• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. KAJIAN PUSTAKA. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. KAJIAN PUSTAKA. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

6

Universitas Kristen Petra

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Unsur-unsur Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat, banyak orang mengartikan kebudayaan tersebut dalam suatu pemikiran konsep kebudayaan yang terbatas maupun luas.

Sehingga karena luasnya, maka guna keperluan analisa konsep kebudayaan itu perlu dipecah lagi ke dalam unsur-unsurnya. Unsur-unsur terbesar yang terjadi karena pecahan tahap pertama disebut “unsur-unsur kebudayaan yang universal”, dan merupakan unsur-unsur yang pasti bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia. Adapun unsur-unsur kebudayaan universal tersebut adalah :

a. Sistem religi dan upacara keagamaan, b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan, c. Sistem pengetahuan,

d. Bahasa, e. Kesenian,

f. Sistem mata pencaharian hidup, g. Sistem teknologi dan peralatan.

2.2. Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan tewujud menjadi tiga yaitu:

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan- gagasan, norma-norma, peraturan-peraturan dan yang berhubungan dengan pikiran.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya masnusia.

Ketiga wujud di atas dapat diringkas, pertama adalah sistem budaya, kedua adalah sistem sosial dan ketiga adalah kebudayaan fisik. Ketiganya tidak dapat dilepaskan karena hubungannya saling memengaruhi dan memiliki hubungan kausalitas. Sistem budaya merupakan bagian dari budaya yang abstrak.

Sistem budaya ini merupakan pemikiran/konsep/gagasan manusia mengenai

(2)

7

Universitas Kristen Petra

sesuatu. Oleh karena itu sistem budaya ini juga disebut dengan wujud ideal kebudayaan. Sistem budaya juga disebut dengan adat tata kelakuan atau adat.

Sistem budaya ini memiliki fungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat (Koentjaraningrat 5). Adat dapat dibagi lebih khusus dalam empat tingkat, yaitu tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum, dan tingkat aturan khusus (Koentjaraningrat 11).

Wujud kedua dari kebudayaan adalah sistem sosial. Sistem sosial merupakan tidakan yang dilakukan manusia dalam masyarakat yang merupakan aplikasi dan realisasi dari sistem budaya yang telah dikonsepkan dan menjadi landasan dalam melakukan kegiatan atau aktivitas kebudayaan. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya, yang dari waktu kewaktu selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan (Koentjaraningrat 6). Sebagai kelakuan yang merupakan tindak lanjut dari sistem budaya, bentuk sistem sosial tidak abstrak tetapi sudah konket. Hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan manusia telah nyata ada dan dapat dilihat.

Ketiga wujud dari kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan lain. Kebudayaan ideel dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia.

Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya (Koentjaraningrat 7).

2.3. Kebudayaan Jawa

Kebudayaan jawa sebagai sub-bagian kebudayaan nusantara memiliki sistem pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang khas untuk pedoman warga masyarakat pendukungnya dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk di dalamnya adalah kebutuhan kesenian atau pengungkapan rasa keindahan.

Secara langsung atau tidak, disadari atau tidak, menjadi sumber dasar yang

(3)

8

Universitas Kristen Petra

melandasi, menjiwai, memotivasi, mengilhami, mempengaruhi, atau menjadi standardisasi, dalam memenuhi kebutuhan ekspresi seni warga masyarakatnya.

Dalam kekhasan budayanya itu, sebagai subbagian kebudayaan nusantara yang bercorak ketimuran, orientasi utamanya, secara tradisional, masih tetap bersifat mistis-religius. Apalagi jika dikaitkan dengan corak kehidupan masyarakatnya yang agraris, orientasi budaya yang bersifat mistis-religius, sampai sekarang masih dapat dirasakan, ditelusuri, atau dilihat dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat Jawa (Triyanto 6).

2.4. Nilai-Nilai Kebudayaan Jawa

Menurut Triyanto ada tiga nilai budaya jawa yang dapat dipakai sebagai wacana untuk membangun konsep estetika jawa. Tiga sumber nilai budaya yang dimaksudkan itu adalah :

a. Budaya kosmologis

Pertama, sesuatu yang indah itu, dalam pandangan budaya Jawa, jika memperlihatkan adanya nilai keteraturan. Keteraturan itu, bukan hanya dalam kaitan dengan masalah keindahan atau kesenian saja, namun dalam segala hal orang jawa harus bisa hidup teratur. Dengan kata lain seseorang belum dapat disebut njawani atau durung jawa jika tidak teratur, semrawut, atau acak-acakan. Untuk dapat memperoleh kesejahteraan atau keselamatan, maka segala sesuatunya harus dilakukan atau dibuat secara teratur. Pandangan ini sesungguhnya bersumber dari nilai budaya kosmologis, yakni pengetahuan atau pandangan orang Jawa tentang jagat raya atau alam semesta. Secara sederhana, yang dimaksud dengan istilah kosmos atau jagat adalah alam semesta yang teratur.

Pandangan tentang kosmologis tersebut menyiratkan pengertian bahwa alam semesta ini berada dalam suatu keteraturan dan kesatuan atas semua unsur-unsur yang ada di dalamnya. Karena itu secara budaya orang harus berusaha menjaga keteraturan, keseimbangan, keselamatan, kelestarian, ketenteraman dunia atau alam semesta ini. Hal ini tersirat dalam ungkapan tradisional jawa yang berbunyi memayu hayuning bawana.

Pandangan kosmologis ini terlihat sejalan dengan orientasi budaya

(4)

9

Universitas Kristen Petra

mistis-religius sebagaimana yang telah dikemukakan di depan yang menjadi karakteristik estetika nusantara. Nilai keteraturan, yang bersumber dari pandangan kosmologis tersebut, dalam kesenian tradisional jawa sangatlah diperlukan; baik dalam tata rupa, tata gerak, dan tata bunyi atau tata sastra lainnya.

Dalam kaitan dengan hal itu, Purwanto mengemukakan bahwa kehidupan masyarakat jawa sebagai masyarakat agraris, menjaga hubungan keteraturan, keselarasan, dan keseimbangan dengan lingkungan menjadi sebuah keharusan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan fisik maupun non fisik, termasuk Tuhan yang mengatur dirinya. Idealnya kehidupan manusia jawa, diyakini sebagai ukurannya, ialah apabila manusia dapat menyatukan diri dengan ketentuan-ketentuan Tuhan (manunggaling kawula lan Gusti). Konsep inilah yang menjadi inti pandangan kosmologi dalam kehidupan masyarakat jawa (Purwanto 145).

b. Klasifikasi simbolik

Nilai keindahan itu terdapat atau terletak pada sesuatu yang diposisikan, diletakkan, ditempatkan sesuai dengan peran, fungsi, atau kategorinya.

Hal ini sejalan dengan ungkapan tradisional jawa yang berbunyi empan papan. Artinya segala sesuatu yang dilakukan, ditempatkan, diposisikan, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan peran, fungsi, atau kategorinya, maka sebaik apa pun hal itu, ia menjadi jelek, tidak layak, atau ora pantes. Oleh sebab itu, aspek penataan, penempatan, atau pemanfaatan suatu benda atau hal, termasuk karya seni menjadi penentu nilai keindahannya.

Dalam bukunya berjudul kebudayaan jawa, Koentjaraningrat menjelaskan sistem klasifikasi simbolik orang jawa didasarkan pada dua, tiga, lima, dan sembilan kategori. Sistem yang didasarkan pada dua kategori dikaitkan dengan hal-hal yang berlawanan, bermusuhan, atau saling membutuhkan, dan terutama didasarkan pada perbedaan antara orang serta hal-hal : tinggi dengan rendah, asing, jauh, formal dengan biasa, dekat, dan informal, kanan dengan kiri, suci dengan profan, panas

(5)

10

Universitas Kristen Petra

dengan dingin, halus dengan kasar. Hal-hal yang berkedudukan tinggi dikaitkan dengan hal-hal yang asing, jauh, formal, kanan, suci, dan halus.

Sementara itu, hal-hal yang berkedudukan rendah dikaitkan dengan akrab, dekat, informal, kiri, profan, dan kasar. Dalam kehidupan empirik, misalnya, klasifikasi simbolik berdasarkan kategori tinggi dan rendah, asing dan biasa, jauh dan dekat, suci dan profan, formal dan informal, muncul dalam sistem gaya bahasa yang berlapis, Kategori panas dan dingin muncul untuk membedakan penyakit. Kategori kanan untuk hal- hal yang dianggap benar, sopan, halus, dan beradab, sedangkan kategori kiri untuk hal-hal yang jahat, tidak sopan, kurang ajar, kotor, dan tidak beradab. Lebih lanjut sistem kategori yang dualistik (oposisi binari) ini berkembang menjadi sistem ganda-tiga dengan kategori ketiga sebagai pusat yang menetralkan kedua pihak agar seimbang, misalnya dunia atas, bumi, dan dunia bawah. Selain sistem klasifikasi dualistik dan ganda-tiga ini, orang jawa juga mengenal sistem sistem yang berdasarkan lima kategori, misalnya sistem pembagian keempat kategori keempat arah mata angin dan yang kelima di tengah-tengahnya, sistem mancapat, hari pasaran jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon) yang dihubungkan dengan timur, selatan, utara, dan tengah atau dihubungkan dengan warna putih, merah, kuning, hitam, dan campuran di tengahnya (Koentjaraningrat 428-434).

c. Orientasi kehidupan orang jawa

Dalam perspektif budaya Jawa, keindahan suatu hal atau karya seni, haruslah memperlihatkan nilai harmoni. Nilai harmoni akan memberikan kesan tenang, tenteram, damai, cocok, selaras, serasi, dan seimbang dalam persepsi estetis seseorang yang menikmatinya. Harmoni merupakan salah satu orientasi penting kehidupan orang Jawa yang harus dapat diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupannya. Agar hidup memperoleh keselamatan dan kesejahteraan lahir batin, orang harus dapat menjalin hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan sesama, dengan lingkungan alam, dan dengan kekuatan-kekuatan gaib lainnya penguasa atau pencipta alam semesta (Koentjaraningrat 435-442).

(6)

11

Universitas Kristen Petra

2.5. Kearifan Lokal sebagai Pendorong Pembangunan di Jawa Timur Kearifan lokal yaitu kecendekiaan atau kebijaksanaan yang dipahami oleh masyarakat di wilayah kebudayaan (culture area) tertentu. Sebagai masyarakat multietnik yang bersifat pluralitas, masyarakat Jawa Timur sangat adaptif untuk menerima perubahan. Keterbukaan masyarakat Jawa Timur terhadap masuknya pengaruh budaya dari luar merupakan modal utama bagi pemberdayaan masyarakat. Sistem nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat Jawa Timur berbeda dengan sistem nilai budaya masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Berdasarkan data di lapangan menunjukan bahwa masyarakat Jawa Timur memiliki karakter njaba njero padha (keterbukaan, mengatakan apa adanya), jer basuki mawa bea (rela berkorban, termasuk uang), memiliki semangat juang tinggi, pantang menyerah (rawe-rawe rantas, malang-malang putung), dan mengutamakan persaudaraan (Sutarto dan Sudikan 21-22).

2.6. Pengertian Restoran

Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial, yang menyelengarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makanan maupun minum.

Tujuan operasi restoran adalah untuk mencari untung sebagaimana tercantum dalam definisi Prof. Vanco Christian dari School Hotel Administration di Cornell University. Selain bertujuan bisnis atau mencari untung, membuat puas para tamu pun merupakan tujuan operasi restoran yang utama (Marsum 7).

Perlu diingat bahwa restoran mempunyai tujuan untuk mengejar keuntungan demi kelangsungan hidup usaha itu.

Restoran berarti uang; karena itu perlunya untuk tahu pasti bagaimana mengelolanya, bagaimana cara membuat tamu-tamu senang dan puas sehingga mereka selalu berkeinginan untuk menjadi langganan di suatu restoran. Banyak hal yang harus diketahui. Banyak usaha dan upaya yang harus ditempuh agar tujuan operasi restoran dapat terwujud dengan baik.

Terdapat bermacam-macam definisi mengenai restoran. Menurut Wojowasito dan Poerwodarminto, yang dimaksud dengan design di dalam suatu restoran adalah rencana, maksud atau tujuan. Jadi restoran sebenarnya adalah

(7)

12

Universitas Kristen Petra

suatu bisnis yang direncanakan dengan baik yang dimaksudkan dan ditujukan untuk suatu tujuan tertentu.

Kalau berbicara design di dalam restoran, maka berarti kita juga akan men-design restoran kita dalam 3 hal, yakni how to run it, how to do it, dan how to get it. Bagaimana kita mengelolanya, mengerjakannya, dan bagaimana mendapatkannya (Marsum 8).

2.7. Klasifikasi Restoran

Menurut Soekresno, restoran adalah suatu usaha komersial yang menyediakan jasa pelayanan berupa makanan dan minuman yang dikelola secara profesional. Dilihat dari pengelolaan dan sistem penyajiannya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Soekrresno 17-18) :

a. Formal Restaurant (Restoran Formal)

Pengertian restoran formal adalah restoran yang dikelola secara komersial dan profesional dengan pelayanan yang eksklusif. Ciri-ciri restoran formal adalah sebagai berikut:

Penerimaan pelanggan dengan sistem pemesanan tempat terlebih dahulu.

 Para pelanggan terikat dengan menggunakan pakaian formal.

Sistem penyajian yang dipakai adalah Russian Service/ French Service atau modifikasi dari kedua table service tersebut.

 Menu pilihan yang disediakan adalah menu klasik/menu Eropa yang popular.

Disediakan ruang cokctail selain ruang jamuan makan, digunakan sebagai tempat untuk minum yang beralkohol sebelum menyantap makan.

Dibuka untuk pelayanan makan malam (dinner) atau makan siang (lunch).

Menyediakan berbagai merk minuman bar secara lengkap, khususnya wine dan champagne dari berbagai negara.

Menyediakan hiburan live music dan tempat untuk melantai dengan suasana yang romantis dan eksekutif.

 Harga makanan dan minuman relatif tinggi.

(8)

13

Universitas Kristen Petra

 Penataan meja dan kursi memiliki area servis yang lebih luas untuk dapat dilewati gueridon.

 Karyawan relatif banyak dengan standar kebutuhan satu pramusaji untuk melayani 4-8 pelanggan.

b. Informal Restaurant (Restoran Informal)

Pengertian restoran informal adalah restoran yang dikelola secara komersial dan profesional dengan lebih mengutamakan kecepatan pelayanan, kepraktisan dan frekuensi. Ciri-ciri restoran informal adalah sebagai berikut:

 Harga makanan dan minuman relatif murah.

 Penerimaan pelanggan tanpa sistem pemesanan tempat.

 Para pelanggan yang datang tidak terikat untuk menggunakan pakaian formal.

Tidak menyediakan hiburan live music.

 Penataan meja dan bangku cukup rapat antara satu dengan yang lainnya.

 Sistem penyajian makanan dan minuman yang dipakai adalah American Service/Ready Plate bahkan Self Service maupun Counter Service.

Daftar menu oleh pramusaji tidak dipresentasiakan tetapi di display di counter/langsung di setiap meja makan untuk mempercepat proses pelayanan.

 Menu yang disediakan cukup terbatas pada menu yang relatif cepat saji.

 Jumlah tenaga servis relatif sedikit dengan standar kebutuhan, satu pramusaji untuk 12-16 pelanggan.

c. Specialities Restaurant

Pengertian specialities restaurant adalah restoran yang dikelola secara komersial dan profesional dengan menyediakan makanan khas dan diikuti dengan sistem penyajian yang khas dari suatu negara tertentu.

Ciri-ciri specialities restaurant adalah sebagai berikut:

 Menyediakan sistem pemesanan tempat.

(9)

14

Universitas Kristen Petra

 Menyediakan menu khas suatu negara tertentu, popular, dan banyak disenangi pelanggan secara umum.

 Sistem penyajian disesuaikan dengan budaya negara asal dan dimodifikasi dengan budaya Internasional.

 Hanya dibuka untuk menyediakan makan siang dan makan malam.

Menu A la carte (daftar makanan di dalam menu yang mana masing-masing jenis makanan dapat dipesan, dipersiapkan dan diberi harga yang terpisah) dipresentasikan oleh pramusaji kepada pelanggan.

 Biasanya menghadirkan musik atau hiburan dari negara asal.

 Harga makanan relatif tinggi dibandingkan informal restoran, tetapi lebih rendah dari formal restoran.

 Jumlah tenaga sedang, dengan standar kebutuhan pramusaji untuk melayani 8-12 pelanggan.

2.8. Jenis Restoran

2.8.1. Gourmet (Restoran Ala Ruang Makan di Rumah Mewah)

Inilah restoran yang selama ini dianggap sebagai restoran terbaik dengan format seperti ruang makan di rumah mewah. Restoran semacam ini kebanyakan terdapat di hotel-hotel bercita rasa tinggi. Biasanya, restoran semacam ini berbiaya operasional tinggi karena membutuhkan dekorasi yang berkelas dan butuh banyak pelayanan terlatih. Akibatnya, harga yang di patok sangat tinggi dan konsumennya rata-rata orang tertentu saja. Kadang-kadang juga dilengkapi dengan live music sebagai sarana hiburannya, tetapi secara umum suasana yang ditawarkan sangat tenang (Saidi 8).

2.8.2. Fast Food (Restoran Layanan Cepat)

Restoran semacam ini sangat populer di kota-kota besar. Tidak heran karena banyak masyarakat perkotaan yang disibukan oleh berbagai aktivitas sehingga mereka tidak ingin membuang-buang waktu hanya untuk menunggu makanan. Oleh karena itu, restoran semacam itu, restoran semacam ini

(10)

15

Universitas Kristen Petra

membutuhkan pemilihan lokasi yang tepat, seperti supermaket, ruko-ruko dekat perkantoran, dan kafe, bukan di pinggir jalan raya atau di permukiman.

Sebagian besar restoran fast food juga menyediakan layanan delivery order/take out, layanan yang tidak dimiliki oleh restoran jenis gourmet (Saidi 9).

2.8.3. Bistro/Grill (Restoran Keluarga)

Dari segi dekorasi, restoran ini merupakan perpaduan antara gourmet dengan fast food. Restoran semacam ini memiliki banyak menu makanan dan minuman serta menonjolkan sisi pelanggan dan membuat mereka seakan-akan berada di rumah sendiri. Pelayanan yang ramah dan kekeluargaan menjadi ciri khas restoran jenis ini. Namun, dari sisi dekorasi tidak sementereng gourmet.

Menunya pun biasa-biasa saja dengan harga terjangkau (Saidi 9).

2.8.4. Buffet (Swalayan/prasmanan, bahkan masak sendiri)

Jenis restoran semacam ini tergolong langka. Gi Indonesia hanya ada beberapa yang menggunakan konsep seperti ini, misalnya restoran asal Jepang dan Amerika. Di restoran ini, sentuhan pelayanan dari waiters relatif minim dibanding gourmet dan bistro, namun lebih banyak jika dibandingkan dengan fast food. Pelanggan dengan leluasa memilih dan bahkan memasak sendiri menu- menunya.

Hal yang paling menonjol pada jenis restoran ini adalah para konsumen dapat makan dengan puas dengan satu harga yang sudah dipatok (Saidi 9-10).

2.8.5. Restoran Padang

Dari namanya saja kita sudah mengetahui kalau restoran ini menyediakan makanan-makanan khas Padang. Restoran jenis ini dimiliki oleh sebagian besar orang Padang, tetapi bukan berarti semua restoran Padang dimiliki oleh orang Padang. Saat ini restoran Padang sudah meluas sampai ke berbagai belahan dunia, seperti Eropa dan Amerika.

Jika dikelola dengan serius dan sungguh-sungguh restoran Padang yang kecil dapat menjadi restoran besar dan memiliki cabang di berbagai tempat,

(11)

16

Universitas Kristen Petra

seperti Sederhana, Simpang Raya, Sari Bundo, dan Natrabu yang telah melegendaris (Saidi 10).

2.8.6. Restoran Sederhana

Jika anda berminat dalam usaha restoran, tetapi modal masih terbatas, Anda bisa memulai dengan membangun restoran sederhana. Menu yang disajikan tidak harus istimewa. Yang terpenting adalah enak, higienis, dan relatif murah.

Ada saran yang baik bagi pemilik usaha restoran sederhana, yaitu Anda tanyakan kepada para konsumen, mereka ingin masakan apa? Tentunya Anda dapat melakukan pengembangan usaha dengan memenuhi keinginan sebagian besar konsumen Anda (Saidi 10-11)

2.8.7. Restoran Istimewa

Hampir semua orang menyukai suasana pegunungan yang tenang dan sejuk. Anda dapat memanfaatkan situasi ini dengan mendirikan restoran di daerah pegunungan yang indah dan mudah dijangkau oleh banyak orang. Sebaiknya, ada menu khusus dan minuman yang dapat menghangatkan badan.

Tentunya, restoran ini tidak hanya berada di daerah pegunungan, tetapi juga di tempat-tempat lain yang memberikan kesan khusus dan jauh dari keramaian (Saidi 11).

2.8.8. Restoran Etnik

Indonesia kaya akan suku dan budaya. Tidak hanya itu, Indonesia pun kaya akan maskan-masakan tradisional. Bisa dikatakan bahwa setiap daerah memiliki makanan tradisional, seperti gudeg dari Yogyakarta, wingko dari Jawa Tengah, peuyeum dari Bandung, bika ambon dari Medan, dan sate dari Madura.

Makanan-makanan ini sudah banyak dikenal dan disukai banyak orang. Salah satu makanan tradisional yang juga disukai banyak orang adalah pempek, makanan khas Palembang. Sebenarnya, Palembang memiliki banyak makanan khas, seperti tekwan, martabak har, mie celor, kue lapis legit, kue maksuba, kerupuk ikan belinda, lakso, burgo, celimpungan, tempoyak, lempok atau dodol duren, rujak mie, roti komplit, dan pindang. Bila satu restoran menyediakan makanan-makanan

(12)

17

Universitas Kristen Petra

khas seperti ini (di luar Pulau Sumatra), menurut saya, inilah keunikan yang dapat diciptakan. Apalagi ditunjang dengan pakaian, aksesoris, dan musik khas Palembang (Saidi 11-12).

2.9. Tinjauan Lokasi/ Site

2.9.1. Meninjau dan Menganalisis Lokasi

Menurut Saidi, terdapat beberapa tahapan dalam meninjau dan menganalisis lokasi yaitu :

a. Ketahui sejarah lokasi tersebut.

b. Pelajari kemungkinan perkembangan wilayah itu.

c. Amati akses transportasinya.

d. Ketahui penghuni mayoritas lokasi tersebut.

e. Ketahui tentang fasilitas air, listrik, dan telepon.

f. Mudah dilihat dan mudah dicari.

g. Area parkir.

h. Sesuaikan dengan jenis usaha (Saidi 19-20).

2.9.2. Pemilihan Lokasi

Menurut Saidi, ada beberapa lokasi yang dapat dipilih untuk membangun bisnis restoran yaitu :

a. Pusat Kota

Keuntungan : Sumber konsumen melimpah dan transportasi mudah.

Kerugian : Tempat sangat terbatas, parkir sempit, dan biaya jauh lebih mahal.

b. Pinggiran

Keuntungan : Lahan luas, parkir luas, dan biaya jauh lebih rendah.

Kerugian : Perlu lebih mengenal pasar, transportasi biasanya berkendala, dan konsumen tidak sebanyak di pusat kota.

c. Pusat belanja

Keuntungan : Konsumen melimpah, parkir luas, transportasi mudah, dan nyaman.

Kerugian : Biaya sangat mahal.

(13)

18

Universitas Kristen Petra

d. Pasar

Keuntungan : Jumlah konsumen sangat banyak.

Kerugian : Terlalu banyak kendala transportasi, tidak aman, dan tidak nyaman.

e. Dekat pemukiman

Keuntungan : Biaya relatif rendah, lokasi luas, dan konsumen tidak sedikit.

Kerugian : Lokasi strategis sulit didapat.

f. Berdiri sendiri

Keuntungan : Biaya lebih rendah dan Anda punya kebebasan dalam berbagai hal, seperti jam buka dan tutup.

Kerugian : Anda hanya mengandalkan kehebatan sendiri (Saidi 43- 49).

2.10. Faktor-Faktor dalam Mendesain Restoran

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mendesain sebuah restoran, antara lain :

a. Time and Convenience

Dalam hal ini, kenyamanan lokasi dan kecepatan penyajian mempunyai pengaruh penting dalam kepuasan pelanggan (Lawson 82).

b. Mood and Atmosphere

Suasana hati termasuk hal yang berhubungan dengan perasaan. Pada beberapa hal tertentu dipengaruhi oleh lingkungan tempat restoran itu berada maupun beberapa pertimbangan seperti privasi/grup, formal atau nonformal, suasana ceria atau rileks.

Style desain, pemilihan dekorasi dan pengaturan perabot secara bersamaan akan menghasilkan imajinasi yang dapat menimbulkan kesan eksklusif atau beberapa karakter yang diinginkan. Atmosfer juga dapat diterapkan dalam interior maupun eksterior, background music dan efek pencahayaan.

Variasi tempat duduk dan pengaturannya mempunyai arah yang penting,

(14)

19

Universitas Kristen Petra

main entrance juga harus merefleksikan secara tepat karakter dan tingkatan dari restoran tersebut (Lawson 83).

c. Attitude and Service

Menimbulkan kesan kepada pelanggan sehingga mereka merasa bahwa mereka adalah orang-orang penting. Penampilan restoran dan lingkungannya akan memberikan pengaruh besar dimana pelanggan akan menentukan tempat mereka untuk menikmati makanan dan minuman (Lawson 84).

d. Valuation and Charge

Aspek ini berhubungan dengan pertimbangan finansial. Dalam beberapa hal sebagian besar pelanggan tidak mempermasalahkan harga yang lebih mahal dari tempat yang lain tapi lebih dipengaruhi oleh cara pelayanan, suasana yang akan menimbulkan kenyamanan bagi pelanggan (Lawson 85).

2.11. Tata Ruang Restoran

Mendirikan restoran tidak terlepas dari persiapan awal tata ruang dan rancangan bangunan yang sesuai dengan kebutuhan operasional restoran secara keseluruhan, bangunan restoran menjadi tempat manusia melakukan aktivitas seperti mempersiapkan bahan makanan dan minuman, memproses bahan mentah menjadi hidangan siap santap. Selain itu, restoran memerlukan tempat untuk penyajian dan tempat pelanggan menikmati hidangan.

Ruangan restoran hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga peletakan meja kursi dapat diatur bervariasi dan dapat dirubah susunannya sewaktu-waktu disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan yang menginginkan tempat duduk secara berkelompok dalam satu meja.

Tata ruang restoran sebaiknya memiliki fasilitas ruang yang memadai agar memberikan dukungan bagi pekerja melakukan aktivitasnya sehingga menghasilkan mutu penduduk yang berkualitas serta memberikan kenyamanan bagi pelanggan restoran untuk menikmati produk restoran tersebut.

Tata ruang restoran tentunya dirancang dan dibangun dengan mempertimbangkan sirkulasi kegiatan operasional dimulai dari ruangan sebagai

(15)

20

Universitas Kristen Petra

tempat melakukan aktivitas awal yakni penerimaan bahan mentah kemudian diproses sampai dengan penyajiannya. Semua tahapan tersebut memerlukan ruangan yang memadai (Soekresno 17-20).

2.12. Persyaratan Ruang Restoran

Sebuah restoran tentunya mempunyai persyaratan khusus yang harus diperhatikan. Menurut Soekresno, adapun ruangan yang memiliki persyaratan khusus adalah sebagai berikut:

a. Ruang Depan (Front Area)

Menurut Soekresno, ruang depan yang dimaksud adalah ruangan ruangan yang mempunyai fungsi dan kegunaan yang diperuntukan bagi pelanggan restoran. Persyaratannya yaitu:

 Luas area memenuhi standar.

 Penyekat restoran dan dapur harus tahan api.

 Tersedianya pintu darurat dan tangga darurat.

 Selalu terpasang alat deteksi kebakaran.

 Pintu keluar masuk pelanggan, pegawai, dan pintu jalanan harus terpisah.

 Cukup penerangan

 Sirkulasi udara memadahi dan tersedianya pengatur suhu udara.

 Bersih, rapi dan sanitari memenuhi syarat kesehatan.

 Kualitas bahan bangunan memenuhi standar.

 Layout ruangan yang tercipta mudah diubah.

 Mudah untuk dibersihkan dan dirawat (Soekresno 34).

b. Ruangan Belakang (Back Area)

Menurut Soekresno yang dimaksud dengan ruang belakang adalah ruangan-ruangan yang mempunyai fungsi dan kegunaan sebagai area penyimpanan, penyiapan, pengolahan produk makanan dan minuman yang mana sebagai tempat aktifitas kerja bagi karyawan restoran. Syarat- syarat back area:

 Cukup penerangan.

(16)

21

Universitas Kristen Petra

 Gudang penyimpanan bahan makanan terpisah sesuai dengan jenisnya.

 Lantai tidak licin dan dibuat selokan-selokan saluran pembuangan air yang memadahi dan lancar.

 Terasanya alat penghisap dan saluran pembuangan asap dapur.

 Saluran air bersih lancar dan mencukupi (Soekresno 35).

c. Dapur

 Luas dapur sekurang-kurangnya 40% dari ruang makan atau 27%

dari luas bangunan.

 Permukaan lantai dibuat cukup landai ke arah saluran pembuangan air limbah.

 Permukaan langit-langit harus menutup seluruh atap ruang dapur, permukaan rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan.

 Penghawaan dilengkapi dengan alat pengeluaran udara panas maupun exhausfan yang dipasang setinggi 2 meter dari lantai dan kapasitasnya disesuaikan bangunan.

Tungku dapur dilengkapi dengan sungkup asap (hood), alat perangkap asap, cerobong asap, saringan, serta pengumpul lemak.

Semua tungku terletak di bawah sungkup asap (hood).

 Pintu yang berhubungan dengan halaman luar dibuat rangkap, dengan pintu bagian luar membuka ke arah luar.

 Daun pintu bagian dalam dilengkapi dengan alat pencegah masuknya serangga yang dapat menutup sendiri.

 Ruang dapur paling tidak terdiri dari: tempat untuk pencucian peralatan, tempat penyimpanan bahan makan, tempat pengepakan, tempat persiapan, tempat administrasi.

Intensitas pencahayaan alam maupun buatan minimal 10 foot candle.

 Pertukaran udara sekurang-kurangnya 15 kali per jam untuk menjamin kenyamanan kerja di dapur, menghilangkan asap dan debu.

 Ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya.

(17)

22

Universitas Kristen Petra

 Udara di dapur tidak boleh mengandung kuman lebih dari dari 5juta/gram.

 Tersedia sedikitnya meja peracikan, peralatan, lemari/fasilitas penyimpan dingin (refrigerator), rak-rak peralatan, bak-bak pencucian yang berfungsi dan terpelihara dengan baik.

 Tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban/WC, kamar mandi dan tempat tinggal.

d. Ruang Makan

 Setiap kursi tersedia ruangan minimal 0.85 meter persegi.

 Pintu yang berhubungan dengan halaman dibuat rangkap, pintu bagian luar membuka ke arah luar.

 Meja, kursi dan taplak meja harus dalam kondisi bersih.

 Rumah makan/ restoran yang tidak mempunyai dinding harus terhindar dari pencemaran.

 Tidak boleh mengandung gas-gas beracun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 Tidak boleh mengandung angka kuman lebih dari 5 juta/gram.

e. Gudang Bahan Makanan

 Jumlah bahan makanan yang disimpan disesuaikan dengan ukuran gudang.

 Gudang bahan makanan tidak boleh digunakan untuk menyimpan bahan lain selain makanan.

 Gudang dilengkapi dengan rak-rak tempat penyimpanan makanan.

2.13. Furniture di Restoran

Furniture atau perabot untuk keperluasn restoran harus benar-benar dideteksi secara cermat sehingga semua dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhannya. Furniture tersebut harus praktis, nyaman dipakai, serta sedap dipandang. Untuk tiap outlet atau bagian dari ruang makan sengaja dibuat berbeda. Sesekali perlu juga diubah susunannya untuk mengubah atmosfir atau suasana agar tidak membosankan, selalu menarik, dan menawan.

(18)

23

Universitas Kristen Petra

Kayu adalah bahan baku yang paling umum dipergunakan sebagai perabot di dalam ruang makan utama atau main dining room. Bermacam-macam corak dan tipe perabotan serta dekorasi dari bunga maupun biji-bijian, susunannya tampak bagus dan menarik. Perabot dari kayu biasanya merupakan bagian yang penting, seperti meja, kursi, lemari, meja samping atau side stand dan sebagainya.perabot yang terbuat dari bahan kayu mempunyai kelebihan tak berkarat, kuat, serta lebih nyaman dipakai (Marsum 17).

2.13.1. Kursi

Kursi-kursi dalam ruang makan disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga selalu nampak rapi dalam jajarannya; model dan warnanya manis serta menarik setiap saat. Karena kursi-kursi itu bervariasi, bentuk dan ukurannya, tinggi dan lebarnya, maka agar ruang makan itu bisa menampung cukup banyak tamu, ruangan itu perlu diatur dengan patokan tertentu. Menurut Marsum (Marsum 19), di bawah ini ada satu cara atau patokan ukuran yang baik :

a. Tempat duduknya setinggi 46cm, atau 18 inchi dari lantai.

b. Tinggi bagian sandarannya dari lantai adalah 1m atau 3 feet.

c. Dalamnya tempat sandaran dari ujung depan kursi adalah 46 cm atau 18 inchi.

2.13.2. Meja

Ada bermacam-macam bentuk meja makan. Macam meja makan yang harus dipilih untuk ruang makan tergantung di bagian mana meja itu akan ditempatkan; misal di pojok, di tengah, di pinggir, dan sebagainya. Bentuk-bentuk yang paling umum ialah:

a. Bentuk bulat, ada bermacam-macam ukurannya.

b. Bentuk elips atau lonjong telur.

c. Bentuk bujur sangkar (square table).

d. Bentuk empat persegi panjang (oblong table).

Di restoran dapat juga dipergunakan meja dengan bentuk campuran; ada beberapa meja yang berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang, bulat, dan ada juga beberapa meja yang berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang,

(19)

24

Universitas Kristen Petra

bulat, dan ada juga beberapa yang berbentuk bulat telur atau elips. Ada berbagai pilihan untuk memberikan variasi asalkan bentuk ruang makan memungkinkan.

Namun kalau bentuk ruang makan empat persegi panjang, maka dengan bentuk satu macam, bujur sangkar atau empat persegi panjang saja, akan lebih efisien.

Penyusunan meja juga kadang-kadang disesuaikan dengan tipe atau gaya pelayanan yang ditampilkan.

Selain bentuknya, ukuran pun bermacam-macam. Ada meja yang dipergunakan untuk 2 orang, 3 orang, 4 orang, 6 orang dan sebagainya. Sehingga perlunya untuk dapat menggabungkan menjadi satu deret untuk tamu-tamu rombongan, satu keluarga besar, atau undangan yang sifatnya resmi (Marsum 19- 20)

2.14. Persyaratan Interior Restoran 2.14.1. Lantai

Lantai pada restoran dibuat kedap air, rata, tidak licin, mudah dibersihkan dan juga pertemuan antara lantai dan dinding tidak boleh dibuat sudut mati (Soekresno 74). Lantai pada retoran selain harus mudah perawatannya, ia juga harus menjadi unsur dekoratif ruangan. Selain itu, lantai juga harus mendukung desain yang ada dan menyatu dengan dinding dan plafon yang ada. Penampilan menjadi unsur utama dalam pemilihan material lantai untuk restoran, selanjutnya barulah unsur kebersihan. Lantai restoran juga harus memiliki ketahanan terhadap gesekan dari benda di atasnya karena akan ada banyak gesekan di atasnya. Lantai yang licin akan mengeluarkan suara saat ada gesekan diatasnya dan juga membuat orang mudah terjatuh karena licin. Untuk itu perlu disiasati untuk mengurangi suara dan mengurangi resiko pelanggan yang jatuh dengan menggunakan material yang bertekstur. Lantai yang bertekstur ini cocok untuk area dapur dan waitress agar memudahkan pekerjaan mereka (Lawson 142-143).

2.14.2. Dinding

Untuk area restoran dibutuhkan penutup dinding yang mudah perawatannya, tahan lama, seperti plaster, batu alam, dan kaca yang memiliki karakter sebagai berikut:

(20)

25

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.1. Dinding plaster Sumber: www.google.com

a. Plaster memiliki kelebihan karena permukaannya dapat menyesuaikan keinginan desainer. Permukaannya dapat dibuat kasar atau halus. Tekstur kasar yang dihasilkanpun dapat diatur sesuai keinginan.

Gambar 2.2. Batu alam pada pilar sebagai aksen Sumber: www.google.com

(21)

26

Universitas Kristen Petra

b. Batu alam memiliki karakter yang kuat dan tahan terhadap cuaca, biasanya diletakan pada eksterior bangunan dan pada interior diletakan hanya sebagai aksen saja.

Gambar 2.3. Material kaca pada main entrance Sumber: www.google.com

c. Karakter kaca yang transparan membuatnya cocok untuk diletakan pada area main entrance untuk menarik minat pengunjung masuk ke dalamnya.

Untuk area makan dibutuhkan penutup dinding yang memiliki penampilan yang menarik untuk jangka waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, kualitasnya juga perlu diperhatikan, seperti kaca, cermin, wallpaper yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Karakteristik dari kaca itu sendiri adalah transparan sehingga dinding yang menggunakan material ini biasanya juga diberi permainan lighting karena material ini dapat memberi efek khusus dalam pencahayaan sesuai dengan keinginan desainer.

b. Karakteristik dari cermin adalah material ini dapat memantulkan gambar sehingga memberi kesan ruangan menjadi lebih luas. Selain itu, biasanya cermin divariasi dengan diberi ukiran untuk menciptakan sebuah patra.

(22)

27

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.4. Aplikasi wallpaper pada dinding Sumber: www.google.com

c. Wallpaper merupakan salah satu penutup dinding yang sangat sering digunakan dalam area makan karena wallpaper memiliki banyak variasi motif dan dapat digunakan dalam area yang lebar. Namun, kekurangan dari wallpaper adalah ia tidak tahan lama dan rawan jika terkena goresan.

Material ini cocok untuk dekorasi ruangan restoran yang harus sering diubah agar tidak membosankan.

Untuk area dapur penutup dinding yang digunakan harus yang mudah dibersihkan dan mudah maintarancenya seperti glazed ceramic tiles. Glazed ceramic tiles cocok untuk area dapur karena material ini memiliki karakteristik yang tahan api dan air. Pilihan warnanya pun beraneka ragam menyesuaikan dengan suasana ruangan yang ada (Lawson 123-131).

2.14.3. Plafon

Karakteristik sebuah plafon mengikuti fungsi ruang yang ditutupinya.

Untuk area dapur dibutuhkan plafon yang tahan terhadap api dan suhu yang tinggi. Untuk itu ketinggian plafon diatur agar tidak terlalu dekat dengan kompor dan bagian pemanas lainnya. Untuk area makan dibutuhkan plafon yang memiliki unsur dekoratif dan mudah perawatannya. Hal ini dikarenakan area ini menjadi

(23)

28

Universitas Kristen Petra

pusat dari sebuah restoran yang menarik pengunjung. Untuk itu penampilan yang menarik sangat dibutuhkan pada area ini (Lawson 138-141).

2.15. Teori Warna

Menurut Lawson, warna pada restoran dapat dibuat dengan tiga teknis utama, yaitu dengan:

a. Memberi lampu dekorasi pada latar belakang atau background yang berwarna putih dan natural.

b. Memberi lampu dekorasi pada area-area tertentu seperti di atas meja makan dan area lainnya.

c. Warna pada dekorasi dan perabot menimbulkan efek-efek tertentu (Lawson 111).

Menurut Lawson, efek dari warna tersebut ialah sebagai berikut:

a. Warna biru dan hijau menimbulkan kesan alami (langit, tanaman, pohon) sehingga pengunjung dapat merasa sejuk dan rileks.

b. Warna orange, merah dan kuning (sinar matahari, panas api) menimbulkan kesan sempit pada ruang, hangat dan intim.

c. Warna ungu berkesan elegan dan sangat cocok dipadukan dengan warna emas.

d. Perpaduan warna-warna cerah dapat merangsang minat makan.

e. Warna netral (krem dan abu-abu) menimbulkan kesan simple dan elegan.

f. Warna hitam dan putih kebanyakan digunakan untuk membedakan area.

g. Special effect dapat memperkuat point of interest, misalnya stained glass dan mosaik digunakan pada area bar untuk menimbulkan kesan gemerlap (Lawson 112).

2.16. Pencahayaan Restoran

Pencahayaan di daerah layanan makanan memerlukan cahaya yang cukup khususnya sekitar meja kasir memerlukan 600 lux (Lawson 59).

Pencahayaan yang bagus juga perlu disediakan pada area-area sirkulasi dan terutrama di atas anak tangga. Menurut Lawson, ada beberapa tingkat penerangan berdasarkan kode penerangan, yaitu sebagai berikut:

(24)

29

Universitas Kristen Petra

a. Meja Resepsionis 400 lux.

b. Kantor 300 lux.

c. Entrance hall 200 lux.

d. Anak tangga 200 lux (Lawson 113).

2.17. Penghawaan Restoran

Untuk menyeimbangkan udara dan menghindari asap yang berlebihan dan uap yang ada dalam tempat penyajian, penyaring udara sering disediakan di sekitar langit-langit/ kanopi. Menurut Lawson, pertukaran udara sangat diperlukan dalam sistem ventilasi (Lawson 59).

Menurut Lawson, temperatur yang paling nyaman pada saat penghuni duduk di dalam sebuah restoran adalah:

a. Ambient temperature 18-20 derajat Celcius.

b. Kelembaban udara relatif 40-60%.

c. Jumlah uap panas yang diperlukan oleh tubuh sekitar 90 watt (Lawson 118).

2.18. Tata Akustik

Untuk memperoleh derajat reduksi bising yang diinginkan maka tindakan yang dilakukan adalah memberi lapisan akustik. Akustik dapat mengatasi masalah teknis yang berhubungan langsung dengan desain interior. Antara lain tingkat bunyi yang berlebihan, perlindungan privacy ruangan, tingkat kejelasan percakapan dengan latar belakang suara dan pengadaan suara latar yang sesuai dalam situasi tertentu (Pile 141).

2.19. Sirkulasi 2.19.1. Jenis Sirkulasi

Menurut Suptandar Pola penataan sirkulasi pada ruang ada beberapa macam, yaitu :

(25)

30

Universitas Kristen Petra

a. Sequential Circulation (Linier)

Sequential circulation adalah sirkulasi yang terbentuk berdasarkan pola ruang dan pengunjung yang diarahakan ke suatu tujuan dengan satu jalan.

Pengunjung diharuskan melewati jalan tersebut

Gambar 2.5. Sequential Circulation Sumber: Suptandar (1987, p.234)

b. Random Circulation

Dalam random circulation, pengunjung dapat memilih jalan yang mereka inginkan. Pengunjung bergerak bebas untuk menuju tempat yang diinginkan tanpa ada batasan-batasan dinding pemisah.

Gambar 2.6. Random Circulation Sumber: Suptandar (1987, p.234)

(26)

31

Universitas Kristen Petra

c. Radial Circulation

Dalam radial circulation, pengunjung tidak diarahkan untuk menuju ke satu tempat.

Gambar 2.7. Radial Circulation Sumber: Suptandar (1987, p.234)

d. Linier Bercabang

Dalam linear bercabang, sirkulasi pengunjung tidak terganggu, terdapat adanya pembagian ruang yang jelas.

Gambar 2.8. Linier Bercabang Sumber: Suptandar (1987, p.234)

(27)

32

Universitas Kristen Petra

2.19.2. Perencanaan Sirkulasi

Menurut Lawson analisa kemungkinan pelanggan dan staf sangat penting untuk menentukan tata letak yang optimal. Perencanaan sirkulasi harus bertujuan untuk memastikan:

a. Fasilitas yang dibutuhkan berada pada tempat yang tepat.

b. Pergerakan direncanakan dan dirasionalkan.

c. Ruang, fasilitas dan karyawan digunakan paling efektif.

d. Penundaan, kepadatan dan kemacetan dikendalikan.

e. Gangguan terhadap pelanggan lain diminimalkan (Lawson 75)..

2.19.3. Sirkulasi dalam Restoran

Menurut Lawson ketentruan untuk membimbing sirkulasi pelanggan dalam restoran akan tergantung pada gaya layanan. Di restoran yang mahal pengunjung mungkin akan diterima dan dibawa ke tempat duduk mereka oleh resepsionis atau kepala pelayan. Dalam kasus lain gerakan pelanggan harus diakomodasi oleh:

a. Menyediakan jalan yang jelas dari pintu masuk utama sampi ke dalam restoran.

b. Secara visual atau fisik menempatkan rintangan untuk mengatur gerakan (rintangan pembatas, layar, display tanaman).

Semua rintangan harus cukup tinggi dan cukup mencolok untuk menjadi mudah terlihat di sebuah ruang yang penuh sesak. Mereka seharusnya tidak mengaburkan pandangan dan harus mudah dipindahkan ketika ada acara-acara tertentu (Lawson 76)..

2.19.4. Sirkulasi ke Ruang Makan

Menurut Lawson akses ke ruang makan mungkin:

a. Langsung dari jalan public atau tempat terbuka.

b. Melalui jalan lintas atau tangga.

c. Fasilitas toilet yang berdekatan.

d. Melalui area resepsionis dengan layanan lounge and bar.

(28)

33

Universitas Kristen Petra

e. Melalui sebuah area layanan untuk berbagai macam makanan (Lawson 76).

2.19.5. Sirkulasi dan Tempat Duduk

Menurut Lawson jalur sirkulasi untuk pengunjung dan staf harus direncanakan untuk meminimalkan berbagai gangguan. Pilihan tempat duduk umumnya:

a. Dekat jendela dan dinding luar.

b. Mengelilingi batas luar dengan ruang kecil dalam satu ruang dan area pribadi.

c. Dekat fitur tertentu yang menarik atau berbagai display.

Posisi yang kurang menguntungkan membutuhkan desain yang bagus untuk meminimkan gangguan atau kejengkelan:

d. Lokasi dekat pintu kursi menghadap ke dalam.

e. Lokasi area pelayanan sebagian disembunyikan oleh layar dekoratif atau ornament dan redaman suara mungkin diperlukan.

f. Lokasi pada ruang tengah perlu mengecilkan partisi, layar, dan tanman digunakan untuk membagi ruang tanpa mengisolasi area tersebut (Lawson 104)..

2.20. Pelayanan Troli

Menurut Lawson dalam perencanaa untuk layanan dengan menggunakan troli, meja harus diatur dalam formasi cukup biasa dengan lorong lebar atau ruang sirkulasi. Sebagai aturan, lebar bersih setidaknya 1,050 mm (42 in.) harus disediakan, dan juga dapat ditingkatkan menjadi 1,350 mm (54 in.) dekat dengan pintu masuk dan rute sirkulasi utama (Lawson 154).

(29)

34

Universitas Kristen Petra

2.21. Dimensi untuk Penataan Tempat Duduk dan Sirkulasi

Gambar 2.9. Sirkulasi untuk antar meja Sumber: Lawson (1994, p.81)

(30)

35

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.10. Sirkulasi untuk area servis Sumber: Lawson (1994, p.83,84)

Gambar 2.11. Dimensi meja dan kursi Sumber: Lawson (1994, p.83,84)

Gambar

Gambar 2.2. Batu alam pada pilar sebagai aksen  Sumber: www.google.com
Gambar 2.3. Material kaca pada main entrance  Sumber: www.google.com
Gambar 2.4. Aplikasi wallpaper pada dinding  Sumber: www.google.com
Gambar 2.5. Sequential Circulation  Sumber: Suptandar (1987, p.234)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan strategi penjualan dalam rangka meningkatkan penjualan Toko Damai melalui “analisa SWOT yang dapatmenggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman

masyarakat adil dan makmur yang materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 seperti tercantum dalam perencanaan pembangunan jangka panjang sehingga

Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain dan (terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang diletakkan di

Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan

Pembentukan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Perubahan Kedua Atas Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja

Untuk pemadaman, ada beberapa alat yang biasanya digunakan yaitu Fire Extinguisher (sering digunakan karena dapat dipindah dan tidak memerlukan sistem plumbing), Standpipes

Biasanya dilakukan setiap bulan Suro “Bulan Jawa) yaitu tanggal 10 Suro di Sunan Kudus dan 16 Suro di Sunan Muria. b.) Tradisi Dandangan: merupakan tradisi untuk menyambut

Kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi proses organisasi kegiatan dalam rangka untuk suatu kelompok yang terorganisir untuk mencapai tujuan atau