• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ekstrak etanol bungan-pagoda [Clerodendum paniculatum L.] terhadap waktu tidur mencit jantan dengan metode potensiasi narkose - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh ekstrak etanol bungan-pagoda [Clerodendum paniculatum L.] terhadap waktu tidur mencit jantan dengan metode potensiasi narkose - USD Repository"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL BUNGA BUNGA-PAGODA ( Clerodendrum paniculatum L. ) TERHADAP WAKTU TIDUR MENCIT

JANTAN DENGAN METODE POTENSIASI NARKOSE

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh: Natalia Indu Maya

NIM : 038114058

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(2)
(3)
(4)

v

“Pengetahuan itu seperti angin yang

membawa cinta untuk semua. Nubuat pun

akan berakhir, kenangan akan dihapus dan

pengetahuan akan dimusnahkan, namun

yang tersisa adalah cinta yang

tersampaikan melalui sebuah pengetahuan.”

(dari seorang Sahabat)

kupersembahkan salah satu karya yang terbaik ini untuk………

Jesus, my lord

Ayah dan Ibu t ercint a

Adikku yang t ersayang

Seseorang yang mengisi hat iku

(5)
(6)

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

bahwa oleh karena rahmat-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda (Clerodendrum paniculatum

L.) Terhadap Waktu Tidur Mencit Jantan dengan Metode Potensiasi Narkose“ ini

dengan baik.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai

pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis

hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M. Si., Apt, selaku Dekan Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen pembimbing utama skripsi atas segala

dukungan, bimbingan, kritik dan masukkan kepada penulis demi kemajuan

skripsi ini.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes., selaku dosen penguji skripsi atas bantuan

dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Erna Tri Wulandari, M. Si, Apt., selaku dosen penguji skripsi yang juga telah

memberikan bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

5. Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., Mas Sigit, dan Mas Andri, atas bantuan

determinasi dan pembuatan herbarium bunga pagoda.

6. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanta, S, Si., S.J., atas bantuannya memberikan

masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

(7)

7. Dr. Fx. Haryatno atas bantuan memperoleh sediaan Diazepam dan Tiopental.

8. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat, Mas Wagiran selaku laboran, atas segala

bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

9. Ayah, Ibu dan adikku Iksan yang selalu mendukung terutama dukungan moral,

semangat dan kasih sayang selama ini.

10. Sahabatku Dianita Yulianti, atas persahabatan, dan dukungannya.

11. Setiya Adhi Nugraha atas kasih sayang, dukungan, penyertaan, dan

perhatiannya.

12. Rekan kerjaku Oliv dan Evelin terimakasih atas kerjasamanya.

13. Teman-teman seperjuangan di laboratorium, Nia, Siska, Eka, Agnes, Rini

terimakasih atas canda-tawa dan diskusi yang sangat membantu.

14. Teman-teman kelas B terutama kelompok C atas pertemanan, suka dan duka

selama ini.

15. Teman–teman UKM Aikido atas kebersamaan dan hari-hari yang

menyenangkan.

16. Pihak–pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu

penulis mengharapkan kritik, saran dan masukkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi pembacanya.

Yogyakarta, Januari 2008

Penulis

(9)
(10)

INTISARI

Penggunaan tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) didalam masyarakat secara empiris dipercaya mampu memberikan pengaruh menenangkan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh serta besarnya pengaruh penggunaan tanaman bunga pagoda sebagai anticemas.

Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah dengan subyek uji mencit jantan galur Swiss. Sebanyak 36 ekor subyek uji dibagi dalam 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor, yaitu kelompok I sebagai kontrol negatif CMC-Na 1 %, kelompok II sebagai kontrol positif diazepam dosis 0,4446 mg/kgBB, kelompok III, IV, V, dan VI sebagai kelompok perlakuan yang dipejani dengan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda (EEBBP) dengan dosis 1375 mg/KgBB, 1980 mg/KgBB, 2857 mg/KgBB, dan 4123 mg/KgBB, 45 menit kemudian dipejani penginduksi Natrium Tiopental dosis 45,5 mg/kgBB.

Pengaruh EEBBP terhadap waktu tidur diuji menggunakan metode potensiasi narkose. Data kuantitatif kumulatif perpanjangan waktu tidur (detik) dianalisis dengan uji Kolmogorof-Smirnov, Levene Statistic, dan dilanjutkan dengan uji

Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney dengan taraf kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EEBBP dapat memperpanjang waktu tidur dengan persentase dari 4 peringkat dosis diatas secara berturut-turut adalah sebesar 15,30; 275,14; 878,03; dan 255,55.

Kata kunci : ekstrak etanol bunga bunga-pagoda, bunga bunga-pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)

(11)

ABSTRACT

The usage of pagoda flower in the society is empirically trusted to be able to give calming effect. Therefore, the writer is interested to conduct the research to the effect of pagoda flower as antianxiety.

This research was a pure experimental research with complete design of simple randomize design with Swiss groove male mice as the object to be tested. Thirty six mice of the test subject were devided into 6 groups. Each group consisted of 6 mice, they were: group I as the negative control CMC-Na 1 %, group II as a diazepam positive control with dosage of 0,4446 mg/kgBB, group III, IV, V, and VI as the groups which were injected with ethanol extract of the flower of pagoda flower (EEFPF) with the dosage of 1375 mg/kgBB, 1980 mg/kgBB , 2857 mg/kgBB, and 4123 mg/kgBB, 45 minutes later were injected with Sodium Thiopental with the dosage of 45,5 mg/kgBB.

The effect of the ethanol extract of the flower of pagoda flower to the sleeping time was tested using narcose potentiation methode. The quantitative sum of the additional sleeping time (second)) data was analyzed using Kolmogorof-Smirnov, Lavene Statistic, and continued using Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test with 95% trust ratio. The result of the research showed that the effect of the ethanol extract of the flower of pagoda flower could longer the sleeping time with the percentage of 15,30; 275,14; 878,03; and 255,55 in the 4 ranks of dosage above.

Key words : ethanol extract of the flower of pagoda flower, the flower of pagoda flower (Clerodendrum paniculatum L.)

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….... iii

HALAMAN PENGESAHAN……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……… v

PRAKATA………. vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… ix

INTISARI……….. x

ABSTRACT…………. xi

DAFTAR ISI……….. xii

DAFTAR TABEL……….. xvi

DAFTAR GAMBAR………...……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xix

BAB I PENGANTAR………... 1

A. Latar Belakang………... 1

1. Permasalahan……….. 2

2. Keaslian Penelitian……… 3

3. Manfaat Penelitian………. 3

a. Manfaat Teoritis... 3

b. Manfaat Praktis... 3

B. Tujuan Penelitian………... 4

1. Tujuan Umum……… 4

2. Tujuan Khusus………... 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………... 5

A. Uraian Tanaman Bunga Pagoda………. 5

1. Sistematika Tanaman………. 5

2. Sinonim………. 5

(13)

3. Nama Daerah………. 5

4. Morfologi Tanaman……….. 6

5. Kandungan Kimia……….. 6

6. Sifat dan Khasiat……… 6

B. Ekstrak dan Perkolasi………..………... 7

1. Ekstrak………... 7

2. Perkolasi……… 7

C. Ansietas……….. 9

D. Tidur………... 9

E. Hipnotik Sedatif………. 10

1. Benzodiazepin………... 13

a. Struktur Kimia Diazepam……….. 14

b. Mekanisme Kerja Diazepam………. 14

c. Biotransformasi Diazepam……… 16

d. Indikasi……….. 17

e. Kontra Indikasi……….. 18

2. Barbiturat………... 19

a. Struktur Kimia Natrium Tiopental...……….. 20

b. Farmakologi………..………. 21

c. Biotransformasi……… 21

d. Indikasi……….. 21

e. Kontra Indikasi……….. 21

3. Interaksi Obat.………... 22

a. Interaksi Farmasetis... 22

b. Interaksi Farmakokinetika... 23

c. Interaksi Farmakodinamik………. 23

F. Uji efek Hipnotik Sedatif……… 24

1. Rotarod Test... 24

(14)

2. Chimney Test... 25

3. Traction Test... 25

4. Jingle Test... 25

5. Evasion... 26

G. Keterangan Empiris………... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 28

B. Metode Penelitian……….. 28

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……… 29

1. Variabel Utama ………. 29

2. Variabel Pengacau Terkendali………... 29

3. Variabel Pengacau Tak Terkendali………... 30

4. Definisi Operasional……….. 30

D. Bahan yang Digunakan……….. 31

1. Bahan Tumbuhan………... 31

2. Subyek Uji... 31

3. Bahan – Bahan Kimia... 31

E. Alat yang Digunakan……….. 32

F. Tata Cara Penelitian……… 33

1. Identifikasi Tanaman………. 33

2. Pengumpulan Bahan……….. 33

3. Pembuatan Ekstrak Etanol... 33

4. Penyiapan Hewan Uji... 35

5. Pembuatan... 35

a. Larutan Pentotal... 35

b. Larutan Diazepam... 35

c. CMC-Na 1%... 36

d. Suspensi Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 36

(15)

6. Penetapan Dosis... 36

a. Pentotal... 36

b. Diazepam... 37

c. Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 38

7. Orientasi Waktu... 40

a. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Diazepam ... 40 b. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 40 8. Perlakuan Hewan Uji... 41

9. Penentuan Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 42

10. Tata Cara Analisis Data... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN……….. 44

A. Determinasi Tanaman……… 44

B. Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 45

C. Uji Pendahuluan………. 46

1. Penentuan Kriteria Lama Tidur (durasi) mencit……… 46

2. Penentuan Dosis Pentotal………... 46

3. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Diazepam... 48

4. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda( EEBBP)... 52

5. Penentuan Dosis Diazepam... 56

6. Penentuan Kontrol Negatif... 60

D. Pengujian Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda... 61

BAB V PENUTUP……… 68

A. Kesimpulan……… 68

B. Saran………... 68

DAFTAR PUSTAKA……… 69

LAMPIRAN………... 72

Biografi Penulis……….. 112

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Penentuan dosis pentotal... 47

Tabel II Hasil analisis variansi satu arah rata-rata durasi tidur pada

penentuan dosis pentotal... 48

Tabel III Rata-rata perpanjangan waktu tidur (PWT) mencit pada

penentuan selang waktu pemberian pentotal dengan dosis

45,5 mg/kgBB………. 49

Tabel IV Hasil analisis variansi satu arah rata-rata PWT mencit

pada penentuan selang waktu pemberian pentotal……….. 51

Tabel V Hasil uji Scheffe rata-rata PWT mencit pada penentuan

selang waktu pemberian pentotal……… 53

Tabel VI Rata-rata perpanjangan waktu tidur (PWT) mencit pada

penentuan selang waktu pemberian pentotal dengan dosis

45,5 mg/kgBB………. 53

Tabel VII Rata-rata perpanjangan waktu tidur (PWT) mencit pada

penentuan selang waktu pemberian pentotal……….. 55

Tabel VIII Hasil uji Mann-Whitney rata-rata PWT mencit pada

penentuan selang waktu pemberian pentotal... 55

Tabel IX Rata-rata jumlah kumulatif perpanjangan waktu tidur

(PWT) pada penentuan dosis diazepam... 57

Tabel X Hasil analisis variansi satu arah PWT pada penentuan

dosis diazepam... 58

Tabel XI Hasil uji Scheffe persen proteksi pada penentuan dosis

diazepam... 59

Tabel XII Rata-rata jumlah kumulatif durasi tidur mencit pada

penentuan kontrol negatif... 60

Tabel XIII Data rata-rata jumlah kumulatif PWT dan % PWT pada

(17)

pengujian seluruh kelompok………... 62

Tabel XIV Analisis variansi satu arah persen PWT pada pengujian

seluruh kelompok... 63

Tabel XV Hasil uji Mann-Whitney persen persen PWT pada

pengujian seluruh kelompok………... 64

Tabel XVI Data lama waktu tidur (detik) pada penentuan dosis

pentotal... 80

Tabel XVII Data lama waktu tidur mencit pada penentuan selang

waktu pemberian Pentotal dosis 45,5 mg/kgBB setelah

pemberian diazepam………... 82

Tabel XVIII Data lama waktu tidur mencit pada selang waktu

pemberian pentotal dosis 45,5 mg/kg BB setelah

pemberian ekstrak………... 85

Tabel XIX Data Jumlah PWT (detik) pada penentuan dosis

diazepam…….……… 90

Tabel XX Data jumlah PWT (detik) pada pengujian penentuan

kontrol negatif………... 93

Tabel XXI Data jumlah PWT mencit pada pengujian seluruh

kelompok………. 95

Tabel XXII

Tabel XXIII

Data rata-rata jumlah kumulatif PWT mencit pada

pengujian seluruh kelompok………...

Data persen PWT pada pengujian seluruh

kelompok……….

195

104

Tabel XXIV Data potensi relatif ekstrak etanol bunga bunga-pagoda… 111

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Beberapa tempat ikatan pada reseptor GABAA... 12

Gambar 2 Struktur kimia benzodiazepine……….………... 13

Gambar 3 Struktur kimia diazepam……….…………. 14

Gambar 4 Mekanisme kerja diazepam………... 15

Gambar 5 Skema biotransformasi dari diazepam……….……… 17

Gambar 6 Struktur kimia barbiturat... 19

Gambar 7 Struktur kimia Natrium Tiopental………..…….. 20

Gambar 8 Grafik rata-rata waktu tidur pada penentuan dosis pentotal... 47

Gambar 9 Grafik rata-rata PWT (detik) mencit pada penentuan selang waktu pemberian pentotal... 50

Gambar 10 Grafik rata-rata PWT (detik) mencit pada penentuan selang waktu pemberian pentotal... 54

Gambar 11 Grafik rata-rata jumlah kumulatif PWT pada penentuan dosis diazepam... 58

Gambar 12 Grafik rata-rata waktu tidur mencit pada penentuan kontrol negatif... 61

Gambar 13 (a) Grafik rata-rata jumlah kumulatif PWT pada pengujian pengaruh EEBBP terhadap waktu tidur... 63

(b) Grafik rata-rata persen PWT pada pengujian pengaruh EEBBP terhadap waktu tidur... 63

Gambar 14 Tanaman bunga pagoda……….. 73

Gambar 15 (a),(b) unga pagoda... 74

Gambar 16 Serbuk bunga pagoda... 75

Gambar 17 Ekstrak etanol kental bunga bunga-pagoda... 75

Gambar 18 Perkolator……… 76

Gambar 19 Mencit pada posisi tidur………. 77

Gambar 20 Bagan skema kerja perlakuan hewan uji... 78

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat pengesahan determinasi... 72

Lampiran 2 Foto tanaman bunga pagoda………..…... 73

Lampiran 3 Foto perkolator dan foto mencit pada posisi tidur... 76

Lampiran 4 Skema kerja perlakuan hewan uji... 78

Lampiran 5 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan dosis pentotal... 80

Lampiran 6 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan selang waktu pemberian pentotal dosis 45,5 mg/kgBB setelah pemberian diazepam………... 82

Lampiran 7 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan selang waktu pemberian pentotal dosis 45,5 mg/kgBB setelah pemberian ekstrak……….. 85 Lampiran 8 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan dosis diazepam sebagai kontrol positif…. 90 Lampiran 9 Data lama waktu tidur mencit dan hasil analisis statistik pada penentuan kontrol negatif………...……… 93

Lampiran 10 Data rata-rata jumlah kumulatif PWT mencit dan hasil analisis statistik pada seluruh kelompok………. 95

Lampiran 11 Data persen PWT mencit dan hasil analisis statistik pada seluruh kelompok... 104

Lampiran 12 Hasil perhitungan potensi relatif efek sedatif pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dalam empat peringkat dosis……….………... 111

(20)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kecemasan merupakan keadaan tidak menyenangkan yang penyebabnya

belum dapat diketahui secara pasti. Kecemasan merupakan gangguan yang sering

dijumpai dalam masyarakat. Gejala yang sering dijumpai disertai dengan gelisah,

berkeringat, gemetar, jantung berdebar, otot mengalami ketegangan, dan masih

banyak lagi gejala yang muncul (Mycek, Harvey dan Pamela, 1997).

Secara psikologis, wanita lebih banyak menderita kecemasan dibandingkan

pria dengan rasio 2:1 (Kaplan cit., Idrus, 2006). Pertolongan bagi penderita gangguan

ini yaitu pemberian obat penenang (hipnotik sedatif), pemberian obat penenang

bertujuan untuk menidurkan penderita gangguan kecemasan.

Berdasarkan gejala – gejala yang menyertai gangguan kecemasan, proses

tidur diperlukan untuk mengembalikan fungsi tubuh menjadi normal. Proses tidur

pada manusia dimulai dengan kehilangan kesadaran (kantuk), kemudian

memejamkan mata dalam jangka waktu tertentu (dalam keadaan tidak sadarkan diri).

Semakin meningkatnya penggunaan obat sedatif (senyawa kimia),

masyarakat perlu menyadari bahwa pengggunaan senyawa kimia secara terus

menerus mampu memberi dampak buruk bagi tubuh. Dewasa ini, pengobatan

(21)

alternatif sudah berkembang, sehingga memberikan alternatif pilihan pada

penanganan gangguan kecemasan.

Penggunaan tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)

didalam masyarakat secara empiris dipercaya mampu memberikan pengaruh hipnotik

sedatif sebagai anticemas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap penggunaan tanaman bunga pagoda sebagai anticemas. Secara

khusus penulis akan meneliti pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap

waktu tidur dengan menggunakan metode potensiasi narkose, sehingga diharapkan

mampu memberikan efek tidur secara optimal.

Pemilihan sediaan berupa ekstrak etanol diharapkan mampu memperoleh

semua kandungan kimia yang terdapat dalam bunga bunga-pagoda. Metode

potensiasi narkose dipilih, karena metode ini merupakan penelitian pendahuluan yang

dapat menginduksi tidur.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. apakah pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur

dengan menggunakan metode potensiasi narkose ?

b. berapakah besar pengaruh pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda

terhadap waktu tidur dengan menggunakan metode potensiasi narkose

(22)

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh penulis,

penelitian mengenai pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap

waktu tidur mencit jantan dengan menggunakan metode potensiasi narkose

belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya dalam pemanfaatan dan

pendayagunaan obat tradisional.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai kebenaran, pengobatan anticemas ekstrak etanol bunga

bunga-pagoda terhadap waktu tidur dengan menggunakan metode potensiasi

(23)

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran pengaruh

pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur dengan

menggunakan metode potensiasi narkose sebagai anticemas.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini dikerjakan untuk mendapatkan bukti bahwa pengaruh

pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur dengan

menggunakan metode potensiasi narkose dapat memberikan pengaruh

(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Bunga Pagoda

1. Sistematika Tanaman

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Solanales

Suku : Verbenaceae

Marga : Clerodendrum

Spesies : Clerodendrum paniculatum L.

(Backer, dan Bakhuizen van den Brink, 1965; Backer, dan Bakhuizen van den

Brink, 1968; Anonim, 1997)

2. Sinonim

C. kaempferi (Jacq.) Sleb. (Nagai, 1986)

3. Nama Daerah

Nama daerah Bali: senggugu, tumbak raja (Nagai, 1986)

(25)

4. Morfologi Tanaman

Umumnya, bunga pagoda ditanam di taman, pekarangan rumah, atau di

tepi jalan daerah luar kota sebagai tanaman hias. Perdu meranggas, tinggi 1-3

meter. Batangnya dipenuhi rambut halus. Daun tunggal, bertangkai, letak

berhadapan. Helaian daun berbentuk bulat telur melebar, pangkal daun

berbentuk jantung, daun tua bercangap menjari, panjangnya dapat mencapai 30

cm. Bunganya bunga majemuk berwarna merah, terdiri dari bunga kecil-kecil

yang berkumpul membentuk piramid, keluar dari ujung tangkai. Buahnya bulat.

Bunga pagoda dapat diperbanyak dengan biji (Anonim,2003).

5. Kandungan Kimia

Kandungan kimia daun, bunga, dan batang adalah saponin, polifenol,

alkaloida dan flavonoida (Anonim,2003).

6. Sifat dan Khasiat

Akar rasanya pahit, sifatnya dingin. Akar bunga pagoda berkhasiat

antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan bengkak, dan

menghancurkan darah beku. Daun rasanya manis, asam, agak kelat, sifatnya

netral. Daun berkhasiat sebagai antiradang dan mengeluarkan nanah. Bunga rasanya manis, sifatnya hangat, berkhasiat hipnotik sedatif, dan menghentikan

perdarahan (hemostatis). Bunga pagoda itu sendiri memiliki khasiat untuk

(26)

B. Ekstrak dan Perkolasi

1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Anonim, 1995).

Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung

etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet;

jika tidak dinyatakan lain, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g

simplisia (Anonim, 1995).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

terdiri atas tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak), terus-menerus

sampai diperoleh ekstrak atau perkolat (Anonim, 1986).

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam

suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari

(27)

melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak

ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya,

dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Anonim,1986).

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang

digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat

aktif yang keluar dari perkolator disebut perkolat atau sari, sedang sisa setelah

penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim,1986).

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler

dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara maserasi

karena:

1. aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

derajat perbedaan konsentrasi.

2. ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,1986).

Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang dan

kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya

baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang

(28)

C. Ansietas

Ansietas (cemas) merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak

menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan yang muncul dari

penyebab yang tidak diketahui. Gejala ansietas berat serupa dengan takut (seperti

takikardi, berkeringat, gemetar) dan aktivitas simpatik (seperti peningkatan denyut

jantung). Ansietas ringan merupakan pengalaman hidup yang biasa dan tidak

memerlukan pengobatan. Gejala ansietas yang cukup berat, kronis, mengganggu

aktivitas sehari-hari, perlu diobati dengan obat antiansietas (Mycek, dkk , 1997).

D. Tidur

Tidur merupakan keadaan bawah sadar dengan periode kelambanan dan rendahnya

respon, dimana orang tersebut dapat dibangunkan oleh pemberian rangsangan dari

luar secara terus menerus. (Guyton, 1994)

Seseorang akan mengalami dua tipe tidur yang berbeda dan saling bergantian satu

sama lain. Dua tipe tidur tersebut adalah :

1. tidur gelombang lambat, selanjutnya disebut NREM = Non Rapid Eye Movement. Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan tidur dengan

gelombang otak yang sangat lambat. Keadaan ini dapat diketahui dengan

menggunakan alat electroensefalograf (EEG). Tidur NREM terjadi oleh

perangsangan nuklei raphe yang terletak diseparuh bagian bawah pons dan

(29)

serotonin. Pembebasan serotonin mungkin akan menghambat sistem yang

aktifkan reptikular menaik (ARAS).

2. tidur dengan gerakan bola mata, selanjutnya disebut REM = Rapid Eye Movement. REM merupakan keadaan tidur dengan gerak bola mata yang cepat.

Pada saat terjadinya tidur REM terjadi pembebasan noradrenalin dengan cara

aktivasi neuron locus coeruleus, dan ini menyebabkan aktivitas yang berlebihan

pada daerah-daerah tertentu dari otak, salah satunya pengaktifan gerakan mata.

(Mutschler, 1986)

Kondisi normal pada orang dewasa akan mengalami tidur NREM sebesar 75%

sampai 80%, sedangkan tidur REM sebesar 20% sampai 25% dari waktu tidur

keseluruhan waktu tidur (Guyton, 1994)

E. Hipnotik Sedatif

Obat hipnotik sedatif merupakan depresan umum. Sedativa dapat

mengurangi rasa cemas dengan cara menenangkan tanpa atau sedikit efek terhadap

fungsi-fungsi mental dan motoris. Hipnotika harus dapat menyebabkan kantuk dan

mengarah pada mula tidur dan mempertahankan keadaan tidur. Efek hipnotik

meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi, dan ini dapat

dicapai dengan semua obat sedatif melalui cara yang sederhana yaitu meningkatkan

dosis (Katzung, 2002).

Menurut Neal (2006) Obat-obat hipnotik sedatif bekerja pada susunan saraf

(30)

terapeutik biasanya tidak diketahui. Pengetahuan tentang subsantasi transmitor sentral

penting, karena semua obat yang bekerja pada otak menghasilkan efeknya dengan

memodifikasi transmisi sinaps.

Asam γ-aminobutirat (GABA) merupakan neurotransmiter inhibitor utama

di sistem saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir 40 % saraf. Aktivitas reseptor

GABA menyebabkan depresi sistem saraf sehingga meniadakan potensi kerja. Asam

γ-aminobutirat bekerja pada reseptornya yaitu reseptor GABA (Ikawati, 2006).

Reseptor GABA terdapat dalam tiga tipe, yaitu reseptor GABAA, GABAB,

dan GABAC. Reseptor GABAA dan GABAC merupakan reseptor ionotropik

(reseptor kanal ion), sedangkan GABAB adalah reseptor metabotropik (terkait

dengan protein G). Reseptor GABAA dan GABAC masing-masing terkait dengan

kanal Cl, dan memperantarai penghambatan sinaptik yang cepat. Reseptor GABAA

dan GABAC berbeda secara biokimia, farmakologi dan fisioologi. Reseptor GABAA

secara selektif dapat diblok oleh alkaloid bikukulin dan dimodulasi oleh obat

golongan benzodiazepin (BDZ), barbiturat dan steroid. Reseptor GABAC tidak dapat

diblok oleh bikukulin, juga tidak dimodulasi oleh senyawa BDZ, barbiturat dan

steroid. Aktivitas reseptor GABAB menyebabkan penghambatan adenilat siklase dan

pembukaan kanal ion K+, yang selanjutnya menyebabkan penghambatan sistem saraf.

Reseptor GABAA merupakan kompleks protein heterooligomerik yang

terdiri yang terdiri dari sebuah tempat ikatan GABA (GABA binding site) yang

bergandeng dengan kanal ion Cl-. Reseptor GABAA juga memiliki tempat ikatan

(31)

barbiturat yang disebut barbiturat binding site, untuk obat-obat steroid yang disebut

steroid binding site (gambar 1.).

Asam γ-aminobutirat disintesis pada ujung saraf presinaptik, dan disimpan

di dalam vesikel sebelum dilepaskan, GABA berdifusi menyeberangi celah sinaptik

dan akan mengalami sedikitnya tiga peristiwa. Pertama, GABA dapat berinteraksi

dengan reseptornya menimbulkan aksi penghambatan fungsi sistem saraf pusat

Kedua, GABA akan mengalami degradasi oleh enzim GABA-transaminase. Ketiga,

GABA akan diambil kembali (re-uptake) ke dalam ujung presinaptik atau ke dalam

sel glial dalam bentuk GABA dengan bantuan transporte GABA (Ikawati, 2006).

(32)

1. Benzodiazepin

Benzodiazepin (BDZ) merupakan obat hipnotik-sedatif terpenting.

Rumus BDZ terdiri dari benzen (A) yang melekat pada cincin aromatik diazepin

(cincin B). Namun karena BDZ yang penting secara farmakologis selalu

mengandung gugus substitusi 5-aril (cincin C) dan cincin 1,4 benzodiazepin,

sehingga rumus bangun kimia golongan ini selalu diidentikkan dengan 5-aril-1,4,

benzodiazepin (Wiria dan Handoko, 1995).

Gambar 2. Struktur kimia benzodiazepin (Wiria dan Handoko, 1995)

Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas adalah sedatif, dan

obat-obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Dalam

(33)

Diazepam merupakan prototip derivat BDZ yang digunakan secara meluas

sebagai ansietas (Wiria dan Handoko, 1995).

a. Struktur Kimia Diazepam

Rumus molekul : C16H13ClN2O

Nama kimia : 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-

1,4-benzodiazepin-2-1

BM : 284,7

pKa : 3,7; 3,2

Kelarutan : dalam air sangat kecil

(Dollery, 1999a)

Gambar 3. Struktur kimia diazepam (Dollery, 1999a)

b. Mekanisme Kerja Diazepam

Asam γ-aminobutirat yang dilepaskan dari terminal saraf berikatan

dengan reseptor GABA pada membran sel dan akan membuka saluran

(34)

klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah, menurunkan potensi

postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial.

Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membran

sel. Reseptor BDZ terdapat hanya pada susunan saraf pusat (SSP) dan

lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Pengikatan BDZ memacu afinitas

reseptor GABA untuk neurotransmiter yang bersangkutan, sehingga saluran

klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu

hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Benzodiazepin dan GABA

secara bersama-sama akan meningkatkan afinitas terhadap sisi ikatannya

tanpa perubahan jumlah total sisi tersebut (gambar 4.). (Mycek, dkk, 1997)

(35)

Hampir semua benzodiazepin mengalami oksidasi mikrosomal

(reaksi fase I), termasuk dealkilasi-N dan hidroksilasi alifatik. Metabolit

selanjutnya dikonjugasi (reaksi fase II) oleh glucuronosyltransferase

membentuk glucuronide yang diekskresi di urin. Akan tetapi, banyak

metabolit benzodiazepine fase I adalah aktif dengan waktu-paruh yang lebih

panjang daripada obat induknya. (Katzung, 2002)

c. Biotransformasi Diazepam

Jalur utama biotransformasi diazepam terjadi di hati dan metabolit

dikeluarkan melalui ginjal. Diazepam mengalami biotransformasi terutama

menjadi N-desmethyldiazepam, juga diubah menjadi temazepam, kemudian

mengalami metabolisme sebagian menjadi oxazepam (gambar 5.) ( Katzung,

2002).

N-desmethyldiazepam memiliki profil farmakodinamik seperti

diazepam, tetapi waktu paruhnya lebih lama (30 – 200 jam).

N-desmethyldiazepam dihidroksilasi menjadi oxazepam, yang juga merupakan

metabolit aktif tetapi memiliki waktu paruh yang lebih pendek 9 jam (5-15

jam) karena dikonjugasi oleh asam glukoronik. Metabolit aktif yang ketiga

adalah temazepam yang memiliki waktu paruh 12 jam (10 - 20 jam),

merupakan hasil hidroksilasi dari diazepam. Temazepam dikonjugasi secara

langsung oleh asam glukuronik dan dieliminasi melalui urin atau

(36)

Gambat 5. Skema biotranformasi dari diazepam (Dollery, 1999a)

d. Indikasi

Indikasi dari obat diazepam adalah berikut ini :

i. Manajemen untuk ansietas. Diazepam mungkin berguna dalam simtomatik

pada agitasi akut, dan tremor.

ii. Penarikan kembali penggunaan alkohol akut. Diazepam mungkin berguna

dalam simtomatik pada agitasi akut, dan tremor.

iii. Untuk kejang otot skeletal. Diazepam dapat digunakan sebagai tambahan

bantuan untuk kejang otot skeletal karena reflek kejang patologi lokal

seperti inflamasi pada otot dan sendi atau trauma; spastisiti dikarenakan

(37)

iv. Basal sedasi. Diazepam diberikan secara parenteral ketika respon cepat

dan mungkin berguna dalam ansietas akut atau tekanan yang berhubungan

dengan kondisi stres dan kekacauan emosi non psikotik.

v. Penanganan untuk keadaan epilepsi dan keadaan kejang

(Dollery, 1999a)

e. Kontra Indikasi

Kontra indikasi dari obat diazepam adalah berikut ini :

i. Hipersensitivitas terhadap benzodiazepin

Sejarah tentang hipersensitivitas atau reaksi alergi untuk beberapa

benzodiazepin memberi petunjuk pada pasien yang juga alergi untuk

beberapa memberi petunjuk pada pasien yang juga alergi diazepam.

ii. Myasthenia gravis

Sebelum adanya kelemahan otot, diazepam seharusnya diberikan dengan

hati-hati pada pasien dengan myasthenia gravis.

iii. Bayi

Diazepam tidak boleh diberikan untuk anak-anak yang berumur dibawah

enam bulan, khususnya untuk bayi prematur.

(38)

2. Barbiturat

Gambar 6. Struktur kimia barbiturat (Wiria dan Handoko, 1995)

Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat

dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesi, koma, sampai

dengan kematian. Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai

hilangnya kesadaran. Pemberian dosis barbiturat yang hampir menyebabkan tidur

dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya tidak

dipengaruhi. (Wiria dan Handoko 1995)

a. Struktur Kimia Natrium Tiopental (selanjutnya disebut, pentotal)

Rumus molekul : C11H17SNaO2

Nama kimia : (R,S-etildihidro-5-)1-metilbutil)-2-tiokso-4,6(1H,5H)-garam

mono natrium pirimidinedion)

BM : 264,3

pKa : 7,6

(39)

Gambar 7. Struktur kimia Natrium Tiopental (Dollery, 1999b)

Pentotal berwarna kuning pucat dan bersifat higroskopis, rasanya pahit,

berasal dari substitusi asam malonat dan urea. (Dollery, 1999b)

b. Farmakologi

Pentotal merupakan golongan tiobarbiturat pertama sebagai anastesi.

Pentotal bersifat reversibel dalam menekan aktivitas semua otot gerak.

Susunan saraf pusat (SSP) sensitif terhadap aksi ini (Dollery, 1999b).

Pentotal memiliki onset aksi yang cepat dan akan menghilangkan

kesadaran dalam waktu yang singkat. Belum ada mekanisme yang pasti dari

barbiturat (pentotal) dalam memberikan efek pada SSP, akan tetapi obat ini

dipercaya memberikan efek yaitu kemampuannya dalam menurunkan

aktivitas dari GABA.

Tempat pengikatan spesifik untuk barbiturat telah ada di SSP,

kemampuan tempat pengikatan obat ini akan menurun karena GABA dan

klorida. Sisi aksi barbiturat dengan SSP muncul dengan melibatkan kompleks

(40)

saluran klorida. Interaksi alosterik reseptor barbiturat dengan reseptor GABAA

kemudian pembukaan saluran klorida membutuhkan efek dari obat, reseptor

barbiturat bertindak sebagai modulator pada kompleks. Barbiturat akan

menurunkan angka disosiasi GABA dari reseptor postsynaptic, menurunkan

waktu pembukaan saluran ion, dan meningkatkan transfer ion klorida,

sehingga dapat terjadi hiperpolarisasi pada sel saraf dan menginhibisi

transmisi impuls saraf (Anonim, 2005b).

c. Biotransformasi

Biotransformasi pentotal terjadi di hati. Biotransformasi berjalan

lambat tetapi hampir lengkap dengan oksidasi pada cincin samping

1-methyl-buthyl. (Dollery, 1999b)

d. Indikasi

Indikasi dari obat pentotal adalah sebagai berikut ini.

i. Sebagai antikonvulsan (antikejang)

ii. Sebagai anastesi umum

iii. Penggunaan lain sebagai pencegah dan terapi penyakit iskemik

(Dollery, 1999b)

e. Kontra Indikasi

Kontra indikasi dari obat adalah sebagai berikut ini.

(41)

ii. Menyebabkan nyeri lambung

iii. Kesulitan bernafas

iv. Menyebabkan hypovolemia termasuk kurang darah

v. Uremia

vi. Penderita asma

vii. Penderita sakit lambung

(Dollery, 1999b)

3. Interaksi Obat

Menurut Stockley (1994) interaksi obat adalah kejadian dimana efek

yang dihasilkan oleh suatu obat berubah karena adanya obat lain, makanan,

minuman, atau bahan kimia lain. Hasilnya akan merugikan jika interaksi

meningkatkan efikasi atau menyebabkan keracunan obat. Penurunan efikasi obat

juga dapat menimbulkan efek yang merugikan.

Macam-macam tipe interaksi obat antara lain:

a. interaksi farmasetis

Interaksi farmasetis adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada

saat obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat di gunakan oleh

penderita. Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV (intra venous)

yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi

(42)

dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa atau

terjadi pengkristalan salah satu senyawa.

(Muhlis, 2006)

b. interaksi farmakokinetika

Interaksi farmakokinetik dapat mempengaruhi obat pada waktu

proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi karena adanya obat

atau senyawa lain. Interaksi ini sering disebut interaksi ADME. Interaksi ini

umumnya diukur dari perubahan pada satu atau lebih parameter

farmakokinetika, seperti konsentrasi serum maksimum, luas area dibawah

kurva, waktu, waktu paruh, jumlah total obat yang diekskresi melalui urine.

(Stockley, 1994)

c. interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik menyebabkan perubahan respon suatu

objek obat dikarenakan adanya obat lain yang bekerja pada sisi ikatan objek

obat tersebut. Penempatan sisi ikatan tersebut dapat terjadi baik secara

langsung maupun tidak langsung. Interaksi farmakodinamika secara

langsung terjadi jika dua obat yang memiliki aksi ditempat yg sama

(antagonis atau sinergis) atau memiliki aksi pada dua tempat yang berbeda

yang hasil akhirnya sama. Contohnya adalah obat yang memiliki efek

(43)

ketergantungan. Interaksi farmakodinamika secara tak langsung terjadi pada

obat yang memiliki aktivitas saling berlawanan. (Stockley, 1994)

Diazepam dan pentotal merupakan depresant SSP dan bekerja

dengan sinergis. Mekanisme aksi diazepam dan Pentotal berikatan pada

tempat yang sama yaitu reseptor GABAA. Penggunaan diazepam dengan

Pentotal memerlukan perhatian karena Pentotal dapat mempotensiasi aksi

dari diazepam yaitu dapat menyebabkan tidur. Perlu dilakukan pengawasan

pada pasien yang menggunakan obat ini, terutama yang memiliki kelainan

ginjal dan hepar. (Anonim, 2003)

F. Uji Efek Hipnotik Sedatif

Macam-macam uji untuk mengetahui adanya efek sedatif menurut Turner

(1965), antara lain di bawah ini.

1. Rotarod Test

Uji ini dilakukan dengan menggunakan rotarod atau batang berputar.

Mencit diletakkan pada rotarod yang diameternya 32 mm dan kecepatan

berputar 10 kali tiap menit. Mencit yang tidak mendapat perlakuan akan

bertahan lebih dari 300 detik (5 menit) dan mencit yang mendapat perlakuan

akan bertahan kurang dari 5 menit. Uji ini dinyatakan positif bila mencit jatuh

(44)

2. Chimney Test

Uji ini dilakukan dengan menggunakan cerobong (tabung Pyrex 30

cm). Mencit diletakkan pada dasar cerobong secara horizontal yang diberi tanda

(28 cm dari dasar), kemudian dengan cepat dibalik atau arah vertikal. Mencit

akan berusaha naik ke atas cerobong. Uji ini dinyatakan positif apabila mencit

dapat melewati atau naik cerobong dalam waktu tidak lebih dari 30 detik.

3. Traction Test

Uji ini dilakukan dengan cara : kaki depan mencit diikat pada kawat

yang menggantung. Mencit akan berusaha naik pada kawat (tidak

menggantung) dimana kedua kaki belakang mencit akan berusaha naik. Uji ini

dinyatakan positif apabila tidak kurang dari 5 detik setelah mencapai kawat.

4. Jingle Test

Metode ini dilakukan dengan cara tikus diinjeksi menggunakan larutan

uji. Pergerakan akan terlihat dengan adanya tanda dari “Jingle cage” setelah

satu menit dan 30 menit, dengan periode waktu 10 menit. Jingle cage adalah

kurungan yang memiliki tempat lari yang licin yang dapat bergerak dan

memiliki alat penghitung sirkuit elektrik. Pergerakan hewan uji dicatat selama

(45)

5. Evasion

Peralatan yang digunakan adalah tabung pyrex 30 cm. tiap tabung

diberi tanda 20 cm dari dasar. Mencit diletakkan didasar tabung. Uji ini

dikatakan positif apabila mencit tidak dapat melewati tanda untuk berusaha naik

tidak lebih dari 30 detik.

Macam-macam uji untuk mengetahui adanya efek hipnotik, antara lain di

bawah ini.

a. narkoscis potentiation ( reflek balik badan)

Menurut Vogel (2002) salah satu uji untuk mengetahui adanya efek

hipnotik sedatif dapat menggunakan uji potensiasi narkose. Menurut

Anonim (1998), potensiasi narkose berasal dari kata potency (hubungan

antara efek terapeutik obat dan dosis yang dibutuhkan untuk mencapai efek

tersebut) dan narcosis ( penurunan fungsi susunan saraf pusat yang

ditimbulkan oleh obat dan ditandai oleh stupor atau insensibilitas). Jadi,

prinsip dari uji ini adalah menggunakan dosis hipnotik yang relatif kecil

yang dapat menginduksi tidur pada mencit. Obat depresan yang diberikan

sebelumnya dapat mempotensiasi kerja hipnotik yang dimanifestasikan

adalah perpanjangan waktu tidur mencit dibandingkan terhadap mencit

kontrol.

Waktu tidur dinyatakan sebagai periode waktu kehilangan reflek

(46)

permukaan diam dengan seluruh kakinya dan dapat diletakkan pada sisinya

atau punggungnya tanpa segera tegak kembali. Akhir periode tidur adalah

saat hewan uji itu tidak lagi rebah pada sisinya atau punggungnya tetapi

kembali dengan sendirinya ke posisi tegak yang normal.

b. palpeberal test (tes kelopak mata)

Tujuan dari tes ini untuk memeastikan kecendrungan hewan

berada pada tempat istirahat, saat mulai mengantuk.

Delapan pasang mencit dewasa, 1 kelompok disuntik obat secara

subcutan (s.c) dan kelompok satunya disuntikkan pelarut. Setelah satu jam,

hewan uji ditempatkan sendirian pada wadah. Mencit dipilih yang memiliki

kecendrungan besar untuk menutup mata.

c. motor deficit

Manifestasi pertama dari depresi SSP pada mencit adalah keletihan. Metode

ini digunakan untuk tes relaksasi otot. Tes dilakukan dengan memberikan

senyawa secara oral. Kelelahan aktivitas dideteksi saat mencit gagal berada

pada sisi rotasi, wadah selinder.

(Turner, 1965)

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini bersifat eksploratif, keterangan empiris yang diharapkan

adalah adanya pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda terhadap waktu tidur

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, yaitu penelitian

yang observasinya dilakukan dengan perlakuan terhadap sejumlah subyek penelitian,

yang memungkinkan dilakukannya pengendalian terhadap hampir semua variabel

pengacaunya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

pola searah.

B. Metode Penelitian

Pada penelitian ini digunakan metode potensiasi narkose dengan

menggunakan hewan uji mencit jantan. Metode ini digunakan untuk menjelaskan

aktifitas susunan saraf pusat terhadap obat. Tidak hanya obat hipnotik, hipnotik

sedatif, dan tranquilizer, tetapi juga obat antidepresi dimana pada dosis yang

diberikan sebelumnya (diazepam) dapat mempotensiasi kerja hipnotik setelah

pemberian pentotal.

Prosedur penelitian dilakukan dengan cara memberikan CMC-Na, diazepam,

dan senyawa uji secara peroral pada masing-masing kelompok hewan uji. Empat

puluh lima menit kemudian diberikan pentotal sebagai penginduksi tidur. Waktu tidur

dicatat saat mencit mulai kehilangan reflek pemulihan tubuh hingga kembali ke posisi

normal (ke-empat kaki menyentuh styrofoam). Untuk mengetahui pengaruh senyawa

(48)

uji terhadap waktu tidur (memperpanjang atau memperpendek waktu tidur),

kemudian dibandingkan dengan kontrol negatif (CMC-Na) dan kontrol positif

(diazepam).

Persentase pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dapat dihitung dari

perpanjangan waktu tidur (PWT).

Rumus yang digunakan sebagai berikut :

% PWT = ⎢⎣⎡ − ⎥⎦

D D U

X 100%

keterangan :

U : Waktu tidur tiap kelompok hewan uji diazepam (kontrol positif) maupun ekstrak etanol bunga-bunga pagoda.

D : Waktu tidur rata-rata kontrol negatif CMC-Na 1%

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas : dosis ekstrak etanol bunga bunga-pagoda (mg/ kgBB)

b. Variabel tergantung : perpanjangan waktu tidur (detik)

Pengaruh ekstrak etanol bunga bunga-pagoda pada mencit dengan metode

potensiasi narkose ditandai dengan perpanjangan waktu tidur mencit (detik)

setelah pemberian pentotal sebagai agen penginduksi.

2. Variabel Pengacau Terkendali

(49)

b. Berat badan subyek uji 20-30 g.

c. Umur subyek uji 2-3 bulan.

d. Subyek uji berjenis kelamin jantan.

e. Asal simplisia serbuk bunga bunga-pagoda diperoleh dari lokasi yang sama yaitu dari Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta.

f. Cara penyarian simplisia dilakukan dengan metode perkolasi dan dilakukan hingga cairan penyari jernih.

3. Variabel Pengacau Tak Terkendali

Kondisi patologis hewan uji

4. Definisi Operasional

a. Bunga bunga-pagoda adalah bunga yang diambil dari tanaman bunga pagoda, merupakan bunga majemuk berwarna merah, terdiri dari bunga

kecil-kecil yang berkumpul membentuk piramid, keluar dari ujung

tangkai.

b. Ekstrak etanol bunga bunga-pagoda adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi 150 g serbuk kering bunga pagoda secara perkolasi

dengan menggunakan pelarut etanol 70% yang diperoleh hingga larutan

jernih.

(50)

memberikan zat kimia tertentu yang memiliki dosis hipnotik yang relatif

kecil dan dapat menginduksi tidur pada mencit. Obat depresan yang

diberikan sebelumnya dapat mempotensiasi kerja hipnotik sedatif yang

dimanifestasikan adalah perpanjangan waktu tidur mencit dibandingkan

terhadap mencit kontrol

d. Persentase pengaruh senyawa uji adalah kemampuan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dalam menimbulkan tidur setelah pemberian Pentotal.

Persentase dapat dihitung dari perpanjangan waktu tidur (PWT) ekstrak

dikurangi dengan rata waktu tidur kontrol negatif dibagi dengan

rata-rata waktu tidur kontrol negatif.

D. Bahan yang Digunakan

1. Bahan Tumbuhan

Bahan uji yang digunakan berupa ekstrak etanol bunga bunga-pagoda.

Bunga bunga-pagoda diperoleh dari Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta.

2. Subyek Uji

Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan galur

Swiss Webster dengan berat badan 20-30 g dan umur 2-3 bulan, diperoleh dari

Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,

(51)

3. Bahan-Bahan Kimia

a. Bahan untuk penyarian adalah etanol 96% produksi Brataco. Pelarut dalam

perkolasi, diperoleh di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

b. Diazepam ( Indofarma ) sebagai kontrol positif diperoleh dari RS. Panti Rapih

Yogyakarta.

c. Pentotal (Sodium Tiopentone) produksi Abbot diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi Universitas Sanata Dharma dan RS. Panti Rapih, Yogyakarta.

d. CMC-Na produksi Merck, Jerman sebagai pensuspensi ekstrak etanol yang

diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

e. Akuades sebagai pelarut pentotal, diazepam dan sebagai pengencer

konsentrasi etanol yang diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

E. Alat yang Digunakan

1. Neraca analitik merek Metler Toledo seri AE 200 dan seri PM 4600

2. Seperangkat alat untuk membuat ekstrakantara lain seperti di bawah ini.

a. perkolator

b. vacum rotary evaporator merek Janke & Kunkel Ika-Labortechnik

c. pemanas merek Ika-Labortechnik HB4 basic

(52)

e. kertas saring

3. Seperangkat alat gelas seperti: beaker glass, labu ukur, gelas ukur, pipet tetes,

pipet ukur, pengaduk, erlenmeyer, corong

4. Spuit injeksi peroral ukuran 1 ml (Slip TipTM)

5. Spuit injeksi intraperitoneal ukuran 1 ml (Slip TipTM) dan jarum injeksi

(Terumo)

6. Bejana/ wadah mencit yang terbuat dari kaca berukuran 28.5cm x 19cm x

19cm.

7. Styrofoam sebagai alas tidur mencit berukuran 18,5cm x 18,5cm dengan

ketebalan 1 cm.

8. Stopwath

9. Kamera digital ( Fuji Film seri A310 )

F. Tata Cara Penelitian

1. Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman bunga pagoda dilakukan dengan menggunakan

acuan identifikasi (Backer dan Bakhuizen van den Brink Jr., 1965).

2. Pengumpulan Bahan

Pengumpulan bahan dilakukan dengan mengambil simplisia bunga

(53)

3. Pembuatan Ekstrak Etanol

Pembuatan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dilakukan dengan pelarut

etanol 70% secara perkolasi. Cara pembuatan ekstrak etanol bunga bunga-pagoda

adalah bunga dikeringkan sebanyak 150 g, direndam dalam etanol 70%

sekurang-kurangnya selama 3 jam dan serbuk yang telah terbasahi kemudian dipindahkan

ke perkolator selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses

perkolasi, dengan dimana sel-sel bunga dapat terbasahi oleh cairan penyari

sehingga zat-zat aktif yang terkandung dalam bunga dapat terbasahi oleh cairan

penyari sehingga zat-zat aktif yang terkandung dalam bunga akan lebih mudah

tertarik dalam penyari pada ekstraksi secara perkolasi selanjutnya.

Pada perkolator disusun lapisan penyaring dengan urutan dari atas ke

bawah sebagai berikut: kertas saring, kapas, kawat penyaring halus dan kapas.

Serbuk yang telah terbasahi tersebut kemudian dipadatkan dengan hati-hati di

dalam perkolator dan dituangi dengan etanol 70% sampai terdapat selapis penyari

di atas serbuk. Selanjutnya perkolat dibiarkan menetes dengan kecepatan kurang

lebih 1 ml/ menit atau 25 tetes per menit sambil terus ditambah cairan penyari

sehingga selalu terdapat cairan penyari dengan tinggi 1-1,5 cm diatas serbuk.

Perkolat ditampung dalam erlenmeyer. Perkolasi dihentikan bila tetesan terakhir

pada perkolator tidak berwarna lagi. Hal ini menandakan bahwa

senyawa-senyawa yang terlarut dalam etanol sudah terekstraksi semua. Hasil penyarian

(54)

evaporator dan waterbath sampai didapatkan ekstrak yang pekat. Ekstrak pekat

kemudian disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas).

4. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan, galur

Swiss, usia 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 g. Hewan uji dibagi secara acak

menjadi 2 kelompok. Kelompok untuk orientasi sebanyak 33 ekor dan kelompok

perlakuan sebanyak 66 ekor. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan 18-24 jam

dan tetap diberi minum. Kelompok perlakuan terdiri dari 11 kelompok yaitu

kelompok pentotal sebagai agen penginduksi, kelompok kontrol negatif akuades

dan CMC-Na 1%, kelompok kontrol positif diazepam dalam 4 peringkat dosis

(0,26 mg/kgBB, 0,4446 mg/kgBB, 0,7605 mg/kgBB, dan 1,3 mg/kgBB) dan

kelompok perlakuan ekstrak bunga bunga-pagoda dalam 4 peringkat dosis (1375

mg/kgBB, 1980 mg/kgBB, 1980 mg/kgBB, 2857 mg/kgBB, dan 4123 mg/kgBB).

5. Pembuatan

a. Larutan Pentotal

Cara pembuatan larutan pentotal, yaitu melarutkan pentotal sebanyak

0,5 g dengan akuades secukupnya, kemudian ditambahkan lagi hingga

(55)

b. Larutan Diazepam

Cara pembuatan larutan diazepam, yaitu dengan mengencerkan

sediaan injeksi diazepam 5 mg/ml diambil sebanyak 0,5 ml, kemudian

dilarutkan dengan aquades pada labu takar 50 ml. Larutan diazepam diberikan

peroral.

c. CMC-Na 1%

Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang secara seksama

CMC-Na sebanyak 1 g kemudian dilarutkan ke dalam sejumlah akuades

sambil terus diaduk-aduk sampai semuanya terlarut dan menjadi jernih.

Larutan dituang ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan akuades sampai

diperoleh volume 100 ml.

d. Suspensi Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda

Timbang ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dan suspensikan ke

dalam larutan CMC-Na sampai diperoleh konsentrasi tertentu berdasarkan

orientasi.

6. Penetapan Dosis a. Pentotal

Dosis normal induksi pentotal 4 – 5 mg/kgBB (Dollery, 1999b).

Pentotal yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 36,4 mg/kgBB, 45,5

(56)

b. Diazepam

Dosis terapi ansietas diazepam peroral adalah 2-10 mg perhari

(Anonim, 2000). Dosis diazepam yang digunakan sebagai dosis orientasi

sebanyak 4 peringkat, diperoleh dengan menggunakan rumus:

increment = n−1

terendah Dosis

tertinggi Dosis

, dimana n adalah jumlah peringkat

dosis

Dari rumus tersebut diperoleh 4 peringkat dosis yaitu 2; 3.42; 5.85;

dan 10 mg.

Dari dosis tersebut kemudian dilakukan konversi dosis antara

manusia dengan berat badan 70 kg ke mencit 20 g adalah 0,0026 (Anonim,

(57)

Dosis III: untuk manusia 70 kgBB = 5,85 mg

konversi ke mencit 20 gBB = 5,85 mg x 0,0026

= 0,0152 mg/20 gBB

= 0,7605 mg/kgBB

Dosis IV: untuk manusia 70 kgBB = 10 mg

konversi ke mencit 20 gBB = 10 mg x 0,0026

= 0,026 mg/20 gBB

= 1,3 mg/kgBB

c. Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda

Kisaran dosis ekstrak yang digunakan untuk manusia Indonesia

(dengan berat badan 50 kg ) yaitu 30 – 90 g serbuk bunga bunga-pagoda

kering sekali minum. Berdasarkan kisaran tersebut dapat dibuat peringkat

dosis ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan increment :

increment = n−1

terendah Dosis

tertinggi Dosis

increment = 41

30 90

g g

= 1,442

Sediaan yang diuji berbentuk ekstrak kental, maka perlu dicari angka

(58)

pembuatan ekstrak sejumlah 150 g serbuk kering bunga bunga-pagoda

menghasilkan A g ekstrak kental.

Contoh perhitungan:

Berat ekstrak yang setara dengan 30 g serbuk bunga dapat dihitung

sebagai berikut :

Berat ekstrak = ⎟⎟

Dari perhitungan tersebut diperoleh dosis ekstrak untuk terapi umum

manusia Indonesia ( 50 kg ) sebesar B g 50kg BB. Dosis tersebut

dikonversikan untuk mencit, tetapi faktor konversi yang ada adalah untuk

manusia 70 kg, maka dosis untuk 70 kg sebagai berikut ini.

Dosis ekstrak untuk manusia 70 kg BB = ⎟⎟

Dosis tersebut dikonversikan ke mencit (20 g) dengan angka konversi

0.0026. Perhitungan konversi dosis ekstrak etanol bunga bunga-pagoda untuk

mencit (20 g) adalah sebagai berikut ini.

Dosis ekstrak untuk mencit 20 g = 0.0026 x C g

= D g 20 g BB

(59)

= F mg kg BB

Dosis terapi yang diperoleh adalah F mg kg BB. Dari perhitungan

diperoleh dosis 1375; 1980; 1980; 2857; dan 4123 mg/kgBB.

7. Orientasi Waktu

Pada pokok bahasan orientasi waktu dibagi menjadi dua hal pembahasan, yaitu :

a. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Diazepam

Hewan uji sebanyak 12 ekor dibagi dalam 4 kelompok, tiap

kelompok terdiri dari 3 ekor. Hewan uji diberikan diazepam dosis 1,3

mg/kgBB secara peroral. Kemudian tiap kelompok hewan uji diinjeksi i.p

pentotal dengan dosis sesuai hasil orientasi pada selang waktu tertentu yaitu :

15, 30, 45, dan 60 menit. Catat waktu (detik) ketika hewan uji mulai tidur

(onset), dan lama waktu tidur (detik).

b. Penentuan Selang Waktu Pemberian Pentotal Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda ( EEBBP)

Hewan uji sebanyak 12 ekor dibagi dalam 4 kelompok, tiap

kelompok terdiri dari 3 ekor. Hewan uji diberikan Ekstrak etanol bunga

bunga-pagoda dosis hasil orientasi secara peroral. Kemudian tiap kelompok

(60)

selang waktu tertentu yaitu : 15, 30, 45, dan 60 menit. Catat waktu (detik)

ketika hewan uji mulai tidur, dan lama waktu tidur (durasi).

8. Perlakuan Hewan Uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 54 ekor yang dibagi secara acak

menjadi 11 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari enam ekor dengan perlakuan

sebagai berikut ini.

Kelompok I : diberi CMC-Na 1% sebagai kontrol negatif

Kelompok II : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis

0,26 mg/kg BB mencit

Kelompok III : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis

0,4446 mg/kg BB mencit

Kelompok IV : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis

0,7605 mg/kg BB mencit

Kelompok V : diberi larutan diazepam sebagai kontrol positif dengan dosis

1,3 mg/kg BB mencit

Kelompok VI : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis

perlakuan 1375 mg/kg BB mencit secara oral

Kelompok VII : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis

perlakuan 1980 mg/kg BB mencit secara oral

Kelompok VIII : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis

(61)

Kelompok IX : diberi ekstrak etanol bunga bunga-pagoda dengan dosis

perlakuan 4123 mg/kg BB mencit secara oral

Semua hewan uji diinjeksi pentotal dosis 45,5 mg/kgBB (hasil orientasi)

secara i.p setelah selang waktu 45 menit (hasil orientasi). Kemudian catat waktu

(detik) ketika hewan uji mulai tidur (onset), dan lama waktu tidur. Posisi mulai

tidur adalah ketika mencit mulai kehilangan reflek pemulihan tubuh (posisi kaki

ke-empat kaki tidak menyentuh alas). Mencit dikatakan bangun ketika muncul

kembali reflek pemulihan posisi tubuh semula (ke-empat telapak kaki menyentuh

alas tidur).

9. Penentuan Pengaruh Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda

Data pengamatan lama waktu tidur (detik) pada hewan uji digunakan

untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol bunga bunga-pagoda.

Untuk mengetahui persentase pengaruh yang ditimbulkan dapat dihitung dari

perpanjangan waktu tidur (PWT) dengan rumus sebagai berikut ini.

% PWT =

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

⎡ −

D D U

X 100%

keterangan :

U : Waktu tidur tiap kelompok hewan uji diazepam (kontrol positif) maupun ekstrak etanol bunga-bunga pagoda.

(62)

10.Tata Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan Kolmogorov-Smirnov

untuk mengetahui pola distribusi data. Analisis dilanjutkan dengan analisis non

parametrik Kruskal Wallis. Untuk menguji perbedaan tersebut bermakna atau

tidak secara statistik, maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Perbedaan

antar dosis dinyatakan bermakna apabila harga signifikansi (probabilitas) < 0,05

(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Determinasi Tanaman

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga dari tanaman bunga

pagoda. Oleh karena itu, determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa

tanaman yang digunakan adalah benar-benar merupakan tanaman bunga pagoda

dengan nama ilmiah Clerodendrum paniculatum L. Bagian tanaman yang digunakan

dalam determinasi adalah bagian cabang, daun, dan bunga. Determinasi dilakukan dengan mengunakan acuan (Backer dan Bakhuizen van den Brink Jr., 1965). Hasil

determinasi tanaman bunga pagoda adalah sebagai berikut:

Famili.

1b-2b-3b-4b-12b-13b-14b-17b-18b-19b-20b-21b-22b-23b-24b-25b-26b-27a-28b-

29b-30a-31b-403a-414a-415b-451a-452b-453a-454b-460b-461b-462a-(189………..Verbenaceae)

Genera.

1b-3b-5b-6b-7b-8b-11b-15a-16b-17a-19a-(15...Clerodendrum)

Spesies.

1b-2b-7b-9b-10a- ( 11.a……….……. Clerodendrum paniculatum L.)

(64)

B. Pembuatan Ekstrak Etanol Bunga Bunga-Pagoda

Metode yang digunakan untuk memperoleh ekstrak bunga bunga-pagoda

adalah perkolasi. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Penggunaan etanol 70%

dipilih karena diharapkan dapat melarutkan senyawa-senyawa anti cemas yang

terkandung di dalam bunga bunga-pagoda, yaitu flavonoid, dan alkaloid.

Serbuk bunga bunga-pagoda sebanyak 150 g dibasahi dengan etanol 70% di

dalam erlenmeyer selama 24 jam dalam bejana tertutup. Selama serbuk dibasahi,

cairan penyari dapat masuk ke dalam sel dan melarutkan zat-zat aktif sel yang dilalui

sampai mencapai keadaan jenuh. Dengan adanya proses pembasahan, aliran cairan

penyari tidak akan mengalami hambatan dan dapat menembus serbuk dengan

sempurna.

Kemudian serbuk yang telah dibasahi dipindahkan ke dalam perkolator dan

dituangi etanol 70% secukupnya sampai menetes dan masih terdapat selapis cairan

etanol di atas simplisia. Kran perkolator dibuka dan kecepatan penetesan etanol

adalah 1-3 ml/menit, tidak terlalu cepat ataupun lambat, tujuannya agar proses

penyarian dapat berlangsung optimal. Pada proses perkolasi, cairan penyari yang

terus-menerus baru dapat menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi sehingga

zat aktif dapat tersari lebih sempurna. Selama proses perkolasi berlangsung, tinggi

etanol di atas permukaan serbuk ± 1-1,5 cm. Perkolasi dihentikan jika perkolat yang

diperoleh sudah tidak berwarna lagi. Perkolat yang didapat kemudian dipekatkan

(65)

dilanjutkan dengan menguapkan sisa etanol di atas waterbath sampai diperoleh

ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh berwarna coklat kehitaman dengan

bobot sebesar 37,75g (gambar 17.)).

C. Uji Pendahuluan

1. Penentuan Kriteria Lama Waktu Tidur Mencit

Kriteria lama waktu tidur (detik) dapat diamati ketika mencit mulai

kehilangan reflek balik badan (onset) setelah diinjeksi pentotal secara

intraperitoneal (i.p) hingga mencit bangun. Kehilangan reflek pemulihan tubuh

dapat mulai diamati ketika mencit dapat diterlentangkan (bagian perut menghadap

keatas, dan posisi ke-empat kaki tidak menyentuh styrofoam). Kemudian waktu

dihentikan ketika mencit bangun (kembali ke posisi semula, dan ke-empat kaki

mencit menapak pada styrofoam). Respon yang diberikan mencit tidak akan sama

karena setiap mencit memiliki metabolisme dan kondisi patologis yang berbeda.

2. Penentuan Dosis Pentotal

Penentuan dosis pentotal dilakukan untuk mencari dosis yang dapat

menimbulkan waktu tidur yang singkat. Dalam penelitian ini diberikan 3 variasi

dosis pentotal pada 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor mencit

putih jantan, yaitu dosis 36,4 mg/KgBB, 45,5 mg/KgBB, dan 54,5 mg/KgBB.

(66)

tidur (onset) dan lama waktu tidur. Rata-rata waktu tidur (detik) mencit pada

penentuan dosis pentotal dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Penentuan dosis pentotal

Keterangan :

X = Mean (Rata–rata) SE = standard error (SD/√n)

Rata-rata jumlah waktu tidur yang muncul pada penentuan dosis pentotal

dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar4.

Gambar

Gambar 1. Beberapa tempat ikatan pada reseptor GABAA (Nestler cit., Ikawati, 2006)
Gambar 2. Struktur kimia benzodiazepin (Wiria dan Handoko, 1995)
Gambar 3. Struktur kimia diazepam (Dollery, 1999a)
Gambar 4. Mekanisme kerja diazepam (Neal, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji kapulaga dosis (100, 200, dan 400) mg/kg BB memiliki pengaruh terhadap waktu renang mencit putih jantan galur

Efek potensiasi narkose ekstrak etanol daun teh dilihat dari durasi tidur mencit yang dibandingka n dengan kontrol negatif. Dari hasil yang diperoleh dapat diambil kesimpulan

Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis statistik pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak etanol daun kepel. Data jumlah geliat mencit

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun pepaya dengan dosis 0,6 g/kgBB, 1,2 g/kgBB dan 2,4 g/kgBB memiliki efek analgetik pada mencit putih terutama pada dosis

Data uji statistik purata perpanjangan waktu reaksi mencit pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan petidin dosis 9,1 mg/kg BB, kelompok perlakuan petidin dosis 9,1 mg/kg BB

Ekstrak etanol daun ubi jalar ( Ipomoea batatas L) dapat memberikan efek sedasi pada mencit pada dosis 382 mg/KgBB dan 573 mg/KgBB sama dengan kontrol positif

Jika nilai rerata AUC kalium diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB dengan selang waktu pemberian 15 menit dibandingkan dengan nilai rerata AUC pada semua kelompok menunjukkan

Daun juwet sendiri yang diekstraksi dengan etanol 96% telah diteliti dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit hiperurisemia pada dosis 37 mg/kgBB, 56 mg/kgBB dan 74 mg/kgBB