300 400 200 250 400 200 600 450 450 400 Jakarta Surabaya Pontianak Balikpapan Makasar Manado Jayapura
Dwijanto
Program Linear
Berbantuan Komputer:
Dwijanto
Program Linear
Berbantuan Komputer:
Buku ini berjudul Program Linear Berbantuan Komputer: Lindo, Lingo dan Solver akan membahas masalah-masalah optimasi yang berbentuk liniear yaitu memaksimumkan atau meminimumkan masalah dalam dalam bentuk fungsi linear dengan persyaratan atau fungsi pembatas sebuah sistem pertidaksamaan linear.
Bentuk umum masalah program linear adalah sebagai berikut: Maksimumkan atau minimumkam : F(xi)=a x +a x +...+anxn
2 2 1 1 Dengan syarat : n n i a x a x a x x g1( )= 11 1+ 12 2 +... 1 € b1 n n i a x a x a x x g2( )= 21 1+ 22 2 +... 2 € 2 b …. n mn m m i m x a x a x a x g ( )= 1 1 + 2 2 +... € m b
dengan € diganti ≤ atau = atau ≥ .
Kajian pada buku ini terdiri dari 6 Bab, yaitu: Tinjauan Teori-teori sebagai Dasar Program Linear, Pengenalan Program Linear, Transportasi, Penugasan dan Transshipment, Analisis Jaringan, dan Program Linear Bilangan Bulat, yang memuat berbagai masalah yang akan diselesaikan dengan cara manual, dan dengan bantuan program komputer. Program komputer yang digunakan untuk menyelesaikan masalah program liniear di sini adalah program lindo, program lingo, dan Solver yang berada di bawah program excel.
Tidak semua masalah pada program linear dapat diselesaikan dengan sebuah program, jadi sangat mungkin sebuah masalah akan dapat cocok diselesaikan dengan suatu program tertentu tetapi tidak tepat apabila digunakan program lain meskipun bisa. Dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan masalah program linear, maka kendala banyaknya variabel sudah bukan menjadi masalah lagi. Ini memberikan kesempatan kepada pembaca (mahasiswa) untuk melakukan kajian sebuah masalah secara lebih mendalam.
Dasar Program Linear
Pada bagian ini akan membahas beberapa teori yang berhubungan dengan program linear khususnya teori yang menyangkut geometri bidang banyak. Teori ini diperlukan khususnya kepada pembaca yang menggemari matematika atau mahasiswa matematika, sedangkan untuk mahasiswa bukan matematika, bab ini dapat dilompati.
Bab II. Pengenalan Program Linear Pengenalan Program Linear
Bagian ini akan membahas Program Linear secara umum, yaitu masalah program linear yang dapat diselesaikan secara manual atau dengan bantuan program komputer. Penyelesaian secara manual dapat digunakan cara grafik ataupun dengan metode simpleks, sedangkan dengan bantuan program komputer sebuah masalah akan diselesaikan dengan tiga program yaitu program lindo, program lingo, dan solver. Bab III. Transportasi
Masalah transportasi disini adalah masalah pemindahan sejumlah barang sejenis dari beberapa tempat (sumber) dengan jumlah barang yang bervariasi kemudian dikirim ke beberapa tempat (tujuan) dengan jumlah kebutuhan yang bervariasi pula. Masalah utama dari transportasi di sini adalah meminimumkan total biaya transportasi.
Bab IV. Penugasan dan Transshipment
Penugasan adalah kajian khusus dari masalah transportasi dimana banyaknya sumber sama dengan banyaknya tujuan dengan banyaknya produksi di masing-masing sumber maupun banyaknya permintaan di masing-masin tujuan adalah satu. Sedangkan Transshipment adalah masalah transportasi dimana permintaan tidak dapat dilayani langsung dari produsen. Dalam hal ini pelayanan harus melalui beberapa agen. Bab V. Analisis Jaringan
Pada Bab Analisis Jaringan ini akan membahas 4 masalah yaitu Masalah Lintasan Terpendek , Masalah Diagram Pohon Terpendek,
Bab VI. Program Linear Bilangan Bulat
Pada bagian ini akan membahas masalah program linear yang khusus dengan solusi bilangan bulat atau bilangan biner. Masalah penyelesaian dengan bilangan bulat ini sering muncul ketika seseorang harus meproduksi barang dengan satuan bilangan bulat, seperti membuat kursi, meja, atau menghitung banyaknya mesin yang akan digunakan. Sedangkan bilangan biner digunakan untuk menentukan sebuah keputusan yaitu apakah suatu pekerjaan atau proyek harus dikerjakan atau tidak.
Kata Pengantar Pendahuluan
Bab I. Tinjauan Teori-teori sebagai Dasar Program Linear
1. Himpunan Konveks ... 1
2. Titik Ekstrim ... 2
3. Sinar dan Arah Himpunan Konveks ... 2
4. Arah Ekstrim Himpunan Konveks ... 4
5. Bidang Banyak dan Ruang Paruh ... 5
6. Fungsi Konveks dan Fungsi Konkav ... 6
7. Representasi Himpunan Polihedral (Polihedron) ... 8
8. Teorema Representasi Bentuk Umum ... 9
Bab II. Pengenalan Program Linear ... 13
1. Penyelesaian dengan Metode Grafik ... 13
2. Penyelesaian dengan Metode Simpleks ... 19
a. Kasus masalah dengan fungsi tujuan maksimum ... 19
b. Kasus masalah dengan fungsi tujuan minimum ... 27
3. Primal dan Dual ... 31
a. Masalah Primal dan Dual ... 31
b. Hubungan Primal dan Dual ... 34
4. Program Komputer Lindo, Lingo, dan Solver ... 36
a. Lindo ... 36
b. Menyelesaikan Masalah Program Linear dengan Lindo ... 43
c. Lingo untuk Menyelesaikan Program Linear ... 48
d. Solver untuk Menyelesaikan Program Linear ... 50
Bab III. Transportasi ... 60
1. Metode Transportasi ... 60
2. Permasalahan dalam Metode Transportasi ... 60
a. Beberapa Metode dalam Penyelesaian Masalah Transportasi (Penyelesaian awal) ... 62
i. North West Corner (NWC) ... 62
ii. Metode Inspeksi ... 63
iii. Metode VAM ( Vogel Approximation Method) ... 67
b. Menentukan Nilai Optimal ... 74
i. Metode Steppingstone ... 74
iii. Program Solver untuk Menyelesaikan Masalah Transportasi ... 92
d. Masalah Transportasi Pasar Tidak Seimbang ... 95
Bab IV. Penugasan dan Transshipment ... 108
1. Penugasan ... 108
i. Menyelesaikan Masalah Penugasan dengan Metode Hongaria 108 ii. Menyelesaikan Masalah Penugasan dengan Program Komputer111 iii. Program Lindo untuk Menyelesaikan Masalah Penugasan . . 111
iv. Program Solver untuk Menyelesaikan Masalah Penugasan . . 113
2. Transshipment ... 117
i. Program Lingo untuk Menyelesaikan Masalah Transshipment 119 ii. Program Solver untuk Menyelesaikan Masalah Transshipment 122 Bab V. Analisis Jaringan ... 125
1. Masalah Lintasan Terpendek ... 127
2. Masalah Diagram Pohon Terpendek ... 133
3. Masalah Aliran Maksimum ... 135
4. Menyelesaikan proyek dengan PERT dan CPM ... 140
Bab VI. Program Linear Bilangan Bulat ... 149
1. Metode Branch and Bound ... 151
2. Penyelesaian Program Linear Bilangan Bulat dengan Program Lindo.. 154
3. Penyelesaian Program Linear Bilangan Bulat dengan Program Solver . 155 Daftar Pustaka ... 166
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Ilahi yang telah memberi karuniaNya sehingga buku Program Linear Berbantuan Komputer: Lindo, Lingo dan Solver dapat terselesaikan. Buku ini ditujukan kepada mahasiswa matematika, ekonomi dan teknik terutama mahasiswa yang mempelajari program linear dan memanfaatkan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan masalah program linear. Buku ini ditulis bertujuan untuk melengkapi buku-buku program linear yang perhitungannya mengunakan perhitungan manual. Akibatnya dalam pengambilan masalah sering membatasi dengan sedikit variabel.
Dalam buku ini, penyelesaian suatu masalah akan dikerjakan dengan cara perhitungan manual, kemudian diselesaikan dengan bantuan komputer khususnya program Lindo, Lingo atau Solver. Dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu hitung, maka masalah perhitungan dan banyaknya variabel bukan menjadi kendala lagi. Untuk mahasiswa ekonomi maupun teknik, dapat langsung memulai dari Bab II dan seterusnya, sedangkan mahasiswa matematika perlu memahami terlebih dulu teori yang berada pada Bab I.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Penjaminan Mutu Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk penulisan buku ini. Selanjutnya saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan guna penyempurnaan buku ini.
Semarang, Agustus 2007 Penulis
1 1. Himpunan konveks
Sebuah himpunan X dalam Rn disebut himpunan konveks apabila memenuhi sifat
berikut: jika diberikan sebarang dua titik x1 dan x2 di dalam X, maka λx1 + (1- λ)x2 ∈ X
untuk setiap λ ∈[0 , 1]. Selanjutnya kita ketahui bahwa λx1 + (1 - λ)x2 untuk λ dalam
interval [0 , 1], menggambarkan titik-titik yang terletak pada ruas garis yang menghubungkan x1 dan x2. Sebarang titik dalam bentuk λx1 + (1- λ)x2 dengan 0 ≤ λ ≤ 1
disebut kombinasi konveks dari x1 dan x2. Jika λ ∈ (0 , 1), maka bentuk λx1 + (1- λ)x2
disebut kombinasi konveks sempurna.
Dalam pengertian geometri, himpunan konveks dan himpunan tidak-konkveks dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Himpunan konveks b. Himpunan tidak-konveks Gambar 1.1. Contoh himpunan konveks dan himpunan tidak konveks.
Pada gambar sebelah kiri (Gambar 1.1.a), untuk semua kombinasi konveks dari x1
dan x2 berada dalam X, sedangkan pada gambar sebelah kanan (Gambar 1.1.b), terdapat
kombinasii konveks dari x1 dan x2 yang berada diluar X. Jadi gambar sebelah kiri adalah
menggambarkan himpunan konveks, sedangkan himpunan gambar sebelah kanan adalah menggambarkan himpunan tidak-konveks.
Berikut adalah contoh-contoh himpunan konveks: 1.
{
(x1,x2):x12 +x22 ≤1}
2. ≥ λ λ λ = λ + λ + λ λ + λ + λ = , 1, , , 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 x : x 1 2 3 1 2 3 1 2 32. Titik Ekstrim
Dalam kajian pada program linear, titik ekstrim sangat berperan dalam menentukan nilai optimum suatu masalah. Sebuah titik dalam himpunan konveks X disebut titik ekstrem dari himpunan X, jika titik x tersebut tidak dapat dinyatakan dengan kombinasi konveks sempurna dari dua titik yang berbeda dalam X. Dengan kata lain jika x titik ekstrim dan x = λx1 + (1- λ)x2, dengan λ ∈(0 , 1) dan x1, x2 ∈ X, maka x = x1 = x2.
Gambar berikut memperlihatkan titik ekstrim dan bukan titik ekstrim.
Gambar 1. 2. Titik-titik pada himpunan konveks X.
Titik x1 adalah titik ekstrimdari X, sedangkan x2 dan x3 bukan titik ekstrim dari X.
3. Sinar dan Arah Himpunan Konveks Sinar pada Himpunan Konveks
Misalkan X himpunan konveks. Sinar adalah himpunan titik-titik yang berbentuk
{x0 + λd : λ ≥ 0} dimana d vektor tak-nol. Dalam hal ini, x0 disebut titik ujung dari sinar,
dan d adalah arah sinar.
Arah Himpunan Konveks
Misalkan X himpunan konveks, vektor tak-nol d disebut arah suatu himpunan X, jika untuk setiap x0 di X, {x0 + λd : λ ≥ 0} juga di X. Oleh karena itu seseorang dapat mengambil
sebarang titik x0 di X, dan menariknya dengan memperpanjang atau memperpendek
(recede) d dengan λ ≥ 0 , maka akan tetap berada di X. Jelas apabila X terbatas, maka X tidak mempunyai arah.
d1
d1
d2 ≤d1 d
Contoh 1.1
Tentukan arah himpunan polihedral X = {x : Ax ≤ b, x ≥ 0}. Jawaban
Misalkan d arah himpunan X, maka untuk setiap λ ≥ 0 dan x ∈ X, d ≠ 0 dan memenuhi A(x + λd) ≤ b .... (1)
x + λd ≥ 0 .... (2) Karena x ∈ X, maka memenuhi Ax ≤ b.
Dari (1) dengan mengambil λ ≥ 0 cukup besar (lim λ →∞) diperoleh Ad ≤ 0. Dengan cara serupa dari (2) akan diperoleh d ≥ 0.
Jadi d arah himpunan X jika dan hanya jika d ≥ 0, d ≠ 0, dan Ad ≤ 0.
Dengan cara serupa untuk X = {x : Ax = b, x ≥ 0} dan d arah himpunan X, maka d ≥ 0, d ≠ 0 dan Ad ≤ 0.
Contoh 1. 2.
Tentukan arah himpunan X = {(x1,x2) : x1 + x2 ≥ 1, x1 - x2 ≥ -2, x1 ≥ 0, dan x2 ≥ 0 }.
Jawaban
Gambar 1. 3. Himpunan X = {(x1,x2) : x1 + x2 ≥ 1, x1 - x2 ≥ -2, x1 ≥ 0, dan x2 ≥ 0 }
Karena d = (d1,d2) arah himpunan X, maka d ≠ 0 dan untuk setiap λ ≥ 0, berlaku x0 + λd = (x1 + λd1 , x2 + λd2) ∈ X akibatnya: x1 + λd1 + x2 + λd2 ≥ 1 ... (1) x1 + λd1 - x2 - λd2 ≥ -2 ... (2) x1 + λd1 ≥ 0 ... (3) x2 + λd2 ≥ 0 ... (4)
Dari (1) dapat dubah menjadi x1 + x2 + λ(d1 + d2) ≥ 1 Karena x1 dan x2 tetap dan dengan λ
sebarang, maka untuk λ yang cukup besar berlaku d1 + d2 ≥ 0 atau d2 ≥ -d1. Persamaan
(2) juga dapat diubah menjadi x1 - x2 + λ(d1 - d2) ≥ -2. Dari persamaan terakhir ini dengan
mengambil x1 dan x2 tetap dan dengan λ sebarang, maka untuk λ yang cukup besar
berlaku d1 – d2 ≥ 0 atau d2 ≤ d1.
Dengan cara serupa dari (3) dan (4) kita peroleh d1 ≥ 0 dan d2 ≥ 0. Sehingga secara
keseluruhan diperolah d2 ≥ - d1, d2 ≤ d1, d1 ≥ 0 dan d2 ≥ 0. Dari keempat hasil ini dapat
disederhanakan menjadi d1 ≥ 0 dan 0 ≤ d2 ≤ d1.
4. Arah Ekstrim Himpunan Konveks
Pendefinisian arah ekstrim himpunan mirip dengan titik ekstrim. Suatu arah ekstrim himpunan konveks adalah arah suatu himpunan konveks yang tidak dapat di representasikan dengan kombinasi positif dari dua arah himpunan yang berbeda. Dua vektor d1, d2 dikatakan berbeda atau tidak ekivalen jika d1 tidak dapat direpresentasikan
dengan perkalian positif dengan kelipatan d2.
Pada Contoh 2 di atas, maka d1 = (1,0) dan d2 = (√2/2 , √2/2) adalah arah ekstrim yang telah
di normalkan. Untuk setiap arah himpunan konveks dapat dinyatakan sebagai kombinasi dari d1 dan d2 yaitu dalam bentuk λ1d1 + λ2d2, dengan λ1,λ2 > 0. Dengan demikian setiap
arah himpunan yang berbentuk d = (d1 , d2) dengan d1 ≥ 0 dan 0 ≤ d2 ≤ d1 dapat ditulis
dalam bentuk λ1d1 + λ2d2. Misalnya arah d = (5, 2) adalah memenuhi syarat untuk arah
dari X, maka apabila kita tuliskan dalam bentuk kombinasi linear λ1d1 + λ2d2, diperoleh
5. Hyperplane dan Halfspace
Bidang banyak (Hyperplane) di Rn adalah bentuk generalisasi dari garis di R2 atau
sebuah bidang di R3. Bidang banyak H di Rn adalah himpunan yang berbentuk {x:px = k}
dimana p vektor tak nol di Rn dan k suatu skalar. Disini p disebut normal dari bidang
banyak.
Bidang banyak terdiri dari semua titik x = (x1, x2, ..., xn) yang memenuhi persamaan
∑
= = n 1 j j jx kp . Konstan k dapat dieliminasikan dengan menggunakan suatu titik tertentu misalnya x0 di H. Jika x0 ∈ H, maka akan memenuhi px0 = k, dan setiap x∈ H, kita miliki
px = k. Jadi dengan proses mengurangkannya kita peroleh p(x - x0) = 0, dimana x0
sebarang titik tetap di H. Bidang banyak adalah konveks.
Gambar berikut adalah bidang banyak dan vektor normal p, dimana p ortogonal terhadap x- x0.
Gambar 1.4. Bidang banyak
Bidang banyak membagi Rn dalam dua daerah, yang disebut ruang paruh
(halfspaces). Dengan demikian ruang paruh adalah himpunan titik-titik yang berbentuk {x: px ≥ k}, dimana p vektor tak-nol di Rn dam k skalar. Sedangkan ruang paruh yang satunya
{x: px ≤ k}. Irisan kedua ruang paruh adalah bidang banyak dan gabungan kedua ruang paruh tersebut adalah Rn.
Gambar 1.5. Ruang Paruh.
Berkaitan dengan x0 titik tetap di bidang banyak, maka kedua ruang paruh dapat
dinyatakan dengan {x : p(x – x0) ≥ 0} atau {x : p(x – x0) ≤ 0}. Gambar di atas
memperlihatkan ruang paruh yang pertama yang terdiri dari titik-titik x sedemikian hingga (x – x0) membentuk sudut lancip (≤ 90°) terhadap p, dan ruang paruh yang kedua terdiri
dari titik-titik x sedemikian hingga (x – x0) membentuk sudut tumpul (≥ 90°) terhadap p.
6. Fungsi konveks dan fungsi konkav
Fungsi f : Rn → R disebut konveks jika untuk dua vektor x1 dan x2 di Rn berlaku:
f (λx1 + (1- λ)x2) ≤ λ f (x1) + (1- λ) f (x2), untuk semua λ ∈[0 , 1].
Selanjutnya fungsi f : Rn → R disebut konkav jika -f adalah fungsi konveks. Jadi fungsi f
adalah konkav jika memenuhi pertidaksamaan berikut:
f (λx1 + (1- λ)x2) ≥ λ f (x1) + (1- λ) f (x2), untuk semua λ ∈[0 , 1].
(a) (b) (c) Gambar 1.6. Contoh fungsi konveks dan fungsi konkav
Gambar (a) adalah fungsi konveks, λ f (x1) + (1- λ) f (x2) digambarkan sebagai titik
pada tali busur yang menghubungkan f (x1) dan f (x2), sedangkan f (λx1 + (1- λ)x2) adalah
titik pada f yang menghubungkan f (x1) dan f (x2).
Dapat dilihat dari gambar bahwa λ f (x1) + (1- λ) f (x2) berada diatas f (λx1 + (1- λ)x2).
Jadi f (λx1 + (1- λ)x2) ≤ λ f (x1) + (1- λ) f (x2), yang berarti f konveks.
Dengan analogi yang sama, maka dapat dilihat bahwa gambar (b) adalah fungsi konkav dan gambar (c) menggambarkan fungsi yang bukan konveks maupun konkav.
7. Representasi Himpunan Polihedral (Polihedron)
Polihedral adalah sebuah bangun yang dibentuk oleh beberapa halfspace atau sebuah bangun yang dibentuk oleh oleh sistem pertidaksamaan linear. Misalnya, X adalah Polihedral yang dibatasi oleh:
-3x1 + x2 ≤ -2
- x1 + x2 ≤ 2
-x1 + 2x2 ≤ 8
-x2 ≤ -2
x1 ≥ 0, x2 ≥ 0.
Polihedral dapat merupakan hipunan terbatas, dan dapat pula tak terbatas.
a. Himpunan Polihedral terbatas
Himpunan Polihedral terbatas adalah himpunan polihedral yang memenuhi kriteria bahwa terdapat bilangan k sehingga untuk setiap x pada himpunan berlaku x < k.
Gambar 5 adalah polihedral terbatas dengan enam halfspace dan memiliki enam titik ekstrim, yaitu x1, x2, x3, x4, x5, x6.
x adalah titik di dalam polihedral, maka x dapat dinyatakan dengan kombinasi konveks y dan x1 :
x = λ y + (1 – λ) x1, dengan λ ∈ (0 , 1).
Selanjutnya y itu sendiri merupakan kombinasi konveks dari x3 dan x4:
y = ηx3 + (1 – η) x4, dengan η∈ (0 , 1).
Dengan mensubstitusikan x3 dan x4 kedalam y maka kita peroleh:
x = ληx3 + λ (1 – η) x4 + (1 – λ) x1
Karena λ ∈ (0 , 1) dan η∈ (0 , 1), maka λη, λ (1 – η) , (1 – λ) ∈ (0 , 1). Juga memenuhi λη+ λ (1 – η) + (1 – λ). Dengan kata lain, x dapat direpresentasikan sebagai kombinasi konveks terhadap titik-titik ekstrim x1, x3, x4.
Hal ini dapat diambil genaralisasi bahwa setiap titik dalam himpunan polihedral terbatas, dapat dinyatakan sebagai kombinasi konveks dari titik-titik ekstrimnya.
b. Himpunan Polihedral tak-terbatas
Dalam polihedral tak-terbatas, maka sebuah titik dapat di representasikan dalam kombinasi titik ekstrim dan arah ekstrim himpunan. Gambaran berikut adalah sebuah titik representasi sebuah titik pada polihedral tak terbatas.
Gambar 1.8. Repesentasi titik pada Polihedral tak-terbatas
Misalkan x ∈ X sebarang, maka x = s + d, s dapat dinyatakan dengan kombinasi konveks dari x2 dan x4 yaitu s = λ1x1 + λ2x2 sedangkan d dapat dinyatakan dengan kombinasi dari
8. Teorema Representasi Bentuk Umum
Misalkan X = {x : Ax ≤ b, x ≥ 0} himpunan tak-kosong (polihedron). Maka himpinan titik-titik ekstrim tak-kosong dan banyaknya titik-titik tersebut berhingga, sebut x1,
x2, x3, . . . , xk. Selanjutnya himpunan arah adalah kosong jika dan hanya jika X terbatas.
Jika X tak-terbatas, maka himpunan arah tak-kosong dan memiliki sejumlah berhingga vektor, sebut d1,d2, . . ., dm. Kemudian, x ∈ X jika dan hanya jika x dapat dinyatakan
sebagai kombinasi konveks dari x1, x2, x3, . . . , xk ditambah dengan kombinasi linear tak
negatif dari d1,d2, . . ., dm yaitu,
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
= == = = == = + ++ + = == = m j j j k j j jx d x 1 1 η λ∑
∑
∑
∑
= == = = == = k j j 1 1 λ , m ,..., , j , k ,..., , j , j j 2 1 0 2 1 0 = == = ≥ ≥≥ ≥ = == = ≥ ≥≥ ≥ η λ Bukti.Tidak dibuktikan dalam buku ini.
Akibat.
Untuk sebarang x*∈X dapat direpresentasikan sebagai
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
= == = = == = + ++ + = == = m j j j k j j j * d x x 1 1 η λ ,∑
∑
∑
∑
= == = = == = k j j 1 1 λ , m ,..., , j , , k ,..., , j , j j ≥≥≥≥0 ====12 η ≥≥≥≥0 ====12 λ . Soal-soal1. Tunjukkan bahwa hyperplane H = {x : px = k} dan halfspace H*= {x : px ≥ k} adalah
himpunan konveks.
2. Buatlah grafik yang menggambarkan himpunan yang memenuhi
{(x1,x2) : -x1 + x2 ≤ 2, x1 + 2x2 ≤ 8, x1 ≥ 0, x2 ≥ 0}. Apakah himpunan ini konveks ?
3. Buatlah grafik yang menggambarkan himpunan yang memenuhi
4. Misalkan a1 = (1 , 0), a2 = (2 , 3), a3 = (-1 , 4), a4 = (5 , -3), a5 = (-4 , 4). Ilustrasikan
secara geometri kombinasi konveks dari ke-lima titik ini.
5. Tentukan fungsi-fungsi berikut konveks, konkaf atau tidak keduanya.
a. f(x) = 2x b. f(x) = x2
c. f(x) = x3
d. f(x1,x2) = x12 + 3 x2
6. Misalkan himpunan X = {(x1,x2) : x1 + 2x2 ≥ 2, x1 - 2x2 ≥ -6, x1 ≥ 0, dan x2 ≥ 1}.
Tentukan arah himpunan X ini.
7. Diketahui himpunan X = {(x1,x2) : x1 + 2x2 ≥ 2, x1 - 2x2 ≥ -6, x1 ≥ 0, dan x2 ≥ 1}.
Nyatakan titik-titik berikut sebagai kombinasi konveks dan arah himpunan: a. (1 , 1)
b. (1 , 2) c. (2 , 1) d. (3 , 2) e. (6 , 3)
60
Transportasi
1. Metode Transportasi
Metode transportasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama atau sejenis ke tempat tujuan secara optimal. Distribusi ini dilakukan sedemikian rupa sehingga permintaan dari beberapa tempat tujuan dapat dipenuhi dari beberapa tempat asal yang masing-masing dapat memiliki permintaan atau kapasitas yang berbeda. Dengan menggunakan metode transportasi, dapat diperoleh suatu alokasi distribusi barang yang dapat meminimalkan total biaya transportasi. Selain untuk mengatur distribusi pengiriman barang, metode transportasi juga dapat digunakan untuk masalah lain, seperti penjadwalan dalam proses produksi agar memperoleh total waktu proses pengerjaan yang terendah, penempatan persediaan agar mendapatkan total biaya persediaan terkecil, atau pembelanjaan modal agar mendapatkan hasil investasi yang terbesar. Dalam kaitannya dengan perencanaan fasilitas, metode transportasi dapat digunakan untuk memilih suatu lokasi yang dapat meminimalkan total biaya operasi.
Suatu perusahaan memerlukan pengelolaan data dan analisis kuantitatif yang akurat, cepat serta praktis dalam penggunaannya. Dalam perhitungan secara manual membutuhkan waktu yang lebih lama, sementara pertimbangan efisiensi waktu dalam perusahaan sangat diperhatikan. Dengan demikian diperlukan adanya suatu alat, teknik maupun metode yang praktis, efektif dan efisien untuk memecahkan permasalahan tersebut.
2. Permasalahan dalam Metode Transportasi
Masalah ini merupakan masalah pengangkutan sejenis barang dari beberapa sumber ke beberapa tujuan. Pengalokasian produk dari sumber yang bertindak sebagai penyalur ke tujuan yang membutuhkan barang bertujuan agar biaya pengangkutannya seminimal mungkin dari seluruh permintaan dari tempat tujuan dipenuhi. Model transportasi
digunakan untuk menyelesaikan masalah distribusi barang dari beberapa sumber ke beberapa tujuan. Asumsi sumber dalam hal ini adalah tempat asal barang yang hendak dikirim, sehingga dapat berupa pabrik, gudang, grosir, dan sebagainya. Sedangkan tujuan diasumsikan sebagai tujuan pengiriman barang. Dengan demikian informasi yang harus ada dalam masalah transportasi meliputi: banyaknya daerah asal beserta kapasitas barang yang tersedia untuk masing tempat, banyaknya tempat tujuan beserta permintaan (demand) barang untuk masing-masing tempat dan jarak atau biaya angkut untuk setiap unit barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan.
Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas contoh masalah transportasi yang terlihat pada Tabel 1.1. berikut:
Tabel 1.1 Kapasitas pabrik, Permintaan di Lapangan (Demand), dan biaya satuan pengangkutan
Origin (Tempat
Asal)
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 O1 8 1 6 6 7 90 O2 1 12 4 7 7 70 O3 10 15 6 9 1 90 O4 Demand (Permin-taan) 80 50 90 60 70 350
Tabel 1.1. di atas menggambarkan bahwa jumlah kapasitas pabrik O1, O2, O3, dan
O4 berturut-turut: 100, 90, 70, dan 90, sedangkan permintaan pasar di lapangan D1, D2, D3,
permintaan D1 adalah 12, biaya satuan dari pabrik O1 ke permintaan D2 adalah 4, dan
seterusnya, sampai biaya satuan dari pabrik O3 ke permintaan D5 adalah 1. Untuk
menyelesaikan permasalahan transportasi ini ada beberapa metode antara lain: Metode North West Corner (NWC), metode Inspeksi, dan metode pendekatan Vogel (Vogel Approximation Methods atau disingkat VAM).
a. Beberapa Metode dalam Penyelesaian Masalah Transportasi (Penyelesaian awal) i. North West Corner (NWC)
Sesuai nama aturan ini, maka penempatan pertama dilakukan di sel paling kiri dan paling atas (northwest) matriks kemudian bergerak ke kanan atau ke bawah sesuai permintaan dan kapasitas produksi yang sesuai.
Besar alokasi ini akan mencukupi salah satu, kapasitas tempat asal baris pertama dan atau permukaan tempat tujuan dari kolom pertama. Jika kapasitas tempat asal pertama terpenuhi kita bergerak ke bawah menyusur kolom pertama dan menentukan alokasi yang akan mencukupi atau kapasitas tempat asal baris kedua atau mencukupi tujuan yang masih kurang dari kolom pertama. Di lain pihak, jika alokasi pertama memenuhi permintaan tempat tujuan di kolom pertama, kita bergerak ke kanan di baris pertama dan kemudian menentukan alokasi yang kedua atau yang memenuhi kapasitas tersisa dari baris satu atau memenuhi permintaan tujuan dari kolom dua dan seterusnya. Untuk masalah seperti pada Table 1.1 di atas, maka apabila diselesaikan dengan metode NWC akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Penggunaan metode NWC mengharuskan sel O1 D1, yang terletak di sudut kiri atas diisi.
Alokasi diterapkan X11 = 80 unit untuk memenuhi permintaan yang ternyata lebih kecil dari
kapasitas O1. Ini berarti permintaan tujuan D1= 80 dapat dipenuhi dari O1. Ternyata
produksi O1 masih mempunyai (100 - 80) = 20 unit kapasitas yang belum disalurkan. Sisa
yang 20 unit ini di alokasikan kepada permintaan D2 yang permintaannya 50 unit. Untuk
memenuhi kekurangan kebutuhan D2, yaitu kurang 30 unit maka diambil dari D2 dengan
demikian maka sel O1D2 atau X12 = 20 dan sel O2D2 atau X22 = 30. Sisa produksi D2
setelah dikurangi 30 unit adalat 60 unit, sisa ini di alokasikan ke sel O2D3 atau X23 yang
Kekurangan 30 unit diambilkan dari produksi O3 sehingga X23 = 70 dan X33 = 30. Sisa
produksi O3 sebanyak 40 unit yaitu (70-30) di alokasikan ke permintaan D4 dan permintaan
D4 sebanyak 60 unit dilengkapi dengan mengambil 20 unit dari produksi O4. Dengan
demikian produksi O4 tersisa 70 unit dialokasikan ke permintaan D5.
Tabel 2.1. Matriks biaya transportasi tiap barang dan jumlah alokasi distribusi barang dari tempat asal (pabrik) ke tempat tujuan (kota tujuan)
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan)
Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 O1 80 20 8 1 6 6 7 90 O2 30 60 1 12 4 7 7 70 O3 30 40 10 15 6 9 1 90 O4 20 70 Permin-taan 80 50 90 60 70 350
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas diperoleh sistem transportasi sebagai berikut: Sel O1D1 atau
X11 = 80, sel O1D2 atau X12 = 20, sel O2D2 atau X22 = 30, sel O2D3 atau X23 = 60, sel O3D3
atau X33 = 30, sel O3D4 atau X34 = 40, sel O4D4 atau X44 = 20, dan sel O4D5 atau X45 = 70.
Besarnya biaya transportasi dengan metode NWC adalah
80 (12) + 20 (4) + 30 (1) + 60 (6) + 30 (4) + 40 (7) + 20 (9) + 70 (1) = 2.080.
ii. Metode Inspeksi
Metode ini untuk persoalan transportasi berdimensi kecil, hal ini akan memberikan pengurangan waktu. Alokasi pertama dibuat terhadap sel yang berkaitan dengan biaya pengangkutan terendah. Sel dengan ongkos terendah ini diisi sebanyak mungkin dengan mengingat persyaratan kapasitas produksi (origin) maupun permintaan tempat tujuan.
Kemudian beralih ke sel termurah berikutnya dan mengadakan alokasi dengan memperhatikan kapasitas yang tersisa dari permintaan baris dan kolom. Dalam perhitungannya metode ini membuat matriks sesuai dengan persyaratan. Untuk permasalahan transportasi di atas apabila dilakukan dengan metode Inspeksi maka langkah-langkahnya sebagai berikut:
Biaya terkecil adalah 1 yaitu pada sel O2D2, O3D1, dan O4D5. Sel-sel ini kita isi dengan
memperhatikan kapasitas dan permintaan, yaitu dengan mencari nilai minimum dari keduanya.
Sel O2D2 kita isi 50, sehingga kapasitas O2 menjadi 40 dan permintaan D2 menjadi 0,
kemudian kolom D2 kita tandai dan tidak kita olah pada program selanjutnya.
Sel O3D1 kita isi 70, sehingga kapasitas O3 menjadi 0 dan permintaan D2 menjadi 10,
kemudian baris O3 kita tandai dan tidak kita olah pada program selanjutnya.
Sel O4D5 kita isi 70, sehingga kapasitas O4 menjadi 20 dan permintaan D5 menjadi 0,
kemudian kolom D5 kita tandai dan tidak kita olah pada program selanjutnya.
Hasil perhitungan di atas ini dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 O1 8 1 6 6 7 40 90 O2 50 1 12 4 7 7 0 70 O3 70 10 15 6 9 1 20 90 O4 70 Permin-taan 10 0 0 80 50 90 60 70 350
Biaya terkecil selanjutnya adalah 5 yang terletak pada sel O1D4. Sel O1D4 kita isi minimum
dari kapasitas O1dan permintaan D4, sehingga kita isi dengan 60 unit. Dengan pengisian
60 unit pada sel O1D4 maka kapasitas O1 menjadi 40 dan permintaan D4 menjadi 0,
kemudian kolom D4 kita tandai dan tidak kita olah pada program selanjutnya. Hasil
perhitungan ini dapat kita hihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 40 100 O1 60 8 1 6 6 7 40 90 O2 50 1 12 4 7 7 0 70 O3 70 10 15 6 9 1 20 90 O4 70 Permin-taan 10 0 50 30 0 0 80 50 90 60 70 350
Biaya terkecil selanjutnya adalah 6 yang terletak pada sel O2D3. dan sel O4D3. Sel O2D3
kita isi minimum dari sisa kapasitas O2 dan permintaan D3, sehingga kita isi dengan 40
unit. Dengan pengisian 40 unit pada sel O2D3 maka kapasitas O2 menjadi 0 dan
permintaan D3 menjadi 50, kemudian baris O2 kita tandai dan tidak kita olah pada program
selanjutnya. Sel O4D3 kita isi minimum dari sisa kapasitas O4 dan sisa permintaan D3,
sehingga kita isi dengan 20 unit. Dengan pengisian 20 unit pada sel O4D3 maka kapasitas
O4 menjadi 0 dan permintaan D3 menjadi 30, kemudian baris 42 kita tandai dan tidak kita
olah pada program selanjutnya.
Tabel 2.4. Tempat
Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 40 100 O1 60 8 1 6 6 7 40 90 O2 50 40 1 12 4 7 7 0 70 O3 70 10 15 6 9 1 20 90 O4 20 70 Permin-taan 10 0 50 30 0 80 50 90 60 70 350
Selanjutnya kekurangan dari permintaan D1 sebanyak 10 unit, dan kekurangan permintaan
D2 sebanyak 30 unit di alokasikan dari sisa produksi D1 yang besarnya 40 unit. Dengan
demikian maka semua permintaan maupun pemawaran telah selesai dan diperoleh Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5. Tempat
Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 40 100 O1 10 30 60 8 1 6 6 7 40 90 O2 50 40 1 12 4 7 7 0 70 O3 70 10 15 6 9 1 20 90 O4 20 70 Permin-taan 10 0 50 30 0 0 80 50 90 60 70 350
Berdasarkan Tabel 2.5 di atas diperoleh sistem transportasi sebagai berikut: X11 = 10, X13
= 30, X14 = 60, X22 = 50, X23 = 40, X31 = 70, X43 = 20, dan X45 = 70. Besarnya biaya
transportasi dengan metode Inspeksi adalah
10 (12) + 30 (9) + 60 (5) + 50 (1) + 40 (6) + 70 (1) + 20 (6) + 70 (1) = 1240.
iii. Metode VAM ( Vogel Approximation Method)
Metode VAM ini didasarkan atas “beda kolom” dan “beda baris” yang menentukan perbedaan antara dua ongkos termurah dalam satu kolom atau satu baris. Setiap perbedaan dapat dianggap sebagai “penalti”, karena menggunakan route termurah. Beda baris atau beda kolom berkaitan dengan penalti tertinggi, merupakan baris atau kolom yang akan diberi alokasi pertama. Alokasi pertama ini, atau menghabiskan tempat Kapasitas produksi, atau menghabiskan permintaan tujuan atau kedua-duanya.
Untuk memperjelas metode ini, marilah kita mengerjakan soal yang sama dengan diatas dengan menggunakan metode VAM.
Masalah transportasi ini adalah: Tabel 2.6.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik Beda Baris D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 O1 100 8 1 6 6 7 O2 90 1 12 4 7 7 O3 70 10 15 6 9 1 O4 90 Permin-taan 80 50 90 60 70 350 Beda Kolom
Besarnya beda baris dan beda kolom adalah sebagai berikut. Tabel 2.7. Beda baris dan beda kolom.
Baris atau kolom Dua biaya termurah Beda baris atau beda kolom Baris O1 4 dan 5 1 Baris O2 1 dan 6 5 Baris O3 1 dan 4 3 Baris O4 1 dan 6 5 Kolom D1 1 dan 8 7 Kolom D2 1 dan 4 3 Kolom D3 4 dan 6 2 Kolom D4 5 dan 6 1 Kolom D5 1 dan 7 6
Beda baris atau beda kolom terbesar adalah 7 yaitu pada kolom D1, biaya termurah kolom
D1 adalah 1 yaitu pada sel O3D1. Oleh karena itu sel O3D1 ini diisi terlebih dahulu, yang
besarnya adalam minimum kapasitas O3 dan permintaan D1 yaitu 70. Dengan mengisi sel
O3D1 sebesar 70, maka kapasitas O3 menjadi 0 dan permintaan D1 menjadi 10. Dengan
demikian baris O3 kita tandai dan tidak dimasukkan dalam program selanjutnya.
Hasil perhitungan ini dapat kita lihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8.
Origin (Tempat
Asal)
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas
Pabrik Beda Baris D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 O1 100 1 8 1 6 6 7 O2 90 5 1 12 4 7 7 O3 70 70 3 10 15 6 9 1 O4 90 5 Demand (Permin-taan) 10 80 50 90 60 70 350 Beda Kolom 7 3 2 1 6
Besarnya beda baris dan beda kolom berikutnya adalah sebagai berikut. Tabel 2.9. Beda baris dan beda kolom
Baris atau kolom Dua biaya termurah Beda baris atau beda kolom Baris O1 4 dan 5 1 Baris O2 1 dan 6 5 Baris O4 1 dan 6 5 Kolom D1 8 dan 10 2 Kolom D2 1 dan 4 3 Kolom D3 6 dan 6 0 Kolom D4 5 dan 6 1 Kolom D5 1 dan 7 6
Beda baris atau beda kolom terbesar adalah 6 yaitu pada kolom D5, biaya termurah kolom
D5 adalah 1 yaitu pada sel O4D5. Oleh karena itu sel O4D5 ini diisi terlebih dahulu, yang
besarnya adalam minimum kapasitas O4 dan permintaan D5 yaitu 70. Dengan mengisi sel
O4D5 sebesar 70, maka kapasitas O4 menjadi 20 dan permintaan D5 menjadi 0. Dengan
demikian kolom D5 kita tandai dan tidak dimasukkan dalam program selanjutnya.
Hasil perhitungan ini dapat kita lihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik Beda Baris D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 O1 100 1 8 1 6 6 7 O2 90 5 1 12 4 7 7 0 O3 70 70 10 15 6 9 1 20 O4 70 90 5 Permin-taan 10 0 80 50 90 60 70 350 Beda Kolom 2 3 0 1 6
Besarnya beda baris dan beda kolom berikutnya adalah sebagai berikut. Tabel 2.11. Beda baris dan beda kolom
Baris atau kolom Dua biaya termurah Beda baris atau beda kolom Baris O1 4 dan 5 1 Baris O2 1 dan 6 5 Baris O4 6 dan 9 3 Kolom D1 8 dan 10 2 Kolom D2 1 dan 4 3 Kolom D3 6 dan 6 0 Kolom D4 5 dan 6 1
Beda baris atau beda kolom terbesar adalah 5 yaitu pada baris O2, biaya termurah kolom
O2 adalah 1 yaitu pada sel O2D2. Oleh karena itu sel O2D2 ini diisi terlebih dahulu, yang
besarnya adalam minimum kapasitas O2 dan permintaan D2 yaitu 50. Dengan mengisi sel
O2D2 sebesar 50, maka kapasitas O2 menjadi 40 dan permintaan D2 menjadi 0. Dengan
demikian kolom D2 kita tandai dan tidak dimasukkan dalam program selanjutnya.
Hasil perhitungan ini dapat kita lihat pada Tabel 2.12. Tabel 2.12.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas
Pabrik Beda Baris D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 O1 100 1 8 1 6 6 7 40 O2 50 90 5 1 12 4 7 7 0 O3 70 70 10 15 6 9 1 20 O4 70 90 3 Permin-taan 10 0 0 80 50 90 60 70 350 Beda Kolom 2 0 1 6
Besarnya beda baris dan beda kolom berikutnya adalah sebagai berikut. Tabel 2.13. Beda baris dan beda kolom.
Baris atau kolom Dua biaya termurah Beda baris atau beda kolom Baris O1 4 dan 9 4 Baris O2 6 dan 6 0 Baris O4 6 dan 9 3 Kolom D1 8 dan 10 2 Kolom D3 6 dan 6 0 Kolom D4 5 dan 6 1
Beda baris atau beda kolom terbesar adalah 4 yaitu pada baris O1, biaya termurah baris
O1 adalah 5 yaitu pada sel O1D4. Oleh karena itu sel O1D4 ini diisi terlebih dahulu, yang
besarnya adalam minimum sisa kapasitas O1 dan permintaan D4 yaitu 60. Dengan mengisi
sel O1D4 sebesar 60, maka kapasitas O1 menjadi 40 dan permintaan D4 menjadi 0.
Dengan demikian baris O4 kita tandai dan tidak dimasukkan dalam program selanjutnya.
Hasil perhitungan ini dapat kita lihat pada Tabel 2.14. Tabel 2.14.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas
Pabrik Beda Baris D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 40 O1 60 100 4 8 1 6 6 7 40 O2 50 90 0 1 12 4 7 7 0 O3 70 70 10 15 6 9 1 20 O4 70 90 3 Permin-taan 10 0 0 0 80 50 90 60 70 350 Beda Kolom 2 0 1
Besarnya beda baris dan beda kolom berikutnya adalah sebagai berikut. Tabel 2.15. Beda baris dan beda kolom.
Baris atau kolom Dua biaya termurah Beda baris atau beda kolom Baris O1 9 dan 12 3 Baris O2 6 dan 8 2 Baris O4 6 dan 10 4 Kolom D1 8 dan 10 2 Kolom D3 6 dan 6 0
Beda baris atau beda kolom terbesar adalah 4 yaitu pada baris O4, biaya termurah baris
O4 adalah 6 yaitu pada sel O4D3. Oleh karena itu sel O4D3 ini diisi terlebih dahulu, yang
besarnya adalam minimum sisa kapasitas O4 dan permintaan D3 yaitu 20. Dengan mengisi
sel O4D3 sebesar 20, maka kapasitas O4 menjadi 0 dan permintaan D2 menjadi 80.
Dengan demikian baris O4 kita tandai dan tidak dimasukkan dalam program selanjutnya.
Hasil perhitungan ini dapat kita lihat pada Tabel 2.16. Tabel 2.16.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik Beda Baris D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 40 O1 60 100 3 8 1 6 6 7 40 O2 50 90 2 1 12 4 7 7 0 O3 70 70 10 15 6 9 1 20 0 O4 20 70 90 4 Permin-taan 10 0 70 0 0 80 50 90 60 70 350 Beda Kolom 2 0 1
Besarnya beda baris dan beda kolom berikutnya adalah sebagai berikut. Tabel 2.17. Beda baris dan beda kolom.
Baris atau kolom Dua biaya termurah Beda baris atau beda kolom
Baris O1 9 dan 12 3
Baris O2 6 dan 8 2
Kolom D1 8 dan 12 4
Kolom D3 6 dan 9 3
Beda baris atau beda kolom terbesar adalah 4 yaitu pada kolom D1, biaya termurah kolom
O1 adalah 8 yaitu pada sel O2D1. Oleh karena itu sel O2D1 ini diisi terlebih dahulu, yang
besarnya adalam minimum sisa kapasitas O2 dan permintaan D1 yaitu 10. Dengan mengisi
sel O2D1 sebesar 10, maka kapasitas O2 menjadi 30 dan permintaan D1 menjadi 0.
Dengan demikian baris D1 kita tandai dan tidak dimasukkan dalam program selanjutnya.
Hasil perhitungan ini dapat kita lihat pada Tabel 2.18. Tabel 2.18.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas
Pabrik Beda Baris D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 40 0 O1 40 60 100 3 8 1 6 6 7 40 30 O2 10 50 30 90 2 1 12 4 7 7 0 O3 70 70 10 15 6 9 1 20 0 O4 20 70 90 Permin-taan 10 0 0 70 0 0 80 50 90 60 70 350 Beda Kolom 4 3
Terakhir kekurangan kebutuhan D3 dicukupi oleh sisa dari O1 sebanyak 40 dan sisa O2
X14 = 60, X21 = 10, X22 = 50, X23 = 30, X31 = 70, X43 = 20, dan X45 = 70. Besarnya biaya
transportasi dengan metode VAM adalah
40 (9) + 60 (5) + 10 (8) + 50 (1) + 30 (6) + 70 (1) + 20 (6) + 70 (1) = 1230. b. Menentukan Nilai Optimal
Dari ketiga metode tersebut di atas dapat kita lihat bahwa metode yang paling sederhana adalah metode NWC, tetapi hasil dari metode ini umumnya kurang memuaskan. Sedangkan dengan metode VAM hasilnya paling baik, tetapi perhitungannya cukup rumit. Metode Inspeksi secara perhitungan sederhana, tetapi hasilnya mendekati dengan matode VAM.
Jika kita diberi pertanyaan, metode mana yang akan dipakai untuk menyelesaikan masalah transportasi?. Maka jawabnya tergantung banyaknya sumber (banyaknya tempat produksi), banyaknya tempat tujuan serta waktu yang disediakan untuk memutuskan. Bilamana diberi waktu yang cukup, maka akan digunakan metode VAM, tetapi apabila waktu untuk memutuskan sempit maka metode Inspeksi sudah cukup baik.
Masalah yang perlu ditanyakan lagi ialah apakah dengan metode Inspeksi atau VAM telah mencapai biaya optimum?. Untuk menjawab pertanyaan ini, ada dua metode untuk mengetahui apakah sudah optimum atau belum, untuk mengetahui optimalitas model transportasi digunakan metode Steppingstone atau metode Modi.
i. Metode Steppingstone
Metode Steppingstone bekerja dengan mempertimbangkan ”opportinity cost” dari sel kosong, yaitu berkurangnya biaya akibat pemindahan model pengangkutan bilamana sel kosong itu diisi satu barang. Sebagai ilustrasi perhatikan contoh berikut:
Tabel 2.19. Menghitung opportunity cost sel kosong Tempat Asal Destination ( Tujuan) Kapasitas D1 D2 D3 O1 10 5 7 100 60 10 30 O2 6 4 9 50 50 Permintaan 60 60 30
Dari Tabel 2.19 di atas, sel kosong adalah sel O2D1 dan sel O2D3, dengan biaya transportasi = 60 (10) + 10 (5) + 30 (7) + 50 (4) = 1.060 Untuk sel O2D1. Tabel 2.19.a. D1 D2 O1 10 5 -1 +1 O2 6 4 +1 -1
Andaikan sel O2D1 ini diisi satu barang, maka supaya kondisi seimbang sel O1D1 dan sel
O2D2 dikurangi satu dan sel O1D2 ditambah satu. Sekarang perhatikan loop O2D1 → O1D1
→ O1D2 → O2D2. Berturut-turut tambah 1, kurang 1, tambah 1, kurang 1. Perubahan
biaya adalah = 6 - 10 + 5 – 4 = -3. Jadi opportunity cost sel O2D1 adalah 3. Ini artinya
bahwa apabila kita mengisi sel O2D1 satu barang, maka terjadi pengurangan biaya
sebesar 3.
Untuk sel O2D3.
Andaikan sel O2D3 ini diisi satu barang, maka supaya kondisi seimbang sel O2D2 dan sel
O1D3 dikurangi satu dan sel O2D1 ditambah satu. Sekarang perhatikan loop O2D3 → O2D2
→ O1D2 → O1D3. Berturut-turut tambah 1, kurang 1, tambah 1, kurang 1. Perubahan
biaya adalah = 9 - 4 + 5 – 7 = 3. Jadi opportunity cost sel O2D3 adalah -3. Ini artinya bila
kita mengisi sel O2D3 satu barang, maka terjadi penambahan biaya sebesar 3.
Dari perhitungan di atas, maka sel O2D1 harus diisi sebanyak mungkin, sedangkan sel
O2D3 tidak perlu diisi sebab apabila diisi akan menambah biaya (merugi). Banyaknya
barang yang dapat diisikan pada sel O2D1 adalah minimum isi sel yang terkurangi yaitu
Tabel 2.19.b. Tempat
Asal
Destination (Tujuan) Kapasitas
D1 D2 D3 O1 10 10 5 60 7 30 100 O2 6 50 4 9 50 Permintaan 60 60 30
Dari Tabel 2.19.b di atas, sel kosong adalah sel O2D2 dan sel O2D3.
Untuk sel O2D2.
Andaikan sel O2D2 ini diisi satu barang, maka supaya kondisi seimbang sel O2D1 dan sel
O1D2 dikurangi satu dan sel O1D1 ditambah satu. Sekarang perhatikan loop O2D2 →O2D1
→ O1D1 → O1D2. Berturut-turut tambah 1, kurang 1, tambah 1, kurang 1. Perubahan
biaya adalah = 4 - 6 + 10 – 5 = 3. Jadi opportunity cost sel O2D1 adalah -3. Ini artinya bila
kita mengisi sel O2D2 satu barang, maka terjadi penambahan biaya sebesar 3.
Untuk sel O2D3.
Andaikan sel O2D3 ini diisi satu barang, maka supaya kondisi seimbang sel O2D1 dan sel
O1D3 dikurangi satu dan sel O1D1 ditambah satu. Sekarang perhatikan loop O2D3 → O2D1
→ O1D1 → O1D3. Berturut-turut tambah 1, kurang 1, tambah 1, kurang 1. Perubahan
biaya adalah = 9 - 6 + 10 – 7 = 6. Jadi opportunity cost sel O2D3 adalah -6. Ini artinya bila
kita mengisi sel O2D3 satu barang, maka terjadi penambahan biaya sebesar 6.
Dari perhitungan ini, semua opportunity cost sel kosong adalah negatif, maka Tabel 2.19.b. di atas telah optimal, dengan biaya transportasi = 10 (10) + 60 (5) + 30 (7) + 50 (6) = 910. Ini cocok bila kita hitung dari 1060 – 910 = 150, berasal dari pemindahan 50 satuan barang dengan opportunity cost 3.
Untuk kasus di atas, kita dapat bekerja mulai hasil dari NWC, Inspeksi, atau VAM. Apabila kita mulai dari NWC, langkah pada metode NWC nya mudah, tetapi akan menjadi sukar pekerjaan di Steppingstone, apabila kita mulai dari VAM, maka akan sukar pada langkah di VAM nya, tetapi mudah pada langkah Steppingstone. Langkah yang cukup bijaksana
(meskipu tidak harus), adalah langkah awalnya dengan metode Inspeksi, sebab metode Inspeksi perhitungannya mudah dan hasilnya sudah dekat dengan langkah pada VAM.
Dari langkah awal metode Inspeksi diperoleh hasil seperti Tabel 2.19.c. Tabel 2.19.c
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 O1 10 30 60 8 1 6 6 7 90 O2 50 40 1 12 4 7 7 70 O3 70 10 15 6 9 1 90 O4 20 70 Permin-taan 80 50 90 60 70 350
Dari Tabel 2.19.c di atas kita buat tabel opportunity cost sel kosong seperti pada Tabel 2.19.d berikut:
Tabel 2.19.d. Hasil perhitungan opportunity cost sel kosong No Sel
kosong Loop Perubahan biaya
Opportunity cost 1 O1D2 O1D2→O1D3→O2D3→O2D2 4-9+6-1=0 0
2 O1D5 O1D5→O4D5→O4D3→O1D3 9-1+6-9=5 -5
3 O2D1 O2D1→O1D1→O1D3→O2D3 8-12+9-6=-1 1
4 O2D4 O2D4→O2D3→O1D3→O1D4 6-6+9-5=4 -4
5 O2D5 O2D5→O4D5→O4D3→O2D3 7-1+6-6=6 -6
6 O3D2 O3D2→O3D1→O1D1→O1D3→O2D3→O2D2 12-1+12-9+6-1=19 -19
7 O3D3 O3D3→O3D1→O1D1→O1D3 4-1+12-9=6 -6
8 O3D4 O3D4→O3D1→O1D1→O1D4 7-1+12-5=13 -13
9 O3D5 O3D5→O4D5→O4D3→O1D3→O1D1→O3D1 7-1+6-9+12-1=14 -14
10 O4D1 O4D1→O1D1→O1D3→O4D3 10-12+9-6=1 -1
11 O4D2 O4D2→O2D2→O2D3→O4D3 15-1+6-6=14 -14
Dari tabel 2.19.d. di atas, terlihat bahwa opportunity cost terbesar adalah pada sel O2D1
sehingga sel ini harus diisi sebanyak mungkin. Sel ini diisi sebanyak minimun dari sel O1D1
dan O2D3 yaitu sebanyak 10. Sehingga Tabel 2.19.d. menjadi Tabel 2.19.e berikut:
Tabel 2.19.e. Tempat
Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 O1 40 60 8 1 6 6 7 90 O2 10 50 30 1 12 4 7 7 70 O3 70 10 15 6 9 1 90 O4 20 70 Permin-taan 80 50 90 60 70 350
Dari Tabel 2.19.e. di atas kita buat tabel opportunity cost semua sel kosong sehingga diperoleh Tabel 2.19.f berikut:
Tabel 2.19.f. No Sel
kosong Loop Perubahan biaya
Opportunity cost 1 O1D1 O1D2→O1D3→O2D3→O2D1 12-9+6-8=1 -1
2 O1D2 O1D2→O1D3→O2D3→O2D2 4-9+6-1=0 0
3 O1D5 O1D5→O4D5→O4D3→O1D3 9-1+6-9=5 -5
4 O2D4 O2D4→O2D3→O1D3→O1D4 6-6+9-5=3 -3
5 O2D5 O2D5→O4D5→O4D3→O2D3 7-1+6-6=6 -6
6 O3D2 O3D2→O3D1→O2D1→O2D3 12-1+8-1=18 -18
7 O3D3 O3D3→O3D1→O2D1→O2D3 4-1+8-6=5 -5
8 O3D4 O3D4→O3D1→O2D1→O2D3→O1D3→O1D4 7-1+8-6+9-5=12 -12
9 O3D5 O3D5→O4D5→O4D3→O2D3→O2D1→O3D1 7-1+6-6+8-1=13 -13
10 O4D1 O4D1→O2D1→O2D3→O4D3 10-8+6-6=2 -2
11 O4D2 O4D2→O2D2→O2D3→O4D3 15-1+6-6=14 -14
Dari Tabel 2.19.f. terlihat bahwa tidak ada lagi sel kosong yang mempunyai opportunity cost positif, ini berarti bahwa Tabel 2.4.f telah optimal, dengan biaya transportasi =40 (9) + 60 (5) + 10 (8) + 50 (1) + 30 (6) + 70 (1) + 20 (6) + 70(1) = 1.230.
Sebagai catatan bahwa opportunity cost sel O1D2 adalah nol, ini berarti bahwa sel ini diisi
maupun tidak, tidak akan menambah atau mengurangi biaya transportasi.
ii. Modified Distribution Method (MODI)
Pada penyelesaian metode Steppingstone umumnya akan mengalami kesulitan utama pada menentukan “loop”, apalagi kalau banyaknya sumber (tempat asal) atau tempat tujuan banyak. Metode Modi meniadakan loop yang banyak, dimana pada metode Modi ini setiap langkah mencari opportunity cost terbesar hanya memerlukan satu kali loop.
Untuk membahas metode ini, perlu dikenalkan beberapa istilah / singkatan yang akan digunakan untuk merumuskan masalah transportasi.
Misalkan banyaknya tempat asal adalah m dan banyaknya tempat tujuan n, dan misalkan Oi = tempat asal ke i, dimana i = 1, 2, ..., m.
Dj = tempat tujuan ke j, dimana j = 1, 2, ..., n.
Cij = besarnya biaya satuan pengiriman barang dari Oi ke Dj.
Vi = bilangan baris, dimana i = 1, 2, ..., m.
Uj = bilangan kolom, dimana j = 1, 2, ..., n.
Kij = bilangan sel kosong.
Langkah-langkah menghitung opportunity cost sel kosong.
1. Menghitung Vi dan Uj berdasarkan sel yang telah terisi sehingga dengan
hubungan Cij = Vi + Uj. Dimana pertama kali kita dapat memberikan sebarang
bilangan pada salah satu Vi atau Uj.
2. Menghitung Kij pada sel kosong dengan ketentuan Kij = Vi + Uj.
3. Menghitung opportunity cost sel kosong dengan ketentuan Opportunity cost = Kij – Cij.
Tabel 2.19.f Tempat
Asal
Destination ( Tujuan) Kapasitas Bil Baris (Vi) D1 D2 D3 O1 10 60 5 10 7 30 100 0 O2 K21 6 4 50 K23 9 50 – 1 Permintaan 60 60 30 Bil Kolom (Uj) 10 5 7
Misalkan kita ambil sebarang bilangan untuk V1 = 0, maka kita kita peroleh:
U1 = C11 – V1 = 10 – 0 = 10 U2 = C12 – V1 = 5 – 0 = 5 U3 = C13 – V1 = 7 – 0 = 7 V2 = C22 – U2 = 4 – 5 = –1 K21 = V2 + U1 = (–1) + 10 = 9 K23 = V2 + U3 = (–1) + 7 = 6
Opportunity cost sel O2D1 = K21 – C21 = 9 – 6 = 3
Opportunity cost sel O2D3 = K23 – C23 = 6 – 9 = –3
Selanjutnya kita akan menghitung opportunity cost sel kosong pada masalah di atas dengan Modi. Pertama misalkan kita ambil Tabel hasil dari metode Inspeksi yaitu seperti Tabel 2.19.g berikut:
Tabel 2.19.g. Tempat
Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik Bil Baris (Vi) D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 0 O1 10 30 60 8 1 6 6 7 90 O2 50 40 1 12 4 7 7 70 O3 70 10 15 6 9 1 90 O4 20 70 Perminta an 350 80 50 90 60 70 Bil. Kolom
Misalkan kita ambil V1 = 0, maka U1 = 12, U3 = 9, U4 = 5.
Dari U1 = 12, diperoleh V3 = -11, dari U3 = 9, diperoleh V2 = -3, dan V4 = -3, dari V2 = -3,
diperoleh U2 = 4, dan dari V4 = -3, diperoleh U5 = 4.
Selanjutnya dengan menghitung Kij = = Vi + Uj, maka kita peroleh Tabel 2.19.h.
Tabel 2.19.h. Tempat
Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas
Pabrik Bil Baris (Vi) D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 0 O1 10 30 60 8 1 6 6 7 90 -3 O2 50 40 1 12 4 7 7 70 -11 O3 70 10 15 6 9 1 90 -3 O4 20 70 Perminta an 350 80 50 90 60 70 Bil. Kolom 12 4 9 5 4
Tabel 2.19.i. Hasil Perhitungan Opportunity cost sel kosong No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Sel kosong O1D2 O1D5 O2D1 O2D4 O2D5 O3D2 O3D3 O3D4 O3D5 O4D1 O4D2 O4D4 Opp cost 0 -5 1 -4 -6 -19 -6 -13 -14 -1 -14 -7
Dari hasil ini, bandingkan dengan Tabel 2.19.d.
c. Penyelesaian Masalah Transportasi dengan Program Komputer i. Program Lindo
Seperti pada penyelesaian program Linear dengan Lindo, masalah transportasi juga dapat dikerjakan dengan Lindo, yaitu dengan memandang masalah transportasi sebagai program Linear. Berikut akan dibahas masalah transportasi yang sama di atas, tetapi solusinya dengan Program Lindo.
Tempat Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 O1 8 1 6 6 7 90 O2 1 12 4 7 7 70 O3 10 15 6 9 1 90 O4 Permintaan 350 80 50 90 60 70
Misalkan banyaknya barang pada sel Xij yaitu banyaknya barang yang dikirim dari pabrik
Oi ke permintaan Dj, dan cij adalah biaya satuan pengiriman dari pabrik Oi ke permintaan
Dj, maka basarnya biaya pengiriman adalah:
Z =
∑
XijcijDengan syarat untuk setiap j,
∑
Xij = permintaanDj, dan Untuk setiap i,∑
Xij =kapasitasOi.Dari ketentuan ini, untuk kasus masalah transportasi ini, maka kita peroleh model. Minimumkan biaya: 12X11 + 4X12 +9 X13 + 5X14 + 9X15 + 8X21 + 1X22 + 6X23 + 6X24 + 7X25 + 1X31 + 12X32 + 4X33 + 7X34 + 7X35 + 10X41 + 15 X42 + 6X43 + 9X44 + 1X45 Dengan syarat X11 + X21 + X31 + X41 = 80 X12 + X22 + X32 + X42 = 50 X13 + X23 + X33 + X43 = 90
X14 + X24 + X34 + X44 = 60 X15 + X25 + X35 + X45 = 70 Dan X11 + X12 + X13 + X14 + X15 =100 X21 + X22 + X23 + X24 + X25 = 90 X31 + X32 + X33 + X34 + X35 =70 X41 + X42 + X43 + X44 + X45 = 90
Xij ≥ 0, untuk setiap i dan j.
Dalam menyelesaikan program linear maupun masalah transportasi, indeks ditulis sejajar dengan variabelnya sehingga dalam penulisan pada Lindo sebagai berikut.
MIN 12X11+4X12+9X13+5X14+9X15+8X21+1X22+6X23+6X24+7X25 +1X31+12X32+4X33+7X34+7X35+10X41+15X42+6X43+9X44+1X45 SUBJECT TO X11+X12+X13+X14+X15=100 X21+X22+X23+X24+X25=90 X31+X32+X33+X34+X35=70 X41+X42+X43+X44+X45=90 X11+X21+X31+X41=80 X12+X22+X32+X42=50 X13+X23+X33+X43=90 X14+X24+X34+X44=60 X15+X25+X35+X45=7 END
Setelah program Lindo dijalankan, maka akan diperoleh hasil sebagai berikut.
LP OPTIMUM FOUND AT STEP 8 OBJECTIVE FUNCTION VALUE
1) 1230.000
VARIABLE VALUE REDUCED COST X11 0.000000 1.000000 X12 40.000000 0.000000 X13 0.000000 0.000000 X14 60.000000 0.000000 X15 0.000000 5.000000 X21 10.000000 0.000000 X22 10.000000 0.000000 X23 70.000000 0.000000 X24 0.000000 4.000000 X25 0.000000 6.000000
X31 70.000000 0.000000 X32 0.000000 18.000000 X33 0.000000 5.000000 X34 0.000000 12.000000 X35 0.000000 13.000000 X41 0.000000 2.000000 X42 0.000000 14.000000 X43 20.000000 0.000000 X44 0.000000 7.000000 X45 70.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 0.000000 3) 0.000000 3.000000 4) 0.000000 10.000000 5) 0.000000 3.000000 6) 0.000000 -11.000000 7) 0.000000 -4.000000 8) 0.000000 -9.000000 9) 0.000000 -5.000000 10) 0.000000 -4.000000 NO. ITERATIONS= 8
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
OBJ COEFFICIENT RANGES
VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 12.000000 INFINITY 1.000000 X12 4.000000 0.000000 4.000000 X13 9.000000 INFINITY 0.000000 X14 5.000000 4.000000 INFINITY X15 9.000000 INFINITY 5.000000 X21 8.000000 1.000000 5.000000 X22 1.000000 4.000000 0.000000 X23 6.000000 0.000000 2.000000 X24 6.000000 INFINITY 4.000000 X25 7.000000 INFINITY 6.000000 X31 1.000000 5.000000 INFINITY X32 12.000000 INFINITY 18.000000 X33 4.000000 INFINITY 5.000000 X34 7.000000 INFINITY 12.000000 X35 7.000000 INFINITY 13.000000 X41 10.000000 INFINITY 2.000000 X42 15.000000 INFINITY 14.000000 X43 6.000000 2.000000 5.000000 X44 9.000000 INFINITY 7.000000 X45 1.000000 5.000000 INFINITY RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 100.000000 0.000000 0.000000
3 90.000000 0.000000 0.000000 4 70.000000 0.000000 0.000000 5 90.000000 0.000000 0.000000 6 80.000000 0.000000 0.000000 7 50.000000 0.000000 0.000000 8 90.000000 0.000000 0.000000 9 60.000000 0.000000 0.000000 10 70.000000 0.000000 0.000000
Tampilan yang muncul pada layar editor di atas merupakan penyelesaian suatu masalah transportasi yang dapat diartikan sebagai berikut.
1. Biaya minimum yang diperlukan untuk pengangkutan barang adalah 1.230 yang dapat dibaca dari
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 1230.000
2. Alokasi pengiriman barang dapat diketahui dari nilai value pada hasil berikut.
VARIABLE VALUE REDUCED COST X11 0.000000 1.000000 X12 40.000000 0.000000 X13 0.000000 0.000000 X14 60.000000 0.000000 X15 0.000000 5.000000 X21 10.000000 0.000000 X22 10.000000 0.000000 X23 70.000000 0.000000 X24 0.000000 4.000000 X25 0.000000 6.000000 X31 70.000000 0.000000 X32 0.000000 18.000000 X33 0.000000 5.000000 X34 0.000000 12.000000 X35 0.000000 13.000000 X41 0.000000 2.000000 X42 0.000000 14.000000 X43 20.000000 0.000000 X44 0.000000 7.000000 X45 70.000000 0.000000
a. Dari O1 (tempat asal) dikirimkan ke D2 (tempat tujuan)sebanyak 40 unit, dan ke
D4 sebanyak 60 unit.
b. Dari O2 dikirimkan ke D1 sebanyak 10 unit, ke D2 sebanyak 10 dan dikirim ke
c. Dari O 3 dikirimkan sebanyak 70 unit ke D1.
d. Dari O 4 dikirimkan sebanyak 20 unit ke D3, dan 80 unit ke D5
Reduced Cost adalah lawan dari opportunity cost, jadi apabila Reduced Cost = 4, maka opportunitu costnya = -4. Dengan demikian dari hasil di atas, tidak ada opportunity cost yang positif, jadi program optimal.
Pada masalah transportasi keadaan pasar seimbang artinya jumlah permintaan akan barang sama dengan jumlah kapasitas produksi, maka dual price tidak memiliki makna khusus.
Selanjutnya hasil berikut menunjukkan perubahan yang dibolehkan agar sistem transportasi tetap, dengan biaya optimal.
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
OBJ COEFFICIENT RANGES
VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 12.000000 INFINITY 1.000000 X12 4.000000 0.000000 4.000000 X13 9.000000 INFINITY 0.000000 X14 5.000000 4.000000 INFINITY X15 9.000000 INFINITY 5.000000 X21 8.000000 1.000000 5.000000 X22 1.000000 4.000000 0.000000 X23 6.000000 0.000000 2.000000 X24 6.000000 INFINITY 4.000000 X25 7.000000 INFINITY 6.000000 X31 1.000000 5.000000 INFINITY X32 12.000000 INFINITY 18.000000 X33 4.000000 INFINITY 5.000000 X34 7.000000 INFINITY 12.000000 X35 7.000000 INFINITY 13.000000 X41 10.000000 INFINITY 2.000000 X42 15.000000 INFINITY 14.000000 X43 6.000000 2.000000 5.000000 X44 9.000000 INFINITY 7.000000 X45 1.000000 5.000000 INFINITY
Misalnya c11 dapat turun sampai 11 atau naik sampai tak berhingga, c12 dapat turun sampai 0 dan tidak boleh naik, dan seterusnya.
Hasil terakhir yaitu
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 100.000000 0.000000 0.000000 3 90.000000 0.000000 0.000000 4 70.000000 0.000000 0.000000 5 90.000000 0.000000 0.000000 6 80.000000 0.000000 0.000000 7 50.000000 0.000000 0.000000 8 90.000000 0.000000 0.000000 9 60.000000 0.000000 0.000000 10 70.000000 0.000000 0.000000
Menunjukkan bahwa jumlah produksi maupun jumlah permintaan adalah tetap karena memang keadaan pasar seimbang.
ii. Program Lingo untuk Menyelesaikan Masalah Transportasi
Lingo adalah salah satu program (software) dibawah Winston satu set bersama-sama dengan Lindo. Program Lingo lebih luas cakupannya, namun output (hasil keluaran) nya tidak selengkap program Lindo. Pada program Lingo, dapat mengolah data atau rumusan non-linear, seperti membuat grafik fungsi sinus, fungsi logarirmis, fungsi eksponen, dan lain-lain.
Bentuk pemrograman Lingo juga lebih rumit sedikit, tetapi akan lebih efisien apabila digunakan untuk menyelesaikan masalah transportasi dengan banyak variabel. Karena pada program Lingo disediakan perintah (command) looping dengan perintah for ... loop. Sebagai contoh masalah transportasi yang sudak kita bahas di atas akan dikerjakan dengan program Lingo.
Permasalahan transportasi di atas supaya lebih jelas, kita tulis lkembali tabelnya sebagai berikut.
Tabel Trasportasi Tempat
Asal
Destination (Tempat Tujuan) Kapasitas Pabrik D1 D2 D3 D4 D5 12 4 9 5 9 100 O1 8 1 6 6 7 90 O2 1 12 4 7 7 70 O3 10 15 6 9 1 90 O4 Permintaan 350 80 50 90 60 70
Dengan program Lingo, maka perintah untuk menyelesaikan masalah transportasi ini adalah.
Model: Sets:
ariable/O1, O2, O3, O4/:Asal;
Permintaan/D1, D2, D3, D4, D5/ :Demand ; Links(Kapasitas,Permintaan) :Ship, Cost ; Endsets
Min=@sum(Links:Ship*Cost);
@for(Permintaan(j) :@sum(Kapasitas(i) :Ship(i,j))>Demand(j)) ; @for(Kapasitas(i) :@sum(Permintaan(j) :Ship(i,j))<Asal(i)) ; Data: Asal=100, 90, 70, 90; Demand=80, 50, 90, 60, 70; Cost=12, 4, 9, 5, 9, 8, 1, 6, 6, 7, 1, 12, 4, 7, 7, 10, 15, 6, 9, 1; Enddata End
Dari program di atas nampak bahwa, program Lingo ini sangat baik untuk masalah transportasi khususnya untuk banyak ariable, karena dengan Lingo, kita tidak usah mendefinisikan nama ariable. Perhatikan bahwa bentuk program Lingo untuk menyelesaikan masalah transportasi ini. Bentuk program sudah baku dan tidak perlu mengganti variabel/ menambah variabel. Perubahan program hanya mengubah banyaknya Kapasitas, Permintaan, dan perubahan pada data saja.