My Lady
Notorious
My Lady
Notorious
Jo Beverley
My Lady Notorious by Jo Beverley
Published in 2002 by Signet All rights reserved.
No part of this book may be reproduced, scanned, or distributed in any printed or electronic form without permission. Please do not participate in or encourage piracy of copyrighted materials in violation of the author’s rights. Purchase only authorized editions.
Copyright © 1993 by Jo Beverley All rights reserved.
My Lady Notorious
Alih bahasa: Erlinda Suryamulyawati Hak Cipta Terjemahan Indonesia Penerbit PT Elex Media Komputindo Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali tahun 2016 oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 716032003
ISBN: 978-602-02-9720-0
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Bab 1
S
ebuah kereta kuda besar, dengan lambang ke-bangsawanan di bagian pintunya, berderak maju di sepanjang jalan Shaftesbury, melintasi lajur bekas roda yang membeku di tengah musim dingin pada bu-lan November. Di dalamnya, seorang pria bangsawan muda bertampang cemberut dengan pakaian berwarna biru gelap dan bergaris perak, sedang duduk bermalas-malasan dengan kaki bertumpu ke kursi di depannya. Wajahnya terlihat halus, berkulit kecokelatan, dan seki-las bisa disebut cantik ketimbang tampan, meski dan-danannya tidak terlalu mencolok. Lapisan warna perak hanya menghiasi tepi bagian depan jasnya, dengan per-hiasan sekadar cincin batu safir yang tersampir di tangan kanannya, lalu mutiara serta berlian yang terikat long-gar di bros pada cravat-nya. Rambutnya yang berwarna merah kecokelatan dan tak berbedak terlihat keriting tetapi tetap rapi karena dikucir dari dua sisi dengan pita hitam di bagian atas dan bawahnya.Gaya rambut itu adalah hasil karya dari valet de
chambre—pelayan pria pribadinya, seorang pria paruh
baya yang duduk tegak di samping sang majikan de ngan sebuah kotak perhiasan kecil yang digenggam erat di pangkuannya.
Ketika kembali terdengar bunyi deritan saat kereta terguncang, Lord Cynric Malloren menghela napas
J o B e v e r l e y
2
dan memutuskan bahwa dia akan menyewa seekor kuda di perhentian selanjutnya. Dia harus keluar dari dalam kurungan yang menyebalkan ini.
Kondisi sakit memang menjadi satu keadaan yang paling tidak dia inginkan.
Dia akhirnya bisa membujuk kakak laki-lakinya yang merasa cemas, Marquess of Rothgar, bahwa dirinya mampu bepergian, tapi hanya untuk dua hari perja lanan santai ke Dorset untuk mengunjungi kakak perempuan-nya yang baru saja melahirkan. Dan haperempuan-nya diperboleh-kan dengan kendaraan raksasa ini, yang dilengkapi karpet bulu untuk kakinya, dan bata panas untuk meng-hangatkan telapak kakinya. Kini dia sedang dalam per-jalanan pulang, melaju seperti seorang nenek renta yang akan kembali ke rumah sanak saudaranya yang baik hati kemudian masuk ke balik selimutnya yang hangat.
Mendadak terdengar sebuah seruan bernada perintah yang terasa melegakan di tengah kejemuan ini. Hanya butuh waktu sekejap bagi Cyn untuk menyadari bahwa keretanya sedang tertahan. Wajah pelayan pribadinya memucat lalu tangannya membuat tanda salib, sembari menggumamkan serangkaian doa dalam bahasa Prancis. Tatapan mata Cyn tidak lagi terlihat kusut.
Dia duduk tegak dan melirik cepat ke arah pedang tipis miliknya yang tertutup sarung di kursi yang terle-tak di depannya, tapi kemudian tidak dia acuhkan. Dia tidak terlalu yakin dengan cerita-cerita tentang peram-pok berkuda yang akan beradu pedang dengan korban-korban mereka demi mendapatkan emas. Alih-alih, dia mengeluarkan sepucuk pistol laras ganda yang berat dari dalam sarungnya di kursi dan dengan cekatan mengecek apakah senjata itu berfungsi dengan baik dan dua laras-nya telah terisi.
3
My Lady Notorious
Itu senjata yang lebih kasar ketimbang pedang, tapi dalam situasi semacam ini cara yang singkat akan lebih efektif.
Kereta kuda berhenti di sebuah tikungan. Cyn meng-amati situasi di luar. Hari sudah mulai gelap dan pepo-honan cemara di dekat tempat itu membuat bayangan gelap dalam latar cahaya matahari yang kemerahan, teta-pi dia bisa melihat dua orang perampok berkuda dengan cukup jelas. Salah satunya berada di bagian belakang di dekat pepohonan, sedang mengacungkan senapan. Se-mentara satunya lagi berada di jarak yang lebih dekat dengan senjata berupa dua pistol duel elegan berwarna perak. Apakah senjata itu hasil curian? Atau orang itu memang perampok sejati? Kudanya yang mengembus-kan uap putih pun terlihat gagah.
Cyn memutuskan untuk tidak langsung menembak. Petualangan ini terlalu menyenangkan jika selesai begitu saja, dan dia harus mengakui bahwa musuh yang tidak ramah ini akan cukup sulit ditembak dalam cahaya yang remang seperti sekarang, bahkan dengan kemampuan yang dirinya miliki.
Kedua perampok berkuda itu mengenakan jubah hitam, topi model tricorn, dan syal putih untuk menu-tupi bagian bawah wajah mereka. Tidak akan mudah mendeskripsikan tampang para penjahat itu jika mereka kabur, tetapi Cyn adalah orang yang senang bertaruh, meski dia jarang melakukannya demi uang. Dia akan bertaruh untuk kejadian yang satu ini.
“Turun dari kereta itu,” perintah perampok yang lebih dekat dengan nada kasar.
Si kusir dan pengurus kuda turun dengan patuh. Dengan satu perintah, mereka berbaring menelungkup
J o B e v e r l e y
4
di rumput yang membeku di tepi jalan. Perampok kedua mendekat untuk mengawasi mereka.
Kereta kuda terayun-ayun ketika kuda-kuda yang ti-dak berpawang bergerak-gerak.
Jerome berseru waswas. Cyn mengangkat tangan un-tuk membuat pelayannya bersikap lebih berani, tetapi dia tetap menatap dua perampok itu. Kuda-kudanya pasti sudah terlalu lelah untuk berlari kencang. Pemikir-annya itu terbukti tepat saat kereta ini kembali terdiam. “Nah, kalian yang ada di dalam,” sentak perampok yang lebih dekat, kedua pistolnya terarah ke pintu kere-ta. “Keluar. Dan jangan bertindak macam-macam.”
Cyn menimbang-nimbang untuk menembak orang itu—dia merasa percaya diri untuk bisa menembak mata kanan orang itu dari jarak sedekat ini—tetapi dia me-nahan diri. Orang-orang di sekitarnya mungkin akan membahayakan nyawa mereka, dan harga diri serta harta Cyn tidak pantas untuk ditukar dengan satu nyawa yang tak berdosa.
Cyn meletakkan pistolnya di samping pedang, lalu membuka pintu dan melangkah turun dari kereta. Dia berbalik untuk membantu pelayan pribadinya yang satu kaki telah melemah, lalu membuka kotak tembakau
gri-saille1–nya, menepuk-nepuk renda bergaya Mechlin di
mansetnya, lalu mengambil sejumput tembakau. Dia menutup lagi kotak itu, lalu menghadap ke arah pistol si perampok. “Ada yang bisa aku bantu, Sir?”
Orang itu tampak terpaku oleh reaksinya, tetapi de-ngan cepat kembali tersadar. “Pertama, kau bisa menolong-ku dengan memberikan kotak yang terlihat bagus itu.”
1 Kotak tembakau berbentuk bulat yang dilukis dengan suasana-suasana ala
5
My Lady Notorious
Cyn harus berusaha agar ekspresinya tetap datar. Mungkin itu karena reaksinya yang tenang pada pe-rampokan ini, tetapi si perampok lupa mengendalikan suara nya. Sekarang orang itu terdengar seperti seorang bangsawan yang masih muda. Kemungkinan baru menginjak usia remaja. Keinginan Cyn untuk melihat orang itu dihukum gantung pun menghilang, dan rasa penasarannya bertambah.
Dia membuka kotak itu lagi lalu berjalan mendekat. “Apakah kau ingin mencoba rokok tembakau milikku? Ini campuran yang lumayan bagus....”
Cyn tidak berniat melempar bubuk tembakau ke wa-jah si perampok, tetapi orang itu tidak bodoh, itu terli-hat dari caranya mengarahkan kudanya untuk mundur. “Tetap di sana. Aku akan mengambil kotak itu—juga isinya yang lumayan bagus—juga uangmu, dan per-hiasan atau barang berharga yang lain.”
“Tentu,” kata Cyn sambil mengedik tak acuh. Dia mengambil kotak yang dipegang Jeremy, yang berisi pin, rantai jam tangan, dan pernak-pernik kecil lainnya, lalu menyimpan kotak tembakau itu di dalamnya. Dari dalam saku-sakunya, dia menambah beberapa koin dan uang lembaran. Dengan menyesal dia melepas cincin batu safirnya, lalu bros mutiara-berliannya, semua ba-rang itu memiliki nilai emosional bagi dirinya.
“Kau jelas lebih membutuhkan ini daripada diriku, Sobat. Haruskah aku menyimpan kotak ini di jalan? Kau bisa mengambilnya ketika kami sudah pergi.”
Terasa lagi jeda yang hening karena orang itu ter-paku. Lalu: “Sialan kau, berbaring di tanah seperti para pelayanmu!”
Cyn mengangkat alis. Dia menyapu sedikit lapisan bulu halus di bagian kerah jasnya. “Oh, kurasa tidak.
J o B e v e r l e y
6
Aku tidak ingin menjadi kotor.” Dia menatap peram-pok itu dengan santai. “Apakah kau akan membunuhku karena itu?”
Cyn melihat jari si perampok pada pelatuk pistol-nya menegang dan dia ingin tahu apakah orang itu akan menggerakkan tangannya dengan tidak sengaja, tetapi tidak ada tembakan. Setelah kembali terasa jeda yang he-ning, pemuda itu berkata, “Simpan barang berhargamu di kereta dan ambil kotak itu. Aku akan mengambil kereta itu, dan kau akan menjadi kusirku, Tuan Bang-sawan!”
“Gagasan yang aneh,” ucap Cyn sambil menaikkan alis. “Tapi bukankah kereta kuda curian sedikit sulit un-tuk dibawa?”
“Tutup mulutmu atau aku yang akan menutupnya!” Cyn sedikit merasa kalau kesabaran si perampok su-dah habis—satu reaksi yang bisa membahayakan nyawa-nya.
“Lakukan seperti yang kuperintahkan,” bentak si perampok. “Dan beri tahu para pelayanmu untuk ber-jalan kaki saja jika mereka butuh pertolongan. Jika kita tersusul, kaulah yang akan lebih dulu ditembak.”
Cyn dengan patuh berkata kepada para pelayannya. “Pergilah ke Shaftesbury dan tidurlah di penginapan Crown. Jika kalian tidak mendengar kabar dariku dalam satu hari atau lebih, kirim pesan ke Abbey dan kakakku akan mengurus kalian. Jangan khawatirkan tentang ini. Dia hanyalah seorang pemuda yang sedang bermain-main, aku memutuskan untuk ikut bersenang-senang.” Dia berkata kepada kusirnya. “Hoskins, jika Jerome ti-dak sanggup berjalan, kau harus mencarikan kendaraan untuknya.”