• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH AHMAD LUTHFI HASUDUNGAN POHAN PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI OLEH AHMAD LUTHFI HASUDUNGAN POHAN PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MEDAN 2018"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS

DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA

DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

OLEH

AHMAD LUTHFI HASUDUNGAN POHAN 160522076

PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MEDAN 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul: “PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL KABUPATEN/

KOTA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasi atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program Strata-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 2018 Yang Membuat Pernyataan,

Nama : Ahmad Luthfi Hasudungan Pohan

NIM : 160522076

(6)

ABSTRAK

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS

DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA

DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal dengan menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda pada Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Populasi penelitian yaitu seluruh pemerintahan kabupaten/kota yang berada pada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu sebanyak 18 Kabupaten dan 5 Kota. Sampel dipilih menggunakan metode sampel jenuh yang menghasilkan 23 sampel atau keseluruhan dari kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan periode tahun yang diteliti dimulai dari tahun 2013 sampai tahun 2016 sehingga menghasilkan sampel sebanyak 92 sampel penelitian. Pengujian hipotesis menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya variabel Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Khusus yang memiliki pengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Variabel lainnya seperti Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil tidak memiliki pengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan Belanja Modal

(7)

ABSTRACT

EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, LOCAL GOVERNMENT REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUNDS, SPECIAL ALLOCATION FUNDS AND

REVENUE SHARING ON THE ALLOCATION OF DISTRICT / CITY CAPITAL EXPENDITURE BUDGET IN NANGGROE ACEH

DARUSSALAM PROVINCE

This study aims to analyze and determine the effect of Economic Growth, Local Government Revenue, General Allocation Funds, Special Allocation Funds and Revenue Sharing on Capital Budget Allocation using Multiple Linear Regression Analysis in Districts / Cities in Nanggroe Aceh Darussalam Province.

The study population is all regency / city administrations in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam, namely as many as 18 districts and 5 cities. The sample was selected using a saturated sample method which produced 23 samples or the whole of the districts / cities in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam with the period of the year studied starting from 2013 to 2016 resulting in a sample of 92 research samples. Hypothesis testing using Multiple Linear Regression Analysis.

The results of the study show that only the variables of Regional Original Revenue and Special Allocation Funds have an influence on the allocation of Capital Expenditures. Other variables such as Economic Growth, General Allocation Funds and Revenue Sharing Funds do not have an influence on the allocation of Capital Expenditures.

Keywords : Economic Growth, Regional Original Revenue, Local Government Revenue, Special Allocation Funds, Profit Sharing and Capital Expenditures

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan-Nya kepada penulis hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” sebagai syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E., M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak., CPA. dan Bapak Drs.

Syahrul Rambe, M.M., Ak., CA. selaku Ketua Departemen/ Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu, serta Bapak Drs. Chairul Nazwar, M.Si., Ak dan Ibu Dra. Naleni Indra, MM, Ak, selaku Dosen Penguji dan

(9)

selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dalam penulisan dan perbaikan skripsi ini.

4. Teristimewa di hati buat seluruh keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Khairul Amrin Pohan, SP dan Ibunda Dra. Maryani Sitorus yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasihat kepada saya.

Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang tiada batas untuk saya. Teruntuk kedua adik penulis, Fadhil Hafidz Pohan dan Alm.

Muhammad Affan Syafiq Zubair Pohan serta pasangan penulis, Maulidini Harahap yang telah banyak membantu dan mendukung saya selama ini, terima kasih atas doanya.

5. Saudara/i seperjuangan: Ridho Yazid, Nana, Arif Abdillah, Ahmad Ridwan, Wasis, Windi, Ikatan Akuntan Intermezzo Jaya dan semua mahasiswa akuntansi ekstensi lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2018 Penulis

( AHMAD LUTHFI HASUDUNGAN POHAN)

NIM . 160522076

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ...……….. ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ………. …….... vi

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ……….... ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….... x

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ………..……… 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Batasan Masalah Penelitian …... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 10

2.1. Pertumbuhan Ekonomi ………... 10

2.2. Pendapatan Asli Daerah …………..………. 11

2.3. Dana Alokasi Umum ………... 14

2.4. Dana Alokasi Khusus ………... 16

2.5. Dana Bagi Hasil ………... 18

2.6. Belanja Modal ………... 19

2.7. Penelitian Terdahulu ………... 21

2.8. Hipotesis Penelitian ………... 23

2.9. Kerangka Konseptual………... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 32

3.1. Jenis Penelitian ………... 32

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ...………... 32

3.3. Metode Pengumpulan Data ………... 34

3.4. Definisi Operasional Variabel ………... 34

3.5. Teknik Analisis Data ……….... 36

. 3.5.1. Statistik Deskriptif ………... 36

3.5.2. Uji Asumsi Klasik ………... 37

3.5.2.1. Uji Normalitas ………... 37

3.5.2.2. Uji Multikolinearitas ………... 38

3.5.2.3. Uji Heteroskedastisitas ………...…….. 39

3.5.2.4. Uji Autokorelasi ………... 40

3.5.3. Analisis Linear Berganda ………... 40

3.5.4. Uji Hipotesis ……….……….. 41

3.5.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R²) …... 41

3.5.4.2. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ………. 42

(11)

3.5.4.3. Uji Signifikan Simultan (F-test)……... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………..………… 45

4.1. Statistik Deskriptif ………... 45

4.2. Uji Asumsi Klasik ………....………... 46

4.2.1. Uji Normalitas …..………... 46

4.2.2. Uji Multikolinearitas ..………..………….…... 49

4.2.3. Uji Heteroskedasitas ..………. 50

4.2.4. Uji Autokorelasi …...………... 51

4.3. Analisis Regresi Linear Berganda ………... 52

4.4. Uji Hipotesis …….………....………... 54

4.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R²) ………... 54

4.4.2. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ..…...………... 55

4.4.3. Uji Signifikan Simultan (F-test) ………. 58

4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 59

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ...………… 64

5.1. Kesimpulan ……...………... 64

5.2. Keterbatasan ………....………... 65

5.3. Saran ………....………... 66

DAFTAR PUSTAKA ………... 66

DAFTAR LAMPIRAN ……… 69

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Komponen Biaya Belanja Modal ………... 20

2.2 Penelitian Terdahulu ………... 21

3.1 Daftar Populasi dan Sampel ……….... 33

3.2 Definisi Operasional Variabel ………... 34

4.1 Statistik Deskriptif ………..` 45

4.2 Uji Normalitas ………. 47

4.3 Uji Multikolinearitas ………... 49

4.4 Uji Autokorelasi ………... 51

4.5 Analisis Regresi Linear Berganda ………... 53

4.6 Uji Koefisien Determinasi (R²) …....………... 55

4.7 Uji Parsial (t-test) ……….... 56

4.8 Uji Simultan (F-test) ……… 59

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2. 1 Kerangka Konseptual ………. 31

4. 1 Grafik Histogram …... ……… 48

4. 2 Uji Normalitas (Normal Probability Plot)……...……… 48

4. 3 Uji Heteroskedastisitas ………...………. 51

4. 4 Perhitungan t-tabel dengan Rumus TINV ………..………. 56

4. 5 Perhitungan F-tabel dengan Rumus FINV ………..…...………. 58

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Produk Domestik Regional Bruto .………. 69

2 Pendapatan Asli Daerah ……….………. 70

3 Dana Alokasi Umum ………. 71

4 Dana Alokasi Khusus …...……….. 72

5 Dana Bagi Hasil …....………. 73

6 Belanja Modal ……… ………...………. 74

7 Hasil Perhitungan Variabel ………. 75

8 Hasil Output SPSS …….………. 78

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas memiliki beragam karakteristik pada setiap daerahnya, tentunya pemerintah pusat tidak hanya menjalankan pemerintahannya terpusat pada ibukota saja. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, menjadikan pemerintah daerah memiliki pelimpahan kewenangan dengan cakupan luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri serta meminimalisir campur tangan pemerintah pusat.

Pemerintah daerah dapat mempermudah penjaringan aspirasi masyarakat dengan diterbitkannya undang-undang tersebut sehingga diperoleh gambaran yang cukup tentang kebijakan jangka pendek, jangka menengah, dan kebijakan jangka panjang yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan keuangan daerah. Dalam mengelola rumah tangga daerah, maka pemerintah daerah setiap tahunnya menyusun sebuah anggaran belanjanya yang disebut dengan APDB (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan anggaran tersebut diperoleh dari pemerintah pusat setiap tahunnya melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

Pada sebuah anggaran, terdapat sebuah Belanja Modal. Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi (Peraturan- Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005). Belanja Modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan

(16)

aset tetap yang dihasilkan dari Belanja Modal tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 memberikan penegasan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya ke dalam Belanja Modal dengan menganut asas kepatutan, kebutuhan dan kemampuan daerah.

Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan daerah yang mandiri melalui Belanja Modal yang direalisasikan dalam bentuk pengadaan fasilitas, infrastruktur dan sarana prasarana yang ditujukan untuk kepentingan publik. Untuk mewujudkan pembangunan daerah yang mandiri ini maka pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk memanfaatkan sumber-sumber keuangan yang bersumber dari daerah itu sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD). pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah termasuk kedalam sumber Pendapatan Asli Daerah.

Pemerintah daerah dituntut untuk menggali secara maksimal potensi daerah yang dimiliki yang nantinya akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk membelanjakan pendapatan daerahnya. Meskipun demikian, setiap daerah memiliki kemampuan keuangan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan masing-masing daerah memiliki perbedaan potensi dan sumber daya serta kebutuhan antar tingkat pemerintahan. Dampak dari perbedaan ini adalah terjadinya ketimpangan sumber pendanaan antar daerah dimana daerah yang kaya akan potensi dan sumber daya memiliki sumber pendanaan yang lebih besar dibanding daerah yang miskin akan potensi daerahnya.

(17)

Pendapatan Asli Daerah yang sumber utamanya berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah kenyataannya hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Selain itu, pemerintah daerah juga sering dipusingkan masalah pajak dan retribusi daerah ini. Pemerintah daerah tentunya ingin meningkatkan pendapatan daerahnya melalui pajak dan retribusi daerah ini namun disisi lain hal tersebut terkadang justru dinilai memberatkan masyarakat.

Untuk mengatasi masalah ketimpangan sumber pendanaan antar daerah ini, maka pemerintah pusat melakukan transfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Pemerintah pusat sebagai pemegang kendali pada dasarnya membagikan pemerintahan daerahnya dengan otonomi daerah yang berbeda-beda. Salah satunya adalah otonomi khusus dimana Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu provinsi yang menerima otonomi khusus. Pemberian otonomi khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tersebut sebenarnya mulai berlaku sejak masa sebelum reformasi, dengan ditetapkannya Aceh sebagai daerah istimewa seiring dengan diberlakukannya Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh. Pasca reformasi kemudian terbit Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, kemudian terbit lagi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Aceh. Namun ternyata berbagai peraturan dan Undang-Undang tersebut belum memberikan dampak dan hasil yang

(18)

memuaskan bagi masyarakat Aceh sehingga terbit Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dengan diperolehnya status otonomi khusus bagi Provinsi Aceh, maka diperoleh pula berbagai hak khusus bagi Provinsi Aceh dalam berbagai hal. Salah satu hak khusus bagi Provinsi Aceh yaitu dalam hal keuangan, dimana Pemerintah Aceh berhak mengelola dan mengatur keuangan daerah sepenuhnya dengan alokasi dana yang besar serta pembagian porsi kekayaan daerah akan lebih besar dibanding daerah lainnya di Indonesia.

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan provinsi yang istimewa, provinsi dengan otonomi khusus ini juga memiliki sumber daya melimpah seperti minyak dan gas alam serta sumber daya lainnya. Sebagai contoh, dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2001 disebutkan bahwa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam akan memperoleh penerimaan dalam rangka otonomi khusus yaitu bagi hasil sumber daya alam yang ada di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah dikurangi pajak yaitu sebesar 55% untuk minyak bumi, dan 40% untuk gas alam selama delapan tahun sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tersebut berlaku. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, dikatakan bahwa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam akan memperoleh Dana Alokasi Umum sebanyak 2% dari Dana Alokasi Umum nasional, dimana hal ini berarti jumlah tersebut sangat besar dibanding daerah lainnya di Indonesia. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam juga memperoleh dana-dana lainnya seperti dana migas, dana otonomi khusus (otsus), dan lain sebagainya.

Keistimewaan dan kekhususan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebenarnya tak menjadikan baik dalam pertumbuhan ekonominya serta

(19)

pengelolaan pendapatan daerah dan transfer anggaran pemerintah pusat yang selanjutnya dibelanjakan pemerintah daerah. Nyatanya Pertumbuhan Ekonomi pada provinsi yang dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto atas dasar Harga Konstan ini terbilang rendah dimana pada tahun 2013 sebesar 2,61% dan mengalami penurunan pada tahun 2014 serta 2015 menjadi 1,55% dan 0,73%, peningkatan kembali terlihat pada tahun 2016 dimana Pertumbuhan Ekonomi provinsi ini naik hingga 3,31% dan nyatanya masih dibawah target Pertumbuhan Ekonomi nasional yang mencapai lebih dari 5% pertahunnya.

Sebuah Pertumbuhan Ekonomi biasanya berbanding lurus dengan Pendapatan Asli Daerah dimana ketika terjadi kenaikan atau penurunan Pertumbuhan Ekonomi maka berimbas dengan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan belanja daerah seperti Belanja Modal, sebuah belanja daerah pada pengalokasiannya sebenarnya ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah dan dibantu oleh dana perimbangan seperti Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil untuk mengurangi beban pembiayaannya. Sebuah Pendapatan Asli Daerah pada dasarnya saat ini belum mampu menjadi penopang utama pembiayaan belanja daerah, jika melihat laporan realiasasi APBD sering ditemukan jarak perbedaan jumlah anggaran antara Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah seperti Belanja Modal bisa berkisar sampai dua kali lipat atau lebih dari Pendapatan Asli Daerah.

Perbedaan jumlah anggaran pendapatan dan pengeluaran tersebut seringkali menjadi sebuah isu yang berkembang pada masyarakat dalam pengelolaan serta pengalokasiannya, masyarakat menganggap belum terciptanya pengelolaan

(20)

anggaran yang baik dan pengalokasian anggaran yang selama ini lebih banyak digunakan untuk belanja dan kegiatan yang dinilai kurang produktif sehingga masyarakat tidak merasakan langsung pengalokasian anggaran tersebut.

Masyarakat menganggap dengan adanya otonomi khusus serta keistimewaan daerah harusnya berdampak pada Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi sehingga menambah Pendapatan Asli Daerahnya.

Syafitri (2009) melakukan penelitian untuk menguji apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan variabel Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Novalia (2016) yang melakukan penelitian untuk menguji apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal pada kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Hasil penelitian ini menunjukkan variabel Dana Alokasi Umum yang berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, terdapat perbedaan antara variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Perbedaan variabel tersebut terlihat jelas dimana hasil penelitian Syafitri (2009) menunjukkan hanya variabel Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal, sedangkan hasil penelitian Novalia (2016) menujukkan hanya variabel

(21)

Dana Alokasi Umum yang berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal dimana kedua penelitian tersebut memiliki variabel independen yang sama seperti Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum.

Perbedaan hasil penelitian terdahulu yang menggunakan variabel independen seperti Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum menjadi motivasi bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penambahan variabel independen Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang disampaikan serta research gap pada penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja

Modal kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam?

2. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam?

3. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam?

(22)

4. Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam?

5. Apakah Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam?

1.3. Batasan Masalah Penelitian

Untuk memperoleh jawaban atas masalah penelitian dengan ruang lingkup dan arah yang jelas, serta menghindari penyimpangan atau terlalu luasnya pembahasan kepada masalah yang lain maka peneliti memberikan batasan masalah dengan memfokuskan penelitian ini hanya pada Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil sebagai variabel independen serta menempatkan Belanja Modal sebagai variabel dependen yang akan diteliti. Sampel penelitian juga dibatasi pada data PDRB atas dasar Harga Konstan seri terbaru yaitu seri 2010 dan laporan realisasi APBD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus serta Dana Bagi Hasil yang bersumber dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar Harga Konstan provinsi dan laporan realisasi APBD provinsi yang diteliti dengan pengalokasian anggaran Belanja Modal. Berdasarkan tujuan tersebut maka menghasilkan bukti-bukti mengenai pengaruh antar setiap variabel tersebut.

(23)

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Manfaat yang dimaksud antara lain :

1. Bagi Pemerintah Daerah

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah daerah mengenai peran Pertumbuhan Ekonomi pada masyarakat serta peningkatan maupun penurunan sumber-sumber pendapatan daerah baik Pendapatan Asli Daerah itu sendiri maupun pendapatan daerah yang diterima dari pemerintah pusat dalam pengalokasian Belanja Modal daerah yang diteliti.

2. Bagi Akademisi

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan menambah wawasan kepada para akademisi mengenai pengalokasian Belanja Modal yang erat kaitannya dengan pembangunan daerah otonom sebagai tujuan utama konsep desentralisasi.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lainnya sebagai informasi, bahan rujukan dan referensi bagi pengembangan serta pengkajian konsep pada topik-topik penelitian yang berkaitan. Pengkajian konsep pada topik penelitian yang dimaksud baik yang bersifat lanjutan, melengkapi, maupun menyempurnakan penelitian terdahulu.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi menggambarkan peningkatan kegiatan ekonomi yang ditandai dengan kenaikan riil dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam suatu tahun tertentu (Sukirno, 2006:12). Pertumbuhan Ekonomi adalah proses perubahan pertumbuhan perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan Ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Tingkat Pertumbuhan Ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari perolehan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terjadinya peningkatan Pertumbuhan Ekonomi di suatu daerah ditandai dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakatnya, sehingga mendorong terjadinya kenaikan terhadap pendapatan daerah dari hasil pajak. Meningkatnya suatu pendapatan daerah, membuat pemerintah daerah dapat membiayai pembangunan dan perbaikan infrastruktur perekonomian secara mandiri tanpa bergantung pada dana-dana lain.

Syarat penting yang akan mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi adalah tingkat pengadaan modal yang sebanding dengan pertumbuhan penduduk. Melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur diharapkan dapat memicu Pertumbuhan Ekonomi daerah sehingga mampu mewujudkan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan.

(25)

2.2. Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka 18, yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber yang dimiliki daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:

1. Pajak daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pajak tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Jenis-jenis pajak daerah adalah:

a) Pajak Hotel

b) Pajak Restoran dan Rumah Makan c) Pajak Hiburan

d) Pajak Reklame

e) Pajak Penerangan Jalan

f) Pajak Badan Galian Golongan C

g) Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman

(26)

2. Retribusi daerah

Sumber pendapatan lain yang dapat dikategorikan dalam pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Retribusi daerah dapat dibagi dalam beberapa kelompok yakni retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, retribusi perizinan. Yang mana dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Retribusi jasa umum

adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintahan daerah untuk tujuan kepentingan dan kemamfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

b) Retribusi jasa usaha

adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

c) Retribusi perizinan tertentu

adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

(27)

3. Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah tingginya campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda pemerintahan daerah.

Campur tangan tersebut termasuk didalamnya adalah pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sektor industri.

Diberlakukannya otonomi daerah menjadi saat bagi daerah untuk mengelola kekayaan daerahnya seoptimal mungkin guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Undang-Undang mengizinkan pemerintah daerah untuk mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini bersama sektor swasta atau Asosiasi Pengusaha Daerah sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah serta dapat menunjang kemandirian daerah dalam pembangunan perekonomian daerah.

4. Lain-lain pendapatan yang sah

Lain-lain pendapatan yang sah yang dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah dapat diupayakan oleh daerah dengan cara-cara yang wajar dan tidak menyalahi peraturan yang berlaku. Alternatif untuk memperoleh pendapatan ini bisa dilakukan dengan melakukan pinjaman kepada pemerintahan pusat, pinjaman kepada pemerintah daerah lain, pinjaman kepada lembaga keuangan dan non keuangan, pinjaman kepada masyarakat, dan juga bisa dengan menerbitkan obligasi daerah.

Pendapatan Asli Daerah seharusnya menjadi penopang dalam pengalokasian sebuah Belanja Modal agar transfer dana dari pusat dapat dikelola sebaik-baiknya.

Kenyataannya saat ini Pendapatan Asli Daerah belum mampu menjadi penopang.

(28)

2.3. Dana Alokasi Umum

Sesuai dengan penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah, maka provinsi dan kabupaten serta kota masing-masing memperoleh Dana Alokasi Umum yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan kapasitas fiskal tiap-tiap daerah. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah alokasi dana dari pemerintah pusat kepada daerah yang bersumber dari APBN dan bersifat umum (block grants) serta berfungsi sebagai instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Hal ini disebabkan tidak semua daerah memiliki struktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiscal imbalance). Masing-masing daerah memiliki perbedaan seperti jumlah penduduknya, luas wilayahnya, potensi sumber daya manusia yang dimiliki, kondisi kekayaan alamnya, dan lainnya sehingga kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah berbeda-beda.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, ditetapkan bahwa DAU daerah minimal 25% dari penerimaan dalam negeri APBN setiap tahun. 90% dari 25% DAU tersebut dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota, sedangkan sisanya 10% dari 25% DAU dialokasikan untuk pemerintah tingkat provinsi.

Kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum diukur secara berturut-turut berdasarkan beberapa instrumen yaitu :

1. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah.

2. Luas wilayah

(29)

Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah.

3. Indeks kemahalan kontruksi

Indeks kemahalan kontruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar daerah.

4. Produk Domestik Regional Bruto per kapita

Produk domestik regional bruto per kapita merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah.

5. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.

Proporsi DAU terhadap penerimaan daerah saat ini masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah seperti PAD. Untuk beberapa daerah penerima DAU, biasanya DAU akan berimbas pada pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi regional di daerah tersebut dan pada akhirnya akan mengganggu Pertumbuhan Ekonomi nasional. Jika pengelolaan DAU tidak baik bahkan jika dihapuskan dari pemerintah pusat maka akan berimbas negatif terhadap stabilitas keuangan daerah, stabilitas keuangan daerah yang terganggu ini akan berimbas pada pelaksanaan program-program pemerintah daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan terganggu pula. Imbas

(30)

lain adalah terganggunya program-program pemerintah daerah yang bertujuan utnuk meningkatkan pelayanan publik atau insfrastruktur yang dapat menjadi pemacu Pertumbuhan Ekonomi regional maupun ekonomi nasional. Oleh karena itu, DAU memegang peranan yang sangat dominan dibandingkan sumber dana lainnya, seperti DAK maupun dana perimbangan. Untuk itu diharapkan DAU dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu mempercepat pembangunan dan pemerataan hasil pembangunan, disamping tetap memaksimalkan potensi daerah untuk pembiayaan kebutuhan daerah.

2.4. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi khusus merupakan dana dari Pemerintah Pusat yang di transfer kedaerah dalam bentuk pendapatan di APBD, selain Dana Alokasi Umum dan Dana Perimbangan lainnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak semua daerah memperoleh alokasi DAK. DAK dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi, dan

(31)

air bersih), kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintah daerah, serta lingkungan hidup.

Kriteria umum pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah-daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata nasional.

Sedangkan kriteria khusus pengalokasian DAK memperhatikan daerah-daerah tertentu yang memiliki karakteristik dan/atau berada di wilayah :

1. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta, Papua Barat, dan Papua yang merupakan daerah otonomi khusus.

2. Daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan Negara lain, daerah tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.

3. Daerah rawan banjir/longsor, daerah penampung transmigrasi, daerah yang memiliki pulau-pulau kecil terdepan, daerah yang alokasi DAU-nya dalam tahun 2007 tidak mengalami kenaikan, daerah rawan pangan dan/atau kekeringan, daerah pascakonflik, daerah penerima pengungsi.

Pelaksanaan DAK di daerah saat ini masih memiliki banyak kendala, sehingga serapan dana DAK maupun kinerja fisik kegiatan belum dapat dikatakan maksimal. Kendala yang banyak dialami daerah dalam pelaksanaan dana DAK ini seperti proses penganggaran APBD, program kegiatan dari DAK belum sinkron dengan bantuan pusat dan DAK belum maksimal pengukurannya dengan pengeluarannya. Pemerintah daerah penerima DAK diharapkan untuk mengalokasikan sumber dana ini sebaik-baiknya dan tidak hanya terpaku saja pada DAU ataupun PAD.

(32)

2.5. Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disebut DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.

DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Penyaluran DBH dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue. Maksudnya adalah penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan (Pasal 23, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004). Jenis-jenis DBH meliputi DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH Pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan dan Cukai Hasil Tembakau, sedangkan DBH SDA meliputi Kehutanan, Mineral dan Batu Bara, Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pengusahaan Panas Bumi dan Perikanan. Penyaluran DBH biasanya disalurkan untuk mendanai kegiatan baik itu bagian kesehatan, pendidikan maupun penanganan kemiskinan. Daerah sebagai pelaksana otonomi sering dianggap belum mampu mengelola dana transfer dari pemerintah pusat seperti DBH,

(33)

transparansi dalam penerimaan dan pengelolaannya selalu menjadi masalah utama.

2.6. Belanja Modal

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran dalam laman situs www.anggaran.depkeu.go.id mendefinisikan Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.

Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga dengan membeli.

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan PER- 33/PB/2008 tentang Pedoman Penggunaan Akun Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja Modal sesuai Bagan Akun Standar (BAS) disebutkan bahwa suatu belanja dikategorikan sebagai Belanja Modal apabila :

a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas.

b. Pengeluaran tersebut melebihi batas minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah.

(34)

Berikut ini adalah tabel yang menyajikan dan memuat komponen biaya Belanja Modal yaitu :

Tabel 2.1

Komponen Biaya Belanja Modal Jenis Belanja

Modal Komponen Biaya Belanja Modal

Belanja Modal Tanah

1. Belanja Modal Pembebasan Tanah.

2. Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah.

3. Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah.

4. Belanja Modal Pengurungan dan Pematangan Tanah.

5. Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah.

6. Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah.

Belanja Modal Gedung dan

Bangunan

1. Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan.

2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor PengelolaTeknis Gedung dan Bangunan.

3. Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan Bangunan.

4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasa Gedung dan Bangunan.

5. Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan.

6. Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama Gedung dan Bangunan.

7. Belanja Modal Honor Perjalanan Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Peralatan dan

Mesin

1. Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin.

2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin.

3. Belanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan Mesin.

4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Peralatan dan Mesin.

5. Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin.

6. Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin.

7. Belanja Modal Honor Perjalanan Peralatan dan Mesin.

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

1. Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan.

2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Jalan dan Jembatan.

3. Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan Jembatan.

4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan.

5. Belanja Modal Perizinan Jalan dan Jembatan.

6. Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama Jalan dan Jembatan.

7. Belanja Modal Honor Perjalanan Jalan dan Jembatan.

8. Belanja Modal Bahan Baku Irigasi dan Jaringan .

(35)

9. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Irigasi dan Jaringan.

10. Belanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan Jaringan . 11. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Irigasi dan

Jaringan.

12. Belanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan.

13. Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama Irigasi dan Jaringan.

14. Belanja Modal Honor Perjalanan Irigasi dan Jaringan.

Belanja Modal Fisik Lainnya

1. Belanja Modal Bahan Baku Fisik Lainnya.

2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Fisik Lainnya.

3. Belanja Modal Sewa Peralatan Fisik Lainnya.

4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Fisik Lainnya.

5. Belanja Modal Perizinan Fisik Lainnya.

6. Belanja Modal Jasa Konsultan Fisik Lainnya.

Sumber : (Syaiful, 2006)

2.7. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa peneltian terdahulu yang berkaitan dengan variabel pada penelitian ini antara lain :

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu NAMA

PENELITI DAN TAHUN PENELITIAN

VARIABEL PENELITIAN

TEKNIK ANALISIS

HASIL PENELITIAN

Syafitri (2009)

Variabel Dependen : 1. Belanja Modal.

Variabel Independen : 1. Pertumbuhan

Ekonomi.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD).

3. Dana Alokasi Umum (DAU).

Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan

Ekonomi (-), PAD (+) dan DAU (-) terhadap pengalokasian

anggaran Belanja Modal.

(36)

Romario (2012)

Variabel Dependen : 1. Belanja Modal.

Variabel Independen : 1. Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

2. Dana Alokasi Umum (DAU).

3. Dana Bagi Hasil (DBH).

Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD (+), DAU (+) dan DBH (-) terhadap pengalokasian

anggaran Belanja Modal.

Purwanto (2013)

Variabel Dependen : 1. Belanja Modal.

Variabel Independen : 1. Pertumbuhan

Ekonomi.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD).

3. Dana Alokasi Umum (DAU).

Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan

Ekonomi (+), PAD (+) dan DAU (+) terhadap Belanja Modal.

Kasyanti (2015)

Variabel Dependen : 1. Belanja Modal.

Variabel Independen : 1. Dana Alokasi

Umum (DAU).

2. Dana Alokasi Khusus (DAK).

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4. Pertumbuhan

Ekonomi.

5. Dana Bagi Hasil (DBH).

6. Kemandirian Fiskal.

Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAU (+), DAK (+), PAD (+),

Pertumbuhan

Ekonomi (-), DBH (+) dan Kemandirian Fiskal

(-) terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

Laura (2015)

Variabel Dependen : 1. Belanja Modal.

Variabel Independen : 1. Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

2. Dana Alokasi Umum (DAU).

3. Dana Alokasi Khusus (DAK).

Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD (+), DAU (+), DAK(-), dan Pertumbuhan

Ekonomi (-) terhadap Belanja Modal.

(37)

4. Pertumbuhan Ekonomi.

Novalia (2016)

Variabel Dependen : 1. Belanja Modal.

Variabel Independen : 1. Pertumbuhan

Ekonomi.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD).

3. Dana Alokasi Umum (DAU).

Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertumbuhan

Ekonomi (-), PAD (-) dan DAU (+) terhadap Belanja Modal.

Widiasih &

Gayatri (2017)

Variabel Dependen : 1. Belanja Modal.

Variabel Independen : 1. Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

2. Dana Alokasi Umum (DAU).

3. Dana Bagi Hasil (DBH).

Analisis Regresi Linear Berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD (-), DAU (-) dan DBH (+) terhadap Belanja Modal.

2.8. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

2.8.1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Kebijakan otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus tiap-tiap daerah.

Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, tetapi kemampuan daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dalam mengelola potensi lokalnya dan ketersediaan

(38)

sarana prasarana serta sumber daya sangat berbeda. Perbedaan ini dapat menyebabkan Pertumbuhan Ekonomi yang beragam antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Pertumbuhan Ekonomi bertujuan untuk peningkatan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan kata lain, Pertumbuhan Ekonomi adalah bukti nyata hasil usaha/kerja pemerintahan daerah dalam memajukan daerahnya.

Pertumbuhan Ekonomi dapat diciptakan apabila didukung oleh infrastruktur atau sarana prasarana daerah yang baik, infrastruktur atau sarana prasarana tersebut menunjang potensi lokalnya seperti masyarakat untuk semakin berkembang sehingga tercipta Pertumbuhan Ekonomi pada daerah tersebut.

Dengan berkembang serta terciptanya Pertumbuhan Ekonomi di suatu daerah, maka berdampak langsung pada peningkatan pendapatan daerah sehingga pemerintah dapat mengalokasikan dana tersebut pada Belanja Modal yang dianggarkan pemerintah daerah setiap tahunnya.

Penelitian empiris yang dilakukan Purwanto (2013) menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Biasanya bila Pertumbuhan Ekonomi suatu daerah baik, maka pemerintah daerah setempat akan terus meningkatkan alokasi Belanja Modalnya dari tahun ke tahun guna melengkapi dan memperbaiki sarana dan prasarana, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan situasi pada saat tahun anggaran. Berdasarkan temuan-temuan empiris pada penelitian sebelumnya, maka menghasilkan hipotesis sebagai berikut :

Ha1: Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

(39)

2.8.2. Hubungan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pembiayaan bagi pemerintahan daerah dalam menciptakan infrastruktur daerah. PAD didapatkan dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Untuk itu dalam masa desentralisasi seperti ini, pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan PADnya masing-masing dengan memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki supaya bisa membiayai segala kegiatan penciptaan infrastruktur atau sarana prasarana daerah melalui alokasi Belanja Modal pada APBD.

Bila disesuaikan dengan Agency Theory (Jensen dan Meckling, 1976), hubungan kontraktual antara agen (masyarakat) dan prinsipal (pemerintah) dalam konteks PAD dapat dilihat dari kemampuan dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang baik serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi Belanja Modal, yaitu dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai yang dibiayai dari Belanja Modal yang dianggarkan setiap tahunnya, sedangkan Belanja Modal itu sendiri sumber pembiayaannya dari PAD. Pemerintah daerah (agen) bertanggung jawab kepada masyarakat (principle) karena masyarakat telah memberikan sebagian uangnya kepada pemerintah daerah melalui pajak, retribusi, dan lain-lain. Dengan demikian, ada hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pengalokasian

(40)

Belanja Modal. Tetapi tidak semua daerah yang berpendapatan tinggi diikuti dengan tumbuhnya perekonomian yang baik pula. Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan meningkatkan PAD. Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal oleh pemerintah.

Peningkatan investasi modal (Belanja Modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah.

Penelitian empiris yang dilakukan Syafitri (2009) menunjukkan bahwa PAD berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

Hasil penelitian Romario (2012) semakin memperkuat bukti empiris tersebut bahwa PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas infrastruktur atau sarana prasarana daerah yang bersumber dari PAD serta dialokasikan anggarannya oleh pemerintah daerah melalui Belanja Modal akan berujung pada peningkatan pendapatan daerahnya. Berdasarkan temuan-temuan empiris pada penelitian sebelumnya, maka menghasilkan hipotesis sebagai berikut :

Ha2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

(41)

2.8.3. Hubungan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah didalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. Adapun sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.

Pemerintahan pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal pemerintahan daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam

(42)

mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU.

Dengan adanya transfer DAU dari pemerintahan pusat, maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai Belanja Modal yang menunjang tujuan pemerintahan yaitu meningkatkan pelayanan publik. Transfer DAU dari pemerintah pusat dapat menunjuang pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan publik melalui pembangunan infrastruktur serta sarana melalui alokasi anggaran Belanja Modal, dengan meningkatnya pelayanan publik diharapkan pula menunjang peningkatan pendapatan masyarakat.

Penelitian empiris yang dilakukan Laura (2015) menunjukkan bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal. Hasil penelitian Novalia (2016) semakin memperkuat bukti empiris tersebut bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal. Hal ini memberikan adanya indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah khususnya Belanja Modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan DAU. Berbagai pemaparan di atas dapat disimpulkan semakin tinggi DAU maka alokasi Belanja Modal juga meningkat. Hal ini disebabkan karena daerah yang memiliki pendapatan (DAU) yang besar maka alokasi untuk anggaran Belanja Modal akan meningkat. Berdasarkan temuan-temuan empiris pada penelitian sebelumnya, maka menghasilkan hipotesis sebagai berikut:

Ha3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

(43)

2.8.4. Hubungan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas nasional.

Tujuan DAK untuk mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang. Dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam alokasi Belanja Modal. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa DAK merupakan salah satu sumber pendanaan untuk sebuah Belanja Modal. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara pemberian dana transfer dari pemerintah pusat (DAK) dengan alokasi anggaran pengeluaran daerah melalui Belanja Modal.

Penelitian empiris yang dilakukan Kasyati (2015) menunjukkan bahwa DAK berpengaruh terhadap belanja modal. Hal ini memberikan adanya indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah khususnya pengalokasian Belanja Modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan DAK. Berdasarkan temuan-temuan empiris pada penelitian sebelumnya, maka menghasilkan hipotesis sebagai berikut :

Ha4: Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap pengalokasian

(44)

2.8.5. Hubungan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana yang bersumber dari pajak terdiri atas pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan pajak penghasilan (PPh), sedangkan dana yang bersumber dari sumber daya alam meliputi kehutanan, mineral dan batu bara, minyak bumi dan gas bumi, pengusahaan panas bumi dan perikanan. Tujuan Dana Bagi Hasil adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.

Secara teoritis dengan melihat tujuan Dana Bagi Hasil, pemerintah daerah akan mampu menetapkan pengalokasian Belanja Modal yang semakin besar jika anggaran Dana Bagi Hasil semakin besar dan begitupun sebaliknya. Semakin besar Dana Bagi Hasil menjadikan pemerintah daerah mengalokasikan lebih banyak untuk Belanja Modal sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Penelitian empiris yang dilakukan Kasyanti (2015) menunjukkan bahwa Dana Bagi Hasil berpegaruh terhadap Belanja Modal. Hasil penelitian Widiasih dan Gayatri (2017) semakin memperkuat bukti empiris tersebut bahwa Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal. Berdasarkan temuan-temuan empiris pada penelitian sebelumnya, maka menghasilkan hipotesis sebagai berikut : Ha5 : Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap pengalokasian

anggaran Belanja Modal.

(45)

2.9. Kerangka Konseptual

Sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, maka kerangka konseptual yang menunjukkan pengaruh variabel-variabel Pertumbuhan Ekonomi , Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal yang digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pertumbuhan Ekonomi

(X1)

PAD (X2)

DAU (X3)

DAK (X4)

DBH (X5)

Belanja Modal (Y)

Ha1

Ha2

Ha3

Ha4

Ha5

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai peneliti di dalam penelitian ini adalah jenis asosiatif kausal. Desain penelitian asosiatif kausal adalah desain penelitian untuk melihat adanya korelasi sebab-akibat antar variabel (Cooper dan Emory, 1996:37).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil merupakan variabel independen (X) dan akan dilihat korelasi sebab-akibatnya dengan Belanja Modal yang merupakan variabel dependen (Y).

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sekumpulan dari individu atau obyek penelitian yang memiliki kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintahan kabupaten/kota yang berada pada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2013 – 2016, yaitu sebanyak 18 Kabupaten dan 5 Kota.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sampel jenuh atau sensus. Sampel jenuh atau sensus adalah teknik atau metode sampel yang memanfaatkan seluruh jumlah populasi sebagai sampel penelitian, sampel ini biasanya digunakan dikarenakan keterbatasan populasi yang

(47)

belum mencapai 30 populasi. Jika dikaitkan antara populasi dengan metode sampel yang dipilih, maka sampel dalam penelitian ini adalah 23 sampel kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan periode tahun yang diteliti dimulai dari tahun 2013 sampai tahun 2016 sehingga menghasilkan sampel sebanyak 92 sampel penelitian.

Tabel 3.1

Daftar Populasi dan Sampel

No Nama Daerah Sampel

1 Kab. Aceh Barat Sampel 1

2 Kab. Aceh Besar Sampel 2

3 Kab. Aceh Selatan Sampel 3

4 Kab. Aceh Singkil Sampel 4

5 Kab. Aceh Tengah Sampel 5

6 Kab. Aceh Tenggara Sampel 6

7 Kab. Aceh Timur Sampel 7

8 Kab. Aceh Utara Sampel 8

9 Kab. Bireuen Sampel 9

10 Kab. Pidie Sampel 10

11 Kab. Simeulue Sampel 11

12 Kota Banda Aceh Sampel 12

13 Kota Sabang Sampel 13

14 Kota Langsa Sampel 14

15 Kota Lhokseumawe Sampel 15

16 Kab. Gayo Lues Sampel 16

17 Kab. Aceh Barat Daya Sampel 17

18 Kab. Aceh Jaya Sampel 18

19 Kab. Nagan Raya Sampel 19

20 Kab. Aceh Tamiang Sampel 20

21 Kab. Bener Meriah Sampel 21

(48)

22 Kab. Pidie Jaya Sampel 22

23 Kota Subulussalam Sampel 23

Sumber : www.aceh.bps.go.id (diolah oleh peneliti)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu dengan mempelajari, mengklasifikasikan, dan menganalisis data sekunder bersumber dari dokumen laporan realisasi APBD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam periode 2013 - 2016 yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui situs www.depkeu.djpk.go.id dan BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam www.aceh.bps.go.id periode 2013 – 2016.

3.4. Definisi Operasional Variabel

Untuk mengukur variabel-variabel yang sudah diidentifikasi digunakan instrumen dan alat ukur sebagai berikut :

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel Nama

Variabel Definisi Operasional Ukuran Skala

Pengukuran

Belanja Modal (Y)

Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.

Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin +Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan + Belanja Aset Lainnya

Rasio

(49)

Pertumbuhan Ekonomi

(X1)

Pertumbuhan Ekonomi adalah proses perubahan pertumbuhan perekonomian suatu Negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

X= ( )

PDRB(t) = Produk Domestik Regional Bruto periode t (berdasarkan harga konstan) PDRB(t-1) = Produk

Domestik Regional Bruto periode tahun

sebelumnya

Rasio

Pendapatan Asli Daerah

(PAD) (X2)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber- sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PAD = Pajak Daerah + Retribusi + Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan +

Lain-lain PAD yang Sah Rasio

Dana Alokasi Umum (DAU)

(X3)

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DAU =

Celah Fiskal + Alokasi Dasar

Rasio

Dana Alokasi Khusus (DAK)

(X4)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan

Kemampuan Keuangan Daerah =

Penerimaan Umum APBD –

Belanja Pegawai Penerimaan Umum =

Rasio

(50)

daerah atas dasar prioritas nasional dan kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

Besaran DAK ditentukan setiap tahun dalam APBN

DBHDR)

Dana Bagi Hasil (DBH)

(X5)

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

55% dan 40% dari hasil pendapatan minyak bumi dan gas bumi

Rasio

Sumber : (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004)

3.5. Teknik Analisis Data

3.5.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan gambaran atau informasi data yang sedang diteliti melalui populasi dan sampel. Teknik statistik deskriptif ini digunakan untuk mendapatkan informasi deskriptif tentang data yang dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis. Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data dengan perhitungan untuk mengklarifikasi keadaan atau karakteristik data yang dimaksud. Penjelasan kelompok dalam statistik deskriptif dapat dilihat dari nilai minimum, nilai tengah (median), nilai maksimum, nilai terpopuler (modus), nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian.

Gambar

Tabel 2.2  Penelitian Terdahulu  NAMA  PENELITI  DAN TAHUN  PENELITIAN  VARIABEL  PENELITIAN  TEKNIK  ANALISIS  HASIL  PENELITIAN  Syafitri  (2009)  Variabel Dependen : 1
Tabel 4.1  Statistik Deskriptif
Tabel 4.2  Uji Normalitas
Gambar 4. 1  Grafik Histogram
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris Pertumbuhan Ekonomi (PE), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Pengalokasian Belanja Modal (Studi Empiris

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP INDEKS

Hasil Penelitian Arwati dan Hadiati (2013) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus berpengaruh signifikan terhadap

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Kabupaten & Kota Provinsi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris dengan menggunakan data sekunder, mengenai pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,