• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Janji Dalam Iklan Sebagai Dasar Perlindungan Hak Konsumen.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Janji Dalam Iklan Sebagai Dasar Perlindungan Hak Konsumen."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

KONSEP JANJI DALAM IKLANSEBAGAI DASAR

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN

NI KETUT DEWI MEGAWATI NIM :1490561004

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

KONSEP JANJI DALAM IKLANSEBAGAI DASAR

PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI KETUT DEWI MEGAWATI NIM :1490561004

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 20 JUNI 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Ida Bagus Wyasa Putra, S.H.,M.Hum. Dr. I Ketut Westra, S.H.,M.H. NIP.196207311988031003 NIP.195809171986011002

Mengetahui

Ketua Program Studi Direktur

Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) S.H.,M.Hum.,LLM

(4)

iv

Tesis Ini Telah Diuji Pada Hari Senin, Tanggal 20 Juni 2016

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 2406/UN.14.4/HK/2016, Tanggal 6 Juni 2016

Ketua : Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H.,M.Hum. Sekretaris : Dr. I Ketut Westra, S.H.,M.H.

Anggota : 1. Dr. I Made Udiana, S.H.,M.H. 2. Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.H.

(5)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Ketut Dewi Megawati Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Tesis : Konsep Janji Dalam Iklan Sebagai Dasar Perlindungan Hak Konsumen.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Denpasar, 25 April 2016 Yang Menyatakan,

(6)

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas segala rahmat dan petunjuk-Nya maka tesis ini dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMDbeserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr.A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) beserta jajarannya atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LL.M beserta jajarannya atas berbagai dukungan administratif dan moral yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi pada Program StudiMagister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.

(7)

vii

Pembimbing II yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Seluruh dosen penguji tesis ini, Bapak Dr. I Made Udiana, S.H.,M.H., Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.Hum., dan Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H.,M.Hum, yang telah dengan sabar meluangkan waktu, memberikan semangat, dan berkenan memberikan koreksi dan penilaian atas tesis ini.

Seluruh guru besar dan dosen mata kuliah Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis atas wawasan keilmuan yang telah diberikan selama penulis mengikuti masa studi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Seluruf staff administrasi Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan pelayanan administrasi dan bantuan selama penulis mengikuti masa studi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.

(8)

viii

mahasiswaProgram Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana angkatan 2014 , dan seluruh pejabat dan staff di Bagian Kepegawaian Rektorat Universitas Udayana yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan semoga Ida sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua.

(9)

ix

ABSTRAK

Tesis ini berjudul “Konsep Janji Dalam Iklan Sebagai Dasar Perlindungan Hak Konsumen”. Permasalahan dari tesis ini adalah Pertama : Bagaimanakah janji dalam iklan dapat dikategorikan sebagai janji berdasarkan hukum kontrak? Kedua :Bagaimanakah pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata dan bagaimanakah janji demikian dapat digunakan sebagai dasar perlindungan hak konsumen?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep.Sumber bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua janji dalam iklan merupakan janji hukum.Janji dalam iklan yang dapat di kategorikan sebagai janji yang dapat ditegakkan melalui pengadilan harus memenuhi unsur-unsur janji yang perbuatannya dapat mengakibatkan seseorang merubah sikap atau kedudukannya sebagai akibat janji tersebut dan janji yang merupakan hasil tawar menawar dan didukung dengan sufficient consideration.Konsep janji belum diatur dalam KUHPerdata baik konsep mengenai konsep janji yang menimbulkan akibat hukum dan konsep janji yang tidak menimbulkan akibat hukum sehingga menimbulkan kekosongan norma/hukum.Pasal-pasal dalam KUHPer tidak ada yang mendefinisikan tentang janji, dimana janji yang dibuat pelaku usaha dan konsumen dapat menimbulkan akibat hukum.

(10)

x

ABSTRACT

The title of this thesis is “The concept of the Promise in the Advertisement as the Basis for Consumer Protection”. The research questions in this thesis are: 1) How is a promise in advertisement categorized as a promise in term of the contract law?

2) How is a promise regulated as one of contract law elements in the content of the Indonesian Civil Code and how this promise is used as the basis for consumer protection?

This research applied normative research method,and using statutory and conceptual approaches as its basis. The sources of law used in this research werethe primary and the secondary sources of law.

This research found that not all the promises in the advertisement are an element in the contract law. The kind of promises in the advertisement that can be categorized as an element in the contract law should meet some basic requirements such as: the promises could influence the individual’s attitudes or standing position, and these promisesare the result of bargaining and are supported by sufficient consideration. The concept of promise has not been regulated in the Indonesian Civil Code, either the promise that has legal consequences or the promise that does not. This situation leads to a vacuum in the law. In particular, not a single article in the Indonesian Civil Code has defined the concept of promise, where the promise that is created by businessmen and consumers will be having several legal consequences.

(11)

xi

RINGKASAN

Tesis ini membahas tentang “Konsep Janji Dalam Iklan Sebagai Dasar

Perlindungan Hak Konsumen” yang pembahasannya terbagi dalam 5 (lima) bab.

(12)

xii

Bab II membahas tentang tinjauan umum tentang iklan, hak konsumen, perlindungan hak konsumen, kontrak bisnis, dan janji. Tinjauan umum tentang iklan meliputi pembahasan : pengertian iklan, jenis-jenis iklan dilihat dari tujuannya, syarat ideal suatu iklan, dan pelaku periklanan. Tinjauan umum tentang hak konsumen meliputi pembahasan : pengertian hak konsumen dan uraian tentang hak-hak konsumen. Tinjauan umum tentang perlindungan hak konsumen meliputi pembahasan : pengertian perlindungan hak konsumen dan pengaturan perlindungan hak konsumen. Tinjauan umum tentang kontrak bisnis meliputi pembahasan : pengertian kontrak bisnis dan syarat sahnya kontrak. Tinjauan umum tentang janji meliputi pembahasan : pengertian janji dan konsep janji yang dapat ditegakkan di pengadilan.

Bab III membahas tentang kategori janji dalam iklan berdasarkan hukum kontrak sebagai jawaban dari rumusan masalah pertama dari tesis ini. Pembahasan ini meliputi : karakteristik janji dalam iklan, konsep janji dalam hukum kontrak, dan konsep janji dalam iklan berdasarkan hukum kontrak. Dari pembahasan tersebut didapatkan jawaban bahwa kategori janji dalam iklan berdasarkan hukum kontrak adalah janji yang memenuhi ketentuan janji yang pembuatannya mengakibatkan seseorang mengubah sikap atau kedudukannya sebagai akibat dari janji tersebut dan janji yang merupakan hasil tawar menawar dan didukung dengan sufficient consideration.Berdasarkan hukum kontrak, kategori janji dalam iklan dapat

digolongkan sebagai kontrak apabila memenuhi syarat sahnya kontrak sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata.

(13)

xiii

pengaturan mengenai janji yang dapat ditegakkan melalui pengadilan, maka hukum kontrak yang berlaku secara internasional dapat digunakan sebagai acuan terkait konsep mengenai janji.Dengan menggunakan konsep mengenai kontrak bahwa kontrak merupakan suatu janji (promise) atau kesepakatan (an agreement) yang penataan dan pelaksanaannya dapat ditegakkan melalui pengadilan, atau yang oleh hukum diakui menciptakan hak-hak hukum.Dan tidak semua janji dapat ditegakkan melalui pengadilan, hanya janji yang dapat ditegakkan melalui pengadilan yang dapat dikategorikan sebagai kontrak.

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ……...………. i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ……….. iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ………. iv

HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT . ………. v

HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH ……….. vi

HALAMAN ABSTRAK ……….. ix

HALAMAN ABSTRACT ……… x

HALAMAN RINGKASAN ………. xi

HALAMAN DAFTAR ISI……… xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2.Rumusan Masalah ……… 10

1.3.Ruang Lingkup Masalah ……….. 10

1.4.Tujuan Penelitian ………. 11

1.4.1 Tujuan Umum ……… 11

1.4.2 Tujuan Khusus ……… 11

1.5.Manfaat Penelitian ……….. 11

(15)

xv

1.5.2 Manfaat Praktis ………. 12

1.6. Orisinalitas Penelitian ……… 12

1.7. Landasan Teoritis ……….. 14

1.8. Metode Penelitian ……….. 26

1.8.1 Jenis Penelitian Hukum……… 26

1.8.2 Jenis Pendekatan ………. 26

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ………. 27

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ….……….. 27

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum……… 28

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Pengertian dan Konsep Iklan ……….. 29

2.2. Pengertian dan Konsep Hak Konsumen ………. 40

2.3. Pengertian dan Konsep Perlindungan Hak Konsumen ... 46

2.4. Pengertian dan Konsep Kontrak Bisnis ... 49

2.5. Pengertian dan Konsep Janji ... 55

BAB IIIKATEGORI JANJI BERDASARKAN HUKUM KONTRAK 3.1. Karakteristik Janji dalam Iklan ……….. 57

3.2. Konsep Janji dalam Hukum Kontrak ………. 63

(16)

xvi

BAB IV PENGATURAN JANJI SEBAGAI UNSUR HUKUM KONTRAK DI DALAM KUH PERDATASEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN

4.1. Hak-Hak Konsumen Atas Kebenaran Janji dalam Iklan ………. 78 4.2. Bentuk Bentuk Kekosongan Norma Dalam Pengaturan Janji ……... 84 4.3. Implikasi Kekosongan Norma Dalam Pengaturan Janji Terhadap

Perlindungan Hak-Hak Konsumen ………... 93 4.4. Konsep yang Digunakan Untuk Mengisi Kekosongan Norma dalam

Pengaturan Janji ……….... 97

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ………... 103

5.2. Saran ……….... 104

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumen merupakan salah satu komponen dari transaksi perdagangan yang memegang peranan penting dalam roda perekonomian suatu negara selain pelaku usaha dan produk yang dipasarkan. Dalam kegiatan bisnis, konsumen adalah komponen yang tidak terpisahkan dalam interaksi perdagangan. Tidak akan tercipta sebuah interaksi perdagangan tanpa ada konsumen.

Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi memperluas ruang gerak arus transaksi barang atau jasa. Sehingga barang atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi ini di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang atau jasa yang dibutuhkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar karena adanya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang atau jasa sesuai dengan kemampuan dan keinginan konsumen. Tetapi di sisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah.

(18)

efisiensi sumber daya serta strategi pemasaran yang tepat. Keunggulan daya saing yang dimiliki membuka peluang pelaku usaha memenangkan persaingan di pasar bebas.

Suatu perusahaan atau pelaku usaha dapat memenangkan persaingan apabila mereka memiliki keunggulan kompetitif atau komparatif. Menurut Kotler, keunggulan kompetitif adalah keunggulan atas pesaing yang didapat dengan menyampaikan nilai pelanggan yang lebih besar, melalui harga yang lebih murah atau dengan menyediakan lebih banyak manfaat yang sesuai dengan penetapan harga yang lebih tinggi.1 Keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui banyak cara seperti menyediakan barang dan jasa dengan harga yang murah atau menyediakan barang dan jasa yang lebih baik dari pesaing. Untuk mencapai keunggulan kompetitif, pelaku usaha harus mampu menggunakan dengan baik sumber daya konseptual maupun sumber daya fisik untuk mencapai tujuan usahanya. Keunggulan komparatif adalah suatu keunggulan yang dimiliki perusahaan dimana mereka akan fokus untuk berproduksi di jenis barang yang paling efisien diantara berbagai jenis barang yang mereka produksi. Mereka akan melakukan spesialisasi produk yang mereka anggap paling efisien dari segi biaya sehingga harganya mampu bersaing dan diharapkan pelaku usaha mendapatkan keuntungan maksimum dari penjualan produk tersebut.

Pelaku usaha yang ingin menguasai pasar harus memilih apakah akan mengutamakan keunggulan kompetitif atau keunggulan komparatif, karena keduanya tidak bisa sejalan. Penentuan pilihan didasarkan pada kondisi sumber daya yang ada, baik itu sumber daya manusia, kondisi keuangan, sumber daya alam dan lainnya. Pilihan antara keunggulan kompetitif dan komparatif berpengaruh terhadap strategi pemasaran produk yang mereka hasilkan. Produk yang dihasilkan dengan efisiensi yang tinggi memiliki harga pokok produksi yang lebih rendah dari

1

(19)

produk sejenis. Keunggulan yang dimiliki tersebut harus disampaikan kepada konsumen melalui pemasaran, sehingga konsumen mendapatkan informasi yang lengkap terhadap produk yang dijual. Tanpa itu, keunggulan yang dimiliki suatu produk tidak akan sampai pada konsumen. Banyak produk yang memiliki banyak keunggulan tetapi tidak laku di pasar karena kesalahan strategi pemasaran maupun kurang efektifnya iklan dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk tersebut.

Menurut Deborah Goldring, attracting new clients and retaining loyal clients is a primary marketing goal. This can only be achieved by delivering a high level of service quality such that

client expectations are met or exceeded.2 Bagi pelaku usaha yang bergerak dalam usaha perdagangan atau penjualan produk, promosi penjualan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan utama pemasaran. Melalui promosi, diharapkan konsumen mau mencoba penggunaan produk dan mendorong konsumen yang sudah ada untuk menggunakan produk lebih sering lagi.

Untuk mencapai tujuan pelaku usaha yang diinginkan, promosi penjualan yang benar dan tepat harus dilakukan dengan berbagai cara dan media, baik yang menggunakan biaya kecil seperti brosur sampai yang memerlukan biaya besar antara lain iklan melalui media cetak maupun media elektronik. Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, bentuk-bentuk promosi penjualan khususnya iklan mengalami tranformasi yang sangat pesat. Bentuk dan jenis iklan sangat beragam dengan berbagai tujuan, mulai dari memberikan informasi, mengajak atau membujuk untuk membeli sampai menekankan tentang brand awareness tentang produk yang telah dipakai oleh konsumen setianya.

2

(20)

Salah satu bentuk promosi penjualan adalah melalui iklan. Iklan merupakan sarana promosi bagi pelaku usaha untuk memperkenalkan produk serta menarik perhatian konsumen terhadap produk yang akan dijual. Iklan berfungsi menginformasikan, diantaranya tentang kualitas, harga, garansi, suku cadang, manfaat, kelebihan dibanding produk lain, keamanan, syarat dan atau cara untuk memperoleh produk tersebut, purna jual serta hal-hal lain yang terkait dengan itu. Dalam dunia marketing “doing business without advertising is like a winking at the girl in the night. You know what you are doing but nobody else does.”3 Iklan bagi pelaku usaha merupakan keharusan dan dianggap sebagai darah yang mengisi denyut nadi kehidupan usaha baik pada sektor barang maupun jasa.4

Iklan juga merupakan media informasi barang dan jasa yang menimbulkan efek tertentu terhadap konsumen. Efek yang dimaksud bukan berarti konsumen diharapkan langsung membeli produk yang diklankan tersebut karena iklan diciptakan tidak hanya untuk mendapatkan penjualan seketika. Iklan juga bersifat jangka panjang, karena efeknya baru dirasakan dalam jangka panjang terlebih lagi dengan adanya beberapa iklan yang hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan konsumen akan suatu barang dan jasa atau untuk menanamkan dibenak konsumen citra merek atau brand barang yang dijual sehingga konsumen yang sudah memakai barang dan jasa tersebut tidak berpindah ke produk lain.

Untuk mencapai tujuan berupa keuntungan yang optimal, iklan yang benar dan tepat harus dilakukan, karena pada dasarnya iklan mempunyai tujuan penting yang akan mendukung tercapainya keuntungan optimal bagi perusahaan. Namun untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, ada kecenderungan pelaku usaha melakukan praktek bisnis tidak jujur yang

3

Steuart Henderson Britt, 1978, Marketing Management and Administrative Action, McGraw-Hill Companies, New York.

4

(21)

dapat mengakibatkan kerugian pada konsumen selaku pemakai produk karena iklan yang dilakukan hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi tanpa memikirkan kepentingan konsumen. Konsumen membutuhkan berbagai informasi mengenai produk yang akan dibeli terutama dalam tahapan pra-transaksi karena informasi yang di dapat dari iklan menjadi bahan pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk. Karena pentingnya informasi yang tercantum dalam iklan, maka pelaku usaha berusaha mengemas informasi tersebut semenarik mungkin bahkan beberapa iklan memuat klaim yang berlebihan. Pelaku usaha terkadang membuat iklan yang bombastis dengan mengabaikan kebenaran dan kejujuran dalam kegiatan promosinya dengan tujuan semata-mata untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Informasi yang termuat dalam iklan cenderung satu arah sehingga kebenaran akan informasi itu baru dapat dibuktikan apabila konsumen sudah membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa yang ditawarkan.

Praktek bisnis yang tidak sehat (unfair trade practice) dari pelaku usaha berpotensi menimbulkan kerugian pada pihak konsumen. Konsumen sering kali merasa tidak puas terhadap produk yang telah mereka beli karena terdapat beberapa perbedaan kondisi, harga, fasilitas, performa dan lain-lain dengan informasi dan janji yang tercantum dalam iklan yang mereka lihat. Dalam beberapa kasus klaim-klaim dan janji-janji yang tertera pada iklan bahkan tidak terbukti sama sekali kebenarannya sehingga konsumen menuntut pertanggungjawaban pelaku usaha yang terlibat.

(22)

Zealand.5 Sedangkan kriteria periklanan di Indonesia sedikit banyaknya telah disesuaikan dengan standar kriteria yang berlaku di negara-negara maju, salah satunya Amerika Serikat, yaitu dengan telah mempergunakan fakta-fakta material yang harus dipenuhi dalam proses periklanan sebagaimana tertuang dalam pasal 10 dan pasal 17 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK) tetapi pengaturan tentang kategori iklan yang menyesatkan belum diatur sehingga tidak terdapat ketentuan yang tegas dalam penentuan kategori iklan menyesatkan. Dalam rumusan Pasal 10 UUPK hanya berkaitan dengan fakta materil dalam suatu iklan dimana pernyataan menyesatkan mengenai harga, kegunaan, kondisi, tanggungan, jaminan, tawaran potongan harga, hadiah maupun bahaya penggunaan barang dan/atau jasa yang dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih atau membeli produk yang diiklankan.

Sedikitnya kasus periklanan yang sampai di pengadilan juga menjadi penyebab tidak adanya efek jera bagi pelaku usaha yang membuat iklan menyesatkan, sehingga masih banyak iklan menyesatkan di berbagai media massa dan sarana periklanan lainnya. Untuk menentukan misleading atau informasi menyesatkan yang terdapat pada iklan dapat dilihat apakah pada iklan

tersebut ada pernyataan yang secara eksplisit maupun inplisit bertolak belakang dengan fakta, atau jika informasi penting untuk mencegah terjadinya misleading dalam praktek klaim, representasi atau kepercayaan yang masuk akal tidak dipaparkan kepada konsumen yang dapat mengakibatkan konsumen menyimpulkan informasi yang diterima secara salah. Praktek pemberian informasi yang menyesatkan dapat berupa keterangan yang tidak benar, mengelabui dan memberikan janji-janji yang berlebihan mengenai harga, kegunaan, kondisi, tanggungan,

5

(23)

jaminan, tawaran potongan harga, hadiah, maupun bahaya penggunaan barang/jasa yang dapat mempengaruhi konsumen dalam memilih atau membeli produk yang diiklankan.6

Bentuk-bentuk klaim produk tanpa disertai bukti konkrit merupakan bentuk penyesatan informasi yang cukup banyak ditemukan di berbagai media cetak, elektronik maupun sarana promosi lainnya. Melalui penonjolan klaim-klaim tersebut, pelaku usaha berusaha menunjukkan keunggulan produk mereka dari kompetitor. Beberapa klaim produk bersifat subyektif misalnya

iklan shampo “pakailah shampo ini selama 6 hari dan rambut anda akan hitam berkilau.” Tetapi

faktanya konsumen yang membeli produk tersebut rambutnya tidak mengalami perubahan.

“Hanya 15 menit ke bandara dari Nusa Dua”. Tetapi faktanya jarak tempuh 15 menit tersebut

hanya bisa ditempuh saat jam 2 dini hari dan bukan pada jam padat kendaraan. Klaim-klaim tersebut cenderung berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta yang ada.

Konsumen yang percaya dengan janji-janji yang diiklankan akan merasa dirugikan karena produk yang mereka beli tidak sesuai dengan janji yang ditampilkan dalam iklan. Kebanyakan konsumen enggan menuntut ganti rugi atau memidanakan pelaku usaha yang menampilkan iklan menyesatkan dikarenakan biaya dan waktu yang harus dihabiskan untuk melakukan hal tersebut sangat besar dan banyak. Terlebih lagi apabila harga barang yang mereka telah beli tidak sebanding dengan biaya dan/atau ganti rugi yang mungkin akan mereka dapatkan. Keengganan konsumen untuk memproses secara hukum pelaku usaha yang menampilkan iklan menyesatkan membuat para pelaku usaha tetap melakukan praktek-praktek bisnis tidak jujur. Konsumen hanya dapat mengeluh dan menceritakan keluhan-keluhan mereka melalui media maupun bercerita ke orang lain agar orang itu tidak membeli produk serupa. Konsumen pada umumnya tidak

6

(24)

mengetahui bahwa janji-janji yang disebutkan dalam iklan dapat menimbulkan akibat hukum apabila tidak ditepati.

Janji dalam tradisi hukum kontrak Common Law merupakan janji yang penegakannya dapat dilakukan melalui pengadilan. Tidak semua janji adalah janji dan tidak semua janji dapat ditegakkan melalui pengadilan.7 Sehingga janji dalam iklan berdasarkan konsep ini dapat dikategorikan atas 2 jenis yaitu janji yang mengandung akibat hukum dan janji yang tidak mengandung akibat hukum, atau iklan yang semata-mata merupakan informasi produk.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disingkat KUHPerdata) tidak mengenal konsep janji sebagaimana dikenal dalam tradisi hukum kontrak Common Law dan tidak mengatur mengenai kategori janji yang dapat dikualifikasikan sebagai janji hukum dan janji bukan hukum. Hal tersebut merupakan bentuk kekosongan norma dalam KUHPerdata yang mengakibatkan konsumen tidak dapat menggunakan fasilitas norma hukum perjanjian untuk melindungi hak-hak mereka dari janji-janji yang terkandung di dalam iklan yang dapat dikategorikan sebagai janji hukum.

Masalah tersebut menunjukkan bahwa terdapat kebutuhan hukum yang timbul dari akibat kekosongan hukum yang perlu diisi dengan formulasi norma yang dapat digunakan sebagai pijakan bagi konsumen untuk melindungi hak-haknya dari janji-janji iklan yang bersifat hukum yang menimbulkan kerugian pada konsumen. Aturan-aturan hukum sangat dibutuhkan karena pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian bisnis membutuhkan sesuatu yang lebih dari hanya sekedar janji serta itikad baik saja dan adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang dapat digunakan seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak memenuhi janjinya. Berdasarkan hal tersebut maka pengaturan tentang janji sangat penting

7

(25)

dalam dunia bisnis untuk melindungi hak konsumen dalam mendapatkan keadilan apabila terjadi pelanggaran atas janji dari pelaku usaha dan pelaku usaha pun akan menjalankan bisnisnya sesuai dengan koridor hukum dan tidak mempraktikkan bisnis yang dapat merugikan konsumen.

Untuk mengisi kekosongan tersebut maka perlu dilakukan penelitian terhadap konsep janji di dalam iklan berdasarkan konsep janji di dalam tradisi hukum kontrak Common Law untuk mengisi kekosongan konsep dan kekosongan norma di dalam KUHPerdata.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah janji dalam iklan dapat dikategorikan sebagai janji berdasarkan hukum kontrak ?

2. Bagaimanakah pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata dan bagaimanakah janji demikian dapat digunakan sebagai dasar perlindungan hak konsumen?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah permasalahan pertama dibahas tentang bagaimana janji dalam iklan dapat dikategorikan sebagai janji menurut hukum kontrak dan yang kedua membahas tentang bagaimana pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata sehingga janji demikian dapat digunakan sebagai dasar perlindungan hak konsumen.

(26)

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu hukum khususnya ilmu tentang hukum kontrak yang berkaitan dengan konsep janji yang merupakan esensi dari perjanjian di dalam KUHPerdata sebagai norma dasar yang mengatur tentang hukum perikatan di Indonesia.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa konsep janji dalam iklan kaitannya dengan konsep janji berdasarkan hukum kontrak.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata dan bagaimana janji demikian dapat digunakan sebagai dasar perlindungan hak konsumen.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat dalam usaha mengembangkan pengetahuan hukum yang bersifat kritis khususnya dalam memahami aspek hukum kontrak.

2. Memberi sumbangan pemikiran dan pengembangan hukum terkait pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata.

1.5.2Manfaat Praktis

(27)

1. Bagi masyarakat sebagai konsumen diharapkan dengan hasil penelitian dari tesis ini memberikan pemahaman kepada konsumen berkenaan dengan konsep janji dalam iklan sebagai dasar perlindungan hak konsumen.

2. Bagi marketing atau perusahaan yang memasarkan produknya melalui iklan diharapkan dengan hasil penelitian dari tesis ini dapat memberikan masukan tentang konsep periklanan sehingga dapat melindungi hak konsumen.

3. Penulis sendiri, dalam rangka membekali penulis dengan pengetahuan dan pemahaman untuk menganalisis konsep hukum janji dalam iklan berdasarkan hukum kontrak di dalam KUHPerdata.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Untuk menunjukkan gambaran bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya, maka penulis mengemukakan penelitian-penelitian antara lain:

(28)

melawan PT.Nissan Motor Indonesia dan apakah putusan Badan Penyelesaian Sengketa dalam kasus Ludmilla Arief melawan PT.Nissan Motor Indonesia sudah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini lebih menekankan pada perlindungan konsumen dan tanggungjawab yang harus dilakukan oleh penjual sebagai pelaku usaha terhadap brosur yang tidak jujur sesuai dengan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Penelitian tentang Perlindungan Konsumen Dalam Jual Beli Perumahan Melalui Iklan Penjualan Dalam bentuk Brosur di Daerah Istimewa Yogyakarta yang diteliti oleh Oktaviana Kusuma Anggraini, dari S2 Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Tahun 2010. Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yang menekankan pada sejauh mana efektifitas pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai peraturan yang memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dalam melakukan transaksi jual beli perumahan sehubungan dengan adanya iklan dalam bentuk brosur yang ditawarkan.

(29)

memberikan informasi yang berlebihan mengenai sifat, kualitas, kuantitas, harga, tarif, jaminan dan garansi serta membuat perbandingan dengan produk sejenis melalui klaim-klaim tertentu. Perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan melalui perlindungan hukum yang bersifat preventif atau represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan dengan membuat regulasi mengenai hal-hal yang belum diatur agar hak-hak konsumen tetap terlindungi. Perlindungan represif dilakukan dengan memberikan perlindungan sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku apabila terjadi sengketa karena konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha.

1.7 Landasan Teoritis

Suatu teori pada hakekatnya merupakan hubungan antara dua atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris.8 Oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.

Dalam menjawab permasalahan sebagaimana diuraikan dalam rumusan masalah penelitian ini, maka dikemukakan landasan teoritis antara lain teori pembentukan kontrak dan teori janji dalam pembentukan kontrak dipergunakan untuk mengkaji permasalahan yang pertama. Teori perlindungan hukum dan teori kepastian hukum dipergunakan untuk mengkaji permasalahan yang kedua. Berikut uraian singkat mengenai teori-teori tersebut diatas :

1.7.1 Teori Pembentukan Kontrak

8

(30)

KUHPerdata tidak menentukan standar prosedur yang teknis berkenaan dengan pembentukan kontrak. Satu-satunya ketentuan yang menunujukkan indikasi pengaturan mengenai hal itu adalah Pasal 1313 yang menyatakan bahwa setiap kesepakatan merupakan perbuatan dua orang atau lebih yang mengikatkan dirinya sendiri terhadap satu atau lebih orang lainnya. Tetapi, tidak lagi ada ketentuan lain yang secara lebih teknis mengatur tentang apa yang

dimaksud dengan “perbuatan” dan “mengikatkan diri” itu. Dari sisi praktis dapat disimpulkan bahwa “pernyataan kehendak” dapat saja dilakukan secara langsung oleh para pihak atau dengan bantuan seorang notaris.9

Dalam tradisi Civil Law, setiap orang yang akan membuat kontrak harus mencari sendiri atau menentukan sendiri cara untuk membuat perjanjian, sepanjang persyaratan sahnya perjanjian terpenuhi sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. 10Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUHPerdata, bahwa sebuah perjanjian sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam perjanjian sejak terjadi kata sepakat tentang unsur pokok dari perjanjian tersebut.

Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian yaitu asas yang menentukan lahirnya perjanjian. Asas konsensualisme yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti kemauan (will) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kesepakatan ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

Persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara para pihak merupakan momentum terjadinya perjanjian (lahirnya perjanjian). Namun, adakalanya tidak terjadi persesuaian antara pernyataan dan kehendak. Ada beberapa teori yang berusaha untuk menjelaskan hal tersebut,

9

Japan International Cooperation Agency dan Pusat Kajian Regulasi, 2009, Studi Formulasi Tentang Hukum Economi yang Terkait Dengan Iklim Investasi di Indonesia, Jakarta, h.277.

10

(31)

yaitu Teori Kehendak, Teori Pernyataan, dan Teori Kepercayaan.11 Berikut ini penjelasan dari teori - teori tersebut :

a. Teori Kehendak (Wilstheorie)

Menurut Teori Kehendak, perjanjian terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidakwajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian. Kelemahan teori ini adalah dapat menimbulkan kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan.

b. Teori Pernyataan (Verklaringstheorie)

Teori ini mengajarkan bahwa kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui oleh orang lain. Akan tetapi, yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan , perjanjian tetap terjadi. Dalam praktiknya, teori ini menimbulkan berbagai kesulitan, seperti bahwa yang dinyatakan berbeda dengan yang dikehendaki. Misalnya, A menyatakan Rp.500.000,- tetapi yang dikehendaki sebenarnya hanya Rp.50.000,-.

c. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstheorie)

Menurut teori ini tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian. Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki. Kelemahan teori ini adalah bahwa kepercayaan itu sulit dinilai.

Alternatif sebagai jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi dari ketiga teori ini adalah : a. Dengan tetap mempertahankan teori kehendak, yaitu menganggap perjanjian itu terjadi

apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Pemecahannya adalah pihak lawan berhak mendapat ganti rugi karena pihak lawan mengharapkannya.

11

(32)

b. Dengan tetap berpegang pada teori kehendak, hanya dalam pelaksanaannya kurang ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada.

c. Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku, yaitu suatu perjanjian yang didasarkan pada ketentuan umum di dalamnya.

Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian atau kontrak harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (offer) menerima yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwa mungkin ia tidak membaca menjadi tanggungjawabnya sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.12

1.7.2 Teori Janji dalam Pembentukan Kontrak

Berdasarkan prestasi kedua belah pihak, menurut Roscoe Pound, sebagaimana yang dikutib Munir Fuady terdapat berbagai teori kontrak yang berkaitan dengan konsep janji dalam kontrak :13

a. Teori Hasrat (Will Theory).

Teori hasrat ini menekankan kepada pentingnya “hasrat” (will atau intend) dari pihak yang memberikan janji. Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku dan substansi dari suatu kontrak diukur dari hasrat tersebut. Menurut teori ini yang terpenting dalam suatu kontrak bukan apa yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak tersebut, akan tetapi apa yang mereka inginkan.

12

Subekti, 1979, Hukum Perjanjian , Cet VI, Intermasa, Jakarta, h.29-30. 13

(33)

b. Teori Tawar Menawar (Bargaining Theory).

Teori ini merupakan perkembangan dari teori sama nilai (equivalent theory) dan sangat mendapat tempat dalam negara-negara yang menganut system Common Law. Teori sama nilai ini mengajarkan bahwa suatu kontrak hanya mengikat sejauh apa yang dinegosiasikan (tawar menawar) dan kemudian disetujui oleh para pihak.

c. Teori Sama Nilai (Equivalent Theory).

Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak baru mengikat jika para pihak dalam kontrak tersebut memberikan prestasinya yang seimbang atau sama nilai (equivalent).

d. Teori Kepercayaan Merugi (Injurious Reliance Theory).

Teori ini mengajarkan bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan kontrak yang bersangkutan sudah menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa janji itu diberikan sehingga pihak yang menerima janji tersebut karena kepercayaannya itu akan menimbulkan kerugian jika janji itu tidak terlaksana.

1.7.3 Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum melihat dari tahapan lahirnya yakni perlindungan hukum yang lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

(34)

dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan

hukum. Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum.

Teori Perlindungan Hukum menurut Fitzgerald, bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.14

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.15 Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.

Perlindungan hukum kaitannya dengan konsumen juga mengalami perkembangan teori dan doktrin. Az. Nasution dalam bukunya menyatakan bahwa pengertian hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, didalam pergaulan hidup.16

14

Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.53.

15

Ibid, h.54.

16

(35)

Konsumen memperoleh perlindungan hukum dari hukum perlindungan konsumen diantaranya untuk :17

1. Menghindari iklan/ promosi yang menyesatkan (misleadingadvertising);

2. Mengontrol transaksi yang dapat menimbulkan resiko tertentu terhadap konsumen; dan 3. Secara umum memberikan kontrol terhadap keadaan yang tidak seimbang (unfair) dan

”tidak sadar” (unconsciousness) dalam perjanjian business-to-consumer (B to C).

Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Adam Smith bahwa yang berpengaruh terhadap pembentukan teori hukum perlindungan konsumen yang melahirkan dua teori besar yaitu : 1. Perlindungan oleh mekanisme pasar tanpa intervensi pemerintah, dan

2. Perlindungan konsumen dengan intervensi pemerintah terhadap pasar.18

Dasar dari perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan melindungi hak-hak konsumen. Dalam konteks hukum perlindungan konsumen terdapat prinsip-prinsip yang berlaku dalam bidang hukum. Prinsip-prinsip yang muncul tentang kedudukan kosumen dalam hubungan hukum dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, termasuk dalam kelompok ini adalah:19

1. Let the buyer beware (caveat emptor)

Asas ini berasumsi pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya, ketidakmampuan itu bisa karena keterbatasan pengetahuan

17

Chris Reed, 2004, Internet Law Text and Materials, Second Edition, Cambridge University Press, Cambridge, h. 296.

18

Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Cet.I, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, h.26.

19

(36)

konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh ketidak terbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkan. Dengan demikian, apabila konsumen mengalami kerugian, maka pelaku usaha dapat berdalih bahwa kerugian tersebut akibat dari kelalaian konsumen sendiri.

2. The due care theory

Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produk baik barang maupun jasa. Selama berhati-hati dengan produknya, ia tidak dapat dipersalahkan. Jika ditafsirkan secara a-contrario, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat membuktikan pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian. Ditinjau dari beban pembuktian, penggugat (konsumen) yang melakukan pembuktian. Berdasarkan bukti-bukti dari penggugat, tergugat membela dirinya, misalnya dengan memberikan bukti-bukti kontra yang menyatakan dalam peristiwa tadi sama sekali tidak ada kelalaian. Dalam realita agak sulit bagi konsumen untuk menghadirkan bukti-bukti guna memperkuat gugatannya, sebaliknya si pelaku usaha dengan berbagai keunggulannya (secara ekonomis, sosial, psikologis, bahkan politis) relatif lebih mudah berkelit, menghindar dari gugatan demikian, disinilah kelemahan teori ini.

3. The prifity of contract

(37)

dan konsumen berkedudukan sama, tetapi faktanya konsumen adalah pihak yang berada dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan posisi pelaku usaha.

1.7.4 Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum dalam the concept of law karya H.L.A.Hart mengungkapkan tentang kepastian hukum dalam undang-undang. Beliau berpendapat bahwa makna dalam sebuah undang-undang dan apa yang diperintahkan undang-undang tersebut dalam suatu kasus tertentu bisa jadi jelas sekali, namun terkadang mungkin ada keraguan terkait dengan penerapannya. Keraguan itu terkadang dapat diselesaikan melalui interpretasi atas peraturan hukum lainnya. Hal inilah menurut H.L.A.Hart salah satu contoh ketidakpastian (legal uncertainty) hukum.20

Menurut Tan Kamello, dalam suatu undang-undang, kepastian hukum meliputi dua hal yaitu :21

1. Kepastian hukum dalam perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada diluar undang-undang tersebut.

2. Kepastian hukum juga berlaku dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum undang-undang tersebut.

Jika perumusan norma dan prinsip hukum sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata (law in the

20

H.L.A.Hart, The Concept of Law, (New York : Clarendon Press-Oxford, 1997) diterjemahkan oleh M.Khozim, 2010, Konsep Hukum, Nusamedia, Bandung, h.230

21

(38)

books), menurut Tan Kamello kepastian hukum seperti ini tidak akan menyentuh kepada

masyarakatnya.22

Argumentasi yang didasarkan pada asas-asas, dan norma-norma, serta ketentuan-ketentuan hukum sesungguhnya memiliki argumentatif yang didasarkan pada kepastian hukum. Faisal dalam pandangan lain melihat dari segi putusan-putusan para hakim pengadilan, bahwa hakim harus dijiwai oleh tiga nilai dasar yaitu, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Pendapat ini muncul sesuai dengan realitas yang menunjukkan kecenderungan terjadi pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai yang lainnya. Bila telah terjadi pertentangan antara keadilan dan kepastian hukum muncul pula pertanyaan, nilai manakah yang harus didahulukan.23 Masalah kepastian hukum masih menjadi perdebatan ketika memperhatikan perkara-perkara tertentu, terutama di kalangan para hakim yang mempertimbangkan dalam putusannya yang berbeda-beda.

Kepastian hukum pada negara dengan sistem civil law, positivistik hukum merupakan prioritas utama meskipun dirasakan sangat tidak adil, namun setidaknya menimbulkan kepastian hukum dalam law in the books. Kepastian hukum dalam arti law in the books tersebut akan dilaksanakan secara substantif bergantung pada aparatur penegak hukum itu sendiri. Walaupun law in the books mencerminkan suatu kepastian hukum, namun jika aparatur penegak hukum itu

sendiri tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tetap saja dikatakan tidak ada kepastian hukum.

Kepastian hukum harus meliputi seluruh bidang hukum. Kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian hukum secara substansi tetapi juga kepastian hukum dalam penerapannya (hukum acara) dalam putusan-putusan peradilan. Antara kepastian substansi hukum dan

22

Ibid, h.118

23

(39)

kepastian penegakan hukum seharusnya sejalan, tidak hanya kepastian hukum bergantung pada law in the books tetapi kepastian hukum yang sesungguhnya adalah bila kepastian dalam law in the books tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan

norma-norma hukum dalam menegakkan keadilan hukum. 24

1.8. Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Hukum

Penelitian hukum ini tergolong penelitian hukum normatif yaitu metode yang dipergunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan, dengan jalan mempelajari buku literatur, perundang-undangan dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan kategori janji dalam iklan menurut hukum kontrak dan pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang bertujuan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan diteliti. Penelitian ini akan menggunakan beberapa jenis pendekatan antara lain :

1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa peraturan perundang-undangan, dimana penelitian akan dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan janji dalam iklan dan janji menurut hukum kontrak serta pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata.

24

(40)

2. Pendekatan Konsep (Conseptual Approach)

Penelitian ini juga akan mengkaji konsep-konsep berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti, dimana konsep tersebut merujuk pada prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum yang berkembang di bidang hukum kontrak. Konsep yang akan dikaji adalah konsep janji iklan kaitan dengan janji dalam hukum kontrak dan konsep janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Bahan Hukum Primer.

Yaitu bahan yang isinya mengikat, karena dikeluarkan oleh pemerintah, seperti berbagai peraturan perundang-undangan yang terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Bahan Hukum Sekunder

Dalam hal menjelaskan bahan hukum primer tersebut digunakan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum bisnis tentang kontrak dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan janji dalam iklan dan kontrak.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

(41)

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, analisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan teknik deskriptif analitis. Beberapa aspek akan dianalisa dengan demikian akan diketahui janji dalam iklan apakah merupakan janji menurut hukum kontrak. Selanjutnya akan dikaji pengaturan janji sebagai unsur hukum kontrak di dalam KUHPerdata.25

25

(42)

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Pengertian dan Konsep Iklan

Iklan sebagai sarana informasi bagi konsumen selain untuk mengetahui semua jenis produk barang dan jasa yang ada di pasaran juga untuk mengetahui produk konsumsi yang mereka butuhkan baik melalui media cetak maupun elektronik. Melalui iklan, pelaku usaha mencoba memancing dan membangkitkan minat (animo) konsumen untuk membeli produk. Di samping sebagai alat informasi, iklan bagi pelaku usaha adalah media yang sangat dibutuhkan untuk memasarkan produknya, menaikkan jumlah penjualan dan dianggap sebagai media yang paling ampuh menarik konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan.1

Advertising also has an important role to play in signaling the promise of service quality

and helps to establish a positive image of the firm. Quality service delivery must be promised

and delivered with both the unequivocal resource commitment from the provider and the explicit

awareness by the provider of client expectations.2 Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi massa melalui berbagai media massa yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi non profit dan individu-individu yang teridentifikasi dalam pesan periklanan dengan maksud memberi informasi atau mempengaruhi pemirsa dan golongan tertentu yang bentuknya dapat berupa tulisan, gambar, film, ataupun gabungan dari keseluruhan unsur tersebut. Bagi produsen, iklan bukan hanya menjadi alat promosi barang maupun jasa, melainkan juga untuk menanamkan citra kepada konsumen tentang produk yang ditawarkan. Iklan seringkali

1

Taufik H. Simatupang, 2004, Aspek Hukum Periklanan Perspektif Perlindungan Konsumen, Cetakan ke-1. PT. Citra Bakti, Bandung, h.9.

2

(43)

menggiring konsumen untuk percaya pada produk, sehingga mendorong konsumen untuk mengkonsumsi maupun mempertahankan loyalitas konsumen.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan berasal dari bahasa Latin, ad-vere yang berarti berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda atau jasa yang ditawarkan.3 Iklan mengandung pengertian any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor.4 Iklan

adalah semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu.

Adapun maksud dibayar pada defenisi tersebut menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli.5 Seperti yang diungkapkan oleh Kotler mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar.6 Artinya, dalam menyampaikan pesan tersebut, komunikator memang secara khusus melakukannya dengan cara membayar kepada pemilik media atau membayar orang yang mengupayakannya. Maksud kata nonpersonal berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran) yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan.7 Dengan demikian, sifat nonpersonal iklan berarti pada umumnya tidak tersedia kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang segera dari penerima pesan. Karena itu, sebelum pesan iklan dikirimkan, pemasangan iklan harus mempertimbangkan bagaimana audien akan menginterpretasikan dan memberikan respons terhadap pesan iklan dimaksud.

3

Depdikbud, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h.322.

4

Ralp S. Alexander, ed, 1965, Marketing Definition, American Marketing Association, Chicago, dalam Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu, 2010, Jakarta, Kencana, h. 17.

5

Ibid

6

Philip Kotler, 1994, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, Jilid II, Erlangga, Jakarta, h.5.

7

(44)

Beberapa ahli memaknai iklan dalam beberapa pengertian. Ada yang mengartikan dalam sudut pandang komunikasi, murni periklanan, pemasaran, dan ada pula yang memaknai dalam perspektif psikologi. Kesemua definisi tersebut membawa konsekuensi arah yang berbeda-beda. Menurut Wright sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri, menuliskan bahwa iklan merupakan sebentuk penyampaian pesan sebagaimana kegiatan komunikasi lainnya. Secara lengkap, ia menuliskan bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa iklan merupakan bentuk penyampaian sebagaimana dalam komunikasi seperti pada umumnya tetapi lebih menekankan iklan sebagai alat pemasaran yaitu menjual produk sehingga dari perspektif psikologi pesan iklan harus persuasif.

Beberapa peraturan perundang-undangan mendefinisikan tentang iklan. Peraturan Menteri Kesehatan No.329 Tahun 1976, Pasal 1 Butir ke 13 menetapkan “ iklan adalah usaha dengan cara apapun untuk meningkatkan penjualan, baik secara langsung maupun tidak langsung ”. Sedangkan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dalam Pasal 1 angka 5 mendefinisikan iklan sebagai siaran iklan, yaitu “siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang

(45)

Putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Juli 1972 No. 27 K/SIP/1972, dalam kasus S.P. de Boer vs N.V.Good Year Sumatra Plantantions Ltd. Cs. tersirat bahwa iklan memuat unsur-unsur :

1. Pengumuman;

2. Memuat kata-kata dan tentang format; 3. Untuk (mengejar) suatu maksud atau tujuan;

4. Tentang patokan/tidak melampaui batasan-batasan dari yang diperlukan.

UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak mencantumkan apa yang dimaksud dengan iklan, yang terdapat dalam undang-undang ini hanyalah berbagai larangan berkaitan dengan periklanan. Menurut ketentuan dari UU No 8 Tahun 1999 tentang UUPK Pasal 9 ayat (1) berbunyi “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar atau seolah olah terdapat keistimewaan pada barang/atau jasa tersebut”.

Definisi yang lebih tegas tentang iklan dapat ditemukan dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Etika ini terakhir kali direvisi pada tahun 2005. Menurut EPI, iklan adalah pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”. Produk yang diiklankan, pada dasarnya dapat terdiri dari barang dan/atau jasa.8

Berdasarkan beberapa pengertian iklan diatas, maka pada dasarnya konsep dan makna iklan secara umum yaitu :

Iklan

Sarana pemberian informasi.

Mengandung unsur-unsur bentuk dan format iklan.

Unsur pencapaian tujuan bisnis (memperkenalkan atau meningkatkan penjualan produk).

8

(46)

Iklan tidak boleh melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku untuk mencapai tujuan bisnisnya dengan mengorbankan kepentingan konsumen akan informasi yang benar dan jujur.

Dari uraian tersebut, suatu iklan dapat dikatakan iklan apabila memenuhi unsur-unsur seperti yang tersebut diatas. Secara mendasar pengertian iklan sebagaimana dimaksud dalam yurisprudensi Mahkamah Agung telah mencakup unsur-unsur periklanan pada umumnya.9 Bahwa iklan adalah sarana komunikasi dan informasi dengan bentuk dan format tertentu dalam rangka menyajikan dan mempromosikan ide, barang atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada konsumen untuk mencapai tujuan bisnis yang ingin dicapai dengan tetap bertumpu pada aturan-aturan hukum yang berlaku sehingga hak konsumen tetap terlindungi.

Makna iklan erat kaitannya dengan sasaran periklanan itu sendiri. Sasaran periklanan bisa ditentukan berdasarkan klasifikasi apakah tujuan periklanan bermaksud menginformasikan, membujuk, ataukah untuk mengingatkan. Ada 3 jenis iklan dilihat dari tujuan yang ingin dicapai perusahaan melalui iklannya10 :

1) Iklan informatif (informative advertising). Pada dasarnya semua iklan berisikan informasi sebab mengiklankan sebenarnya berarti menginformasikan informasi yang ada pada iklan, yaitu segala hal mengenai apa (produk) yang diiklankan itu. Iklan informatif ini menitikberatkan pada tahap awal kategori produk, dimana tujuan yang ingin dicapai adalah membangun permintaan yang utama. Ini berarti perusahaan harus merancang iklan sedemikian rupa agar hal-hal penting mengenai produk bisa disampaikan dalam pesan

9

Dedi Harianto, 2010, Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Iklan yang Menyesatkan. Ghalia Indonesia, Bogor, h.98.

10

(47)

iklan. Iklan membuat konsumen sadar akan adanya produk baru, memberikan informasi mengenai merek tertentu, dan menginformasikan karakteristik serta keunggulan suatu produk. Iklan yang menonjolkan aspek manfaat produk biasanya dikategorikan sebagai iklan yang bersifat informatif. Misalnya, produsen ekstrak kulit manggis awalnya menginformasikan kepada konsumen bahwa ekstrak kulit manggis memiliki banyak nutrisi yang bermanfaat.

(48)

konsumen apabila memakai/mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Contoh, iklan pengobatan alternatif yang membujuk dan mempengaruhi konsumen dengan memberikan janji-janji dapat menyembuhkan segala jenis penyakit tanpa operasi dengan jaminan uang kembali apabila tidak berhasil sembuh.

3) Iklan mengingatkan (reminder advertising). Mengandung peringatan bagi konsumen akan kegunaan, kualitas, dan hal-hal lain dari produk yang diiklankan, peringatan mengenai kemungkinan dapat diperoleh di tempat tertentu atau kemungkinan adanya barang tiruan. Iklan ini dapat membuat konsumen tetap ingat pada merk/produk perusahaan. Iklan dengan tujuan mengingatkan ini sangat penting untuk produk matang. Banyak produk-produk yang dulu mapan dan menguasai pasar kini hilang karena tidak adanya iklan yang bersifat mengingatkan. Contoh, iklan handphone merek Samsung yang mengingatkan konsumen bahwa handphone merek Samsung hadir kembali dengan fitur dan kualitas yang semakin canggih.

Dari jenis iklan yang dijabarkan maka parameter suatu iklan dalam mencapai tujuannya sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku usaha adalah :

(49)
(50)

Untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh pelaku usaha, maka iklan yang ideal menjadi syarat utama untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Kasali suatu iklan dapat dikatakan ideal apabila iklan itu 11 :

1. Dapat menimbulkan perhatian

Iklan yang ditayangkan hendaknya dapat menarik perhatian pemirsa, oleh karena itu iklan harus dibuat dengan gambar yang menarik, tulisan dan kombinasi warna yang serasi dan mencolok, serta kata-kata yang mengandung janji, jaminan, serta menunjukkan kualitas produk yang diiklankan.

2. Menarik

Iklan yang diberikan kepada konsumen harus dapat menimbulkan perasaan ingin tahu dari konsumen untuk mengetahui merek yang diiklankan lebih mendalam, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan figur iklan yang terkenal disertai dengan alur cerita yang menarik perhatian. Iklan berkaitan dengan bagaimana konsumen berminat dan memiliki keinginan lebih jauh. Dalam hal ini konsumen harus dirangsang agar mau membaca, mendengar, atau menonton pesan-pesan yang disampaikan.

3. Dapat menimbulkan keinginan

Selain dapat menimbulkan perhatian dan menarik, sebuah iklan yang ideal juga seharusnya dapat menimbulkan keinginan dalam diri konsumen untuk mencoba merek yang diiklankan. Dalam hal ini, penting bagi pelaku usaha untuk mengetahui motif dari pembelian konsumen, sebab dengan mengetahui motif pembelian konsumen, pelaku usaha dapat mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan konsumen. Dan melalui

11

(51)

manfaat yang ditawarkan melalui iklan, pelaku usaha berharap untuk dapat mempengaruhi sikap konsumen, yang pada akhirnya dapat mendorong atau menimbulkan keinginan konsumen untuk mencoba merek yang diiklankan.

4. Menghasilkan suatu tindakan

Setelah timbul keinginan yang kuat, maka konsumen akan mengambil tindakan untuk membeli merek yang diiklankan. Dan jika konsumen merasa puas dengan produk dari merek tersebut, maka konsumen akan mengkonsumsi atau melakukan pembelian ulang produk tersebut.

Secara spesifik, terdapat perbedaan dan persamaan antara iklan dan periklanan. Persamaannya adalah bahwa keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada konsumen. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.

Pelaku periklanan yang menjadi faktor penentu lahirnya iklan merupakan hasil kerjasama beberapa pihak yaitu : 12

1. Perusahaan Periklanan (advertising), yaitu perusahaan yang menjual jasa periklanan bagi produk barang atau jasa. Perusahaan atau biro ini bidang usahanya adalah mendesain atau membuat iklan untuk para pemesannya.

2. Media Periklanan, yaitu setiap media komunikasi massa, baik berupa media cetak (surat kabar, majalah, tabloit) maupun media elektronik (televisi dan radio), termasuk juga media luar ruangan, seperti pamflet dan spanduk.

3. Pemasang Iklan (pengiklan), yaitu setiap badan hukum (perusahaan) dan perorangan yang mengiklankan suatu produk barang atau jasa.

12

(52)

4. Konsumen, yaitu setiap pemakai dan penikmat produk barang atau jasa yang diiklankan. 5. Pemerintah selaku pengawas dari proses periklanan (rule of the game) sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

2.2. Pengertian dan Konsep Hak Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen seringkali berada pada posisi yang lemah, yang menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen. Sehingga pengaturan dan pengetahuan tentang hak dan kewajiban konsumen wajib dan perlu diketahui oleh konsumen dan pelaku usaha sehingga konsumen dan pelaku usaha bisa bersikap dan bertindak sesuai dengan batas dan aturannya masing-masing sehingga dapat dihindari terjadinya pelanggaran hak konsumen.

Hak-hak konsumen adalah hak-hak yang bersifat universal yang tidak bisa dilepaskan dengan perjuangan kepentingan konsumen yang mendapat pengakuan yang kuat ketika hak-hak konsumen dirumuskan secara jelas dan sistematis. Hak-hak tersebut pertama kali disuarakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) John F. Kennedy di depan Kongres pada tanggal 15 Maret 1962 yang menjadi inspirasi bagi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sehingga pada tahun 1984, PBB mengeluarkan resolusi No. 39/248 mengenai the guidelines for consumer protection bagian II (general principles). Dalam pidatonya, Presiden Amerika J.F. Kennedy mengemukakan 4

(empat) hak konsumen, hak-hak tersebut adalah13 : 1. Hak memperoleh keamanan,

2. Hak memilih,

13

Mariam Darus Badrulzaman,1986, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut

Perjanjian Baku, Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen yang

(53)

3. Hak mendapat informasi, 4. Hak untuk didengar.

Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers Union-IOCU) menambahkan 4 hak dasar konsumen lainnya, yaitu :

1. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, 2. Hak untuk memperoleh ganti rugi,

3. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen,

4. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati 5 hak dasar konsumen sebagai berikut :

1. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan, 2. Hak perlindungan kepentingan ekonomi, 3. Hak mendapat ganti rugi,

4. Hak atas penerangan, 5. Hak untuk didengar.

Sedangkan dalam Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan dikemukakan 6 hak konsumen, yaitu 4 hak dasar yang disebut pertama, ditambah dengan hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang patut.

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis tentang perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan dan pemukiman atas iklan yang dijanjikan. Sebab penulis

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil dari tayangan iklan susu formula dan mendeskripsikan perlindungan hukum bagi konsumen susu formula

BANDAR LAMPUNG 2013.. Rumusan Masalah ... Kegunaan Penelitian ... Hukum Perlindungan Konsumen ... Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ... Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ...

selaku pelaku usaha dalam pelaksanaan perlindungan hukum konsumen terhadap iklan diskon HARBOLNAS di situs jual beli online/e- masih belum dapat memberikan hak-hak

34 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. 35 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen.. perundang-undangan yang berhubungan

(Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group Yogyakarta). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan yang Menyesatkan.. dengan konsumen, dapat membujuk dan membangkitkan serta

DEVELOPER PERUMAHAN KEPADA KOSUMEN PERUMAHAN TERHADAP IKLAN DAN BROSUR YANG MENYESATKAN KONSUMEN DIKAITKAN DENGAN UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi

"Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Iklan Produk Kosmetik Yang Menyesatkan." Jurnal Legislasi Indonesia Vol 18.No 4 Fakultas Hukum universitas Jember 2021 Ratna