Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar
Doktor Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika
Promovendus Tata 1101157
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Oleh Tata 1101157
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Matematika pada Sekolah Pascasarjana
© Tata2015
Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN
DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi
Promotor
Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D. NIP 195909221983031003
Ko-Promotor
Prof. Jozua Sabandar, MA., Ph.D. NIP 194705241981031001
Anggota
Prof. Dr. Darhim, M.Si. NIP 195503031980021002
Mengetahui
Plt. Ketua Departemen Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Tata, (2015). “Peningkatan Kemampuan Pemodelan dan Abstraksi Matematis serta Motivasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif”. SPs UPI Bandung.
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Kata Kunci: Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif, Pemodelan Matematis,
Abstraksi Matematis, dan Motivasi Belajar.
ABSTRACT
Tata (2015). The Junior High School Students’ Enhancement in Mathematical Modeling, Abstraction and Learning Motivation Ability through Collaborative Contextual Teaching and Learning
Mathematical modeling and mathematical abstraction ability are important in mathematics education. The mathematical modeling ability is part of mathematical problem solving ability and as a bridge between contextual problems and mathematical concepts and the mathematical abstraction ability relate to the ability of an abstract mathematical concept mastery. While the
students’ motivation in mathematics are contributing factor to support student success in learning mathematics. Unfortunately students have not mastered these skill well, therefore the need for efforts to implement a model of learning that can enhance these abilities. The main purpose of this research is to investigate the achievement and enhancement of students’ mathematical modeling ability (SMMA), students’ mathematical abstraction ability (SMAA), and students’ learning motivation (SLM), as a result of collaborative contextual learning (CCL), contextual learning (CL), and conventional learning (CVL). The research design used is an experimental research that used non-equivalent control group experimental design and used three groups. One group is the first experimental group was treated under CCL, the second experimental group was treated under CL, and another group was treated under CVL. The instrument used consists of mathematical prior knowledge test (MPK), mathematical modeling ability test, mathematical abstraction ability test, learning motivation scale, and observation sheets. The population of the research is Junior High School students in Cianjur City, West Java Province. The sample is seventh grader students from two levels of school classified as high and medium level. One school was selected from each school level by purposive sampling. Three groups were randomly selected from each school with a sample size of 203 students. The data analysis used one-way ANOVA, two-way ANOVA and Kruskal Wallis test. It can be concluded that: (1) the achievement and enhancement of SMMA, SMAA, and SLM who received CCL and CL are better than those of students who received CL. The level of
achievement and enhancement of students’ mathematical modeling and
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
correlation between SMMA and SMAA, between SMMA and SLM, and between SMAA and SLM.
Key words: Collaborative Contextual Learning, mathematical modeling,
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN ...,,,i
ABSTRAK...ii
ABSTRACT...iii
KATA PENGANTAR...iv
UCAPAN TERIMA KASIH...vi
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR TABEL...xi
DAFTAR GAMBAR...xix
DAFTAR LAMPIRAN...xxiv
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusan Masalah...11
C. Tujuan Penelitian...13
D. Manfaat Penelitian...14
E. Definisi Operasional...14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...17
A. Pemodelan Matematis...17
1. Pengertian Pemodelan Matematis...17
2. Mengukur Kemampuan Pemodelan Matematis...24
B. Kemampuan Abstraksi Matematis...27
1. Pengertian Abstraksi Matematis...27
2. Mengukur Kemampuan Abstraksi Matematis...30
C. Motivasi Belajar Siswa...33
1. Pengertian Motivasi...33
2. Motivasi dalam Belajar Matematika...34
3. Mengukur Motivasi dalam Belajar Matematika...37
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
E. Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif...44
F. Keterkaitan antara Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif, Kemampuan Pemodelan Matematis, Kemampuan Abstraksi Matematis, dan Motivasi Belajar Siswa ...46
G. Teori Belajar yang Mendukung...49
H. Beberapa Hasil Penelitian yang Relevan...54
I. Hipotesis Penelitian...56
BAB III METODE PENELITIAN...59
A. Desain Penelitian...59
B. Populasi dan Sampel...64
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya...67
1. Soal Tes Pengetahuan Awal Matematika (PAM)...67
2. Soal Tes Kemampuan Pemodelan Matematis...74
3. Soal Tes Kemampuan Abstraksi Matematis...85
4. Skala Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika...93
5. Panduan Wawancara Siswa...95
6. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa...96
D. Perangkat Pembelajaran dan Pengembangannya...96
1. Bahan Ajar...96
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...97
3. Lembar Kerja Siswa (LKS)...97
E.Teknik Pengumpulan Data...97
1. Tes Kemampuan Pemodelan dan Abstraksi Matematis...97
2. Skala Motivasi Belajar Siswa...98
3. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa...98
4. Wawancara siswa...98
F.Teknik Analisis Data...98
1. Analisis Data Kuantitatif...98
2. Analisis Data Kualitatif...101
G. Prosedur Penelitian...103
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
A. Analisis Data dan Hasil Penelitian...105
1. Analisis Data Pengetahuan Awal matematika...106
2. Analisis Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis...113
3. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis...126
4. Analisis Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis...142
5. Analisis Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis...159
6. Analisis Pencapaian Motivasi Belajar...172
7. Analisis Peningkatan Motivasi Belajar...190
8. Analisis Korelasi antara Kemampuan Pemodelan Matematis, Kemampuan Abstraksi Matematis, dan Motivasi Belajar...201
9. Analisis Hasil Pekerjaan Siswa...206
B. Pembahasan...222
1. Pengetahuan Awal Matematika (PAM)...225
2. Faktor Pembelajaran...226
3. Pencapaian dan Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis Siswa Berdasarkan Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika...230
4. Pencapaian dan peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa Berdasarkan Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika...234
5. Pencapaian dan peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika Berdasarkan Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika...239
6. Kesalahan atau Kekeliruan Siswa pada Pemodelan dan Abstraksi Matematis...243
7. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual Kolaboratif...247
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI...251
A. Kesimpulan...251
B. Implikasi...260
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA ...262
LAMPIRAN-LAMPIRAN...268
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis merupakan hal yang
penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan pemodelan matematis
merupakan kecakapan siswa dalam membuat model matematis dari situasi
masalah, dengan tujuan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan tepat.
Dalam pendidikan matematika kemampuan memecahkan masalah adalah bagian
dari tujuan pembelajaran matematika, kemampuan tersebut perlu diajarkan pada
siswa mulai jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Siswa perlu
dibekali keterampilan seperti itu supaya siswa mampu memecahkan permasalahan
yang dihadapi. Pentingnya menguasai kemampuan pemodelan dan abstraksi
matematis oleh siswa sejalan dengan kompetensi matematika yang harus dikuasai
oleh siswa dalam pembelajaran matematika. Departemen Pendidikan Nasional
(2006) merinci kompetensi matematika yang harus dikuasai oleh siswa adalah:
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola, sifat atau
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk
memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Kemampuan matematis siswa suatu negara sangat mudah dibandingkan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
kemajuan pendidikan di suatu negara. Sebagai contoh: Program for International
Student Assessment (PISA) dan The Third International Mathematics and Science
Study (TIMSS) secara berkala mengukur dan membandingkan antara lain
kemajuan pendidikan matematika di beberapa negara termasuk Indonesia. Hasil
penilaian dua lembaga tersebut sering dijadikan tolak ukur dalam merumuskan
pembelajaran matematika (materi maupun kompetensi), termasuk adanya
perbedaaan antara yang diajarkan di sekolah dengan yang dinilai secara
internasional. Materi dan kompetensi yang disesuaikan dengan standar
internasional harus menjaga keseimbangan antara matematika angka, matematika
pola dan bangun. Kompetensi pengetahuan bukan hanya sampai memahami
secara konseptual tetapi sampai ke penerapan dalam pemecahan masalah
matematis. Selain itu, perlunya mengasah kemampuan berfikir untuk dapat
memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi seperti
menalar pemecahan masalah melalui pemodelan matematis, pembuktian dan
perkiraan/pendekatan (Kemendikbud, 2014).
Tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah
penguasaan dan pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah matematika itu sendiri dan ilmu pengetahuan lainnya,
yang kedua pembelajaran matematika bertujuan untuk memberikan kemampuan
nalar yang logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka
yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa
depan yang selalu berubah (Depdiknas, 2006). Perubahan tersebut ditandai dengan
telah terjadi pergeseran paradigma pembelajaran pada abad ke-21, dengan ciri-ciri
(Kemdikbud, 2013): (1) informasi (tersedia dimana saja dan kapan saja), sehingga
model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari
berbagai sumber observasi, bukan diberitahu; (2) komputasi (lebih cepat memakai
mesin), sehingga model pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan
masalah (menanya) bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab); (3) otomasi
(menjangkau segala pekerjaan rutin), sehingga model pembelajaran diarahkan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
mekanistis (rutin); (4) komunikasi (dari mana saja dan kemana saja), sehingga
model pembelajaran lebih menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi
dalam menyelesaikan masalah.
Paradigma pembelajaran pada abad ke-21, menekankan bahwa
kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari tujuan
pendidikan matematika di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis diantaranya adalah
meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat model matematis, baik
permasalahan dalam kehidupan nyata atau permasalahan dalam matematika itu
sendiri. Selain itu siswa diharapkan mampu membuat generalisasi model tersebut
sehingga dapat diterapkan pada permasalahan yang lain yang setara.
Peran pemodelan matematis, selain yang disebutkan di atas, juga berperan
sebagai jembatan antara pengetahuan konkret yang dijumpai siswa dalam
kehidupan sehari-hari dengan dunia matematika yang abstrak. Untuk
meningkatkan peran-peran tersebut, dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang
dapat mengangkat kemampuan siswa dalam membuat model matematis
diantaranya dengan pembelajaran kontekstual. Alasan, mengapa menggunakan
pembelajaran kontekstual, diantaranya adalah pembahasan materi pada model
pembelajaran tersebut selalu diawali dengan permasalahan konkret yang dijumpai
siswa dalam kehidupan sehari-hari .
Pemodelan matematis didahului dengan pengetahuan konkret yang
dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan konkret tersebut
dipergunakan sebagai jembatan menuju dunia matematika yang abstrak melalui
pemanfaatan simbol-simbol matematika yang sesuai (pembentukan model
matematis). Sesampainya pada ranah abstrak, metode-metode matematika
diperkenalkan untuk menyelesaikan model permasalahan yang diperoleh dan
mengembalikan hasilnya pada ranah konkret (Cheng, 2001 & 2010; Abrams,
2001; Kemendikbud, 2014).
Pemodelan matematis memainkan peran besar dalam ilmu pengetahuan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
teknologi khususnya bidang fisika yang menggunakan model matematika sebagai
bentuk representasi dari intuisi manusia untuk menggambarkan permasalahan
dunia nyata. Sebagai contoh, orbit planet dapat digambarkan dalam bentuk
model matematis yang berbentuk elips, abstraksi matematis yang berbentuk kurva
yang telah dipelajari sebelumnya.
Dalam beberapa dekade terakhir, pemodelan matematis menjadi bahan
pembicaraan dalam pendidikan matematika. Beberapa penelitian menganjurkan
agar kemampuan siswa dalam membuat model matematis dan pembelajarannya
dimasukkan dalam kurikulum pendidikan matematika, bahkan di Singapura
(Cheng, 2001), pembelajaran mengenai pemodelan matematis sudah
diperkenalkan dan dimasukkan dalam kurikulum sekolah menengah. Meskipun
dalam prakteknya di kelas masih ditemukan beberapa kesulitan pembelajaran baik
bagi guru ataupun siswa. Pemodelan matematis menawarkan kesempatan yang
sangat baik untuk menghubungkan antara masalah dalam kehidupan nyata dengan
konsep matematika. Gravemeijer (1994) menjelaskan bahwa model berperan
sebagai jembatan yang menghubungkan masalah real dan matematika formal.
Pembelajaran yang menyertakan kemampuan pemodelan matematis pada
hakekatnya adalah pembelajaran tentang kemampuan pemecahan masalah
matematis. Matematika disajikan dalam bentuk aktivitas tindakan, tidak disajikan
sebagai kumpulan bilangan, kumpulan variabel atau rumus yang membingungkan
yang ditulis di papan tulis. Matematika sebaiknya disajikan dalam beberapa
konteks permasalahan kehidupan sehari-hari atau dalam kehidupan nyata.
Matematika diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas sejalan dengan
pengalaman siswa, serta relevan dengan masyarakat (Suryanto, 2010).
Pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk menumbuhkan
kemampuan pemodelan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa
berpeluang menemukan kembali konsep matematika atau dalam rangka
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini berarti bahwa
dalam pembelajaran harus berpusat pada kegiatan proses matematisasi bukan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
eksplisit dalam dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan
matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horizontal, masalah dalam kehidupan
sehari-hari oleh siswa diusahakan untuk dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam
bahasa atau simbol matematika, sedangkan matematisasi vertikal berarti bekerja
dalam sistem matematika itu sendiri, yaitu memecahkan masalah yang sudah
dirumuskan dalam bahasa atau simbol-simbol matematika itu secara matematika.
Selain pemodelan matematik yang telah diuraikan di atas, ada satu
kemampuan yang tidak kalah penting dalam pendidikan matematika yaitu
kemampuan abstraki matematis. Menurut Ozmantar & Monaghan (2007)
abstraksi merupakan konstruk penting bagi pendidikan matematika. Abstraksi
sering dikaitkan dengan filsafat empiris. Abstraksi dianggap sebagai pengetahuan
tingkat tinggi yang terdiri dari klasifikasi dan generalisasi yang timbul dari
kesamaan kasus-kasus tertentu. Abstraksi merupakan pengembangan dari masalah
kontekstual terhadap matematika yang abstrak. Sedangkan menurut Peaget
(Suparno, 1997) pengetahuan matematis adalah pengetahuan yang dibentuk
dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu.
Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi ataupun
penggunaan objek.
Abstraksi mempunyai beberapa pengertian salah satunya dikemukakan
oleh Bermejo & Diaz (2007). Menurut mereka dari kerangka kontruktivis,
abstraksi adalah pemahaman matematis dari konkret menuju abstrak melalui
tingkatan perkembangan. Abstraksi diartikan juga sebagai proses untuk
memperoleh intisari konsep matematika, menghilangkan kebergantungannya pada
objek-objek dunia nyata yang pada mulanya mungkin saling terkait, dan
memperumumnya sehingga ia memiliki terapan-terapan yang lebih luas atau
bersesuaian dengan penjelasan abstrak lain untuk gejala yang setara. Menurut
Mitchelmore & White (2004), abstraksi adalah suatu proses yang yang mendasar,
baik dalam matematika maupun dalam pendidikan matematika. Berdasarkan
beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, abstraksi mempunyai peranan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
pembentukkan konsep-konsep matematika. Apalagi kalau dikaitkan dengan
karakteristik anak usia SMP yang belum mampu berpikir formal, maka proses
abstraksi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika dalam rangka untuk
meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematik pada usia siswa
yang belum mampu berpikir formal, merupakan salah satu kajian yang selalu
menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik antara hakikat
matematika dan hakikat anak. Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam tentang
bagaimana menghubungkan perbedaan tersebut.
Anak usia SMP sedang mengalami perkembangan tingkat berpikir, dari
berpikir konkrit menuju berpikir formal. Di lain pihak, matematika adalah abstrak,
aksiomatik dan formal, sehingga diperlukan pembelajaran matematika yang
mengembangkan kemampuan untuk menghubungkan dunia real dengan
matematika formal. Mengingat adanya perbedaan karakteristik itu, maka
diperlukan adanya jembatan yang menghubungkan antara dunia anak yang belum
berpikir secara deduktif untuk dapat mengerti dunia matematika yang bersifat
abstrak.
Mengingat pentingnya penguasaan matematika yang abstrak, maka
diperlukan suatu upaya untuk menjembatani antara matematika yang abstrak
dengan kemampuan berpikir siswa yang belum formal. Untuk menghubungkan
kedua karakteristik tersebut, salah satunya adalah meningkatkan kemampuan
siswa dalam pemodelan dan abstraksi matematis. Mengingat peningkatan
kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis siswa sebagai upaya untuk
meningkatkan penguasaan konsep-konsep matematika yang abstrak (Gravemeijer,
1994) dan juga untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa (Cheng, 2001), maka diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan kedua kemampuan tersebut dalam proses pembelajarannya.
Selain kedua kemampuan tersebut, yaitu kemampuan pemodelan dan
kemampuan abstraksi matematis, ada faktor lain yang juga sangat berpengaruh
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
dalam belajar matematika. Motivasi siswa dalam belajar diibaratkan bahan bakar
dalam sebuah kendaraan, daya tahan siswa dalam belajar sangat dipengaruhi oleh
motivasinya. Kemampuan siswa dalam menghadapi masalah matematika,
dipengaruhi oleh motivasi yang ada dalam diri siswa, baik motivasi intrinsik
maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi merupakan salah satu faktor yang
menunjang keberhasilan siswa dalam memahami matematika (NCTM, 2011).
Motivasi berhubungan dengan emosi atau perasaan yang menimbulkan
keingintahuan dalam belajar matematika, serta keinginan siswa untuk terlibat dan
bertahan dalam pemecahan masalah. Motivasi tidak hanya menimbulkan
ketangguhan dalam menghadapi tantangan tetapi juga berkontribusi pada
pengembangan kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka untuk memahami
matematika dan untuk memecahkan masalah matematika.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan pemodelan, abstraksi matematik
dan motivasi belajar siswa, salah satunya adalah menggunakan pembelajaran
yang menekankan kemampuan-kemampuan tersebut. Karakteristik pembelajaran
yang melibatkan masalah dunia nyata, pemodelan, proses abstraksi dan adanya
interaksi antar siswa dalam proses pembelajarannya, salah satunya adalah
pembelajaran kontekstual kolaboratif. Dalam pembelajaran tersebut diharapkan
motivasi belajar siswa dalam belajar matematika dapat meningkat dan pada
akhirnya kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi dapat
meningkat juga. Motivasi siswa tidak hanya untuk mengejar nilai semata, tetapi
menimbulkan motivasi dari dalam diri siswa (motivasi intrinsik) untuk menguasai
konsep-konsep matematika baik dalam matematika itu sendiri atau dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan pemodelan
matematis, kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa terhadap
matematika berbasis pada teori belajar konstruksivisme. Berbagai model
pembelajaran yang mempunyai karakteristik seperti itu, salah satunya adalah
pembelajaran kontekstual yang dipadukan dengan strategi kolaboratif atau disebut
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
kontekstual kolaboratif dalam pembelajaran matematika adalah dapat
meningkatkan kebiasaan siswa dalam hal memahami masalah dunia nyata,
membuat model pemecahan masalah dan menentukan solusi dari suatu masalah
dengan cara dan bahasa sendiri. Siswa dibiasakan untuk berinteraksi dengan siswa
lain dalam mencari solusi suatu permasalahan kontekstual, dengan mengajukan
pertanyaan: informasi apa yang diketahui dari permasalahan tersebut? Apa yang
diketahui dan apa yang akan dicari serta apa hubungan di antara keduanya?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu merupakan pertanyaan yang mengarahkan
siswa terhadap kemampuan pemodelan matematis. Maka pembelajaran
kontekstual diharapkan dapat mengembangkan kemampuan membuat
model matematis, kemampuan abstraksi matematis dan dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
Alasan lain digunakannya pembelajaran kontekstual kolaboratif adalah
penyajian masalah kontekstual pada awal pembelajaran sebagai stimulus dan
pemicu siswa untuk berpikir. Di sini masalah berperan sebagai kendaraan proses
belajar untuk mencapai tujuan, seperti yang dikemukakan oleh Sabandar (2005)
bahwa situasi pemecahan masalah merupakan suatu tahapan di mana ketika
individu dihadapkan kepada suatu masalah ia tidak serta merta mampu
menemukan solusinya, bahkan dalam proses penyelesaiannya ia masih mengalami
kebuntuan. Pada saat itulah terjadi konflik kognitif yang tidak menutup
kemungkinan memaksa siswa untuk berpikir. Badan Standar Nasional Pendidikan
(2006) menyarankan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), dengan
mengajukan masalah-masalah kontekstual secara bertahap.
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran yang
serupa dengan pembelajaran kontekstual, salah satunya hasil penelitian Herman
(2005), yang melaporkan bahwa proses pemecahan masalah yang dilakukan
secara terpadu melalui interaksi kooperatif antar siswa dan intervensi guru yang
proporsional dapat secara efektif meningkatkan kemampuan berpikir matematis
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
siswa SMP, melaporkan bahwa penerapan pembelajaran tidak langsung dapat
memberikan peluang berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Pembelajaran kontekstual kolaboratif merupakan konsep pembelajaran
tidak langsung yang dimulai dengan memberikan masalah kontekstual atau
masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai tantangan bagi siswa. Pembelajaran
kontekstual kolaboratif memberikan peluang bagi siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri dan menghadapkan siswa pada situasi saling membantu
dalam memecahkan masalah, namun tidak mengabaikan kemampuan
masing-masing individu. Dalam proses pembelajarannya, siswa membangun
pengetahuannya sendiri secara bertahap, sehingga pembelajaran merupakan
proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Siswa membangun sendiri
pengetahuannya dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Namun
apabila siswa mengalami kesulitan dalam kelompoknya, guru memberi bantuan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk mengarahkan jawaban
siswa.
Kegiatan mengamati dan menanya dalam pembelajaran kontekstual
kolaboratif harus dimunculkan oleh guru dan siswa, siswa harus dilibatkan secara
aktif dalam proses pembentukan pengetahuan. Pertanyaan yang diajukan atau
yang dimunculkan tentunya harus menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Menurut Sabandar (2005), mengajukan pertanyaan tantangan ataupun pertanyaan
yang bersifat divergen atau yang dapat menimbulkan konflik kognitif perlu
dimunculkan untuk merangsang daya matematis siswa.
Peran guru dalam pembelajaran kontekstual kolaboratif harus menciptakan
situasi pembelajaran yang melibatkan masalah dunia nyata (real world problem)
sehingga siswa tertarik untuk menyelesaikannya. Dalam proses pembelajaran,
siswa tidak selalu memperoleh penyelesaian, kemungkinan mengalami kebuntuan,
guru berperan membantu mengarahkan siswa secara tidak langsung dengan
menggunakan beberapa pertanyaan terbuka dan mempersiapkan berbagai
alternatif tindakan sebagai antisipasi dalam membantu dan mengarahkan siswa
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Beberapa saran dalam menerapkan pembelajaran kontekstual atau yang
setara dengan itu, misalnya model pembelajaran berbasis masalah, seperti yang
dikemukakan oleh Herman (2005) adalah: (1) sajian bahan ajar berupa masalah
harus memicu terjadinya konflik kognitif di dalam diri siswa; (2) tidak perlu
cepat-cepat memberikan bantuan kepada siswa, agar perkembangan aktual siswa
maksimal. Intervensi yang diberikan guru harus minimal dan diberikan ketika
benar-benar dibutuhkan siswa; (3) agar intervensi yang dilakukan efektif, perlu
mengetahui pengetahuan awal siswa (prior-knowledge) dan mempertimbangkan
berbagai alternatif solusi masalah yang berada dalam koridor pengetahuan siswa.
Analisis pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan
abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa, juga penerapan pembelajaran
kontekstual kolaboratif, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu: level sekolah,
pengetahuan awal matematika siswa, dan masalah yang dihadapkan pada siswa.
Pada umumnya, siswa yang memiliki kemampuan tinggi biasanya masuk di
sekolah yang levelnya lebih tinggi dibandingkan siswa yang mempunyai
kemampuan lebih rendah, meskipun kemungkinan keberadaan di lapangan sangat
relatif, tidak menutup kemungkinan terjadi sebaliknya untuk siswa dari kalangan
tertentu. Tidak ada patokan yang baku, tetapi biasanya berdasarkan prestasi yang
diraih siswanya dalam berbagai hal. Untuk keperluan penelitian ini level sekolah
ditentukan berdasarkan peringkat nilai Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh
dinas pendidikan setempat.
Selain melihat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa, juga dianalisis
interaksi antara model pembelajaran dan level sekolah, antara model pembelajaran
dan pengetahuan awal matematika siswa, analisis tersebut dilakukan untuk
melihat apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis,
kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh level
sekolah atau oleh level pengetahuan awal matematika. Biasanya kelompok siswa
pandai diperkirakan lebih cepat beradaptasi dengan model pembelajaran yang
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sehingga dapat diprediksi pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan
dan abstraksi matematis siswa pada siswa pandai lebih baik dibandingkan
kelompok siswa sedang dan rendah. Penerapan pembelajaran kontekstual
kolaboratif diprediksi berpeluang besar berhasil pada siswa kelompok atas
dibandingkan dengan siswa kelompok tengah dan bawah. Demikian pula untuk
siswa yang berada pada level sekolah tinggi berpeluang lebih berhasil
dibandingkan dengan siswa pada sekolah sedang.
Motivasi belajar siswa merupakan hal yang turut menentukan berhasil
tidaknya pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi
matematis siswa, hal ini cukup beralasan karena pembelajaran yang menyertakan
masalah-masalah nyata (real world problem) menciptakan situasi pemecahan
masalah diperlukan motivasi dan kolaborasi anatar siswa. Siswa yang berada
pada level sekolah tinggi diasumsikan memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang berada pada level sekolah sedang. Siswa yang
berada pada level sekolah tinggi lebih mampu mengatur dorongan yang ada dalam
diri siswa. Begitu juga motivasi belajar siswa pandai diprediksi lebih baik
dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan rendah.
Analisis korelasi antara kemampuan pemodelan matematis dan
kemampuan abstraksi matematis, antara kemampuan pemodelan matematis dan
motivasi belajar siswa, antara kemampuan abstraksi matematis dan motivasi
belajar siswa dilakukan untuk melihat apakah data kemampuan-kemampuan
tersebut saling berkolerasi atau tidak. Selain itu dianalisis juga hasil pekerjaan
siswa untuk melihat kekeliruan yang dilakukan oleh siswa dalam mengerjakan
soal-soal kemampuan pemodelan matematis dan soal-soal kemampuan abstraksi
matematis .
Penelitian difokuskan pada penerapan pembelajaran kontekstual
kolaboratif dalam upaya meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi
matematis serta motivasi belajar siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa faktor yang
menjadi perhatian penulis untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian
ini, yaitu: pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), pembelajaran kontekstual
(PK), pembelajaran biasa (PB), kemampuan pemodelan matematis, kemampuan
abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dalam matematika. Selain itu,
diperhatikan pula faktor level sekolah (tinggi, sedang) dan kelompok pengetahuan
awal matematika (atas, tengah, bawah) sebagai variabel kontrol. Rumusan
masalah utama dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan pembelajaran
kontekstual kolaboratif berpengaruh terhadap pencapaian dan peningkatan
kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan
motivasi belajar siswa dalam matematika?
Selanjutnya, dari rumusan masalah utama tersebut diuraikan dalam
sub-sub rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemodelan matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran
kontekstual kolaboratif (PKK), pembelajaran kontekstual (PK), dan
pembelajaran biasa (PB)?
2. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan
peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa?
3. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam
pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa?
4. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi
matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran kontekstual
kolaboratif (PKK), pendekatan kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
5. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan
peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa?
6. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam
pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa?
7. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan motivasi belajar
siswa dalam matematika antara yang memperoleh pembelajaran kontekstual
kolaboratif (PKK), pendekatan kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa
(PB)?
8. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan
peningkatan motivasi belajar siswa?
9. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam
pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa?
10. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemodelan matematis dan
kemampuan abstraksi matematis, antara kemampuan pemodelan matematis
dan motivasi belajar siswa, antara kemampuan abstraksi matematis dan
motivasi belajar siswa?
11. Kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan apa yang dialami siswa ditinjau dari
proses penyelesaian soal-soal tes kemampuan pemodelan dan abstraksi
matematis pada masing-masing aspek?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran
kontekstual kolaboratif terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa dalam
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
1. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan
kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa
ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, dan c) pengetahuan awal
matematika.
2. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan
kemampuan abstraksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa
ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, c) pengetahuan awal
matematika.
3. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan
motivasi belajar siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran
kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa
ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, c) pengetahuan awal
matematika.
4. Menganalisis korelasi antara kemampuan pemodelan matematis, kemampuan
abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa.
5. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan secara komprehensif kesalahan,
kekeliruan, atau kekurangan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi matematis.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif dan pembelajaran
kontekstual pada pelajaran matematika sebagai sarana untuk melibatkan
aktivitas siswa secara optimal melakukan: pengamatan, penalaran, koneksi,
komunikasi, representasi; memecahkan masalah, mengkonstruksi pengetahuan
serta sebagai wahana dalam meningkatkan kemampuan pemodelan dan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
seperti itu, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan pemodelan dan
abstraksi matematis serta motivasi belajarnya secara optimal, sehingga dapat
memahami konsep matematika dan memecahkan masalah yang dihadapi baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Bagi guru, diharapkan pembelajaran kontekstual kolaboratif dan
pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk meningkatkan
kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan
untuk mengembangkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta
motivasi belajar siswa pada berbagai jenjang pendidikan.
E. Definisi Operasional
Variabel-variabel dalam penelitian, didefinisikan sebagai berikut:
1. Pemodelan matematis adalah langkah-langkah dalam proses memodelkan
suatu situasi nyata. Langkah-langkah tersebut adalah: mengidentifikasi
masalah, membuat model matematis, menyelesaikan model matematis,
menginterpretasikan solusi matematis dan memvalidasi model matematis.
2. Model matematis adalah hasil dari pemodelan matematis, umumnya dalam
bentuk representasi simbolik, ekspresi matematis dalam bentuk aljabar,
persamaan maupun grafik.
3. Kemampuan pemodelan matematis adalah kecakapan siswa dalam
mengidentifikasi masalah, membuat model matematis, menyelesaikan model
matematis, menginterpretasikan solusi matematis dan memvalidasi model
matematis.
a. Mengidentifikasi masalah adalah merinci informasi-informasi atau
variabel-variabel yang diketahui maupun yang ditanyakan.
b. Membuat model matematis adalah memodelkan suatu situasi dalam
bentuk representasi simbolik, ekspresi matematis, bentuk aljabar,
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
c. Menyelesaikan model matematis adalah kemampuan menggunakan
pengetahuan matematika untuk menyelesaikan bentuk representasi
simbolik, ekspresi matematis, bentuk aljabar, persamaan maupun grafik.
d. Menginterpretasikan solusi matematis adalah kemampuan menafsirkan
hasil-hasil matematika dan mengkomunikasikannya.
e. Memvalidasi model matematis adalah kemampuan memeriksa dan
merefleksikan solusi yang diperoleh, mengkaji ulang sebuah model yang
dihasilkan, merefleksikan cara-cara menyelesaikan masalah.
4. Abstraksi matematis adalah proses membangun pengetahuan matematis yang
berkesinambungan dari konkret ke abstrak.
5. Kemampuan abstraksi matematis adalah kecakapan siswa membangun konsep
matematis yang berkesinambungan dari konkret ke abstrak yang meliputi:
mentransformasi masalah ke dalam bentuk simbol, memanipulasi simbol,
membuat generalisasi, membentuk konsep matematika terkait konsep yang
lain, dan membentuk objek matematika lebih lanjut.
5. Motivasi belajar siswa meliputi: motivasi intrinsik dalam belajar dan motivasi
ekstrinsik dalam belajar.
a. Motivasi intrinsik dalam belajar adalah motivasi yang berhubungan
dengan dorongan yang ada pada diri siswa untuk mencapai sesuatu dengan
cara belajar.
b. Motivasi ekstrinsik dalam belajar adalah motivasi yang berhubungan
dengan keinginan siswa terhadap tujuan eksternal seperti nilai yang baik
atau pujian dari guru.
6. Pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran yang mempunyai
delapan karakteristik utama yaitu: berbasis masalah kontekstual,
berpandangan konstruktivisme (construtivism), mengajukan pertanyaan
(questioning), menemukan (inquiry), komunitas belajar (learning
community), menggunakan pemodelan (modeling), melaksanakan refleksi
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
7. Pembelajaran kontekstual kolaboratif adalah pembelajaran yang memiliki
delapan karakteristik utama pembelajaran kontekstual, namun
pembelajarannya disajikan dengan langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
8. Pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan/dikemas
sedemikian sehingga siswa belajar dalam kelompok agar dapat berinteraksi
secara optimal.
9. Pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan matematika yang dimiliki
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menerapkan
pembelajaran kontekstual kolaboratif pada kelas eksperimen-1, pembelajaran
kontekstual pada kelas eksperimen-2 dan pembelajaran biasa pada kelas kontrol.
Unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan kategori level sekolah, kelompok
pembelajaran, dan pengetahuan awal matematika siswa. Level sekolah ditetapkan
berdasarkan ranking ujian nasional (UN) dari dinas pendidikan setempat, dari
beberapa sekolah yang termasuk kategori sekolah tinggi dan sedang dipilih dua
sekolah yaitu satu sekolah berkategori tinggi dan satu sekolah lagi berkategori
sedang. Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas, satu kelas untuk
eksperimen-1, satu kelas untuk eksperimen-2, dan satu kelas lagi sebagai kelas
kontrol. Pengetahuan awal matematika siswa dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu
kelompok atas, tengah, dan bawah. Dari perbedaan perlakuan yang diterapkan
akan dianalisis pengaruhnya terhadap kemampuan pemodelan matematis,
kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa.
Sampel penelitian dipilih secara acak kelas (A) selanjutnya pada
masing-masing kelompok diberikan perlakuan pembelajaran kontekstual kolaboratif (X1),
pembelajaran kontekstual (X2), dan pembelajaran konvensional sebagai kelompok
kontrol. Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, ketiga kelompok diberi tes
pengetahuan awal matematika, pretes kemampuan pemodelan matematis, pretes
kemampuan abstraksi matematis, dan angket motivasi belajar, kemudian setelah
diberikan perlakuan pembelajaran kontekstual kolaboratif pada kelas
eksperimen-1, pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen-2 dan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol, ketiga kelas diberi postes kemampuan
pemodelan matematis, postes kemampuan abstraksi matematis, dan angket
motivasi belajar siswa, sedangkan analisis dilakukan berdasarkan kelompok
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
tinggi dan tiga kelompok pada sekolah peringkat sedang, sehingga desain
penelitian yang digunakan sebagai berikut:
A O X1 O
A O X2 O
A O O
Keterangan:
A : Pengambilan sampel secara acak kelas
X1 : Pembelajaran kontekstual kolaboratif
X2 : Pembelajaran kontekstual
O : Pretes/Postes
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual
kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran konvensional, sedangkan
variabel terikatnya adalah kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan
abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa. Selain variabel-variabel di atas,
penelitian ini melibatkan level sekolah (tinggi dan sedang) serta pengetahuan awal
matematika siswa (atas, tengah, dan bawah) sebagai variabel kontrol.
Untuk memudahkan melihat keterkaitan antara pencapaian kemampuan
pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar
siswa dan keterkaitan antara peningkatan kemampuan pemodelan matematis,
kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dalam matematika
pada ketiga kelompok pembelajaran yaitu pembelajaran kontekstual kolaboratif
(PKK), Pembelajaran kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa (PB) dengan level
sekolah (tinggi dan sedang) dan pengetahuan awal matematika (atas, tengah, dan
bawah) pada permasalahan di atas, disajikan dengan menggunakan Model Weiner
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu Tabel 3.1
Keterkaitan antara Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika
Pencapaian Kemampuan Pemodelan Matematis (Pc)
Pc-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
PcI-PK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual.
PcA-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa pada kelompok PAM atas yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
PcIA-PKK : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
PcSA-PB : Pencapaian kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.
Tabel 3.2
Keterkaitan antara Peningkatan Kemampuan Pemodelan Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
P-PKK P-PK P-PB
Keterangan:
P-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
PI-PK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual.
PA-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa pada kelompok PAM atas yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
PIA-PKK : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
PSA-PB : Peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.
Tabel 3.3
Keterkaitan antara Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika
Pencapaian Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa (Ac) memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
AcT-PKK
: Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa pada kelompok PAM tengah yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
AcS-PKK
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
AcSA-PB : Pencapaian kemampuan abstraksi matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.
Tabel 3.4
Keterkaitan antara Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika
Peningkatan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa (A) memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
AT-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa pada kelompok PAM tengah yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
AS-PKK : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
ASA-PB : Peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.
Tabel 3.5
Keterkaitan antara Pencapaian Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
(B) PKK PKK PKK PK PK
B-Mc-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
McS-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual.
McB-PK : Pencapaian motivasi belajar siswa kelompok PAM bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual.
McSA-PB
: Pencapaian motivasi belajar siswa kelompok PAM atas pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran biasa.
Tabel 3.6
Keterkaitan antara Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Pengetahuan Awal Matematika
Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam Matematika (M)
M-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual kolaboratif.
MS-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa pada level sekolah sedang yang memperoleh pembelajaran kontekstual.
MB-PK : Peningkatan motivasi belajar siswa kelompok PAM bawah yang memperoleh pembelajaran kontekstual.
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN di Kabupaten
Cianjur. Pemilihan siswa SMP berkaitan dengan pendekatan pembelajaran yang
diterapkan yaitu pembelajaran kontekstual kolaboratif dalam meningkatkan
kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan motivasi
belajar siswa. Materi aljabar yang baru dipelajari oleh siswa SMP dan mereka
sedang mengalami kondisi perkembangan fisik dan psikologis pada masa transisi
serta perkembangan kognitif dari konkrit ke formal sudah selayaknya mengikuti
pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Sampel penelitian ditentukan berdasarkan teknik purporsive sampling.
Peneliti mengambil masing-masing satu sekolah dari setiap level SMP yang
diteliti, yaitu sekolah level tinggi dan sekolah level sedang. Penentuan level
sekolah didasarkan pada prestasi yang diperoleh dalam ujian nasional pada tahun
pelajaran 2012/2013. Pengambilan level tinggi dan sedang didasarkan
pertimbangan bahwa kemampuan pemodelan dan abstraksi berpeluang akan lebih
berhasil pada kedua level tersebut ketimbang diterapkan pada level sekolah
rendah. Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas secara acak kelas yang
memilki jadwal tidak beririsan karena peneliti bertindak sebagai pengajar.
Berdasarkan pertimbangan pengambilan sampel di atas, maka
langkah-langkah penentuan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Meminta daftar nama SMP/MTS Negeri se Kabupaten Cianjur ke Dinas
Pendidkkan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur yang telah direngking
berdasarkan total nilai ujian nasional (UN) empat mata pelajaran (Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA) tahun pelajaran 2012/2013.
2. Menentukan pengkategorian level sekolah dengan menggunakan kriteria yang
mengacu pada kriteria yang digunakan Kadir (2010). sebagai berikut.
a. Sekolah level tinggi: total nilai UN X + 0,5 SB.
b. Sekolah level sedang: X -0,5 SB total nilai UN < X + 0,5 SB.
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
pelajaran 2012/2013 dengan memperhatikan kategori level di atas.
4. Mengambil satu SMP level tinggi dan satu SMP level sedang.
5. Mengambil tiga kelas VII pada masing-masing SMP terpilih yang jadwalnya
tidak beririsan.
6. Menentukan secara acak kelas yang mendapat pembelajaran kontekstual
kolaboratif (kelas 1), pembelajaran kontekstual (kelas
eksperimen-2) dan kelas yang mendapat pembelajaran konvensional (kelas kontrol).
Berdasarkan data Ujian Nasional (UN) SMP tahun pelajaran 2012/2013
(daftar SMP terdapat pada lampiran) diperoleh bahwa rata-rata total nilai (X )
empat mata pelajaran yang diujikan sebesar 32,68 dan Simpangan Baku (SB)
sebesar 2,20. Dengan menggunakan aturan di atas, maka kategori level sekolah
yang digunakan adalah:
Tabel 3.7
Kategori Level Sekolah
Level Sekolah Kriteria
Tinggi UN ≥ 33,78
Sedang 31,58 ≤ UN < 33,78
Rendah UN < 31,58
Sekolah yang dijadikan tempat pelaksanaan penelitian adalah SMP
Negeri 1 Sukaluyu Kecamatan Sukaluyu kabupaten Cianjur (mewakili sekolah
level tinggi) dan SMP Negeri 3 Cilaku Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur
(mewakili sekolah level sedang). Ukuran sampel masing-masing kelompok
disajikan pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.8
Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah
Level Sekolah Sekolah Kelompok Subyek Ukuran
Sampel
Level Sekolah Tinggi (51 SMPN)
SMP Negeri 1 Sukaluyu
Kelas 7D
(Kontekstual Kolaboratif)
36
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
(Kontekstual)
Berdasarkan informasi dari kedua sekolah tersebut menunjukkan bahwa
penempatan siswa pada setiap kelas adalah sama, sehingga peneliti mengambil
tiga kelas secara acak kelas pada setiap sekolah. Tiga kelas yang terpilih dari tujuh
kelas yang ada di sekolah level tinggi yaitu SMPN 1 Sukaluyu adalah kelas 7D
(36 siswa), 7C (32 siswa), dan 7B (33 siswa). Sedangkan tiga kelas yang terpilih
dari lima kelas yang ada di sekolah level tengah yaitu SMPN 3 Cilaku adalah
kelas 7A (35 siswa), 7C (36 siswa) dan 7D (31 siswa). Jadi banyaknya siswa
yang terlibat dalam penelitian ini adalah 203 siswa.
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan dua jenis
instrumen yaitu tes dan non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari
seperangkat soal tes untuk mengukur pengetahuan awal matematika siswa,
kemampuan pemodelan matematis siswa, dan kemampuan abstraksi matematis
siswa. Sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari motivasi belajar
siswa, pedoman wawancara, dan lembar observasi. Berikut ini merupakan uraian
dari masing-masing instrumen yang digunakan.
1. Tes Pengetahuan Awal Matematika (PAM)
Pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan yang dimiliki siswa
sebelum pembelajaran berlangsung. Untuk mengukur pengetahuan awal
matematika, peneliti menyusun seperangkat soal tes yang dibuat berdasarkan
materi yang telah dipelajari oleh siswa yaitu penjumlahan bilangan bulat dan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
pada bilangan bulat dan pecahan yang memberikan kontribusi terhadap materi
yang akan dipelajari.
Soal-soal yang dijadikan sebagai soal untuk mengukur kemampuan awal
matematika mencakup kompetensi dasar: melakukan operasi hitung bilangan
bulat dan pecahan, serta menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dan
pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar yang dijadikan sebagai
soal untuk mengukur pengetahuan awal matematika tersebut mempunyai
kontribusi terhadap pembentukan pengetahuan matematika yang akan diberikan
yaitu materi bentuk aljabar, operasi pada bentuk aljabar, persamaan linear satu
variabel, pertidaksamaan linear satu variabel, dan persamaan linear dua variabel.
Bentuk soal yang dipilih sebagai soal pengetahuan awal matematika adalah
bentuk soal pilihan ganda dengan banyaknya soal sebanyak 20 butir soal, setiap
butir soal mempunyai 4 pilihan jawaban. Seperangkat soal kemampuan awal
matematika harus dikerjakan dalam waktu 80 menit. Pemberian tes pengetahuan
awal matematika dimaksudkan untuk memperoleh kesetaraan rata-rata kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, sekaligus untuk penempatan siswa berdasarkan
pengetahuan awal matematikanya.
Sebelum digunakan, seperangkat soal pengetahuan awal matematika
terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka. Uji
validitas isi dan muka dilakukan oleh lima orang penimbang yang berlatar
belakang pendidikan S2 pendidikan matematika dan dianggap ahli dan punya
pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan matematika, kelima orang
tersebut diminta untuk memberikan pertimbangannya terhadap soal pengetahuan
awal matematika.
Kriteria pertimbangan untuk mengukur validitas isi, berdasarkan pada:
kesesuaian soal dengan materi ajar SMP kelas VII, dan kesesuaian tingkat
kesulitan untuk siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas muka,
pertimbangan berdasarkan pada: kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi,