• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. unsur hara dari ekosisem di sekitarnya (Collinvaux, 1993). Menurut Forel, danau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. unsur hara dari ekosisem di sekitarnya (Collinvaux, 1993). Menurut Forel, danau"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Danau merupakan ekosistem air tenang (lentik) yang mendapat masukan

unsur hara dari ekosisem di sekitarnya (Collinvaux, 1993). Menurut Forel, danau

merupakan badan air yang tergenang dan menempati sebuah basin dan terpisah dari

laut (Forel, 1901 dalam Sullivan dan Reynold, 2004), sedangkan menurut Webster,

danau merupakan tubuh air yang cukup besar yang terdiri dari garam atau air segar

yang dikelilingi oleh tanah (Webster, 1970; Timms, 1992 dalam Sullivan dan

Reynold, 2004).

Hakikatnya danau dapat terbentuk secara alami dan buatan. Danau alami

merupakan danau yang terbentuk secara alami, sedangkan danau buatan merupakan

danau yang terbentuk oleh karena buatan manusia. Danau buatan disebut juga

dengan waduk.

Waduk Ir. H. Djuanda atau biasa disebut Waduk Jatiluhur terletak di

Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Waduk Jatiluhur

membendung aliran Sungai Citarum di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten

Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Waduk Jatiluhur memiliki elevasi muka air

normal 107 m diatas permukaan laut dengan luas genangan 83 km2 dan keliling

(2)

2

km2, sedangkan luas daerah tangkapan langsung ke waduk setelah dibangun Waduk

Saguling dan Cirata di hulunya, tinggal 380 km2, yang merupakan 8% dari

keseluruhan daerah tangkapan (Perum Jasa Tirta II, 2011).

Daerah tangkapan yang dimiliki Waduk Jatiluhur (upper Citarum) meliputi

wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota

Cimahi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta. Waduk Jatiluhur pada

awalnya dirancang untuk memiliki kapasitas tampungan 3 milyar m3, namun hasil

pengukuran batimetri tahun 2000 menunjukkan kapasitas tampungan hanya tinggal

2,44 milyar m3. Pembangunan Waduk Saguling dan Cirata diatasnya membuat laju

sedimentasi Waduk Jatiluhur berkurang (Perum Jasa Tirta II, 2011).

Waduk ini memiliki fungsi yang serbaguna, di antaranya untuk pembangkit

listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas 187,5 MW yang berperan untuk pasokan

listrik Pulau Jawa-Bali, irigasi pertanian dengan 242.000 ha lahan di Jawa Barat,

industri, suplai air minum untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat, budidaya perikanan

air payau sepanjang pantai utara Jawa Barat seluas 20.000 ha, pengembangan

kegiatan rekreasi serta pariwisata serta untuk pengembangan budidaya ikan

karamba jaring apung (KJA). Berdasarkan fungsi/peran waduk yang serbaguna dan

vital maka penting untuk memberikan perhatian khusus terhadap waduk ini dari

ancaman yang mampu untuk menurunkan fungsionalitas Waduk Jatiluhur ini.

Penurunan kualitas air secara tidak langsung akan mengganggu fungsi dari Waduk

(3)

3

Karamba jaring apung (KJA) merupakan media pengembangbiakan

perikanan yang menggunakan jaring sebagai sarana pengembangbiakan. Aktivitas

budidaya KJA sering mengabaikan aspek daya dukung lingkungan demi mengejar

tingkat keuntungan maksimal dalam jangka pendek sehingga mengakibatkan

kerusakan lingkungan hidup yang sulit dipulihkan.

Aktivitas KJA di Waduk Jatiluhur berjalan secara intensif tanpa waktu jeda.

Setiap empat bulan petani KJA dapat memanen ikan karena ikan tumbuh dengan

cepat. Oleh sebab itu, keuntungan dapat dikerjar dalam waktu yang singkat. Salah

satu aktivitas KJA yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah pemberian

pakan ikan secara berlebihan sehingga tidak termakan. Pakan ikan yang terbuang

menjadi limbah dan mengganggu stabilitas kualitas air waduk sehingga daya

dukung waduk menjadi terganggu. Jika batas daya dukung waduk terlampaui maka

kematian massal ikan budidaya akan terjadi.

1.2Perumusan Masalah

Pemanfaatan perairan waduk untuk kesejahteraan masyarakat merupakan

hal yang baik untuk dilakukan. Pemanfaatan perairan waduk yang paling banyak

dilakukan oleh masyarakat adalah budidaya perikanan. Budidaya perikanan yang

dilakukan secara intensif berupa usaha pengembangan ikan dengan jaring yang

diapungkan sering disebut dengan karamba jaring apung.

Tingkat produksi ikan yang tinggi dan sewa lahan yang murah maka tidak

(4)

4

sangat pesat di Waduk Jatiluhur. Kegiatan budidaya karamba jaring apung ini tentu

membantu perekonomian masyarakat sekitar waduk.

Pasar yang baik dan keuntungan yang menarik membuat petani budidaya

ikan karamba jaring apung berlomba-lomba mempercepat pertumbuhan dan

meningkatkan produksi ikan yang dipeliharanya. Petani ikan pun memberi makan

ikan secara terus-menerus. Pakan ikan yang terbuang menjadi limbah dan

mengganggu stabilitas kualitas air waduk sehingga daya dukung waduk menjadi

terganggu. Jika batas daya dukung waduk terlampaui maka kematian massal ikan

budidaya akan terjadi.

Berdasarkan pola pemikiran tersebut, maka pertanyaan permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana persebaran fosfor total, nitrogen total serta budidaya

karamba jaring apung di Waduk Jatiluhur?

2) Bagaimana pengaruh kandungan fosfor, nitrogen dan budidaya karamba

jaring apung terhadap kualitas air di Waduk Jatiluhur?

3) Bagaimana nilai daya dukung Waduk Jatiluhur terhadap aktivitas

budidaya karamba jaring apung?

Rumusan masalah ini yang selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis

apakah daya dukung Waduk Jatiluhur ini terganggu dan sudah pada tingkat yang

mengkhawatirkan atau belum. Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan

masalah maka penelitian yang dilakukan memiliki judul “Analisis Fosfor Total, Nitrogen Total dan Daya Dukung Waduk Ir. H. Djuanda, Kecamatan

(5)

5

Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat untuk Budidaya Karamba Jaring Apung”.

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1) Mengetahui persebaran fosfor total, nitrogen total serta budidaya

karamba jaring apung di Waduk Jatiluhur.

2) Menganalisis kandungan fosfor total, nitrogen total serta dampak

budidaya karamba jaring apung terhadap kualitas air Waduk Jatiluhur.

3) Mengetahui nilai daya dukung Waduk Jatiluhur akibat adanya aktivitas

budidaya karamba jaring apung.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Sebagai informasi mengenai kondisi kualitas air Waduk Jatiluhur

2) Sebagai sumber informasi mengenai nilai daya dukung Waduk Jatiluhur

akibat adanya aktivitas karamba jaring apung.

3) Sebagai sumbangan pemikiran bagi institusi pendidikan untuk

(6)

6

1.5Tinjauan Pustaka

1.5.1 Fosfor

Fosfor (P) merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua

organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi (Hutagalung et al., 1997).

Organisme danau yang membutuhkan banyak fosfor adalah fitoplankton, sehingga

peningkatan fosfor akibat adanya kegiatan budidaya karamba jaring apung akan

meningkatkan fitoplankton yang berkelimpahan. Tingginya kandungan

fitoplankton di danau dapat menyebabkan produksi ikan hasil budidaya KJA

terganggu, misalnya terjadi kematian ikan akibat adanya kompetisi oksigen pada

malam hari (Beveridge, 2004).

Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan

nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom).

Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang

selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari, sehingga

kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan (Effendi, 2003). Pada saat perairan

cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi

kebutuhannya (Boney, 1989).

Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat

maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut soluble

reactive phosphorus, misalnya orthofosfat. Fosfor organiik banyak terdapat pada

perairan yang memiliki kadar bahan organik tinggi sebaiknya ditentukan juga kadar

(7)

7

Berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu

perairan dengan kesuburan rendah, yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara

0 - 0,02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang memiliki kadar

fosfat total 0,021 – 0,05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi,

yang memiliki kadar fosfat total 0,051 – 0,1 mg/liter (Yoshimura dalam Liaw,

1969).

1.5.2 Nitrogen

Nitrogen organik merupakan bentuk nitrogen yang terikat pada senyawa

organik, terutama nitrogen bervalensi tiga yang biasanya berupa partikulat yang

tidak larut dalam air. Nitrogen organik biasa disebut amino (Effendi, 2003). Sumber

nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk hidup yang

telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua organisme hidup.

Sumber antropogenik nitrogen organik adalah limbah industri dan limpasan dari

daerah pertanian, terutama urea. Perubahan bentuk senyawa nitrogen di perairan

dapat dijadikan indikator terjadinya pencemaran (Effendi, 2003).

Nitrogen total Kjeldahl adalah gambaran nitrogen dalam bentuk organik dan

ammonia pada air limbah (Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003).

Nitrogen total adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik yang berupa N-NO3,

N-NO2, dan N-NH3, yang bersifat larut; dan nitrogen organik yang berupa partikulat

(8)

8

total dapat ditentukan dengan persamaan (Fresenius et al., 1988 dalam Effendi,

2003).

N total = (NO3 x 0,23) + (NO2 x 0,30) + (NH4 x 0,89) + Norganik ……...(1)

Kandungan nitrogen total umumnya terdiri dari empat fraksi: proporsi

nitrogen organik tetap (mungkin dibedakan menjadi mudah dan sedikit larut).

Nitrogen organik tetap dihitung dari selisih total nitrogen terlarut dikurangi tiga

fraksi lanjut nitrat, nitrit dan amonium. Fraksi nitrogen organik tetap merupakan

penambahan komponen yang berbeda (misal aminosugars, aminoacids, refraksi

nitrogen). Hal ini jarang terjadi pada nitrit sebagai fraksi dan dapat terjadi hanya

jika materi dikembangkan di bawah kondisi sangat anaerob (Janβen, 2003).

Nitrogen total dapat digunakan untuk penentuan tingkat klasifikasi kesuburan

danau. Tabel 1.1 menunjukkan lima kelas tingkat kesuburan danau yang didasarkan

pada kandungan nitrogen total. Selain

Tabel 1.1 Klasifikasi Perairan Danau Berdasarkan Beberapa Nilai Kualitas Air No. Tingkat Kesuburan Produktivitas Primer Rerata Biomassa Fitoplankton (mg C. m-3) Total Organic Carbon (mg/L) Fosfor Total (μg/L) Nitrogen Total ( μg/L) 1 Disotrofik < 50 – 500 < 50 – 200 3,0 – 30 < 1,0 – 10 < 1,0 – 500 2 Oligotrofik 50 – 300 20 – 100 < 1,0 – 3,0 < 1,0 – 5,0 < 1,0 – 250 3 Mesotrofik 250 – 1.000 100 – 300 < 1,0 – 5,0 10 – 30 500 – 1.100 4 Eutrofik >1.000 > 300 5,0 – 30 - - 5 Hipereutrofik - - - 30 - >5.000 500 - >15.000 (Sumber: Jorgensen, 1980)

(9)

9

1.5.3 Daya Dukung

Daya dukung perairan adalah kemampuan perairan untuk mendukung

kelangsungan hidup populasi atau komunitas organisme yang dipengaruhi oleh

beberapa kondisi kualitas air sebagai faktor pembatas (Krebs, 2010).

Daya dukung perairan merupakan tingkat maksimum produksi ikan yang

dapat didukung oleh perairan pada tingkat perubahan kosentrasi fosfat total yang

masih dapat diterima oleh badan perairan tersebut (Beveridge, 2004). Daya dukung

yang dimaksud disini adalah daya dukung danau yang digunakan untuk budidaya

karamba jaring apung.

Budidaya karamba jaring apung yang intensif menghasilkan limbah fosfat

(PO4). Kandungan limbah fosfat yang tinggi di perairan danau menyebabkan

adanya perubahan kualitas air. Oleh, karena itu, dalam menentukan daya dukung,

pendugaan jumlah batasan fosfat yang masuk ke dalam perairan danau perlu

dilakukan untuk mencegah penurunan produksi ikan dalam kegiatan budidaya

dengan sistem KJA.

1.5.4 Karamba Jaring Apung (KJA)

KJA merupakan tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan jaring

yang dapat menyebabkan keluar masuknya air dengan leluasa, sehingga terjadi

pertukaran air dari dan ke perairan sekitarnya serta pembuangan limbah atau

sisa-sisa proses pemberian pakan dengan mudah (Dirjen Perikanan, 1987). Menurut

(10)

10

a) Kontruksi Petak

Petak berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7 x 7 meter persegi. Pembatas

petak dibangun dari kontruksi besi atau bambu. Ukuran lebar konstruksi sekitar 0,5

meter. Satu unit budidaya minimal terdiri dari 4 petak jaring apung dan maksimal

8 petak jaring apung (SK Bupati Purwakarta No 532.32, 2000). Penggunaan

kontruksi besi lebih disarankan karena lebih kuat dan menambah umur pemakaian

aset. Kontruksi besi petak terbuat dari besi tipis dan dibuat dengan lebar sekitar 0,5

meter dan cukup dilewati oleh orang dewasa. Di antara dua besi utama dipasang

besi-besi pendek yang kerapatannya tergantung pada selera petani pembudidaya.

Selanjutnya di atasnya diberi lagi tambahan bambu-bambu kecil untuk

memudahkan orang berjalan di atasnya.

b) Tong Pengambang

Petak diapungkan dengan menggunakan drum kosong yang diisi oleh udara.

Satu petak digunakan 12 drum kosong untuk membuat petak tetap dapat

mengapung, yaitu 4 drum diletakkan di pojokan petak, dan 2 drum diletakkan

diantara dua pojokan, sedangkan untuk membuat satu unit budidaya dibutuhkan 33

tong. Di bagian bawah tong pengambang.

c) Jaring

Didalam petak dikaitkan jaring untuk melokalisasi ikan dengan kedalaman

3 meter (SK Bupati Purwakarta No. 532.32, 2000). Di setiap sudut jaring

dipasangkan pemberat untuk menjaga agar jaring tetap berukuran kotak. Ukuran

(11)

11

sehingga petani pembudidaya harus menjahit dulu jaring baru sehingga sesuai

dengan bentuk dan ukuran yang dibutuhkan.

d) Pemberat/Jangkar

Masing-masing sudut petak diberikan pemberat/jangkar. Setiap sudut petak

dipasang pemberat yang terdiri dari batu kali sebesar 200 kg yang dimasukan

kedalam karung dan diikat ke sudut petak. Diantara dua sudut, dipasang juga

pemberat yang lebih kecil yang dibuat dari adukan semen yang dimasukan kedalam

bola plastik.

e) Peralatan Produksi

Peralatan produksi budidaya ikan tidak terlalu banyak. Peralatan produksi

terdiri dari tong tempat menyimpan pakan, jaring untuk menyebar pakan, dan jaring

untuk panen. Satu petak biasanya disediakan 1 buah tong tempat menyimpan pakan.

f) Rumah Tunggu

Rumah tunggu digunakan oleh petani pembudidaya sebagai tempat tinggal

selama masa tanam. Rumah tunggu ini umumnya dibangun secara semi permanen

dan terbuat dari dinding dan lantai kayu, serta atap genting. Luas rumah tunggu

maksimal 4 x 4 m2. Isi dari rumah penunggu umumnya terdiri dari perabotan tidur,

perabotan makan, TV, dan kamar mandi. Sebagai sumber listrik digunakan surya

(12)

12

Tabel 1.2 Kriteria karamba jaring apung di Waduk Ir. H. Djuanda

Kriteria

Ukuran petak KJA 7 x 7 m2

Petak/unit KJA Maksimal 8 petak/unit

KJA

Ukuran per unit KJA Maksimal 28 x 14 m2 Jarak antar unit KJA Minimal 50 m 1% luas waduk efektif ± 60 ha

Sumber: Tjetjep Sudjana dalam Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004

1.5.5 Kualitas Air

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 1990

tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan kualitas air sebagai sifat air

dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air.

Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu,

kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut,

BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton,

bakteri dan sebagainya).

Parameter fisika yang digunakan adalah kekeruhan serta suhu. Kekeruhan

menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya

yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.

Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi dan terlarut, maupun bahan

organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Davis dan

Conwell, 1991).

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian

(13)

13

dan aliran serta kedalaman badan air. Adanya perubahan suhu berpengaruh

terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangan berperan

mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003).

Keasaman dan kebasaan suatu perairan diukur dalam unit yang disebut pH,

yang mempunyai skala nilai 1-14 (Wetzel, 2001). Nilai pH sering juga dipakai

sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan

hidup, walaupun baik buruknya suatu perairan itu tergantung pula dari faktor lain

(Welch, 1952). Air yang basa dapat mendorong proses perombakan bahan organik

yang ada dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh tumbuhan.

Nilai pH yang ideal bagi kehidupan ikan dan biota air berkisar antara 6,5-9 (Boyd,

1982). Perairan yang memiliki pH antara 4-6,5 dan antara 9-11 dapat mengganggu

pertumbuhan ikan. Nilai baku mutu pH berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonnesia No.82 Tahun 2001 untuk budidaya ikan air tawar adalah 6-9.

Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar

oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,

turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian, serta

semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan

Mills, 1996). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan

musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence)

massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air

(14)

14

1.6Penelitian Sebelumnya

No Penulis Identitas Jurnal Tujuan Metode Alat dan Bahan

1 Endang Widyastuti, Agatha Sih Prianti, Diana Retna Widyastuti, E., dkk. 2010. Monitoring Status Daya Dukung Perairan Waduk Wadaslintang Bagi Budidaya Keramba Jaring Apung. Jurnal Manusia dan

Lingkungan, Vol. 16, No. 3

Daya dukung perairan dapat didasarkan pada pendekatan unsur hara P yang merupakan faktor pembatas terhadap produktivitas perairan

Metode survei. Pengambilan sampel dilakukan di lima stasiun. Pengambilan sampel menggunakan parameter suhu, kedalaman, kecerahan, TSS, TDS, oksigen terlarut, CO2, pH, alkalinitas, N total, P total, nitrat, ortofosfat, BOD, COD

Menggunakan peralatan sesuai pedoman Standard Methods for Examination of water and waste water

2 Wage Komarawidjaja dkk Komarawidjaja, W., dkk. 2005. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Jurnal Teknologi Lingkungan P3TL-BPPT No. 6 (1). Hlm: 268-273

Mengetahui status kualitas air waduk cirata dan pengaruhnya

terhadap pola pertumbuhan ikan budidaya KJA

Pemeriksaan kualitas kimia perairan dengan parameter total fosfor dan nitrogen berdasarkan standard Method

Menggunakan peralatan sesuai pedoman Standard Methods for Examination of water and waste water

(15)

15

3 Frederik Tambunan

Tambunan, F. 2010. Daya Dukung Perairan Danau Lido Berkaitan dengan Pemanfaatannya untuk Kegiatan

Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Mengetahui daya dukung dan kualitas air perairan Danau Lido pada kegiatan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung.

Metode survey lapangan. Parameter yang diukur meliputi parameter fisika, kima, biologi.

Menggunakan peralatan standard method APHA.

4 Kunto

Purnomo

Purnomo, K dkk. 2013. Daya Dukung dan Potensi Produksi Ikan Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Vol. 19, No. 4

Menduga daya dukung dan potensi produksi ikan waduk Sempor bagi pengembangan perikanan budidaya dan tangkap serta implikasi bagi optimasi pemanfaatan dan pelestariannya.

Pengambilan sampel air dan perhitungan kedalaman eufotik, jumlah benih ikan untuk penebaran, daya dukung perairan

Peralatan pengambilan sampel air

5 Madju Siagian

Siagian, M. 2010. Daya Dukung Waduk PLTA Koto Panjang Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan 15,1. Hlm: 25-38

Mengetahui banyaknya unit KJA yang boleh ditanam dalam luasan areal yang ditentukan

Metode penelitian deskriptif bersifat noneksperimental

Peralatan pengambilan sampel air

(16)

16 6 Herman Yulianto, Nikky Atiastari, dkk Yulianto, H., Atiastari, N., dkk. 2015. Analisis Daya Dukung Perairan Puhawang untuk Kegiatan Budidaya Sistem Karamba Jaring Apung. Jurnal Aquasains (Ilmu perikanan dan sumberdaya perairan). Hlm: 259-263

Mengetahui kemampuan perairan di sekitar Pulau Puhawang dalam

mendukung kegiatan budidaaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung (KJA) dan mengetahui daya tampung yang dimiliki perairan untuk KJA.

Metode deskriptif analisis. Pengambilan data primer dan sekunder.

Peralatan pengambilan sampel air, citra

penginderaan jauh, peta dan data sekunder lainnya

(17)

17

1.7Kerangka Pemikiran

Waduk Ir. H. Djuanda atau Waduk Jatiluhur merupakan waduk terbesar di

Indonesia. Waduk ini memiliki morfometri danau dengan luas 8.300 ha. Kedalaman

rata-rata waduk sebesar 36,86 m. Daya tampung (volume) waduk sebesar

3.059.530.000 m3.

Morfometri waduk yang besar membuat waduk ini memiliki fungsi yang

beragam, diantaranya untuk pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan

kapasitas 187,5 MW yang berperan untuk pasokan listrik Pulau Jawa-Bali, irigasi

pertanian dengan 242.000 ha lahan di Jawa Barat, industri, suplai air minum untuk

DKI Jakarta dan Jawa Barat, budidaya perikanan air payau sepanjang pantai utara

Jawa Barat seluas 20.000 ha, pengembangan kegiatan rekreasi serta pariwisata serta

untuk pengembangan budidaya ikan karamba jaring apung (KJA).

Fungsi waduk yang beragam membuat kualitas air berubah. Perubahan

kualitas air waduk harus diimbangi dengan pemeliharaan yang intensif agar kualitas

air danau tetap terjaga. Jika kualitas air danau tidak terjaga dengan baik maka

waduk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Pemanfaatan perairan waduk untuk kesejahteraan masyarakat merupakan

hal yang baik untuk dilakukan. Pemanfaatan perairan waduk yang paling banyak

dilakukan oleh masyarakat adalah budidaya perikanan. Budidaya perikanan yang

dilakukan secara intensif berupa usaha pengembangan ikan dengan jaring yang

(18)

18

Petani karamba jaring apung mengusahakan banyak hal untuk

meningkatkan hasil produksi budidaya perikanannya, salah satunya dengan

pemberian pakan dalam jumlah yang besar. Harapannya dengan memakan banyak

pakan, maka ikan akan tumbuh dengan cepat serta beratnya meningkat. Padahal,

pada kenyataannya tidak semua pakan ikan yang diberikan oleh petani dimakan

oleh ikan. Hanya dalam jumlah tertentu pakan yang dimakan oleh ikan dan sisanya

menjadi limbah fosfor dan nitrogen.

Pakan ikan yang diberikan oleh petani budidaya karamba jaring apung

mengandung fosfor. Limbah pakan ikan yang menumpuk akan menyebabkan

kandungan fosfor di perairan waduk meningkat. Jika dilihat dari sudut pandang

limnologi maka fosfor dan nitrogen yang berlebihan dalam perairan waduk akan

membuat jumlah fitoplankton meningkat dan terjadinya eutrofikasi akan membuat

daya dukung waduk untuk budidaya karamba jaring apung menurun karena ikan

mengalami kompetisi dalam mendapatkan oksigen.

(19)

19

Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran

termakan Morfometri waduk (Luas, kedalaman, dan

volume waduk)

Fungsi waduk yang serbaguna

Kualitas Air Danau

Pemanfaatan Waduk untuk Budidaya KJA

Fosfor dan Nitrogen bertambah

Limbah Fosfor dan Nitrogen

Eutrofikasi

Daya dukung

Pemberian Pakan Ikan

Fosfor berkurang

(20)

20

1.8Batasan Istilah

1. Perairan waduk yang dimaksud pada penelitian ini adalah perairan Waduk

Ir. H. Djuanda/ Waduk Jatiluhur.

2. Daya dukung perairan yang dimaksud pada penelitian ini merupakan tingkat

maksimum produksi ikan yang dapat didukung oleh perairan pada tingkat

perubahan kosentrasi fosfat total yang masih dapat diterima oleh badan

perairan Waduk Jatiluhur.

3. Parameter kualitas air yang digunakan yaitu parameter fisik (kekeruhan dan

suhu) dan parameter kimia yang digunakan adalah fosfor total, nitrogen

total, pH dan oksigen terlarut (DO).

4. Ikan yang dibudidayakan dalam karamba jaring apung merupakan ikan mas

(Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus).

5. Pakan ikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pakan ikan buatan

pabrik seperti Pro Feed, Turbo Feed dan Jatra.

6. Perairan Waduk Ir. H. Djuanda yang diteliti dalam penelitian ini adalah

perairan waduk dengan kedalaman minimum 0 m dan kedalaman

maksimum sebesar 8 m.

7. Petani budidaya KJA adalah orang yang tinggal di rumah tunggu KJA

Gambar

Tabel 1.1 Klasifikasi Perairan Danau Berdasarkan Beberapa Nilai Kualitas  Air  No.  Tingkat  Kesuburan  Produktivitas Primer  Rerata  Biomassa  Fitoplankton (mg C
Tabel 1.2 Kriteria karamba jaring apung di Waduk Ir. H. Djuanda
Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Colleselasma rhodostoma (2 kasus), 5 kasus gigitan oleh ular tak berbisa (non venomous snake: ular kopi Coelognathus flavolineatus dan Ular air Xenochrophis trianguligera),.. dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama perendaman induk ikan guppy (Poecilia reticulata) dalam larutan hormon 17o- metiltestosteron terhadap

Penanganan post partum blues adalah komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin diungkapkan, bicarakan rasa cemas yang dialami, bersikap tulus ikhlas dalam

Kualitas Produk, Harga dan Lokasi secara simultan berpengaruh terhadap Kepuasan Konsumen pada warung-warung makan Lamongan di kota Manado, sehingga hipotesis yang

informasi alat berat yang akan disewakan tersedia atau tidak tersedia harus di. informasikan terlebih dahulu ke

Hasil pengujian dengan teknik Wilcoxon Match Pairs menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perilaku personal hygiene anak pra sekolah TK ABA

It is recommended that teachers of Sports, Physical Education and Health be always creative in implementing the curriculum, analyzing the materials and the values contained in any

pembelajaran yang telah diajarkan akan mempengaruhi hasil siswa, maka. disini guru harus lebih kreatif lagi dalam penyampaian materi