• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

“Sometimes when you innovate, you make mistakes. It is best to admit them quickly, and get on with improving your other innovations.”

- Steve Jobs -

Industri pertelevisian di Indonesia dewasa ini menunjukkan persaingan yang sangat ketat. Persaingan tidak hanya terjadi antara televisi nasional dan daerah (lokal), melainkan televisi dari luar negeri menyerbu pasar domestik melalui televisi berlangganan. Hal ini mengakibatkan semakin berkurangnya pembagian kue penonton masing-masing televisi, sehingga mau tidak mau bagi sebuah stasiun televisi yang ingin bertahan haruslah dapat melakukan adaptasi baik terhadap pesaing maupun kebiasaan pemirsa. Sampai dengan observasi yang terakhir, penulis membedakan pesaing sebagai berikut:

• TV Nasional meliputi TVRI, RCTI, SCTV, TRANS TV, TRANS 7, TPI, GLOBAL TV, ANTV, INDOSIAR, dan LATIVI.

• TV Lokal kurang lebih terdapat 86 buah stasiun televisi dimana mereka mengudara hanya sebatas wilayah/daerah sekitar.

• TV Abonemen/Berlangganan mengusung konsep yang berbeda, dimana pelanggan dikenakan biaya per bulan sesuai dengan banyaknya siaran yang dapat ditonton dan pada umumnya siaran-siaran tersebut bersifat relay dari stasiun televisi luar negeri. Pelanggan yang menggunakan jasa TV

(2)

Berlangganan ini juga dapat menonton siaran TV Nasional melalui saluran yang mereka sediakan dan sejauh ini perusahaan penyedia TV Berlangganan ini sudah melayani pelanggan di kota-kota besar Indonesia. TV Berlangganan yang ada di Indonesia adalah Kabelvision, Indovision, Telkomvision, Iglo dan Astro TV.

Dalam penulisan tesis ini, penulis berangkat dari permasalahan yang dihadapi oleh Metro TV sekarang, yakni rating yang dihasilkan oleh AGB Nielsen menunjukkan bahwa program-program tayang Metro TV memiliki rating yang rendah sehingga berujung pada terkendalanya departemen penjualan dalam menjual spot iklan. Penulis dalam merumuskan solusinya melakukan analisa mendalam dari berbagai sudut pandang dan mengevaluasi departemen-departemen di Metro TV yang berhubungan dengan sumber permasalahan. Selain itu penulis juga melakukan In-depth Interview ke sejumlah personal yang dianggap memiliki kapabilitas untuk memberi masukan berharga. Untuk mengulas tentang analisa-analisa apa saja yang dihasilkan penulis dapat disimak di pembahasan dibawah.

5.1

In-depth Interview

Pada In-depth Interview ini, penulis membedakan nara sumber terbagi menjadi 3, yakni pihak Metro TV, Para Pengamat, dan Pihak Media. Dalam hal ini, pembedaan bertujuan untuk melihat sudut padang permasalahan dan

(3)

analisa solusi dari berbagai sudut. Berikut hasil In-depth Interview dengan nara sumber dengan Metro TV (disimpulkan):

Bapak Wisnu Hadi (Presiden Direktur)

Bapak Wisnu Hadi (WH) menyatakan bahwa positioning sebagai News TV merupakan pilihan yang sesuai dengan visi dari pemilik perusahaan serta merupakan pilihan yang tepat meskipun sebagai konsekuensinya pendapatan dan size dari Metro TV tidak akan mungkin sebesar TV lain yang positioningnya adalah sebagai TV general, yang penting hal ini sudah disadari oleh seluruh pihak internal termasuk pemilik perusahaan. Metro TV tidak akan merubah segmenting, targeting serta positioning yang sudah dicanangkan dan akan fokus dalam menayangkan berita serta turunannya (yang dimaksudkan adalah program berita yang disajikan tidak berbentuk hard news tapi lebih bervariatif, misalnya dalam bentuk talk-show – penulis)

Berbicara mengenai rating yang rendah, hal ini sudah disadari sepenuhnya sebab pada dasarnya mayoritas masyarakat Indonesia berada pada SES D dan E serta memiliki latar pendidikan yang tidak tinggi sehingga mereka lebih membutuhkan hiburan dalam menonton TV dibandingkan dengan berita, akan tetapi hal ini tidaklah menjadi kendala karena pada akhirnya Metro TV sebagai TV yang berbeda dengan TV lain akan menjadi TV alternatif dan memiliki pemirsa yang setia, sehingga dapat terus berkembang, yang penting Metro TV harus sehat secara finansial serta karyawannya harus sejahtera. Hal lain sehubungan dengan rating ini juga dijelaskan bapak WH bahwa di Indonesia terdapat gejala-gejala yang tidak

(4)

umum, seperti misalnya acara Oprah Winfrey Show kurang baik performancenya saat ditayangkan pada prime time, akan tetapi sejak ditayangkan pada jam yang lain ternyata performancenya terus membaik dan stabil hingga saat ini.

Untuk mendapatkan pemirsa serta pengiklan yang setia, maka Metro TV harus selalu mampu untuk menciptakan program yang bervariasi, serta harus dapat menekan ongkos produksi agar tercapai tingkat margin tertentu, menekan ongkos produksi ini tidaklah dalam arti mengorbankan kualitas. Jika memang dirasakan bahwa jika diproduksi secara internal tidak dapat mencapai hal ini, alternatif outsource dapat dijalankan. Saat ini, terdapat dua program yang produksinya di-outsource pada pihak luar dan secara kualitas dapat dipertanggungjawabkan dan performance-nya baik karena dapat menghasilkan revenue yang cukup besar, yang penting dari hal ini adalah harus terdapat perencanaan yang matang dalam membuat program serta proses pemasarannya.

Yang terpenting dari suatu industri TV adalah fakta bahwa airtime tidak dapat disimpan, sekali lewat maka tidak akan kembali, sehingga strategi yang dijalankan adalah pemanfaatan airtime secara optimal dan saat ini memang diakui bahwa Metro TV belum sepenuhnya memanfaatkan airtime tersebut secara optimal, masih terdapat banyak sekali program acara yang secara performance (jumlah penonton dan jumlah pengiklan) masih buruk sehingga sebenarnya peluang untuk berkembang masih sangat luas meskipun membutuhkan waktu.

(5)

Ketika ditanyakan mengenai pendapat bahwa promosi di Metro TV masih sangat minim, hal ini diakui oleh beliau serta dijelaskan bahwa hal ini terjadi karena persepsi yang telah terbentuk di internal perusahaan mengenai promosi dan saat ini sedang dalam proses edukasi mengenai pentingnya promosi.

Jadi kesimpulan mengenai strategi ke depan Metro TV, bapak WH menyatakan bahwa Metro TV akan fokus pada optimalisasi airtime dengan menghasilkan variasi program berita dan turunannya pada suatu tingkat biaya produksi yang efisien, sehingga akan tercapai suatu tingkat keseimbangan antara idealisme dari pemilik perusahaan dan tingkat kesehatan perusahaan, Jadi Metro TV meskipun tidak sebesar TV lain tetapi memiliki brand image yang baik dan sehat secara finansial.

Bapak Agus Masrianto (Manajer Pengembangan Usaha)

Bapak Agus Masrianto (AM) memang membenarkan apa yang menjadi analisa dari penulis yakni STP Metro TV bergerak menyempit diatas 25 tahun, bahkan dirasakan hingga 35 tahun ke atas dimana hal yang mendasari adalah kata News dirasa seolah-olah pemirsanya adalah “tua”. Selain itu menurut AM, Metro TV sangat identik juga dengan konotasi laki-laki, penyebabnya adalah pemirsanya Metro TV kebanyakan bapak-bapak dibandingkan dengan ibu-ibu, akan tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi tim penjualan untuk mendapatkan iklan yang identik dengan perempuan atau

(6)

ibu-ibu karena terdapat kemungkinan bahwa meskipun bapak-bapak yang menonton kadang kala si pemirsa ibu-ibu ikut nimbrung menonton.

Mengenai target pemirsa Metro TV, AM tidak memungkiri mengenai kemungkinan-kemungkinan pemirsa Metro TV juga merupakan pemirsa televisi lain. Hal ini menurut AM dikarenakan pengaruh kekuatan dari remote control dari televisi yakni kemungkinan yang paling besar adalah adanya perpindahan channel sewaktu iklan. Sehingga hal ini menyebabkan skala dari pemirsa Metro TV tetap lebih kecil dibanding dengan televisi lainnya meski Metro TV sangat segmented. Imbas dari hal ini sangatlah besar dimana Metro TV kembali dipertemukan dengan masalah rating yakni berujung pada harga spot iklan yag dirasa kurang rasional dengan ukuran rating yang tidak tinggi. Kecuali untuk special case yang menurut AM program tayang dan image dari Metro TV dirasa mampu mewakili dari brand image, memungkinkan Metro TV untuk menjual dengan harga yang ditawarkan. Jadi secara tidak langsung dalam hal ini sebenarnya Metro TV sudah berupaya untuk mengedukasi para pengiklan, tetapi yang disayangkan adalah kekuatan dari permintaan yang mengarahkan ke pasar persaingan sempurna yakni segala sesuatu dapat diukur dan dipertanggung jawabkan. Hal inilah yang membuat Metro TV sulit bersaing dengan televisi lain dari segi pendapatan.

AM merasa diperlukan adanya masukan dari luar mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan Metro TV, terutama untuk bagian pembuat program yang dirasakan terlalu bercermin pada diri sendiri dan tidak melihat keinginan pasar. Dengan semakin mencoba mengeksploitasi diri secara

(7)

introvert menurutnya banyak hal yang terlewatkan karena disibukkan dengan batasan-batasan yang sebenarnya mungkin masih dapat ditoleransi, tetapi dianggap hal yang tidak sesuai sehingga mempengaruhi program yang tayang baik dari variasi maupun isinya.

Sehubungan dengan image Metro TV yang baik, menurut AM banyak dijadikan sebagai tempat untuk berpromosi untuk image corporate, dimana perusahaan-perusahaan tersebut ingin membentuk persepsi mengenai perusahaan yang peduli akan lingkungan dan masyarakat sekitar. Memanfaatkan Metro TV yang segmented juga, perusahaan-perusahaan tersebut melakukan blocking time untuk memasarkan produk-produknya seperti trend perusahaan property. Perusahaan property merasa bahwa beriklan di Metro TV sangatlah efektif dikarenakan meski dihitung dari CPRP nya terhitung mahal akan tetapi tepat pada sasaran.

Terakhir dari AM, beliau pada intinya ingin Metro TV untuk lebih fokus dalam menghadapi persaingan. Small but beautiful dirasa sangat sesuai dengan keadaan ke depan yakni meski dari perolehan pendapatan tidak sebesar televisi yang lain, akan tetapi Metro TV dapat bertahan dan dalam menawarkan spot iklannya memiliki bargainning power lebih.

(8)

Berikut hasil In-depth Interview dengan nara sumber dengan Para Pengamat:

1. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu mengenai kondisi pertelevisian di Indonesia khususnya menyangkut masalah rating?

a) Mengapa sukses atau tidaknya suatu acara sangat tergantung rating?

Bpk Gunawan Alif: “Karena pada saat ini pengiklan berpatokan pada

rating yang dikeluarkan oleh AGB Nielsen.”

Ibu Chrisma Albandjar: “Rating itu ukuran, hanya semacam hasil

akhir saja, gak bisa diapa-apa’in.”

Bpk Jerry Justianto: “Jadi gini, TV itu biasanya program oriented.

Ketika Who Wants To Be A Millionaire itu pindah ANTV, orang yang biasa nonton itu dia pindah ke ANTV sampai dia gak coocok dengan Dian Sastro baru dia gak nonton. Ketika Tukul bulan puasa lari ada di RCTI, fans-nya Tukul nonton Tukul di RCTI acara sahurnya, bukan nonton acara Empat Mata Ramadhan Edition yang istilahnya cuman rekaman di taruh di TV7. Karena orang ikutin program. Jadi orang itu ter-addicted dengan program.”

b) Apa imbas dari rating terhadap stasiun televisi?

Bpk Gunawan Alif: “Ya jelas, pengiklan lebih memilih rating yang

besar sehingga berimbas pada pemasukan perusahaan atas jumlah spot yang laku terjual.”

(9)

Ibu Chrisma Albandjar: “Rating tidak bisa jadi patokan utama,

banyak hal yang menjadi pertimbangan. Kalau pun Metro TV ga mau pake AC Nielsen ga papa kan? kan bisa juga sebagai pembanding. Karena definitely Metro TV berbeda kok sama TV yg lain.“

Bpk Jerry Justianto: “Metro itu pusingnya soal akuntabilitas

daripada Nielsen yang tidak berpihak ke dia karena jenis-jenis personifikasinya dia tidak ter-cover Nielsen. Kalo dia bilang itu AB class terpaksa kita playing at the same field. Saya juga mau ngomong kita A++, diketawain ama orang, tapi ok lah kita sama-sama mengerti pada suatu titik walaupun kita A+++ personifikasinya tapi yang A sama B kelasnya si Nielsen tetap dengarin kita juga karena wanna be terhadap yang kita mau tuju.”

c) Apa imbas dari rating terhadap calon pemasang iklan?

Bpk Gunawan Alif: “Ya pengiklan lebih memilih rating yang besar

sehingga dapat dipertanggung jawabkan mengenai pengeluaran iklannya.”

Ibu Chrisma Albandjar: “Kalo menurut saya tergantung dari siapa

pengiklannya. Kalo saya jadi pengiklan, saya mau tau 100 juta ini dibagi ke 10 tv, berapa persen yang sebenarnya yang jadi target saya? Kalo saya itu consumer goods, mau miskin/kaya semua makan indomie, saya akan ambil yang begini. Tapi kalo saya jualan Mercedes

(10)

S Class, ngapain saya taruh di Si Entong? Saya akan pasang dimana orang yang akan beli Mercedes, ya di groups-nya itu yang nonton.”

Bpk Jerry Justianto: “Pengiklan maunya beli rating, yang penting

rating tinggi aja, bodoh amat mau kualitas kayak apa.”

2. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu mengenai perusahaan yang menyediakan data mengenai rating?

a) Bagaimanakah metodologi yang dijalankan selama ini?

Bpk Gunawan Alif: “Nielsen di New York melakukan hal yg sama

juga. Bukan monopoli, secara entry barrier-nya kan sangat berat karena cost-nya sangat mahal dan pembeli ga mau bayar dua, yang kalah udah selesai. Bahwasannya kritik terhadap kerjanya Nielsen ini ada, tapi karena tidak ada pilihan, dia gunakan itu, walaupun metodenya tidak sempurna (setengah sempurna) sudah dipake. Sebagai contoh di Amerika pun dia di kritik, karena tidak pernah memuaskan semua pihak, apalagi kayak akademisi yg sangat canggih, kalo di sini diwakili oleh si Effendi G., di sana juga ada, tapi karena mereka ga punya pilihan.”

Ibu Chrisma Albandjar: “Jadi kita sekarang mempertanyakan

mengenai metodologi-nya Nielsen. Klo ngikutin metode, semua orang bisa saja menyalahkan Nielsen. Tapi lepas dari Nielsen sendiri, Metro TV bisa berkembangnya seperti apa?“

(11)

Bpk Jerry Justianto: “Kalo kita melihat number of sampling, Nielsen

itu memakai kelas D itu lebih banyak daripada kelas A, yang A nya aja hanya 2,75 jt spending power-nya.”

b) Apakah hasil yang dicapai selama ini cukup valid?

Bpk Gunawan Alif: “Cukup valid, tapi ya itu tadi, walau tidak valid

permasalahannya tidak ada pembanding dan tidak ada auditor.”

Ibu Chrisma Albandjar: “Semisal Anda berat nambah 2 kg. Kita

ngomongin soal yang 2 kg. Wah ini jangan-jangan timbangannya, dia timbangannya bukan buatan Jerman, buatan Bandung sih katanya, jadi kita lebih berat, bukan yang ditanya, Anda makanannya apa? Kemudian tidurnya jam berapa? Berolah raga ga? Jadi jangan alat ukurnya yang dijadikan patokan, salah. Alat ukurnya hanya mengukur.”

Bpk Jerry Justianto: “Kalau menurut saya cukup valid, hanya

kurang sesuai karena melayani mayoritas.”

c) Siapakah Auditor yang paling kredibel untuk menilai hasil kinerja perusahaan tersebut?

Bpk Gunawan Alif: “ga pernah di-audit itu, harusnya perlu. Kalo

diserahin ke LSI juga boleh-boleh aja, credible, tapi siapa yg mau bayar? LSI juga dibayari sama orang Amerika, makanya susah, kita ga punya pilihan.”

(12)

Ibu Chrisma Albandjar: “Mestinya ada tuh yang audit, tapi ya

memang cost-nya gede banget.”

Bpk Jerry Justianto: “Kalo saya sih nunjuk UI, karena mahasiswa

idealismenya masih lebih tinggi.”

3. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu terhadap program tayangan yang berisi berita?

a) Bagaimana prospek kedepannya?

Bpk Gunawan Alif: “Saya lihat saat ini masyarakat kita ga terlalu

haus berita. Habit murid-murid di kelas yang jarang nonton TV, baca majalah, surat kabar, padahal itu anak muda. Kecuali ada kejadian besar, seperti WTC ditabrak pesawat. Orang-orang yang seumuran saya ke atas lebih haus berita karena jaman dulu kita sulit dapat berita. Jaman kalian lebih gampang, sudah ada Internet. Generasi muda sekarang orang-orang yang instan, itu yg mendorong Kompas berubah menjadi lebih pendek, karena ia menyadari generasi muda berikutnya itu udah beda, ia tidak mau baca berita-berita yang panjang. Sementara buat generasi saya itu kehilangan..gapnya..tapi dia tidak punya pilihan, dia harus ambil keputusan karena untuk pembaca seperti saya lama-lama akan hilang, yang berikutnya kan yang penting. Saya rasa memang ada masalah di situ.“

(13)

Bpk Jerry Justianto: “Kalo untuk berita sendiri itu gak akan mati

karena orang pasti membutuhkan berita. Cuman tergantung dari target market-nya. Kalo orang yang target marketnya bawah, yang kelas B itu, dia mungkin suka sama acara buser.”

b) Seberapa besar peminatan pemirsa terhadap program tayangan berita?

Bpk Gunawan Alif: “Kalo saya lagi butuh berita atau ada

kasus-kasus unik saya nyari Metro TV. Saya juga nyari program BBM (Newsdotcom – penulis) yang saya suka, saya pasti ke situ. Saya pactically ga pernah…jarang nonton Tukul..ga cocok..apalagi sinetron. Anak-anak saya larang nonton sinetron..tidak mendidik gitu.

Ibu Chrisma Albandjar: “News itu proximity, kedekatan. Kalo ada

maling di Depok dan Anda tinggal di Depok, Anda pasti ingin tau di mananya tuh? Itu namanya proximity, kalo Anda tinggal di tempat lain, peduli amat ada maling di sana, jadi gak perlu tau.”

Bpk Jerry Justianto: “News itu kan beda-beda kategorinya. Kalo di

Amerika itu ada 4-5 macam news. News and Talk, yang kayak ELsinta tapi dia hanya jadi news saja. News & Talk itu news berkala, lebih banyak talk radionya. Jadi dibahas dengan orang-orang yang hebat-hebat kayak si Sally Jess Rafiel, Raslimbo, Larry King, itu kan penyiar-penyiar yang hebat. Kalo News radio di Amerika bener-bener News saja. Ada lagi News & Sport isinya hanya sport. Ada lagi yang

(14)

Business Radio, isinya bisnis, stock market dan segalanya. Penyampaiannya ada 2 cara. Secara hard yang lebih ke monolog, ini berita, gue sampaikan, you terima. Kalo soft itu dibuat menjadi gak langsung, bisa lewat dialog, bisa juga lewat entertaining, bisa juga lewat interactivity. Jadi soft itu orang dibuat lebih membuat their own conclusion juga. Itu gaya penyampaian, lebih personality.”

c) Program tayangan berita apakah yang paling digemari sampai dengan saat ini?

Bpk Gunawan Alif: “Newsdotcom, Kick Andy, Oprah juga.”

Ibu Chrisma Albandjar: “National Geography, Breaking News,

Headline News, Eagle Award, dsb.”

Bpk Jerry Justianto: “Headline News, Newsdotcom, Kick Andy.”

4. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu terhadap Metro TV?

a) Apakah pemirsa dan calon pemasang iklan mengerti mengenai Metro TV?

Bpk Gunawan Alif: “Mengerti betul itu siapa Metro TV. Saya

menonton Metro TV di cable tapi anak saya atau pembantu saya kadang-kadang nonton sinetron di telesterial.”

Ibu Chrisma Albandjar: “Kalo model news-nya Metro TV masih

(15)

news...karena orang Papua gak mau tau tentang Jakarta, orang Kalimantan ngapain tau tentang Jakarta.”

Bpk Jerry Justianto: “Saya rasa sudah aware, cuman memang yang

bukan kelasnya ya ga bakalan nonton.”

b) Apakah program tayangan Metro TV saat ini sudah dirasa tepat? Jika belum menurut Bapak/Ibu perlu ditambahkan seperti apa? Bpk Gunawan Alif: “Sudah tepat tapi belum bervariasi.”

Ibu Chrisma Albandjar: “Kalo menurut saya Metro TV programnya

bagus, orang-nya yang ga bisa jualan menurut saya, programnya bagus for that segment yah…untuk segmen yg diinginkan programnya bagus luar biasa menurut saya. Itu sama dengan ElShinta kalo di radio, tapi dia apa yg ada dikasih, kalo Metro TV masih punya analisa, Metro TV punya documentary yang luar biasa, dia punya Eagle Award yang luar biasa menurut saya. Tapi Anda liat dari siaran geografik yg khusus documentary, discovery channel yg khusus documentary, tetap aja orang lebih banyak nonton AXN yang ada Amazing Race Asia, yah mereka lebih suka nonton itu karena memang itu untuk hiburan. Kadang-kadang saya beli vcd discovery channel di disc tara untuk pengetahuan gitu. Tapi itu tadi ada yg namanya teori gratification.

Bpk Jerry Justianto: “Metro TV keliatan sangat bias. Kesulitan

daripada lembaga berita adalah ketika yang punya itu kelewat dominan. Tapi kalo secara style itu seperti apa, saya rasa sudah masuk

(16)

on the right track. Kalo dia main di news dia harus netral. ANTV itu cukup netral. News-nya mengenai Lapindo itu berani mereka taruh.”

c) Bagaimanakah Metro TV harus bertindak untuk mengatasi rating yang dijadikan patokan?

Bpk Gunawan Alif: “Agak susah, Metro TV harus pandai-pandai

memainkan di harga dan di program. Contoh kayak Cakram, kita ga akan pernah ngasih barter atau apapun dengan media. Karena kita sadar tugas Cakram adalah membawa media ke pengiklan.”

Ibu Chrisma Albandjar: “Cuman maksud saya dari mana

meyakinkan client bahwa TV saya ini bisa memberikan yg seperti kita inginkan. Dan dulu strateginya adalah mereka premium price, for premium viewers. Center-nya sales, kedua programming-nya, itu kan yang pertama kali punya otak kan pertama kali, gini the heart of a TV station or the heart of Electronic Media adalah programming. Bread and butternya di situ. Doesn’t matter tentang yang lain.”

Bpk Jerry Justianto: “Kita harus proved it. Satu adalah dengan

off-air activation. Jadi Metro TV mengundang orang datang, undang advertiser-advertiser, dia melihat siapa aja yang datang. Jadi image dan ada buktinya dan off-air. Ini kita laporin di website, di newsletter. Jadi Metro TV yang ngadain, yg datang si dia, dia. Kalo program arisan yg datang begini, bening-bening. Create community. Jadi ada off-air activition-nya.”

(17)

Berikut hasil In-depth Interview dengan nara sumber dengan Pihak Media:

1. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu mengenai kondisi pertelevisian di Indonesia khususnya menyangkut masalah rating?

a) Mengapa sukses atau tidaknya suatu acara sangat tergantung rating? Agus Riyanto: “Saat ini orang/pemasang iklan masih menganggap bahwa

rating adalah satu-satunya acuan bagi keberhasilan suatu program acara televisi. Tinggi rendahnya rating mengindikasikan bahwa suatu program dapat/tidak menarik perhatian pemirsa/audience. Padahal seharusnya tidak mutlak seperti itu, artinya mungkin kita bisa lebih bijak lagi dalam menentukan program acara mana sebagai tempat beriklan bagi produk-produknya, semisal: untuk target remaja, usia 15-24, ABC, meskipun dari sisi rating program MTV masih rendah namun secara kualitatif sangat relevan dengan target audience produk kita, semestinya masih layak untuk dijadikan tempat promo produk kita apalagi jika dari sisi cost per rating point-nya (CPRP-nya) rasional.”

Sasmoyo: “Lembaga penyurvei rating cuman ada satu dan sudah

berlangsung cukup lama, puas tidak puas ya harus kita terima. Tapi yang jelas rating bukan satu-satu-nya jalan atau barometer masih banyak aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan, seperti: environment program, contain program, dsb (sesuatu yg menyangkut program itu sendiri harus kita pelajari lebih detail). Intinya program tersebut memungkinkan brand bisa ter-ekspose secara maksimal atau tidak dan tentunya harus secara eksekusi harus kita sesuaikan dengan positioning product.”

(18)

b) Apa imbas dari rating terhadap stasiun televisi?

Agus Riyanto: “Performance rating yang baik dari program-program

acara yang dimiliki oleh station tv akan mampu mendongkrak performance share station yang bersangkutan, yang pada akhirnya hal ini tentunya akan memberikan pengaruh positif terhadap pemasang iklan dalam menentukan channel mana yang akan dijadikan tempat berkampanye bagi produk-produk mereka.”

Sasmoyo: “Rating itu bahasa lain dari jumlah orang yang nge-lihat,

artinya kalau program banyak yang nge-lihat artinya program tersebut disukai oleh banyak orang, tapi kan belum tentu program tersebut baik untuk produk saya. Rating hanya sekedar patokan kuatitatif & sama sekali tidak bicara kualitatif. Pada kenyataannya kan memang begitu, rating yg tinggi biasanya menjadi tren atau sesuatu yang rame di bicarakan orang, bisa dicek deh pada skala yang lebih kecil.”

c) Apa imbas dari rating terhadap calon pemasang iklan?

Agus Riyanto: “Rating yang baik (tinggi-red) dengan harga yang

rasional, akan menghasilkan program dengan tingkat CPRP yang rendah. Hal ini berarti program ini efisien untuk dipilih oleh pemasang iklan dalam mempromosikan produk-produknya.”

Sasmoyo: “Imbasnya pasti TV pengen ratingnya tinggi, dan pemasang

(19)

program yg tinggi untuk produk yang mass product, murah dsb. Karena rating hanya bicara area kuantitatif. Dan kalau si produk perlu bicara kualititaif, edukasi, maksimal exposure biasa agak susah pada program yang ber-rating tinggi.”

2. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai strategi penjualan Metro TV? a) Apakah sudah tepat selama ini?

Agus Riyanto: “Kalau menurut saya belum, mungkin team sales Metro

TV tidak bisa pukul rata untuk jual setiap program yang mereka miliki ke semua brand yang ada di dunia pertelevisian Indonesia, mungkin mestinya lebih selektif sesuai dengan target audience yang mengkonsumsi program-program di Metro TV. Untuk produk-produk dengan target yang mass, mungkin lebih ke arah corporate-nya saja, tidak harus ke produk/brand.”

Sasmoyo: “Metro TV lebih banyak ke area Qualitative, padahal pada sisi

lain banyak Client masih butuh Angka, Number atau Quantitive. Kalau mau jualan Qualitative tentunya cara-cara jualannya harusnya ada perbedaan dengan orang lain, tepat dan tidaknya nggak pernah ada ukuran yang tepat kecuali tercapainya target penjualan, selama itu tidak pernah terpenuhi yang artinya kurang tepat strategy-nya.”

(20)

b) Bagaimana dengan benefit (program) yang ditawarkan?

Agus Riyanto: “Kalau dari benefit yang ditawarkan seh pasti menarik,

karena sejauh yang saya tahu untuk secondary station seperti Metro TV, kalau tidak memberikan offer yang baik pastinya sulit untuk bersaing dengan station tv lainnya, kecuali kalau memang programnya benar-benar spesial dan hanya Metro TV yang punya, misalnya Wawancara Ekslusif Metro TV dengan Saddam Husein sebelum prosesi eksekusi mati...(serem khan).”

Sasmoyo: “Benefit yang ditawarkan masih kurang lebih sama

dengan orang lain, sebaiknya siapkan satu property, benefit yang benar-benar lain dari TV lain berikan.”

c) Apakah Metro TV sudah jelas memberikan gambaran siapa target

marketnya?

Agus Riyanto: “Sebenarnya tanpa dijelaskan, pemasang iklan juga sudah

tergambar siapa yang pantas untuk dijadikan target bagi program-program Metro TV, cuma terkadang pada pelaksanaan di lapangan, begitu ada tekanan untuk dapat billing yang memadai semuanya jadi tidak sesuai dengan rencana awal.”

Sasmoyo: “Target market-nya kan jelas di AB, dan lebih spesifik di

(21)

3. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu terhadap Metro TV?

a) Apakah pemirsa dan calon pemasang iklan mengerti mengenai Metro TV?

Agus Riyanto: “Ya, saat ini Metro TV adalah satu-satunya station tv yang

memfokuskan pada program-program News/Information.”

Sasmoyo: “Jelas tahu yang jelas Metro TV is talking about, News,

Bussiness for AB class.”

b) Apakah program tayangan Metro TV saat ini sudah dirasa tepat? Jika belum menurut Bapak/Ibu perlu ditambahkan seperti apa? Agus Riyanto: “Kalau yang namanya program News/Information,

rasanya semuanya sama.”

Sasmoyo: “Tepat tidak tepat bisa diukur dari jumlah pemasang iklan,

target sales, dst. Selama itu tidak ada improvement artinya memang ada yg kurang tepat.”

c) Bagaimanakah Metro TV harus bertindak untuk mengatasi rating yang dijadikan patokan?

Agus Riyanto: “Kalau menurut saya mungkin sebaiknya pola jualan

Metro tidak terpaku pada spot ataupun sponsor dengan benefit standard. Built In mungkin bisa dijadikan alternatif yang bisa dijadikan additional point dalam sistem penjualan bagi pengiklan, misal ada launching produk baru product Camera, Metro TV menjual segmen pada acara launching tersebut, dengan additional benefit berupa spot.”

(22)

Sasmoyo: “Harus dibalik bagaimana Metro TV mengejar supaya

ratingnya membaik, rubah positining secara extremenya. Coba bandingankan jumlah brand untuk Mass dan product untuk niche audience lebih banyak yang mana. Atau tolong check ajah Advertising spending pasti didominasi oleh FMCG.”

4. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu mengenai stasiun televisi yang diidamkan dari sisi pengiklan?

Agus Riyanto: “Station dengan performance share yang baik, rasional

dalam harga dan fleksibel dalam mengakomodir kebutuhan klien/pengiklan.”

Sasmoyo: “Lebih creative, menawarkan lebih banyak option exposure &

unique bagi masing-masing individual brand pada cost yang relevan.”

5.2 Observasi

5.2.1 Pangsa Pasar Metro TV

All Cities Target Audience Uni Samp (%) All People 42,018,791 7,723 Sex Male 21,160,889 3,861 50% Female 20,857,903 3,862 50% Age 05-09 4,276,435 750 10% 10-14 4,703,355 842 11%

(23)

All Cities Target Audience Uni Samp (%) 15-19 4,488,086 830 11% 20-24 5,108,871 844 12% 25-29 4,853,585 753 12% 30-34 3,935,613 626 9% 35-39 3,870,340 632 9% 40-44 2,686,660 622 6% 45-49 2,516,421 576 6% 50-54 1,953,923 411 5% 55-59 1,398,226 305 3% 60+ 2,227,277 532 5% Education University 1,469,933 403 3% Academy 1,143,264 234 3% High School 11,792,554 2,090 28% Secondary 6,982,907 1,292 17% Elementry 9,140,906 1,617 22%

Elementry Not Fin 8,216,874 1,468 20%

Not Formal Edu 3,272,354 619 8%

Occupation Prof. Executive 703,038 173 2%

Entrepreneur 5+ 178,770 30 0% Entrepreneur 1-5 4,511,505 914 11% Clerical Staff 2,239,252 423 5% Skill/Semi Skill 3,022,862 544 7% Labourer 7,437,945 1,242 18% Student 11,528,245 2,088 27% Housewife 5,030,943 916 12% Retired 7,354,370 1,390 18% No Answer 11,862 3 0%

(24)

All Cities Target Audience Uni Samp (%) SES A1 2,541,058 843 6% A2 4,073,546 620 10% B 6,200,708 1,064 15% C1 10,483,518 1,718 25% C2 9,747,535 1,936 23% D 5,655,653 1,004 13% E 3,316,772 538 8%

Tabel 5.1 Perhitungan Sample dari riset oleh AGB Nielsen di masing-masing kota

besar di Indonesia tahun 2006 (Sumber: AGB Nielsen)

Sedangkan untuk lebih detail mengenai penyebarannya sebagai berikut: • Jakarta (55%) Æ Uni – 23,090,305 ; Samp – 2,366

• Bandung (5%) Æ Uni – 1,968,620 ; Samp – 598 • Semarang (3%) Æ Uni – 1,145,182 ; Samp – 452 • Surabaya (20%) Æ Uni – 8,224,410 ; Samp – 1,359 • Yogyakarta (5%) Æ Uni – 2,185,981 ; Samp – 483 • Medan (4%) Æ Uni – 1,726,162 ; Samp – 533 • Palembang (3%) Æ Uni – 1,467,220 ; Samp – 485 • Makassar (2%) Æ Uni – 1,046,328 ; Samp – 543 • Denpasar (1%) Æ Uni – 590,298 ; Samp – 472 • Banjarmasin (1%) Æ Uni – 547,285 ; Samp – 429

(25)

Apabila dikaitkan dengan market segment Metro TV perhitungannya sebagai berikut:

Metro TV Æ AB 20+

SES Æ A1 + A2 + B = 12,815,312 (uni)

Age Æ 20+ = 28,550,916 (uni) atau 68% dari total uni (42,018,791)

Jadi dengan mengasumsikan proporsi yang sama maka total uni yang menjadi pangsa pasar Metro TV adalah 8,714,412 (68% x 12,815,312) atau dengan prosentase sebesar 20,7% dari riset yang dilakukan di kota-kota besar di Indonesia. Dan apabila di interpolasikan dengan skala yang lebih besar lagi dimana penduduk Indonesia berkisar sejumlah 250 juta jiwa, Metro TV memiliki pangsa pasar prospektif kurang lebih sebesar 51,848,303 jiwa.

5.2.2 Cuplikan Hasil Wawancara dengan AGB Nielsen

Hellen Katherina adalah Associate Director Marketing & Client Service PT. AGB Nielsen Media Research Indonesia, salah satu bagian perusahaan AC Nielsen. Bagi saya yaitu sejak kecil dan televisi belum ada di Indonesia, nama Nielsen sudah sangat familiar. Semua seputar televisi (TV) saat itu disebut Nielsen Rating, yaitu suatu angka indeks yang menunjukkan kepada marketer dan juga khalayak ramai mengenai siaran TV mana yang berkenan di hati publik.

(26)

Menurut Hellen, secara sederhana rating itu adalah presentasi dari orang yang menonton suatu program terhadap seluruh populasi TV. Informasi rating ini penting untuk mengetahui jumlah penonton suatu acara. Pada umumnya, stasiun TV memakai rating untuk menentukan strategi-strategi program mereka. Mereka bisa melihat bukan hanya performa dari programnya sendiri dan stasiun TV secara keseluruhan, tetapi juga terhadap stasiun TV pesaingnya.

Berikut wawancara dengan Hellen Katherina dengan salah satu tokoh di stasiun televisi:

Pertanyaan: Secara sederhana, kita bisa mulai dari arti indeks yang dipakai.

Saya dulu punya acara di sebuah stasiun TV yang menurut laporan mingguan dari Nielsen memiliki rating nomor satu untuk suatu periode minggu dalam kategori current events, terus ada angka 3,6 dan lain-lain. Tolong Anda jelaskan mengenai hal tersebut dan angka-angka terpenting dari laporan itu?

Jawaban: Sebenarnya secara konsep sederhana, rating itu adalah presentasi

dari orang yang menonton suatu program terhadap seluruh populasi TV. Yang dimaksud dengan populasi TV di sini adalah semua orang yang berusia lima tahun ke atas yang mempunyai akses terhadap televisi di rumah tangganya masing-masing.

Pertanyaan: Apakah populasinya dilihat pada saat acara itu, sehingga

(27)

Jawaban: Kalau populasi televisi itu konstan, jadi tetap sama. Kalau yang

berubah-berubah itu kita mengistilahkannya share bukan rating.

Pertanyaan: Jadi ada rating dan share. Saya baru mengerti hari ini mengenai

perbedaan rating dengan share. Kalau begitu bagaimana keadaan populasi di Indonesia?

Jawaban: Saat ini kita tidak mengukur Indonesia, tapi coverage kita baru di

10 kota besar. Batasannya juga urban. Populasi TV di 10 kota urban itu sekitar 42 juta. Jadi tidak sama dengan populasi berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) karena bagi kita definisi populasi adalah hanya yang berusia lima tahun ke atas.

Pertanyaan: Apakah pengertian populasi TV itu artinya penonton TV bukan

pesawat TV?

Jawaban: Orang yang mempunyai akses terhadap TV di rumahnya. Jadi

kalau ada lima orang yang mempunyai akses terhadap satu TV maka itu dihitung lima. Sedangkan kalau ada 50 pesawat TV di toko dan tidak ditonton maka itu tidak dihitung. Jadi bukan pesawat TV tapi orangnya.

Pertanyaan: Kita telusuri ini sebentar. Misalnya, populasi ada 42 juta dan

acara saya memiliki share 3,6 persen, maka berarti yang menonton acara tersebut 3,6 persen dari 42 juta. Bagaimana cara menghitung populasi yang konstan?

(28)

Jawaban: Kalau share itu kita hanya menghitung orang yang saat itu sedang

berada di depan TV. Selama 24 jam tidak mungkin semua populasi menonton TV bersama-sama. Dalam penghitungan rating, semua itu dimasukkan ke dalam penghitungan. Tetapi untuk share, orang yang sedang sekolah atau bekerja tidak kita masukkan penghitungan. Jadi hanya dihitung berdasarkan orang yang saat itu sedang menonton TV.

Pertanyaan: Jadi share itu lebih menunjukkan orang yang secara aktual pada

saat itu sedang menonton. Sedangkan populasi itu satu parameter yang konstan. Kapan data tersebut di update?

Jawaban: Per tahun.

Pertanyaan: Bagaimana cara mengetahui orang yang menonton suatu acara,

apakah menelepon ke rumah atau ada alatnya?

Jawaban: Kita mempunyai responden yang kita pasangkan alat di rumahnya.

Nama alat itu people meter dan kita mengedukasi mereka cara menggunakan alat tersebut ketika menonton TV. Jadi saat mereka channel surfing dengan remote seperti biasa, kita juga meminta mereka untuk menekan tombol reset di remote control research yang berhubungan dengan alat people meter itu. Bentuk alat people meter itu hampir mirip dengan remote control TV biasa yaitu ada angka 1, 2, 3 sampai 10. Angka satu itu kita peruntukkan untuk ayah, angka dua untuk ibu, tiga untuk anak yang paling besar, empat untuk nomor dua, dan seterusnya. Semua anggota rumah tangga yang ada di situ

(29)

bisa terhitung. Jadi kakeknya, neneknya yang memang permanen tinggal di rumah itu kita hitung juga.

Pertanyaan: Bagaimana cara menentukan rumah untuk dipasangkan people

meter itu?

Jawaban: Setiap tahun kita melakukan establishment survey. Di situ kita

melakukan random, mendata profil demografis penonton TV sebuah kota. Misalnya, bagaimana demografis profil penonton TV di Jakarta dari segi pembagian usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan sebagainya.

Pertanyaan: Apakah itu dilakukan sendiri oleh Nielsen?

Jawaban: Kita melakukan itu setiap setahun sekali. Jadi kita mengetahui data

penonton TV. Misalnya, usia 5-9 tahun itu ada delapan persen, usia 10-18 tahun ada dua persen, dan seterusnya. Dari data tersebut, kita kemudian menentukan panel rumah tangga yang akan kita pilih untuk mewakili masing-masing kelompok demografis yang sudah kita punya.

Pertanyaan: Apakah kelompok demografis tersebut selain didefinisikan

menurut umur, juga berdasarkan kategori lainnya seperti income, agama, atau keturunan?

Jawaban: Itu ada. Jadi kita mendata juga seperti income, agama, suku, dan

sebagainya. Namun kita tidak memasukkan itu sebagai variable control dalam riset karena hal-hal seperti suku itu terlalu kecil pembagiannya.

(30)

Pertanyaan: Apa faktor yang paling penting untuk riset tersebut?

Jawaban: Ada tiga faktor yang paling penting yaitu umur, jenis kelamin, dan

status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi ini bukan income. Kita mengukur status ekonomi berdasarkan belanja rutin rumah tangga setiap bulan. Itu karena orang Indonesia kalau ditanya pendapatannya cenderung susah. Mereka jauh lebih jujur kalau kita tanya berapa pengeluaran perbulannya.

Pertanyaan: Berapa lama suatu alat people meter dipasang di suatu rumah? Jawaban: Maksimal satu rumah tangga itu bisa menjadi panel kita selama

dua tahun.

Pertanyaan: Apakah mereka dibayar atau tidak?

Jawaban: Mereka mengumpulkan poin. Misalnya, dalam satu bulan mereka

mendapatkan lima poin maka itu bisa ditukar dengan hadiah yang tersedia, biasanya peralatan rumah tangga seperti panci.

Pertanyaan: Apakah ada seleksi berapa lama intensitas seseorang menonton

(31)

Jawaban: Tidak ada dalam parameter. Namun biasanya sebelum kita

merekrut suatu rumah tangga menjadi panel secara permanen, kita akan melakukan dua minggu periode uji coba dulu. Jadi kita melihat kerjasama mereka, misalnya, disiplin mereka dalam memencet tombol. Kemudian level menonton TV dari sang ayah, anak, dan lainnya. Jadi kita kurang lebih mengetahui, misalnya, ayahnya menonton TV per hari 1,5 jam dan ibunya tiga jam. Ini akan menjadi parameter kontrol kita untuk rumah tangga tersebut ketika mereka sudah menjadi panel seterusnya. Kalau terjadi hal-hal yang di luar kebiasaan, misalnya, tiba-tiba di suatu hari kepemirsaan ayah menjadi empat jam berarti ada something wrong. Jadi kita harus kembali dan mengkontak rumah tangga tersebut untuk konfirmasi. Apa betul pada hari ini sang ayah menonton TV selama empat jam? Mengapa lebih lama dari biasanya?

Pertanyaan: Apakah alat people meter tersebut dipasang secara on line atau

direkam?

Jawaban: Saat ini kepemirsaan itu direkam oleh people meter. Ada dua

macam metode saat ini yang kita pakai, yaitu metode on line dan off line. Kalau on line artinya kita menyambungkan alatnya dengan saluran telepon sehingga setiap malam data kepemirsaan bisa kita tarik dari kantor kita. Saat ini metode tersebut kita lakukan untuk di Jakarta. Tetapi untuk di sembilan kota lainnya, kita masih menggunakan metode off line. Artinya, setiap minggu data kepemirsaan itu direkam di sebuah alat berbentuk kaset yang kita sebut

(32)

modul. Di situ terekam dalam bentuk fine records. Setiap minggu kita ambil data tersebut ke rumah responden.

Pertanyaan: Ada berapa people meter yang terpasang di Jakarta?

Jawaban: Satu rumah bisa lebih dari satu alat people meter. Misalnya, di

rumah tersebut ada tiga TV maka ketiga-tiganya harus kita pasang, kecuali TV yang diperuntukkan satpam dan pembantu rumah tangga karena mereka bukan anggota rumah tangga. Mereka tidak tercatat di kartu keluarga dan sebagainya.

Pertanyaan: Ada berapa unit keseluruhan people meter yang terpasang

sekarang?

Jawaban: Jumlah rumah tangga di greater Jakarta, Bogor, Tangerang,

Depok, Bekasi (Jabodetabek) ada 540 rumah dengan alat people meter di satu rumah bisa lebih dari satu.

Pertanyaan: Jadi ada kira-kira 540 sampai 1000 alat people meter untuk

suatu daerah yang kira-kira berpenduduk 14 juta. Apakah itu secara statistik sudah diperhitungkan cukup merepresentasikan?

Jawaban: Cukup. Kalau untuk Jakarta kita mempunyai margin of error justru

yang paling kecil dibandingkan kota-kota lain, kalau tidak salah hanya 2 persen.

(33)

Pertanyaan: Bagaimana mengetahui margin of error tadi?

Jawaban: Ini standard, di semua buku statistik ada. Kita menghitung dari

populasi, jumlah sampel, dan sebagainya.

Pertanyaan: Siapa konsumen dari rating tersebut?

Jawaban: Pengguna langsungnya adalah bagian programming dan marketing

di stasiun TV dan juga biro-biro iklan. Rating menjadi trading currency bagi industri TV karena ini salah satu alat yang dipakai mereka untuk mendapatkan pendapatan dari iklan. Itu karena sebenarnya yang dijual oleh TV kepada pemasang iklan bukan program, tetapi berapa jumlah pasang mata yang melihat program tersebut, berapa orang yang melihat iklan tersebut. Jadi dalam hal ini, rating yang memberikan informasi berapa jumlah orang yang menonton pada jam sekian sampai sekian atau bahkan sampai ke spesifik spot iklannya. Rating ini bukan cuma menggambarkan jumlah penonton program TV saja tapi kita bisa pilah lagi sampai pada profil penontonnya, seperti apakah cocok dengan target audience yang ingin dituju oleh brand-brand tertentu.

Pertanyaan: Apakah yang menonton orang kaya atau orang miskin bisa

ketahuan?

(34)

Pertanyaan: Jadi bagi yang mau memasang iklan, seperti mobil mewah maka

di acara itu sedangkan untuk obat gosok di acara lain. Nah, tadi Anda mengatakan bagian programming TV dan marketing. Sepengetahuan Anda, apakah mereka menganggap penting nilai rating dari AGB Nielsen ini? Apakah ada riset untuk Anda sendiri mengenai bagaimana relevansi rating yang Anda keluarkan dengan keputusan programming TV?

Jawaban: Kalau dari pengalaman kita selama berhubungan dengan stasiun

TV, misalnya bagian programming, mereka memakai informasi rating ini untuk menentukan strategi-strategi program mereka. Mereka bisa melihat bukan hanya performa dari programnya sendiri dan stasiun TV secara keseluruhan, tetapi juga terhadap stasiun TV pesaingnya. Kalau kita melihat pada tayangan-tayangan di Amerika, misalnya, suatu acara yang ratingnya drop maka bukan hanya acaranya yang diganti tapi produsernya juga diganti. Jadi mereka menganggap rating itu sangat serius. Itu mungkin salah satu contoh yang amat sangat ekstrim.

Pertanyaan: Apakah TV mendasarkan pilihan program mereka pada rating

atau tidak?

Jawaban: Salah satunya iya. Tapi tentunya rating ini sendiri mempunyai

batasan-batasan. Jadi angka rating ini seperti tadi sudah saya uraikan karena teknik pengukurannya melalui alat people meter dan pengukurannya dilakukan secara kuantitatif, kita tidak bisa mengasosiasikan bahwa orang

(35)

yang menonton maka suka acara tersebut atau kalau program itu ditonton berarti program itu berkualitas.

Pertanyaan: Maaf, tapi saya tidak mengarah ke kualitas. Tapi ke arah berapa

banyak orang menonton satu program dan berapa banyak orang lihat iklan?

Jawaban: Exactly. Jadi batasannya memang hanya secara kuantitatif berapa

orang yang menonton.

Pertanyaan: Apakah itu berarti suatu acara yang ditonton orang banyak

seharusnya dipertahankan oleh suatu stasiun TV?

Jawaban: Seharusnya. Dengan banyak orang menonton, dia bisa

menunjukkan kepada pemasang iklan bahwa program ini menjual. Jadi kalau iklan Anda, misalnya, dipasang di sini dan cocok dengan target brand yang diinginkan, maka brand-brand tersebut mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk dilihat juga.

Pertanyaan: Saya menanyakan ini karena saya membaca di koran beberapa

waktu yang lalu ada seorang Public Relations suatu TV sewaktu ditanya mengapa show ini di-drop padahal memiliki rating nomor satu, dia mengatakan, "Oh, bagi stasiun kami, rating itu tidak penting." Apakah Anda pernah mendengar statement dari statiun TV bahwa rating itu tidak penting? Apakah semua stasiun itu berlangganan ke rating service Anda?

(36)

Jawaban: Iya, hampir semua TV nasional kecuali yang pemerintah. Jadi

kalau TV nasional swasta berlangganan.

Pertanyaan: Apakah Anda tidak ada saingan pada saat ini sehingga kalau

mau dirating, maka harus pergi ke Anda?

Jawaban: Betul. Tapi, kalau kita bicara tentang kompetisi karena rating ini

menjadi trading currency maka idealnya di semua negara di seluruh dunia hanya ada satu penyelenggara rating.

Pertanyaan: Apakah ada pemilihan variabel atau sertifikasi sampling yang

membedakan Indonesia dengan negara lain seperti Selandia Baru?

Jawaban: Pemilihan sertifikasi sampling itu memang sedikit berbeda, dari

satu negara ke negara lain karena kita memperhitungkan juga komposisi demografis dan juga bagaimana masyarakat itu terbagi di negara tersebut. Jangan jauh-jauh membandingkan dengan Selandia Baru mungkin dengan Singapura saja. Misalnya, kalau di Indonesia ketika memilih random rumah tangga maka kita akan mencari RT atau RW, tapi kalau di Singapura kita menentukan berdasarkan blok apartemen. Jadi tekniknya agak berbeda.

Pertanyaan: Apakah ada pembobotan untuk suatu kategori katakanlah mana

status sosial ekonomi yang diberi bobot lebih tinggi?

Jawaban: Kalau dari status sosial ekonomi, kita menyesuaikan pembobotan

(37)

memang berat di menengah ke bawah. Hasil pembobotan kita harus sama persis dengan yang ada di populasi. Yang berbeda dari suatu negara dengan negara lainnya adalah hal-hal atau faktor-faktor yang dipakai untuk menentukan status sosial ekonomi tersebut. Jadi kalau di Indonesia, kita menggunakan pengeluaran rutin bulanan. Sedangkan kalau negara yang lebih maju seperti Hongkong dan Singapura mungkin juga memperhitungkan tingkat edukasi mereka. Kalau di sana income bisa dikatakan sudah ada standarnya, misalnya, untuk S1 lulusan engineering akan dibayar sekian sedangkan kalau manajer atau junior manajer dibayar sekian. Jadi transparan. Tapi kalau di Indonesia agak susah, kita memperhitungkan berdasarkan pekerjaan karena ada manajer yang digaji Rp 1,5 juta sebulan, ada manajer yang gajinya Rp 2 miliar sebulan.

5.3 Analisa

Segmenting, Targeting & Positioning (STP)

Pada awal terbentuknya, Metro TV menentukan STP-nya sebagai berikut:

• Segmenting : AB 20+

• Targeting : Proffesional Executive dan Entrepreneur • Positioning : News TV

Kemudian dengan sejalan adanya penyesuaian terhadap perubahan iklim kompetisi dan dari hasil pengamatan penulis, terjadi penyempitan

(38)

terutama pada demografi segmenting yakni menjadi 25 ke atas. Untuk perubahan lebih lengkapnya sebagai berikut:

• Segmenting & Targeting

Demografi : Jenis Kelamin Æ Pria/Wanita Usia Æ 25 tahun

SES Æ Menengah keatas (AB)

Psikografi : Proffesional Executive, Entrepreneur, Birokrat, Housewife & Retired Æ Money for Quality, Image, Branded, Info Minded, Self Confident, Give Advice, Have a Bright Future, Brand Loyal, Quality Conscious, Independent, Have Intelligent Perspectif Personality : Smart or Aspiring to be Smart, Looking for

Additional Knowledge, Trendsetter in Idea and Appearence, Able to Blance His/Her Time, A Social Person – not a Loner, High Nationalism (Housewife)

(39)

Gambar 5.1 Perbandingan Index (Base) dengan Demografi untuk menunjukkan

pemirsa yang sesuai dengan target Metro TV (sumber: AGB Nielsen yang telah diolah oleh Metro TV)

• Positioning : News TV

Dalam hal ini Metro TV melakukan eksplorasi terhadap terminologi dari News yakni Hard News dan Soft News. Hard News dapat kita saksikan berupa program tayangan bersifat berita-berita aktual yang dipandu oleh penyiar berita, sedangkan Soft News lebih banyak dieksplorasi dalam berupa Talk Show Interactive.

(40)

Positioning yang berbeda dengan stasiun televisi lainnya ini juga telah dibuktikan dari hasil riset yang dilakukan oleh AGB Nielsen mengenai pemirsa setia Metro TV, disajikan sebagai berikut:

Metro Viewer

Others TV Viewer

(10 Channels)

77.6%

Gambar 5.2 Prosentase pemirsa setia Metro TV (sumber AGB Nielsen)

Atribute dari pemirsa setia Metro TV (77.6%) antara lain: • Biaya pengeluaran/belanja yang tinggi

• Usia produktif

• Tingkat edukasi lebih baik

• Memiliki asuransi dan kartu kredit • Memiliki masa depan yang cerah • Loyal/setia terhadap suatu merek • Sangat memperhatikan kualitas

(41)

• Percaya diri • Mandiri

• Memiliki kecerdasan akan pandangan/perspektif ke depan

.3.1 Analisa Segmenting & Targeting

sil penelitian dan observasi yang di

ES AB), Metro TV cenderung ditonton • Berpikiran modern

5

Penulis ingin mencoba memaparkan ha

lakukan selama ini dengan memperhatikan program-program tayangan Metro TV dimana sebagai berikut:

¾ Dari segmen yang dituju (S

oleh kalangan menengah ke atas, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:

(42)

Selain dari pada ciri-ciri menengah ke atas tersebut, dapat juga disebutkan segmen menengah ke atas lebih berani membayar untuk kualitas, memantau berita di bidangnya, memiliki masa depan yang cerah, dan menguasai teknologi serta informasi. Berikut ditampilkan perbedaan mendasar Metro TV dibanding Segmenting & Targeting dari televisi yang lain:

Gambar 5.4 Pola kepribadian pemirsa Metro TV dibanding TV lain

Dari hasil riset yang dilakukan didukung juga oleh riset dari pihak (sumbu x mewakili pola pemikiran dan sumbu y mewakili bahagia)

AGB Nielsen mengenai efektifitas (share berbanding index) suatu stasiun televisi terhadap segmen AB, hasilnya sebagai berikut:

(43)

Gambar 5.5 Grafik share dan index penonton kelas AB pada paruh

pertama tahun 2007 (sumber: AGB Nielsen yang diolah oleh Metro TV)

¾ Berikut analisa perbandingan demografi dan psikografi antara Metro TV dengan stasiun lainnya (rata2 10 stasiun) mengenai segment & target market masing-masing stasiun, hasilnya sebagai berikut:

Demografi & Psikografi Stasiun Lain Metro TV

(P) – Male 46.38% 55.97% (P) – Female 53.62% 44.03% (P) - 05-14 22.06% 12.82% (P) - 15-24 22.30% 18.96% (P) - 25-34 20.22% 20.90% (P) - 35-44 15.47% 16.48%

(44)

(P) - 45-54 11.55% 16.07% (P) - 55+ 8.40% 14.77% (P) – A 14.84% 27.19% (P) – B 13.55% 16.54% (P) – C 48.67% 41.51% (P) – DE 22.94% 14.75% (P) – University 3.24% 8.44% (P) - Academy/Diploma 2.76% 4.31% (P) - High School 27.55% 37.81% (P) – Secondary 17.42% 15.90% (P) - Elementary & Below 49.03% 33.54%

(P) - Prof Exec 1.82% 3.57% (P) – Entrep 11.00% 13.89% (P) - Blue Colar 26.48% 28.75% (P) – Student 28.80% 21.71% (P) – Housewife 14.51% 13.28% (P) – Retired 17.39% 18.80%

Tabel 5.2 Perbedaan prosentase Demografi & Psikografi pemirsa Metro

TV dengan TV lainnya dari riset yang dilakukan AGB Nielsen

Dari hasil riset ini dapat penulis analisa bahwa pemirsa yang menonton Metro TV adalah dominan pria, dewasa, memiliki kekuatan secara finansial diatas rata-rata, memiliki tingkat pendidikan yang

(45)

lebih baik, memiliki/bekerja sebagai pengambil keputusan di bidang/industri masing-masing.

¾ Berikut hasil riset (secondary - internet) tentang stasiun pilihan pemirsa:

Gambar 5.6 Saluran Televisi Pilihan Pemirsa (sumber: www.pintunet.com)

Dari hasil riset ini dapat kita amati bahwa pengakses internet sampai dengan riset ini dikeluarkan masih didominasi oleh orang-orang yang mengerti betul mengenai teknologi dan haus akan informasi. Pada umumnya mereka yang mampu mengakses internet adalah orang-orang yang secara pemikiran terbuka dan secara memiliki kekuatan secara finansial, dalam hal ini penulis berasumsi bahwa pengakses internet sebagian besar adalah pemirsa Metro TV (berdasarkan pilihan terbanyak – Metro TV Æ 104).

(46)

¾ Berikut hasil riset (secondary – internet) tentang program tayangan berita yang paling digemari oleh pemirsa:

Gambar 5.7 Acara Berita di Televisi Pilihan Pemirsa (sumber: www.pintunet.com)

Dari hasil riset ini, penulis melihat bahwa Liputan 6 dan Buser mendominasi perolehan dimana dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Metro TV sebagai stasiun berita memang menyasar pada segmen upper class market sehingga yang terjadi adalah sedikitnya jumlah pemirsa yang menonton Metro TV. Hal ini ber-impact pada awareness terhadap program tayang menjadi berkurang dimana seringkali sewaktu penulis menanyakan ke pemirsa mengenai Metro TV, jawaban yang sering terlontar adalah mereka mengerti atau aware terhadap stasiun Metro TV akan tetapi apabila ditanya mengenai program tayangnya kebanyakan kurang aware.

(47)

¾ Berikut hasil riset (secondary – internet) tentang program tayangan talk show yang paling digemari oleh pemirsa:

Gambar 5.8 Acara Talkshow di Televisi Pilihan Pemirsa (sumber:

www.pintunet.com)

Dari hasil riset ini, penulis melihat bahwa Trans TV dengan program acara Empat Mata–nya mampu menyedot perhatian publik. Yang ingin penulis kemukakan dalam hal ini adalah Metro TV berprospek cerah ke depan didalam penyiaran program acara talk show (soft news) dikarenakan Metro TV memiliki beberapa program acara yang diminati setelah Empat Mata dan berada pada urutan pilihan teratas.

¾ Berikut ditampilkan 11 program yang menjadi unggulan serta 11 program talk show di Metro TV yang diharapkan untuk dapat menjadi program-program yang akan menghasilkan pemirsa yang setia serta dapat memberikan kontribusi penjualan spot iklan yang signifikan.

(48)

Kriteria untuk menjadi unggulan adalah selain memang menjadi perwajahan dalam positioning Metro TV sebagai News TV (program berita – Metro Pagi, Headline News), juga dipilih program yang selama ini menghasilkan performance yang baik dan konsisten. Secara umum 11 program unggulan memperlihatkan bahwa target pemirsa Metro TV adalah golongan AB 25+ Æ berpendidikan, baik pria maupun wanita (juga ibu-ibu rumah tangga) serta memiliki kemampuan untuk memutuskan.

Gambar 5.9 Pemetaan Performance 11 Program Talkshow di Metro TV

(49)

Gambar 5.10 Pemetaan Performance 11 Program Unggulan di Metro TV

(sumber: Metro TV)

¾ Berikut bagan segmentasi psikografi yang penulis dapatkan dari sebuah biro periklanan mengenai upper class segmentation dimana segmen pasar ini merupakan segmen khusus (A+) dan selama ini sepertinya kurang sekali adanya riset (termasuk yang dilakukan oleh AGB Nielsen) yang membahas atau mempelajari secara detail.

(50)

Gambar 5.11 Bagan Segmentation Upper Class (Sumber: Biro Iklan)

Dalam hal ini penulis ingin memperlihatkan ciri-ciri dari pada karakteristik pemirsa yang menjadi cakupan dari Metro TV dimana cukup mewakili dilihat dari sudut pola perilaku (life style). Pada

(51)

ujungnya, riset seperti ini seharusnya sangat diperlukan oleh Metro TV untuk lebih mengenali siapa pemirsanya sehingga Metro TV dapat membuat program tayang yang sesuai dengan pemirsanya baik dari selera maupun momennya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sesuai dengan pepatah yakni kenali dan pelajarilah terlebih dahulu medan pertempuran sebelum maju berperang.

¾ Berikut Index dari staisiun televisi dikaitkan dengan demografi dimana dalam hal ini kaitannya adalah perihal peminatan terhadap stasiun televisi dengan segmen dan target pemirsanya.

METRO RCTI SCTV TPI ANTV IVM TRANS GTV LATV

Sex Male 116 96 94 93 107 99 95 104 113

Female 84 104 106 107 93 101 105 96 87

cupation Prof. Exec. & Entrep' 152 105 105 107 108 104 110 93 99

Clerical Staff 149 95 93 86 101 87 121 83 69 Housewife 102 120 120 129 103 103 128 98 102 Skill/Semi Skill 121 108 105 99 98 99 117 92 103 Labourer 78 85 87 94 98 99 85 79 94 Student 74 94 94 91 92 102 84 124 112 Retired 100 105 105 98 108 96 100 96 92 Target Audience

METRO RCTI SCTV TPI ANTV IVM TRANS GTV LATV

SES A1 217 123 102 72 108 84 137 141 79 A2 185 98 101 90 106 96 132 139 97 B 151 118 109 82 107 92 130 118 93 C1 99 104 104 101 108 99 109 115 103 C2 77 91 96 112 99 108 93 84 109 D 68 95 99 90 96 88 71 88 90 E 47 105 96 113 79 112 77 72 99 Education University 266 100 102 72 113 90 140 125 98 Academy 193 113 109 87 113 99 140 109 74 High School 143 112 110 99 114 102 131 115 95 Secondary School 83 100 104 102 99 108 104 99 96 Elementary & Below 66 93 93 102 91 97 77 90 106

Target Audience Oc

Tabel 5.3 Hasil Index Perbandingan Target Audience (deomografi &

(52)

Angka-angka yang di highlight dengan warna kuning menunjukkan angka index yang berada diatas angka 100 yang dimana merupakan standar dari sebuah tayangan tersebut diminati oleh pemirsanya atau tidak. Disini dapat kita lihat bahwa Metro TV sangat identik sekali dengan segmen dan target pemirsanya dan ini menunjukkan bahwa program-program tayang Metro TV cukup mewakili dari pemirsanya. Ada hal lain juga yang perlu diperhatikan bahwa sebenarnya program-program tayang Metro TV sudah mulai kembali lagi ke segmen dan target awalnya yakni AB 20 tahun ke atas, dan ditonton oleh Proffesional Executive, Entrepreneur, Clerical Staff, Housewife serta Skill/Semi Skill dengan latar belakang pendidikan universitas, akademi dan sekolah menengah atas.

(53)

¾ Penulis juga mencoba menganalisa dari hasil FGD yang dilakukan oleh internal Metro TV dimana sebagai berikut:

Gambar 5.12 Komposisi grup diskusi yang diikut sertakan

(54)

Gambar 5.14 Pola menonton tv Housewife & Expatriates dikaitkan

dengan program tayang

Gambar 5.15 Pola menonton tv Mahasiswa dikaitkan dengan

(55)

Gambar 5.16 Pola menonton tv Businessman, Female Executive &

Pengguna Bahasa Mandarin dikaitkan dengan program tayang

Disini dapat penulis analisa bahwa segmen dan target Metro TV sudah melebar yakni dari dari pemilihan anggota grup diskusi, ternyata Mahasiswa dan Pengguna Bahasa Mandarin sebenarnya harus disebutkan ke dalam segmen dan target sehingga departemen program bisa lebih mengembangkan program-program yang lebih bervariasi untuk segmen dan target tersebut. Disini penulis juga ingin membahas mengenai Proffesional Executive yang menjadi target dimana terkesan luas akan tetapi apabila mampu di detailkan lebih ke personalnya seperti kategori Businessman, Female Executive dan Expatriates,

(56)

penulis percaya bahwa Metro TV akan dapat lebih mengembangkan program-program tayang yang sangat terkait dengannya.

¾ Selain hal diatas, penulis juga merangkum sejumlah komentar-komentar pemirsa mengenai program tayang Metro TV (Newsdotcom & Oprah Winfrey Show) yang terkait dengan segmen dan target yang dituju, sebagai berikut:

Newsdotcom:

o ”Newsdotcom alias Republik Mimpi memberi pencerahan dan rasa salut bagi saya, acara ini membela kaum tertindas, membela ketidakadilan, dan membela kaum lemah. Di tengah keringnya tayangan mendidik, Newsdotcom menjadi oase bagi masyarakat yang kritis bagi bangsanya, dalam perjalanan acara ini memang sering menuai rasa bosan, tapi dengan inovasi dan kejelian team kreatif acara maka acara ini dapat mempertahankan rating yang cukup bagus dan mendatangkan sponsor hampir di setiap acara. Audiens di studio yang berminat datang untuk pengambilan gambar dari mahasiswa-pun banyak yang antri, ini menunjukkan keberpihakan Newsdotcom pada rakyat meraih simpati yang bagus dari masyarakat. Newsdotcom merupakan sarana yang pas untuk komunikasi poltik antara penguasa dan rakyatnya.”

(57)

o ”Masyarakat semakin cerdas dan paham tentang politik akan menjadikan negeri ini makin baik , sebab para politikus sudah tidak bisa lagi mentang - mentang. Sekali lagi acara ini memang luar ..luaar biasa!!!”

o “Gak jaman lagi kalo kita yang jelas-jelas tidak terima dengan banyak ketidaktepatan yang ada di Republik ini ternyata hanya bisa protes tanpa tahu betul apa sebenarnya pokok permasalahannya. Toh masih saja tidak lucu kalo permasalahan di negeri sendiri malah lebih diketahui rakyat dari Negara lain, iyah kan?”

o “Bisa jadi, inilah talk show yang serba “cerdas”, baik dari segi ide dan konsep acara, nara sumber, materi pembicaraan maupun moderatornya. Semuanya benar-benar cerdas!”

Operah Winfrey Show:

o “Tumben ada stasiun televisi tanah air ada yang mau menayangkan talk show ini. Biasanya kan televisi kita lebih menyukai tontonan talk show yang mengandalkan kontroversial seperti Jenny Jones (tv7) dan Ricky Lake show (AnTeve) yang amburadul itu. Memang sih beberapa waktu lalu Lativi sempat menayangkan Ananda Lewis show yang lumayan edukatif dan menghibur itu. Padahal kalau kita cermati, acara yang mempunyai misi mengubah kehidupan

(58)

manusia dan membuat penonton melihat diri sendiri dengan berbeda dan mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan ini selalu menghadirkan tema yang sangat dekat dengan kita. Tak akan anda temui orang berantem di acara ini. Memang OPRAH WINFREY SHOW hanya sekedar talk show dengan jam tayang yang terkadang susah sekali untuk diakses sebagian kita yang punya aktifitas di pagi hari, tapi kalau memang apa yang diperbincangkan begitu membawa banyak input positif, rasanya masih tak salah kan kalau pada akhirnya Oprah menjadi master piece dibidangnya ? Hehehe …”

o ”Komentar-komentar Oprah yang cerdas, segar dan menggelitik menjadi konsumsi utama Saya dalam menyaksikan acara ini. Karena itu Saya tidak pernah melewatkannya. Bagaimana dengan Anda?”

o ”Acara ini dapat dikatakan berhasil, membentuk pola pikir baru dalam masyarakat Indonesia. Yang pasti Metro TV melalui acara relay ini berhasil membentuk karakter baru masyarakat Indonesia khususnya perempuan.”

o ”Saya sendiri seolah-olah merasakan apa yang mereka rasakan. Dan kadang saya meneteskan air mata haru ketika suatu drama cinta berakhir dengan cinta. Kalau di Indonesia acara Dorce Show hampir menyerupai acara ini namun Dorce Show lebih ke entertainment-nya saja bukan ke infotainment.”

(59)

o “Metro TV memang sangat jeli dengan berani mengambil keputusan membeli hak siar Oprah Winfrey Show, keberanian ini tidak sia sia karena Oprah Winfrey Show termasuk salah satu acara reality show import yang sukses dan banyak ditonton oleh pemirsa. Namun sayang Oprah Winfrey Show ditayangkan oleh Metro TV kebanyakan di jam-jam kerja sehingga kita yang bekerja jadi jarang mengikutinya.”

o “Oprah Winfrey Show disajikan dengan apik, cerdas, mengharukan, dan juga menghibur. Meskipun topik yang disajikan merupakan topik serius tetapi dengan format dan konsep acara, juga cara pembawaan Oprah sebagai Host, topik yang serius ini dapat disajikan secara lugas, transparan dan tentunya menghibur. Acara ini mungkin dapat dicontoh (bukan dijilplak) oleh acara-acara talk show di Indonesia. Semoga!!” o “Semua hal mengenai kebahagiaan, kesedihan dan semua hal

mengenai berbagi selalu dibagikan oleh kita semua. Kebanyakan talk show ini memberikan begitu banyak manfaat dan bisa memberikan masukan untuk bertindak selanjutnya.” o “Topik pembicaraan yang dibawakan tidak bisa dikatakan

tidak bermutu, apalagi jika sudah membahas topik-topik yang menyangkut dunia anak, pendidikan, juga dunia wanita. Selalu ada manfaat yang bisa saya peroleh seusai menontonnya. Oprah selalu menjadi inspirasi bagi para penontonnya.”

(60)

o “Banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari acara ini. Dengan mengetahui pengalaman orang lain, kita dapat mengambil sikap, mengambil respon atas peristiwa yang mungkin juga akan kita alami. Salut atas tamu-tamu yang berani tampil mengungkapkan penderitaan atau trauma masa lalunya. Agaknya hal itu yang belum banyak tampil di acara talk show Indonesia, kecuali Kick Andy.”

o ”Isi dari talk show ini benar-benar berkelas dalam artian isinya sangat berbobot. Dan dengan gaya khas Oprah dalam membawakan acara ini, kita sebagai penonton juga bisa banyak mendapat pelajaran dan mengambil hikmah-hikmah dari kehidupan seseorang. Masalah-masalah yang diangkat pun sangat beragam dan unik, bukan masalah-masalah sepele yang biasa kita dapatkan. Setiap kali menonton Oprah ini, seringkali saya merasa mendapat kejuta-kejutan tersendiri, entah dari kejutan yang diberikan Oprah, ataupun kejutan dari apa yang diungkapkan tamu-tamunya.”

5.3.2 Analisa Positioning

Menurut penilitian dan analisa penulis, positioning Metro TV sebagai salah satu stasiun televisi berbasis berita adalah sebuah langkah yang cerdik membaca situasi. Hal ini didasari oleh kompetisi yang cenderung pemainnya

Gambar

Tabel 5.1 Perhitungan Sample dari riset oleh AGB Nielsen di masing-masing kota  besar di Indonesia tahun 2006 (Sumber: AGB Nielsen)
Gambar 5.1 Perbandingan Index (Base) dengan Demografi untuk menunjukkan  pemirsa yang sesuai dengan target Metro TV (sumber: AGB Nielsen yang telah
Gambar 5.2 Prosentase pemirsa setia Metro TV (sumber AGB Nielsen)
Gambar 5.3 Pegelompokkan segmen Metro TV dibanding TV lainnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Hasil analisis kinerja keuangan dilihat dari rasio likuiditas, dimana net working capital tahun 2007, 2009, dan 2010 mengalami peningkatan sedangkan dalam tahun 2008 menurun,

Sedangkan angka rasio di atas tahun 2011, dimana kas bersih hasilnya positif, hal ini terjadi karena tidak adanya kegiatan operasi Biro SDM Polda Metro Jaya yang dapat

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata ( mean ) keterlambatan audit tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 sebesar 74,49 artinya rata-rata jangka waktu dalam penyelesaian

Bapak Agus tidak memiliki harta atas nama dirinya kecuali rumah kos tersebut sehingga dalam Daftar Harta SPT Tahunan 2017 tidak ada harta yang dilaporkan oleh Bapak

Analisis kinerja ruas 5 tahun mendatang dilakukan untuk dapat meramalkan kondisi kelayakan ruas jalan pada 5 tahun mendatang berdasarkan nilai derajat kejenuhan

Hal tersebut terjadi karena pada desa yang pengelolaan hutan rakyatnya campuran manfaat sosial yang dirasakan lebih banyak dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur,

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menuntut adanya

Channel yang memerlukan biaya tambahan adalah Star Movies, HBO, Cinemax, Fashion TV, K-TV (Korean TV) dan NHK. First Media membeli Peralatan Set up Box dan di nilai berumur 3