• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidik an

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidik an"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH BERBANTUAN KARTU PINTAR FISIKA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA

MATERI ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE KELAS XI MIPA SMAN 1 X KOTO DIATAS

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidik an

SAKDIAH MELZA PUTRI NIM 15 3007 00027

JURUSAN TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEPENDIDIK AN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match Berbantuan Kartu Pintar Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Elastisitas dan Hukum Hooke Kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas”. Selanjutnya shalawat beserta salam dimohonkan kepada Allah SWT semoga selalu tercurah pada junjungan umat, pelita di kala malam pelipur lara di kala duka, yaitu Nabi Muhammad SAW, Allahumma Shalu ‘Ala Muhammad Wa’ala Ali Muhammad.

Skripsi ini ditulis untuk melengkapi syarat-syarat dan tugas untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Tadris Fisika, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidik an Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Dalam membahas dan menyelesaikan skripsi ini peneliti menemui berbagai bentuk kesulitan, namun berkat bantuan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak baik bantuan moril maupun materil, semua kendala dan kesulitan yaang peneliti temui dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga terutama kedua orang tua tercinta Ayahanda Zulkifli dan Ibunda Afridawati. Peneliti juga menghaturkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Marjoni Imamora, M.Sc sebagai Pembimbing I dan Ibunda Artha Nesa Chandra, M.Pd sebagai Pembimbing II, yang telah menuntun dan mengarahkan peneliti dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini

2. Ibunda Venny Haris, M. Si selaku penguji I dan Ibunda Sri Maiyena, M.Sc selaku penguji II, yang telah memberikan arahan dan masukan, serta memberikan dukungan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibunda Novia Lizalwati, M.PFis selaku Pembimbing Akademik (PA) peneliti yang telah membina, membimbing dan memotivasi peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

4. Bapak Dr. H. Kasmuri, MA selaku Rektor IAIN Batusangkar

5. Bapak Dr. Sirajul Munir, M. Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidik an IAIN Batusangkar

6. Ibu Novia Lizelwati, M.PFis dan Bapak Ahmad Topan, S.Pd selaku Validator 7. Bapak Ahmad Topan, S.Pd selaku pendidik fisika SMAN 1 X Koto Diatas dan

Kepada bapak Kepala Sekolah SMAN 1 X Koto Diatas Cris Marsono Rahardjo, S.Pd beserta jajaran yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

8. Peserta didik SMAN 1 X Koto Diatas yang telah membantu kelancaran penelitian.

9. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Fisika; Bapak Dr. Marjoni Imamora, M.Sc, Bapak Frans Rizal Agustiyanto, M.Si, Ibu Venny Haris M.Si, Ibu Novia Lizelwati,

i

(6)

10. Teristimewa kepada keluarga besar peneliti yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada peneliti, moril maupun materil, serta do’a beliau yang membuat peneliti bisa seperti sekarang ini, dan bisa menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan baik.

11. Rekan – rekan Maha peserta didik-mahasiswi Jurusan Tadris Fisika IAIN Batusangkar yang telah memberikan berbagai bantuan.

12. Teman-teman senasib dan seperjuangan Fisika’15 yang selalu memberikan motivasi dan dukungan

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal di sisi Allah SWT.

Aminn.

Semoga bantuan dan bimbingan Bapak/Ibu/rekan-rekan menjadi amal kebaikan dan mendapat balasan dari Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang dapat mencapai kesempurnaan yang diharapkan. Amin ya Rabbal’alamin.

Batusangkar, Oktober 2019 Peneliti

Sakdiah Melza Putri NIM: 15300700027

ii

(7)

Hukum Hooke Kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas”, Jurusan Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidik an Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar 2019.

Kesulitan yang dialami peserta didik dalam pembelajaran fisika antara lain terkait pemahaman konsep, dan pemecahan masalah. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match berbantuan Kartu Pintar Fisika merupakan salah satu solusi untuk mengurangi masalah yang dihadapi peserta didik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar fisika peserta didik yang menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match berbantuan Kartu Pintar Fisika lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar fisika peserta didik yang menerapkan model pembelajaran konvensional pada materi elastisitas dan hukum hooke di kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Rancangan yang digunakan adalah posttest only control group. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas yang terdiri dari 2 kelas (51 orang peserta didik). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling, dimana kelas XI MIPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIPA 2 sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match berbantuan Kartu Pintar Fisika, sedangkan pada kelas kontrol diterapkan model pembelajaran konvensional. Data yang diperoleh terdiri dari nilai post test (kognitif) menggunakan tes, afektif dan psikomotor yang diperoleh menggunakan lembar observasi. Data tersebut dianalisis menggunakan uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar fisika peserta didik pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Rata-rata nilai akhir peserta didik untuk ranah kognitif pada kelas eksperimen yaitu 73,5 dengan persentase ketuntasan 54%, sedangkan kelas kontrol nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 69,8 dengan persentase ketuntasan 44%. Sedangkan rata-rata nilai akhir peserta didik untuk ranah afektif pada kelas eksperimen adalah 69,2 dan kelas kontrol 64,5 dan untuk rata-rata nilai akhir peserta didik ranah psikomotor pada kelas eksperimen 73,7 dan kelas kontrol 71,4. Pada penelitian ini juga dilakukan uji hipotesis dengan uji-t untuk ke tiga ranah. Pada ranah kognitif diperoleh harga thitung= 0,91, afektif didapatkan thitung= 0,32, dan psikomotor didapatkan thitung= 0,17, sedangkan ttabel= 1.676 untuk ke tiga ranah dengan taraf nyata yang digunakan α = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa untuk ranah kognitif, afektif, psikomotor didapatkan thitung<ttabel sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa hasil belajar fisika peserta didik yang menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match berbantuan Kartu Pintar Fisika sama dengan hasil belajar fisika peserta didik yang menerapkan model pembelajaran konvensional pada elastisitas dan hukum hooke di kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas.

Kata kunci : Cooperative Learning, Make A Match, Kartu Pintar Fisika, hasil belajar

iii

(8)

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Defenisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis ... 10

1. Media Pembelajaran ... 10

2. Kartu Pintar ... 17

3. Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match.. 21

4. Hasil Belajar ... 26

5. Materi Fisika ... 30

6. Pembelajaran Konvensional ... 33

B. Penelitian yang Relevan ... 36

C. Kerangka Berfikir ... 38

D. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40

B. Rancangan Penelitian ... .. 40

C. Variabel dan Data ... 41

D. Populasi dan Sampel ... 41

iv

(9)

A. Deskripsi Data ... 64

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 67

C. Pembahasan ... 70

D. Kendala Penelitian ... 83

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 84

B. Implikasi ... 84

C. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA

v

(10)

Tabel 3.1 : Rancangan Penelitian ... 40

Tabel 3.2 : Jumlah Peserta Didik Kelas Populasi SMAN 1 X Koto Diatas ... 41

Tabel 3.3 : Hasil Uji Normalitas Populasi ... 44

Tabel 3.4 : Jadwal Penelitian ... 46

Tabel 3.5 : Langkah-Langkah Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 48 Tabel 3.6 : Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 50

Tabel 3.7 : Klasifikasi Daya Pembeda ... 52

Tabel 3.8 : Klasifikasi Reliabilitas Soal ... 53

Tabel 3.9 : Kriteria Penilaian Afektif ... 56

Tabel 3.10 : Kriteria Penilaian Psikomotor ... 57

Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Nilai Tes Kelas Sampel ... 63

Tabel 4.2 : Nilai rata-rata dan frekuensi ranah afektif ... 65

Tabel 4.3 : Nilai Rata-Rata Dan Frekuensi Ranah Psikomotor ... 66

Tabel 4.4a : Hasil Uji Normalitas Sampel Ranah Kognitif ... 67

Tabel 4.4b : Hasil Uji Normalitas Sampel Ranah Afektif ... 67

Tabel 4.4c : Hasil Uji Normalitas Sampel Ranah Psikomotor ... 67

Tabel 4.5a : Hasil Uji Homogenitas Sampel Ranah Kognitif ... 69

Tabel 4.5b : Hasil Uji Homogenitas Sampel Ranah Afektif ... 69

Tabel 4.5c : Hasil Uji Homogenitas Sampel Ranah Psikomotor ... 69

Tabel 4.6a : Hasil Uji Hipotesis Sampel Ranah Kognitif ... 69

Tabel 4.6b : Hasil Uji Hipotesis Sampel Ranah Afektif... 70

Tabel 4.6c : Hasil Uji Hipotesis Sampel Ranah Psikomotor ... 70

vi

(11)

Gambar 2.4 : Bagan Kerangka Berfikir ... 39 Gambar 4.1a : Nilai Ranah Afektif pada Kelas Eksperimen ... 77 Gambar 4.1b : Nilai Ranah Afektif pada Kelas Kontrol ... 77 Gambar 4.2 : Nilai Rata-Rata Ranah Afektif pada Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol ... 78 Gambar 4.3a : Nilai Ranah Psikomotor pada Kelas Eksperimen ... 81 Gambar 4.3b : Nilai Ranah Psikomotor pada Kelas Kontrol ... 82 Gambar 4.4 : Nilai Ranah Psikomotor pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 82

vii

(12)

Lampiran III Lampiram IV Lampiran V Lampiran VI Lampiran VII Lampiran VIII Lampiran IX Lampiran X Lampiran XI Lampiran XII Lampiram XIII Lampiran XIV Lampiran XV Lampiran XVI Lampiran XVII Lampiran XVIII Lampiran XIX Lampiran XX Lampiran XXI Lampiran XXII Lampiran XXIII

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Uji Homogenitas Populasi ...

Uji Kesamaan Rata-rata Populasi ...

RPP Kelas Eksperimen…...

RPP Kelas Kontrol...

Lembar Validasi RPP ...

Kartu Pintar Fisika...

Lembar Validasi Kartu Pintar Fisika ...

Kisi-Kisi Soal Uji Coba...

Soal Uji Coba ...

Kunci Jawaban Soal Uji Coba...

Lembar Validasi Soal ...

Rekapitulasi Nilai Uji Coba Soal ...

Batas Atas dan Batas Bawah Nilai...

Indeks Kesukaran Soal ...

Daya Beda Soal ...

Reliabilitas Soal ...

Klasifikasi Soal...

Kisi-Kisi Soal Tes Akhir...

Soal Tes Akhir...

Kunci Jawaban Soal Tes Akhir...

Nilai Tes Kedua Kelas Sampel...

88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108

viii

(13)

Lampiran XXVII Lampiran XXVIII Lampiran XXIX Lampiran XXX Lampiran XXXI

: : : : :

Uji Homogenitas Sampel ...

Uji Hipotesis Sampel... ...

Dokumentasi Penelitian...

Surat Penelitian...

Tabel T dan F...

112 113 114 115 116

ix

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Semakin pesatnya kemajuan sains dan teknologi menuntut adanya pendidikan yang berkualitas, agar menghasilkan tamatan yang bisa menghadapi tantangan di masa depan. Tantangan tersebut berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup dan kemampuan mengembangkan sumber daya manusia yang relegius. Untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan relegius, sangat penting adanya peran pendidik, peserta didik dan bahan ajar. Dalam proses pembelajaran, minimal ketiga aspek itu harus dipenuhi dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain, yaitu kualitas pendidik, peserta didik dan bahan ajar.

Pendidikan tidak hanya menuntut adanya kecerdasan akal dan keterampilan peserta didik namun juga harus memiliki nilai-nilai relegius dalam mengembangkan potensi dirinya. Hal ini ditegaskan dalam (UUSPN) No 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa :

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untk mewujudkan suasan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Berdasarkan kutipan jelas bahwa pendidikan memiliki beberapa tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang dibutuhkan oleh dirinya sendiri. Potensi diri ini juga diharapkan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya. Dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas, perlu adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Pendidikan yag berkualitas harus memiliki tujuan yang jelas, memiliki kurikulum yang sesuai dengan tuntutan zaman, kualitas pendidik atau

1

(15)

pendidik yang bagus, sarana prasarana yang menunjang berlangsungnya pendidikan serta peserta didik dari satuan pendidikan.

Pendidikan berhubungan langsung dengan kegiatan pembelajaran.

Menurut Sugihartono, dkk (2013:81), pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan komponen lingkungan dengan berbagai metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar yang efektif dan efisien dengan hasil optimal. Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa pembelajaran merupakan proses komunikasi menjalin hubungan pendidik dan peserta didik atau peserta didik dengan peserta didik lainnya dan memiliki suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar dapat diperoleh dari berbagai mata pelajaran di sekolah, salah satunya pada mata pelajaran fisika.

Ilmu fisika adalah ilmu yang mempelajari alam atau lingkungan sekitar manusia dan juga alam semesta. Fisika disajikan dalam bentuk yang sederhana yang diterjemahkan dalam bahasa matematis dan dapat dipahami serta diperoleh dari hasil penelitian, percobaan, pengukuran, penyajian secara matematis. Pembelajaran fisika bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik , sehingga mereka tidak hanya mampu dan terampil dalam psikomotorik dan kognitif, melainkan juga mampu menunjang berpikir sistematis, objektif dan kreatif. Pemanfaatan ilmu fisika banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari serta ilmu fisika juga memberikan sumbangan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia khusunya dalam bidang teknologi (Yadaeni, 2016: 59).

Fisika merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang penting untuk dikuasai oleh peserta didik, oleh sebab itu pembelajaran fisika harus berkualitas, sehingga penguasaan pelajaran fisika peserta didik harus minimal baik. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta prestasi belajar peserta didik. Semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi maka semakin tinggi pula prestasi belajar peserta didik (Mutiani Dkk, 2012: 1). Pembelajaran Fisika selama ini harus

(16)

dibawakan kepada alam nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dikaitkan dengan penerapan teknologi yang berkaitan dengan fisika. Salah satu teknologi dalam pembelajaran yakni dalam penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang bervariasi mampu membuat peserta didik tertarik saat belajar dan juga mampu membuat peserta didik berinovasi dalam memahami pembelajaran.

Berdasarkan wawancara dengan pendidik fisika di SMA N 1 X Koto Diatas pada tanggal 12 September 2018 diperoleh beberapa fakta. Kelas XI terdiri dari 2 kelas MIPA. Dimana strategi pembelajaran yang dipakai lebih mengaju pada penghafalan konsep dan rumus untuk memecahkan soal-soal sehingga pembelajaran fisika kurang diminati peserta didik. Model yang digunakan dalam pembelajaran yaitu dengan model PBL (teacher-centered).

Peserta didik hanya menggunakan media cetak yakni buku cetak yang dipinjam pada saat belajar di sekolah saja, tidak menarik dan membosankan bagi peserta didik sehingga hasil belajar peserta didik rendah. Hasil belajar fisika peserta didik dapat dilihat dari Tabel 1.1 yang mengambarkan nilai ulangan harian materi Elastisitas dan Hukum Hooke kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas pada tahun 2018/2019 yang memiliki persentase ketuntasan yang rendah.

Tabel 1.1 Nilai Ulangan Harian Peserta Didik Kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas Tahun Ajaran 2018/2019

Kelas Jumlah Peserta Didik

KKM Nilai Rata- rata

Persentase Ketuntasan (%)

Tuntas Tidak Tuntas

XI MIPA 1 25 75 67,8 24% 76%

XI MIPA 2 23 75 63,6 17,4% 82,6%

(Sumber : Pendidik bidang studi fisika kelas XI SMAN 1 X Koto Diatas) Berdasarkan Tabel 1.1 mengenai nilai ulangan harian peserta didik materi elastisitas terlihat ketuntasan dan nilai rata-rata masih rendah dibandingkan dengan KKM 75. Wawancara tidak hanya kepada pendidik tetapi juga pada peserta didik. Dari hasil wawancara didapat bahwa banyak

(17)

peserta didik yang kurang paham dengan pembelajaran fisika. Serta kurang menariknya media yang digunakan oleh pendidik. Peserta didik juga memiliki kesulitan untuk memahami konsep-konsep fisika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik cenderung berfikir matematis formal dan mengandalkan cara-cara hafalan rumus akibat hal ini peserta didik tidak mampu menghubungkan ilmu pengetahuan yang mereka pelajari di kelas dengan penerapannya dalam memecahkan masalah-masalah nyata yang dijumpai di luar kelas.

Menurut Aqib (2013:50), media pembelajaran adalah perantara, pengantar, atau segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada peserta didik.

Sedangkan menurut Arsyad (2011 : 3), media pembelajaran yang digunakan harus menarik perhatian peserta didik, sehingga mampu meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik. Media yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya ingat dan konsep peserta didik bisa menggunakan Kartu Pintar Fisika. Melalu kartu ini, peserta didik akan lebih mudah mengasah daya ingatnya terhadap materi karena kartu ini berisi ringkasan informasi materi pelajaran yang terdapat dalam tujuan pembelajaran yang dikemas dalam bentuk pertanyaan dan jawaban. Kartu ini dibuat mirip dengan kartu permainan yang dimodifikasi dengan gambar-gambar atau alat yang sering dijumpai dalam pembelajaran (Bambang, 2016:19).

Dalam pembelajaran seharusnya pendidik menggunakan model yang kreatif dan inovatif. Model pembelajaran yang kreatif dimaksudkan agar peserta didik mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar dengan mengali informasi melalui berbagai sumber pembelajaran dan pengetahuan yang diperoleh secara mandiri. Salah satu model pembelajaran yang inovatif adalah model Cooperative Learning tipe Make A Macth atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran. Model Make A Match merupakan model mencocokkan kartu, peserta didik mencari pasangan dari kartu yang dimiliki dengan batas waktu tertentu mengenai sesuatu konsep pelajaran dalam suasana yang menyenangkan (Rina, 2018:38).

(18)

Berdasarkan pernyataan tersebut, model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make A Match digunakan untuk mengukur pemahaman peserta didik, yang dilakukan dengan cara mencocokan kartu yang berisi konsep, pertanyaan dan jawaban dari materi yang sudah diajarkan. Model Cooperative Learning tipe Make A Match diyakini efektif untuk mengatasi permasalahan yang ada di SMAN 1 X Koto Diatas. Keunggulan dari pembelajaran dengan menggunakan media kartu pintar fisika yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam berlangsungnya pembelajaran dan membantu peserta didik dalam memahami rumus dan konsep dengan mudah. Pembelajaran dilakukan dengan sistem permainan atau game yang melibatkan peserta didik dalam suatu kelompok permainan. Pembelajaran dengan menggunakan kartu pintar fisika ini belum pernah diterapkan di SMA N 1 X Koto Diatas, karena pendidik dituntut untuk menyelesaikan materi yang cukup banyak dengan waktu yang singkat.

Dari beberapa materi pokok pada pembelajaran fisika yang bisa menggunakan media kartu pintar di SMA kelas XI adalah Elastisitas dan Hukum Hooke. Karena dalam pokok bahasan ini terdapat konsep dan rumus- rumus yang harus dipahami oleh peserta didik. Untuk membantu peserta didik memahami konsep dan mengingat rumus-rumus yang ada dengan mudah dan menyenangkan, maka dipilih media pembelajaran berbasis kartu pintar fisika. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Penerapan Model Cooperative Learning tipe Make A Match Berbantuan Kartu Pintar Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Elastisitas dan Hukum Hooke Kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas”.

(19)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Strategi pembelajaran yang dipakai lebih menekankan pada penghafalan konsep dan rumus memecahkan soal sehingga belajar fisika kurang bermakna bagi peserta didik.

2. Model yang digunakan dalam pembelajaran terlaksana dengan satu arah (teacher centered)

3. Peserta didik hanya menggunakan media cetak yakni buku cetak yang dipinjam pada saat belajar disekolah saja.

4. Pembelajaran membosankan dan tidak menarik bagi peserta didik sehingga hasil belajar peserta didik rendah.

5. Kurang menariknya media yang digunakan oleh pendidik.

6. Peserta didik kesulitan untuk memahami konsep-konsep fisika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini masalah yang dibahas difokuskan pada “Penerapan Model Cooperative Learning tipe Make A Match Berbantuan Kartu Pintar Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Elastisitas dan Hukum Hooke Kelas XI MIPA SMAN 1 X Koto Diatas”. Hasil belajar yang telah diteliti pada penelitian ini mencakup tiga ranah, yaitu pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah adalah bagaimana hasil belajar peserta didik dengan menerapkan Model Cooperative Learning tipe Make A Match Berbantuan Kartu Pintar Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Elastisitas dan Hukum Hooke Kelas XI MIPA SMAN1 X Koto Diatas ?

(20)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar peserta didik pada Kelas XI MIPA dengan menerapkan Model Cooperative Learning tipe Make A Match Berbantuan Kartu Pintar Fisika pada materi elastisitas dan hukum hooke mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di SMAN 1 X Koto Diatas.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Peneliti

Bagi peneliti mendapatkan kesempatan langsung untuk menerapkan media kartu pintar fisika dengan model Cooperative Learning tipe Make A Match sebagai media pembelajaran peserta didik, dan kelak jika menjadi pendidik dapat dijadikan referensi.

2. Peserta didik

Tersedianya media kartu pintar fisika dengan model Cooperative Learning tipe Make A Match pada elestisitas untuk peserta didik, sehingga memudahkan peserta dalam memahami konsep dan rumus dengan mudah.

Media kartu pintar fisika dengan model Cooperative Learning tipe Make A Match dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik karena pembelajaran dilakukan dengan permainan atau game.

3. Pendidik

Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk usaha peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan media kartu pintar fisika dengan model Cooperative Learning tipe Make A Match Match dalam pembelajaran.

(21)

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesulitan dalam memahami penelitian ini maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Penerapan merupakan suatu perbuatan mempraktekan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

2. Cooperative Learning merupakan Model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (Academic Skill), sekaligus keterampilan social (Social Skill) termasuk interpersonal skill.

3. Make A Match merupakan model pembelajaran dimana pendidik menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian peserta didik mencari pasangan kartunya

.

4. Media pembelajaran kartu pintar fisika adalah media pembelajaran yang berguna untuk menyampaikan informasi dalam bentuk media cetak yang berukuran (10 x 6) cm berisi konsep atau rumus- rumus.

5. Hasil belajar merupakan suatu kompetensi yang dapat menunjukkan apakah seseorang dapat bekerja dengan baik atau tidak dalam ukuran atau tidak dalam ukuran atau standar tertentu.

6. Ranah kognitif adalah kemampuan daya fikir seseorang tentang hal yang dipelajarinya yang dimulai dari enam tingkatan yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

7. Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap atau tingkah laku seseorang yang memiliki beberapa tingkatan yaitu: menerima, menjawab, menilai dan mengorganisasi.

8. Ranah psikomotor adaah ranah yang berhubungan dengan keterampilan seseorang yang menggunakan gerakan.

9. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang digunakan pendidik di sekolah pada proses pembelajaran.

(22)

10. Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis

1. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Secara etimology media berasal dari bahasa Arab dan bahasa Latin. Media memiliki arti perantara, pengantar, tengah, pengantar pesan kepada orang lain. Disisi lain, Association for Education and Commuciation Technology (AECT) mendefinisikan media adalah

“segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi”. Sedangkan Education Association (NEA) mendefinisikan media sebagai “benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas pogram instruksional” (Basyirudin Usman, 2002:11).

Penggunaan media yang inovatif dan kreatif dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan peserta didik untuk mengikuti proses belajar mengajar. Gagne menyatakan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsang untuk belajar. Briggs juga berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar (Arif S.Sadiman,2003:6).

Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa media merupakan sesuatu yang dapat mengatarkan pesan-pesan berupa materi pelajaran dari pendidik ke peserta didik. Media pembelajaran yang digunakan tidak hanya dapat dilihat saja tetapi juga dapat dilihat, didengar, dibaca, atau dipergunakan dengan instrumen yang lainnya.

10

(24)

b. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Dalam era modern ini, perkembangan media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, Cecep Kustandi (2013:29) mengelompokkan media menjadi 4 kelompok, yaitu (1) media hasil teknologi cetak, (2) media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, (3) media hasil teknologi audio-visual, (4) media hasil teknologi cetak dan komputer.

Berikut ini diuraikan masing-masing klasifikasi media pembelajaran:

1) Media Hasil Teknologi Cetak

Azhar Arsyad (2011:29) mendefinisikan teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Cecep Kustandi bahwasanya teknologi cetak atau media cetak adalah cara penyampaian materi dari pendidik kepada peserta didik melalui media cetak seperti buku pelajaran, LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) dan modul.

Cecep Kustandi (2013:30) mengemukakan ciri-ciri teknologi cetak yakni teks dibaca secara linear, baik teks maupun visual, keduanya menampilkan komunikasi satu arah dan representif, teks dan visual ditampilkan terus, pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip kebahasan dan persepsi visual, baik teks maupun visual, keduanya berorientasi pada peserta didik, informasi dapat diatur ulang oleh pemakai.

Ciri-ciri media hasil teknologi cetak sangat berkesesuain dengan contoh teknologi cetak dalam kehidupan sehari-hari.

Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto atau representasi fotografik dan reproduksi (Azhar Arsyad, 2011:30). Media hasil teknologi cetak menghasilkan media pembelajaran dalam bentuk media cetak. Azhar Arsyad (2011:30) membagi komponen pokok teknologi cetak menjadi dua yaitu

(25)

materi teks dan visual yang dikembangkan berdasarkan teori yang berkaitan dengan persepsi visual, membaca, memproses informasi, dan hasil belajar.

2) Media Hasil Teknologi Audio-Visual

Media hasil teknologi audio-visual adalah gabungan dari dua media, yaitu media audio dengan media visual. Cecep Kustandi (2013:30) mendefinisikan media hasil teknologi audio-visual merupakan cara menyampaikan atau menghasilkan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik, untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.

Azhar Asyad memberikan contoh media hasil teknologi audio-visual dalam bentuk proyektor film, tape recorder, dan proyektor yang lebar. Yang memiliki ciri-ciri bersifat linear, menyajikan visual yang dinamis, digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuat, representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstark, dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif, berorientasi kepada pendidik dengan tingkat pelibatan interaktif peserta didik yang rendah. (Azhar Arsyad, 2011:31)

Karakteristik media hasil teknologi audio-visual hampir sama dengan karakteristik media cetak di atas. Hal ini dikarenakan karakteristik pertama dari kedua media sama-sama bersifat linear.

Pengajaran melalui audio visual adalah pengajaran melalui visual seperti melalui teks ditambahkan audio/suara, hal ini dapat dilihat contohnya pada video pembelajaran. Azhar Arsyad (2011:30) menyatakan pembelajaran menggunakan media audio visual sebagai produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui pendengaran dan pandangan serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman atau simbol-simbol yang sama.

(26)

3) Media Hasil Teknologi Komputer

Media hasil teknologi komputer merupakan media yang pembelajaran yang menggunaka teknologi komputer. Disisi lain, Cecep Kustandi (2011:30) mendefinisikan teknologi berbasis komputer adalah cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis micro- processor. Dengan ciri-ciri dapat digunakan secara acak, non- sekunsial atau secara linear, digunakan berdasarkan keinginan peserta didik atau berdasarkan keinginan perancang atau pengembang sebagaimana direncanakannya, biayanya gagasan- gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol, dan grafik, prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini, pembelajaran berorientasi pada peserta didik dan melibatkan interaksi peserta didik yang tinggi.

Dalam pernyataan di atas tergambar karakteristik media hasil teknologi komputer bahwa media komputer dapat digunakan secara acak. Media komputer dapat digunakan secara acak mengakibatkan media ini dapat digunakan berdasarkan keinginan peserta didik atau perancang sendiri. Media ini dalam pengembangannya menggunaan prinsip-prinsip ilmu kognitif .

Pada dasarnya media hasil teknologi komputer menggunakan layar proyektor sebagai penyalur materi antara pendidik dan peserta didik. Azhar Arsyad (2011:30) berpendapat aplikasi teknologi menggunakan komputer dalam pembelajaran umumnya dikenal sebagai computer-assisted instruction (pembelajaran berbantuan komputer). Aplikasi tersebut dilihat dari tujuan yang ingin dicapai meliputi tutorial dan cara penyajian (penyajiannya materi pelajaran secara bertahap), drills and practice (latihan untuk membantu peserta didik menguasai materi yang telah dipelajari sebelumnya), simulasi dan permainan (latihan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang baru

(27)

dipelajari), dan basis data (sumber yang dapat membantu peserta didik mengali informasi dan pengetahuannya sesuai dengan keinginan masing-masing) (Azhar Arsyad, 2011:30)

4) Media Hasil Teknologi Cetak dan Komputer

Media hasil teknologi cetak dan komputer disebut juga dengan media hasil teknologi gabungan, hal tersebut dikarenakan media ini hasil gabungan teknologi cetak teknologi komputer.

Cecep Kustandi (2013:31) mendefinisikan teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang mengabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.

Azhar Arsyad (2011:32) mengungkapkan beberapa ciri utama teknologi berbasis komputer yakni media ini dapat digunakan secara tidak teratur, sesuai dengan keinginan peserta didik, gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman peserta didik, dan di bawah kendali peserta didik, prinsip ilmu kognitif dan konstrukstivisme diterapkan dalam pengembangan dan penggunaan pelajaran, pembelajaran ditata dan terpusat pada ranah kognitif sehingga pengetahuan dikuasai jika pelajaran digunakan, bahan-bahan pelajaran melibatkan banyak interaktivitas peserta didik dan memadukan kata dan visual dari berbagai sumber.

Jadi perpaduan dua teknologi dianggap sebagai teknologi yang paling canggih diantara beberapa media lainnya. Media ini dikendalikan oleh komputer yang memiliki kemampuna yang hebat seperti jumlah random access memory yang besar, hard disk yang besar, dan monitor yang beresolusi tinggi ditambah dengan periferal.

(28)

c. Manfaat Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru, membangkitkan motivasi dan semangat dalam kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta didik. Pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran. Di sisi lain membangkitkan motivasi dan minat peserta didik, media pembelajaran juga dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman, menyajikan data yang menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.

Menurut Arief S, dkk (2003: 17), secara umum media pembelajaran mempunyai manfaat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka), mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera dan penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sifat pasif peserta didik. Media pembelajaran berguna untuk menimbulkan gairah belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara peserta didik dengan lingkungan dan kenyataan, memungkinkan peserta didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

Sedangkan menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rifai (2013: 2) manfaat media pembelajaran ialah pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga akan menumbuhkan motivasi belajar.

Bahan pengajaran akan lebih jelas tujuannya sehingga dapat lebih dipahami oleh para peserta didik, dan memungkinkan peserta didik menguasai tujuan pengajaran lebih baik. Serta metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata pendidik, sehingga peserta didik tidak bosan dan pendidik tidak kehabisan tenaga. Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian pendidik, tetapi juga aktivitas

(29)

lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat tentang manfaat media pembelajaran dapat diketahui bahwa media pembelajaran bertujuan untuk membantu memperjelas penyajian pesan/pelajaran dengan lebih mudah dan dapat mengatasi keterbatasan waktu dan daya ingat, serta dapat menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan minat belajar.

Media yang akan digunakan dalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta didik supaya dapat digunakan secara optimal.

d. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Media merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Pada sekarang ini kita temui semakin beragamnya media pembelajaran yang dipergunakan di sekolah-sekolah. Hal ini mengharuskan pendidik memilih media secara cermat dan tepat agar dapat dipergunakan.

M. Basyiruddin Umar (2002:15) mengemukakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain: tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi peserta didik, kestersedian perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), mutu teknis dan biaya. Oleh sebab itu, beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.

2. Aspek materi menjadi pertimbangan ynag dianggap penting dalam memilih media.

3. Kondisi audien (peserta didik) dari segi subjek belajar menjadi perhatian yang serius bagi pendidik dalam memilih media yang sesuai dengan kondisi anak.

4. Keterbatasan media di sekolah atau memungkinkan bagi pendidik mendesain sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan bagi pendidik .

(30)

5. Media yang dipilih seharusnya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada audien peserta didik secara tepat dan berhasil guna.

6. Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media harus seimbang dengan hasil yang dicapai

Aspek yang dianggap paling penting dari enam aspek adalah aspek materi pembelajaran. Hal ini dikarenakan sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil pembelajaran peserta didik. Tanpa maksud untuk mengesampingkan aspek yang lain, penulis menganggap aspek yang paling penting lainnya adalah kondisi peserta didik itu sendiri.

2. Kartu Pintar

Menurut Winanti (2009) dalam Ayu Risqiana Ulfa (2017: 43) media kartu pintar merupakan alat permainan kreatif dan inovatif yang digunakan untuk bermain, mengaktifkan peserta didik, dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Kartu yaitu karya pendidik atau peserta didik terbuat dari kertas kartun, kertas bekas, kertas HVS, yang diberi gambar yang menarik yang dipadukan dengan permainan memasangkan huruf, kata, angka. Pintar yaitu pandai, cerdik dan mahir.

Berdasarkan pengertian tersebut permainan kartu pintar adalah permainan yang mengaktifkan peserta didik untuk melatih kreativitasnya.

Format media kartu pintar berbasis cetakan ini adalah :

a. Jika paragraf panjang sering digunakan, wajah satu kolom lebih sesuai, sebaliknya jika paragraf tulisan pendek-pendek, wajah dua kolom akan lebih sesuai.

b. Isi yang berbeda supaya dipisahkan dan dilabel secara visual.

c. Taktik dan strategi pembelajaran yang berbeda sebaiknya dipisahkan dan dilabel secara visual.

(31)

Gambar 2.1 Kartu Pintar IPA (Hermina, 2013) dalam Ayu Risqiana Ulfa (2017: 43)

Penggunaan media kartu pintar menurut Hermina (2013) Kartu pintar ini seperti permainan yang harus dimainkan oleh 4 peserta didik.

Setiap kartu berisi rangkuman materi (Gambar 2.1). Sedangkan menurut Iwan (2012) dalam Ayu Risqiana Ulfa (2017: 43) langkah- langkah pemakaiannya kartu pintar pada pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:

Pada halaman 1

Gambar 2.2 Tampak depan kartu pintar (Iwan, 2012) dalam Ayu Risqiana Ulfa (2017: 44)

a. Digunakan untuk mengetahui banyak sisi, banyak rusuk, banyak titik sudut, banyak simetri lipat pada suatu bidang. Selain itu terdapat bonus tambahan satuan panjang dan satuan ukur berat beserta dengan keterangannya (Gambar 2.2)

b. Putar dan arahkan panah penunjuk ke rumus bidang yang di cari.

c. Pastikan panah penunjuk berada di garis tengah rumus yang dituju.

d. Setelah tepat berada di rumus yang dituju, akan muncul angka jumlah banyaknya sisi, banyaknya rusuk, banyaknya titik sudut,

(32)

banyaknya simetri putar yang sesuai dengan bidang yang dicari.

Pada halaman 2:

a. Digunakan untuk mengetahui rumus keliling luas atau luas permukaan atau luas alas, volume pada suatu bidang. selain itu terdapat bonus tambahan satuan waktu.

b. Putar dan arahkan panah penunjuk ke rumus bidang yang dicari.

c. Pastikan panah penunjuk berada digaris tengah rumus bidang yang dicari.

d. Setelah tepat berada di rumus yang dituju, akan muncul rumus keliling, luas/ luas permukaan/ luas alas, volume yang sesuai dengan rumus bidang yang di cari.

e. Untuk lebih jelas makna dari simbol, rumus, bisa dilihat dikotak keterangan

Gambar 2.3 Contoh Media Kartu Pintar Pokok Bahasan Energi Panas Sehingga, dapat disimpulkan langkah-langkah media kartu pintar IPA berbasis cetakan adalah sebagai berikut :

Pada halaman 1

a. Digunakan untuk mengetahui berbagai energi panas, seperti sumber energi panas, sifat energi panas, perpindahan energi panas, dan benda penghantar panas.

b. Putar dan arahkan panah penunjuk ke bagian yang dicari.

c. Setelah tepat berada ke arah yang dituju, akan terdapat kartu

(33)

untuk penjelasannya (Gambar 2.3).

Pada halaman 2

a. Digunakan untuk mengetahui berbagai energi bunyi, seperti sumber energi bunyi, sifat energi bunyi, dan perambatan energi bunyi.

b. Putar dan arahkan panah penunjuk ke bagian yang dicari.

c. Setelah tepat berada ke arah yang dituju, akan terdapat kartu untuk penjelasannya.

Kartu pintar fisika yang akan dibuat dan diterapkan memiliki spesifikasi hampir sama dari beberapa penelitian di atas, namun disini lebih menekankan pada isi materi yang menggunakan rumus-rumus atau konsep- konsep yang sulit dipahami oleh peserta didik.

Azhar Arsyad (2011: 38) media kartu pintar berbasis cetakan mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media kartu pintar berbasis cetakan adalah sebagai berikut :

a. Peserta didik dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing- masing.

b. Dapat mengulangi materi dalam media cetakan, peserta didik akan mengikuti urutan pikiran secara logis.

c. Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak dapat menambah daya tarik, serta dapat memperlancar pemahaman informasi yang disajikan dalam dua format, verbal dan visual.

d. Peserta didik akan berpartisipasi/berinteraksi dengan aktif.

e. Materi tersebut dapat direproduksi secara ekonomis.

Selain beberapa kelebihan media kartu pintar berbasis cetakan tersebut, media ini juga mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah:

a. Sulit menampilkan gerak dalam halaman media cetakan

b. Pembagian unit-unit pelajaran sedemikian rupa sehingga tidak terlalu panjang dan dapat membosankan peserta didik

c. Jika tidak dirawat dengan baik media cetakan akan rusak.

(34)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media kartu pintar berbasis cetakan akan lebih berguna untuk pembelajaran jika memperhatikan format penggunaannya serta hendaknya dapat dirawat dengan baik agar tidak mudah rusak. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media kartu pintar karena akan lebih menarik bagi peserta didik dan efektif untuk digunakan.

3. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe MAM ( Make A Match) Menurut Yatim Riyanto (2009:267) pembelajaran kooperatif adalah:

“Model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (Academic Skill), sekaligus keterampilan social (Social Skill) termasuk interpersonal skill.”

a. Pengertian Model Pembelajaran MAM (Make A Match)

Model Pembelajaran Make A Match merupakan bagian dari pembelajaran Cooperatif Learning. Model pembelajaran Cooperatif Learning didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Anita Lie, 2003:27).

Model pembelajaran Cooperatif Learning tipe Make A Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan kemampuan sosial terutama kemampuan bekerjasama, berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan kartu (Wahab, 2007 : 59). Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni (2007: 77) menyatakan bahwa Make A Match merupakan model pembelajaran mencari pasangan sambil mempelajari konsep dalam suasana yang menyenangkan.

Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran Cooperatif Learning tipe Make A Match atau memcocokan pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan pendidikan. Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model Cooperatif Learning tipe Make A Match

(35)

adalah model pembelajaran dimana pendidik menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian peserta didik mencocokkan kartunya.

Komalasari (2010: 85) menyatakan bahwa model Cooperatif Learning tipe Make A Match merupakan model pembelajaran yang mengajak peserta didik mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan suatu konsep melalui suatu permainan kartu dalam batas waktu yang ditentukan.

Model Cooperatif Learning tipe Make A Match adalah teknik mencari pasangan, peserta didik digabung suruh mencari pasangan dari kartu yang mereka pegang (Lorna Curran dalam Miftahul Huda, 2011: 113). Pendapat lain menurut Huda (2012: 135) mengatakan Cooperatif Learning tipe Make A Match merupakan salah satu pendekatan konseptual yang mengajarkan peserta didik memahami konsep pembelajaran secara aktif, kreatif, interaktif, efektif, dan menyenangkan bagi peserta didik sehingga mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif peserta didik.

Model Cooperatif Learning tipe Make A Match merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada peserta didik. Penerapan model ini dimulai dari teknik yaitu peserta didik disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan soal dan jawaban sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin untuk meningkatkan minat belajarnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Cooperatif Learning tipe Make A Match merupakan model pembelajaran dimana pendidik menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian peserta didik mencari pasangan kartunya

.

(36)

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match

Menurut Tharmizi dalam Novia (2015:12) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan teknik Cooperatif Learning tipe Make A Macth sebagai berikut:

1. Membuat potong-potongan kertas sejumlah peserta didik yang ada dalam kelas.

2. Mengisi kertas-kertas tersebut dengan soal atau jawaban sesuai materi yang telah diberikan.

3. Mencocokan semua kartu sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.

4. Membagikan soal atau jawaban kepada peserta didik

5. Memberi setiap peserta didik satu kertas dan menjelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Separuh peserta didik akan mendapatkan soal dan separuhnya akan mendapatkan jawaban.

6. Meminta semua peserta didik untuk duduk membentuk huruf U atau berhadapan.

7. Meminta peserta didik menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan, terangkan juga agar mereka tidak memberi tahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain.

8. Menambahkan langkah-langkah model Cooperatif Learning tipe Make A Match yaitu setiap peserta didik menerima potongan kertas, mereka diberi waktu untuk memikirkan jawaban atau soal dari kertas yang diterimanya. Setiap peserta didik yang dapat menemukan pasangannya dengan tepat sebelum batas waktu diberi poin atau nilai.

9. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumya.

10. Mendiskusikan soal yang telah diterima dengan kelompok pasangan.

11. Demikian seterusnya dan kesimpulan / penutup (Novia, 2015:12) Sedangkan menurut Komalasari (2010:83−84) langkah- langkah penerapan model Cooperative Learning tipe Make A Match sedikit berbeda yakni sebagai berikut:

1. Pendidik menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.

3. Tiap peserta didik memikirkan soal/jawaban dari kartu yang dipegang.

4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang

(37)

cocok dengan kartunya (soal jawaban).

5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7. Demikian seterusnya dan kesimpulan/penutup (Komalasari, 2010:83−84)

Namun ada lagi pendapat yang lebih sederhana dari Yatim Riyanto (2009:267) yang mempunyai langkah –langkah umum pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah:

a. Pemberian informasi seperti penyampaian tujuan pembelajaran serta skenario pembelajaran

b. Mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok kooperatif c. Membimbing peserta didik untuk melakukan kegiatan/

berkooperatif

d. Evaluasi atau mencocokkan kartu.

e. Pemberiankan kesimpulan dan penguatan.

Dari tiga pendapat para ahli di atas maka peneliti menggunakan langkah-langkah yang sama menurut Yatim Rianto yaitu :

a. Pemberian informasi seperti penyampaian tujuan pembelajaran serta skenario pembelajaran

b. Mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok kooperatif c. Membimbing peserta didik untuk melakukan kegiatan/

berkooperatif

d. Evaluasi atau mencocokkan kartu.

e. Pemberiankan kesimpulan dan penguatan.

c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match Kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Make A Match menurut Miftahul Huda (2013: 253-254) adalah meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, metode ini menyenangkan, meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik, efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil presentasi dan melatih kedisiplinan peserta didik menghargai waktu untuk belajar.

(38)

Kelemahan model Cooperatif Learning tipe Make A Match antara lain ialah strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang, pada awal-awal penerapan metode, banyak peserta didik yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya, pendidik tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, akan banyak pendidik yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan, pendidik harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada peserta didik yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu dan menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.

Menurut Anita Lie (2002: 46) kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kelompok berpasangan adalah kelebihannya meningkatkan partisipasi peserta didik, cocok untuk tugas sederhana, lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih mudah, lebih mudah dan cepat membentuknya. Sedangkan kekurangannya ialah banyak kelompok yang melapor dan perlu di monitor dan lebih sedikit ide yang muncul

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa model pembelajaran tipe ini memiliki kelebihan dan kekurangannya. Yang mana kelebihannya meningkatkan partisipasi peserta didik, interakasi antar peserta didik, efektif untuk membuat pembelajaran yang menyenangkan. Sedangkan kekurangannya yakni sering kali kurang bimbingan dari pendidik dan menggunakan model ini secara terus menerus juga membuat peserta didik menjadi bosan.

d. Manfaat Model Pembelajaran Make A Match

Manfaat model pembelajaran Cooperatif Learning tipe Make A Match menurut Mifta Huda (2013: 255) adalah:

1. Dapat memotivasi peserta didik untuk saling membantu pembelajaranya satu sama lain.

2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya untuk melakukan yang terbaik.

(39)

3. Meningkatkan interaksi sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif.

4. Dapat memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah yang mereka dapati saat pembelajaran berlangsung.

5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan berpendapat.

Dari pembahasan di atas maka dapat diketahui banyak manfaat dari menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning tipe Make A Macth yakni, interaksi antar peserta didik terjaga, partisipasi peserta didik muncul dan efektif untuk mengali cara belajar peserta didik.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005: 22) adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Horward Kingley yang dikutip Nana Sudjana (2005:22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Dalam pendidikan nasional ada tujuan pendidikan yakni tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar. Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotoris (Nana Sudjana, 2005: 22).

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan peserta didik dalam kegiatan belajar dapat diketahui melalui evaluasi. Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar

(40)

yang dilakukan oleh Bloom, yaitu cognitive, affective dan psychomotor (Majid Abdul, 2014:44).

a. Ranah Kognitif (Pengetahuan)

Ranah kognitif adalah ranah yang mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual. Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang tempat utama, terutama dalam tujuan pengajaran di SD, SMP dan SMU. Menurut Abdul Majid (2014:25) aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu:

1) Pengetahuan, dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.

2) Pemahaman, kemampuan ini menuntut peserta didik memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkan dengan hal-hal lain.

3) Penerapan, adalah jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret.

4) Analisis, adalah kemampuan yang menuntut seseorang untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu kedalam unsur- unsur atau komponen pembentuknya.

5) Sintesis, jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor.

Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau mekanisme.

6) Evaluasi, adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk dapat menilai suatu situasi, keadaan, pertanyataan atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu (Abdul Majid, 2014:45).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kemampuan ranah kognitif yaitu kemampuan daya fikir seseorang tentang hal yang

(41)

dipelajarinya yang dimulai dari enam tingkatkan yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Ranah Afektif (Sikap)

Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk kearah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap, kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya. Menururt Abdul Majid (2014:48) jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu:

1) Menerima, diharapkan peserta didik peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk memperhatikan dan menerima.

Kata-kata operasional yang digunakan antara lain: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti, menyebutkan.

2) Menjawab, peserta didik tidak hanya peka pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekananya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan.

3) Menilai, diharapkan pesrta didik dapat menilai suatu objek fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten.

4) Organisasi, tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan /memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai (Abdul Majid, 2014:48).

Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa ranah afektif yaitu ranah yang berhubungan dengan sikap atau tingkah laku seseorang yang memiliki beberapa tingkatan, yaitu: menerima, menjawab, menilai dan mengorganisasi.

Pada penelitian ini, aspek-aspek yang akan dinilai untuk ranah afektif yaitu: 1) Bersikap jujur adalah perilaku yang dapat dipercaya perkataan, tindakan dan pekerjaan. 2) Berkerja sama adalah suatu

(42)

usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. 3) Percaya diri adalah kondisi mental atau psikologi seseorang yang member keyakinan kuat untuk berbuat atau bertindak. 4) Bertanggung jawab berhubungan dengan sikap peserta didik dalam berdiskusi untuk menyelasikan tugas yang telah dibagi dalam kelompok masing-masing.

c. Ranah Psikomotor (Keterampilan)

Berkaitan dengan psikomotor, Bloom berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Dave dalam Abdul Majid (2014:52) mengatakan bahwa hasil belajar psikomot dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu:

1) Imitasi, adalah kemampuan melakukan kegaitan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan dilihat atau diperhatikan sebelumnya.

2) Manipulasi, kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat, tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja.

3) Presisi, adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan prosuk kerja.

4) Artikulasi, adalah kemampuan melakukan kegiatan yang kompleks dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh.

5) Naturalisasi, adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektifitas kerja tinggi (Majid Abdul, 2014:52).

Dari uraian di atas tentang ranah psikomotor, dapat diketahui bahwa ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan keterampilan seseorang yang menggunakan gerakan, dimana kemampuan ini memiliki lima tingkatan yang telah dipaparkan di atas.

(43)

Pada penelitian ini, aspek-aspek yang akan dinilai untuk ranah psikomotor yaitu: 1) Menyiapkan, berkaitan dengan kemampuan mengenali dan menyiapkan alat yang digunakan sesuai dengan pedoman yang disediakan serta penentuan variabel pengamatan juga tepat. 2) Mencoba, berkaitan dengan kemampuan melakukan percobaan berdasarkan prosedur dengan teliti. 3) Mengolah, berhubungan dengan kemampu untuk mengolah suatu data sesuai dengan teori yang tepat dan dilakukan sebanyak Tabel yang ada. 4) Menyajikan, berkaitan dengan mampu mempresentasi hasil kegiatan yang dilakukan dengan maksimal dan penyajian data dilampirkan secara lengkap.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan peserta didik dalam kegiatan belajar dapat diketahui melalui evaluasi.

Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor (Abdul Majid, 2014:44).

5. Materi Fisika

Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dalam Alfi Anafidah (2017 : 30), Fisika bukan hanya memiliki sumbangan nyata terhadap perkembangan teknologi, namun juga mendidik peserta didik di dalam pembelajarannya untuk bertindak atas dasar pemikiran kritis, analitis, logis, rasional, cermat, dan sistematis, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berprilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri.

Selain itu Wirtha dan Rapi dalam Alfi Anafidah (2017 : 30) menjelaskan hakekat fisika merupakan kumpulan pengetahuan, cara berfikir, dan penyelidikan. Penekanan pembelajaran sains, dalam hal ini fisika di

(44)

sekolah-sekolah masih terbatas pada penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip. Perlu adanya perubahan dalam cara belajar sains dari diberi tahu menjadi mencari tahu, dari belajar untuk memahami konsep sains menjadi belajar untuk menguasai proses sains (Alfi Anafidah 2017 : 30)

Dari uraian di atas tentang pembelajaran dan fisika , dapat ditarik diketahui bahwa pembelajaran fisika adalah proses belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik untuk mendidik peserta didik di dalam proses pembelajaran. Serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berprilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Paparan KI, KD, indikator, dan tujuan pembelajaran seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Paparan KI, KD, Indikator dan Tujuan Pembelajaran Kompetensi Inti Kompetensi

Dasar

Indikator Tujuan Pembelajaran KI-3

Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

KD 3.10 Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam kehidupan sehari hari

1. Menyebutka n benda- benda elastis 2. Menjelaskan

pengertian elastisitas 3. Menjelaskan

tentang tegangan, regangan dan modulus Young 4. Menentukan

pengaruh gaya terhadap perubahan panjang pegas 5. Menentukan

/ menghitung nilai tetapan gaya

6. Menganalisis

1. Peserta didik dapat

mengetahui benda-benda elastis

2. Peserta didik dapat

memahami pengertian elastisitas 3. Peserta didik

dapat memahami tegangan,reg angan dan modulus Young

4. Peserta didik dapat

menganalisis pengaruh gaya terhadap perubahan

(45)

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan

bakat dan

minatnya untuk memecahkan masalah.

tetapan gaya pada pegas yang disusun secara seri dan paralel

panjang pegas

5. Peserta didik dapat

menganalisis nilai tetapan gaya

6. Peserta didik dapat

menganalisis tetapan gaya pada pegas yang disusun secara seri dan paralel KI- 4

Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkrit dan ranah abstrak terkait dengan

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,

bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah

keilmuan.

KD 4.2 Melakukan percobaan tentang sifat elastisitas suatu bahan berikut

presentasi hasil dan makna fisisnya

1. Melakukan percobaan hukum Hooke dengan

menggunakan pegas/karet, mistar, beban gantung, dan statif secara berkelompok 2. Mengolah

data dan menganalisis hasil

percobaan ke dalam grafik, menentukan persamaan, membandingk an hasil percobaan dengan bahan pegas/karet yang berbeda, perumusan tetapan pegas susunan seri- paralel 3. Membuat

laporan hasil percobaan dan

Gambar

Tabel  1.1  Nilai Ulangan Harian Peserta Didik Kelas  XI MIPA SMAN 1  X Koto Diatas Tahun Ajaran 2018/2019
Gambar 2.1 Kartu Pintar IPA (Hermina, 2013) dalam Ayu Risqiana  Ulfa (2017: 43)
Gambar 2.3 Contoh Media Kartu Pintar Pokok Bahasan Energi Panas  Sehingga,    dapat    disimpulkan    langkah-langkah    media    kartu    pintar   IPA  berbasis cetakan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1  Paparan KI, KD, Indikator dan Tujuan Pembelajaran  Kompetensi Inti   Kompetensi
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Didapatkan

Hal ini dapat terlihat dari 20 orang siswa yang mengikuti tes kemampuan komunikasi matematis di kelas kontrol 8 orang siswa sudah mampu dalam menggunakan

Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu untuk memecahkan masalah- masalah yang kompleks Trianto (2009: 56). Salah satu model pembelajaran yang dapat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan Handout terhadap hasil belajar fisika siswa dalam materi

Salah satu model pembelajaran yang membuat peserta didik tidak bosan yaitu dengan model kooperatif dimana dalam model ini peserta didik dibentuk dalam kelompok- kelompok

Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru nampak dalam

Puji syukur ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan ridha-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan sekripsi yang berjudul, Pengaruh Model

Kedua, indikator aspek kualitas intruksional yaitu bagaimana penyajian LKPD fisika berbasis STEM yang mendukung peserta didik, bersifat fleksibel (dapat digunakan secara