LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS TUBERKULOSIS
1. Pengertian
Peritonitis tuberculosis adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Biasanya merupakan kelanjutan proses tiuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru.
Penyakit ini merupakan tuberculosis yang jarang, namun demikian merupakan salah satu penyebab peritonitis yang penting. Karena perjalanan penyakitnya perlahan-lahan, serta gejalanya yang tidak jelas, sering kali penyakit ini dikira sebagai neoplasma atau asites karena sirosis hati. Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari focus di paru, intestin atau saluran kemih.
2. Anatomi Fisiologi a. Peritoneum
Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri artas dua bagianutama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal, dan peritoneum visceral, yang melapisi semua organ yang berada di dalam rongga abdomen.
Ruang yang berada diantara dua lapisan ini disebut ruang peritonial atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong terdapat di dalam peritoneum; sebuah lipatan besar atau omentum mayor yang kaya akan lemak, bergantungan di sebelah depan lambung, lipatan kecil (omentum minor) berjalan dari porta hepatica setelah menyelaputi hati ke bawah, ke kurvatura minor lambung dan disini bercabang untuk menyelaputi lambung ini. Kolon juga terbungkus oleh peritoneum ini, kemudian berjalan ke atas dan berbelok ke belakang sebagai meso-kolon kea rah dinding posterior abdomen. Sebagian dari dari peritoneum ini
membentuk mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mesentrium usus halus dan mesokolon, semua memuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari organ-organ yang diselaputinya.
Fungsi peritoneum adalah menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada pergesekan. Organ-organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan organ-organ tersebut tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ-organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi.
b. Rongga abdomen
Abdomen ialah rongga terbesar di dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dibagi menjadi dua bagian, yaitu rongga sebelah atas yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
Batas-batas abdomen diatas diafragma. Di bawah pintu rongga masuk panggul, dari panggul besar di depan dan di kedua sisi, otot-otot abdominae, tulang- tulang aliaka da iga-iga sebelah bawah. Di belakang tulang punggung dan otot psoas dan kuadratus lumborum.
Isi abdomen sebagian besar dari saluran pencernaan yaitu lambung, usus halus dan usus besar.
Pembuluh limfe dan kelenjar, urat saraf, peritoneum dan lemak juga di jumpai di dalam rongga ini.
1) Lambung
a) menerima makanan dan bekerja sebagai sebagai penampung untuk jangka waktu pendek
b) semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidroklorida. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh usus
c) protein diubah menjadi peptone
d) susu dibekukan dan kasein dikeluarkan e) pencernaan lemak dimulai di dalam lambung
f) khime, yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum. 2) Usus halus
Usus halus adalah bagian saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang memenuhi sebagian besar rongga abdomen. Usus halus terdiri dari : duodenum, yeyunum dan ileum.
a) Duodenum
Duodenum adalah tube yang berbentuk C, dengan panjang kira-kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.
b) Yeyunum dan ileum
Yeyunum merupakan bagian pertama dan illem merupakan bagian kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai panjang yang bervariasi mulai dari 300 cm sampai dengan 900 cm.
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan dalam duodenum terutama oleh enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat meliputi glukosa,
maltosa dan galaktosa, lemak menjadi asam dan gliserol (dengan bantuan garam empedu pada keluaran empedu ke dalam duodenum oleh kontraksi kelenjar empedu) serta protein menjadi asam amino.
Proses pencernaan disempurnakan oleh beberapa enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Enzim-enzim ini terdapat pada brush bovaer vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
3. Etiologi
Penyebab dari Peritonitis Tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya peritonitis tuberculosis merupakan keadaan akibat adanya proses tuberculosis di tempat lain, terutama paru-paru. Namun demikian, sering juga dilaporkan bahwa sewaktu diagnosis peritonitis tuberculosis ditegakkan ternyata proses tuberculosis di paru sudah menyembuh atau tidak ada lagi. Hal ini mungkin terjadi oleh karena proses tuberculosis di paru dapat menyembuh dengan sendirinya walaupun sebenarnya di tempat lain masih terdapat penyebaran.
Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberculosis, penyebarannya tidak secara langsung berlanjut (kontinu) dari alat sekitarnya, tetapi lebih sering disebabkan karena reaktivitas proses laten yang terdapat di peritoneum yang diperoleh sewaktu terjadi penyebaran hematogen dari proses primer terdahulu. Oleh karena itu pulalah banyak kasus peritonitis tuberculosis tanpa ditemui ada kelainan di paru-paru
Sebaliknya bisa juga terjadi peritonitis tuberculosis pada kejadian penyebaran hematogen atau proses tuberculosis milier.
Pada sebagian kecil selain terjadi melalui penyebaran hematogen dapat juga melalui penyebaran langsung tuberculosis usus, tuberculosis alat genitalia interna atau akibat pecahnya kelenjar linfe mesentrium yang mengalami perkejuan.
4. Tanda dan gejala
Gejala klinis bervariasi. Pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada lebih 70% kasus ditemukan keluhan yang berlangsung lebih dari empat bulan. Keluhan yang paling sering adalah adanya nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak nafsu makan, batuk, demam, kelemahan, berat badan menurun dan distensi abdomen.
Sedangkan dari hasil penelitian terhadap 30 kasus penderita peritonitis tuberculosis yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, antara tahun 1975 sampai dengan tahun 1979 ditemukan keluhan sebagai berikut: sakit perut 57 %, pembengkakan perut 50 %, batuk 40 %, demam 30 %, anoreksia 30 % keringat malam 26 %, kelelahan 23 %, berat badan menurun 23 %, mencret 20 %.
Keluhan yang berasal dari saluran cerna seperti sakit perut, mencret dan lain-lain berhubungan dengan ada tidaknya proses dalam usus atau adanya perlengketan antara usus dengan peritoneum atau usus dengan usus. Jika perlengketan begitu hebat dapat terjadi penggumpalan sehingga jalan makanan terganggu dan terjadi gejala illeus obstruktif.
Tabel 1. Keluhan pasien Tuberkulosis Peritonitis bersumber dari beberapa penelitian.
Keluhan Sulaiman A 1975-1979 30 pasien % Manoha r dkk 1984-1988 45 pasien % Tarim Akin dkk 1988-1997 23 pasien % Kai Ming Chow dkk 1989-2000 60 pasien % VH Chong,N Rajendra n 1995-2004 10 pasien % Ming-Leun Hu dkk 2000-2006 14 pasien % Sakit perut 57 35,9 82 73 60 71,4 Pembengkak an perut 50 73,1 96 93 70 57,1 Batuk 40 - 20 -
Demam 30 53,9 69 58 60 35,7 Keringat malam 26 - - - Anoreksia 30 46,9 73 - 60 - Berat badan menurun 23 44,1 80 - 40 42,9 mencret 20 - - 10 - konstipasi - - - 21,4 5. Patofisiologi
Ketika kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara yang dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang tracheo-bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman tetap menempel pada alveoli kemudian baksil berkembang. Reaksi permukaan yang disebabkan oleh baksil tersebut adalah reaksi inflamasi, leukosit polimorfonuklear berusaha memfagositosis bakteri tersebut, tetapi organisme tersebut tidak dapat dimatikan. Sesudah hari-hari pertama terjadi perubahan yaitu leukosit diganti oleh makrofag, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi di bagian jaringan paru mana saja. Dari sarang primer timbul peradangan saluran getah bening menjadi hilus, dan juga diikuti peradangan getah bening (KGB) hilus hingga menjadi kompleks primer, kompleks primer ini dapat langsung berkomplikasi dan menyebar secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya, atau bersifat dormant. Kuman
yang dormant dapat muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Tuberculosis ini dapat dimulai dengan sarang dini di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasi pada daerah parenkim paru-paru sarang dini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam waktu 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yaitu suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-langhans (sel besar dengan banyak luti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. Sarang dini ini kemudian meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan di sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan lembek membentuk jaringan keju, bila jaringan keju dibatukkan akan terjadi kavitas yang berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Kavitas ini meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia. Karena timbulnya peradangan saluran getah bening dan limfadenitis (pembesaran kelenjar getah bening). Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah yang disebut dengan penyebaran limphohematogen. Penyebaran secara hematogen merupakan suatu pneumonia akut yang menyebabkan tuberculosis milier. Karena pada peritoneum banyak mengandung pembuluh-pembuluh darah maka tuberculosis dapat berkembang di daerah ini.
Tuberkel pada daerah peritoneum sering ditemukan, kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan tampak menyebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di dalam rongga peritoneum. Selain tuberkel yang kecil terdapat juga tuberkel yang besar. Di sekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang.
Kuman mycobacterium menjadi droplet nuclei
Terisap oleh host
Menempel pada jalan napas dan paru-paru
Difagositosis oleh leukosit
Difagositosis oleh leukosit polimorfonuklear (namun tidak mati)
Makrofag, tumbuh berkembang biak dalam sitoplasma makrofag
Di paru akan membentuk sarang primer atau apek primer
Peradangan saluran getah bening, pembesaran kelenjar getah bening lulus
Komplek primer
Bersifat dormant
Dengan kondisi yang menunjang dari tuberculosis primer berkembang menjadi tuberculosis post primer (dewasa)
Sarang dari daerah parenkim paru
Berubah menjadi tuberkel (granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel-sel Datia-langhans) dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat
Meluas, granuloma berkembang dan menghancurkan jaringan sekitar, bagian tengah mengalami nekrosis
Penyebaran infeksi secara langsung
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
Perkejuan, bila dibatukkan menjadi pecah
Kavitas yang berdinding tipis lama kelamaan menjadi tebal dan menjadi kavitas sklerotik
Meluas dan membentuk sarang pneumonia baru
Secara hematogen, limfogen menyebar pada daerah peritoneum
Reaksi jaringan peritoneum = kongesti pembuluh darah
Peradangan
(lanjut ke halaman berikutnya) Peradangan
Meningkatkan/menurunkan peristaltic usus
Reflek balik pada lambung
Merangsang vomiting center
Mual/nafsu makan menurun
Intake nutrisi kurang dari kebutuhan
Metabolisme glukosa terganggu
Pembentukan ATP<, energi<
Kelemahan
Perpindahan cairan dari ekstraseluler, intravaskuler dan
area interstitial kedalam usus dan/atau peritoneal
Ascites
Kekurangan volume cairan
Tidak kuat pertahanan sekunder
Resiko infeksi
Kerusakan mobilitas fisik
Menghasilkan eksudat yang membungkus tuberkel dan peritoneum
(lanjut ke halaman berikutnya)
Menghasilkan eksudat yang membungkus tuberkel dan peritoneum
Dinding perut tegang
Merangsang syaraf-syaraf perifer
Merangsang pengeluaran neurotransmitter, bradikinin, histamine dan prostaglandin
Nociceptor menyebrangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron yang bersambung dengan jalur spinalis ascenden
Spinotalamic track (STT)
Thalamus
Cortex cerebri
6. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas;
1) Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000/UL; 2) Thrombosit meningkat, menunjukkan hemikonsentrasi;
3) Laju Endap Darah (LED) pada umumnya meninggi, jarang ditemukan yang normal;
4) Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan. b. Pemeriksaan penunjang diagnosis
1) Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan sinar tembus pada saluran pencernaan dapat membantu jika terdapat kelainan pada usus kecil atau usus besar.
2) Biopsy peritoneum
Biopsy peritoneum merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menegakkan diagnosis. Cara ini sederhana dan mudah dikerjakan. Dahulu digunakan jarum VIM silverman, seperti pada biopsy jaringan pleura, kemudian jarum Abram dan cope.
3) Peritoneoskopi
Pemeriksaan peritoneoskopi merupakan pemeriksaan yang sederhana dan aman jika dilakukan secara hati-hati. Dengan cara ini, biopsy dapat dilakukan dengan terarah, juga dapat melihat langsung adanya kelainan di dalam peritoneum serta organ-organ lain di dalam rongga peritoneum.
Gambaran yang dapat dilihat pada peritonitis tuberculosis ialah:
a) Tuberkel-tuberkel kecil atau besar yang terdapat pada dinding peritoneum atau pada organ lain di dalam rongga peritoneum seperti hati, ligamentum, omentum atau usus.
b) Perlengketan diantara usus, oemntum, hati, kantung empedu dan peritoneum.
c) Penebalan peritoneum.
d) Adanya cairan eksudat atau cairan yang keruh seperti nanah. Mungkin juga warna eksudat kemerahan bercampur darah (serosanguineus).
Biopsy dapat ditujukan kepada tuberkel secara terarah atau pada jaringan lainnya yang tersangka mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsy khusus dan sekaligus cairan dapat dikeluarkan.
Walaupun pada umumnya gambaran peritoneoskopi peritonitis tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatis, karena itu pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomis menyokong suatu peritonitis tuberculosis.
Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan.
4) Laparotomi
Laparotomi eksplorasi dahulu merupakan tindakan diagnostik yang sering dikerjakan. Hughes malahan menganggap cara ini merupakan cara diagnostik yang paling baik. Pembedahan dilakukan, jika cara-cara lain yang
lebih sederhana tidak memberikan kepastian diagnosa jika dijumpai adanya indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus.
7. Dampak Penyakit Peritonitis Tuberkulosis terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
1. Kebutuhan Nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan diakibatkan karena adanya nyeri pada abdomen kuadran atas sehingga mengakibatkan tirah baring serta adanya peradangan pada peritoneum mengakibatkan penurunan/peningkatan peristaltic usus merangsang pengeluaran gastrin yang dapat merangsang vomiting center sehingga timbul anoreksia dan mual.
2. Eliminasi
Pola eliminasi terganggu dapat disebabkan karena adanya proses dalam usus atau adanya perlengketan dalam usus, sehingga terjadinya penurunan peristaltic usus sampai terjadi gejala ileus obstruktif sehingga menurunkan reflek defekasi dan terjadilah kesulitan BAB sampai konstipasi.
3. Aktivitas sehari-hari (ADL)
Dengan adanya rasa sakit di daerah perut kuadran atas mengakibatkan pola aktivitas terganggu dan menurunnya metabolisme glukosa dan pembentukan Adenosin Tri Pospat (ATP) sehingga energi yang dihasilkan kurang dan menyebabkan kelemahan fisik.
4. Pola tidur
Gangguan pola tidur dapat terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri di perut kuadran atas dan pergerakan tubuh waktu tidur yang dapat menimbulkan penekanan pada daerah abdomen yang sakit.
5. Personal hygiene
Hal ini dihubungkan dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas akibat kelemahan fisik.
6. Rasa nyaman
Terjadinya peradangan pada peritoneum menimbulkan rangsangan pada serabut saraf untuk mengeluarkan enzim bradikinin dan serotonin sehingga nyeri dipersepsikan.
7. Kecemasan
Hal ini dapat terjadi sebagai akibat langsung dari kurangnya pengetahuan serta pemahaman tentang penyakit serta procedur penanganan atau tindakan yang dilakukan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Joseph, D.Boss.,et.al. 2012. TB Peritonitis Mistaken for Ovarian Carcinomatosis Based on an Elevated CA-125. Case Reports in Medicine. Hindawi publishing Corporation. Vogel.,et.al. 2008. Tuberculous Peritonitis in a German patient with Primary Billiary
Cirrhosis. Journal of Medical Case Reports, 2:32. BioMed Central Ltd. Available at http://www.jmedicalcasereports.com/content/2/1/32. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.
Hu Leun-Ming.,et.al. 2009. Abdominal Tuberculosis : Analysis of Clinical Features and Outcome of Adult Patients in Southern Taiwan. Journal of Medical Chang Gung ; 32 (5) p 509-15.
Akpolat,Tekin. 2009. Tuberculosis Peritonitis. Peritoneal Dyalisis International Istanbul,Turkey ;29 (2) p 166-69.