan.Karena hal yang logis dengan tumbuhnya ekonomi diperlukan tambahan input khususnya tenaga kerja. Permintaan akan tenaga kerja berarti penyerapan tenaga kerja yang
menganggur sehingga angka pengangguran dapat ditekan ke kisaran yaitu 2 atau 3 persen dari angkatan kerja.Dalam penelitian ini, komponen PDB yang
dipakai adalah PDB sektor industri.
4
Tabel I.3
PDB Sektor Industri (Miliar Rupiah) dan Pertumbuhan, Total Upah (Miliar Rupiah) dan Pertumbuhan, Suku Bunga Riil (%), dan Jumlah Unit Usaha
(Unit) dan Pertumbuhan
Keterangan: Gr = Pertumbuhan
Sumber: Statistik Indonesia, diolah tahun 2000-2010
Dari Tabel 1.3 diketahui bahwa terjadi kenaikan PDB pada setiap tahunnya. Pada tahun 2000, PDB sektor industri adalah sebesar Rp 385.597,9
miliar dengan pertumbuhan sebesar 4,2 persen. Pada tahun 2001 sebesar Rp 406.662 miliar dan pertumbuhannya sebesar 5,46 persen. Pada tahun
berikutnya menjadi sebesar Rp419.387,8 miliar dengan pertumbuhan 3,13 persen. Pada tahun 2004 menjadi sebesar Rp 469.952,4 miliar dengan pertumbuhan sebesar 6,38 persen. Pada tahun 2005 PDB sektor industrinya
adalah sebesar Rp 491.561,4 miliar dengan pertumbuhan sebesar 4,6 persen. Pada tahun berikutnya terjadi kenaikan sehingga menjadi Rp 514.100,3 miliar
dengan pertumbuan 4,59 persen. Pada tahun 2007 menjadi Rp 538.084,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 4,67 persen. Pada tahun 2008 menjadi Rp 557.764,4 miliar dengan pertumbuhan sebesar 3,66 persen. Pada tahun 2009
dan 2010 kembali meningkat lagi menjadi Rp 569.784,9 dan Rp 595.313,1 dengan pertumbuhan sebesar 2,16 persen dan 4,48 persen.
Variabel lain yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah upah. Besarnya tenaga kerja yang terserap dipengaruhi oleh tingkat upah. Menurut teori permintaan tenaga kerja, kuantitas tenaga kerja yang diminta
akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah. Apabila tingkat upah naik, sedangkan harga input yang lain tetap (ceteris paribus), berarti harga tenaga
kerja relatif lebih mahal dari input lain. Hal ini akan mendorong pengusaha untuk mengurangi jumlah tenaga kerja dan menggantinya dengan mesin (subtitusi faktor produksi) agar bisa mempertahankan keuntungan yang
maksimum.5
Dari Tabel I.3, diketahui bahwa total upahdalam sektor industri memiliki tren yang cenderung meningkat. Pada tahun 2000 sebesar Rp
419.870,08miliar kemudian meningkat menjadi Rp 598.296,55miliar. Pada tahun 2003 menjadi Rp 685.616,54miliar dan pada tahun 2005 meningkat
menjadi Rp 706.411,84miliar. Tahun berikutnya meningkat lagi menjadi Rp 941.002,78 miliar. Pada tahun 2008 menjadi Rp 981.55,23miliar kemudian pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 1.774.265,5. Namun pada tahun 2010
mengalami penurunan menjadi 1.367.184,3 miliar.
Sumber: Statistik Indonesia Tahun 2000-2010 Gambar 1.3
Rata-Rata Upah Nominal Buruh Per Bulan Tahun 2000-2010
Perbandingan rata-rata upah antar lapangan usaha diatas menunjukkan bahwa tingkat upah jauh lebih tinggi bagi buruh pertambangan (non-migas) dibandingkan dengan tingkat upah di dua sektor lainnya. Relatif
tingginya upah buruh pertambangan terjadi karena buruh di sektor itu pada umumnya memerlukan keterampilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
keterampilan buruh di sektor industri dan hotel. Sektor industri yang merupakan leading sector dalam perekonomian, jika dibandingkan dengan sektor pertambangan non migas dan perhotelan, upah pekerja sektor industri
masih dibawah sektor pertambangan non migas dan perhotelan.
Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah unit usaha.
Hubungan antara jumlah unit usaha dengan jumlah tenaga kerja adalah positif. Semakin meningkatnya jumlah unit usaha, maka akan meningkatkan
0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Rupiah
Tahun
Rata-Rata Upah Nominal Buruh Per Bulan
penyerapan tenaga kerja. Sebaliknya, apabila jumlah unit usaha menurun maka akan mengurangi jumlah tenaga kerja.
Berdasarkan Tabel I.3, pada tahun 2000 jumlah unit usaha adalah sebanyak 2.620.878 unit dan memiliki pertumbuhan 3,25 persen kemudian pada tahun 2001turun menjadi sebanyak 2.559.679 unit dan pertumbuhannya
menurun menjadi -2,34 persen. Pada tahun 2002 jumlah unit usaha meningkat menjadi 2.749.846 unit dan pertumbuhannya meningkat menjadi sebesar 7,43
persen tetapi pada tahun selanjutnya jumlah unit usaha mengalami penurunan sehingga menjadi 2.662.233 unit, pertumbuhan pada tahun tersebut menurun menjadi -3,19 persen. Pada tahun 2004 dan 2005 jumlah unit usahanya
meningkat menjadi2.692.345 unit dan 2.936.754 unit. Pertumbuhan pada kedua tahun tersebut adalah 1,13 persen dan 9,08 persen. Pertumbuhan pada tahun 2006 merupakan pertumbuhan paling tinggi dalam kurun waktu
12tahun, yaitu tumbuh sebanyak 7,95 persen dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2007 menjadi 3.246.595 unit dan pertumbuhannya
adalah 0,70 persen. Kemudian tahun berikutnya turun menjadi 3.167.927 unit dan pertumbuhannya adalah -2,42 persen. Namun pada tahun berikutnya yaitu tahun 2009 dan 2010 naik menjadi 3.229.058 unit dan 3.290.993 unit.
Faktor lain yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah investasi. Menurunnya investasi baik asing maupun domestik, bahkan banyak
sedikit penyerapan tenaga kerja baru. Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi (sustainable development),
atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan adanya kegiatan produksi maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan/meningkatkan permintaan di pasar. Jadi
pendapat di atas menjelaskan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh investasi, di mana munculnya investasi akan mendorong kesempatan kerja dan
peningkatan terhadap pendapatan. Peningkatan pendapatan akan menambah tabungan masyarakat, dan peningkatan tabungan masyarakat akan mendorong peningkatan investasi disebabkan oleh bunga bank yang cukup rendah
sehingga banyak pengusaha untuk menginvestasikan modalnya ke sektor ekonomi. Dengan adanya penanaman modal yang dilakukan pihak swasta baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri, diharapkan dapat memacu
ekonomi dan akan menciptakan multiplier effect, di mana kegiatan tersebut akan merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan
memperluas kesempatan kerja dan meringankan masyarakat.6
Dari gambar I.4 dibawah ini terlihat bahwa besarnya realisasi investasi (PMDN dan PMA) berfluktasi dari tahun ke tahun. Realisasi
investasi tertingga selama 11 tahun terakhir yaitu terjadi pada tahun 2007 yakni 144.233,8 miliar rupiah untuk PMDN dan 27.225,5 juta dolar untuk
PMA. Sementara realisasi investasi terendah terjadi pada tahun 2002 yakni
6
sebesar 16.752,1 miliar rupiah untuk PMDN dan 33.13,3 juta dolar untuk PMA.
Sumber: BPS, Diolah
Gambar I.4
Perkembangan Realisasi PMDN Dan PMA Sektor Industri Tahun 2000-2010
Suku bunga memiliki hubungan negatif dengan penyerapan tenaga kerja, dengan kata lain, apabila suku bunga meningkat maka akan menurunkan
jumlah permintaan tenaga kerja. Sebaliknya, apabila suku bunga menurun maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.Tingkat bunga merupakan
salah satu pedoman bagi investor yang digunakan sebagai pembanding apakah investasi yang ditanamkan menguntungkan atau tidak. Jika tingkat return dari suatu investasi lebih rendah dari tingkat suku bunga bank maka dapat
dikatakan bahwa investasi tersebut tidak menguntungkan. Jika tingkat bunga investasi mengalami kenaikan, maka umumnya para pelaku bisnis akan
menahan diri dalam melakukan investasi. Penurunan nilai investasi ini akan berdampak terhadap berkurangnya aktivitas usaha dari pelaku bisnis.
0 50000 100000 150000 200000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Perkembangan Realisasi PMDN dan PMA tahun 2000-2010
Berkurangnya aktivitas usaha ini sekaligus juga akan berdampak terhadap berkurangnya penggunaan tenaga kerja.
Dari Tabel I.3 diketahui bahwa suku bunga riil di Indonesia mengalami fluktuasi, pada tahun 2000 sebesar -1,7 persen pada tahun 2001 sebesar 3,72 persen, kemudian meningkat tajam menjadi 12,32 persen pada
tahun berikutnya. Tahun 2003 turun menjadi 10,85 persen dan turun menjadi 5,13 persen pada tahun berikutnya. Pada tahun 2005 suku bunga riil yang
terendah dalam kurun waktu 8 tahun yaitu sebesar -0,25 persen. Pada tahun 2009 meningkat menjadi 5,7 persen dan tahun 2010 turun menjadi 4,8 persen.
Mengacu pada uraian sebelumnya, maka untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor industri di Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga akan mengurangi pengangguran dan akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh PDB
Sektor Industri dan Upah Riil Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dikemukakan identifikasi masalah yang dapat mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada
Sektor Industri di Indonesia yaitu adalah sebagai berikut:
2. Apakah terdapat pengaruh antara Upah Riilpekerja sektor industri terhadap Penyerapan Tenaga Kerja sektor Industri di Indonesia?
3. Apakah terdapat pengaruh antara Investasi Riil (PMDN dan PMA) terhadap Penyerapan Tenaga Kerja sektor Industri di Indonesia?
4. Apakah terdapat pengaruh antara Suku Bunga Riil terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja sektor Industri di Indonesia?
5. Apakah terdapat pengaruh antara Jumlah Industri terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja sektor Industri di Indonesia?
C. Pembatasan Masalah
Dari berbagai macam masalah yang dipaparkan di atas ternyata
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia dipengaruhi banyak faktor. Berhubung keterbatasan yang dimiliki peneliti dari segi antara lain: dana, waktu, oleh karena itu permasalahan dibatasi hanya pada masalah: PDB
dan Upah Riildengan Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri.
D. Perumusan masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh antara Produk Domestik Bruto (PDB) sektor
industri terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh antara upah riil pekerja sektor industri terhadap
3. Apakah terdapat pengaruh antara Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri danupah riil, terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri di Indonesia?
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan banyak
manfaat dan kegunaan bagi semua pihak, yang mana kegunaan ini secara umum terbagi menjadi dua aspek, yakni:
a. Kegunaan ilmiah
Dalam aspek ini hasil penelitian diharapkan dapat memberikan suatu pengetahuan dan informasi yang baru mengenai fenomena Penyerapan
Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia. Selain ini juga diharapkan dapat berguna sebagai bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya.
b. Kegunaan praktis
Dalam aspek ini hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam memperluas kesempatan kerja sehingga akhirnya