PENGARUH EKSTRAK ETANOL BUNGA BUNGA-PAGODA ( Clerodendrum paniculatum L. ) TERHADAP WAKTU TIDUR MENCIT
JANTAN DENGAN METODE POTENSIASI NARKOSE
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukan oleh: Natalia Indu Maya
NIM : 038114058
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
v
“Pengetahuan itu seperti angin yang
membawa cinta untuk semua. Nubuat pun
akan berakhir, kenangan akan dihapus dan
pengetahuan akan dimusnahkan, namun
yang tersisa adalah cinta yang
tersampaikan melalui sebuah pengetahuan.”
(dari seorang Sahabat)
kupersembahkan salah satu karya yang terbaik ini untuk………
Jesus, my lord
Ayah dan Ibu t ercint a
Adikku yang t ersayang
Seseorang yang mengisi hat iku
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
bahwa oleh karena rahmat-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda (Clerodendrum paniculatum
L.) Terhadap Waktu Tidur Mencit Jantan dengan Metode Potensiasi Narkose“ ini
dengan baik.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis
hendak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M. Si., Apt, selaku Dekan Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen pembimbing utama skripsi atas segala
dukungan, bimbingan, kritik dan masukkan kepada penulis demi kemajuan
skripsi ini.
3. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes., selaku dosen penguji skripsi atas bantuan
dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
4. Erna Tri Wulandari, M. Si, Apt., selaku dosen penguji skripsi yang juga telah
memberikan bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
5. Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., Mas Sigit, dan Mas Andri, atas bantuan
determinasi dan pembuatan herbarium bunga pagoda.
6. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanta, S, Si., S.J., atas bantuannya memberikan
masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
7. Dr. Fx. Haryatno atas bantuan memperoleh sediaan Diazepam dan Tiopental.
8. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat, Mas Wagiran selaku laboran, atas segala
bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.
9. Ayah, Ibu dan adikku Iksan yang selalu mendukung terutama dukungan moral,
semangat dan kasih sayang selama ini.
10. Sahabatku Dianita Yulianti, atas persahabatan, dan dukungannya.
11. Setiya Adhi Nugraha atas kasih sayang, dukungan, penyertaan, dan
perhatiannya.
12. Rekan kerjaku Oliv dan Evelin terimakasih atas kerjasamanya.
13. Teman-teman seperjuangan di laboratorium, Nia, Siska, Eka, Agnes, Rini
terimakasih atas canda-tawa dan diskusi yang sangat membantu.
14. Teman-teman kelas B terutama kelompok C atas pertemanan, suka dan duka
selama ini.
15. Teman–teman UKM Aikido atas kebersamaan dan hari-hari yang
menyenangkan.
16. Pihak–pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik, saran dan masukkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi pembacanya.
Yogyakarta, Januari 2008
Penulis
INTISARI
Penggunaan tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) didalam masyarakat secara empiris dipercaya mampu memberikan pengaruh menenangkan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh serta besarnya pengaruh penggunaan tanaman bunga pagoda sebagai anticemas.
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah dengan subyek uji mencit jantan galur Swiss. Sebanyak 36 ekor subyek uji dibagi dalam 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor, yaitu kelompok I sebagai kontrol negatif CMC-Na 1 %, kelompok II sebagai kontrol positif diazepam dosis 0,4446 mg/kgBB, kelompok III, IV, V, dan VI sebagai kelompok perlakuan yang dipejani dengan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda (EEBBP) dengan dosis 1375 mg/KgBB, 1980 mg/KgBB, 2857 mg/KgBB, dan 4123 mg/KgBB, 45 menit kemudian dipejani penginduksi Natrium Tiopental dosis 45,5 mg/kgBB.
Pengaruh EEBBP terhadap waktu tidur diuji menggunakan metode potensiasi narkose. Data kuantitatif kumulatif perpanjangan waktu tidur (detik) dianalisis dengan uji Kolmogorof-Smirnov, Levene Statistic, dan dilanjutkan dengan uji
Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney dengan taraf kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EEBBP dapat memperpanjang waktu tidur dengan persentase dari 4 peringkat dosis diatas secara berturut-turut adalah sebesar 15,30; 275,14; 878,03; dan 255,55.
Kata kunci : ekstrak etanol bunga bunga-pagoda, bunga bunga-pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)
ABSTRACT
The usage of pagoda flower in the society is empirically trusted to be able to give calming effect. Therefore, the writer is interested to conduct the research to the effect of pagoda flower as antianxiety.
This research was a pure experimental research with complete design of simple randomize design with Swiss groove male mice as the object to be tested. Thirty six mice of the test subject were devided into 6 groups. Each group consisted of 6 mice, they were: group I as the negative control CMC-Na 1 %, group II as a diazepam positive control with dosage of 0,4446 mg/kgBB, group III, IV, V, and VI as the groups which were injected with ethanol extract of the flower of pagoda flower (EEFPF) with the dosage of 1375 mg/kgBB, 1980 mg/kgBB , 2857 mg/kgBB, and 4123 mg/kgBB, 45 minutes later were injected with Sodium Thiopental with the dosage of 45,5 mg/kgBB.
The effect of the ethanol extract of the flower of pagoda flower to the sleeping time was tested using narcose potentiation methode. The quantitative sum of the additional sleeping time (second)) data was analyzed using Kolmogorof-Smirnov, Lavene Statistic, and continued using Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test with 95% trust ratio. The result of the research showed that the effect of the ethanol extract of the flower of pagoda flower could longer the sleeping time with the percentage of 15,30; 275,14; 878,03; and 255,55 in the 4 ranks of dosage above.
Key words : ethanol extract of the flower of pagoda flower, the flower of pagoda flower (Clerodendrum paniculatum L.)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….... iii
HALAMAN PENGESAHAN……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……… v
PRAKATA………. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… ix
INTISARI……….. x
ABSTRACT…………. xi
DAFTAR ISI……….. xii
DAFTAR TABEL……….. xvi
DAFTAR GAMBAR………...……….. xviii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xix
BAB I PENGANTAR………... 1
A. Latar Belakang………... 1
1. Permasalahan……….. 2
2. Keaslian Penelitian……… 3
3. Manfaat Penelitian………. 3
a. Manfaat Teoritis... 3
b. Manfaat Praktis... 3
B. Tujuan Penelitian………... 4
1. Tujuan Umum……… 4
2. Tujuan Khusus………... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………... 5
A. Uraian Tanaman Bunga Pagoda………. 5
1. Sistematika Tanaman………. 5
2. Sinonim………. 5
3. Nama Daerah………. 5
4. Morfologi Tanaman……….. 6
5. Kandungan Kimia……….. 6
6. Sifat dan Khasiat……… 6
B. Ekstrak dan Perkolasi………..………... 7
1. Ekstrak………... 7
2. Perkolasi……… 7
C. Ansietas……….. 9
D. Tidur………... 9
E. Hipnotik Sedatif………. 10
1. Benzodiazepin………... 13
a. Struktur Kimia Diazepam……….. 14
b. Mekanisme Kerja Diazepam………. 14
c. Biotransformasi Diazepam……… 16
d. Indikasi……….. 17
e. Kontra Indikasi……….. 18
2. Barbiturat………... 19
a. Struktur Kimia Natrium Tiopental...……….. 20
b. Farmakologi………..………. 21
c. Biotransformasi……… 21
d. Indikasi……….. 21
e. Kontra Indikasi……….. 21
3. Interaksi Obat.………... 22
a. Interaksi Farmasetis... 22
b. Interaksi Farmakokinetika... 23
c. Interaksi Farmakodinamik………. 23
F. Uji efek Hipnotik Sedatif……… 24
1. Rotarod Test... 24
2. Chimney Test... 25
3. Traction Test... 25
4. Jingle Test... 25
5. Evasion... 26
G. Keterangan Empiris………... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 28
B. Metode Penelitian……….. 28
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……… 29
1. Variabel Utama ………. 29
2. Variabel Pengacau Terkendali………... 29
3. Variabel Pengacau Tak Terkendali………... 30
4. Definisi Operasional……….. 30
D. Bahan yang Digunakan……….. 31
1. Bahan Tumbuhan………... 31
2. Subyek Uji... 31
3. Bahan – Bahan Kimia... 31
E. Alat yang Digunakan……….. 32
F. Tata Cara Penelitian……… 33
1. Identifikasi Tanaman………. 33
2. Pengumpulan Bahan……….. 33
3. Pembuatan Ekstrak Etanol... 33
4. Penyiapan Hewan Uji... 35
5. Pembuatan... 35
a. Larutan Pentotal... 35
b. Larutan Diazepam... 35
c. CMC-Na 1%... 36
d. Suspensi Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 36
6. Penetapan Dosis... 36
a. Pentotal... 36
b. Diazepam... 37
c. Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 38
7. Orientasi Waktu... 40
a. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Diazepam ... 40 b. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 40 8. Perlakuan Hewan Uji... 41
9. Penentuan Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 42
10. Tata Cara Analisis Data... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN……….. 44
A. Determinasi Tanaman……… 44
B. Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 45
C. Uji Pendahuluan………. 46
1. Penentuan Kriteria Lama Tidur (durasi) mencit……… 46
2. Penentuan Dosis Pentotal………... 46
3. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Diazepam... 48
4. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda( EEBBP)... 52
5. Penentuan Dosis Diazepam... 56
6. Penentuan Kontrol Negatif... 60
D. Pengujian Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 61
BAB V PENUTUP……… 68
A. Kesimpulan……… 68
B. Saran………... 68
DAFTAR PUSTAKA……… 69
LAMPIRAN………... 72
Biografi Penulis……….. 112
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Penentuan dosis pentotal... 47
Tabel II Hasil analisis variansi satu arah rata-rata durasi tidur pada
penentuan dosis pentotal... 48
Tabel III Rata-rata perpanjangan waktu tidur (PWT) mencit pada
penentuan selang waktu pemberian pentotal dengan dosis
45,5 mg/kgBB………. 49
Tabel IV Hasil analisis variansi satu arah rata-rata PWT mencit
pada penentuan selang waktu pemberian pentotal……….. 51
Tabel V Hasil uji Scheffe rata-rata PWT mencit pada penentuan
selang waktu pemberian pentotal……… 53
Tabel VI Rata-rata perpanjangan waktu tidur (PWT) mencit pada
penentuan selang waktu pemberian pentotal dengan dosis
45,5 mg/kgBB………. 53
Tabel VII Rata-rata perpanjangan waktu tidur (PWT) mencit pada
penentuan selang waktu pemberian pentotal……….. 55
Tabel VIII Hasil uji Mann-Whitney rata-rata PWT mencit pada
penentuan selang waktu pemberian pentotal... 55
Tabel IX Rata-rata jumlah kumulatif perpanjangan waktu tidur
(PWT) pada penentuan dosis diazepam... 57
Tabel X Hasil analisis variansi satu arah PWT pada penentuan
dosis diazepam... 58
Tabel XI Hasil uji Scheffe persen proteksi pada penentuan dosis
diazepam... 59
Tabel XII Rata-rata jumlah kumulatif durasi tidur mencit pada
penentuan kontrol negatif... 60
Tabel XIII Data rata-rata jumlah kumulatif PWT dan % PWT pada
pengujian seluruh kelompok………... 62
Tabel XIV Analisis variansi satu arah persen PWT pada pengujian
seluruh kelompok... 63
Tabel XV Hasil uji Mann-Whitney persen persen PWT pada
pengujian seluruh kelompok………... 64
Tabel XVI Data lama waktu tidur (detik) pada penentuan dosis
pentotal... 80
Tabel XVII Data lama waktu tidur mencit pada penentuan selang
waktu pemberian Pentotal dosis 45,5 mg/kgBB setelah
pemberian diazepam………... 82
Tabel XVIII Data lama waktu tidur mencit pada selang waktu
pemberian pentotal dosis 45,5 mg/kg BB setelah
pemberian ekstrak………... 85
Tabel XIX Data Jumlah PWT (detik) pada penentuan dosis
diazepam…….……… 90
Tabel XX Data jumlah PWT (detik) pada pengujian penentuan
kontrol negatif………... 93
Tabel XXI Data jumlah PWT mencit pada pengujian seluruh
kelompok………. 95
Tabel XXII
Tabel XXIII
Data rata-rata jumlah kumulatif PWT mencit pada
pengujian seluruh kelompok………...
Data persen PWT pada pengujian seluruh
kelompok……….
195
104
Tabel XXIV Data potensi relatif ekstrak etanol bunga bunga-pagoda… 111
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Beberapa tempat ikatan pada reseptor GABAA... 12
Gambar 2 Struktur kimia benzodiazepine……….………... 13
Gambar 3 Struktur kimia diazepam……….…………. 14
Gambar 4 Mekanisme kerja diazepam………... 15
Gambar 5 Skema biotransformasi dari diazepam……….……… 17
Gambar 6 Struktur kimia barbiturat... 19
Gambar 7 Struktur kimia Natrium Tiopental………..…….. 20
Gambar 8 Grafik rata-rata waktu tidur pada penentuan dosis pentotal... 47
Gambar 9 Grafik rata-rata PWT (detik) mencit pada penentuan selang waktu pemberian pentotal... 50
Gambar 10 Grafik rata-rata PWT (detik) mencit pada penentuan selang waktu pemberian pentotal... 54
Gambar 11 Grafik rata-rata jumlah kumulatif PWT pada penentuan dosis diazepam... 58
Gambar 12 Grafik rata-rata waktu tidur mencit pada penentuan kontrol negatif... 61
Gambar 13 (a) Grafik rata-rata jumlah kumulatif PWT pada pengujian pengaruh EEBBP terhadap waktu tidur... 63
(b) Grafik rata-rata persen PWT pada pengujian pengaruh EEBBP terhadap waktu tidur... 63
Gambar 14 Tanaman bunga pagoda……….. 73
Gambar 15 (a),(b) unga pagoda... 74
Gambar 16 Serbuk bunga pagoda... 75
Gambar 17 Ekstrak etanol kental bunga bunga-pagoda... 75
Gambar 18 Perkolator……… 76
Gambar 19 Mencit pada posisi tidur………. 77
Gambar 20 Bagan skema kerja perlakuan hewan uji... 78
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat pengesahan determinasi... 72
Lampiran 2 Foto tanaman bunga pagoda………..…... 73
Lampiran 3 Foto perkolator dan foto mencit pada posisi tidur... 76
Lampiran 4 Skema kerja perlakuan hewan uji... 78
Lampiran 5 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan dosis pentotal... 80
Lampiran 6 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan selang waktu pemberian pentotal dosis 45,5 mg/kgBB setelah pemberian diazepam………... 82
Lampiran 7 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan selang waktu pemberian pentotal dosis 45,5 mg/kgBB setelah pemberian ekstrak……….. 85 Lampiran 8 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan dosis diazepam sebagai kontrol positif…. 90 Lampiran 9 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan kontrol negatif………...……… 93
Lampiran 10 Data rata-rata jumlah kumulatif PWT mencit dan hasil analisis statistik pada seluruh kelompok………. 95
Lampiran 11 Data persen PWT mencit dan hasil analisis statistik pada seluruh kelompok... 104
Lampiran 12 Hasil perhitungan potensi relatif efek sedatif pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dalam empat peringkat dosis……….………... 111
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kecemasan merupakan keadaan tidak menyenangkan yang penyebabnya
belum dapat diketahui secara pasti. Kecemasan merupakan gangguan yang sering
dijumpai dalam masyarakat. Gejala yang sering dijumpai disertai dengan gelisah,
berkeringat, gemetar, jantung berdebar, otot mengalami ketegangan, dan masih
banyak lagi gejala yang muncul (Mycek, Harvey dan Pamela, 1997).
Secara psikologis, wanita lebih banyak menderita kecemasan dibandingkan
pria dengan rasio 2:1 (Kaplan cit., Idrus, 2006). Pertolongan bagi penderita gangguan
ini yaitu pemberian obat penenang (hipnotik sedatif), pemberian obat penenang
bertujuan untuk menidurkan penderita gangguan kecemasan.
Berdasarkan gejala – gejala yang menyertai gangguan kecemasan, proses
tidur diperlukan untuk mengembalikan fungsi tubuh menjadi normal. Proses tidur
pada manusia dimulai dengan kehilangan kesadaran (kantuk), kemudian
memejamkan mata dalam jangka waktu tertentu (dalam keadaan tidak sadarkan diri).
Semakin meningkatnya penggunaan obat sedatif (senyawa kimia),
masyarakat perlu menyadari bahwa pengggunaan senyawa kimia secara terus
menerus mampu memberi dampak buruk bagi tubuh. Dewasa ini, pengobatan
alternatif sudah berkembang, sehingga memberikan alternatif pilihan pada
penanganan gangguan kecemasan.
Penggunaan tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)
didalam masyarakat secara empiris dipercaya mampu memberikan pengaruh hipnotik
sedatif sebagai anticemas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap penggunaan tanaman bunga pagoda sebagai anticemas. Secara
khusus penulis akan meneliti pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap
waktu tidur dengan menggunakan metode potensiasi narkose, sehingga diharapkan
mampu memberikan efek tidur secara optimal.
Pemilihan sediaan berupa ekstrak etanol diharapkan mampu memperoleh
semua kandungan kimia yang terdapat dalam bunga bunga-pagoda. Metode
potensiasi narkose dipilih, karena metode ini merupakan penelitian pendahuluan yang
dapat menginduksi tidur.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. apakah pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur
dengan menggunakan metode potensiasi narkose ?
b. berapakah besar pengaruh pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda
terhadap waktu tidur dengan menggunakan metode potensiasi narkose
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh penulis,
penelitian mengenai pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap
waktu tidur mencit jantan dengan menggunakan metode potensiasi narkose
belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya dalam pemanfaatan dan
pendayagunaan obat tradisional.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai kebenaran, pengobatan anticemas ekstrak etanol bunga
bunga-pagoda terhadap waktu tidur dengan menggunakan metode potensiasi
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran pengaruh
pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur dengan
menggunakan metode potensiasi narkose sebagai anticemas.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini dikerjakan untuk mendapatkan bukti bahwa pengaruh
pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur dengan
menggunakan metode potensiasi narkose dapat memberikan pengaruh
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman Bunga Pagoda
1. Sistematika Tanaman
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Verbenaceae
Marga : Clerodendrum
Spesies : Clerodendrum paniculatum L.
(Backer, dan Bakhuizen van den Brink, 1965; Backer, dan Bakhuizen van den
Brink, 1968; Anonim, 1997)
2. Sinonim
C. kaempferi (Jacq.) Sleb. (Nagai, 1986)
3. Nama Daerah
Nama daerah Bali: senggugu, tumbak raja (Nagai, 1986)
4. Morfologi Tanaman
Umumnya, bunga pagoda ditanam di taman, pekarangan rumah, atau di
tepi jalan daerah luar kota sebagai tanaman hias. Perdu meranggas, tinggi 1-3
meter. Batangnya dipenuhi rambut halus. Daun tunggal, bertangkai, letak
berhadapan. Helaian daun berbentuk bulat telur melebar, pangkal daun
berbentuk jantung, daun tua bercangap menjari, panjangnya dapat mencapai 30
cm. Bunganya bunga majemuk berwarna merah, terdiri dari bunga kecil-kecil
yang berkumpul membentuk piramid, keluar dari ujung tangkai. Buahnya bulat.
Bunga pagoda dapat diperbanyak dengan biji (Anonim,2003).
5. Kandungan Kimia
Kandungan kimia daun, bunga, dan batang adalah saponin, polifenol,
alkaloida dan flavonoida (Anonim,2003).
6. Sifat dan Khasiat
Akar rasanya pahit, sifatnya dingin. Akar bunga pagoda berkhasiat
antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan bengkak, dan
menghancurkan darah beku. Daun rasanya manis, asam, agak kelat, sifatnya
netral. Daun berkhasiat sebagai antiradang dan mengeluarkan nanah. Bunga rasanya manis, sifatnya hangat, berkhasiat hipnotik sedatif, dan menghentikan
perdarahan (hemostatis). Bunga pagoda itu sendiri memiliki khasiat untuk
B. Ekstrak dan Perkolasi
1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Anonim, 1995).
Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet;
jika tidak dinyatakan lain, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g
simplisia (Anonim, 1995).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
terdiri atas tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak), terus-menerus
sampai diperoleh ekstrak atau perkolat (Anonim, 1986).
Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam
suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Anonim,1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat
aktif yang keluar dari perkolator disebut perkolat atau sari, sedang sisa setelah
penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim,1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler
dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara maserasi
karena:
1. aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
2. ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,1986).
Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan
kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya
baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang
C. Ansietas
Ansietas (cemas) merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak
menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan yang muncul dari
penyebab yang tidak diketahui. Gejala ansietas berat serupa dengan takut (seperti
takikardi, berkeringat, gemetar) dan aktivitas simpatik (seperti peningkatan denyut
jantung). Ansietas ringan merupakan pengalaman hidup yang biasa dan tidak
memerlukan pengobatan. Gejala ansietas yang cukup berat, kronis, mengganggu
aktivitas sehari-hari, perlu diobati dengan obat antiansietas (Mycek, dkk , 1997).
D. Tidur
Tidur merupakan keadaan bawah sadar dengan periode kelambanan dan rendahnya
respon, dimana orang tersebut dapat dibangunkan oleh pemberian rangsangan dari
luar secara terus menerus. (Guyton, 1994)
Seseorang akan mengalami dua tipe tidur yang berbeda dan saling bergantian satu
sama lain. Dua tipe tidur tersebut adalah :
1. tidur gelombang lambat, selanjutnya disebut NREM = Non Rapid Eye Movement. Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan tidur dengan
gelombang otak yang sangat lambat. Keadaan ini dapat diketahui dengan
menggunakan alat electroensefalograf (EEG). Tidur NREM terjadi oleh
perangsangan nuklei raphe yang terletak diseparuh bagian bawah pons dan
serotonin. Pembebasan serotonin mungkin akan menghambat sistem yang
aktifkan reptikular menaik (ARAS).
2. tidur dengan gerakan bola mata, selanjutnya disebut REM = Rapid Eye Movement. REM merupakan keadaan tidur dengan gerak bola mata yang cepat.
Pada saat terjadinya tidur REM terjadi pembebasan noradrenalin dengan cara
aktivasi neuron locus coeruleus, dan ini menyebabkan aktivitas yang berlebihan
pada daerah-daerah tertentu dari otak, salah satunya pengaktifan gerakan mata.
(Mutschler, 1986)
Kondisi normal pada orang dewasa akan mengalami tidur NREM sebesar 75%
sampai 80%, sedangkan tidur REM sebesar 20% sampai 25% dari waktu tidur
keseluruhan waktu tidur (Guyton, 1994)
E. Hipnotik Sedatif
Obat hipnotik sedatif merupakan depresan umum. Sedativa dapat
mengurangi rasa cemas dengan cara menenangkan tanpa atau sedikit efek terhadap
fungsi-fungsi mental dan motoris. Hipnotika harus dapat menyebabkan kantuk dan
mengarah pada mula tidur dan mempertahankan keadaan tidur. Efek hipnotik
meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi, dan ini dapat
dicapai dengan semua obat sedatif melalui cara yang sederhana yaitu meningkatkan
dosis (Katzung, 2002).
Menurut Neal (2006) Obat-obat hipnotik sedatif bekerja pada susunan saraf
terapeutik biasanya tidak diketahui. Pengetahuan tentang subsantasi transmitor sentral
penting, karena semua obat yang bekerja pada otak menghasilkan efeknya dengan
memodifikasi transmisi sinaps.
Asam γ-aminobutirat (GABA) merupakan neurotransmiter inhibitor utama
di sistem saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir 40 % saraf. Aktivitas reseptor
GABA menyebabkan depresi sistem saraf sehingga meniadakan potensi kerja. Asam
γ-aminobutirat bekerja pada reseptornya yaitu reseptor GABA (Ikawati, 2006).
Reseptor GABA terdapat dalam tiga tipe, yaitu reseptor GABAA, GABAB,
dan GABAC. Reseptor GABAA dan GABAC merupakan reseptor ionotropik
(reseptor kanal ion), sedangkan GABAB adalah reseptor metabotropik (terkait
dengan protein G). Reseptor GABAA dan GABAC masing-masing terkait dengan
kanal Cl, dan memperantarai penghambatan sinaptik yang cepat. Reseptor GABAA
dan GABAC berbeda secara biokimia, farmakologi dan fisioologi. Reseptor GABAA
secara selektif dapat diblok oleh alkaloid bikukulin dan dimodulasi oleh obat
golongan benzodiazepin (BDZ), barbiturat dan steroid. Reseptor GABAC tidak dapat
diblok oleh bikukulin, juga tidak dimodulasi oleh senyawa BDZ, barbiturat dan
steroid. Aktivitas reseptor GABAB menyebabkan penghambatan adenilat siklase dan
pembukaan kanal ion K+, yang selanjutnya menyebabkan penghambatan sistem saraf.
Reseptor GABAA merupakan kompleks protein heterooligomerik yang
terdiri yang terdiri dari sebuah tempat ikatan GABA (GABA binding site) yang
bergandeng dengan kanal ion Cl-. Reseptor GABAA juga memiliki tempat ikatan
barbiturat yang disebut barbiturat binding site, untuk obat-obat steroid yang disebut
steroid binding site (gambar 1.).
Asam γ-aminobutirat disintesis pada ujung saraf presinaptik, dan disimpan
di dalam vesikel sebelum dilepaskan, GABA berdifusi menyeberangi celah sinaptik
dan akan mengalami sedikitnya tiga peristiwa. Pertama, GABA dapat berinteraksi
dengan reseptornya menimbulkan aksi penghambatan fungsi sistem saraf pusat
Kedua, GABA akan mengalami degradasi oleh enzim GABA-transaminase. Ketiga,
GABA akan diambil kembali (re-uptake) ke dalam ujung presinaptik atau ke dalam
sel glial dalam bentuk GABA dengan bantuan transporte GABA (Ikawati, 2006).
1. Benzodiazepin
Benzodiazepin (BDZ) merupakan obat hipnotik-sedatif terpenting.
Rumus BDZ terdiri dari benzen (A) yang melekat pada cincin aromatik diazepin
(cincin B). Namun karena BDZ yang penting secara farmakologis selalu
mengandung gugus substitusi 5-aril (cincin C) dan cincin 1,4 benzodiazepin,
sehingga rumus bangun kimia golongan ini selalu diidentikkan dengan 5-aril-1,4,
benzodiazepin (Wiria dan Handoko, 1995).
Gambar 2. Struktur kimia benzodiazepin (Wiria dan Handoko, 1995)
Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas adalah sedatif, dan
obat-obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Dalam
Diazepam merupakan prototip derivat BDZ yang digunakan secara meluas
sebagai ansietas (Wiria dan Handoko, 1995).
a. Struktur Kimia Diazepam
Rumus molekul : C16H13ClN2O
Nama kimia : 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-
1,4-benzodiazepin-2-1
BM : 284,7
pKa : 3,7; 3,2
Kelarutan : dalam air sangat kecil
(Dollery, 1999a)
Gambar 3. Struktur kimia diazepam (Dollery, 1999a)
b. Mekanisme Kerja Diazepam
Asam γ-aminobutirat yang dilepaskan dari terminal saraf berikatan
dengan reseptor GABA pada membran sel dan akan membuka saluran
klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah, menurunkan potensi
postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial.
Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membran
sel. Reseptor BDZ terdapat hanya pada susunan saraf pusat (SSP) dan
lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Pengikatan BDZ memacu afinitas
reseptor GABA untuk neurotransmiter yang bersangkutan, sehingga saluran
klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu
hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Benzodiazepin dan GABA
secara bersama-sama akan meningkatkan afinitas terhadap sisi ikatannya
tanpa perubahan jumlah total sisi tersebut (gambar 4.). (Mycek, dkk, 1997)
Hampir semua benzodiazepin mengalami oksidasi mikrosomal
(reaksi fase I), termasuk dealkilasi-N dan hidroksilasi alifatik. Metabolit
selanjutnya dikonjugasi (reaksi fase II) oleh glucuronosyltransferase
membentuk glucuronide yang diekskresi di urin. Akan tetapi, banyak
metabolit benzodiazepine fase I adalah aktif dengan waktu-paruh yang lebih
panjang daripada obat induknya. (Katzung, 2002)
c. Biotransformasi Diazepam
Jalur utama biotransformasi diazepam terjadi di hati dan metabolit
dikeluarkan melalui ginjal. Diazepam mengalami biotransformasi terutama
menjadi N-desmethyldiazepam, juga diubah menjadi temazepam, kemudian
mengalami metabolisme sebagian menjadi oxazepam (gambar 5.) ( Katzung,
2002).
N-desmethyldiazepam memiliki profil farmakodinamik seperti
diazepam, tetapi waktu paruhnya lebih lama (30 – 200 jam).
N-desmethyldiazepam dihidroksilasi menjadi oxazepam, yang juga merupakan
metabolit aktif tetapi memiliki waktu paruh yang lebih pendek 9 jam (5-15
jam) karena dikonjugasi oleh asam glukoronik. Metabolit aktif yang ketiga
adalah temazepam yang memiliki waktu paruh 12 jam (10 - 20 jam),
merupakan hasil hidroksilasi dari diazepam. Temazepam dikonjugasi secara
langsung oleh asam glukuronik dan dieliminasi melalui urin atau
Gambat 5. Skema biotranformasi dari diazepam (Dollery, 1999a)
d. Indikasi
Indikasi dari obat diazepam adalah berikut ini :
i. Manajemen untuk ansietas. Diazepam mungkin berguna dalam simtomatik
pada agitasi akut, dan tremor.
ii. Penarikan kembali penggunaan alkohol akut. Diazepam mungkin berguna
dalam simtomatik pada agitasi akut, dan tremor.
iii. Untuk kejang otot skeletal. Diazepam dapat digunakan sebagai tambahan
bantuan untuk kejang otot skeletal karena reflek kejang patologi lokal
seperti inflamasi pada otot dan sendi atau trauma; spastisiti dikarenakan
iv. Basal sedasi. Diazepam diberikan secara parenteral ketika respon cepat
dan mungkin berguna dalam ansietas akut atau tekanan yang berhubungan
dengan kondisi stres dan kekacauan emosi non psikotik.
v. Penanganan untuk keadaan epilepsi dan keadaan kejang
(Dollery, 1999a)
e. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari obat diazepam adalah berikut ini :
i. Hipersensitivitas terhadap benzodiazepin
Sejarah tentang hipersensitivitas atau reaksi alergi untuk beberapa
benzodiazepin memberi petunjuk pada pasien yang juga alergi untuk
beberapa memberi petunjuk pada pasien yang juga alergi diazepam.
ii. Myasthenia gravis
Sebelum adanya kelemahan otot, diazepam seharusnya diberikan dengan
hati-hati pada pasien dengan myasthenia gravis.
iii. Bayi
Diazepam tidak boleh diberikan untuk anak-anak yang berumur dibawah
enam bulan, khususnya untuk bayi prematur.
2. Barbiturat
Gambar 6. Struktur kimia barbiturat (Wiria dan Handoko, 1995)
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat
dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesi, koma, sampai
dengan kematian. Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Pemberian dosis barbiturat yang hampir menyebabkan tidur
dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya tidak
dipengaruhi. (Wiria dan Handoko 1995)
a. Struktur Kimia Natrium Tiopental (selanjutnya disebut, pentotal)
Rumus molekul : C11H17SNaO2
Nama kimia : (R,S-etildihidro-5-)1-metilbutil)-2-tiokso-4,6(1H,5H)-garam
mono natrium pirimidinedion)
BM : 264,3
pKa : 7,6
Gambar 7. Struktur kimia Natrium Tiopental (Dollery, 1999b)
Pentotal berwarna kuning pucat dan bersifat higroskopis, rasanya pahit,
berasal dari substitusi asam malonat dan urea. (Dollery, 1999b)
b. Farmakologi
Pentotal merupakan golongan tiobarbiturat pertama sebagai anastesi.
Pentotal bersifat reversibel dalam menekan aktivitas semua otot gerak.
Susunan saraf pusat (SSP) sensitif terhadap aksi ini (Dollery, 1999b).
Pentotal memiliki onset aksi yang cepat dan akan menghilangkan
kesadaran dalam waktu yang singkat. Belum ada mekanisme yang pasti dari
barbiturat (pentotal) dalam memberikan efek pada SSP, akan tetapi obat ini
dipercaya memberikan efek yaitu kemampuannya dalam menurunkan
aktivitas dari GABA.
Tempat pengikatan spesifik untuk barbiturat telah ada di SSP,
kemampuan tempat pengikatan obat ini akan menurun karena GABA dan
klorida. Sisi aksi barbiturat dengan SSP muncul dengan melibatkan kompleks
saluran klorida. Interaksi alosterik reseptor barbiturat dengan reseptor GABAA
kemudian pembukaan saluran klorida membutuhkan efek dari obat, reseptor
barbiturat bertindak sebagai modulator pada kompleks. Barbiturat akan
menurunkan angka disosiasi GABA dari reseptor postsynaptic, menurunkan
waktu pembukaan saluran ion, dan meningkatkan transfer ion klorida,
sehingga dapat terjadi hiperpolarisasi pada sel saraf dan menginhibisi
transmisi impuls saraf (Anonim, 2005b).
c. Biotransformasi
Biotransformasi pentotal terjadi di hati. Biotransformasi berjalan
lambat tetapi hampir lengkap dengan oksidasi pada cincin samping
1-methyl-buthyl. (Dollery, 1999b)
d. Indikasi
Indikasi dari obat pentotal adalah sebagai berikut ini.
i. Sebagai antikonvulsan (antikejang)
ii. Sebagai anastesi umum
iii. Penggunaan lain sebagai pencegah dan terapi penyakit iskemik
(Dollery, 1999b)
e. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari obat adalah sebagai berikut ini.
ii. Menyebabkan nyeri lambung
iii. Kesulitan bernafas
iv. Menyebabkan hypovolemia termasuk kurang darah
v. Uremia
vi. Penderita asma
vii. Penderita sakit lambung
(Dollery, 1999b)
3. Interaksi Obat
Menurut Stockley (1994) interaksi obat adalah kejadian dimana efek
yang dihasilkan oleh suatu obat berubah karena adanya obat lain, makanan,
minuman, atau bahan kimia lain. Hasilnya akan merugikan jika interaksi
meningkatkan efikasi atau menyebabkan keracunan obat. Penurunan efikasi obat
juga dapat menimbulkan efek yang merugikan.
Macam-macam tipe interaksi obat antara lain:
a. interaksi farmasetis
Interaksi farmasetis adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada
saat obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat di gunakan oleh
penderita. Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV (intra venous)
yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi
dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa atau
terjadi pengkristalan salah satu senyawa.
(Muhlis, 2006)
b. interaksi farmakokinetika
Interaksi farmakokinetik dapat mempengaruhi obat pada waktu
proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi karena adanya obat
atau senyawa lain. Interaksi ini sering disebut interaksi ADME. Interaksi ini
umumnya diukur dari perubahan pada satu atau lebih parameter
farmakokinetika, seperti konsentrasi serum maksimum, luas area dibawah
kurva, waktu, waktu paruh, jumlah total obat yang diekskresi melalui urine.
(Stockley, 1994)
c. interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik menyebabkan perubahan respon suatu
objek obat dikarenakan adanya obat lain yang bekerja pada sisi ikatan objek
obat tersebut. Penempatan sisi ikatan tersebut dapat terjadi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Interaksi farmakodinamika secara
langsung terjadi jika dua obat yang memiliki aksi ditempat yg sama
(antagonis atau sinergis) atau memiliki aksi pada dua tempat yang berbeda
yang hasil akhirnya sama. Contohnya adalah obat yang memiliki efek
ketergantungan. Interaksi farmakodinamika secara tak langsung terjadi pada
obat yang memiliki aktivitas saling berlawanan. (Stockley, 1994)
Diazepam dan pentotal merupakan depresant SSP dan bekerja
dengan sinergis. Mekanisme aksi diazepam dan Pentotal berikatan pada
tempat yang sama yaitu reseptor GABAA. Penggunaan diazepam dengan
Pentotal memerlukan perhatian karena Pentotal dapat mempotensiasi aksi
dari diazepam yaitu dapat menyebabkan tidur. Perlu dilakukan pengawasan
pada pasien yang menggunakan obat ini, terutama yang memiliki kelainan
ginjal dan hepar. (Anonim, 2003)
F. Uji Efek Hipnotik Sedatif
Macam-macam uji untuk mengetahui adanya efek sedatif menurut Turner
(1965), antara lain di bawah ini.
1. Rotarod Test
Uji ini dilakukan dengan menggunakan rotarod atau batang berputar.
Mencit diletakkan pada rotarod yang diameternya 32 mm dan kecepatan
berputar 10 kali tiap menit. Mencit yang tidak mendapat perlakuan akan
bertahan lebih dari 300 detik (5 menit) dan mencit yang mendapat perlakuan
akan bertahan kurang dari 5 menit. Uji ini dinyatakan positif bila mencit jatuh
2. Chimney Test
Uji ini dilakukan dengan menggunakan cerobong (tabung Pyrex 30
cm). Mencit diletakkan pada dasar cerobong secara horizontal yang diberi tanda
(28 cm dari dasar), kemudian dengan cepat dibalik atau arah vertikal. Mencit
akan berusaha naik ke atas cerobong. Uji ini dinyatakan positif apabila mencit
dapat melewati atau naik cerobong dalam waktu tidak lebih dari 30 detik.
3. Traction Test
Uji ini dilakukan dengan cara : kaki depan mencit diikat pada kawat
yang menggantung. Mencit akan berusaha naik pada kawat (tidak
menggantung) dimana kedua kaki belakang mencit akan berusaha naik. Uji ini
dinyatakan positif apabila tidak kurang dari 5 detik setelah mencapai kawat.
4. Jingle Test
Metode ini dilakukan dengan cara tikus diinjeksi menggunakan larutan
uji. Pergerakan akan terlihat dengan adanya tanda dari “Jingle cage” setelah
satu menit dan 30 menit, dengan periode waktu 10 menit. Jingle cage adalah
kurungan yang memiliki tempat lari yang licin yang dapat bergerak dan
memiliki alat penghitung sirkuit elektrik. Pergerakan hewan uji dicatat selama
5. Evasion
Peralatan yang digunakan adalah tabung pyrex 30 cm. tiap tabung
diberi tanda 20 cm dari dasar. Mencit diletakkan didasar tabung. Uji ini
dikatakan positif apabila mencit tidak dapat melewati tanda untuk berusaha naik
tidak lebih dari 30 detik.
Macam-macam uji untuk mengetahui adanya efek hipnotik, antara lain di
bawah ini.
a. narkoscis potentiation ( reflek balik badan)
Menurut Vogel (2002) salah satu uji untuk mengetahui adanya efek
hipnotik sedatif dapat menggunakan uji potensiasi narkose. Menurut
Anonim (1998), potensiasi narkose berasal dari kata potency (hubungan
antara efek terapeutik obat dan dosis yang dibutuhkan untuk mencapai efek
tersebut) dan narcosis ( penurunan fungsi susunan saraf pusat yang
ditimbulkan oleh obat dan ditandai oleh stupor atau insensibilitas). Jadi,
prinsip dari uji ini adalah menggunakan dosis hipnotik yang relatif kecil
yang dapat menginduksi tidur pada mencit. Obat depresan yang diberikan
sebelumnya dapat mempotensiasi kerja hipnotik yang dimanifestasikan
adalah perpanjangan waktu tidur mencit dibandingkan terhadap mencit
kontrol.
Waktu tidur dinyatakan sebagai periode waktu kehilangan reflek
permukaan diam dengan seluruh kakinya dan dapat diletakkan pada sisinya
atau punggungnya tanpa segera tegak kembali. Akhir periode tidur adalah
saat hewan uji itu tidak lagi rebah pada sisinya atau punggungnya tetapi
kembali dengan sendirinya ke posisi tegak yang normal.
b. palpeberal test (tes kelopak mata)
Tujuan dari tes ini untuk memeastikan kecendrungan hewan
berada pada tempat istirahat, saat mulai mengantuk.
Delapan pasang mencit dewasa, 1 kelompok disuntik obat secara
subcutan (s.c) dan kelompok satunya disuntikkan pelarut. Setelah satu jam,
hewan uji ditempatkan sendirian pada wadah. Mencit dipilih yang memiliki
kecendrungan besar untuk menutup mata.
c. motor deficit
Manifestasi pertama dari depresi SSP pada mencit adalah keletihan. Metode
ini digunakan untuk tes relaksasi otot. Tes dilakukan dengan memberikan
senyawa secara oral. Kelelahan aktivitas dideteksi saat mencit gagal berada
pada sisi rotasi, wadah selinder.
(Turner, 1965)
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat eksploratif, keterangan empiris yang diharapkan
adalah adanya pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, yaitu penelitian
yang observasinya dilakukan dengan perlakuan terhadap sejumlah subyek penelitian,
yang memungkinkan dilakukannya pengendalian terhadap hampir semua variabel
pengacaunya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
pola searah.
B. Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode potensiasi narkose dengan
menggunakan hewan uji mencit jantan. Metode ini digunakan untuk menjelaskan
aktifitas susunan saraf pusat terhadap obat. Tidak hanya obat hipnotik, hipnotik
sedatif, dan tranquilizer, tetapi juga obat antidepresi dimana pada dosis yang
diberikan sebelumnya (diazepam) dapat mempotensiasi kerja hipnotik setelah
pemberian pentotal.
Prosedur penelitian dilakukan dengan cara memberikan CMC-Na, diazepam,
dan senyawa uji secara peroral pada masing-masing kelompok hewan uji. Empat
puluh lima menit kemudian diberikan pentotal sebagai penginduksi tidur. Waktu tidur
dicatat saat mencit mulai kehilangan reflek pemulihan tubuh hingga kembali ke posisi
normal (ke-empat kaki menyentuh styrofoam). Untuk mengetahui pengaruh senyawa
uji terhadap waktu tidur (memperpanjang atau memperpendek waktu tidur),
kemudian dibandingkan dengan kontrol negatif (CMC-Na) dan kontrol positif
(diazepam).
Persentase pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dapat dihitung dari
perpanjangan waktu tidur (PWT).
Rumus yang digunakan sebagai berikut :
% PWT = ⎢⎣⎡ − ⎥⎦⎤
D D U
X 100%
keterangan :
U : Waktu tidur tiap kelompok hewan uji diazepam (kontrol positif) maupun ekstrak etanol bunga-bunga pagoda.
D : Waktu tidur rata-rata kontrol negatif CMC-Na 1%
C. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : dosis ekstrak etanol bunga bunga-pagoda (mg/ kgBB)
b. Variabel tergantung : perpanjangan waktu tidur (detik)
Pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda pada mencit dengan metode
potensiasi narkose ditandai dengan perpanjangan waktu tidur mencit (detik)
setelah pemberian pentotal sebagai agen penginduksi.
2. Variabel Pengacau Terkendali
b. Berat badan subyek uji 20-30 g.
c. Umur subyek uji 2-3 bulan.
d. Subyek uji berjenis kelamin jantan.
e. Asal simplisia serbuk bunga bunga-pagoda diperoleh dari lokasi yang sama yaitu dari Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta.
f. Cara penyarian simplisia dilakukan dengan metode perkolasi dan dilakukan hingga cairan penyari jernih.
3. Variabel Pengacau Tak Terkendali
Kondisi patologis hewan uji
4. Definisi Operasional
a. Bunga bunga-pagoda adalah bunga yang diambil dari tanaman bunga pagoda, merupakan bunga majemuk berwarna merah, terdiri dari bunga
kecil-kecil yang berkumpul membentuk piramid, keluar dari ujung
tangkai.
b. Ekstrak etanol bunga bunga-pagoda adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi 150 g serbuk kering bunga pagoda secara perkolasi
dengan menggunakan pelarut etanol 70% yang diperoleh hingga larutan
jernih.
memberikan zat kimia tertentu yang memiliki dosis hipnotik yang relatif
kecil dan dapat menginduksi tidur pada mencit. Obat depresan yang
diberikan sebelumnya dapat mempotensiasi kerja hipnotik sedatif yang
dimanifestasikan adalah perpanjangan waktu tidur mencit dibandingkan
terhadap mencit kontrol
d. Persentase pengaruh senyawa uji adalah kemampuan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dalam menimbulkan tidur setelah pemberian Pentotal.
Persentase dapat dihitung dari perpanjangan waktu tidur (PWT) ekstrak
dikurangi dengan rata waktu tidur kontrol negatif dibagi dengan
rata-rata waktu tidur kontrol negatif.
D. Bahan yang Digunakan
1. Bahan Tumbuhan
Bahan uji yang digunakan berupa ekstrak etanol bunga bunga-pagoda.
Bunga bunga-pagoda diperoleh dari Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta.
2. Subyek Uji
Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan galur
Swiss Webster dengan berat badan 20-30 g dan umur 2-3 bulan, diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
3. Bahan-Bahan Kimia
a. Bahan untuk penyarian adalah etanol 96% produksi Brataco. Pelarut dalam
perkolasi, diperoleh di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
b. Diazepam ( Indofarma ) sebagai kontrol positif diperoleh dari RS. Panti Rapih
Yogyakarta.
c. Pentotal (Sodium Tiopentone) produksi Abbot diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Universitas Sanata Dharma dan RS. Panti Rapih, Yogyakarta.
d. CMC-Na produksi Merck, Jerman sebagai pensuspensi ekstrak etanol yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta
e. Akuades sebagai pelarut pentotal, diazepam dan sebagai pengencer
konsentrasi etanol yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
E. Alat yang Digunakan
1. Neraca analitik merek Metler Toledo seri AE 200 dan seri PM 4600
2. Seperangkat alat untuk membuat ekstrakantara lain seperti di bawah ini.
a. perkolator
b. vacum rotary evaporator merek Janke & Kunkel Ika-Labortechnik
c. pemanas merek Ika-Labortechnik HB4 basic
e. kertas saring
3. Seperangkat alat gelas seperti: beaker glass, labu ukur, gelas ukur, pipet tetes,
pipet ukur, pengaduk, erlenmeyer, corong
4. Spuit injeksi peroral ukuran 1 ml (Slip TipTM)
5. Spuit injeksi intraperitoneal ukuran 1 ml (Slip TipTM) dan jarum injeksi
(Terumo)
6. Bejana/ wadah mencit yang terbuat dari kaca berukuran 28.5cm x 19cm x
19cm.
7. Styrofoam sebagai alas tidur mencit berukuran 18,5cm x 18,5cm dengan
ketebalan 1 cm.
8. Stopwath
9. Kamera digital ( Fuji Film seri A310 )
F. Tata Cara Penelitian
1. Identifikasi Tanaman
Identifikasi tanaman bunga pagoda dilakukan dengan menggunakan
acuan identifikasi (Backer dan Bakhuizen van den Brink Jr., 1965).
2. Pengumpulan Bahan
Pengumpulan bahan dilakukan dengan mengambil simplisia bunga
3. Pembuatan Ekstrak Etanol
Pembuatan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dilakukan dengan pelarut
etanol 70% secara perkolasi. Cara pembuatan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda
adalah bunga dikeringkan sebanyak 150 g, direndam dalam etanol 70%
sekurang-kurangnya selama 3 jam dan serbuk yang telah terbasahi kemudian dipindahkan
ke perkolator selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses
perkolasi, dengan dimana sel-sel bunga dapat terbasahi oleh cairan penyari
sehingga zat-zat aktif yang terkandung dalam bunga dapat terbasahi oleh cairan
penyari sehingga zat-zat aktif yang terkandung dalam bunga akan lebih mudah
tertarik dalam penyari pada ekstraksi secara perkolasi selanjutnya.
Pada perkolator disusun lapisan penyaring dengan urutan dari atas ke
bawah sebagai berikut: kertas saring, kapas, kawat penyaring halus dan kapas.
Serbuk yang telah terbasahi tersebut kemudian dipadatkan dengan hati-hati di
dalam perkolator dan dituangi dengan etanol 70% sampai terdapat selapis penyari
di atas serbuk. Selanjutnya perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan kurang
lebih 1 ml/ menit atau 25 tetes per menit sambil terus ditambah cairan penyari
sehingga selalu terdapat cairan penyari dengan tinggi 1-1,5 cm diatas serbuk.
Perkolat ditampung dalam erlenmeyer. Perkolasi dihentikan bila tetesan terakhir
pada perkolator tidak berwarna lagi. Hal ini menandakan bahwa
senyawa-senyawa yang terlarut dalam etanol sudah terekstraksi semua. Hasil penyarian
evaporator dan waterbath sampai didapatkan ekstrak yang pekat. Ekstrak pekat
kemudian disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas).
4. Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan, galur
Swiss, usia 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 g. Hewan uji dibagi secara acak
menjadi 2 kelompok. Kelompok untuk orientasi sebanyak 33 ekor dan kelompok
perlakuan sebanyak 66 ekor. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan 18-24 jam
dan tetap diberi minum. Kelompok perlakuan terdiri dari 11 kelompok yaitu
kelompok pentotal sebagai agen penginduksi, kelompok kontrol negatif akuades
dan CMC-Na 1%, kelompok kontrol positif diazepam dalam 4 peringkat dosis
(0,26 mg/kgBB, 0,4446 mg/kgBB, 0,7605 mg/kgBB, dan 1,3 mg/kgBB) dan
kelompok perlakuan ekstrak bunga bunga-pagoda dalam 4 peringkat dosis (1375
mg/kgBB, 1980 mg/kgBB, 1980 mg/kgBB, 2857 mg/kgBB, dan 4123 mg/kgBB).
5. Pembuatan
a. Larutan Pentotal
Cara pembuatan larutan pentotal, yaitu melarutkan pentotal sebanyak
0,5 g dengan akuades secukupnya, kemudian ditambahkan lagi hingga
b. Larutan Diazepam
Cara pembuatan larutan diazepam, yaitu dengan mengencerkan
sediaan injeksi diazepam 5 mg/ml diambil sebanyak 0,5 ml, kemudian
dilarutkan dengan aquades pada labu takar 50 ml. Larutan diazepam diberikan
peroral.
c. CMC-Na 1%
Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang secara seksama
CMC-Na sebanyak 1 g kemudian dilarutkan ke dalam sejumlah akuades
sambil terus diaduk-aduk sampai semuanya terlarut dan menjadi jernih.
Larutan dituang ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan akuades sampai
diperoleh volume 100 ml.
d. Suspensi Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda
Timbang ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dan suspensikan ke
dalam larutan CMC-Na sampai diperoleh konsentrasi tertentu berdasarkan
orientasi.
6. Penetapan Dosis a. Pentotal
Dosis normal induksi pentotal 4 – 5 mg/kgBB (Dollery, 1999b).
Pentotal yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 36,4 mg/kgBB, 45,5
b. Diazepam
Dosis terapi ansietas diazepam peroral adalah 2-10 mg perhari
(Anonim, 2000). Dosis diazepam yang digunakan sebagai dosis orientasi
sebanyak 4 peringkat, diperoleh dengan menggunakan rumus:
increment = n−1
terendah Dosis
tertinggi Dosis
, dimana n adalah jumlah peringkat
dosis
Dari rumus tersebut diperoleh 4 peringkat dosis yaitu 2; 3.42; 5.85;
dan 10 mg.
Dari dosis tersebut kemudian dilakukan konversi dosis antara
manusia dengan berat badan 70 kg ke mencit 20 g adalah 0,0026 (Anonim,
Dosis III: untuk manusia 70 kgBB = 5,85 mg
konversi ke mencit 20 gBB = 5,85 mg x 0,0026
= 0,0152 mg/20 gBB
= 0,7605 mg/kgBB
Dosis IV: untuk manusia 70 kgBB = 10 mg
konversi ke mencit 20 gBB = 10 mg x 0,0026
= 0,026 mg/20 gBB
= 1,3 mg/kgBB
c. Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda
Kisaran dosis ekstrak yang digunakan untuk manusia Indonesia
(dengan berat badan 50 kg ) yaitu 30 – 90 g serbuk bunga bunga-pagoda
kering sekali minum. Berdasarkan kisaran tersebut dapat dibuat peringkat
dosis ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan increment :
increment = n−1
terendah Dosis
tertinggi Dosis
increment = 41
30 90
− g g
= 1,442
Sediaan yang diuji berbentuk ekstrak kental, maka perlu dicari angka
pembuatan ekstrak sejumlah 150 g serbuk kering bunga bunga-pagoda
menghasilkan A g ekstrak kental.
Contoh perhitungan:
Berat ekstrak yang setara dengan 30 g serbuk bunga dapat dihitung
sebagai berikut :
Berat ekstrak = ⎟⎟
Dari perhitungan tersebut diperoleh dosis ekstrak untuk terapi umum
manusia Indonesia ( 50 kg ) sebesar B g 50kg BB. Dosis tersebut
dikonversikan untuk mencit, tetapi faktor konversi yang ada adalah untuk
manusia 70 kg, maka dosis untuk 70 kg sebagai berikut ini.
Dosis ekstrak untuk manusia 70 kg BB = ⎟⎟
⎠
Dosis tersebut dikonversikan ke mencit (20 g) dengan angka konversi
0.0026. Perhitungan konversi dosis ekstrak etanol bunga bunga-pagoda untuk
mencit (20 g) adalah sebagai berikut ini.
Dosis ekstrak untuk mencit 20 g = 0.0026 x C g
= D g 20 g BB
= F mg kg BB
Dosis terapi yang diperoleh adalah F mg kg BB. Dari perhitungan
diperoleh dosis 1375; 1980; 1980; 2857; dan 4123 mg/kgBB.
7. Orientasi Waktu
Pada pokok bahasan orientasi waktu dibagi menjadi dua hal pembahasan, yaitu :
a. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Diazepam
Hewan uji sebanyak 12 ekor dibagi dalam 4 kelompok, tiap
kelompok terdiri dari 3 ekor. Hewan uji diberikan diazepam dosis 1,3
mg/kgBB secara peroral. Kemudian tiap kelompok hewan uji diinjeksi i.p
pentotal dengan dosis sesuai hasil orientasi pada selang waktu tertentu yaitu :
15, 30, 45, dan 60 menit. Catat waktu (detik) ketika hewan uji mulai tidur
(onset), dan lama waktu tidur (detik).
b. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda ( EEBBP)
Hewan uji sebanyak 12 ekor dibagi dalam 4 kelompok, tiap
kelompok terdiri dari 3 ekor. Hewan uji diberikan Ekstrak etanol bunga
bunga-pagoda dosis hasil orientasi secara peroral. Kemudian tiap kelompok
selang waktu tertentu yaitu : 15, 30, 45, dan 60 menit. Catat waktu (detik)
ketika hewan uji mulai tidur, dan lama waktu tidur (durasi).
8. Perlakuan Hewan Uji
Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 54 ekor yang dibagi secara acak
menjadi 11 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari enam ekor dengan perlakuan
sebagai berikut ini.
Kelompok I : diberi CMC-Na 1% sebagai kontrol negatif
Kelompok II : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis
0,26 mg/kg BB mencit
Kelompok III : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis
0,4446 mg/kg BB mencit
Kelompok IV : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis
0,7605 mg/kg BB mencit
Kelompok V : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis
1,3 mg/kg BB mencit
Kelompok VI : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis
perlakuan 1375 mg/kg BB mencit secara oral
Kelompok VII : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis
perlakuan 1980 mg/kg BB mencit secara oral
Kelompok VIII : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis
Kelompok IX : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis
perlakuan 4123 mg/kg BB mencit secara oral
Semua hewan uji diinjeksi pentotal dosis 45,5 mg/kgBB (hasil orientasi)
secara i.p setelah selang waktu 45 menit (hasil orientasi). Kemudian catat waktu
(detik) ketika hewan uji mulai tidur (onset), dan lama waktu tidur. Posisi mulai
tidur adalah ketika mencit mulai kehilangan reflek pemulihan tubuh (posisi kaki
ke-empat kaki tidak menyentuh alas). Mencit dikatakan bangun ketika muncul
kembali reflek pemulihan posisi tubuh semula (ke-empat telapak kaki menyentuh
alas tidur).
9. Penentuan Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda
Data pengamatan lama waktu tidur (detik) pada hewan uji digunakan
untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda.
Untuk mengetahui persentase pengaruh yang ditimbulkan dapat dihitung dari
perpanjangan waktu tidur (PWT) dengan rumus sebagai berikut ini.
% PWT =
⎥⎦ ⎤ ⎢⎣
⎡ −
D D U
X 100%
keterangan :
U : Waktu tidur tiap kelompok hewan uji diazepam (kontrol positif) maupun ekstrak etanol bunga-bunga pagoda.
10.Tata Cara Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan Kolmogorov-Smirnov
untuk mengetahui pola distribusi data. Analisis dilanjutkan dengan analisis non
parametrik Kruskal Wallis. Untuk menguji perbedaan tersebut bermakna atau
tidak secara statistik, maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Perbedaan
antar dosis dinyatakan bermakna apabila harga signifikansi (probabilitas) < 0,05
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Determinasi Tanaman
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga dari tanaman bunga
pagoda. Oleh karena itu, determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa
tanaman yang digunakan adalah benar-benar merupakan tanaman bunga pagoda
dengan nama ilmiah Clerodendrum paniculatum L. Bagian tanaman yang digunakan
dalam determinasi adalah bagian cabang, daun, dan bunga. Determinasi dilakukan dengan mengunakan acuan (Backer dan Bakhuizen van den Brink Jr., 1965). Hasil
determinasi tanaman bunga pagoda adalah sebagai berikut:
Famili.
1b-2b-3b-4b-12b-13b-14b-17b-18b-19b-20b-21b-22b-23b-24b-25b-26b-27a-28b-
29b-30a-31b-403a-414a-415b-451a-452b-453a-454b-460b-461b-462a-(189………..Verbenaceae)
Genera.
1b-3b-5b-6b-7b-8b-11b-15a-16b-17a-19a-(15...Clerodendrum)
Spesies.
1b-2b-7b-9b-10a- ( 11.a……….……. Clerodendrum paniculatum L.)
B. Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda
Metode yang digunakan untuk memperoleh ekstrak bunga bunga-pagoda
adalah perkolasi. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Penggunaan etanol 70%
dipilih karena diharapkan dapat melarutkan senyawa-senyawa anti cemas yang
terkandung di dalam bunga bunga-pagoda, yaitu flavonoid, dan alkaloid.
Serbuk bunga bunga-pagoda sebanyak 150 g dibasahi dengan etanol 70% di
dalam erlenmeyer selama 24 jam dalam bejana tertutup. Selama serbuk dibasahi,
cairan penyari dapat masuk ke dalam sel dan melarutkan zat-zat aktif sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh. Dengan adanya proses pembasahan, aliran cairan
penyari tidak akan mengalami hambatan dan dapat menembus serbuk dengan
sempurna.
Kemudian serbuk yang telah dibasahi dipindahkan ke dalam perkolator dan
dituangi etanol 70% secukupnya sampai menetes dan masih terdapat selapis cairan
etanol di atas simplisia. Kran perkolator dibuka dan kecepatan penetesan etanol
adalah 1-3 ml/menit, tidak terlalu cepat ataupun lambat, tujuannya agar proses
penyarian dapat berlangsung optimal. Pada proses perkolasi, cairan penyari yang
terus-menerus baru dapat menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi sehingga
zat aktif dapat tersari lebih sempurna. Selama proses perkolasi berlangsung, tinggi
etanol di atas permukaan serbuk ± 1-1,5 cm. Perkolasi dihentikan jika perkolat yang
diperoleh sudah tidak berwarna lagi. Perkolat yang didapat kemudian dipekatkan
dilanjutkan dengan menguapkan sisa etanol di atas waterbath sampai diperoleh
ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh berwarna coklat kehitaman dengan
bobot sebesar 37,75g (gambar 17.)).
C. Uji Pendahuluan
1. Penentuan Kriteria Lama Waktu Tidur Mencit
Kriteria lama waktu tidur (detik) dapat diamati ketika mencit mulai
kehilangan reflek balik badan (onset) setelah diinjeksi pentotal secara
intraperitoneal (i.p) hingga mencit bangun. Kehilangan reflek pemulihan tubuh
dapat mulai diamati ketika mencit dapat diterlentangkan (bagian perut menghadap
keatas, dan posisi ke-empat kaki tidak menyentuh styrofoam). Kemudian waktu
dihentikan ketika mencit bangun (kembali ke posisi semula, dan ke-empat kaki
mencit menapak pada styrofoam). Respon yang diberikan mencit tidak akan sama
karena setiap mencit memiliki metabolisme dan kondisi patologis yang berbeda.
2. Penentuan Dosis Pentotal
Penentuan dosis pentotal dilakukan untuk mencari dosis yang dapat
menimbulkan waktu tidur yang singkat. Dalam penelitian ini diberikan 3 variasi
dosis pentotal pada 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor mencit
putih jantan, yaitu dosis 36,4 mg/KgBB, 45,5 mg/KgBB, dan 54,5 mg/KgBB.
tidur (onset) dan lama waktu tidur. Rata-rata waktu tidur (detik) mencit pada
penentuan dosis pentotal dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Penentuan dosis pentotal
Keterangan :
X = Mean (Rata–rata) SE = standard error (SD/√n)
Rata-rata jumlah waktu tidur yang muncul pada penentuan dosis pentotal
dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar4.