BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Landasan teori diperlukan dalam penelitian karena merupakan alat untuk
menjelaskan dan memprediksi realita atau fenomena yang diteliti. Landasan teori
juga berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk
merumuskan hipotesi, dan sebagai referensi untuk menyusun instrument
penelitian (Sugiono,2008). Teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menjelaskan pengaruh penerapan balanced scorecard terhadap kinerja pegawai
pada sektor public yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan.
2.1.1. Pengertian dan Konsep Balanced Scorecard
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu balanced (berimbang)
dan kartu nilai (scorecard). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan
antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan
performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan
performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu
yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga
dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh
seseorang di masa depan (Mulyadi, 2001). Maksud dari kartu nilai untuk
mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan,
serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Maksud dari berimbang (balanced) adalah
kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan
kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan
di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara
pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan
jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal.
Definisi balanced scorecard menurut Kaplan dan Norton (1996) adalah
suatu kerangka kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang
diturunkan dari starategi perusahaan. Balanced scorecard tidak hanya
menggunakan ukuran kinerja keuangan masa lalu, tetapi juga memperkenalkan
pendorong kinerja masa depan. Pendorong kinerja yang dimaksud adalah
prespektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan
yang diturunkan dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang dilaksanakan
secara eksplisit dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang nyata.
Balanced scorecard memberi para eksekutif perusahaan suatu kerangka kerja yang
komprehensif untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam
seperangkat ukuran kinerja yang terpadu.
Balanced Scorecard, merupakan metode penilaian yang dianggap sangat
mutahir saat ini dan mampu diterapkan pada lembaga publik maupun lembaga
privat. Pengukuran kinerja perusahaan yang modern dengan mempertimbangan
empat perspektif (yang saling berhubungan) yang merupakan penerjemahan
strategi dan tujuan yang diingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka
panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan
(Mahsun,2006). Balanced Scorecard merupakan pendekatan baru terhadap
manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan
Pengakuan atas beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan
pengukuran kinerja keuangan sebelumnya. Balanced Scorecard menyajikan
sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah perusahaan harus mengukur
supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan. Balanced scorecard
menekankan bahwa semua ukuran financial dan nonfinansial harus menjadi
bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan.
Balanced Scorecard pada awalnya memang ditujukan untuk memperluas
area pengukuran kinerja organisasi swasta yang berorientasi pada profit.
Pendekatan ini mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non finansial
yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu :
1. Perspektif Keuangan
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian
target keuangan. Perspektif keuangan memberikan petunjuk apakah strategi
organisasi, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak
kepada peningkatan laba perusahaan. Tujuan financial menggambarkan tujuan
jangka panjang pada pengembalian investasi yang tinggi, dengan penerapan
balanced scorecard dapat membantu tercapainya tujuan yang penting
ini.Balanced scorecard dapat membuat tujuan financial menjadi eksplisit dan
dapat disesuaikan untuk setiap unit organisasi dalam berbagai tahap
pertumbuhan dan siklus hidup yang berbeda. Jadi perspektif financial lebih
berhubungan dengan peningkatan profitabilitas, pengembalian aktiva dan
pendapatan, ini membuktikan adanya hubungan yang kuat antara balanced
scorecard dengan tujuan unit organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
dimulai dengan tujuan finansial jangka panjang, keterkaitan antara tujuan
dengan urutan tindakan yang harus diambil di dalam proses finansial,
pelanggan, proses internal, pekerja, dan sistem dalam rangka mencapai kinerja
ekonomi jangka panjang yang diinginkan.
2. Perspektif Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction,
customer retention, customer profitability, dan market share . Perspektif
pelanggan balance scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke
dalam tujuan yang spesifik yang berkenaan dengan pelanggan dan segmen
untuk dikomunikasikan ke seluruh organisasi. Selain untuk memuaskan dan
menyenangkan pelanggan, para manajer unit organisasi harus menterjemahkan
pernyataan misi dan strategi ke dalam tujuan yang disesuaikan dengan pasar
dan pelanggan yang spesifik. Dalam balanced scorecard unit organisasi
melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki.
Mengidentifikasi berbagai segmen pasar, baik dalam populasi pelanggan yang
ada saat ini maupun pelanggan yang potensi dan kemudian memilih segmen
mana yang akan dimasuki. Mengidentifikasi nilai yang akan diberikan kepada
segmen sasaran menjadi kunci dalam pengembangan tujuan dan ukuran
perspektif pelanggan.
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif proses bisnis internal, para manajer mengidentifikasi berbagai
proses penting yang harus dikuasai organisasi dengan baik agar mampu
memenuhi tujuan para pemegang saham dan segmen pelanggan sasaran.
berdasarkan harapan pihak eksternal tertentu. Suatu organisasi biasanya
mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah
merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan.
Urutan ini memungkinkan organisasi memfokuskan pengukuran proses bisnis
internal kepada proses yang akan mendorong tercapainya tujuan yang
ditetapkan untuk pelanggan dan para pemegang saham.Tujuan dan ukuran
perspektif bisnis internal diturunkan dari strategi dan pelanggan sasaran. Proses
bertahap, dari atas ke bawah ini biasanya mengungkapkan segenap proses
bisnis baru yang harus dikuasai dengan baik oleh sebuah organisasi.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi,
pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu
diperbaharui. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan utama dalam tiga
perspektif lainnya dapat dicapai, tujuan perspektif ini merupakan faktor
pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif balanced
scorecard. Pada akhirnya, kemampuan untuk mencapai sasaran – sasaran pokok
tujuan financial, pelanggan dan proses bisnis tergantung kepada kapabilitas
organisasi dalam pembelajaran dan pertumbuhan. Sumber utama dalam
pembelajaran dan pertumbuhan berasal dari pekerja, sistem dan keselarasan
organisasi. Strategi untuk mencapai kinerja yang superior pada umumnya
membutuhkan investasi yang besar dalam sumber daya manusia, sistem dan
ukuran kinerja masa depan yang superior harus menjadi bagian integral dari
setiap balanced scorecard.
Dalam Balanced Scorecard, keempat persektif tersebut menjadi satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga
merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling
memiliki hubungan sebab akibat. Dalam aplikasinya, Balanced Scorecard sebagai
mekanisme dalam mewujudkan visi dan misi lembaga/organisasi untuk mencapai
tujuan masa depan yang tergambar dalam tindakan nyata setiap individu
organisasi. Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen, sebagai
perkembangan dari konsep pengukuran kinerja (performance measurement) yang
mengukur kinerja perusahaan. Keberhasilan ukuran-ukuran dengan menggunakan
Balanced Scorecard harus dikaitkan dengan strategi lembaga.
Menurut Kapalan dan Norton (1996) balanced scorecard memiliki
beberapa keunggulan yaitu :1) mampu menerjemahkan misi dan strategi
organsiasi ke dalam sejumlah pengukuran kinerja yang berimbang; 2) mampu
mengukur kinerja keuangan dan non keuangan, berwujud dan tidak berwujud; 3)
mampu mengkombinasikan dan menghubungkan antara kinerja pemicu dengan
kinerja hasil; 4) mampu menjelaskan kronologis pencapaian kinerja dan
keterkaitannya dengan misi dan tujuan organisasi;5) mampu memberikan
pandangan yang holistic tentang proses yang terjadi dalam organisasi; dan 6)
mampu menumbuhkan motivasi karyawan karena kinerja dihubungkan dengan
kompensasi . Mulyadi (2001) menyatakan bahwa keunggulan balanced scorecard
terdiri dari dua aspek sebagai berikut:
Balanced scorecard mampu meningkatkan kualitas perencanaan dengan menjadikan perencanaan strategi menjadi tiga tahap yang terpisah dan terpadu. Tiga tahapan tersebut:
a) sistem perumusan strategi b) sistem perencanaan strategi c) sistem penyusunan program.
2). Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja personel.
Tujuan pengelolaan kinerja personel adalah untuk meningkatkan akuntabilitas personil dalam memanfaatkan berbagai sumber daya dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan. Tahapan pengelolaan kinerja personil adalah sebagai berikut:
a). perencanaan kinerja yang akan dicapai oleh perusahaan. b). penerapan peran dan kompetensi inti personil
c). pendasainan system penghargaan berbasis kinerja d). penilaian dan penilaian kinerja personil
e). pendistribusian penghargaan berbasis hasil penilaian dan penilaian kinerja personil.
Selain itu balanced scorecard mempunyai keunggulan dibanding
manajemen tradisional. Keunggulan itu karena pendekatan yang digunakan dalam
balanced scorecard mampu menghasilkan rencana strategi dengan karakteristik
sebagai berikut ini.
a). komperehensif, balanced scorecard memberikan tambahan cakupan perspektif
yang digunakan dalam perencanaan strategi.
b). koheren, dalam menjalankan manajenen strategi, balanced scorecard
mengharuskan personil membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai
sasaran strategi yang dihasilkan dari perencanaan strategi. Dengan adanya
kekoherenan ini akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan dalam
jangka panjang.
c). berimbang , balanced scorecard mampu memberikan keseimbangan dalam
sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategi. Hal ini
d). terukur, perspektif nonkeuangan merupakan perspektif yang sulit diukur.
Namun dengan pendekatan balanced scorecard ketiga perspektif nonkeuangan
tersebut dapat ditentukan ukurannya sehingga memudahkan dalam
pengelolaannya.
Dalam konsepnya balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke
dalam berbagai tujuan dan ukuran.Berbagai tujuan dan ukuran tersebut tersusun
ke dalam empat presfektif. Kaplan dan Norton (1996) balanced scorecard
memberikan kerangka kerja, bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi.
Selain itu balanced scorecard juga menggunakan penilaian untuk memberi
informasi kepada para pekerja tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat
ini dan yang akan datang. Keempat perspektif ini memberi keseimbangan antara
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan
dengan faktor pendorongnya, dan antara ukuran objektif dan subjektif, dan
balanced scorecard tidak hanya penilaian taktis yang operasional tetapi juga
merupakan sebuah sistem manajemen strategis. Balanced scorecard dapat
digunakan untuk menghasilkan berbagai proses manajemen yang penting seperti
gambar berikut ini.
Gambar 2.1.
Empat Perspektif Dalam Analisis BalanceScorecard Sumber : Kaplan and Norton (1996)
VISI DAN STRATEGI PELANGGAN
Untuk mewujudkan vis apa yang harus diperlihatkan kepada pelanggan :Tujuan,
Ukuran, Sasaran dan Inisiatif
PROSES BISNIS INTERNAL Untuk menyenangkan pemegang saham dan pelanggan apa yang harus dikuasai dengan baik :Tujuan, Ukuran,
Sasaran dan Inisiatif
PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN Untuk mewujudkan visi bagaimana memelihara kemampuan untuk berubah dan
meningkat, Ukuran, Sasaran dan Inisiatif KEUANGAN
2.1.2. Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan
visi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan suatu organisasi. Istilah
kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan
individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu
atau kelompok individu mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.
Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target- target tertentu yang
hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi
tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya (Mahsun,2006).
Mangkunegara (2005) mengatakan kinerja merupakan hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan fungsinya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Mahmudi (2013)
mendefinisikan kinerja merupakan hasil kerja itu sendiri, karena hasil kerja
memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi,
kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi. Otlay ( 1999) menyatakan bahwa
kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan,
dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut. Menurut Prawirosentono
(2001) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau
sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan
etika. Sedarmayanti (2001) kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk
pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja
(apayang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang
mencapainya).
Mencermati berbagai uraian tentang kinerja pegawai di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya kinerja selalu mengarah pada potensi kerja
yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama
kurun waktu tertentu, hasil kerja yang dapat dicapai baik perserorangan maupun
kelompok dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggungjawabnya
masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan.Berdasarkan
pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat ditafsirkan
bahwa kinerja pegawai erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang dalam
suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas,
dan ketepatan waktu. Kinerja pegawai tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan
dan keahlian dalam bekerja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh semangat
kerjanya.Oleh sebab itu, kinerja merupakan suatu perilaku nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan
perannya dalam organisasi.Dengan memiliki sumber daya manusia yang handal
dan sumber daya non manusia yang mendukung maka suatu organisasi dapat
memberikan hasil kerja yang baik sehingga kualitas dan kuantitas kerja yang
dihasilkan juga ikut mendukung pencapaian tujuan organisasi.
2.1.3. Pengukuran Kinerja Pegawai
Pada dasarnya seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang
terbaik yang bisa ditunjukkan oleh pegawai tersebut, selain itu performance yang
ditunjukan oleh seorang pegawai tentu saja dipengaruhi oleh berbagai fakor yang
penting artinya bagi peningkatan hasil kerja yang menjadi tujuan dari organisasi
atau instansi dimana pegawai tersebut bekerja. Performance atau kinerja ini perlu
diukur oleh pimpinan agar dapat diketahui sampai sejauhmana perkembangan
kinerja dari seorang pegawai pada khususnya dan organisasi pada umumnya.
Kinerja organisasi dapat diketahui melalui pengukuran kinerja organisasi.
Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja
yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan.
Menurut Robertson (2002) pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian
kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan
jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan
terpuaskan), hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan
efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Bastian (2001) mendefinisikan pengukuran atau penilaian kinerja sebagai
proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalan arah
pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan
berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Menurut Mulyadi (2001) penilaian
kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi, dan personelnya berdasarkan sasaran strategik, standard dan
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi
sebuah organisasi. Pengukuran tersebut, dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan organisasi. Selama ini pengukuran kinerja secara tradisional hanya
menitik beratkan pada sisi keuangan. Manajer yang berhasil mencapai tingkat
keuntungan yang tinggi akan dinilai berhasil dan memperoleh imbalan yang baik
dari perusahaan.Penilaian kinerja perlu dilakukan untuk mengevaluasi tindakan
dari masing-masing personel berdasarkan tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.
Kinerja dapat diukur dengan melihat apakah tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
perusahaan telah tercapai.
Penilaian kinerja bertujuan untuk memotivasi karyawan, dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar membuahkan tindalan dan hasil yang diinginkan. Penilaian
kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk
merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan
balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik
atau ekstrinsik. Pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan
organisasi. Menurut Mahmudi (2013) pengukuran kinerja paling tidak harus
mencakup tiga variabel penting yang harus dipertimbangkan, yaitu: pegawai,
perilaku, dan hasil, merupakan variabel yang tidak dapat dipisahkan dan saling
tergantung satu dengan lainnya. Penilaian kinerja merupakan sarana untuk
pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak dan
memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, ketrampilan atau
pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik.
evaluasi kinerja saat ini, identifikasi solusi permasalahan kinerja saat ini dan
membuat keputusan untuk perbaikan kinerja yang akan datang. Tujuan utama dari
penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh
organisasi (Mulyadi, 2001).
Kinerja organisasi pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap individu
yang bekerja dalam organisasi tersebut. Apabila dalam organisasi setiap individu
bekerja dengan baik, berprestasi, bersemangat, dan memberikan kontribusi terbaik
mereka terhadap organisai, maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik.
Dengan demikian, kinerja organisasi merupkan cermin dari kinerja individu.
Ada beberapa indikator-indikator pengukuran kinerja pegawai menurut
Gomes (2003 ) sebagai berikut :
1. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.
2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
4. Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation : kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).
6. Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya.
7. Initiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.
Menurut Sedarmayanti (2001) pengukuran kinerja pegawai meliputi
beberapa aspek yaitu:
3. Initiative (Inisiatif) 4. Capability (Kemampuan) 5. Communication (Komunikasi
Wirawan (2009) menyebutkan terdapat beberapa kriteria yang biasa
dipergunakan untuk mengukur kinerja pegawai. Kriteria tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kuantitas (seberapa banyak), merupakan ukuran yang paling mudah untuk disusun dan diukur, yaitu dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.
2. Kualitas (seberapa baik), yaitu seberapa baik atau seberapa lengkap hasil yang harus dicapai.
3. Ketepatan waktu pelaksanaan tugas, yaitu kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi sesuatu atau melayani sesuatu.
4. Efektifitas penggunaan sumber daya organisasi, yaitu berkaitan dengan sumber daya tertentu (misalnya uang atau peralatan) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
5. Cara melakukan pekerjaan, yaitu berkaitan dengan sikap personal atau perilaku pegawai dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
6. Efek atas suatu upaya, yaitu berkaitan dengan hasil akhir yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan.
7. Metode pelaksanaan tugas, yaitu standar yang digunakan jika ada undang-undang, kebijakan prosedur, standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan pekerjaan.
8. Standar sejarah, yaitu standar yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarang.
9. Standar nol atau absolut, yaitu standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu.
Mas’ud (2004) menyatakan kinerja pegawai memiliki beberapa indikator
sebagai berikut:
1. Kuantitas, yaitu jumlah keluaran hasil kerja; 2. Kualitas, yaitu mutu keluaran hasil kerja;
3. Efisiensi, diukur dari tingkat efisiensi penggunaan sumber daya oleh pegawai; 4. Usaha pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan;
5. Standar pegawai, diukur dari seberapa besar standar kualitas dan standar profesionalisme pegawai dalam bekerja;
6. Ketepatan waktu, diukur dari ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan;
Dari uraian tentang pengukuran indikator kinerja diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan
klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengelolahan
data/informasi untuk menentukan capaian tingkatan kinerja program organisasi.
Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dapat diketahui dengan
menggunakan evaluasi atau penilaian kegiatan organisasi tersebut berdasarkan
peraturan, norma, dan etika yang berlaku. Penilaian kinerja dalam kurun waktu
tertentu ini disebut dengan pengukuran kinerja organisasi, hasilnya dapat
dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan organisasi.
2.1.4. Balanced Scorecad Dalam Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Sektor publik seringkali dipahami sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada
publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan Negara lain yang diatur
dengan undang-undang. Sektor publik berhubungan langsung dengan penyediaan
barang dan jasa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal
ini masyarakat merupakan pelanggan yang harus dilayani dengan baik sehingga
dalam rangka memenuhi customer satisfaction, sangat perlu ditanamkan pola pikir
terhadap para pengelola organisasi layanan publik tentang bagaimana
meningkatkan kepuasan masyarakat. Peningkatan pendapatan tanpa diimbangi
dengan kepuasan masyarakat belum menunjukkan keberhasilan organisasi publik.
Keberadaan organisasi sektor publik adalah untuk memberikan pelayanan, bukan
mengejar laba semata sehingga pilihan alternatif tindakan dan pengukuran atas
sektor publik terbesar adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multikompleks.
Kesejahteraan masyarakat tidak hanya berupa kesejahteraan fisik yang bersifat
material saja, namun termasuk kesejahteraan non fisik yang bersifat immaterial .
Dalam suatu Negara yang berbentuk republik yang dimiliki Negara adalah rakyat
atau masyarakat. Oleh karena itu, rakyat yang harus dilayani oleh Negara.
Semakin kompleks pelayanan yang harus dilakukan organisasi sektor publik
menciptakan tekanan baru mengenai perlunya dibuat sistem pengukuran kinerja
yang lebih efektif.
Perhatian terhadap pengukuran kinerja organisasi sektor publik menjadi
sangat penting karena pengukuran kinerja memiliki kaitan yang erat dengan
akuntabilitas publik. Hasil kerja organisasi sektor publik harus dilaporkan dalam
bentuk pertanggungjawaban kinerja. Dalam konteks organisasi sektor publik,
kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan
dukungan publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik
melalui kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif
murah dan berkualitas. Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk
menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada
masyarakat pengguna jasa publik. Masyarakat tentu tidak mau terus-menerus
ditarik pungutan sementara pelayanan yang mereka terima tidak ada peningkatan
kualitas dan kuantitasnya.
Untuk mengukur kinerja organisasi, diperlukan suatu sistem berbasis
kinerja. Sistem pengukuran kinerja yang baik diperlukan sebagai instrumen dalam
menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja
harta-harta tidak berwujud (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya
manusia) perusahaan. Hal ini mendorong Kaplan dan Norton (2000) untuk
merancang suatu sistem pengukuran kinerja yang lebih komprehensif yang disebut
dengan Balanced Scorecard. Konsep Balanced Scorecard merupakan salah satu
metode pengukuran kinerja yang berusaha untuk menyeimbangkan pengukuran
aspek keuangan dengan aspek non keuangan dengan memasukkan empat
aspek/perspektif di dalamnya yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Menurut Kaplan dan Norton (2004), rancangan balanced scorecard yang
dilaksanakan pada organisasi publik adalah dalam rangka untuk mewujudkan misi
organisasi tersebut. Penerapan balanced scorecard yang didukung oleh sistem
pelaporan yang benar akan mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik
(good governance). Organisasi Publik merupakan organisasi yang didirikan
dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan mendapatkan
keuntungan (profit). Organisasi ini bisa berupa organisasi pemerintah dan
organisasi nonprofit lainnya. Meskipun organisasi publik bukan bertujuan mencari
profit, organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiensinya dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik dapat
menggunakan balanced scorecard dalam pengukuran kinerjanya.
Eagle (2004), menyampaikan salah satu alasan mengapa kerangka
balanced scorecard penting untuk diimplementasikan ke organisasi yang bersifat
publik yaitu untuk merespon tuntutan publik yang merupakan stakeholder akan
pengukuran kinerja telah dilakukan pada semua tingkatan organisasi
pemerintahan. Tantangan utamanya adalah bagaimana memiliki sebuah sistem
atau kerangka kinerja yang secara efektif mampu membagi dengan baik
alokasi-alokasi prioritas terhadap keterbatasan sumberdaya yang ada dalam pelaksanaan
prioritas tersebut dan mengukur hasilnya. Menurut Rohm (2005) untuk dapat
memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi bisnis,
maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep
balanced scorecard. Perubahan yang terjadi antara lain: 1) perubahan framework
dimana yang menjadi driver dalam balanced scorecard untuk organisasi publik
adalah misi untuk melayani masyarakat 2) perubahan posisi antara perspektif
finansial dan perspektif pelanggan 3) perspektif customers menjadi perspektif
customers & stakeholders 4) perubahan perspektif learning dan growth menjadi
perspektif employees and organization capacity.
Pada awal-awal diterapkannya penerapan Balanced Scorecard tidak
menjadi prioritas, alih-alih diperhatikan pun tidak. Barangkali sudah terlalu
banyak alat untuk mengukur kinerja pegawai sehingga kesan penggunaan
balanced scorecard seperti tidak berguna. Seorang pegawai negeri sipil di diukur
kinerjanya dengan tiga alat ukur yaitu Daftar Penilaian Penyelesaian Pekerjaan
(DP3), Formulir Penilaian Jabatan Pelaksana, dan Kontrak Kinerja berdasarkan
balanced scorecard. Untuk tingkat unit ditambah satu lagi yaitu laporan kinerja
instansi pemerintah (LAKIP) (Darwanto, 2008). Menurut Mardiasmo (2009),
diperlukan pengukuran kinerja sektor publik untuk memenuhi tiga maksud yaitu :
akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik.
2) ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3) ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung jawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Menurut Mahmudi (2013) tujuan dilakukan penilaian kinerja sektor publik
adalah:
1) mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2) menyediakan saran pembelajaran pegawai
3) memperbaiki kinerja periode berikutnya
4) memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment
5) memotivasi pegawai
6) menciptkan akuntanbilitas publik
Penilaian kinerja pegawai di lingkungan Pegawai Negeri Sipil sampai
dengan saat ini dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1979 melalui media Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan PNS yang dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan hukum dan diadakan penyempurnaan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011. Tujuannya untuk
meningkatkan prestasi dan kinerja PNS . Berdasarkan ketentuan tersebut, kinerja
pegawai dinilai atas unsur-unsur yang melekat pada personality pegawai yang
bersangkutan yaitu kesetiaan, kejujuran, dan prestasi kerja serta ketaatan.
Disamping itu juga dilakukan penilaian terhadap unsur kerjasama, prakarsa, dan
kedisiplinan serta kepemimpinan dalam melaksanakan tugasnya. Prestasi kerja
PNS akan dinilai berdasarkan 2 (dua) unsur penilaian, yaitu:
2. Perilaku kerja, yaitu: setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan
oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
https://jdih.kominfo.go.id/.../peraturan+pemerintah+re diunduh 12 April 2014
Kuspriyomurdono (2011) menyatakan bahwa proses penilaian pelaksanaan
pekerjaan melalui DP3 cenderung terjebak ke dalam proses formalitas,
sehingga kehilangan makna substantif dan tidak berkait langsung dengan sesuatu
yang telah dikerjakan oleh pegawai. Selain itu model penilaian dengan
pendekatan tersebut secara substantif tidak dapat digunakan sebagai penilaian dan
pengukuran seberapa besar produktivitas dan kontribusi pegawai terhadap
organisasi. Melalui model penilaian tersebut juga tidak dapat diketahui seberapa
besar keberhasilan dan atau kegagalan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
Penilaian selama ini juga lebih berorientasi pada penilaian kepribadian dan
perilaku serta terfokus pada pembentukan karakter individu dengan menggunakan
kriteria behavioral. Fokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas dan
pengembangan pemanfaatan potensi belum menjadi perhatian dalam model
penilaian DP3. Selanjutnya pengukuran dan penilaian prestasi kerja juga tidak
didasarkan pada target goal, sehingga proses penilaian cenderung terjadi bias dan
bersifat subyektif.
Untuk menyikapi berbagai kelemahan model penilaian kinerja DP3 di atas,
beberapa Kementerian dan Lembaga pemerintah mengembangkan model
penilaian kinerja pegawai yang dianggap lebih baik di masing-masing instansinya.
Beberapa Kementerian dan lembaga pemerintah diantaranya menggunakan model
instansi yang lain memadukan beberapa teori dikaitkan dengan job description
masing-masing pegawai. Upaya tersebut sudah selayaknya diberikan apresiasi
walaupun implementasinya belum berjalan secara efektif dan menyeluruh di
semua lapisan jabatan pegawai negeri sipil. Model penilaian kinerja yang berbasis
output nantinya diharapkan dapat secara obyektif mengukur dan menilai suatu
tugas yang dilaksanakan oleh masing-masing pegawai sesuai dengan jabatannya.
Penilaian kinerja tersebut menyangkut kinerja tugas sesuai dengan target
goal yang telah ditetapkan dan perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
Dengan demikian capaian kinerja individu diharapkan akan dapat
menggambarkan keterkaitannya dengan kinerja organisasi atau kinerja unit. Hal
ini berarti bahwa jika capaian kinerja masing-masing pegawai bernilai baik, maka
kinerja organisasi semestinya juga bernilai baik dan sebaliknya. Disamping itu
capaian kinerja masing-masing pegawai semestinya menyumbang kinerja
organisasi atau lebih jauh lagi mendukung capaian visi dan misi organisasi.
Namun demikian untuk memastikan berjalannya model penilaian kinerja aparatur
yang baru tersebut, masih banyak menghadapi hambatan dan tantangan
Secara umum, penerapan konsep balanced socrecard dalam organisasi
publik dapat dilakukan mulai dari proses pembelajaran dibidang keahlian,
pengetahuan, data, maupun masyarakat. Proses pembelajaran ini akan
mempengaruhi proses internal organisasi. Proses internal akan mewarnai mutu
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun para wakil rakyat,
mempengaruhi nilai dan manfaat, secara keseluruhan akan bermuara pada misi
Penerapan balanced scorecard dalam organisasi sektor public
membutuhkan modifikasi, namun modifikasi tersebut tidak berarti harus berbeda
dengan balanced scorecard untuk organisasi bisnis. Balanced Scorecard
merupakan salah satu model pengukuran kinerja sebuah organisasi, yang bukan
hanya menekankan pada seberapa jauh keberhasilan organisasi dilihat dari segi
finansial saja, akan tetapi lebih ditekankan pada keseimbangan (Balanced) antara
hasil (Result) yang dicapai dengan faktor pendorong (Enablers) untuk mencapai
hasil tersebut. Balanced Scorecard bukan hanya sebagai pengukuran kinerja
organisasi bisnis atau profit akan tetapi dalam jangka panjang penerapannya dapat
digunakan pada organisasi publik, baik kinerja dari sisi keuangan (finansial)
maupun kinerja non keuangan. Menurut Baharuddin ( 2006) ada empat aspek
organisasi publik yang sangat relevan apabila dihubungkan dengan Balanced
Scorecard dan memungkinkan untuk diadakan pengukuran yaitu :
1) Aspek Pelayanan, yaitu sejauhmana kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah. Kepuasan tersebut dapat diukur dengan
jumlah keluhan dan komplain masyarakat terhadap pelayanan publik yang
diberikan oleh pemerintah melalui aspirasi yang disampaikan masyarakat di
DPR/DPRD, di media massa, media elektronik . Keluhan tersebut dapat terjadi
karena pelayanan yang diberikan belum baik. Misalnya, keluhan karena
lamanya waktu pelayanan publik, keluhan karena kualitas hasil pelayanan
public belum baik dan keluhan yang terjadi karena sikap dan perilaku aparat
pelayanan public yang memang belum bagus.
2) Aspek Bisnis Internal dikaitkan dengan proses internal pada organisasi publik,
maksimalisasi produk kebijakan dalam pelayanan internal serta interaksi
masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan penilaian ini dikaitkan dengan
sikap dan perilaku orang atau aparat yang melayani.
3) Aspek Pembelajaran dan Pertumbuhan di dalam organisasi publik mencakup
tentang pemberdayaan sumber daya manusia sebagai perangkat dari organisasi
publik. Pendidikan dan pembelajaran perlu diberikan kepada karyawan agar
termotivasi memiliki keahliadan keterampilan kerja memperbaiki pola.
4) Aspek Keuangan/Finansial merupakan hasil dari suatu proses yang berlanjut
karena adanya peningkatan sumber daya yang dimiliki. Dengan adanya
pelaksanaan kegiatan atau produk layanan yang baik selanjutnya akan
memperoleh hasil respon positif dari masyarakat dalam bentuk pembayaran
pajak dan retribusi daerah atau sumber lainnya. Ini adalah hasil akhir sebagai
akibat dari tiga aspek berjalan dengan baik. Oleh karena itu keuangan
organisasi public yang baik berimplikasi pada kualitas pelayanan, seperti
penyerahan produk hasillayanan tepat waktu, kualitas produk/jasa layanan
publik menjadi lebih baik, kesejahteraan pegawai meningkat dan pegawai
termotivasi untuk bekerja lebih baik karena imbalan yang tersedia.
Menurut Robertson (2000) instansi pemerintah sebagai pure nonprofit
organization atau organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang
dan jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dimana tujuan paling utamanya peningkatan pelayanan publik
balanced scorecard dapat diterapkan dengan memodifikasi dimana perspektif
pelanggan ditempatkan dipuncak, diikuti perspektif keuangan, proses internal
perspektif pelanggan dipuncak hirarki mewujudkan bagaimana instansi
pemerintah mampu menghasilkan outcome sebagaimana keinginan dan
kebutuhan masyarakat seperti gambar berikut:
Gambar 2.2. Model Balanced Scorecard Untuk Instansi Pemerintah
Sumber : Robertson, Lokakarya Review Kinerja 2000
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tinjauan peneliti terdahulu menjabarkan daftar peneliti dengan topik yang
relevan dengan topik yang akan digunakan dalam penelitian (Lubis, 2012).
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah terlebih dahulu mempelajari
beberapa penelitian tentang pengukuran kinerja organisasi pemerintah yang
menggunakan metode balanced scorecard. Masing-masing penelitian tersebut
memiliki cara pembahasan dan penekanan analisis data yang berbeda-beda. Dari
penelitian-penelitian tersebut, ada berapa yang dijadikan rujukan bagi penulis
untuk meneliti kinerja pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera
Utara, dengan pertimbangan adanya kemiripan cakupan subjek/objek penelitian Perspektif Pelanggan
Perspektif Keuangan
Perspektif Proses Internal
dan adanya kesamaan literatur dalam menetapkan indikator pengukuran kinerja
balanced scorecard. Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengukuran kinerja
dengan balanced scorecard membuktikan bahwa balanced scorecard dapat
diterapkan pada organisasi sektor publik.
Dalam Penelitian Ching dan Chan (2004) dengan judul Preformance
measurement and adoption of balanced scorecard: A survey of municipal
government in the USA and Canada. Variabel indenpen yang digunakan dalam
penelitian ini keuangan, kepuasan pelanggan, efisiensi operasi, inovasi dan
perubahan sedangkan kinerja karyawan sebagai variabel dependen. Hasil
penelitian menunjukan bahwa keuangan, kepuasan pelanggan, efisiensi operasi,
inovasi dan perubahan mempunyai pengaruh dalam peningkatan kinerja
karyawan.
Dalam penelitian Rokhaniyah (2007) dengan judul Pengukuran kinerja
Menggunakan pendekatan balanced scorecard pada Direktorat Peraturan
Perundang-undang Departemen Hukum dan Ham RI.Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pelanggan dan
perspektif keuangan merupakan variabel independen sedangkan akuntanbilias
kinerja sebagai variabel dependen. Hasil penelitian Rokhaniyah penerapan
balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja adalah baik untuk digunaka pada
Departemen Hukum dan Ham RI.
Penelitian Purba (2008) yang berjudul Analisis Penerapan Konsep
Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Pengukuran Kinerja Sumber Daya
Manusia pada PT. Excelcomindo Pratama, TBK Regional Sumatera dengan
variabel independen dan variabel dependen kinerja sumber daya manusia. Fokus
penelitian ini pada konsep balanced scorecard pada perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan dalam bekerja ,
pelatihan , turnover dan produktivitas karyawan mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kinerja sumber daya manusia.
Penelitian Leen (2009) dengan judul The e-balanced scorecard (e-BSC) for
measuring academic staff performance excellence. Dengan variabel independen
perencanaan kinerja, penilaian kinerja dan pembinaan kinerja, sebagai variabel
dependen keunggulan kinerja staf akademik. Hasil penelitian menunjukkan
dengan mengadopsi balanced scorecard dapat terciptanya komunikasi yang baik
antara dosen dengan manajemen. Balanced scorecard efektif digunakan dalam
pengukuran kinerja seluruh staf akademik.
Dalam penelitian Azhar (2009) dengan judul Adaption of Performance
measurement among Publik Sector in Malaysia. Variabel independen yang digunakan balanced scorecard sedangkan variabel dependen pengukuran kinerja pegawai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep balanced scorecard cukup baik
dikembangkan untuk pengukuran kinerja sektor public.
Penelitian Wedhasmara (2010) dengan judul Pengaruh Penerapan
Balanced Scorecard Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank BNI Kantor
Cabang Sutomo dengan Iklim Kerja sebagai Variabel Intervening. Variabel
independn perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sedangkan variabel dependen
kinerja karyawan dalam adanyan penambahan variabel intervening dalam
balanced scorecard mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Dalam penelitian Helmi (2013) dengan judul Pengaruh Kompensasi dan
Penerapan Balanced Scorecard Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Kediri. Kompensasi dan
balanced scorecard sebagai variabel independen dan kinerja pegawai sebagai
variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balanced scorecard telah
mampu membentuk para pegawai untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya masing-masing menjadi lebih fokus, karena telah ditetapkan dengan
jelas tentang visi, misi, perspektif, sasaran strategis, indikator kinerja utama mau
pun target yang harus dicapainya, sehingga hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap peningkatan kinerja para pegawai walaupun pengaruh kompensasi yang
lebih dominan mempengaruhi kinerja pegawai.
Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel
Penelitian Hasil
Dari hasil penelitian bahwa
balanced scorecard dapat
diterapkan pada sektor pemerintah dari hasil survey yang dilakukan keuangan, kepuasan pelanggan, efiesensi operasi, inovasi dan perubahan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini karena pada umumnya responden secara umum memiliki keyakinan dan pengetahuan pada ukuran dan langkah-langkah dalam balanced scorecard.
Hasil penelitian bahwa hasil
kinerja direktorat jendral peraturan
perundang-undang dengan
RI
Fokus penelitian pada perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan
sebagai alat pengukuran kinerja ditambah dengan variabel kepuasan, pelatihan, turnover dan produktivitas karyawan. Dari koefisien determinasi
(Adjusted R Square) dihasilkan
regresi sebesar
0,863 yang berarti 86,3% kinerja
karyawan dapat dijelaskan oleh
variasi variabel kepuasan dalam bekerja, pelatihan, turnover dan produktivitas karyawan sedangkan
sisanya 13,7% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak diteliti. Sehingga secara parsial, variabel kepuasan dalam bekerja (X1) dan pelatihan (X2),
turnover (X3) dan produktivitas
karyawan (X4) secara parsial
berpengaruh signifikan dan nyata terhadap kinerja sumberdaya manusia.
Dengan mengadopsi balanced
scorecard, yang diusulkan Sistem
menyediakan sarana untuk
penyelarasan top down dari tujuan organisasi sekaligus menciptakan media komunikasi antara dosen dan
manajemen. BSC telah menjadi
efektif dan strukturnya cocok untuk manajemen kinerja staf akademik dan
pengukuran bisa berpotensi
digunakan untuk semua tingkat staf .
5 Azhar
Penelitian dilakukan pada pegawai negeri senior di Malaysia dan hasilnya menunjukkan bahwa konsep
balanced scorecard cukup baik
dikembangkan untuk pengukuran
kinerja sektor public. Penelitian ini
memberikan bukti adanya
keselarasan strategis dengan
No Peneliti Judul
antara konsep Balanced Scorecard dengan kinerja karyawan adalah signifikan (r = - 0,3495; p = 0,0000 < 0,05), ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan namun negatif antara konsep Balanced Scorecard terhadap kinerja karyawan. Kedua, jumlah pengaruh tidak langsung jalur konsep Balanced Scorecard terhadap kinerja karyawan
melalui iklim kerja adalah siginifikan dan bersifat positif sebesar 0,4295.
7 Latif
pengaruh penerapan balanced
scorecard pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe
Madya Kediri telah mampu
membentuk para pegawai untuk dapat
melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya masing-masing menjadi lebih fokus, karena telah ditetapkan dengan jelas tentang visi, misi, perspektif, sasaran strategis, indikator kinerja utama mau pun target yang
harus dicapainya, sehingga hal
tersebut sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja para pegawai.