• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL KOTA BUKITTINGGI - DOCRPIJM 1502707442BAB II PROFIL KOTA BUKIT TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PROFIL KOTA BUKITTINGGI - DOCRPIJM 1502707442BAB II PROFIL KOTA BUKIT TINGGI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-1

BAB II

PROFIL KOTA BUKITTINGGI

2.1 Wilayah Administrasi

Secara geografis Kota Bukittinggi terletak antara 100°20' - 100°25' Bujur Timur dan antara 00°16' - 00° 20' Lintang Selatan dengan batas-batas :

 Sebelah Utara dengan Nagari Gadut dan Kapau Kecamatan Tilatang Kamang

Kabupaten Agam;

 Sebelah Selatan dengan Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam;

 Sebelah Timur dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang Kecamatan IV

Angkat Kabupaten Agam;

 Sebelah Barat dengan Nagari Sianok, Guguk dan Koto Gadang Kecamatan IV Koto

Kabupaten Agam;

Letak geografis ini juga cukup strategis terhadap lintasan regional, seperti lintasan dari Padang (PKN Sumbar) ke Medan (PKN Sumut), dan lintasan dari Padang ke Pekanbaru (PKN Riau). Kota Bukittinggi telah menjadi kota titik perlintasan dari Jalur Lintas Tengah Sumatera serta jalur penghubung antara Jalur Lintas Tengah dengan Jalur Lintas Timur Sumatera. Kota Bukittinggi juga menjadi PKW dari beberapa PKL yang berada di Provinsi Sumatera Barat dan daerah Provinsi lainnya seperti Sumatera Utara dan Riau. Oleh karena itu dalam lingkup Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi menjadi orientasi pelayanan utama.

Luas Kota Bukittinggi adalah ± 25,239 Km2 (2.523,90 ha) atau sekitar 0,06 %

dari luas Propinsi Sumatera Barat. Wilayah administrasi Kota Bukittinggi terbagi menjadi 3

(tiga) kecamatan dan meliputi 24 kelurahan, yaitu:

1. Kecamatan Guguk Panjang dengan luas areal 6,831 km2 (683,10 ha) atau 27,06 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 7 kelurahan.

2. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan luas areal 12,156 km2 (1.215,60 ha) atau 48 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 9 kelurahan.

3. Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dengan luas areal 6,252 km2 (625,20 ha) atau 24,77% dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 8 kelurahan.

(2)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-2

Tabel 2.1

Jumlah Kelurahan , Luas dan Persentase Daerah Kota Bukittnggi tahun 2015

Kecamatan Kelurahan Luas Daerah (Km²)

(3)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-3

Peta 2.1

(4)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-4

2.2. Potensi Wilayah Kota Bukittinggi 2.2.1 Potensi Kawasan Kota Pusaka

Perkembangan penduduk Kota Bukittinggi tidak terlepas dari berubahnya

peran kota ini menjadi pusat perdagangan di dataran tinggi Minangkabau. Hal ini ditandai dengan dibangunnya pasar oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1890 dengan nama loods. Saat ini Bukittingi merupakan kota terpadat di Provinsi Sumatera Barat, dengan tingkat kepadatan mencapai 4.400 jiwa/ km². Jumlah angkatan kerja sebanyak 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang di antaranya merupakan pengangguran.

Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa, Tamil, dan Batak. Masyarakat Tionghoa datang bersamaan dengan munculnya pasar-pasar di Bukittinggi. Mereka diizinkan pemerintah Hindia-Belanda membangun toko/kios pada kaki bukit Benteng Fort de Kock, yang terletak di bagian barat kota, membujur dari selatan ke utara, dan saat ini dikenal dengan nama Kampung Cino. Sementara pedagang India ditempatkan di kaki bukit sebelah utara, melingkar dari arah timur ke barat dan sekarang disebut juga Kampung Keling.

Perkembangan Kota Bukittinggi ke dalam bentuk kota yang sekarang, tidak terlepas dari perkembangan latar belakang sejarah baik secara politik, ekonomi maupun sosial budaya. Beberapa hal yang bisa dicatat mengenai perkembangan kota Bukittinggi pada masa sebelum pemerintahan kolonial Belanda adalah peran kota Bukittinggi yang berada pada jalur

persimpangan perdagangan daerah pedalaman Minangkabau yang menghasilkan komoditi kopi, sehingga mengakibatkan Luhak Agam, terutama sekali Nagari Kurai (Bukittinggi)

menjadi ramai dikunjungi oleh para pedagang kopi. Perkembangan dari aktifitas perdagangan kopi di Luhak Agam telah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan fisik-spasial kota, seperti berkembangnya aktifitas perdagangan, sehingga terbentuknya wadah transaksi yang pada saat itu dikenal sebagai pakan yang sampai sekarang masih ada dan menunjukkan perkembangan yang pesat, baik dari segi intensitas kegiatan maupun perkembangan fisiknya.

(5)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-5

Balai Kota di Gulai Bancah. Perkembangan ini juga didukung oleh berbagai potensi yang

dimiliki seperti potensi alam dan objek wisata serta letak kota Bukittinggi yang secara geografis berada pada jalur perdagangan antar kota atau propinsi di Sumatera bagian tengah.

Terbentuknya pusat-pusat kegiatan yang ada di kawasan pusat kota saat ini merupakan suatu proses dari perjalanan sejarah kota Bukittinggi yang dapat ditelusuri melalui tahapan perkembangannya.

Salah satu potensi Kota Bukittinggi sebagai Kota Pusaka adalah terdapatnya beberapa peninggalan bersejarah dan masih di gunakan oleh masyarakat sampai sekarang ini seperti tempat ibadah, balai adat, jam gadang dan lain sebagainya.

Sebaran pemukiman penduduk dari koto jolong (Jorong Tigo Baleh) ke masing-masing jorong membentuk kelompok-kelompok pemukiman, seperti diantaranya Birugo, Tangah Sawah, Banto Laweh, Gurun Panjang dan Padang Gamuak. Perkembangan daerah pemukiman ini juga diikuti dengan mesjid jamik, yang jika dilihat dari letaknya, menjadikan mesjid ini sebagai pusat-pusat dari daerah permukiman penduduk yang tersebar pada jorong-jorong yang ada. Bentuk bangunan dari mesjid ini diperkirakan mirip dengan Mesjid Jamik Mandiangin, yang bentuk atapnya masih dipertahankan, walaupun telah mengalami pergantian material. Bentuk mesjid yang juga mirip dengan mesjid ini adalah mesjid yang ada di Sungai Lasi dan Muaralabuah. Bentuk atap mesjid ini yaitu dengan atap bersusun tiga (berlenggek tiga / bertingkat tiga). Tingkat atap yang pertama dimaksudkan

sebagai pucuk bulek yang berlima, tingkat atap yang kedua sebagai pucuk bulek yang sembilan dan tingkat atap yang ketiga sebagai pucuk bulek yang dua belas (Sati, 1990). Mesjid Jamik yang pertama sekali didirikan yaitu Mesjid Jamik Tigo Baleh yang berada di Kelurahan Pakan Labuah, Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh sekarang. Mesjid ini terletak di sebuah lurah (dataran rendah) dekat sebuah batang air (Batang Kurai). Mesjid ini dibangun sekitar abad ke-18 (Sati, 1990). Pembangunan mesjid ini dilaksanakan secara ‘gotong

royong’, yaitu dengan mengerahkan ninik mamak, alim ulama dan anak kemenakan dari

(6)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-6

Gambar 0.1 Sebaran Letak Mesjid Jamik di kota Bukittinggi

Sumber: Hasil Survey 1999-2000 dan Alvares, 1998.

(7)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-7

Dari segi pemerintahan nagari, ninik mamak yang tiga belas, berkembang

menjadi ninik mamak Penghulu Pucuk, Pangka Tuo Nagari dan ninik mamak nan Saratuih (100), sesuai dengan kebutuhan anak kemenakan yang telah berkembang ke jorong-jorong

yang ada. Struktur pemerintahan Nagari Kurai V Jorong, sebagaimana yang digambarkan pada gambar berikut. terlihat bahwa elemen ruang nagari (fungsi pemerintahan) yaitu balai adat terdiri dari balai adat untuk bermusyawarah di setiap jorong (sekarang Kerapatan Adat Nagari Jorong) dan balai adat nagari (sekarang Balai Adat Kurai atau Kerapatan Adat Kurai Bukittinggi).

Gambar 0.3 Struktur Pemerintahan Adat Nagari Kurai V Jorong

Sumber: Dirangkum dari (Hadjerat, 1947; Sati, 1990; Tunmuamad, 1991)

(8)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-8

Lapangan Kurai ini diadakan pemilihan Wali Nagari Kurai V Jorong dalam suatu rapat warga

nagari (Hadjerat, 1947). Lapangan Kurai ini merupakan salah satu unsur perangkat nagari yang digunakan sebagai gelanggang atau tempat bermain anak nagari seperti kegiatan olah

raga dan seni. Pada waktu balai adat yang dilengkapi dengan lapangan ini, berada di Pakan Kurai, telah menjadikan daerah ini sebagai pusat kegiatan tempat berkumpulnya penduduk nagari. Apalagi ini juga didukung oleh letak daerah Pakan Kurai yang berada di dekat jalur sirkulasi aktifitas perdagangan kopi yang ramai, yaitu di Gurun Panjang dan Padang Gamuak. Daerah ini sebagai daerah transit para kuli dan buruh angkat yang membawa komoditi kopi yang berkembang sekitar abad ke-18, secara tidak langsung telah membentuk suatu wadah transaksi dan aktifitas pasar antara penduduk setempat dengan pendatang.

Dilihat dari letak, lapangan ini berada di tengah-tengah dari Nagari Kurai V Jorong dan dari segi pencapaian akan memudahkan bagi warga nagari, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Dan karena alasan ini pulalah, mengapa para pedagang dan buruh angkat kopi memilih daerah ini sebagai tempat istirahat atau transit dari daerah produksi ke tempat tujuan sementara yaitu Pandai Sikek. Dari gambaran ini terlihat bahwa perkembangan dari pusat pemerintahan nagari yang berawal dari koto jolang kemudian dipindahkan ke Lapangan Pakan Kurai membentuk dua pola yang hirarkis, yaitu:

 pusat pemerintahan pada tingkatan jorong yang dibentuk oleh perwakilan dari

kelompok kekerabatan dengan tingkatan sosial yang ada dalam masyarakat

Minangkabau seperti se-paruik, se-kaum, se-suku dan tingkatan / tahapan pembentukan sebuah nagari, dari taratak, dusun, koto dan nagari.

 pusat pemerintahan pada tingkatan nagari yang dibentuk oleh federasi dari

(9)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-9

(10)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-10

2.2.2 Ruang Terbuka Hijau Kota Bukittinggi

Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut kondisi lapangan di Kota Bukittinggi hanyalah berupa taman kota termasuk tanaman yang berada dalam pot. Hal ini terkait dengan

teknik dan anggaran pemeliharaan taman. Dengan demikian dalam tabel ruang terbuka hijau Dinas Kebersihan dan Pertamanan lapangan olah raga, sempadan sungai, sempadan jaringan listrik (SUTET/SUTT) tidak terdata sebagai bagian dari jenis RTH. Berdasarkan data yang didapat dari Kantor KLH, RTH yang terdapat di Kota Bukittinggi adalah sebagai berikut :

1. Taman Panorama Baru, merupakan taman hutan di bagian paling utara dari Kota Bukittinggi yang sering digunakan untuk outbond, berkemah dan kegiatan bertualang lainnya.

2. Lapangan Bukit Ambacang, merupakan lapangan terbuka yang menjadi lapangan

(11)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-11

3. Jalur hijau pada bagian utara Jalan Veteran yang sekaligus menjadi ujung utara dari batas Kota Bukittinggi. Jalur hijau ini ditumbuhi tanaman kayu dan semak belukar yang secara topografis merupakan bagian bawah dari bukit (miring).

4. Taman Balaikota, kantor walikota Bukittinggi berada di puncak bukit yang dikelilingi

taman dan vegetasi yang tumbuh di sisi lereng bukit tersebut. Taman tertata rapi dans ebagian merupakan ruang terbuka non hijau berupa plaza dan lahan parkir.

5. Taman Makam Pahlawan, adalah pemakaman untuk para pejuang yang terletak di

(12)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-12

6. Taman Gerbang Balaikota, pada jalan masuk dan sekaligus menjadi median jalan terdapat taman yang juga dapat dikatakan sebagai pulau lalu lintas (traffic island) dengan posisi memanjang ke utara.

7. Taman Patung Diponegoro dan Taman Jalan, kedua taman ini juga berfungsi

sebagai traffic island dan terletak berdekatan. Kendati tidak terlalu luas namun memberi kerindangan di tengah-tengah lalu lintas kendaraan sekaligus menjadi pengatur perputaran kendaraan.

8. Taman DRPD Bukik Cangang, Tidak jauh berbeda dengan taman-taman di atas di

depan kantor DPRD lama (Bukik Cangang) terdapat traffic island yang memisahkan jalur jalan dan pembatas persimpangan kendaraan.

9. Taman Tugu Bung Hatta, merupakan bagian dari taman Istana Triarga yang

(13)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-13

10. Lapangan Inkorba, berupa lapangan terbuka seperti lapangan sepak bola yang terletak

ditengah-tengah permukiman. Kawasan Inkorba ini berada di bagian timur Kota Bukittinggi yang merupakan cluster perumahan yang tertata cukup baik.

11. Benteng Fort de Cock, adalah lokasi dimana terdapat bekas benteng yang didirikan oleh Belanda semasa penjajahan. Benteng ini berada di salah satu bukit di tengah-tengah kota dan dikelilingi taman yang tertata asri.

12. Taman Margasatwa, berada diseberang Benteng Fort de Cock dan terhubung dengan

(14)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-14

13. Bantola, merupakan stadion lapangan bola yang berada tidak jauh dari sisi Ngarai Sianok dan disebelahnya terdapat Kolam Renang. Fasilitas olah raga ini menjadi arena olah raga resmi bagi anak sekolah di Kota Bukittinggi.

14. Plaza Jam Gadang, kendati didominasi oleh ruang terbuka non hijau, namun

(15)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-15

15. Taman Lereng, taman ini berada di kemiringan 45 derajat yang yang menghubungkan

Pasar Lereng dengan Jalan Pemuda. Perlu diketahui bahwa pusat kota Bukittinggi berupa pasar, yang terdiri dari Pasar Bawah dan Pasar Atas. Kedua pasar ini berada

pada ketinggian yang berbeda, yaitu antara 15-20 meter.

16. Lapangan Kantin, adalah lapangan yang sangat popoluer karena berada pada akses yang sangat tinggi (Jl. Jendral Sudirman) dan merupakan lapangan yang dibangun sejak zaman Belanda. Lapangan ini menjadi tempat favorit untuk olah raga terutama lari pagi dan penyelenggaraan berbagai event outdoor.

17. Panorama, ini adalah taman yang paling banyak dikunjungi wisatawan, karena

(16)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-16

Lokasi-lokasi di atas merupakan RTH yang terdaftar pada Kantor Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi yang juga merupakan potensi Kota Bukittinggi sebagai Kota Pariwisata.

2.3 Demografi dan Urbanisasi

Setiap perencanaan pembangunan, penduduk merupakan faktor yang penting, karena tujuan utama pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk/masyarakat. Persebarannya, jumlah, kepadatan dan pola penduduk merupakan faktor pembentuk suatu kegiatan dan pembentuk karakteristik suatu wilayah. Pertumbuhan suatu wilayah banyak dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan kegiatan sosial ekonominya.

Keberadaan penduduk harus direncanakan, baik pola persebaran maupun jumlah

kepadatannya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung wilayah. Selain itu, hal yang lebih penting adalah masalah kualitas penduduk. Dengan kualitas penduduk yang rata-rata

baik akan berdampak pada tingkat kesejahteraan penduduk. Kualitas penduduk juga akan menentukan pertumbuhan wilayah terutama dalam pemanfaatan seluruh potensi daerah yang dimiliki untuk pembangunan daerah.

2.3.1 Potensi Kependudukan dan Sumber Daya Manusia 2.3.1.1 Jumlah dan perkembangan penduduk

(17)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-17

Tabel 2.2

Jumlah Dan Perkembangan Penduduk Kota Bukittinggi

No Kecamatan

III Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh 25253 25446 26342 26838 27307

1 Belakang Balok 2815 2837 2937 2992 3046

Jumlah 113569 114415 118260 120491 122621

Sumber: Bukittinggi Dalam Angka Tahun 2016

2.3.1.2 Kepadatan penduduk

(18)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-18

penduduknya, yaitu 6.596,545 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya mengenai kepadatan

penduduk Kota Bukittinggi dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini.

Tabel 2.3

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bukittinggi Tahun 2015

No Kecamatan Luas

1 Kecamatan Guguk Panjang 6,831 21865 23196 6596,545

Bukit Cangang Kayu Ramang 0,470 1154 1339 5304,255

Tarok Dipo 1,480 8776 9255 12183,108

Pakan Kurai 0,870 3174 3430 7590,805

Aur Tajungkang Tengah Sawah 0,690 3780 3975 11239,130

Benteng Pasar Atas 0,560 689 698 2476,786

Manggis Ganting 0,651 2539 2488 7721,966

Campago Ipuh 1,393 5007 5057 7224,695

Puhun Tembok 0,710 3274 3472 9501,408

Puhun Pintu Kabun 3,610 3240 3424 1845,983

Kubu Gulai Bancah 1,810 2623 3053 3315,912

Campago Guguk Bulek 1,720 3399 3517 4020,930

(19)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-19

2.3.1.3 Struktur penduduk

Jika dilihat berdasarkan kelompok umur jumlah penduduk umur 15-29 cukup banyak. Ini berarti Kota Bukittinggi memiliki potensi sumber daya manusia yang tinggi.

Banyaknya jumlah penduduk produktif di suatu wilayah dapat menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvesatasi. Hal ini dikarenakan dengan ketersediaan jumlah tenaga kerja produktif tidak akan menyulitkan investor ketika akan membuka lapangan usaha. Dengan mudah mereka akan mendapatkan tenaga kerja. Semakin banyak investasi yang masuk ke Kota Bukittinggi maka perekonomian akan semakin mengeliat dan terus berkembang. Secara tidak langsung perkembangan ekonomi suatu kota tentu sudah pasti akan terus mendorong kota tersebut menjadi kota yang semakin maju dan berkembang.

Oleh karena itu, jumlah penduduk produktif sangat mempengaruhi perkembangan suatu kota. Pada tahun 2015 jumlah penduduk produktif antara umur 15 – 54 di Kota Bukittinggi adalah 74.854 jiwa, dengan persentase jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kota Bukittinggi Tahun 2015

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa)

0 – 4 6391 6247 12638

Sumber: Bukittinggi Dalam Angka Tahun 2015

(20)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-20

penduduk terbanyak adalah tamatan SMA sederajat yakni 37,32% dari jumlah penduduk

seluruhnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.5

Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Bukittinggi Tahun 2015

No Tingkat Pendidikan Persentase (%)

1 Tidak punya ijazah 14,31

Dilihat dari pertumbuhan penduduk Kota Bukittinggi di ketahui bahwa tingkat pertumbuhan setiap tahunnya adalah 0,06 %, dengan arti kata pertumbuhan Penduduk untuk 5 tahun yang akan datan akan mengalami peningkatan yang lebih besar. Proyeksi jumlah penduduk untuk 5 tahun yang akan datang dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.6

(21)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-21

Sumber : Hasil Analisis Satgas Kota Bukittinggi, 2016

2.3.1.5Jumlah Penduduk Miskin

(22)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-22

Peta 2.2.

(23)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-23

2.4 Issu Strategis Sosial, Ekonomi dan Lingkungan 2.4.1 perkembangan PDRB dan potensi ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat melalui perkembangan nilai

nominal PDRB yang merupakan perkembangan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan perkembangan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terdiri dari dua kategori, yakni atas dasar harga berlaku (adhb) dan atas dasar harga konstan tahun 2010 (adhk). Nilai PDRB Kota Bukittinggi dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 2010. Pada tahun 2010 tercatat nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 3,60 triliun rupiah, kemudian 2011 naik menjadi 4,03 triliun rupiah dan 2015 juga mengalami kenaikan sebesar 8,69 persen, yaitu menjadi 6,12 triliun. Nilai PDRB 2015 atas dasar harga konstan tercatat sebesar 4,87 trilyun rupiah, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terdapat kenaikan yang cukup berarti. Pada 2014 nilai PDRB adhk adalah sebesar 4,59 trilyun rupiah. Ini berarti terdapat kenaikan sebesar 6,10 persen di bandingkan tahun 2014 tersebut.

Sektor yang paling tinggi memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kota Bukittinggi adalah Sektor Perdagangan besar dan eceran, reparasi Mobil dan seperda motor, yaitu sebesar 33,64 persen kemudian sektor transportasi dan pergudangan, yaitu sebesar 10,90

persen, serta sektor industri pengolahan sebesar 6,86 persen.. Sementara Sektor yang paling kecil kontribusinya adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,00 persen.

(24)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-24

Tabel 2.8

PDRB Kota Bukittinggi Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (juta Rupiah), 2012-2015

No. Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015

a. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 63085,4 62852,2 65029,8 66735,5 b. Pertambangan dan Penggalian 130,4 128,7 126,5 125,8 c. Industri Pengolahan 333237,4 345281,4 358082,8 369144,1 d. Pengadaan Listrik dan Gas 30068,7 31017,9 33471,3 34132,1

e. Pengadaan air, Pengelolaan sampah,

limbah dan daur ulang 7064,5 7291,2 7318,0 7656,8

f. Konstruksi 259393,8 282104,1 295207,1 312926,8

g. Perdagangan besar dan eceran;

reparasi mobil dan sepeda motor 1318472,0 1397993,1 1501989,4 1598470,2 h. Transportasi dan Pergudangan 445233,5 476307,2 507448,1 545167,3

i. Penyediaan akomodasi dan makan

minum 173152,4 188882,3 203479,6 220500,5

j. Informasi dan komunikasi 310289,3 326688,8 348117,7 376058,6 k. Jasa keuangan dan Asuransi 238504,8 260162,3 277515,6 288410,5

l. Real Estate 143173,2 150936,2 159133,6 167519,9

m.

n. Jasa perusahaan 29669,8 30836,4 32074,9 33461,3

o. Administrasi dan peetahanan dan

jaminan sosial wajib 259464,7 267142,7 270863,5 281454,2 p. Jasa Pendidikan 192306,6 209062,2 222940,3 239477,9 q. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 119994,6 129345,2 139852,9 151302,3 r. s.

t. u Jasa Lainnya 145776,7 158391,6 168813,7 179989,2

PDRB 4069017,5 4324423,6 4591464,7 4872533,2

2.4.2 Realisasi pendapatan Daerah Kota Bukittinggi

Realisasi Pendapatan asli Daerah tahun 2015 sebanyak Rp 61,60 Milyar dengan rincian : pajak daerha sebesar Rp 27,31 milyar, retribusi daerah sebesar Rp 18,03 milyar, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp 3,45 milyar dan lain-lain PAD yang sah sebesar 12,80 mulyar. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya PAD 2014 Kota Bukittinggi mengalami kenaikan.

Tahun 2014 PAD yang terkumpul sebesar 55,20 milyar sehingga terdapat kenaikan sebesar 6,40 milyar. Peningkatan PAD ini dikarenakan meningkatnya sumbangan semua sumber-sumber yang membentuk PAD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di

(25)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-25

A Pendapatan (a.1+a.2+a.3) 359.040.410.325 426.090.778.521 483.573.626.380 520.141.198.824 605.606.641.063 0,88 %

a.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 430.70661.3.25 49.187.681.453 55.346.850.312 57.854.355.950 62.661.939.729 0,69 %

a.1.1 Pajak Daerah 16.668.500.000 20.118.492.642 24.182.218.901 27.182.218.901 27.930.760.751 0,88 %

a.1.2 Retribusi Daerah 135.055.36375 17.729.641.811 19.721.184.411 19.344.590.049 20.308.528.431 0,91 %

a.1.3 Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan

2.115.000.000 3.234.547.000 3.234.547.000 3.234.547.000 3.733.946.797 0,88 %

a.1.4 Lain-lain pendapatan yang sah 10.787.573.950 8.105.000.000 8.208.900.000 8.093.000.000 10.688.703.750 1,02 %

a.2 Dana Perimbangan (Transfer) 311.513.800.000 365.068.872.499 416.392.551.499 450.094.976.874 460.215.636.334 0,91 %

a.2.1 Dana bagi hasil 15.150.000.000 18.267.296.499 18.267296.499 12.660.559.874 15.729.065.000 1,02 %

a.2.2 Dana alokasi umum 273.043.100.000 326.224.306.000 368.311.195.000 404.285.567.000 408.640.651.000 0,91 %

a.2.3 Dana alokasi khusus 23.320.700.000 20.557.270.000 29.814.060.000 33.148.850.000 35.845.680.000 0,91 %

a.3 Lain-lain pendapatan yang sah 4.450.000.000 11.834.224.569 11.834.224.569 12.191.866.000 82.729.065.000 0,62 %

a.3.1 Hibah 1.350.000.000 - - - -

a.3.2 Dana darurat - - - - -

a.3.3 Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kota

3.100.000.000 11.834.224.569 11.834.224.569 12.191.866.000 16.849.992.000 0,74 %

a.3.4 Dana penyesuaian dan dana

B Belanja (b1+b2) 431.251.410.325 485.374.045.521 514.495.796.380 576.032.792.258 658.706.641.063 0,90 %

(26)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-26

b.1.1 Belanja pegawai 209.763.720.226 254.235.232.857 261.767.753.910 279.752.563.454 359.512.622.742 0,88 %

b.1.2 Bunga 60.000.000 - - - - -

b.1.3 Subsidi - - - -

b.1.4 Hibah 5.021.088.000 - - 21.646.843.000 16.498.597.820 -

b.1.5 Bantuan social 14.183.264.940 2.323.918.702 5.051.640.000 4.224.036.000 1.323.811.430 2,74 %

b.1.6 Belanja bagi hasil - - - - -

b.1.7 Bantuan keuangan 900.000.000 501.521.298 501.521.298 501.521.298 617.818.668 1,15 %

b.1.8 Belanja tidak terduga 2.500.000.000 1.500.000.000 3.727.233.000 1.617.305.600 1.400.000.000 1,38 %

b.2 Belanja Langsung 198.823.337.159 210.758.689.664 238.299.348.172 268.290.522.906 279.353.790.403 0,92 %

b.2.1 Belanja pegawai 36.928.399.150 46.124.633.210 47.547.425.720 52.271.004.270 53.151.376.350 0,92 %

b.2.2 Belanja Barang dan Jasa 74.676.918.441 86.675.139.847 100.673024.802 117.671.549.586 132.388.842.179 0,87 %

b.2.3 Belanja Modal 87.218.019.568 77.958.916.607 90.078.897.650 98.347.969.050 93.813.571.874 0,99 %

C Pembiayaan 72.211.000.000 59.283.267.000 514.495.796.380 55.891.593.434 53.100.000.000 2,90 %

(27)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-27

2.4.3 Kondisi Lingkungan Strategis 2.4.3.1 Kondisi Topografi

Kota Bukittinggi terletak pada ketinggian antara 756 – 960 meter di atas

permukaan laut. Kemiringan lahan atau lereng wilayah Kota Bukittinggi sangat bervariasi, klasifikasi topografi dapat di bagi menjadi topografi yang relatif datar, berbukit-bukit, dan terjal. Wilayah yang terjal berada di Kawasan Ngarai Sianok (15,38%), sementara daerah perbukitan (9,64%) berada di sekitar ngarai, kawasan gulai Bancah, Campago Ipuh, Campago Guguk Bulek, Benteng Pasar Atas serta Kubu Tanjung. Lahan yang memiliki kemiringan relatif datar (74,98 %) Terdapat sebagian besar di Kecamatan Aur BirugoTigo Baleh bagian barat, Kecamatan

Kota Bukittinggi terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 800 – 1000 meter

dari permukaan laut. Perbukitan umumnya ke arah Barat Laut Tenggara. Pola perbukitan ini searah dengan arah umum aliran sungai utama di daerah ini yaitu Batang

Sianok. Perbukitan bisa dikelompokkan kedalam kelompok relief sedang sampai rendah. Pola perbukitan di daerah ini pembentukan dikendalikan oleh sesar Sumatera yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera dengan arah North-West-South-East

(28)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-28 b. Stratigrafi

Batuan yang menyusun daerah Kota Bukittinggi umumnya terdiri dari endapan vulkanik Kuarter. Namun di bagian Timur dan Barat dari daerah ini juga ditemukan yang berumur Tertier dan Pratertier yang terdiri dari batu pasir, batu bata, serpih granit, sekis, batu gamping. Pada batuan pratertier dan tertier ini sesar bisa dipetakan.Batuan vulkanik kuarter yang diketemukan di daerah Bukittinggi dikelompokkan dalam batuan tufa berbatu apung. Kelompok ini terdiri dari tufa yang mengandung batu apung, dan serabut geas, tidak ditemukan mineral mafik. Ditemukan juga di beberapa tempat lapisan pasir kwarsa, lapisan kerikil, kerikil yang banyak mengandung kwarsa. Batuan yang segar terlihat agak kompak dan keras. Batuan yang lapuk menjadi lunak dan

rapuh, lepas dan lolos air.

c. Struktur Geologi

Struktur geolgi yang berkembang adalah struktur kekar dan sesar. Struktur ini hanya ditemukan pada batuan tertier dan pratertier. Batuan vulkanik yang diendapkan pada dinding struktur sesar Sumatera yang membentuk dinding terjal pada Ngarai Sianok. Disamping sesar Sumatera yang mendasari batuan tertier masih terdapat sesar lain yang juga berpengaruh pada batuan vulkanik ini. Sesar ini hanya bisa diperkirakan yaitu dengan cara menarik pelurus dari sesar yang ada pada batuan tertier. Arah sesar pada batuan yan lebih tua adalah NW-SE, NE-SW, E-W dan N-S.

(29)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-29

Peta 2.4

(30)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-30

2.4.3.3 Hidrologi

Kota Bukittinggi dialiri sungai kecil, yaitu Batang Tambuo di sebelah timur dengan lebar 5 – 7 m, Batang Sianok di sebelah Barat dengan lebar 12 – 15 m dan Batang Agam di wilayah kota dengan lebar 5 - 7 m. Sepanjang perbatasan sebelah Barat Kota Bukittinggi dengan Kabupaten Agam membentang Ngarai yang disebut dengan Ngarai Sianok yang

dibawahnya mengalir Sungai Batang Sianok.

Kota Bukittinggi terletak di dalam dua Wilayah Aliran Sungai (WAS), yaitu WAS

Masanghulu yang berada di bagian Barat dan mengalir ke arah Samudera Indonesia, dan WAS Batang Agam yang mengalir ke arah bagian Timur.

a. Air Permukaan

Sungai-sungai yang relatif lebar di Kota Bukittinggi merupakan sungai-sungai dengan lebar 6 meter sampai 12 meter, serta terdapat juga sungai-sungai kecil (raven) yang merupakan tempat aliran air permukaan menuju ke pola aliran sungai. Sungai-sungai yang relatif besar di Kota Bukittinggi Batang Sianok dengan lebar 12 meter, Batang Tambuo dengan lebar 7 meter, Batang Agam dengan lebar 6 meter.

b. Air Tanah

(31)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-31

Peta 2.5

(32)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-32

2.4.3.4 Klimatologi

Kondisi iklim Kota Bukittinggi termasuk tropis basah dengan kelembaban minimum 82% dan maksimum 90%, suhu udara minimum 16,1ºC dan maksimum mencapai 24,9ºC dan tekanan udara berkisar antara 22º – 25º C. Data curah hujan di Kota Bukittinggi dari tahun 2010 s/d tahun 2015 menunjukkan bahwa kota ini mengalami musim penghujan pada akhir tahun. Selama 6 (enam) tahun terakhir 2010 s/d 2015 Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2014 di bulan Nopember sebesar 469 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada tahun 2012 di bulan Juni, yaitu sebesar 80 mm. Untuk lebih jelasnya mengenai

keadaan curah hujan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 2.11

Jumlah Curah Hujan Kota Bukittinggi Tahun 2010 s/d 2015

No. Bulan Jumlah Curah Hujan (mm)

Thn.2010 Thn.2011 Thn.2012 Thn.2013 Thn.2014 Thn.2015

(33)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-33

2.4.4 Isu Strategis terkait Pembangunan Infrastruktur bidang Cipta Karya

2.4.4.1Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Masih luasnya kawasan kurang tertata sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

2. mahalnya harga tanah di Kota Bukittinggi sehingga banyak permukiman yang hanya mengandalkan sewa tanah dan membuat rumah tanpa IMB.

3. Susahnya melakukan pembebasan lahan karena banyak tanah kaum.

Permasalahan pengembangan permukiman di Kota Bukittinggi diantaranya:

1. Mahalnya harga tanah untuk pengembangan permukiman dan perumahan di Kota bukittinggi.

2. Masih banyak masyarakat Kota bukittinggi yang tinggal di sepanjang sempadan sungai yang ada di Kota bukittinggi.

3. Banyaknya permukiman yang ada di Kota Bukittinggi belum memiliki IMB.

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum secara nasional. Namun sebagaimana isu strategis, di kota Bukittinggi terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.

2.4.4.2Isu Strategis Penataan Bangunan dan lingkungan

(34)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-34

mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kota Bukittinggi dan

tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di Kota Bukittinggi.

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai

akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini

memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga

mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat

pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di

(35)

Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-35 d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan

bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan

Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan

dan lingkungan.

2.4.4.3Isu Strategis Bidang Air Minum

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum 2. Pengembangan Pendanaan

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum

6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat

7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan

Penerapan Inovasi Teknologi

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 0.1 Sebaran Letak Mesjid Jamik di kota Bukittinggi
Gambar 0.3 Struktur Pemerintahan Adat Nagari Kurai V Jorong Sumber: Dirangkum dari (Hadjerat, 1947; Sati, 1990; Tunmuamad, 1991)
Gambar 0.4 Perkembangan Balai Adat Nagari Kurai V Jorong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sektor konstruksi yang masih memiliki kegiatan berada di daerah utara dan barat Kabupaten Sidoarjo seperti halnya pembangunan Bandara Juanda dan pusat-pusat

Sebagai pusat dari WP VII kota magelang memiliki peran besar sebagai daerah transit dalam perjalanan Jogja – Semarang, maupun pengembangan wisata dengan skala nasional dan bahkan

Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar, 2015. Sumber Data: Polewali Mandar dalam

Jika dilihat dari kelasnya tanah di daerah ini pada umumnya adalah tanah kelas I (satu) yang mengandung kesuburan yang tinggi, hal ini terbukti Daerah Kota

Satuan geomorfologi ini berada pada bagian timur dan barat, menunjukkan relief permukaan sedang dengan kemiringan 30%-45% atau lebih dan elevasi dari 100m s/d 150m di