TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII B SMP KANISIUS KALASAN PADA TOPIK BAHASAN OPERASI ALJABAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW II TAHUN AJARAN 2016/2017 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh: Chintya Kurniawati
NIM : 121414123
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII B SMP KANISIUS KALASAN PADA TOPIK BAHASAN OPERASI ALJABAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW II TAHUN AJARAN 2016/2017 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh: Chintya Kurniawati
NIM : 121414123
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh
kemurahan”
-Matius 5:7-
Dengan hati penuh syukur dan kemurahan hati, kupersembahkan Skripsi ini
untuk :
Tuhan Yesus Kristus,
Papa dan Mama tercinta,
Adik tersayang Rama Mizaell Dwi Nugraha,
Kakak tersayang Maria Anjelina Irawati Ule,
Mas Leonardo Chandra Pratama,
Seluruh keluarga besar dan teman-teman,
vii
Chintya Kurniawati. 2017. Pengaruh Keaktifan Belajar dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII B SMP Kanisius Kalasan pada Topik Bahasan Operasi Aljabar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) keterlaksanaan proses model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II, (2) pengaruh keaktifan belajar terhadap hasil belajar siswa (3) pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa.
Penelitian ini mengunakan metode kuantitatif. subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII B SMP Kanisius Kalasan. Instrumen pada penelitian ini meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar pengamatan keaktifan siswa, kuesioner motivasi belajar serta tes hasil belajar. Validitas isi diperoleh dengan melakukan uji pakar, yang dilakukan oleh dosen pembimbing dan guru mata pelajaran. Validitas butir diperoleh dengan uji coba instrumen. Butir soal yang tidak valid dikonsultasikan kepada pakar untuk revisi. Reliabilitas instrumen motivasi diperoleh sebesar � = 0,685, sedangkan reliabilitas instrumen hasil belajar sebesar � = 0,614.
Berdasarkan analisis diperoleh bahwa (1) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II telah terlaksana dengan persentase terlaksana sebesar 88,89%, (2) ada pengaruh keaktifan belajar terhadap hasil belajar siswa dengan koefisien korelasi sebesar 0,5267 serta kontribusi pengaruh keaktifan belajar terhadap hasil belajar sebesar 27,74%, (3) ada pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa dengan koefisien korelasi sebesar 0,5006 serta kontribusi pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar sebesar 25,06%.
viii
Chintya Kurniawati, 2017. The Influence of Student’s Participation and Student’s Learning Motivation Toward The Student’s Learning Achievement on The Topic of Algebra Operations Using Cooperative Learning Type of Jigsaw II For Grade VIII B of Kanisius Kalasan Junior High School 2016/2017. Thesis. Mathematics Education Study Program, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
The research is aimed to find out (1) the implementation of mathematic learning using cooperative learning type of Jigsaw II (2) the influence of student’s participation towards student’s learning achievement (3) the influence of student’s motivation toward the learning achievement.
The researcher used quantitative method. The participants of this research are students in grade VIII B Kanisius Kalasan Junior High School 2016/2017. This research used some instruments such as observation sheet of lesson plan (RPP), observation sheet of student’s participation, motivation questionnaire sheet and learning achievement test. The content of validity are obtained by doing an expert test from a lecturer and a teacher of the subject. The questions of the validity are obtained by testing the instrument. The invalid questions will be consultated by an expert to be revised. The motivation of reliability instrument is � = , 8 . In the other hand, the learning result of reliability instrument is � = , .
Based on the analysis, it is found that (1) the implementation of the cooperative learning type of Jigsaw II has been accomplished by the average of the percentage is about 89,17%, (2) the researcher found that the influence of student’s learning participation toward the learning achievement with the correlation coefficient is 0,5581 and the contribution of the influence toward the learning achievement is 31,14%, (3) the researcher found that the influence of student’s learning motivation toward the learning achievement with the correlation coefficient is 0,5336 and the contribution of the influence toward the learning achievement is 28,47%.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan-Nya
penyususnan skripsi yang berjudul “Pengaruh Keaktifan Belajar dan Motivasi
Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII B SMP Kanisius Kalasan pada
Topik Bahasan Operasi Aljabar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw II Tahun Ajaran 2016/2017” dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini dapat tersusun berkat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari
berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan FKIP.
2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika.
3. Bapak Beni Utomo, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dengan sabar. Terima kasih atas saran, kritik, dan motivasi yang
diberikan selama penyusunan skripsi ini.
4. Segenap dosen dan seluruh staf sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
5. Bapak Yusup Hidrianto P, S.Pd. selaku kepala SMP Kanisius Kalasan yang
telah memberikan izin untuk penelitian.
6. Bapak Y. Daru Putranta, S.Pd. selaku guru mata pelajaran matematika yang
x
7. Siswa-siswi SMP Pangudi Kanisius Kalasan kelas VIII B dan VIII C, atas
kerjasamanya dalam membantu pelaksanaan penelitian.
8. Orangtuaku, Agus Hariyanto dan Edita Erniwati yang selalu memberikan
dukungan dan doa serta semangat pantang menyerah selama proses belajar
dan penyusunan skripsi ini.
9. Adikku, Rama Mizael Dwi Nugraha, yang selalu menghibur penulis dikala
sedih dan selalu mendoakan penulis dengan tulus.
10.Keluarga besarku yang ada di Sekolaq Darat, Samarinda, Banyuwangi,
Malang yang selalu memberikan doa dan dorongan.
11.Kakak Maria Anjelina Irawati Ule, yang selalu memberikan dorongan dan
senantiasa membantu penulis jika menghadapi kesulitan dalam belajar.
Penyusunan skripsi ini juga tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuannya.
12.Leonardo Chandra Pratama, yang rela meluangkan waktunya untuk mengantar
penulis dari mencari sekolah sampai melakukan observasi. Penyusunan skripsi
ini juga tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuannya.
13.Sahabat-sahabatku Dian, Nia, Ocep, Dewi dan Vita yang selalu memberikan
dorongan dan semangat.
14.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan
digunakan sebagai acuan penelitian.
xii
Halaman
HALAMAN JUDUL………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUB LIKASI…………... vi
ABSTRAK………. vii
ABSTRACT……….. viii
KATA PENGANTAR………... ix
DAFTAR ISI………. xii
DAFTAR TABEL………. xvi
DAFTAR GAMBAR………. xvii
DAFTAR LAMPIRAN………. xviii
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Identifikasi Masalah……… 6
C. Pembatasan Masalah……… 6
D. Rumusan Masalah……… 6
E. Tujuan Penelitian………. 7
xiii
BAB II LANDASAN TEORI……….. 11
A. Belajar……….. 11
1. Pengertian Belajar……… 11
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar………. 13
B. Hasil Belajar……… 18
C. Motivasi Belajar………... 20
1. Pengertian Motivasi Belajar ...………. 20
2. Jenis Motivasi Belajar ...……….. 23
3. Fungsi Motivasi Belajar ...……….……... 24
4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Motivasi Belajar ...……….. 25
D. Keaktifan Belajar ……… 25
1. Pengertian Keaktifan Belajar...………... 25
2. Kategori Keaktifan Belajar.……… 27
3. Jenis-Jenis Keaktifan Belajar …………..……… 29
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar …………... 30
E. Pembelajaran ...………. 32
1.Pembelajaran Kooperatif ... 32
a. Metode Jigsaw ………. 34
b. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Tipe Jigsaw II.. 35
F. Operasi Aljabar……… 38
xiv
G. Penelitian Terdahulu……… 47
H. Kerangka Berpikir……… 48
I. Hipotesis……….. 49
BAB III METODE PENELITIAN……….. 50
A. Jenis Penelitian………. 50
B. Tempat dan Waktu Penelitian………... 50
C. Populasi dan Sampel ... 50
D. Obyek Penelitian……….. 51
E. Variabel Penelitian………... 52
F. Instrumen Penelitian……… 53
1.Instrumen Pembelajaran ………. 53
2.Instrumen Motivasi Belajar ………. 53
3.Instrumen Keaktifan Belajar ……….. 55
4.Instrumen Hasil Belajar ……….. 56
G. Validitas dan Reliabilitas………. 56
1. Validitas………... 57
2. Reliabilitas………... 58
H. Metode Analisis Data ………. 60
1.Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran ……….. 60
2.Analisis Korelasi ………. 60
xv
1.Sebelum Penelitian ……… 65
2.Selama Penelitian ……….. 67
3.Sesudah Penelitian ………. 79
B. Deskripsi Data……….. 79
1. Keterlaksanaan pembelajaran ………... 79
2. Motivasi Belajar ………. 80
3. Keaktifan Belajar..………. 81
4. Hasil Belajar ……….……….. 82
C. Inferensi……… 83
1. Uji Normalitas……….. 83
2. Uji Korelasi……….. 87
D. Pembahasan……….. 92
E. Keterbatasan Penelitian……… 93
BAB V PENUTUP……….. 95
A. Kesimpulan………... 95
B. Saran………. 96
DAFTAR PUSTAKA……… 98
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Motivasi Belajar ……… 54
TABEL 3.2 Kriteria Penilaian Kuesioner Motivasi …………...……… 55
TABEL 3.3 Indikator Lembar Pengamatan Keaktifan Belajar Siswa ... 55
TABEL 3.4 Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar …….………... 56
TABEL 3.5 Intepretasi Tingkat Validitas ………..…………. 58
TABEL 3.6 Intepretasi Tingkat Reliabilitas...…………..……….……... 59
TABEL 3.7 Kategori Keterlaksanaan RPP ... 60
TABEL 4.1 Validitas Kuesioner Motivasi ……….……. 68
TABEL 4.2 Validitas Tes Hasil Belajar ………..……… 69
TABEL 4.3 Reliabilitas ………..……… 69
TABEL 4.4 Data Keterlaksanaan RPP ………..…………. 80
TABEL 4.5 Data Motivasi …………...………... 80
TABEL 4.6 Data Keaktifan …….……….. 81
TABEL 4.7 Data Tes Hasil Belajar ……..………. 82
TABEL 4.8 Uji Normalitas Motivasi ……… 84
TABEL 4.9 Uji Normalitas Keaktifan ………...………. 85
TABEL 4.10 Uji Normalitas Hasil belajar ………. 86
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 48
xviii
LAMPIRAN A Halaman
1. RPP ………. L.1 2. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Jigsaw ………... L.8 3. Uji Pakar Lembar Pengamatan Keaktifan …..………... L.13 4 Uji Pakar Kuesioner Motivasi ..………... L.15 5 Uji Pakar Soal Tes Hasil Belajar………... L.18 LAMPIRAN B
1. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Instrumen Motivasi…… L.22 2. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas THB ………….……...L.25 LAMPIRAN C
1. Perhitungan Uji Normalitas Data Tes Hasil Belajar..…………. L.27 2. Perhitungan Uji Normalitas Data Motivasi Belajar..………….. L.28 3. Perhitungan Uji Normalitas Data Keaktifan Belajar ...………... L.29 4. Perhitungan Uji Korelasi Motivasi dan Hasil Belajar…………. L.30 5. Perhitungan Uji Korelasi Keaktifan dan Hasil Belajar………… L.31 LAMPIRAN D
1. Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Pembelajaran Jigsaw II ... L.32
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas dunia pendidikan erat kaitannya dengan belajar dan mengajar.
Menurut W.S Winkel (2009:59) belajar adalah suatu aktivitas fisik, mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap, sedangkan “mengajar adalah proses interaksi
antara guru dan siswa dimana guru mengharapkan siswanya dapat menguasai
pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang benar-benar dipilih oleh guru”
(Herman Hudojo, 1980:18).
Seorang guru bertanggung jawab atas terselenggaranya proses
pembelajaran sesuai dengan target pencapaian belajar yang telah ditetapkan
oleh pemerintah yaitu berupa standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Standar pelaksanaan proses pembelajaran tersebut tertera dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses untuk satuan pedidikan dasar dan menengah. Menurut
peraturan tersebut, pelaksanaan pembelajaran harus dilaksanakan sebagai
berikut: “Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi”.
Berdasarkan pengalaman peneliti sewaktu menjalani Program Pengalaman
Lapangan (PPL) di salah satu SMP di Yogyakarta, proses pembelajaran
matematika tidak berlangsung seperti yang diharapkan dalam Permendiknas
tahun 2007 tersebut. Dalam pembelajaran, guru memposisikan diri sebagai
satu-satunya pusat informasi. Materi yang disampaikan saat itu adalah materi
aljabar. Guru menyampaikan pelajaran dengan membacakan materi yang
berasal dari buku paket. Tidak ada interaksi timbal-balik diantara guru dan
siswa. Guru tidak melibatkan siswa dalam mencari dan menghimpun
informasi, tidak membimbing siswa untuk mendalami atau menganalisis
informasi dan tidak mengecek kemampuan siswa di akhir pembelajaran.
Beberapa siswa mengeluh bosan dan beberapa lainnya mengatakan masih
bingung dengan materi yang disampaikan. Menurut peneliti, hal tersebut
merupakan akibat dari proses pembelajaran yang kurang menantang siswa dan
kurang memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran yang seperti itu bisa menghambat kreativitas dan kemandirian
siswa karena siswa hanya menerima informasi tanpa mencari tahu sendiri.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti dan dua rekan peneliti lakukan
sebanyak dua kali di kelas VIII B SMP Kanisius Kalasan, menunjukkan
bahwa ada persamaan dalam proses pembelajaran antara salah satu SMP di
Yogyakarta dan SMP Kanisus Kalasan. Saat guru mengajar, sebagian siswa
mengikuti proses pembelajaran. Hal ini terlihat ketika guru menjelaskan, ada
siswa yang ngobrol dengan teman, menggambar di buku catatan, memainkan
pulpen dan terus melihat keluar kelas. Ketika diminta untuk mengerjakan soal
latihan, beberapa siswa malah tidak mengerjakannya, ada siswa yang bersikap
acuh tak acuh, ada siswa yang hanya diam saja dan ada pula yang berbincang
dengan teman sebangkunya. Namun, tidak semua siswa melakukan hal-hal itu.
beberapa siswa ada yang bertanya seputar materi, mencatat materi dari papan
tulis, dan ada pula yang menjelaskan materi kepada teman sebangkunya yang
tidak paham. Selama proses pembelajaran terkadang guru memberikan
pertanyaan untuk memancing siswa agar aktif dalam pembelajaran. Namun
tidak semua siswa aktif, hanya siswa tertentu yang aktif dalam pembelajaran
tersebut. Beberapa dari siswa yang aktif tersebut ternyata merupakan salah
satu siswa yang memiliki hasil belajar yang kurang baik. Hal ini peneliti
ketahui ketika peneliti melakukan wawancara.
Hasil wawancara peneliti kepada salah satu guru matematika di SMP
Kanisius Kalasan yang berlokasi di Jalan Tirto Martani, menurut guru
kemampuan matematika siswa masih kurang baik, terutama pada pokok
bahasan operasi hitung pada bentuk aljabar. Kesulitan siswa dalam
mempelajari aljabar terlihat dari hasil ulangan harian mereka saat di kelas VII
pada pokok bahasan operasi hitung bentuk aljabar. Kurang baiknya hasil
belajar siswa dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal
(Slameto, 2013;54). Jadi sangat banyak kemungkinan-kemungkinan yang
misalnya model pembelajaran yang diterapkan guru dan bisa dari faktor interal
misalnya motivasi dan keaktifan belajar siswa itu sendiri.
Aljabar sendiri merupakan cabang ilmu matematika yang mempelajari
konsep penyederhanaan serta pemecahan masalah yang menggunakan simbol
atau huruf tertentu (Pandoyo dan Joko Musono, 1993:4). Aljabar juga
merupakan materi dasar untuk mempelajari materi lain seperti lingkaran dan
fungsi sehingga kemungkinan siswa akan mengalami kesulitan saat
mempelajari materi lain yang menggunakan operasi hitung pada bentuk
aljabar jika mereka tidak menguasainya.
Dari latar belakang yang sudah dijabarkan baik dari pengalaman PPL,
hasil observasi, juga hasil wawancara dapat diketahui bahwa siswa di kelas
VIII B memiliki hasil belajar yang kurang baik tentang materi operasi aljabar
saat di kelas VII. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal
maupun faktor eksternal siswa. Seperti terlihat siswa kelas VIII B
menunjukkan keheterogenan. Mereka berbeda secara individu dalam hal
keaktifan, minat, motivasi, maupun hasil belajar. Beberapa permasalahan
menunjukkan bahwa sebagian siswa bosan dengan model pembelajaran yang
diterapkan oleh guru. Kemudian kebanyakan dari siswa pasif dalam mengikuti
proses pembelajaran, namun ada juga siswa yang aktif. Hal ini terjadi karena
dalam proses pembelajaran jarang sekali siswa melewati proses diskusi yang
mengharuskan mereka untuk menemukan dan menggali informasi itu sendiri,
sehingga sangat jarang interaksi yang terjalin antara guru dengan siswa,
Berdasarkan masalah tersebut, peneliti memilih untuk menerapkan model
pembelajaran Jigsaw II di kelas VIII B karena menurut peneliti model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II mengharuskan setiap anggota
kelompok menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, pendapat,
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki untuk bersama-sama
meningkatkan pemahaman setiap anggota kelompok. Dengan kata lain, model
pembelajaran Jigsaw II diharapkan bisa membuat semua siswa bisa turut serta
dan aktif dalam proses pembelajaran serta lebih memotivasi siswa karena
model pembelajaran ini mengharuskan siswa menggali informasi sendiri,
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman
sekelompoknya. Kemudian melalui model pembelajaran Jigsaw II diharapkan
mereka bisa berkerjasama dan saling membantu satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh keaktifan dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa
kelas VIII B SMP Kanisius Kalasan pada topik bahasan operasi aljabar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan, dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang guru terapkan kurang menarik minat siswa
2. Kurangnya kemauan siswa untuk aktif saat proses pembelajaran
berlangsung dan hanya mengandalkan informasi dari guru
3. Rendahnya nilai ulangan harian siswa mengenai materi operasi aljabar
saat di kelas VII
C. Pembatasan Masalah
Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi dan karena keterbatasan
waktu dan tenaga maka penelitian ini dibatasi pada masalah pengaruh
keaktifan belajar dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VIII B
SMP Kanisius Kalasan pada topik bahasan operasi aljabar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II
dalam pembelajaran matematika pada topik bahasan aljabar di kelas VIII
B SMP Kanisius Kalasan?
2. Adakah pengaruh keaktifan belajar siswa kelas VIII B SMP Kanisius
Kalasan terhadap hasil belajarnya melalui pembelajaran kooperatif tipe
3. Adakah pengaruh motivasi belajar siswa kelas VIII B SMP Kanisius
Kalasan terhadap hasil belajarnya melalui pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw II?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada pokok bahasan aljabar
di kelas VIII B SMP Kanisius Kalasan.
2. Mengetahui pengaruh keaktifan belajar siswa kelas VIII B SMP Kanisius
Kalasan terhadap hasil belajarnya melalui pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw II.
3. Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa kelas VIII B SMP Kanisius
Kalasan terhadap hasil belajarnya melalui pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw II.
F. Batasan Istilah
Pada penelitian ini, akan dijelaskan bebrapa istilah yang memiliki kaitan
dengan judul yang diambil agar tidak menimbulkan pemahaman yang
bebeda-beda. Adapun stilah yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut:
1. Belajar
Belajar merupakan proses bagi sesorang untuk mendapatkan perubahan
permanen. Perubahan-perubahan tingkah laku ini diperoleh secara sadar
oleh seseorang yang belajar.
2. Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses
belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar siswa yang bersifat internal. Sehingga dapat disimpulkan
pembelajaran adalah suatu usaha atau cara yang dilakukan oleh seorang
guru agar terjadi suatu proses belajar terhadap siswa.
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa, jadi setiap kelompok dibagi secara
nonhomogen dan terdiri dari empat sampai enam siswa.
4. Jigsaw II
Jigsaw II adalah model pembelajaran yang mana siswa dikelompokkan
secara nonhomogen dan terdiri dari empat sampai enam siswa, kelompok
ini dinamakan kelompok asal (home team), kemudian masing-masing
anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian dari
suatu bab kemudian mempelajarinya bersama dengan anggota kelompok
lain yang memiliki tanggung jawab untuk mempelajari satu bagian dari
suatu bab yang sama, kelompok ini dinamakan kelompok ahli (expert
team). Setelah semua kelompok ahli selesai mempelajari bagian dari bahan
menjelaskan satu bagian dari suatu bab yang mereka pelajari di kelompok
ahli.
5. Keaktifan Belajar
Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan fisik maupun mental yang
melibatkan intelektual-emosional siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran.
6. Motivasi Belajar
Motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dari siswa yang
menimbulkan semangat atau keinginan untuk gigih dalam mencapai
keberhasilan belajar.
7. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan, pada
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang ke arah yang
lebih baik. Pada penelitian ini hasil belajar yang dimaksud adalah
perubahan tingkah laku pada kemampuan kognitif siswa.
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk
mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan ke dunia
praktis. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan atau
dasar penelitian lanjutan mengenai pengaruh keaktifan dan motivasi
meningkatkan kompetensi dan kesiapan dalam pelaksanaan tugas sebagai
pengajar dan pendidik.
2. Manfaat bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam
merancang proses pembelajaran agar guru senantiasa selalu
memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.
3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pembaca yang
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belajar
1. Pengertian belajar
Slameto (2013:2) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Lebih jauh Slameto merumuskan ciri-ciri tentang
perubahan tingkah laku yang terjadi dalam belajar sebagai berikut: a)Terjadi
secara sadar; b)Bersifat kontinu dan fungsional; c)Bersifat positif dan aktif;
d)Bukan bersifat sementara; e)Bertujuan dan terarah; dan f)Mencakup seluruh
aspek tingkah laku.
Menurut Herman Hudojo (1988:1) belajar merupakan kegiatan bagi setiap
orang. Pengetahuan keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk,
dimodifikasi dan berkembang disebabkan oleh belajar. Karena itu seseorang
dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu
proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Muhibbin Syah (2009:68) mendefinisikan belajar sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
kognitif. Sedangkan Hilgard dan Marquis (dalam Syaiful Sagala,
2014:13) berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang
terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya
sehingga terjadi perubahan dalam diri. Belajar juga dikatakan sebagai
rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan
pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan
karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sardiman, 2014:21).
Biggs (dalam Muhibbin Syah,2003:67) mendefenisikan belajar dalam tiga
rumusan, yaitu (a)Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar
berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan
fakta sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut
berapa banyak materi yang dikuasai siswa; (b)Secara institusional (ditinjau
dari kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi terhadap
penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti intitusional
yang menunjukan siswa telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya
dengan proses mengajar. Ukurannya adalah, semakin baik mutu mengajar
yang dilakukan guru, akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang
dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai; (c)Secara kualitatif (ditinjau dari
mutu), belajar adalah proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar
berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi
siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar terjadi karena adanya
interaksi seseorang dengan lingkungannya. Interaksi seseorang dengan
lingkungannya menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik. Tidak semua perubahan tingkah laku
adalah hasil dari belajar, karena perubahan tingkah laku dalam belajar
haruslah disadari oleh seseorang yang belajar, berkesinambungan dan
berdampak pada fungsi kehidupan lainnya. Selain itu, perubahan tingkah laku
tersebut juga bersifat positif, terjadi karena peran aktif dari individu yang
belajar, dan bersifat permanen, terarah, dan perubahan yang terjadi meliputi
keseluruhan tingkah laku pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi belajar
Hasil belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai
faktor yang memengaruhinya. Muhibbin Syah (2012:156) merumuskan
faktor-faktor tersebut, sebagai berikut:
a. Faktor Internal Siswa
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor
1) Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar,
terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan
mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Proses belajar,
merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan
ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat menangkap dunia
luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar
adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa
perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun
secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang
memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan
telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain
sebagainya.
2) Psikologis
Faktor–faktor psikologis adalah kedaan psikologis seseorang yang
dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang
utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan/intelegensi,
sikap, bakat minat dan motivasi siswa. Terutama dalam penelitian ini,
siswa. Slameto (2013:56-59) menambahkan faktor-faktor psikologis
lain yang memengaruhi belajar diantaranya perhatian, kematangan dan
kesiapan
b. Faktor Eksternal Siswa
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor
eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Muhibbin Syah
(2003:102) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang memengaruhi
belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan
sosial dan faktor lingkungan non-sosial
1) Lingkungan sosial
a) Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan
teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa.
Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi
siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik
dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat
menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b) Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat
tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan
siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga
kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
c) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi
kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua,
demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga,
semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.
Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau
adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas
belajar dengan baik.
2) Lingkungan Non-Sosial
a) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas
dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak
terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan
alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi
aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam
tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat
digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung
sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain
sebagainya.
c) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini
hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu
juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi
perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru
harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar
yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
d) Faktor pendekatan belajar. Pendekatan belajar adalah segala cara
atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan
dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada sangat banyak
faktor-faktor yang memengaruhi belajar. Faktor-faktor-faktor tersebut dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, faktor yang berasal
dari luar diri, dan faktor pendekatan belajar. Semua faktor-faktor ini berkaitan
satu dengan yang lainnya. Faktor internal meliputi faktor psikologi dan faktor
fisiologi siswa, faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial dan
lingkungan non sosial siswa, dan faktor pendekatan belajar berkaitan dengan
B. Hasil Belajar
Abdurarahman dalam Asep Jihad dan Abdul Haris (2012:14) meyatakan hasil
belajar sebagai kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Agus Suprijono (2009:5) menyatakan hasil belajar sebagai pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2009:37) menyatakan hasil belajar sebagai
kemampuan yang diperoleh individu setelah melalui kegiata belajar. Meskipun
secara teoritis belajar menghasilkan perubahan tingkah laku, namun tidak semua
perubahan tingkah laku individu dianggap hasil belajar.
Menurut Muhabbin Syah (2003:118), karakteristik hasil belajar yang
diharapkan adalah: (a)Perubahan itu intensional; dilakukan dengan sengaja dan
disadari, bukan sebuah kebetulan; (b)Perubahan itu positif-aktif; positif artinya
baik, bermanfaat dan sesuai dengan harapan dan aktif artinya tidak terjadi dengan
sendirinya, tetapi dengan usaha; (c)Perubahan itu efektif-fungsional; membawa
pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi siswa.
Menurut Gagne (dalam Winkle, 1989:72) hasil belajar merupakan suatu
kemampuan internal (capability) yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan
memungkinkan orang itu melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu
(performance). Gagne merumuskan lima kategori besar dari kemampuan manusia
berkenaan dengan hasil belajar yaitu: (1) informasi verbal yaitu pengetahuan yang
Pengetahuan ini diperoleh dari sumber yang menggunakan bahasa lisan dan
tertulis; (2) keterampilan intelektual, yaitu kemapuan untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri menggunakan simbol-simbol (huruf, angka,
kata, gambar) dan gagasan-gagasan; (3) Strategi kognitif, yaitu suatu macam
keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi
belajar dan berpikir. Dalam teori belajar modern, strategi kognitif merupakan
suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa untuk
memilih dan mengubah cara-cara memberi perhatian, belajar, mengingat,
berpikir; (4) keterampilan motorik, yaitu cirri khas dari keterampilan motorik
ialah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan
berjalan dengan lancar dan supel; (5) sikap, merupakan pembawaan yang dapat
dipelajari dan dapat memengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian
atau makhluk hidup lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan
perilaku yang diperoleh secara sadar, bersifat positif-aktif, membawa pengaruh
dan manfaat bagi pebelajar. Perubahan perilaku tersebut mencakup aspek kognitif
C. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berawal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat
tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat
dirasakan/mendesak (Sardiman, 2014:73). Menurut Mc. Donald dalam
Sardiman (2014:73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang
yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan
suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik) (Kompri,2015:3).
Menurut Abin Syamsudin (2004:37), motivasi merupakan suatu kekuatan atau
suatu kedaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk
bergerak ke arah tujuan tertentu baik disadari maupun tidak disadari.
Menurut Muhibbin Syah (2003:151) pengertian dasar motivasi adalah
kedaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno (2008:3) istilah motivasi berasal dari kata
motif yang artinya kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang
secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa
ransangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku
tertentu. Dikatakan juga bahwa motif adalah daya penggerak dalam diri
seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu.
Maslow dalam Robert E. Slavin (2011:102-103) mengajukan teori tentang
motivasi manusia berdasarkan dari hirarki kebutuhan. Kebutuhan terendah
yang ada dalam hirarki merupakan kebutuhan yang paling dominan. Dengan
kata lain, ketika seseorang memiliki beberapa kebutuhan, prioritas kebutuhan
ada pada kebutuhan yang terendah. Ketika kebutuhan terendah itu terpenuhi,
maka kebutuhan baru pun muncul. Begitu seterusnya dengan urutan sebagai
berikut: (1)Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan
paling mendasar dari manusia yang antara lain meliputi kebutuhan untuk
bernafas, makan, minum, seks, tidur, eksresi, keseimbangan hormonal, dsb.
Contohnya, sulit bagi kita untuk duduk dan belajar apabila rasa lapar, lelah
dan kantuk berlebihan menyerang; (2)Kebutuhan akan kemanan. Kebutuhan
akan rasa aman meliputi pengertian bebas dari rasa takut, seperti misalnya
takut akan lingkungan yang tidak aman, terancam secara sosial, takut
kehilangan sesuatu, dsb. Kebutuhan ini biasanya terlihat jelas pada anak-anak,
seperti misalnya rasa takut akan orang asing. Kebutuhan akan rasa aman ini
biasanya terpenuhi pada kebanyakan orang dewasa yang tinggal di lingkungan
kebutuhan ini adalah aspek afeksi dari manusia. Setelah kebutuhan fisiologis
dan rasa aman terpenuhi, manusia sebagai makhluk sosial akan merasa perlu
memenuhi kebutuhannya akan kedekatan dengan orang lain, seperti rasa
pertemanan, kekeluargaan, dan kedekatan seksual; (4)Kebutuhan akan diakui
dan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk diakui adalah kebutuhan untuk
diakuinya kemampuan diri dalam hubungan dengan orang lain, sedangkan
aktualisasi diri diartikan sebagai keinginan untuk menjadi lebih dan lebih
sesuai jati diri kita, untuk menjadi apapun yang mampu kita capai;
(5)Kebutuhan keimanan yaitu kebutuhan yang kaitannya dengan Tuhan.
Menurut Agus Suprijono (2009:163) motivasi belajar adalah proses yang
memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Perilaku yang
dimaksud adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dipandang sebagai keseluruhan daya
penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arahan pada
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai.
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual.
Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gaiarah, merasa senang
dan semangat untuk belajar. Siswa yang mempunyai motivasi kuat akan
mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman A.M,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
perubahan energi yang berasal dari dalam diri individu atau dorongan yang
mendasari seorang individu untuk bertindak atau melakukan sesuatu yang
menimbulkan semangat belajar, terarah dan kegigihan untuk belajar.
2. Jenis Motivasi
Sumadi Suryabrata (2014:72-73) membedakan motivasi menjadi dua
jenis, yaitu motivasi-motivasi intrinsik dan motivasi-motivasi ekstrinsik:
a. Motivasi intrinsik
Motivasi instrinsik adalah atau keadaan yang berasal dari dalam diri
siswa sendiri, yang mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk
didalamnya perasaan siswa menyenangi materi dan kebutuhannya
terhadap materi tersebut. Motivasi ini memberi pengaruh yang relatif lebih
kuat dan bertahan lama.
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena
adanya rangsangan dari luar. Pujian dan hadiah, peraturan, teladan
merupakan contoh motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa belajar
(Sardiman A.M,2005:90).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah
motivasi yang berasal dari dalam diri individu dan memiliki peran yang
kuat dan bertahan lama. Namun bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak
penting. Motivasi yang berasal dari luar individu ini juga diperlukan ketika
keadaan siswa dinamis, berubah-ubah, dan mungkin proses belajar-mengajar
kurang menarik.
3. Fungsi motivasi
Motivasi mendorong timbulnya kelakukan dan memengaruhinya serta
mengubah kelakuan. Menurut Agus Suprijono (2009:163) motivasi bertalian
erat dengan tujuan belajar. Terkait dengan hal tersebut motivasi mempunyai
fungsi a) mendorong peserta didik untuk berbuat; b) menentukan arah
kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar yang hendak dicapai; dan
c) menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan kegiatan-kegiatan
apa yang harus dicapai tujuan pembelajaran dengan menyeleksi
kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.
Oemar Hamalik (2015:161) menambahkan fungsi penggerak, yaitu
motivasi berfungsi sebagai mesin, dalam artian besar kecilnya motivasi akan
menentukan capat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Sehingga dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berfungsi
sebagai pendorong usaha dalam pencapaian prestasi. Dengan kata lain,
dengan adanya usaha yang tekun, terutama didasari adanya motivasi, maka
4. Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi
Menurut A. M Sardiman (2005:83) motivasi yang ada pada diri setiap
orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang
lama, tidak akan berhenti sebelum selesai)
b. Ulet menghadapi kesulitan
c. Menunjukan minat terhadap berbagai persoalan
d. Lebih senang bekerja mandiri
e. Cepat bosan pada hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu
saja sehingga kurang kreatif
f. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini
g. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
Dapat disimpulkan bahwa orang yang termotivasi akan menjadi sangat
bersemangat dalam melakukan suatu hal tanpa paksaan. Pada siswa akan
ditunjukkan dengan hasil belajar yang optimal.
D. Keaktifan Belajar
1. Pengertian keaktifan belajar
Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar
yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam
dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya
keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika
dibutuhkan. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat
berkembang ke arah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang
yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu (dalam Aunurarahman,
2012:119).
Keterlibatan langsung siswa di dalam proses pembelajaran memiliki
intensitas keaktifan yang lebih tinggi. Dalam keadaan ini siswa tidak hanya
sekedar aktif mendengar, mengamati dan mengikuti, akan tetapi terlibat
langsung saat melaksanakan suatu percobaan, peragaan atau
mendemonstrasikan sesuatu. Dengan keterlibatan langsung ini berarti siswa
aktif mengalami dan melakukan proses belajar sendiri. Suatu tindakan tertentu
dapat tumbuh subur menjadi kebisaaan bilamana didukung dengan motivasi
atau keiinginan yang kuat untuk melakukan secara terus-menerus (dalam
Aunurarahman, 2012:121-122).
Secara harafiah keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti sibuk, giat
(Kamus Besar Bahasa Indonesia: 17). Jadi, keaktifan belajar adalah kegiatan
atau kesibukan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun di
luar sekolah yang menunjag keberhasilan belajar siswa. Menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006) (dalam skripsi Ana Karisma, 2015:36) keaktifan adalah
Sedangkan menurut Sardiman (2001:98) keaktifan adalah kegiatan yang
bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah suatu
kegiatan fisik maupun mental yang melibatkan intelektual-emosional siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa keaktifan belajar
ditandai dengan adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual,
emosional dan fisik jika dibutuhkan.
2. Katagori keaktifan
Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah.
Aktivitas siswa tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim di
sekolah-sekolah tradisional. Jenis-jenis aktivitas siswa dalam belajar
(Sardiman, 2014:101) adalah sebagai berikut 1) visual activities, yang
termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar
demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain; 2) oral activities, seperti
menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi; 3) listenting activities, sebagai contoh
mendengarkan percakapan, diskusi, musik, pidato; 4) writing activities,
seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin; 5) drawing
activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram; 6) motor
membuat konstruksi, bermain; 7) mental activities, sebagai contoh misalnya:
menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, mengambil
keputusam; 8) emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergaiarah, tenang.
Nana sudjana (2016:61) menyatakan salah satu penilaian proses
belajar-mengajar adalah dengan melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam
mengikuti proses belajar-mengajar keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal (1)
turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) terlibat dalam
pemecahan masalah; (3) bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak
memahami persoalan yang diihadapinya; (4) berusaha mencari berbagai
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; (5) melaksanakan
diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru; (6) menilai kemampuan
dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya; (7) melatih diri dalam memecahkan
soal atau masalah yang sejenis; dan (8) kesempatan menggunakan atau
menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam kegiatan menyelesaikan tugas
atau persoalan yang dihadapinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dapat dilihat
dari berbagai hal seperti saat siswa memperhatikan, mendengarkan,
berdiskusi, kesiapan siswa, bertanya, keberanian siswa, dan memecahkan
3. Jenis-jenis keaktifan belajar
Jenis-jenis keaktifan belajar siswa dalam proses belajar sangat banyak.
Mohammad Ali membagi jenis-jenis keaktifan siswa dalam proses belajar
tersebut menjadi delapan aktivitas, yaitu:
a. Mendengar, dalam proses belajar yang sngat menonjol mendengar dan
melihat. Apa yang kita dengar dapat menimbulkan tanggapan dalam
ingatan-ingatan, yang turut dalam membentuk jiwa seseorang.
b. Melihat, siswa dapat menyerap dan belajar 8% dari pengelihatannya.
Melihat berhubungan dengan penginderaan terhadap objek nyata, seperti
peraga atau demonstrasi. Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam
belajar melalui proses mendengar dan melihat, sering digunakan alat bantu
dengar dan pandang atau yang sering dikenal dengan istilah alat peraga.
c. Mencium, seseorang dapat memahami perbedaan objek melalui bau yang
dapat dicium.
d. Merasa, yang dapat memberi kesan sebagai dasar terjadinya berbagai
bentuk perubahan bentuk tingkah laku bisa juga dirasakan dari benda yang
dikecap.
e. Meraba, dapat dilakukan untuk membedakan suatu benda dengan yang
lainnya.
f. Mengolah ide, dalam mengelolah ide siswa melakukan proses berpikir
g. Menyatakan ide, tercapainya kemampuan melakukan proses berpikir yang
kompleks ditunjang dengan kegiatan belajar melalui pernyataan atau
mengekspresikan ide.
h. Melakukan latihan, kegiatan proses belajar yang tujuannya untuk
membentuk tingkah laku psikomotorik dapat dicapai dengan melalui
latihan-latihan.
4. Faktor-faktor yang memengaruhi keaktifan
Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembanggkan bakat yang dimilikinya. Peserta didik juga dapat berlatih
untuk berpikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa
sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan peserta
didik dalam proses pembelajaran.
Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gagne dan Briggs dalam
Martinis (2007:84) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menuimbuhkan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu 1) memberikan motivasi
atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran; 2) menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan
dasar kepada peserta didik); 3) mengingatkan kompetensi belajar kepada
peserta didik; 4) memberikan stimulasi (masalah, topik dan konsep yang akan
6) memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran; 7) memberikan umpan balik (feedback); 8) melakukan
tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga kemampuan peserta didik
selalu terpantau dan terukur; 9) menyimpulkan setiap materi yang
disampaikan diakhir pembelajaran.
Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa pada
saat belajar. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman
(2009:26-27) cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu abadikan
waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan
partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta
berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar
yang akan dicapai. Selain memperbaiki keterlibtan siswa atau keaktifan siswa
dalam belajar. Cara meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam
belajar adalah mengenali dan membantu anak-anak yang kurang terlibat dan
menyelidiki penyebab dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
keaktifan siswa, sesuaikan pengajaran dengan meningkatkan usaha dan
keinginan siswa untuk berpikir secara altif dalam kegiatan belajar.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah pemberian motivasi atau
menarik perhatian siswa, memberikan feedback, memberikan stimulus dan
satu caranya dengan abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar
mengajar, pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar
yang akan dicapai.
E. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta
didik. Diantara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju
target yang diharapkan (Trianto, 2009:17). Slavin menyatakan bahwa dalam
proses pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan menjadi pusat kegiatan
pembelajaran di kelas (dalam Muhammad Faturrohman, 2015:44). Dalam proses
pembelajaran, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku
terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil
yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Menurut Wragg
pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memudahkan siswa untuk
mempelajari sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, konsep, nilai
dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau sesuatu hasil belajar yang
diinginkan (dalam Asep Jihad, 2013:12).
1. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berlandaskan paham konstruktivisme. Menurut Slavin (dalam Trianto,
kognitif yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi.
Kemudian Slavin juga mengatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam
pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar
teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan
masalah-masalah itu dengan temannya (dalam Trianto, 2010: 74). Model pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama
antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan guru berperan
sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah
pemahaman yang lebih tinggi. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran yang mengupayakan tiap individu menyimpang
pencapaian tujuan individu lain guna mencapai tujuan bersama. Dengan kata
lain, pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran yang menggunakan
pendekatan melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dan
memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai cukup banyak tipe model
pembelajaran, diantaranya ada STAD (Student Teams Achievement
Devisions), TGT (Teams Games Tournaments), Snowball Throwing, Jigsaw,
Investigation), CI (Complex Instruction) dan masih banyak lagi. Lebih jauh
dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai pembelajaran tipe Jigsaw II.
a. Metode Jigsaw II
Jigsaw adalah model pembelelajaran kooperatif yang didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari
materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Jigsaw pertama kali
dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan
teman-temannya di Universitas Texas. Metode ini dikenal dengan Jigsaw
orisinil. Menurut Slavin (2016:245), dalam Jigsaw orisinil, para siswa
membaca bagian-bagian yang berbeda dengan yang dibaca oleh teman
satu timnya. Ini bermanfaat untuk membantu para ahli menguasai
informasi sehingga membuat tim sangat menghargai kontribusi tiap
anggotanya. Jigsaw orisinil membutuhkan waktu yang lebih sedikit,
bacaannya singkat, hanya satu bagian dari seluruh unit yang harus
dipelajari. Bentuk adaptasi Jigsaw yang lebih praktis dan mudah yaitu
Jigsaw II (Slavin, 2016:237). Kelebihan dari Jigsaw II adalah bahwa
semua siswa membaca semua materi terlebih dahulu.
Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin (dalam Trianto,2009:74-75)
heterogen. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang memwakili
seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras
dan etnis. Siswa diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit,
dan diberikan lembar ahli yang terdiri dari topik-topik yang berbeda yang
harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka
membaca. Setelah semua selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang
berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam
kelompok ahli untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh
menit. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara
bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang
terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh
topik dan skor kuis akan menjadi skor tim (Slavin, 2016:237).
b. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tipe JigsawII
Metode mengajar tipe Jigsaw ini mengharuskan siswa untuk aktif
karena keaktifan siswa sangat dibutuhkan (Imas Kurniasih dan Berlin
Sani, 2016:24).
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode pembelajaran
tipe Jigsaw II menurut Slavin (2016:66-67) adalah sebagai berikut:
1) Orientasi
Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan.
dalam proses belajar mengajar. Mengingatkan senantiasa percaya diri,
kritis, kooperatif dalam model pembelajaran ini. Peserta didik diminta
belajar konsep secara keseluruhan untuk memperoleh gambaran
keseluruhan dari konsep.
2) Pengelompokan
Misalkan dalam kelas ada 30 orang siswa, yang kita tahu
kemampuan matematikanya dan sudah di-ranking. Selanjutnya kita
membagi menjadi 5 grup (A-E) dengan isi tiap-tiap grupnya heterogen
dalam kemampuan matematikanya.
Tiap grup akan berisi : Grup A (A1 ,A2 ,A3 ,A4 ,A5 ,A6); Grup B
(B1, B2, B3, B4, B5, B6); Grup C (C1, C2, C3, C4, C5, C6); Grup D
(D1, D2, D3, D4, D5, D6); dan Grup E (E1, E2, E3, E4, E5, E6)
3) Pembentukan dan pembinaan kelompok expert
Selanjutnya grup itu dipecah menjadi kelompok yang akan
mempelajari materi yang kita berikan dan dibina supaya jadi expert,
berdasarkan indeksnya.
Kelompok 1 (A1, B1, C1, D1, E1)
Kelompok 2 (A2, B2, C2, D2, E2)
Kelompok 3 (A3, B3, C3, D3, E3)
Kelompok 4 (A4, B4, C4, D4, E4)
Kelompok 6 (A6, B6, C6, D6, E6)
Tiap kelompok ini diberi konsep matematika sesuai dengan
kemampuannya. Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik yang
diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum ia kembali ke dalam grup
sebagai tim ahli. Tentunya peran pendidik cukup penting dalam fase
ini.
4) Diskusi kelompok ahli dalam grup
Expertist (pesera didik ahli) dalam konsep tertentu ini,
masing-masing kembali dalam grup semula. Pada fase ini kelima grup (1-5)
memiliki ahli dalam konsep-konsep tertentu. Selanjutnya
mempersilahkan anggota grup untuk mempresentasikan kehliannya
kepada grupnya masing-masing, satu persatu dalam proses ini
diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan antara mereka.
Aturan dalam fase ini adalah:
1) Siswa memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap
anggota tim mempelajari materi yang diberikan.
2) Memperoleh pengetahuan baru merupakan tanggung jawab
bersama, jadi tidak ada yang selesai belajar sampai setiap anggota
menguasai konsep.
4) Pembicaraan dilakukan secara pelan agar tidak mengganggu grup
lain.
5) Akhiri diskusi dengan merayakannya agar memperoleh kepuasan.
5) Tes (penilaian)
Pada fase ini guru memberikan tes tertulis untuk dikerjakan oleh
siswa yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan. Pada tes ini
siswa tidak diperkenankan untuk bekerja sama. Jika mungkin tempat
duduknya agak dijauhkan.
6) Penghargaan kelompok
Penilaian pada pembelajaran kooperatif berdasarkan skor
peningkatan individu, tidak didasarkan pada skor akhir yang diperoleh
siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui
rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin
maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa
memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis
mereka melampaui skor dasar mereka.
F. Operasi Aljabar
Aljabar adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari konsep
penyederhanaan serta pemecahan masalah yang menggunakan simbol atau huruf
1. Bentuk aljabar dan unsur-unsurnya
Menurut Dewi Huharini dan Marsigit (2009:2) bentuk aljabar adalah suatu
bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat huruf-huruf untuk
mewakili bilangan yang belum diketahui. Bentuk seperti + disebut bentuk aljabar.
Contoh bentuk aljabar yang lain adalah , – , + , – + , +
– , dan – – + . Huruf-huruf , , dan pada bentuk aljabar tersebut disebut variabel.
Selanjutnya, pada suatu bentuk aljabar terdapat unsur-unsur aljabar, meliputi
variabel, konstanta, faktor, suku sejenis, dan suku tak sejenis (Endah Budi
Rahayu, 2008:2).
a. Variabel, konstanta dan faktor
Pada bentuk aljabar + + – + , huruf dan disebut variabel. Menurut Dewi Nuharini (2008:5) variabel adalah lambang
pengganti suatu bilangan yang belum diketahui nilainya dengan jelas.
Variabel disebut juga peubah. Variabel biasanya dilambangkan dengan
huruf kecil a, b, c, ..., z.
Adapun bilangan 9 pada bentuk aljabar di atas disebut konstanta.
Konstanta adalah suku dari suatu bentuk aljabar yang berupa bilangan dan