Laporan Praktikum KI2221 Pemisahan dan Elektrometri
Percobaan 07
ELEKTROGRAVIMETRI : PENENTUAN KADAR TEMBAGA
Disusun oleh:
Hasnatul Khaira
10513067
Kelompok 7Tanggal percobaan : Senin, 16 Februari 2015 Tanggal pengumpulan : Senin, 23 Februari 2015
Asisten :
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
I. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar tembaga setelah diendapkan secara elektrolisis pada elektroda dan membandingkannya dengan hasil titrasi
pengkompleksan. II. Prinsip Percobaan
Analisis gravimetri melibatkan proses pengendapan dan penimbangan teliti endapan yang terbentuk. Pada metoda elektrogravimetri analit diendapkan pada sebuah elektroda kerja menggunakan arus listrik. Seperti halnya pada analisis potensiometri proses elektrolisis
menggunakan dua buah elektroda (katoda dan anoda). Salah satu dari elektroda tersebut berfungsi sebagai elektroda yang bergantung pada reaksi pengendapan yang terjadi. Pada analisis tembaga, ion Cu2+
diendapkan pada elektroda menurut reaksi : Cu2+ + 2e Cu
Selama proses elektrolisis potensial elektroda harus dijaga pada nilai tertentu untuk mencegah senyawa-senyawa elektroaktif lain yang terdapat dalam larutan ikut mengendap pada elektroda kerja. Untuk menguji ketelitian hasil analisis secara elektrogravimetri pada percobaan ini, kadar tembaga dalam sampel juga ditentukan dengan titrasi
pengkompleksan menggunakan EDTA dan indikator murexid. III. Data Pengamatan
a. Elektrolisis
Massa Cu = 1,4662 g
Massa elektroda awal = 18,2214 g dan 18,2514 g Massa awal rata -rata yang diperoleh = 18,2364 g Massa elektroda akhir = 18.8812 g dan 18.8721 g
Massa rata rata elektroda setelah elektrolisis = 18,8767 g
Massa Cu dalam sampel = 18,8767 g - 18,2364 g = 0,64025 g b. Titrasi Kompleksimetri
Titrasi pembakuan EDTA
Volume kedua EDTA 25,2mL Volume rata-rata EDTA 25,1mL Massa MgSO4.7H2O 0,2435g
Volume MgSO4.7H2O 25mL
Mr MgSO4.7H2O 246g/mol
c. Titrasi penentuan kadar Cu dalam sampel
Volume awal EDTA 15mL Volume kedua EDTA 13,9mL Volume rata-rata EDTA 14,45mL Massa sampel tembaga 1,5 g
IV. Pengolahan data a. Elektrolisis
massa Cu=massa Cu dalam sampel
massa sampel Cu x100 massa Cu=0,64025 1,4662gx100 massa Cu=43,667 b. Titrasi Komplesiometri Pembakuan EDTA Mg2+ + Y4-MgY 2-2+¿
mol EDTA=mol Mg¿
MEDTA.VEDTA=massa MgS O4.7H2O
Mr MgS O4.7H2O
MEDTA=massa MgSO4.7H2O x faktor aliquot Mr MgSO4.7H2O x VEDTA MEDTA= 0,2435g x 25 100 246 g molx25x10 −3L MEDTA=9,89x10−3M
Penentuan kadar tembaga dalam sampel Cu2++ Y4- CuY
2-2+¿=mol EDTA mol Cu¿
massaCu
Mr Cu x faktor aliquot=MEDTA.VEDTA
massa Cu=MEDTA. VEDTA. Mr Cu
faktor aliquot massa Cu= 9,89x10−3M x14,45x10−3L x63,55 g mol 25 100 x 10 100 massa Cu=0,363g
massa Cu=massa Cu dalam sampel
massa sampel Cu x100 massa Cu= 0,363g
1,4662gx100
massa Cu=24,80 %
V. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan penentuan kadar tembaga (Cu) dengan menggunakan metoda elektrogravimetri. Metode
Elektrogravimetri adalah elektroanalisis berdasarkan reaksi redoks dimana elektrolisis analit dilakukan dalam periode tertentu untuk memastikan perubahan secara kuantittatif. Metoda ini menggunakan prinsip elektrolisis pada elektroda dan pengendapan sampel pada elektroda tersebut.
Proses elektrolisi dalam menentukan kadar tembaga menggunakan elektroda kasa Cu yang bertindak sebagai katoda dalam sistem sel elektrolisis dan elektroda Pt sebagai anoda tapi karena Pt merupakan reaksi inert sehingga yang bertindak melakukan oksidasi adalah air yang akan menghasilkan gas O2. Berikut reaksi yang berlangsung
dalam masing masing elektroda : Katoda (Reduksi) = Cu2+ + 2e- Cu
Anoda (Oksidasi) = 2H2O O2 + 4H+ + 4e
-Notasi sel untuk proses elektrolisis ini adalah Cu(s)lCu2+
(aq)llH2O(l)lPt(s).
Langkah awal dalam proses elektrolisis ini adalah penyiapan elektroda kerjanya dengan cara melakukan pencucian terhadap
elektroda kasa tembaga dengan asam nitrat 1:1 hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa endapan tembaga yang masih menempel pada elektroda, setelah itu bilas segera dengan air agar elektroda kasa tembaga tidak larut . Selanjutnya dilakukan pembilasan dengan alcohol beserta aseton, hal ini bertujuan agar lemak yang masih menempel pada elektrodanya dapat hilang. Perlakuan seperti itu dilakukan agar saat melakukan elektrolisis, yang mengalami reduksi murni Cu2+ serta yang mengalami oksidasi benar-benar H
2O. setelah
selesai pembilasan maka dimasukan ke dalam oven untuk melakukan pengeringan kemudian dikeluarkan setelah kira-kira 15 menit dan dimasukkan ke dalam desikator. Setelah itu dilakukan penimbangan, kemudian dilakukan lagi pengeringan ke dalam oven untuk
memastikan apakah massanya sudah konstan, jika masih belum kostan lakukan terus pengeringan didalam oven dan didinginkan dalam
karena massanya masih belum konstan. Hal ini disebabkan karena elektroda terkontaminasi dengan tangan praktikan.
Setelah elektroda kerja memperoleh massa yang sama maka praktikan dapat melakukan elektrolisis. Elektroda yang digunakan sebelumnya telah diketahui beratnya. Penentuan berat elektroda ditetapkan setelah berat elektroda benar-benar konstan dan diperoleh hasil yang konstan yaitu 18.2214 g. Endapan sampel akan menempel pada elektroda pada saat elektrolisis berlangsung. Setelah
pengendapan berlangsung sempurna lalu dilakukan pula penimbangan terhadap elektroda dan sampel setelah beratnya konstan dan
diperoleh hasil yang konstan yaitu 18,8812 g. Berat sampel dapat dihitung dari berat elektroda dan sampel setelah elektrolisis dikurangi berat elektroda sebelum elektrolisis. Dalam percobaan ini elektroda yang digunakan yaitu haruslah elektroda inert, umumnya adalah elektroda platina.
Penyiapan elektroda kerja yaitu dengan mencuci elektroda kasa tembaga dengan asam nitrat 1:1. Pencucian ini untuk membersihkan elektroda dari sisa-sisa logam pada percobaan sebelumnya. Selain itu dilakukan pula pembersihan dengan alkohol lalu aseton untuk
mengangkat kotoran-kotoran lain yang menempel pada elektroda. Sedangkan untuk proses elektrolisis, elektroda direndam dengan sampel tembaga yang telah disiapkan ditambahkan dengan asam sulfat pekat dan asam nitrat. Konsentrasi asam yang digunakan dalam percobaan tidak perlu terlalu tinggi, sebab jika terlalu tinggi, maka endapan Cu tersebut tidak akan melekat dengan baik pada katoda. Maka penggunaan HNO3 dan H2SO4 haruslah terkontrol dalam jumlah
kecil. Penggunaan asam tersebut adalah untuk membuat Cu tetap berada dalam kondisi terionisasi, sehingga proses pengendapan benar – benar hanya berlangsung saat elektrolisis. Selain itu penggunaan asam pun diperlukan untuk kondisi berlangsungnya reaksi pada anoda.
Penambahan asam sulfat pekat adalah sebagai oksidator. Potensial reduksi ion nitrat yang digunakan lebih rendah dibanding potensial Hidrogen, sehingga hidrogen tidak akan dihasilkan dalam keadaan bebas. Ion Nitrat yang digunakan harus bebas dari ion nitrit, karena adanya ion nitrit akan menghasilkan pengendapan yang tidak
sempurna. Ion nitrit dapat terbentuk dari asam nitrat, pada reaksi berikut :
2H+ + NO
3- + 2e → H2O + NO2
-Untuk menghilangkan asam nitrit (HNO2) yang mengganggu dapat
digunakan dua cara yaitu dengan memanaskan larutan atau dengan menambahkan urea kepada larutan, sehingga terjadi reaksi berikut : 2NO2- + 2H+ + (NH2)2CO →2N2 + CO2 +2H2O
Selain dengan elektrogravimetri, penentuan kadar Cu dapat juga dilakukan dengan titrasi pengkompleksan dengan menggunakan etilendiamin tetraasetat (EDTA). Larutan EDTA harus dibakukan terlebih dahulu karena EDTA merupakan larutan standar sekunder. Larutan standar sekunder adalah larutan yang dapat dengan mudah berubah konsentrasinya dikarenakan sifatnya yang mudah
terpengaruh lingkungan, hidroskopis misalnya. Titrasi pembakuan ini dilakuakn dengan magnesium sulfat heptahidrat menurut persamaan reaksi,
Mg2+ + Y4- MgY
2-Pada titrasi pembakuan EDTA dengan magnesium sulfat heptahidrat ditambahkan indikator EBT/NaCl dan buffer pH 10. Penambahan indikator ini dikarenakan Kf MgEBT lebih kecil dari Kf MgEDTA. Sehingga ketika Mg ditambahkan dengan EBT lalu dititrasi dengan EDTA, EBT akan pergi dan Mg akan bereaksi dengan EDTA karena nilai Kf MgEDTA yang lebih besar tersebut. Sedangkan penambahan buffer pH 10 adalah sebagai pembentuk suasana basa. Reaksi akan berjalan
optimal pada suasana basa. Selain itu buffer merupakan larutan
penyangga yang dapat menjaga pH agar tidak berubah secara drastis ketika titrasi berlangsung.
Pada penentuan kadar tembaga dalam larutan sampel, larutan sampel yang telah diencerkan kemudian ditambahkan dengan indikator Murexid dan basa amonia. Penambahan indikator murexid dikarenakan nilai Kf CuMurexid lebih kecil dari nilai Kf CuEDTA, sehingga ketika dititrasi dengan EDTA, murexid akan mudah hilang. Selain itu tidak dipilihkan indikator lain misalnya EBT karena Kf CuEBT lebih besar dari Kf CuEDTA. Sehingga ketika larutan dititrasi dengan EDTA, EBT tidak mau hilang dan EDTA tidak bisa bereaksi dengan Cu. Sedangkan penambahan basa amonia adalah sebagai pembentuk suasana basa. Titik akhir titrasi dicapai ketika larutan mulai
menunjukan warna biru keunguan.
Kadar Cu dalam sampel berdasarkan metoda elektrogravimetri adalah 43,66% sedangkan kadar Cu berdasarkan titrasi
pengompleksan adalah 24,80% Terdapat perbedaan kadar di antara kedua metoda tersebut. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Penentuan kadar Cu dalam sampel dengan metoda
elektrogravimetri merupakan metoda yang lebih akurat dibandingkan dengan titrasi pengompleksan. Meskipun metoda pengerjaan titrasi pengompleksan lebih sederhana dibandingkan elektrogravimetri, tetapi terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan yang lebih banyak.
Kesalahan tersebut dapat terjadi karena ketidaktelitian saat
mengencerkan sampel, ketidaktelitian saat melihat titik akhir titrasi, dan lain-lain. Di sisi lain, penentuan kadar Cu dengan elektrogravimetri memberikan hasil yang lebih akurat karena massa Cu dalam sampel dapat langsung diketahui hanya dalam satu tahap yaitu elektrolisis sehingga kesalahan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan metode titrasi pengompleksan. Namun, proses elektrogravimetri memerlukan waktu yang cukup lama. Pencucian, pengeringan, dan penimbangan
elektroda sebelum dan sesudah elektrolisis harus dilakukan berulang kali hingga massanya benar-benar konstan agar didapatkan hasil seakurat mungkin. Kekurangan metoda ini ada pada proses
pengeringan dalam oven dan desikator yang membutuhkan waktu lama.
VI. Kesimpulan
Kadar tembaga dalam sampel berdasarkan hasil elektolisis adalah 43,66% dan berdasarkan hasil titrasi kompleksiometri yaitu 24,80%
VII. Daftar pustaka
Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J.,‘Analytical Chemistry: An Introduction’, 6th ed., Saunders College Publishing, Philadelphia,
1994, p.328-356
Harvey, David. ‘Modern Analytical Chemistry’, 1st ed., McGraw-Hill,