1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Danau merupakan ekosistem air tenang (lentik) yang mendapat masukan
unsur hara dari ekosisem di sekitarnya (Collinvaux, 1993). Menurut Forel, danau
merupakan badan air yang tergenang dan menempati sebuah basin dan terpisah dari
laut (Forel, 1901 dalam Sullivan dan Reynold, 2004), sedangkan menurut Webster,
danau merupakan tubuh air yang cukup besar yang terdiri dari garam atau air segar
yang dikelilingi oleh tanah (Webster, 1970; Timms, 1992 dalam Sullivan dan
Reynold, 2004).
Hakikatnya danau dapat terbentuk secara alami dan buatan. Danau alami
merupakan danau yang terbentuk secara alami, sedangkan danau buatan merupakan
danau yang terbentuk oleh karena buatan manusia. Danau buatan disebut juga
dengan waduk.
Waduk Ir. H. Djuanda atau biasa disebut Waduk Jatiluhur terletak di
Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Waduk Jatiluhur
membendung aliran Sungai Citarum di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Waduk Jatiluhur memiliki elevasi muka air
normal 107 m diatas permukaan laut dengan luas genangan 83 km2 dan keliling
2
km2, sedangkan luas daerah tangkapan langsung ke waduk setelah dibangun Waduk
Saguling dan Cirata di hulunya, tinggal 380 km2, yang merupakan 8% dari
keseluruhan daerah tangkapan (Perum Jasa Tirta II, 2011).
Daerah tangkapan yang dimiliki Waduk Jatiluhur (upper Citarum) meliputi
wilayah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota
Cimahi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta. Waduk Jatiluhur pada
awalnya dirancang untuk memiliki kapasitas tampungan 3 milyar m3, namun hasil
pengukuran batimetri tahun 2000 menunjukkan kapasitas tampungan hanya tinggal
2,44 milyar m3. Pembangunan Waduk Saguling dan Cirata diatasnya membuat laju
sedimentasi Waduk Jatiluhur berkurang (Perum Jasa Tirta II, 2011).
Waduk ini memiliki fungsi yang serbaguna, di antaranya untuk pembangkit
listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas 187,5 MW yang berperan untuk pasokan
listrik Pulau Jawa-Bali, irigasi pertanian dengan 242.000 ha lahan di Jawa Barat,
industri, suplai air minum untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat, budidaya perikanan
air payau sepanjang pantai utara Jawa Barat seluas 20.000 ha, pengembangan
kegiatan rekreasi serta pariwisata serta untuk pengembangan budidaya ikan
karamba jaring apung (KJA). Berdasarkan fungsi/peran waduk yang serbaguna dan
vital maka penting untuk memberikan perhatian khusus terhadap waduk ini dari
ancaman yang mampu untuk menurunkan fungsionalitas Waduk Jatiluhur ini.
Penurunan kualitas air secara tidak langsung akan mengganggu fungsi dari Waduk
3
Karamba jaring apung (KJA) merupakan media pengembangbiakan
perikanan yang menggunakan jaring sebagai sarana pengembangbiakan. Aktivitas
budidaya KJA sering mengabaikan aspek daya dukung lingkungan demi mengejar
tingkat keuntungan maksimal dalam jangka pendek sehingga mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup yang sulit dipulihkan.
Aktivitas KJA di Waduk Jatiluhur berjalan secara intensif tanpa waktu jeda.
Setiap empat bulan petani KJA dapat memanen ikan karena ikan tumbuh dengan
cepat. Oleh sebab itu, keuntungan dapat dikerjar dalam waktu yang singkat. Salah
satu aktivitas KJA yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah pemberian
pakan ikan secara berlebihan sehingga tidak termakan. Pakan ikan yang terbuang
menjadi limbah dan mengganggu stabilitas kualitas air waduk sehingga daya
dukung waduk menjadi terganggu. Jika batas daya dukung waduk terlampaui maka
kematian massal ikan budidaya akan terjadi.
1.2Perumusan Masalah
Pemanfaatan perairan waduk untuk kesejahteraan masyarakat merupakan
hal yang baik untuk dilakukan. Pemanfaatan perairan waduk yang paling banyak
dilakukan oleh masyarakat adalah budidaya perikanan. Budidaya perikanan yang
dilakukan secara intensif berupa usaha pengembangan ikan dengan jaring yang
diapungkan sering disebut dengan karamba jaring apung.
Tingkat produksi ikan yang tinggi dan sewa lahan yang murah maka tidak
4
sangat pesat di Waduk Jatiluhur. Kegiatan budidaya karamba jaring apung ini tentu
membantu perekonomian masyarakat sekitar waduk.
Pasar yang baik dan keuntungan yang menarik membuat petani budidaya
ikan karamba jaring apung berlomba-lomba mempercepat pertumbuhan dan
meningkatkan produksi ikan yang dipeliharanya. Petani ikan pun memberi makan
ikan secara terus-menerus. Pakan ikan yang terbuang menjadi limbah dan
mengganggu stabilitas kualitas air waduk sehingga daya dukung waduk menjadi
terganggu. Jika batas daya dukung waduk terlampaui maka kematian massal ikan
budidaya akan terjadi.
Berdasarkan pola pemikiran tersebut, maka pertanyaan permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana persebaran fosfor total, nitrogen total serta budidaya
karamba jaring apung di Waduk Jatiluhur?
2) Bagaimana pengaruh kandungan fosfor, nitrogen dan budidaya karamba
jaring apung terhadap kualitas air di Waduk Jatiluhur?
3) Bagaimana nilai daya dukung Waduk Jatiluhur terhadap aktivitas
budidaya karamba jaring apung?
Rumusan masalah ini yang selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis
apakah daya dukung Waduk Jatiluhur ini terganggu dan sudah pada tingkat yang
mengkhawatirkan atau belum. Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan
masalah maka penelitian yang dilakukan memiliki judul “Analisis Fosfor Total, Nitrogen Total dan Daya Dukung Waduk Ir. H. Djuanda, Kecamatan
5
Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat untuk Budidaya Karamba Jaring Apung”.
1.3Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Mengetahui persebaran fosfor total, nitrogen total serta budidaya
karamba jaring apung di Waduk Jatiluhur.
2) Menganalisis kandungan fosfor total, nitrogen total serta dampak
budidaya karamba jaring apung terhadap kualitas air Waduk Jatiluhur.
3) Mengetahui nilai daya dukung Waduk Jatiluhur akibat adanya aktivitas
budidaya karamba jaring apung.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Sebagai informasi mengenai kondisi kualitas air Waduk Jatiluhur
2) Sebagai sumber informasi mengenai nilai daya dukung Waduk Jatiluhur
akibat adanya aktivitas karamba jaring apung.
3) Sebagai sumbangan pemikiran bagi institusi pendidikan untuk
6
1.5Tinjauan Pustaka
1.5.1 Fosfor
Fosfor (P) merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua
organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi (Hutagalung et al., 1997).
Organisme danau yang membutuhkan banyak fosfor adalah fitoplankton, sehingga
peningkatan fosfor akibat adanya kegiatan budidaya karamba jaring apung akan
meningkatkan fitoplankton yang berkelimpahan. Tingginya kandungan
fitoplankton di danau dapat menyebabkan produksi ikan hasil budidaya KJA
terganggu, misalnya terjadi kematian ikan akibat adanya kompetisi oksigen pada
malam hari (Beveridge, 2004).
Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan
nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom).
Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang
selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari, sehingga
kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan (Effendi, 2003). Pada saat perairan
cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi
kebutuhannya (Boney, 1989).
Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat
maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut soluble
reactive phosphorus, misalnya orthofosfat. Fosfor organiik banyak terdapat pada
perairan yang memiliki kadar bahan organik tinggi sebaiknya ditentukan juga kadar
7
Berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
perairan dengan kesuburan rendah, yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara
0 - 0,02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang memiliki kadar
fosfat total 0,021 – 0,05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi,
yang memiliki kadar fosfat total 0,051 – 0,1 mg/liter (Yoshimura dalam Liaw,
1969).
1.5.2 Nitrogen
Nitrogen organik merupakan bentuk nitrogen yang terikat pada senyawa
organik, terutama nitrogen bervalensi tiga yang biasanya berupa partikulat yang
tidak larut dalam air. Nitrogen organik biasa disebut amino (Effendi, 2003). Sumber
nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk hidup yang
telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua organisme hidup.
Sumber antropogenik nitrogen organik adalah limbah industri dan limpasan dari
daerah pertanian, terutama urea. Perubahan bentuk senyawa nitrogen di perairan
dapat dijadikan indikator terjadinya pencemaran (Effendi, 2003).
Nitrogen total Kjeldahl adalah gambaran nitrogen dalam bentuk organik dan
ammonia pada air limbah (Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003).
Nitrogen total adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik yang berupa N-NO3,
N-NO2, dan N-NH3, yang bersifat larut; dan nitrogen organik yang berupa partikulat
8
total dapat ditentukan dengan persamaan (Fresenius et al., 1988 dalam Effendi,
2003).
N total = (NO3 x 0,23) + (NO2 x 0,30) + (NH4 x 0,89) + Norganik ……...(1)
Kandungan nitrogen total umumnya terdiri dari empat fraksi: proporsi
nitrogen organik tetap (mungkin dibedakan menjadi mudah dan sedikit larut).
Nitrogen organik tetap dihitung dari selisih total nitrogen terlarut dikurangi tiga
fraksi lanjut nitrat, nitrit dan amonium. Fraksi nitrogen organik tetap merupakan
penambahan komponen yang berbeda (misal aminosugars, aminoacids, refraksi
nitrogen). Hal ini jarang terjadi pada nitrit sebagai fraksi dan dapat terjadi hanya
jika materi dikembangkan di bawah kondisi sangat anaerob (Janβen, 2003).
Nitrogen total dapat digunakan untuk penentuan tingkat klasifikasi kesuburan
danau. Tabel 1.1 menunjukkan lima kelas tingkat kesuburan danau yang didasarkan
pada kandungan nitrogen total. Selain
Tabel 1.1 Klasifikasi Perairan Danau Berdasarkan Beberapa Nilai Kualitas Air No. Tingkat Kesuburan Produktivitas Primer Rerata Biomassa Fitoplankton (mg C. m-3) Total Organic Carbon (mg/L) Fosfor Total (μg/L) Nitrogen Total ( μg/L) 1 Disotrofik < 50 – 500 < 50 – 200 3,0 – 30 < 1,0 – 10 < 1,0 – 500 2 Oligotrofik 50 – 300 20 – 100 < 1,0 – 3,0 < 1,0 – 5,0 < 1,0 – 250 3 Mesotrofik 250 – 1.000 100 – 300 < 1,0 – 5,0 10 – 30 500 – 1.100 4 Eutrofik >1.000 > 300 5,0 – 30 - - 5 Hipereutrofik - - - 30 - >5.000 500 - >15.000 (Sumber: Jorgensen, 1980)
9
1.5.3 Daya Dukung
Daya dukung perairan adalah kemampuan perairan untuk mendukung
kelangsungan hidup populasi atau komunitas organisme yang dipengaruhi oleh
beberapa kondisi kualitas air sebagai faktor pembatas (Krebs, 2010).
Daya dukung perairan merupakan tingkat maksimum produksi ikan yang
dapat didukung oleh perairan pada tingkat perubahan kosentrasi fosfat total yang
masih dapat diterima oleh badan perairan tersebut (Beveridge, 2004). Daya dukung
yang dimaksud disini adalah daya dukung danau yang digunakan untuk budidaya
karamba jaring apung.
Budidaya karamba jaring apung yang intensif menghasilkan limbah fosfat
(PO4). Kandungan limbah fosfat yang tinggi di perairan danau menyebabkan
adanya perubahan kualitas air. Oleh, karena itu, dalam menentukan daya dukung,
pendugaan jumlah batasan fosfat yang masuk ke dalam perairan danau perlu
dilakukan untuk mencegah penurunan produksi ikan dalam kegiatan budidaya
dengan sistem KJA.
1.5.4 Karamba Jaring Apung (KJA)
KJA merupakan tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan jaring
yang dapat menyebabkan keluar masuknya air dengan leluasa, sehingga terjadi
pertukaran air dari dan ke perairan sekitarnya serta pembuangan limbah atau
sisa-sisa proses pemberian pakan dengan mudah (Dirjen Perikanan, 1987). Menurut
10
a) Kontruksi Petak
Petak berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7 x 7 meter persegi. Pembatas
petak dibangun dari kontruksi besi atau bambu. Ukuran lebar konstruksi sekitar 0,5
meter. Satu unit budidaya minimal terdiri dari 4 petak jaring apung dan maksimal
8 petak jaring apung (SK Bupati Purwakarta No 532.32, 2000). Penggunaan
kontruksi besi lebih disarankan karena lebih kuat dan menambah umur pemakaian
aset. Kontruksi besi petak terbuat dari besi tipis dan dibuat dengan lebar sekitar 0,5
meter dan cukup dilewati oleh orang dewasa. Di antara dua besi utama dipasang
besi-besi pendek yang kerapatannya tergantung pada selera petani pembudidaya.
Selanjutnya di atasnya diberi lagi tambahan bambu-bambu kecil untuk
memudahkan orang berjalan di atasnya.
b) Tong Pengambang
Petak diapungkan dengan menggunakan drum kosong yang diisi oleh udara.
Satu petak digunakan 12 drum kosong untuk membuat petak tetap dapat
mengapung, yaitu 4 drum diletakkan di pojokan petak, dan 2 drum diletakkan
diantara dua pojokan, sedangkan untuk membuat satu unit budidaya dibutuhkan 33
tong. Di bagian bawah tong pengambang.
c) Jaring
Didalam petak dikaitkan jaring untuk melokalisasi ikan dengan kedalaman
3 meter (SK Bupati Purwakarta No. 532.32, 2000). Di setiap sudut jaring
dipasangkan pemberat untuk menjaga agar jaring tetap berukuran kotak. Ukuran
11
sehingga petani pembudidaya harus menjahit dulu jaring baru sehingga sesuai
dengan bentuk dan ukuran yang dibutuhkan.
d) Pemberat/Jangkar
Masing-masing sudut petak diberikan pemberat/jangkar. Setiap sudut petak
dipasang pemberat yang terdiri dari batu kali sebesar 200 kg yang dimasukan
kedalam karung dan diikat ke sudut petak. Diantara dua sudut, dipasang juga
pemberat yang lebih kecil yang dibuat dari adukan semen yang dimasukan kedalam
bola plastik.
e) Peralatan Produksi
Peralatan produksi budidaya ikan tidak terlalu banyak. Peralatan produksi
terdiri dari tong tempat menyimpan pakan, jaring untuk menyebar pakan, dan jaring
untuk panen. Satu petak biasanya disediakan 1 buah tong tempat menyimpan pakan.
f) Rumah Tunggu
Rumah tunggu digunakan oleh petani pembudidaya sebagai tempat tinggal
selama masa tanam. Rumah tunggu ini umumnya dibangun secara semi permanen
dan terbuat dari dinding dan lantai kayu, serta atap genting. Luas rumah tunggu
maksimal 4 x 4 m2. Isi dari rumah penunggu umumnya terdiri dari perabotan tidur,
perabotan makan, TV, dan kamar mandi. Sebagai sumber listrik digunakan surya
12
Tabel 1.2 Kriteria karamba jaring apung di Waduk Ir. H. Djuanda
Kriteria
Ukuran petak KJA 7 x 7 m2
Petak/unit KJA Maksimal 8 petak/unit
KJA
Ukuran per unit KJA Maksimal 28 x 14 m2 Jarak antar unit KJA Minimal 50 m 1% luas waduk efektif ± 60 ha
Sumber: Tjetjep Sudjana dalam Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004
1.5.5 Kualitas Air
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan kualitas air sebagai sifat air
dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air.
Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu,
kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut,
BOD, kadar logam dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton,
bakteri dan sebagainya).
Parameter fisika yang digunakan adalah kekeruhan serta suhu. Kekeruhan
menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya
yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air.
Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi dan terlarut, maupun bahan
organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Davis dan
Conwell, 1991).
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
13
dan aliran serta kedalaman badan air. Adanya perubahan suhu berpengaruh
terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangan berperan
mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003).
Keasaman dan kebasaan suatu perairan diukur dalam unit yang disebut pH,
yang mempunyai skala nilai 1-14 (Wetzel, 2001). Nilai pH sering juga dipakai
sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan
hidup, walaupun baik buruknya suatu perairan itu tergantung pula dari faktor lain
(Welch, 1952). Air yang basa dapat mendorong proses perombakan bahan organik
yang ada dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh tumbuhan.
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan ikan dan biota air berkisar antara 6,5-9 (Boyd,
1982). Perairan yang memiliki pH antara 4-6,5 dan antara 9-11 dapat mengganggu
pertumbuhan ikan. Nilai baku mutu pH berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonnesia No.82 Tahun 2001 untuk budidaya ikan air tawar adalah 6-9.
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar
oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian, serta
semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan
Mills, 1996). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan
musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence)
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air
14
1.6Penelitian Sebelumnya
No Penulis Identitas Jurnal Tujuan Metode Alat dan Bahan
1 Endang Widyastuti, Agatha Sih Prianti, Diana Retna Widyastuti, E., dkk. 2010. Monitoring Status Daya Dukung Perairan Waduk Wadaslintang Bagi Budidaya Keramba Jaring Apung. Jurnal Manusia dan
Lingkungan, Vol. 16, No. 3
Daya dukung perairan dapat didasarkan pada pendekatan unsur hara P yang merupakan faktor pembatas terhadap produktivitas perairan
Metode survei. Pengambilan sampel dilakukan di lima stasiun. Pengambilan sampel menggunakan parameter suhu, kedalaman, kecerahan, TSS, TDS, oksigen terlarut, CO2, pH, alkalinitas, N total, P total, nitrat, ortofosfat, BOD, COD
Menggunakan peralatan sesuai pedoman Standard Methods for Examination of water and waste water
2 Wage Komarawidjaja dkk Komarawidjaja, W., dkk. 2005. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Jurnal Teknologi Lingkungan P3TL-BPPT No. 6 (1). Hlm: 268-273
Mengetahui status kualitas air waduk cirata dan pengaruhnya
terhadap pola pertumbuhan ikan budidaya KJA
Pemeriksaan kualitas kimia perairan dengan parameter total fosfor dan nitrogen berdasarkan standard Method
Menggunakan peralatan sesuai pedoman Standard Methods for Examination of water and waste water
15
3 Frederik Tambunan
Tambunan, F. 2010. Daya Dukung Perairan Danau Lido Berkaitan dengan Pemanfaatannya untuk Kegiatan
Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Mengetahui daya dukung dan kualitas air perairan Danau Lido pada kegiatan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung.
Metode survey lapangan. Parameter yang diukur meliputi parameter fisika, kima, biologi.
Menggunakan peralatan standard method APHA.
4 Kunto
Purnomo
Purnomo, K dkk. 2013. Daya Dukung dan Potensi Produksi Ikan Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Vol. 19, No. 4
Menduga daya dukung dan potensi produksi ikan waduk Sempor bagi pengembangan perikanan budidaya dan tangkap serta implikasi bagi optimasi pemanfaatan dan pelestariannya.
Pengambilan sampel air dan perhitungan kedalaman eufotik, jumlah benih ikan untuk penebaran, daya dukung perairan
Peralatan pengambilan sampel air
5 Madju Siagian
Siagian, M. 2010. Daya Dukung Waduk PLTA Koto Panjang Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan 15,1. Hlm: 25-38
Mengetahui banyaknya unit KJA yang boleh ditanam dalam luasan areal yang ditentukan
Metode penelitian deskriptif bersifat noneksperimental
Peralatan pengambilan sampel air
16 6 Herman Yulianto, Nikky Atiastari, dkk Yulianto, H., Atiastari, N., dkk. 2015. Analisis Daya Dukung Perairan Puhawang untuk Kegiatan Budidaya Sistem Karamba Jaring Apung. Jurnal Aquasains (Ilmu perikanan dan sumberdaya perairan). Hlm: 259-263
Mengetahui kemampuan perairan di sekitar Pulau Puhawang dalam
mendukung kegiatan budidaaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung (KJA) dan mengetahui daya tampung yang dimiliki perairan untuk KJA.
Metode deskriptif analisis. Pengambilan data primer dan sekunder.
Peralatan pengambilan sampel air, citra
penginderaan jauh, peta dan data sekunder lainnya
17
1.7Kerangka Pemikiran
Waduk Ir. H. Djuanda atau Waduk Jatiluhur merupakan waduk terbesar di
Indonesia. Waduk ini memiliki morfometri danau dengan luas 8.300 ha. Kedalaman
rata-rata waduk sebesar 36,86 m. Daya tampung (volume) waduk sebesar
3.059.530.000 m3.
Morfometri waduk yang besar membuat waduk ini memiliki fungsi yang
beragam, diantaranya untuk pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan
kapasitas 187,5 MW yang berperan untuk pasokan listrik Pulau Jawa-Bali, irigasi
pertanian dengan 242.000 ha lahan di Jawa Barat, industri, suplai air minum untuk
DKI Jakarta dan Jawa Barat, budidaya perikanan air payau sepanjang pantai utara
Jawa Barat seluas 20.000 ha, pengembangan kegiatan rekreasi serta pariwisata serta
untuk pengembangan budidaya ikan karamba jaring apung (KJA).
Fungsi waduk yang beragam membuat kualitas air berubah. Perubahan
kualitas air waduk harus diimbangi dengan pemeliharaan yang intensif agar kualitas
air danau tetap terjaga. Jika kualitas air danau tidak terjaga dengan baik maka
waduk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pemanfaatan perairan waduk untuk kesejahteraan masyarakat merupakan
hal yang baik untuk dilakukan. Pemanfaatan perairan waduk yang paling banyak
dilakukan oleh masyarakat adalah budidaya perikanan. Budidaya perikanan yang
dilakukan secara intensif berupa usaha pengembangan ikan dengan jaring yang
18
Petani karamba jaring apung mengusahakan banyak hal untuk
meningkatkan hasil produksi budidaya perikanannya, salah satunya dengan
pemberian pakan dalam jumlah yang besar. Harapannya dengan memakan banyak
pakan, maka ikan akan tumbuh dengan cepat serta beratnya meningkat. Padahal,
pada kenyataannya tidak semua pakan ikan yang diberikan oleh petani dimakan
oleh ikan. Hanya dalam jumlah tertentu pakan yang dimakan oleh ikan dan sisanya
menjadi limbah fosfor dan nitrogen.
Pakan ikan yang diberikan oleh petani budidaya karamba jaring apung
mengandung fosfor. Limbah pakan ikan yang menumpuk akan menyebabkan
kandungan fosfor di perairan waduk meningkat. Jika dilihat dari sudut pandang
limnologi maka fosfor dan nitrogen yang berlebihan dalam perairan waduk akan
membuat jumlah fitoplankton meningkat dan terjadinya eutrofikasi akan membuat
daya dukung waduk untuk budidaya karamba jaring apung menurun karena ikan
mengalami kompetisi dalam mendapatkan oksigen.
19
Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Gambar 1.1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran
termakan Morfometri waduk (Luas, kedalaman, dan
volume waduk)
Fungsi waduk yang serbaguna
Kualitas Air Danau
Pemanfaatan Waduk untuk Budidaya KJA
Fosfor dan Nitrogen bertambah
Limbah Fosfor dan Nitrogen
Eutrofikasi
Daya dukung
Pemberian Pakan Ikan
Fosfor berkurang
20
1.8Batasan Istilah
1. Perairan waduk yang dimaksud pada penelitian ini adalah perairan Waduk
Ir. H. Djuanda/ Waduk Jatiluhur.
2. Daya dukung perairan yang dimaksud pada penelitian ini merupakan tingkat
maksimum produksi ikan yang dapat didukung oleh perairan pada tingkat
perubahan kosentrasi fosfat total yang masih dapat diterima oleh badan
perairan Waduk Jatiluhur.
3. Parameter kualitas air yang digunakan yaitu parameter fisik (kekeruhan dan
suhu) dan parameter kimia yang digunakan adalah fosfor total, nitrogen
total, pH dan oksigen terlarut (DO).
4. Ikan yang dibudidayakan dalam karamba jaring apung merupakan ikan mas
(Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus).
5. Pakan ikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pakan ikan buatan
pabrik seperti Pro Feed, Turbo Feed dan Jatra.
6. Perairan Waduk Ir. H. Djuanda yang diteliti dalam penelitian ini adalah
perairan waduk dengan kedalaman minimum 0 m dan kedalaman
maksimum sebesar 8 m.
7. Petani budidaya KJA adalah orang yang tinggal di rumah tunggu KJA