• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FAAL

INDERA RASA KULIT

Oleh:

Kelompok B7, B8, B9

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2017

(2)

Anggota Kelompok :

Hana Fajrin Mardatilla Rusyadi 021611133123

Yuline Krishartini 021611133124

Devalna Siwi Ichyana 021611133125

Rm Haffiyan S. P. D. 021611133126

Elvina Hasna Wijayanti 021611133127

Muhammad Aulia 021611133128

Indira Rezka Nur Alima 021611133129

Rafi Ardhito 021611133130

T. G. Emir Amannulloh H. P. 021611133131

Fianza Rezkita 021611133132

Herdina Saraswati Rahma Putri 021611133133

Qintan Sekar Adjani 021611133134

Firlana Cahyareni 021611133135

Fadhilah Nursyahirah Wijaya 021611133136

Krisnynda Ayu Pridanti 021611133137

Nadia Chairony 021611133138

Resgita Nadila Masya 021611133139

Prisca Agustina Nurcahyani P. 021611133140

Abid Rabbani 021611133141

Virna Septianingtyas 021611133142

Dian Pramita Ayu Kumalasari 021611133143

Vina Zavira Nizar 021611133144

(3)

A. Tujuan

Membuktikan fungsi persepsi dan mekanisme sensoris pada kulit manusia B. Metode Praktikum a) Alat 1. Stempel berukuran 3x3 cm 2. 3 buah bak 3. Kerucut kuningan 4. Pensil 5. Penggaris 6. Jangka 7. Kotak timbangan 8. Beban 9. Kertas penggosok

10. Objek berbentuk lingkaran, 4 persegi panjang, bulat, lonjong, segi lima, tabung, balok, setengah lingkaran

11. Alat hardy-wolff + rheostat 12. Thermometer

b) Bahan

1. Air es 4 ºC

2. Air panas 40 ºC dan 50 ºC 3. Air PDAM 25 ºC 4. Alkohol 5. Balsem 6. Benzokain c) Cara Kerja i. Paleo-sensibilities

a. Rasa-rasa panas dan dingin 1

1. Menyediakan 3 buah bak yang masing-masing berisi air es 4 ºC, air panas 40 ºC, dan air PDAM 25 ºC

2. Memasukan telunjuk kanan ke dalam air es dan telunjuk kiri ke dalam air panas

3. Kemudian dengan segera memasukkan kedua telunjuk ke dalam bak yang berisi air dengan suhu kamar

(4)

b. Rasa-rasa panas dan dingin 2

1. Menempelkan punggung tangan +/- 10 cm di depan mulut dan menip kulit tangan perlahan-lahan. Mencatat rasa yang dialami

2. Membasahi punggung tangan tersebut dengan air kemudian meniup seperti pada langkah 1. Mencatat perasaan yang dialami

3. Mengolesi punggung tangan dengan alcohol kemudian meniup lagi. Mencatat perasaan yang dialami

c. Reaksi-reaksi di kulit

1. Meletakkan telapak kiri di atas meja dan menandai daerah 3x3 cm dengan stempel yang telah tersedia. Menutup mata orang coba. 2. Menyelidiki secara teratur mengikuti garis-garis sejajar titik-titik

panas dengan menggunakan kerucut kuningan yang telah direndam dalam air panas 50 ºC (sebelum meletakkan kerucut pada telapak tangan, kerucut dikeringkan terlebih dahulu). Memberi tanda pada titik-titik dengan tinta hitam

3. Melakukan percobaan tersebut di atas untuk menentukan titik-titik dingin dengan menggunakan kerucut kuningan yang direndam dalam air es.

4. Melakukan percobaan tersebut di atas untuk menentukan titik-titik tekan dengan menggunakan pensil tumpul yang ditekan seringan mungkin pada area percobaan.

5. Melakukan langkah 1-4 kembali untuk daerah-daerah lengan bawah, kuduk, dan pipi

ii. Neo-sensibilities a. Lokasi rasa tekan

1. Menutup mata orang percobaan, kemudian menekan ujung pensil dengan kuat pada ujung jarinya

2. Menyuruh orang percobaan menunjukan dengan pensil tempat yang telah dirangsang. Menentukan jarak antara titik rangsangan dengan titik yang telah ditunjuk oleh orang coba dalam millimeter.

3. Mengulangi percobaan tersebut 3 kai dan menentukan jarak rata-ratanya

4. Melakukan percobaan tersebut untuk daerah telapak tangan, lengan bawah, lengan atas, pipi, dan kuduk.

(5)

b. Diskriminasi rasa tekan (Two points discrimination)

1. Menutup mata orang coba, kemudian meletakkan kedua ujung jangga secara serentak (simultant) pada ujung jarinya.

2. Mengambil mula-mula jarak ujung jangka yang kecil sehingga orang percobaan belum dapat membedakan 2 titik, kemudian memperbesar jarak kedua ujung jangka setiap kali dengan 2 mm hingga tepat dapat dibedakan 2 titik oleh orang coba

3. Mengulangi percobaan ini dengan jarak ujung jangka yang besar terlebih dahulu kemudian dikecilkan setiap kali 2 mm sampai ambang diskriminasi. Mengambil jarak rata-rata dari tindakan nomer 2 dan 3 4. Melakukan percobaan no 1-3 tetapi dengan menekan kedua ujung

jangka secara berturut-turut (successif)

5. Menentukan dengan cara-cara tersebut diatas ambang diskriminasi dua titik untuk daerah-daerah kuduk, bibir, dan pipi. Mencatat yang dialami.

c. Diskriminasi kekuatan rangsangan (Hukum Weber-Fechner)

1. Menutup mata orang coba dan meletakkan tangannya di atas meja dengan telapak tangan menghadap ke atas

2. Meletakkan kotak timbangan dengan bebean 5 gram didalamnya pada ujung-ujung jarinya

3. Menambahkan setiap kali ke dalam kotak timbangan suatu beban sampai orang coba tepat dapat membedakan tambahan berat. Mencatat berat permulaan (+kotak timbangan) dan akhir berat itu 4. Melakukan langkah 2-3 dengan beban mula-mula di dalam kotak

berturut-turut 10g, 50g, dan 100 g. d. Kemampuan diskriminasi kekasaran

1. Menyuruh orang coba meraba kertas penggosok yang berbeda derajat kekasarannya dengan ujung jarinya dalam keadaan mata tertutup 2. Mencatat daya pembeda orang coba

e. Kemampuan diskriminasi bentuk

1. Dengan mata tertutup menyuruh orang coba memegang benda-benda kecil yang tersedia dalam berbagai bentuk dan menyuruh menyebutkan bentuk benda-benda tersebut (lingkaran, empat persegi panjang, bulat, lonjong, tabung, balok, setengan lingkaran)

(6)

2. Mengulangi percobaan tersebut dengan lengan bawahnya. iii. Rasa nyeri kulit dan otot

I. Nyeri dan Jenis Nyeri

Nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Nyeri timbul bila ada kerusakan jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara menghilangkan stimulus nyeri. Rasa nyeri juga dapat terjadi karena berkurangnya aliran darah menuju kulit. Seseorang yang kehilangan sensasi nyeri setelah mengalami kecelakaan pada medula spinalis, tidak akan merasa nyeri sehingga tidak merubah posisinya. (Guyton dan Hall, 2016)

Nyeri dapat dibagi menjadi dua jenis utama : a. Nyeri Cepat

Bila diberi stimulus, nyeri cepat akan timbul dalam waktu 0,1 detik. Nyeri cepat dapat berupa nyeri tajam, nyeri tertusuk, nyeri akut, dan nyeri tersentrum.

b. Nyeri Lambat

Bila diberi stimulus, nyeri lambat akan timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian meningkat secara perlahan selama beberapa detik dan kadang kala beberapa menit. Nyeri lambat dapat berupa nyeri terbakar lambat, nyeri tumpul, nyeri berdenyut, dan nyeri kronis. Nyeri ini dapat berlangsung lama, dan dapat terasa pada kulit atau hampir semua jaringan organ dalam

II. Reseptor Nyeri

Reseptor nyeri merupakan ujung syaraf bebas. Reseptor nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya merupakan ujung saraf bebas. Reseptor nyeri tersebar luas di permukaan superfisial kulit dan juga di jaringan dalam tertentu, misalnya periousteum, dinding arteri, permukaan sendi dan falks serta tentorium tempurung lutut. (Guyton dan Hall, 2016)

Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor reseptor khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis. (Ganong, 2006)

Proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan kesusunan syaraf pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:

(7)

1. Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 (m yang menghantar dengankecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktukurang dari satu detik, serta memiliki lokasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada dekat permukaan kulit.

2. Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 –1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.

Reseptor Taktil pada Kulit Nyeri dapat dirangsang oleh tiga jenis stimulus, yaitu :

1. Mekanik 2. Suhu 3. Kimiawi

Pada umumnya, nyeri cepat disebabkan oleh rangsangan mekanis atau suhu, sedangkan rasa nyeri lambat disebabkan oleh ketiga stimulus nyeri.

Beberapa zat kimia yang dapat merangsang jenis nyeri kimiawi adalah bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proleolitik. Selain itu,

(8)

prostaglandin dan substansi P meningkatkan sensivitas ujung-ujung saraf bebas, tetapi tidak secara langsung merangsangnya.

Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri(Taylor C,dkk)

Pada penelitian oleh H.L Andrews, umumnya, terjadi peningkatan resistensi kulit pada nilai ambang nyeri saat melewati 270 - 280 Watt. Kelompok ini termasuk 2 orang yang menunjukkan perubahan resistensi kulit terbesar terhadap rasa nyeri.

III. Pengaruh Peralihan Perhatian pada Rasa Nyeri

Pengalihan perhatian dapat mengubah persepsi nyeri pada seseorang, dilihat dari nilai ambang rasa nyeri pada perlakuan normal dan perlakuan mengalihkan perhatian. Kemampuan mengalihkan perhatian untuk meredakan nyeri didasarkarkan pada teori bahwa apabila ada dua rangsangan yang tepisah, fokus pada salah satunya akan menghilangkan fokus pada yang lain (Price & Wilson, 2006).

IV. Pengaruh Kondisi Hiperaemia pada Rasa Nyeri

Hiperemia adalah proses dimana tubuh menyesuaikan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan yang berbeda dalam kesehatan dan penyakit. (Bliss MR, 1998). Percobaan dengan balsem menunjukkan suatu respon pada kulit yaitu terjadi peningkatan jumlah daerah yang terpapar. Hal ini disebabkan oleh vasodilatasi pada pembuluh darah yang sebelumnya tertusuk. Kondisi ini diawali dengan pengolesan balsem yang tergolong panas, sehingga nilai ambang rasa nyeri akan turun dan diikuti kenaikan kepekaan syaraf. Balsem dan benzokain meresap kedalam dengan cara panas balsem dan benzokain membuat pori-pori kulit mengembang sehingga dapat menyerap balsam dan benzokain bercampur dengan toksin didalam tubuh di lokasi yang terasa nyeri sehingga dapat menghambat rasa nyeri.

V. Pengaruh Anastesi Topikal pada Rasa Nyeri

Anastesi topikal banyak digunakan dalam bidang ilmu medis, spesialisasi bedah, kedokteran gigi, dan lain lain. Anastesi topikal dapat menghilangkan rasa nyeri superfisial setelah aplikasi langsung pada permukaan kulit. Keefektifan dari anastesi topikal bisa didapatkan dengan menaikan dosis dari anastesi, menurunkan nyeri ambang secara kimiawi melalui permeasi zat melalui jaringan lemak pada kulit. Beberapa jenis anastesi topikal adalah campuran dari anastesi lokal (ELA-max), lidocaine, epinephrine, tetracaine, bupivanor, 4% tetracaine, benzocaine, proparacaine, Betacaine-LA, topicaine, Lidoderm. Saat menggunakannya harus disertai oleh pengawasan, area dan

(9)

durasi pemakaian dari anastesi tersebut, dan kemungkinan efek samping dari peggunaan anastesi topikal itu sendiri. ( Kumar,M. 2015)

Injeksi dari anastesi lokal seringkali menyebabkan rasa nyeri pada pasien, menyebabkan bertambahanya rasa takut pada jarum , dan dapat menyebabkan edema pada jaringan tempat pengaplikasiannya yang dapat mengganggu area pembedahan. Penggunaan anastesi topikal dapat menghindari semua masalah ini, dan menjadi sebuah rutin dalam penggunaan klinis. Anastesi topical didefinisikan sebagai anastesi yang dapat menghilangkan rasa nyeri pada superfisial kulit ; konjugtiva, membran mukosa. Pengaplikasian anastesi ini dapat dilakukan secara langsung karena bentuk dari anastesi ini adalah berupa gel, atau spray.

Anastesi topikal memblok konduksi dari impuls persyarafan dengan menargetkan free nerve ending pada dermis kulit dan mukosa kulit. Oleh sebab itu, hal ini akan menyebabkan rasa nyeri yang hilang secara temporari atau sementara pada daerah yang terbatas. Impuls saraf konduksi diblokir dengan mengurangi permeabilitas membran sel saraf ion natrium , dengan harapan bersaing dengan calcium-binding situs yang mengendalikan natrium permeabilitas . Perubahan ini di permeabilitas depolarization menurun dan meningkatkan rangsangan ambang batas sampai kemampuan untuk menghasilkan potensial aksi hilang

Ada tiga jarasa untuk melewati stratum korneum kulit, yang merupakan barrier utama anastesi topikal, yaitu melalui ;

1. Rute Interseluler

Rute ini melalui daerah interseluler dari sel cornified keratinocytes 2. Rute Transeluler

Rute ini melalui sel cornified

3. Rute Transappendageal atau Shunt Pathway

Rute ini melalui pembukaan folikel rambut halus dan kelenjar keringat. Anestesi topikal juga dapat menembus permukaan mukosal , seperti mulut , alat kelamin , dan konjungtiva lebih mudah daripada melalui sebuah keratinized cells permukaan karena tidak adanya dari stratum korneum

(10)

a. Nilai ambang nyeri

1. Membuat suatu daerah kecil di kulit lengan bawah kemudian meletakkan sinar dari diafragma alat Hardy-Wolff 10 cm dari daerah kulit tersebut

2. Melakukan penyinaran dengan kekuatan radiasi yang rendah selama 10 detik, menaikkan kekuatan sampai terasa nyeri

3. Mencatat angka yang ditunjuk rheostat dan lama penyinaran dalam detik. Angka tersebut merupakan ambang rasa nyeri orang coba b. Pengalihan perhatian

1. Mengulangi langkah 1-3, tetapi dengan mengalihkan perhatian orang percobaan dengan menyuruh orang tersebut membaca buku, mengajak bicara, atau cara-cara pengalihan perhatian yang serupa

c. Hiperaemia

1. Menggosok kulit yang telah dihitamkan dengan balsam dan mengulangi tindakan 1-3

d. Anastetika topical

1. Mengoleskan kulit yang telah dihitamkan dengan anastetika topical yang telah tersedia, kemudian mengulangi langkah 1-3

(11)

C. Hasil

Tabel Hasil Percobaan Rasa-Rasa Panas dan Dingin 1

Air es 4o C Air panas 40o C Air suhu kamar 25o C

Telapak kanan Mati rasa Biasa Dingin

Telapak kiri Dingin Hangat Biasa

Tabel Hasil Percobaan Rasa-Rasa Panas dan Dingin 2 Area

Perlakuan Punggung tangan

Ditiup antara +/- 10 cm di depan mulut Sejuk

Ditiup setelah dibasahi air Dingin

Ditiup setelah diberi alkohol Sangat dingin

Tabel Hasil Percobaan Reaksi-Reaksi di Kulit * Panas Tangan Pipi Lengan Kuduk * Tekan Tangan Pipi

(12)

Lengan Kuduk * Dingin Tangan Pipi Lengan Kuduk

Tabel Hasil Percobaan Diskriminasi Rasa Tekan *Dekat ke jauh

Jarak Ujung jari Kuduk Bibir Pipi

Stimultant Successif Stimultant Successif Stimultant Successif Stimultant Successif

1 mm 2 1 1 1 2 2 2 2

2 mm - 2 1 1 - - - -

4 mm - - 1 1 - - - -

6 mm - - 2 1 - - - -

(13)

*Jauh ke dekat

Jarak Ujung jari Kuduk Bibir Pipi

Simultant Successif Stimultant Successif Stimultant Successif Stimultant Successif

8 mm 2 2 2 2 2 2 2 2

6 mm 2 2 1 1 2 2 2 2

4 mm 1 2 - - 2 2 2 2

2 mm - 2 - - 2 2 2 2

1 mm - 2 - - 1 2 1 2

Tabel Hasil Percobaan Diskriminasi Kekuatan Rangsangan

Nomer Bahan

1. 5 gram + 50 gram+ 50 gram 2. 10 gram + 10gram + 50 gram 3. 50 gram + 10 gram + 10 gram 4. 100 gram+ 10 gram + 50 gram

Tabel Hasil Percobaan Diskriminasi Kekasaran

Ujung jari Lengan hawah

Kertas gosok kasar kasar kasar

Kertas gosok halus halus halus

Tabel Hasil Percobaan Diskriminasi bentuk

Bentuk objek Telapak tangan Lengan bawah

X

(14)

X

X

X

Tabel Hasil Percobaan Rasa Nyeri Kulit dan Otot No

Perlakuan

Tegangan listrik dan waktu

Tegangan listrik lengan kiri Waktu Lengan Kanan 1 Lingkaran (normal) 140.000 mv 7 s

2 Lingkaran yang dihitamkan – mengalihkan perhatian

160.000 mv 8 s

3 Lingkaran yang dihitamkan – kondisi hiperemia (+balsem)

80.000 mv 4 s

4 Lingkaran yang dihitamkan – Kondisi teranastesi (+anastetika topikal)

(15)

Grafik kepekaan pada kulit antara normal, pengalihan perhatian, hyperaemia, dan anastetika

D. Pembahasan

i. Paleo-Sensibilities

a. Rasa-Rasa Panas dan Dingin 1

Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam tubuh, misalnya otot dan tulang. Kulit juga berfungsi sebagai alat peraba yang dilengkapi dengan berbagai macam reseptor yang peka terhadap berbagai rangsangan. Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai alat ekskresi serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor-reseptor khusus.

Kulit memiliki 2 lapisan, yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis. Pada lapisan epidermis, terdapat reseptor untuk rasa sakit yang ujungnya menjorok pada lapisan tersebut. Reseptor untuk tekanan memiliki ujung yang berada di dermis yang jauh dari epidermis. Sedangkan reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.

Sentuhan dan tekanan dapat dirasakan oleh tipe-tipe berbeda dari mekanoreseptor yang merupakan ujung saraf. Ujung-ujung saraf tersebut adalah Paccini, Ruffini, Meisner, dan Krause. Paccini merupakan ujung saraf kulit yang peka terhadap rangsangan berupa tekanan, Ruffini peka terhadap rangsangan

(16)

panas, Meissner adalah ujung saraf kulit yang dibungkus dalam jaringan ikat dan peka terhadap sentuhan atau perubahan tekstur, Krause merupakan ujung saraf yang peka terhadap rangsangan dingin. Ada pula lempeng merkel yang merupakan ujung saraf tanpa selaput yang berperan sebagai perasa sentuhan dan tekanan ringan, ujung saraf ini terletak di dekat permukaan kulit. (Ganong, 2013, hal 151)

Pada percobaan ini, disediakan tiga buah bak berisi air dengan suhu yang berbeda-beda. Bak pertama diisi dengan air bersuhu 40 C, bak kedua dengan air suhu kamar 250 C, dan bak terakhir berisi air dengan suhu 400 C. Ujung jari kanan dicelupkan pada bak pertama yaitu air bersuhu 40 C, dan ujung jari kiri dicelupkan pada air bersuhu 400 C. Keduanya didiamkan selama beberapa detik hingga terasa perubahan yang ada pada masing-masing ujung jari. Didapati pada ujung jari kanan yang dicelupkan di suhu 40 C terasa dingin, kaku, hingga nyeri dan mati rasa. Sedangkan ujung jari kiri pada air bersuhu 400 C terasa hangat. Kedua ujung jari lalu dicelupkan ke dalam bak yang berisi air dengan suhu kamar. Pada ujung jari kanan terasa masih dingin, tetapi sudah tidak terasa nyeri dan mati rasa. Pada ujung jari kiri, terasa biasa saja tetapi lebih dingin daripada air sebelumnya.

Eksperimen tersebut menunjukkan adanya spot yang peka akan rasa dingin dan panas yang berbeda. Nilai ambang yang dapat mengaktifkan reseptor panas berada pada suhu 30o C, dan bisa bertambah panas hingga 46o C. Sedangkan reseptor dingin tidak aktif pada suhu 40o C, tetapi ketika suhu menurun hingga 25o C, mereka mulai dapat menghantarkan rasa-rasa dingin yang ada. Ketika suhu pada kulit mencapai 10o C atau dibawahnya, reseptor dingin tersebut kembali tidak aktif dan dapat terasa seperti anastesi lokal (Ganong, 2013, hal 168) sehingga timbul perasaan mati rasa pada ujung jari kanan di percobaan tersebut. b. Rasa-Rasa Panas dan Dingin 2

Manusia dapat merasakan bermacam-macam gradasi panas dan dingin, mulai dari suhu yang dingin dan membeku ke suhu dingin sampai suhu sejuk, selanjutnya dari suhu hangat sampai panas dan akhirnya sampai panas yang membakar. Gradasi termal, dapat dibedakan oleh paling sedikit tiga macam reseptor sensorik : reseptor dingin , reseptor hangat, dan reseptor nyeri 1

Diduga, bahwa reseptor hangat dan dingin dirangsang oleh perubahan kecepatan metabolismenya 1 .Hal ini menunjukkan bahwa rasa-rasa panas dan

(17)

dingin tidak ditentukan oleh suhu suatu benda melainkan oleh kecepatan hilangnya panas/ dingin atau kecepatan mendapatkan panas/dingin oleh kulit.

Suhu sendiri merupakan ukuran derajat panas-dinginnya suatu benda yang ditentukan oleh kandungan kalor di dalamnya. Semakin banyak kandungan kalornya, maka suhu benda tersebut juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila kandungan kalor dari suatu benda tersebut rendah maka suhu benda tersebut juga rendah. Hal itu menunjukkan bahwa ketika kulit kita memiliki banyak kalor maka kulit akan terasa panas, sebaliknya apabila kandungan kalor pada kulit sedikit maka kulit akan terasa dingin.

Kalor yang berada di kulit akan menentukan apakah kulit akan terasa panas atau dingin, saat punggung tangan ditiup dengan jarak +/- 10 cm maka akan dirasa sejuk tetapi saat punggung tangan sudah dibasahi dengan air maka akan dirasa lebih dingin dari sebelumnya. Hal ini dikarenakan air yang ditiup lama-kelamaan akan menguap, proses penguapan membutuhkan energi yang diserap dari kalor pada kulit, sehingga kalor pada kulit akan berkurang seiring dengan penguapan dan kulit akan terasa dingin. Begitu juga saat punggung tangan dibasahi dengan alkohol.

Titik didih alkohol lebih rendah daripada air, yaitu sekitar 78,15̊ C 2. Hal ini mengakibatkan alkohol lebih cepat menguap daripada air, sehingga kulit yang telah diolesi alkohol sebelumnya akan terasa sangat dingin saat ditup. Alkohol yang menguap akan menyerap lebih banyak kalor sebagai energi sehingga kalor pada kulit lebih cepat berkurang dan kulit tearasa sangat dingin. Hal ini menunjukkan bahwa rasa panas atau dingin yang dirasakan kulit tidak tergantung pada suhu alkohol maupun air, tetapi oleh jumlah kalor yang diterima dan kalor yang dilepaskan dari kulit.

c. Reaksi-Reaksi di Kulit

Sensasi raba tekan, dan getaran sering kali digolongkan secara terpisah, namun sebenarnya sensasi ini dapat didetekso oleh jenis reseptor yang sama. Terdapat tiga perbedaan utama diantara sensasi tersebut: (1) sensasi raba umumnya disebabkan oleh perangsangan reseptor yang terdapat di kulit dan damal jaringan tepat dibawah kulit; (2) sensasi tekan umumnya disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan yang lebih dalam, dan (3) sensasi getaran disebabkan oleh sinyal sensorik berulang-ulang yang cepat, tapi beberapa reseptor

(18)

yang digunakan merupakan reseptor yang sama yang digunakan juga untuk raba dan tekan 3.

Reseptor taktil terdapat paling sedikit 6 jenis, tetapi sebenarnya masih banyak terdapat reseptor taktil yang serupa. Salah satu reseptor taktil adalah badan pacini. Badan pacini terletak tepat dibawah kulit dan juga jaringan fasia tubuh yang lebih dalam. Reseptor ini hanya dapat dirangsang oleh penekanan local jaringan yang cepat karena reseptor ini beradaptasi dalam waktu seperseratus detik. Oleh karena itu, reseptor ini penting untuk mendeteksi getaran jaringan atau perubahan mekanis yang cepat pada jaringan 4.

Dari hasil percobaan diatas, bagian tubuh yang paling peka terhadap tekanan adalah kuduk. Menurut hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa tiap bagian tubuh memiliki kepekaan yang berbeda.

Gradasi termal dapat dibedakan oleh paling sedikit tiga macam reseptor sensorik: reseptor dingin, reseptor hangat, dan reseptor nyeri. Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit pada titik-titik yang berbedan dan terpisah-pisah. Pada sebaian besar daerah tubuh, jumlah titik dingin kira-kira 3 sampai 10 kali lipat dari titik hangat, dan jumlah reseptornya bervaiasi di berbagai daerah tubuh, 15 sampai 25 titik dingin/cm2 pada jari, dan kurang dari satu titik dingin/cm2 pada permukaan daerah tubuh yang luas 5.

Dari hasil percobaan diatas, seharusnya jumlah titik dingin harus lebih banyak dari titik panas, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh guython. Namun pada hasil percobaan di atas, pada telapak tangan dan kuduk malah terjadi hal yang sebaliknya. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena saat melakukan percobaan terdapat air yang menetes pada bagian kulit tertentu, sehingga terasa lebih peka. ii. Neo-Sensibilities

a. Lokasi Rasa Tekan

Dari percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa praktikan menunjuk titik yang paling dekat dengan titik rangsang yaitu pada ujung jari. Sedangkan titik tunjuk praktikan paling jauh dari titik rangsang yaitu pada bagian lengan atas. Hal ini dapat membuktikan bahwa bagian kulit yang paling sensitif adalah ujung jari, yang kemudian disusul oleh telapak tangan, pipi, kuduk, lengan bawah, dan terakhir yaitu lengan atas.

Sensasi rasa tekan umumnya disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan yang lebih dalam. Pada ujung jari, kulit, dan bibir banyak sekali dijumpai badan

(19)

Meissner yang merupakan juluran ujung saraf berkapsul dari saraf sensorik besar bermielin. Badan Meissner beradaptasi dalam waktu sepersekian detik sesudah dirangsang. Selain itu terdapat pula badan Pacini yang terletak tepat di bawah kulit. Reseptor ini hanya dapat dirangsang oleh penekanan lokal jaringan yang cepat karena reseptor ini beradaptasi dalam waktu beberapa seperatus detik (Guyton & Hall, 2016). Hal ini yang membuktikan bahwa ujung syaraf adalah bagian yang paling peka terhadap rangsangan di atas permukaan kulit.

b. Diskriminasi Rasa Tekan (Two Points Discrimination)

Pada percobaan kali ini dilakukan pengukuran kemampuan mendiskriminasi rasa tekan menggunakan jangka. Percobaan ini dilakukan dengan dua cara yakni secara simultant dan successif. Daerah target pada percobaan ini adalah ujung jari praktikan, kuduk praktikan, bibir praktikan, dan pipi praktikan. Awal percobaan ini dimulai dari pengukuran jarak pendek kedua ujung jangka (1 mm) hingga jarak panjang kedua ujung jangka (8 mm). Percobaan selanjutnya sama secara simultant dan successif tetapi dimulai dari jarak panjang kedua ujung jangka hingga jarak pendek kedua jangka. Praktikan memberi tahu apabila ia merasakan dua ujung jangka atau satu ujung jangka saat menekan secara simultant dan successif dengan variasi jarak yang berbeda-beda di setiap daerah target.

Hasil percobaan di atas menunjukkan, dari percobaan jarah pendek ke panjang kedua ujung jangka, praktikan dapat membedakan dua ujung jangka. Namun pada percobaan jarak panjang ke pendek kedua ujung jangka, praktikan dapat merasakan satu ujung jangka saja dengan cara simultant pada seluruh daerah target serta secara successif pada daerah kuduk. Praktikan merasakan rangsangan kedua ujung jangka yang memberi kesan seperti satu titik rangsang yang disebabkan oleh perangsangan oleh jangka memberikan kesan sebagai satu titik rangsang menandakan bahwa ujung-ujung jangka yang menempel pada permukaan kulit merangsang satu medan reseftif yang sama. Setiap daerah target yang berbeda memiliki kemampuan membedakan dua titik yang berbeda pula yang tergantung pada tingkat derajat pemisahan jarak jangka yang bervariasi. c. Diskriminasi Kekuatan Rangsangan (Hukum Weber-Fechner)

Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur saraf ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor, interneuron, dan neuron motor, yang mngalirkan impuls saraf untuk tipe reflek tertentu. Gerak

(20)

refleks yang paling sederhana hanya memerlukan dua tipe sel saraf yaitu neuron sensor dan neuron motor.

Gerak refleks terjadi apabila rangsangan yang diterima oleh saraf sensori langsung disampaikan oleh neuron perantara (neuron penghubung). Hal ini berbeda sekali dengan mekanisme gerak biasa.

Gerak biasa rangsangan akan diterima oleh saraf sensorik dan kemudian disampaikan langsung ke otak. Dari otak kemudian dikeluarkan perintah ke saraf motori sehingga terjadilah gerakan. Artinya pada gerak biasa gerakan itu diketahui atu dikontrol oleh otak. Sehingga oleh sebab itu gerak biasa adalah gerak yang disaari. Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf.

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.

d. Diskriminasi Kekasaran

Persepsi taktil dapat dipengaruhi dari stimulus lain seperti panas, dingin, kasar, lembut, keras,lunak, licin maupun lengket. Pada percobaan ini, praktikan merasakan dua permukaan yang memiliki tingkat kekasaran yang berbeda. Kulit manusia menerima rangsang dari permukaan kasar dalam skala mikro. Kedalaman struktur permukaan mempengaruhi kulit dalam mempersepsikan rasa kasar. Apabila secara mikroskopis, truktur memiliki lekuk yang dalam akan menyebabkan sensasi rasa kasar. Dalam percobaan ini, praktikan dapat membedakan permukaan yang kasar dan yang halus dikarenakan bagian permukaan kertas amplas memeliki kedalaman lekuk yang berbeda.

Bagian ujung jari dapat merasakan perbedaan derajat kekasaran lebih peka karena reseptor raba paling banyak ditemukan di kulit jari tangan dan bibir, dan relatif jarang di kulit badan (Ganong, 2008). Pada percobaan ini, praktikan menggunakan kertas penggosok yang memiliki tingkat kekasaran yang cukup jauh berbeda sehingga orang coba dapat membedakannya. Namun, meskipun orang percobaan dapat merasakan perbedaan kekasaran kertas penggosok tetap terdapat perbedaan tingkat sensitifitas yang dialami orang percobaan.

(21)

e. Diskriminasi Bentuk

Pada percobaan ini dilakukan pengukuran kemampuan menyebutkan bentuk suatu objek dengan mata tertutup yang diberikan kepada praktikan. Pengukuran kemampuan dilakukan dengan menggunakan beberapa bentuk yaitu bentuk oval, lingkaran, persegi, segi enam, persegi panjang, dan setengah lingkaran. Percobaan tersebut memberikan hasil pada bagian telapak tangan praktikan hampir dapat menebak semua bentuk objek dengan benar. Sebaliknya, pada bagian lengan bawah praktikan banyak yang salah dalam menebak dengan benar bentuk dari objek tersebut. Berdasarkan percobaan tersebut bagian yang paling peka terhadap kemampuan diskriminasi bentuk adalah telapak tangan.

Hal ini karena aktivasi reseptor mampu memberikan informasi yang tepat tentang kontur objek yang diindentasi kulit. Reseptor ini cenderung terkonsentrasi di ujung jari dari telapak tangan. Sehingga telapak tangan dapat beradaptasi dengan objek yang menimbulkan sensasi sentuhan, gerakan, dan getaran lebih cepat daripada lengan bawah.

iii. Rasa Nyeri Kulit dan Otot

Pada praktikum yang kami lakukan, kami mengamati mengenai nyeri pada kulit yang kami lakukan dengan menggunakan alat hardy-wolff. Pertama yang kami lakukan adalah menandai bagian kulit orang peraga yang nantinya dilakukan pemaparan sinar oleh alat hardy-wolff. Selain itu, bagian yang ditandai ini pula dihitamkan menggunakan tinta yang bertujuan untuk memusatkan sinar pada objek yang dituju karena warna hitam akan lebih menyerap sinar dan panas.

Untuk mengetahui nyeri yang akan ditimbulkan, kami menggunakan variabel bebas yaitu tingkat radiasi sinar henry wolf yang dapat dikontrol menggunakan rheostat

(22)

sebagai besarnya tegangan listrik yang dihasilkan. Selain itu kami juga melakukan pengalihan perhatian, pemberian anastesi lokal dan bahan penyebab hiperaemia untuk mengetahui pengaruh yang didapat pada nyeri. Kami mengukur nilai ambang yang didapatkan pada masing masing percobaan. Pada percobaan pertama yang dilakukan pada objek yaitu kulit orang peraga yang dihitamkan, kami mendapatkan nilai ambang pada tegangan listrik 140.000 mv dalam waktu 7 detik. Pada saat itu orang peraga merasakan nyeri seprti ditusuk tusuk.

Sedangkan pada percobaan kedua, kami menggunakan pengalihan perhatian. Orang peraga dialihkan perhatiannya dengan diajak berbincang dan bercanda. Dan didapatkan hasil nilai ambang yaitu pada tegangan 160.000 mv pada detik ke 8. Hal ini menunjukkan bahwa pengalihan perhatian dapat mengurangi fokus seseorang dalam merasakan nyeri, terlihat bahwa nilai ambang yang didapatkan lebih besar pada angka tegangan listrik dan juga detik yang dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa apabila ada dua rangsangan yang terpisah maka salah satunya akan menghilangkan fokus yang lain (price & wilson, 2006)

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Potter & Perry, 2005). Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral dihambat oleh stimulus dari serabut-serabut saraf yang lain. Karena pesan-pesan nyeri menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional maka pintu spinal cord yang mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien merasa nyerinya berkurang. Jika ada pengalihan perhatian, maka neurotransmitter yang harusnya dikeluarkan tidak jadi dikeluarkan. Hal tersebut membuat rasa nyeri tersebut teralihkan.

(23)

Pada percobaan ketiga, kami menggunakan olesan balsam pada objek. Kami ingin mengetahui pengaruh hiperaemia pada nyeri. Hasil yang kami dapat yaitu nilai ambang pada tegangan 80.000 mv pada detik ke 4. Kami berkesimpulan bahwa hiperaemia yang pada dasarnya melebarkan pembuluh darah dan balsam yang menimbulkan rasa panas pada kulit mempercepat dan memicu nyeri. Namun hal ini bertentangan dengan teori yang kami dapatkan yaitu hiperaemia dapat menghambat rasa nyeri. Kami mendapatkan hasil yang bertentangan dengan teori karena adanya human error yaitu terlalu banyaknya olesan balsam yang digunakan sehingga orang coba hanya fokus merasakan panas yang amat saat dilakukan percobaan dan bukan berfokus pada nyeri yang akan ditimbulkan.

Pada percobaan keempat yaitu menggunakan anastasei lokal. Disini kami mendapatkan hasil nilai ambang yaitu pada tegangan 180.000 mv pada detik ke 10. Hal ini menunjukkan bahwa dengan anastesi lokal dapat menambah nilai ambang dan sebagai penghambat rasa nyeri.

E. Jawaban Pertanyaan

1. Pada percobaan dengan alkohol atau ether pada kulit, mula-mula ditimbulkan perasaan dingin dahulu kemudian disusul dengan perasaan panas. Terangkan! Jawab:

Perubahan suhu tubuh di kedua arah mengubah aktivitas sel. Peningkatan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimia sel, sedangkan penurunan suhu memperlambat reaksi-reaksi tersebut. Karena fungsi sel sensitif terhadap fluktasi suhu internal, manusia secara homeostatis mempertahankan suhu tubuh pada

(24)

tingkat optimal agar metabolisme sel berlangsung stabil. Panas berlebihan berakibat lebih serius daripada pendinginan, karena produksi panas bergantung pada oksidasi bahan bakar metabolik yang berasal dari makanan. Bahkan peningkatan moderat suhu tubuh mulai menyebabkan malfungsi saraf dan denaturasi protein ireversibel.

2. Apakah rasa panas atau dingin itu dirasakan terus menerus? Terangkan! Jawab:

Tidak, karena alkohol merupakan cairan dengan titik didih yang cukup rendah. Ketika kita mengolesi alkohol pada kulit, cairan itu menyerap banyak kalor dari tubuh kita sebagai sumber energinya untuk berubah wujud menjadi uap. Hilangnya banyak kalor dari kulit tersebut yang membuat persepsi otak kita membaca sebagai suhu dingin. Hal ini menimbulkan alkohol mudah menguap sehingga suhu kembali normal.

3. Di bagian manakah dari masing-masing rasa itu yag terpadat? Jawab:

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa sensasi titik panas dan dingin dapat terasa jelas pada daerah tengah tangan. Reseptor-reseptor panas dan dingin pada tangan paling banyak terletak pada daerah tengah. Selain itu karena di daerah tengah tangan sedikit lebih curam, hal ini menandakan daerh tersebut memiliki jaringan lemak yang sedikit, sehingga menimbulkan sensasi panas dan dingin lebih terasa jelas.

4. Adakah perbedaan diskriminasi bila ujung-ujung jangka ditekankan secara simultant dan sucessif?

Jawab:

Adanya perbedaan, bila ujung-ujung jangka ditekankan secara suksesif maka nilai ambang diskriminasi lebih kecil, jauh lebih peka.

5. Bagaimana bunyi Hukum Weber-Fechner? Jawab:

Kemampuan untuk membedakan kekuatan rangsangan rasa-rasa pada umumnya tidak bergantung pada kekuatan mutlak dari rangsangan tersebut tertapi pada perbedaan relative (Hukum Weber-Fechner).

Dapatkah hukum ini diperlihatkan dengan percobaan tersebut di atas? Jawab:

(25)

Sesuai, menurut hukum Weber-Fechner sensor perasa memiliki pengaruh langsung pada perilaku. Pada reaksi sensor perasa akan ditemukan dua macam perilaku. Bergantung pada kondisi organ dan sifat perangsangnya, maka dampaknya mungkin menjadi semakin bertambah atau semakin berkurang dalam kepekaannya. Pada hasil percobaan didapatkan bahwa sebuah rangsang/stimulus yang didapatkan akan lebih rendah daripada rangsang/stimulus yang diberikan sehingga beban akan terasa lebih ringan dari beban asalnya.

Pengenalan “Rasio” Kekuatan Rangsangan. Pada pertengahan tahun 1800-an, mula-mula Weber kemudian Fechner mengajukan prinsip bahwa gradasi kekuatan rangsangan dibedakan secara proposional dalam bentuk logaritma kekuatan rangsangan. Yaitu, seseorang yang sudah memegang beban 30 gram di tangannya dapat secara kasar menyadari adanya kenaikan berat sebanyak 1 gram, dan ketika sudah memegang beban seberat 300 gram, orang tersebut dapat menyadari adanya kenaikan 10 gram ketika memegang benda seberat 300 gram. Jadi, pada keadaan ini, rasio perubahan kekuatan rangsangan yang diperlukan untuk menyadari itu masih tetap konstan, sekitar 1 sampai 30, yang merupakan prinsip logaritma. Untuk memperlihatkan hal ini secara sistematis.

Akhir –akhir ini, telah dibuktikan bahwa prinsip Weber-Fechner secara kuantitatif hanya akurat untuk intensitas penglihatan, pendengaran, dan pengalaman sensorik kutaneus yang lebih tinggi, dan penerapannya tidak begitu baik pada kebanyakan pengalaman sensorik jenis lain. Ternyata prinsip Weber-Fechner masih yang paling baik untuk diingat karena hal ini memperkuat dugaan bahwa semakin besar intensitas sensorik yang diterima, semakin besar pula perubahan tambahan rangsangan yang diperlukan agar kita dapat mendeteksi perubahan tersebut.

(26)

Gambarlah jalur sensoris rangsangan rasa raba, tekan, nyeri, panas, dan dingin!

Raba

(27)

Suhu dan Sentuhan Kasar

F. Kesimpulan

Manusia memiliki indera rasa kulit yang berfungsi sebagai mekanisme sensoris dalam merasakan rasa-rasa. Rasa panas, dingin, raba, tekan, dan nyeri. Kulit dapat merasakan rasa karena memiliki berbagai macam reseptor.

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa rasa-rasa yang ditimbulkan dapat berbeda sensitifitasnya tergantung dari banyaknya reseptor yang ada di kulit dan lama waktu terpaparnya. Rasa panas dan dingin berbeda waktu yang dirasakannya, tidak terus menerus panas ataupun tidak terus menerus dingin. Rasa yang paling banyak dirasakan juga berbeda di tiap titiknya, titik yang memiliki reseptor terpadat akan lebih merasakan rasa tersebut dengan jelas.

(28)

Daftar Pustaka

1. Guyton, A.C, & Hall,, J.E. 2011. Textbook of Medical Physiology 12thed. Singapore:

Elsevier.pp 639

2. Osypenko,O, Yurii, & Viacheslav. 2013. Ukrainian Journal Of Food Science :

Concentration Of Fusel Oil In Alcohol Column,1;pp 248.

3. Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2008. p. 615,616, 635,636,637, 639.

4. Barrett, K. and Ganong, W. (2013). Ganong’s review of medical phusiology. 1st ed. New York. McGraw-Hill.

5. Zhang S, Zeng X, Matthews D, Igartua A, Rodriguez-Vidal E, Fortes J et al. Texture design for light touch perception. 2017.

6. Andrews, H. (1943). Skin Resistance Changes and Measurements Of Pain

Threshold. In : Journal of Clinical Investigation, 22(4), pp.517-520.

7. Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill companies

8. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier, Philadelpia. 2006: p 572-573, 607.

9. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier

10. Kumar, M., Chawla, R. and Goyal, M. (2015). Topical anesthesia. Journal of

Anaesthesiology Clinical Pharmacology, 31(4), p.450.

11. Peppin, J., Albrecht, P., Argoff, C., Gustorff, B., Pappagallo, M., Rice, F. and Wallace, M. (2015). Skin Matters: A Review of Topical Treatments for Chronic Pain. In : Part Two: Treatments and Applications. Pain and Therapy, 4(1), pp.33-50. 12. Andrews, H. (1943). Skin Resistance Changes and Measurements Of Pain

Threshold. In : Journal of Clinical Investigation, 22(4), pp.517-520.

13. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk.

Gambar

Fig. Jalur Penetrasi Anastesi Topikal pada Kulit.
Tabel Hasil Percobaan Rasa-Rasa Panas dan Dingin 1
Tabel Hasil Percobaan Diskriminasi Rasa Tekan
Tabel Hasil Percobaan Diskriminasi bentuk
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari tabel hasil pengamatan jumlah gerakan operkulum ikan juga berbeda saat ikan berada di air dingin yaitu dengan suhu 17 o C.. Setiap percobaan dilakukan selama

EMF kembali mencapai maksimum jika kecepatan angker dinamo maksimum. Arus yang disedot dari catu daya menurun saat motor makin cepat, karena EMF kembali yang

Bila suhu terlalu rendah, enzim menjadi tidak aktif, Sedangkan bila suhu terlalu tinggi, dimana benturan yang terjadi semakin banyak maka struktur tiga dimensi dari

Di hari sebelum penyimpanan pada suhu dingin tekstur buah pisang masih sangat segar dan keras, berwarna hijau kekuningan, beraroma khas pisang dan sedikit ada memar serta bagian

Ayam yang mendapat perlakuan tanpa dikemas, perlakuan dengan plastik tertutup, dan plastik berlubang pada suhu dingin dilakukan pengamatan sampai hari ke-4 warna ayam yang

Untuk mengetahui asal denyut jantung kertas saring dibasahi dengan Ringer suhu kamar , di tekan dengan batang pengaduk yang dibasahi Ringer dingin lalu

Orang percobaan ini dapat membedakan kekasaran dari ampelas yang mempunyai derajat kekasaran yang berbeda-beda, karena kulit memiliki reseptor peraba dan sensasi taktil yang

Suhu Apabila suhu pada suatu reaksi dinaikkan, maka partikel semakin aktif bergerak, sehingga sering terjadi tumbukan antar partikel, menyebabkan laju reaksi semakin besar..