31 BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang korelasi antara teori yang penulis ambil dari referensi dengan penerapan penatalaksanaan akupunktur yang meliputi pengkajian berupa penglihatan atau pengamatan (Wang), pendengaran dan penciuman (Wen), anamnesis atau tanya jawab (Wun), dan perabaan atau palpasi (Cie), diagnosis akupunktur, terapi akupunktur, saran dan anjuran, serta evaluasi terapi pada Ny. A dengan kasus insomnia (Sindrom Phlegma Panas Menganggu Jantung) di Praktik Mandiri Akupunktur Aafiya, Semanggi, Surakarta dengan frekuensi terapi tiga kali dalam satu minggu serta dilakukan sebanyak 6 kali terapi.
A. Pengkajian
Dari pengkajian didapatkan data Ny. A mengeluhkan susah tidur dan mudah terbangun sejak 3 minggu yang lalu. Hal tersebut sesuai dengan definisi dari insomnia adalah suatu gejala gangguan tidur seperti susah tidur, tidur tidak tenang, mudah terbangun, waktu tidur tidak cukup (Liu, 2000 &
Sim, 2008). Pada pemeriksaan vital sign Ny. A didapatkan hasil, tekanan darah 120/70 mmHg. Berdasarkan WHO tekanan darah normal pada tekanan sistolik berkisar antara 100 - 140 mmHg dan tekanan diastolik berkisar antara 70 - 80 mmHg sehingga pasien Ny. A tergolong pada tekanan darah normal.
Frekuensi nadi Ny. A 85 kali/menit, menunjukkan keadaan normal. Denyut nadi normal orang dewasa 60-100 kali/menit (Wahyudi dkk, 2019). Respirasi 20 kali/menit, respirasi normal orang dewasa 12-20 kali/menit (Werner, Thumen & Maxwel, 2010). suhu tubuh 35,6° C, berat badan 45 kg, tinggi badan 158 cm, dan kesadaran compos mentis (sadar penuh).
1.
Observasi/Pengamatan (Wang)Dari hasil pengamatan, Shen (semangat) dan se (rona wajah) pasien terlihat kurang bersemangat. Mata tidak bersinar disertai sorot mata yang sayu serta pemeriksaan rona wajah nampak pucat, menurut Saputra &
Idayanti (2005) kondisi tersebut disebabkan karena pasien terlalu banyak
berfikir dapat menguras qi dalam limpa dan menyebabkan limpa tidak dapat menjalankan fungsi transportasi dan transformasi dengan sempurna.
Sehingga shen (spirit) tidak mendapatkan pasokan nutrisi yang cukup, maka terpancar ke dalam shen dan se pasien yang kurang bersemangat, mata tidak bersinar, dan wajah nampak pucat disebabkan oleh karena defisiensi qi xue. Pemeriksaan shen bertujuan untuk mengetahui keadaan semangat pasien dengan cara memeriksa semangat, kesadaran, wajah, dan pandangan atau sorot mata. Tujuan pemeriksaan se untuk mendapatkan gambaran qi dan darah dari organ Zhang Fu (Saputra & Idayanti, 2005;
Sim, 2008; Sim, 2002).
Dari pengamatan lidah, didapatkan data otot lidah terlihat berwarna pucat sesuai teori dari Sim, (2002) dan Saputra & Idayanti, (2005) hal tersebut menandakan adanya defisiensi qi dan xue, terdapat tapak gigi menandakan defisiensi limpa. Selaput lidah pasien berwarna putih tebal di permukaan lidah adanya sindrom dingin, permukaan lidah lembab serta terdapat fisura di tengah lidah. Pengamatan lidah memiliki tujuan untuk menentukan jenis serta sifat suatu penyakit (Sim, 2002; Saputra &
Idayanti, 2005).
2.
Pendengaran dan Penciuman (Wen)Dari hasil pemeriksaan pendengaran dan penciuman pada Ny. A terdengar suara bicara dengan jelas, suara nafas teratur, tidak ada batuk, tidak tercium bau mulut ataupun bau keringat, tidak muntah sehingga tidak ditemukan bau muntahan menunjukkan tidak ada keluhan patologis (Saputra & Idayanti, 2005).
3.
Anamnesis/Tanya Jawab (Wun)Pengkajian terhadap pasien dilakukan dengan cara autoanamnesis.
Autoanamnesis adalah suatu laporan pemeriksaan yang diperoleh langsung dari subyek untuk keperluan suatu terapi (Hadyansah, 2005). Pasien datang dengan keluhan utama susah tidur dan mudah terbangun. Keluhan dirasakan sudah sejak tiga minggu yang lalu, awal kejadian keluhan dan mudah terbangun ketika di dekat rumah mengadakan acara dan
menggunakan sound sistem hingga larut malam. Pasien baru dapat tidur pukul 01.00 WIB dini hari dan terbangun pukul 04.00 WIB. Tidur normal untuk orang dewasa menurut Marjono (2014) kira-kira 7-8 jam/hari.
Pasien Ny. A dikategorikan ke dalam kategori Short term insomnia (insomnia jangka pendek) dimana penderita mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh stress, berada di lingkungan yang selalu ramai dan bising, berlangsung dalam waktu 2-3 minggu (Susilo &
Wulandari, 2011). Biasanya pasien baru dapat tertidur pada pukul 01.00 WIB dan terbangun pada pukul 04.00 WIB (durasi tidur sekitar 3 jam).
Waktu tidur yang dibutuhkan untuk orang dewasa adalah berkisar antara 7-8 jam perharinya Marjono (2014). Pasien tidur dengan tidak terganggu mimpi buruk, tetapi sering terbangun oleh karena gangguan suara bising di sekitar kamar tidurnya dan tidak dapat tidur kembali. Hal ini terjadi karena defisiensi darah jantung. Jantung menguasai darah, apabila terjadi defisiensi darah jantung maka darah tidak dapat menutrisi jantung sehingga mengganggu shen/pikiran sehingga dapat mengakibatkan terjadinya insomnia (Maciocia, 2011).
Keluhan diperberat ketika keadaan berfikir yang terlalu berat.
Menurut Maciocia, (2011) terlalu banyak berfikir dapat menguras pi qi (qi dalam limpa) sehingga menyebabkan pi/limpa tidak dapat menjalankan fungsi transformasi dan transportasi secara sempurna, hal tersebut menyebabkan shen/jiwa tidak ternutrisi secara optimal hingga terjadilah insomnia atau susah tidur. Pasien merasa gampang tertidur pada saat kondisi pasien kelelahan. Pasien merasakan pusing, badan mudah lelah dan tidak bersemangat. Hal ini menunjukkan kondisi defisiensi limpa, limpa bertanggungjawab dalam memtranformasi dan mentransportasi qi makanan ke seluruh tubuh. Apabila qi limpa defisien maka secara otomatis tubuh tidak mendapat pasokan nutrisi yang cukup dan menyebabkan tubuh menjadi lemah, letih, lesu (Maciocia, 2011).
Pada status diet pasien, nafsu makan pasien kurang dengan frekuensi makan dua kali sehari, jenis makanan yang dikonsumsi adalah
makanan kering dan berkuah dengan porsi satu setengah centong nasi, kecenderungan rasa yang disukai adalah pedas, gurih, dan manis serta camilan yang dikonsumsi adalah keripik. Rasa manis dikuasai oleh organ limpa dan lambung, apabila sering mengkonsumsi makanan dengan rasa manis dapat menyebabkan fungsi limpa terganggu (Saputra & Idayanti, 2005).
Frekuensi minum dalam sehari kurang lebih 5-6 kali/hari setara dengan 1000-1500 ml. Jenis minuman yang sering dikonsumsi air putih dan teh dengan kecenderungan suhu normal dan dingin. Kebutuhan minum dalam sehari pada pedoman umum gizi seimbang yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI menganjurkan untuk mengkonsumsi air minum minimal 2000 ml dalam sehari guna memenuhi kebutuhan cairan dan menjaga kesehatan (Hutapea, 2010). Jadi frekuensi minum pasien belum mencukupi kebutuhan normal cairan tubuh, yang menyebabkan pasien mudah merasakan lelah.
Pasien memiliki kebiasaan pola diet yang tidak tepat, didapatkan bahwa pasien mempunyai nafsu makan kurang, lebih menyukai makanan yang cenderung pedas dan minum minuman dingin seperti halnya es teh dan air putih dengan suhu dingin. Kebiasaan tersebut dalam jangka waktu yang lama dapat merusak fungsi limpa dan lambung. Kebiasaan makan- makanan mentah, dingin, pedas dapat menyebabkannya retensi makanan di jiao tengah dan menyebabkan terganggunya transformasi dan transportasi jing makanan serta minuman ke seluruh tubuh. Begitupun juga dengan mekanisme naik turunnya qi menjadi kacau, sehingga menyebabkan shen/jiwa juga menjadi kacau terjadilah gelisah di saat tidur atau insomnia (Maciocia, 2011).
Pada status buang air besar (BAB) pasien, frekuensi BAB pasien 1 kali/hari, konsistensi lembek, bentuk lonjong, warna kuning kecoklatan.
Pada saat BAB, pasien mengejan normal dan tidak terdapat darah yang keluar bersama feses. Pada status buang air kecil (BAK) pasien, frekuensinya 4-5 kali/hari, jumlahnya sedikit, warna kuning dengan
kepekatan jernih, 1 kali BAK pada malam hari, dan tidak terdapat darah serta nanah yang ikut keluar bersama urin. Pada orang sehat, umumnya buang air kecil (BAK) sebanyak 3-4 kali dan pada malam hari sebanyak 0- 1 kali (Sim, 2012). Jumlah sedikit dipengaruhi oleh adanya suhu udara, pengeluaran keringat, dan juga karena umur seseorang. Sehingga frekuensi buang air kecil pada Ny. A adalah normal. Pada pemeriksaan anamnesis status ginekologis, Ny. A menstruasi pertama kali pada usia 12 tahun.
Pasien sudah menopause.
Pada pemeriksaan anamnesis status organ, terdapat gangguan pada organ hati, jantung, limpa, paru-paru, dan ginjal. Sindrom yang berhubungan dengan organ hati: pusing yang disebabkan oleh karena kurangnya pasokan nutrisi (darah dan oksigen) yang diedarkan ke otak dan juga terdapat kebiasaan pasien memiliki emosi berfikir. Sindrom yang berhubungan dengan organ jantung, pasien mengalami susah tidur, palpitasi, dan mudah lupa. Sindrom yang berhubungan dengan organ limpa, pasien merasakan mudah lelah dan BAB lembek. Sindrom yang berhubungan dengan organ paru-paru, pasien merasakan mudah haus.
Sindrom yang berhubungan dengan organ ginjal, pasien mengeluhkan nyeri pinggang pada saat kelelahan dan rambut rontok (Maciocia, 2008).
Kebiasaan Ny. A yang keseringan bermain gadget sebelum tidur dapat menyebabkan badan akan tetap terjaga sepanjang malam dan akan menimbulkan insomnia (Putra, 2011).
4.
Palpasi/Perabaan (Cie)Dari pemeriksaan nadi pasien, didapatkan bahwa nadi pasien teraba dalam, kecepatan cepat, ukuran normal, kekuatan lemah dan tipis.
Menurut Saputra (2017) bahwa nadi yang teraba dalam dan lemah menandakan suatu kondisi defisien, nadi teraba dalam dan tipis menandakan adanya defisiensi jantung, nadi cepat menandakan adanya sindrom panas (Saputra & Idayanti, 2005; Maciocia, 2011). Menurut teori Liu Gongwang (2000) keadaan nadi normal yakni tidak ada kelainan pada perabaan nadi, misalnya nadi tidak licin, tidak tegang, tidak dalam, tidak
lemah, kekuatannya kuat normal, kecepatannya normal yakni antara 60-80 denyut per menit.
B. Diagnosis Akupunktur
Diagnosis akupunktur pada Ny. A umur 51 tahun dengan keluhan utama susah tidur adalah “Sindrom Phlegma Panas Mengganggu Jantung”
yang disebabkan oleh karena faktor pola diet yang tidak tepat dan emosi berfikir yang berlebihan. Hal ini sesuai dengan teori Sim, (2008) bahwa pola diet yang tidak tepat dapat merusak fungsi limpa dan lambung. Seperti kebiasaan makan-makanan mentah, dingin, pedas dapat menyebabkan retensi makanan di jiao tengah dan menyebabkan terganggunya transformasi dan transportasi Jing nutrisi (makanan serta minuman) ke seluruh tubuh.
Begitupun juga dapat mempengaruhi mekanisme naik turunya qi menjadi kacau, sehingga menyebabkan shen/jiwa juga menjadi kacau terjadilah rasa tidak nyaman di saat tidur atau insomnia (Liu, 2000; Xinnong, 2003; Sim, 2008).
C. Terapi Akupunktur
Prinsip terapi pada Ny. A dengan kasus insomnia adalah membuang lembab, mengusir panas, dan menenangkan jantung. Titik utama yang digunakan adalah EX-HN 16 Anmian, SP 6 Sanyinjiao, GV 20 Baihui, dan EX-HN 3 Yintang. Titik diferensiasi antara lain adalah ST 40 Fenglong, LI 11Quchi, HT 7 Shenmen, BL 20 Pishu, dan BL 15 Xinshu.
Alat dan bahan terapi yang akan digunakan terdiri dari kapas alkohol, jarum filiform (½ dan 1 cun), kapas alkohol 70%, dan elektrostimulator berfungsi sebagai alat bantu terapi yang menstimulasi titik-titik akupunktur pada pasien yang telah ditentukan. Saputra dan Idayanti (2005), titik-titik akupunktur merupakan reseptor di permukaan tubuh yang dapat dirangsang dengan berbagai cara yang berupa energi, seperti elektrostimulator. Maka, dapat digunakannya elektrostimulator sebagai alat bantu terapi agar mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Posisi pasien pada saat terapi yaitu pada sesi pertama terapi posisi pasien dalam keadaan terlentang dan sesi kedua keadaan tengkurap dengan posisi yang nyaman saat dilakukan terapi akupunktur pada area kepala, kaki, tangan, dan punggung. Posisi terlentang merupakan sikap yang baik untuk memudahkan mencapai titik-titik akupunktur pada bagian wajah, leher, dada, perut, dan tungkai depan. Posisi tengkurap merupakan sikap yang baik untuk memudahkan mencapai titik-titik akupunktur pada bagian punggung, pinggang, tengkuk, tungkai bagian belakang (Saputra & Idayanti, 2005).
Menurut Gongwang (2000) dan Maciocia (2011) titik-titik akupunktur yang digunakan untuk terapi pada kasus insomnia yaitu titik utama yang digunakan adalah EX-HN 16 Anmian, dan EX-HN 3 Yintang merupakan titik untuk indikasi gangguan tidur dan dapat meningkatkan aktivitas serotonin dan asetilkolin pada daerah hipokampus. SP 6 Sanyinjiao merupakan titik yang memiliki fungsi meningkatkan aktivitas serotonin dan asetilkolin pada daerah hipokampus dan sebagai penguat jiao tengah dan melancarkan aliran qi. GV 20 Baihui memiliki fungsi sebagai pembersih organ jantung dan menenangkan fikiran. Titik diferensial yang digunakan yaitu ST 40 Fenglong memiliki fungsi mengusir dan mengeluarkan phlegma panas. LI 11Quchi yang memiliki fungsi untuk mengeluarkan panas. HT 7 Shenmen yang berfungsi sebagai pembersih organ jantung. BL 20 Pishu merupakan titik Shu belakang organ limpa yang memiliki fungsi untuk menguatkan limpa. BL 15 Xinshu merupakan titik yang memiliki fungsi untuk menguatkan jantung.
D. Saran dan Anjuran
Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan berprotein, berkalium, dan berkalsium tinggi (Candra, 2010 dan Putra, 2011).
Menghindari mengkonsumsi minuman beralkohol dan berkafein (kopi dan teh) karena dapat menyebabkan susah tidur dan mengganggu kualitas tidur (Siregar, 2011). Menciptakan suasana yang kondusif, nyaman, aman, dan tenang di kamar tidur (Munir, 2011; Susilo & Wulandari, 2011).
Mendengarkan lantunan musik dengan ritme yang pelan, olahraga yang teratur (2 atau 3 kali dalam seminggu), dan berdo’a sebelum tidur.
E. Evaluasi Terapi Akupunktur
Evaluasi dilakukan pada terapi kedua pasien mengatakan belum ada perubahan pada tidurnya, masih ada sensasi pusing dan mudah lelah. Mudah lelah atau badan terasa tidak segar tersebut merupakan salah satu manifestasi dari insomnia atau gangguan sulit tidur. Insomnia memiliki tanda dan gejala kesulitan tidur, tidur tidak nyenyak, mudah lelah, tidak merasakan segar setelah bangun tidur, sakit kepala di pagi hari, mata mengantuk di siang hari, serta kesulitan berkonsentrasi (Heppy & Berlian, 2014).
Gambar 4.1 Terapi Kedua (Sumber: Dokumen Pribadi, 2021)
Pada kunjungan pasien yang ketiga, sudah ada perubahan pada waktu jam tidur, pasien dapat tidur lebih awal yaitu pukul 21.00, tetapi pasien masih sering terbangun di malam hari pada pukul 02.00, sudah tidak merasa pusing.
Gambar 4.2 Terapi Ketiga (Sumber: Dokumen Pribadi, 2021)
Pada kunjungan pasien yang keempat, perubahan pada tubuhnya merasakan lebih enak, nyaman, dapat tertidur dengan pulas dan tidak lagi terbangun di malam hari, pasien dapat tidur lebih awal yaitu pukul 21.00 WIB.
Pasien sudah tidak terbangun di malam hari sehingga menciptakan kualitas tidur meningkat dari sebelumnya.
Gambar 4.3 Terapi Keempat (Sumber: Dokumen Pribadi, 2021)
Pada kunjungan pasien yang kelima, pasien mengatakan sudah merasakan kemudahan dalam memulai tidur. Pasien dapat tidur pada pukul 21.00 WIB dan terbangun pada pukul 04.00 WIB (7 jam). Pusing dan rasa mudah lelah sudah tidak lagi dikeluhkan.
Gambar 4.4 Terapi Kelima (Sumber: Dokumen Pribadi, 2021)
Pada kunjungan pasien yang keenam, pasien mengatakan setelah dilakukan terapi sebelumnya pasien sudah merasakan perubahan yang signifikan tidurnya mengarah ke tingkat yang baik, dimana pasien sudah merasakan bisa tidur dengan nyenyak. Pasien tidur pada pukul 21.00 WIB dan terbangun pada pukul 04.00 WIB (7 jam). Tidur pasien lebih nyenyak, tubuh pasien menjadi merasa enakan ataupun nyaman untuk tidur dan saat bangun pasien merasa lebih segar.
Gambar 4.5 Terapi Keenam (Sumber: Dokumen Pribadi, 2021)
Hal ini menunjukkan bahwa terapi akupunktur dapat meningkatkan lantensi tidur, kualitas tidur dan dapat menangani gejala insomnia. Serta dapat memodulasi aktivitas system saraf simpatis dan parasimpatis yang merupakan bagian dari sisitem saraf otonom (Huang et al., 2011). Pasien pun sudah tidak lagi mempunyai keluhan tambahan. Pasien sudah mendapatkan kuantitas dan kualitas tidur yang cukup sesuai dengan tingkatan usianya. Pada orang dewasa yang berusia 40-60 tahun jumlah tidur pada kisaran antara 7 jam/harinya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018).
Pada proses penatalaksanaan akupunktur terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat yang terapis alami. Faktor pendukung dalam proses penatalaksanaan akupunktur ini yaitu pasien dalam proses terapi mengikuti sesuai arahan dalam setiap tahapan penatalaksanaan akupunktur, dan Ny.A melaksanakan saran dan anjuran yang diberikan oleh terapis kepada pasien juga berpengaruh dalam keberhasilan terapi pada kasus insomnia. Faktor penghambat dalam tahapan penatalaksanaan terapi akupunktur adalah perbedaan waktu dan kesibukan antara pasien Ny. A dan terapis serta wabah yang membuat lingkungan tidak mendukung proses penatalaksanaan terapi akupunktur dari target yang sebelumnya telah ditentukan.