6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI
1. Persediaan Menurut SAK EMKM Tahun 2018 a. Ruang Lingkup Persediaan
Persediaan adalah aset: (1) Untuk dijual dalam kegiatan normal;(2) Dalam proses produksi untuk kemudian dijual; atau (3) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan juga berlaku untuk produk yang agrikultur, yaitu hewan atau tanaman hidup, yang telah dipanen untuk kemudian dijual, atau digunakan dalam proses produksi dan kemudian dijual.
b. Pengakuan dan pengukuran persediaan
1) Entitas mengakui persediaan ketika diperoleh, sebesar biaya perolehan.
2) Biaya perolehan persediaan mencakup seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lainnya yang terjadi untuk membawa persediaan ke kondisi atau lokasi siap digunakan.
3) Teknik pengukuran biaya persediaan, seperti metode standar atau metode eceran demi kemudahan, dapat digunakan jika hasil mendekatinya mendekati biaya perolehan.
4) Entitas dapat memilih dengan menggunakan rumus biaya masuk-pertama keluar-masuk-pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang dalam menentukan biaya perolehan persediaan.
5) Jumlah persediaan yang mengalami penurunan dan/atau kerugian, misalnya karna persediaan rusak atau usang, diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan dan/atau kerugian tersebut.
(a). Penyajian Persediaan
(1) Persediaan disajikan dalam kelompok aset dalam laporan posisi keuangan.
(2) Jika persediaan dijual, maka jumlah tercatatnya diakui sebagai beban periode di mana pendapatan yang terkait diakui.
Persediaan barang dagang adalah komponen terbesar dari seluruh persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu, telah banyak kajian yang dilakukan untuk menjamin bahwa persediaan barang dagang dikelola secara efektif dan efesien. Persediaan barang dagang merupakan komponen terbesar dari seluruh aset lancar yang dimiliki perusahaan terutama perusahaan dagang. Catur sasongko (2016:224)
Menurut Hery (2013:27)2) “Barang dagang yang masih tersedia (tidak dijual) sampai dengan akhir periode akuntansi dinamakan persediaan barang dagang ( merchandise inventory). Barang dagangan akan di laporkan sebagai aset lancar dalam neraca. Untuk bentuk laporan neraca sederhana dari sebuah entitas dagang, akun persediaan barang ini akan disajikan dengan urutan setelah akun kas dana akun piutang usaha (piutang dagang), yang berarti bahwa kas dan piutang usaha sifatnya lebih lancar dibanding persediaan barang dagang. “
Menurut Elvy Maria Manurung (2011:53) “Persediaan (Inventory) dikategorikan sebagai barang dagangan yang dimiliki dan disimpan untuk dijual kepada para pelanggan (costumers). Akun persediaan dilaporkan dalam Neraca (Balance sheet) sebagai bagian dari kelompok aset lancar (current asset); sedangkan barang dagangan yang sudah laku terjual akan dilaporkan pada Laporan Laba Rugi (Income statement) sebagai harga pokok penjualan (cost of goods sold) yang akan mengurangi pendapatan penjualan (sales revenue).” 2. Klasifikasi Persediaan
Menurut Hery (2013:167-168)1) ”Entitas mengklasifikasikan persediaan tergantung bentuk entitasnya adalah pedagang (entitas dagang) atau pembuat (entitas manufaktur). Untuk entitas dagang, persediaannya dinamakan persediaan barang dagangan (hanya ada satu klasifikasi), barang dagangan ini dimiliki oleh entitas dan sudah langsung dalam bentuk siap untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal entitas sehari-hari. Sedangkan untuk entitas manufaktur, mula-mula persediaan belum siap dijual sehingga perlu diolah terlebih dahulu. Persediaan entitas manufaktur diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu bahan mentah, barang setengah jadi (barang dalam proses), dan barang jadi (produk akhir). Entitas manufaktur terlebih dahulu akan mengubah (merakit) input atau bahan mentah (raw material) menjadi output atau barang jadi (finished goods/final goods), lalu dijual kepada pelanggan (distributor)”
Bagi entitas jasa, biaya jasa yang belum di akui pendapatannya diklasifikasikan sebagai persediaan. Berdasarkan paragraph 18 PSAK 14 (Revisi 2008), biaya persediaan pemberi jasa meliputi biaya tenaga kerja dan biaya personalia lainnya yang secara langsung menangani pemberian jasa, termasuk personalia penyelia, dan overhead yang dapat diatribusikan. Biaya tenaga kerja dan biaya lainnya yang terkait dengan personalia penjualan dan administrasi umum tidak termasuk sebagai biaya persediaan tetapi diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Dwi Martani (2016:246)
3. Kepemilikan Persediaan Barang Dagang a) Barang dalam perjalanan
Mengenai kepemilikan barang, barang yang masih dalam perjalanan (goods in transit) seharusnya masuk atau diperhitungkan sebagai bagian persediaan dari pihak yang memang secara hukum memiliki hak yang sah atas barang tersebut. Hak kepemilikan barang biasanya di tentukan di awal transaksi jual-beli, yaitu berdasarkan pada perjanjian atau syarat-syarat penjualan yang di sepakati. Hery (2013:56)2)
b) Barang titipan (konsinyasi)
Dalam beberapa transaksi terkadang barang dapat diperoleh atas dasar konsinyasi (barang titipan). Dalam hal ini, kepemilikan barang akan tetap berada pada pihak pengirim (penitip), bukan pihak yang dititipkan. Karena barang konsinyasi bukan merupakan milik dari pihak yang di titipkan, sehingga barang konsinyasi tersebut seharusnya tidak termasuk sebagai persediaan dari pihak yang dititipkan. Sedangkan bagi pihak yang mengirim atau yang menitipkan, barang konsinyasi ini masih tetap akan di perhitungkan sebagai bagian dari persediaannya sampai barang konsinyasi tersebut nyata-nyata terjual ke konsumen. Hery (2013:56)2)
c) Barang atas penjualan dan perjanjian khusus
Sering kali dalam perjanjian penjualan barang, entitas harus melihat substansi atas penjualan tersebut. Ketika transaksi penjualan
dilakukan dan hak kepemilikan telah beralih, maka seharusnya risiko dan manfaat dari kepemilikan juga beralih dari penjualan kepada pembeli. Namun demikian, dapat terjadi dimana penjual masih memegang risiko dan manfaat dari kepemilikan atas barang tersebut.Dalam kondisi tersebutmaka penjual masih harus mengakui kepemilikannya atas barang tersebut dan tidak terjadi pengurangan atas persediaan penjual. Beberapa perjanjian khusus yang memerlukan evaluasi atas peralihan risiko dan manfaat dari penjual kepada pembeli diantaranya adalah penjualan dengan perjanjian pembelian kembali, penjualan dengan tingkat pengembalian yang tinggi, dan penjualan dengan cicilan.
Pada penjualan dengan perjanjian pembelian kembalimaka pembeli tidak dapat mengakui perjanjian tersebut sebagai penjualan dan tidak mengurangi barang tersebut dari persediaannya. Untuk penjualan dengan tingkat pengembalian tinggimaka penjual memiliki dua pilihan, pertama adalah mencatat penjualan pada nilai penuh dan membentuk akun penyisihan atas estimasi pengembalian penjualan, kedua adalah tidak mencatat adanya penjualan hingga dapat diperkirakan tingkat pengembalian oleh pembeli. Ketika tingkat pengembalian tidak dapat diperkirakan maka penjual tidak dapat mengakui penjualan dan tidak mengeluarkan barang tersebut dari persediaannya. Sedangkan untuk penjualan dengan cicilan maka penjual akan mengakui adanya penjualan dan mengeluarkan penjualan dari persediaannya apabila
dapat diestimasikan secara baik nilai presentase kemungkinan penjualannya tidak tertagih. Dwi Martani (2016:248)
4. Biaya Persediaan
Biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
a. Biaya pembelian
Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagihkan kembali kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, biaya lainnya yang secara langsung dapat di atribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, rabat, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
b. Biaya konversi
Biaya konversi merupakan biaya yang timbul untuk memproduksi bahan baku menjadi barang jadi atau barang dalam produksi. Biaya ini meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit produksi, termasuk juga alokasi sistematis biaya overhead produksi yang bersifat tetap ataupun variabel yang timbul dalam mengkonversi bahan menjadi barang jadi. Untuk biaya overhead yang bersifat variabel, maka biaya tersebut dialokasikan pada setiap unit produksi atas dasar penggunaan aktual fasilitas produksi. Sedangkan biaya overhead tetap dialokasikan
berdasarkan kapasitas fasilitas produksi normal. Apabila suatu entitas mengalami produksi yang rendah, maka pengalokasian jumlah overhead tetap perunit produksi tidak bertambah dan overhead yang tidak teralokasi diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Sebaliknya apabila suatu entitas mengalami produksi yang tinggi diluar normalitas produksinya, maka jumlah overhead tetap yang dialokasikan pada tiap unit produksi menjadi berkurag sehingga persediaan tidak diukur di atas biayanya.
c. Biaya lainnya
Biaya lain yang dapat dibebankan sebagai biaya persediaan adalah biaya yang timbul agar persediaan tersebut berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Yang termasuk biaya lainnya misalnya biaya desain dan biaya praproduksi yang ditujukan untuk konsumen yang spesifik. Sedangkan biaya-biaya seperti penelitian dan pengembangan, biaya administrasi dan penjualan, biaya pemborosan, biaya penyimpanan tidak dapat dibebankan sebagai biaya persediaan. Dwi Martani (2016:249)
5. Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan adalah harga beli atau total beban produksi dari sejumlah barang yang telah laku terjual pada suatu periode tertentu. Untuk mengetahui harga pokok penjualan pada suatu periodde tertentu, harus diketahui volume dan nilai persediaan akhir pada periode tersebut.
Untuk mengetahui nilai persediaan akhir, harus dilakukan perhitungan fisik (stock-opname) digudang.
6. Metode Pencatatan Persediaan
Dalam melakukan pencatatan persediaan, teknis pencatatan persediaan terkait juga dengan metode pencatatan persediaan yang digunakan oleh entitas. Entitas dapat mengguanakan metode periodik atau metode perpetual. Metode periodik merupakan sistem pencatatan persediaan dimana kuantitas persediaan ditentukan secara periodik yaitu hanya pada saat perhitungan fisik yang biasanya dilakukan secara stock opname. Sedangkan Metode perpetual merupakan sistem pencatatan persediaan dimana pencatatan yang up-to-date terhadap barang persediaan selalu dilakukan setiap terjadi perubahan nilai persediaan. Dwi Martani (2016:250)
a) Metode Periodik (Fisik)
Pengguanaan Metode fisik mengharuskan adanya perhitungan barang yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Perhitungan persediaan (stock opname) ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Dalam metode ini mutasi persediaan barang tidak diikuti dalam buku-buku setiap pembelian barang dicatat dalam rekening pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan juga tidak dapat
diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung.
Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Persediaan barang awal Rp. xxx
Pembelian (neto) Rp. xxx (+)
Tersedia untuk dijual Rp. xxx
Persediaan barang akhir Rp. xxx (-)
Harga pokok penjualan Rp. xxx
b) Metode Buku (Perpetual)
Dalam metode buku setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan.Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat pembelian, penjualan, dan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan.
Dibanding dengan metode fisik maka metode buku merupakan cara yang lebih baik untuk mencatat persediaan yaitu dapat membantu memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba rugi, juga dapat
digunakan untuk mengawasi barang-barang dalam gudang. Rizal Effendi (2014:218-219)
7. Rumus Biaya
Rumus biaya yang digunakan oleh suatu entitas ini dapat saja berbeda dengan asumsi arus fisik dari barang persediaannya. Standar akuntansi tidak mengatur bahwa suatu entitas harus memiliki rumus biaya yang sesuai dengan arus fisik persediaan. Pada dasarnya suatu entitas akan mempertimbangkan dampak pemilihan rumus biaya tersebut dalam laporan laba rugi. Terdapat tiga alternatif yang dapat dipertimbangkan oleh suatu entitas terkait dengan rumus biaya, yaitu: rumus biaya identifikasi khusus, masuk pertama keluar pertama, rata-rata tertimbang. Dwi Martani (2016:250)
a) Rumus biaya Identifikasi Khusus
Identifikasi khusus biaya artinya biaya-biaya tertentu yang diatribusikan keunit persediaan tertentu. Berdasarkan rumus biaya ini maka suatu entitas harus mengidentifikasikan barang yang dijual dengan tiap jenis dalam persediaan secara spesifik. Rumus biaya ini pada dasarnya merupakan metode yang paling ideal karena terdapat kecocokan antara biaya dan pendapatan (matching cost against revenue), tetapi karena dibutuhkan pengidetifikasian barang persediaan secara satu persatu, maka biasanya rumus biaya ini hanya diterapkan pada suatu entitas yang memiliki persediaan sedikit, nilainya tinggi, dan dapat dibedakan satu sama lain. Dengan
mengguanakan rumus biaya identifikasi khusus maka perhitungan dengan menggunakan sistem perpetual akan sama dengan perhitungan dengan mengguanakan sistem periodik. Hal ini karena dengan sistem identifikasi khusus nilai persediaan dikaitkan secara spesifik terhadap unit barang tertentu. Dwi Martani (2016:252)
b) Rumus Biaya Masuk Pertama Keluar Pertama
Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) mengasumsikan unit persediaan yang pertama dibeli akan digunakan terlebih dahulu sehingga unit yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang di beli atau di produksi kemudian. Rumus biaya ini merupakan metode relatif konsisten dengan arus fisik dari persediaan terutama untuk industri yang memiliki perputaran persediaan tinggi.
Salah satu kelebihan dari rumus biaya ini adalah dari sisi relevansi nilai persediaan yang disajikan dalam laporan posisi keuangan entitas. Hal ini dikarenakan nilai persediaan yang disajikan merupakan nilai yang didasarkan pada harga yang paling kini. Penggunaan metode ini menghasilkan laporan posisi keuangan yang sesuai dengan kini entitas. Sedangkan kelemahan dari pengguanaan rumus biaya ini adalah tidak merefleksikan nilai laba yang paling akurat karena metode ini kurang cocok antara biaya dengan pendapatan. Dwi Martani (2016:253)
Menggunakan rumus biaya MPKP, perusahaan menetapkan biaya perolehan persediaan akhir dengan mengambil harga (atau
harga-harga) yang paling akhir, dan kemudian bergerak mundur sampai semua unit persediaan akhir ditetapkan harga perolehannya. Al. Haryono Jusup (2012:126)
c) Rumus Biaya Rata-Rata Tertimbang
Rumus biaya rata-rata tertimbang digunakan dengan menghitung biaya setiap unit berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari unit yang serupa pada awal periode dan biaya unit serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Entitas dapat menghitung rata-rata biaya secara berkala atau pada saat penerimaan kiriman.
Untuk menghitung biaya persediaan dengan menggunakan rumus biaya rata-rata tertimbang ini terlebih dahulu harus dihitung biaya rata-rata per unit yaitu dengan membagi biaya barang yang tersedia untuk dijual dengan unit yang tersedia untuk dijual. Persediaan akhir dan beban pokok penjualan dihitung dengan dasar harga rata-rata terebut. Dwi Martani (2016:254-255)
8. Metode Pencatatan Persediaan Berdasarkan SAK EMKM a) Metode MPKP – Perpetual
Metode ini mengasumsikan barang dalam pesediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah barang yang dibeli atau di produksi kemudian, serta HPP dicatat saat transaksi penjualan. Pencatatan saat terjadi penjualan:
Contoh:
Pada tanggal 1 Desember 20X8, Entitas A tidak memiliki saldo persediaan. Pada 5 Desember 20X8, Entitas A membeli 1.000 unit persediaan pada biaya perolehan Rp1.000 per unit. Pada tanggal 10 Desember 20X8, Entitas A membeli persediaan pada biaya perolehan Rp1.100 per unit. Pada tanggal 15 Desember 20X8, Entitas A menjual 1.000 unit persediaan dengan harga jual Rp1.500 per unit secara tunai.
D. Kas Rp1.500.000 K. Penjualan Rp1.500.000 [= Rp1.500 x 1.000] D. HPP Rp1.000.000 K. Persediaan Rp1.000.000 [= Rp1.000 x 1.000]
b) Metode Rata-Rata Tertimbang – Perpetual
Metode ini mengasumsikan biaya setiap barang di tentukan berdasarkan biaya rata-rata tertimbang persediaan awal periode dan persediaan yang dibeli atau di produksi selama periode, serta HPP dicatat saat transaksi penjualan. Pencatatan saat terjadi penjualan:
D. Kas Rp1.500.000 K. Penjualan Rp1.500.000 [= Rp1.500 x 1.000] D. HPP Rp1.000.000 K. Persediaan Rp1.000.000 [= Rp1.050* x 1.000] *Rp1.050 = {(Rp1.000 x 1.000) + ( Rp1.100 x 1.000)} / (1.000 + 1.000)
c) Metode Periodik
Dengan metode periodik, HPP di hitung dengan dicatat entitas pada akhir periode pelaporan. Untuk persediaan barang dagang, HPP di hitung dengan formula sebagi berikut:
Persediaan awal xxx
(+) Pembelian xxx
(-) Persediaan akhir (xxx)
(=) HPP xxx
Nilai persediaan akhir yang digunakan bergantung pada rumus biaya yang digunakan.Dengan rumus MPKP maka nilai persediaan akhir diasumsikan adalah nilai pembelian terakhir.Sementara itu dengan rumus rata-rata, nilai persediaan akhir adalah nilai pembeliaan rata-rata. Pada contoh di atas sebagai berikut:
Rumus Biaya MPKP – Periodik
Persediaan awal Rp -
(+) Pembelian Rp2.100.000
(-) Persediaan akhir (Rp1.100.000)
(=) HPP Rp1.000.000
Ayat jurnal penyesuaian (31 Desember 20X8)
D. HPP Rp1.000.000
Metode Rata-Rata Tertimbang – Periodik
Persediaan awal Rp -
(+) Pembelian Rp2.100.000
(-) Persediaan akhir (Rp1.050.000)
(=) HPP Rp1.050.000
Ayat jurnal penyesuaian ( 31 Desember 20X8)
D. HPP Rp1.050.000
K. Persediaan Rp1.050.000 Sumber: IAI (2016:57)
9. Pengertian harga pokok persediaan
Harga pokok persediaan meliputi seluruh pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, yang terkait dengan perolehan, penyiapan, sampai penempatan untuk di jual. Dalam kasus bahan mentah, atau barang yang diperoleh untuk di proses dan dijual kembali, harga perolehannya (harga pokok) meliputi harga beli, ongkos angkut masuk, biaya penyimpanan, biaya tenaga kerja, dan biaya produksi lainnya yang dikeluarkan dalam memproses barang siap untuk dijual. Pengeluaran-pengeluaran tertentu yang dapat ditelusuri atu dialokasikan ke setiap item persediaan akan di akui sebagai biaya produk (product costs). Jadi, biaya produk disini adalah biaya-biaya yang melekat pada persediaan dan dicatat dalam akun persediaan.
Bagi perusahaan manufaktur, biaya produk meliputi biaya bahan langsung tenaga kerja (upah) langsung, dan biaya produksi tidak langsung. Namun, pengeluaran-pengeluaran lainnya yang relatif kecil dan sulit untuk
mengalokasikannya, biasanya tidak akan diperhitungkan sebagai harga perolehan persediaan dan akan diakui langsung sebagai beban periode berjalan (period costs). Hery (2013:56)2)
10. Kartu persediaan
Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, kartu persediaan digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat berkurangnya harga pokok produk yang dijual. Kartu persediaan ini diselenggarakan di fungsi akuntansi untuk mengawasi mutasi dan persediaan barang yang disimpan di gudang, pada tabel 1 berikut akan tampak contoh kartu persediaan:
Tabel 1
Kartu Persediaan MPKP Perpetual Februari 2012
Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total
So.Awal 200 100 20000 9 300 110 33000 200 100 20000 300 110 33000 10 200 100 20000 200 110 22000 100 110 11000 15 400 116 46400 100 110 11000 400 116 46400 18 100 110 11000 200 116 23200 200 116 23200 24 100 126 12600 200 116 23200 100 126 12600
Masuk Keluar Saldo
Tanggal
Sumber : Baridwan ( 2013:159)
11. Dampak kesalahan Perhitungan Persediaan
Menurut Hery (2013:58)2) “Kesalahan yang terjadi dalam melakukan perhitungan atas persediaan akan mempengaruhi baik neraca maupun laporan laba rugi. Kesalahan dalam mencatat besarnya fisik persediaan ini akan menyebabkan salah saji dalam saldo persediaan akhir. Di samping itu, kesalahan dalam melakukan perhitungan atas persediaan
ini juga akan mengakibatkan besarnya harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih yang tersaji dalam laporan laba rugi menjadi keliru. Jika persediaan akhir dicatat terlalu kecil, maka kesalahan dalam pencatatan ini akan menyebabkan besarnya persediaan akhir, aset lancar, dan total aset di neraca menjadi terlalu kecil. Jika persediaan akhir di catat terlalu besar maka kesalahan dalam pencatatan ini akan menyebabkan persediaan akhir, aset lancar, dan total aset di neraca menjadi terlalu besar.”
12. Penyajian Persediaan Barang Dagangan di Laporan Posisi Keuangan Penyajian aktiva lancar dalam neraca disusun berdasarkan urutan likuiditasnya. Kas lebih lancar dibandingkan dengan piutang dan persediaan, piutang lebih lancar dibanding persediaan dan seterusnya.Jadi, kas merupakan aktiva yang paling likuid (lancar) lalu diikuti dengan piutang dagangan kemudian persediaan dan seterusmya.
PT xxx Neraca 31 Desember 2017 Sumber : (Hery 2016:168) AKTIVA Aktiva Lancar : Kas xxx Piutang Usaha xxx
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 2
Hasil Penelitian Terdahulu Identitas Aspek Hana Ibtihal A03130026 Politeknik Negeri Banjarmasin Muhammad Fahrizal A03140046 Politeknik Negeri Banjarmasin
Rio Ildha Ariyani A03150046 Politeknik Negeri Banjarmasin
Judul Penilaian Persediaan Barang Dagang Dengan Menggunakan Rumus Biaya Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) – Perpetual Sesuai SAK-ETAP Tahun 2013 Pada Apotek Kamil Banjarmasin. Penilaian Harga Persediaan Barang Dagang Dengan Menggunakan Metode MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama)berdasarkan SAK ETAP Tahun 2013 Pada Apotek Anugerah Farma
Institusi/Entit as
yang diteliti
Apotek Kamil Banjarmasin Apotek Anugerah Farma
Permasalahan Selama ini Apotek Kamil Banjarmasin dalam
pencatatannya masih menggunakan cara fisik yaitu dengan adanya buku catatan biasa, yaitu penjualan dan pembelian tanpa adanya catatan tentang persediaan barang
Apotek Anugerah Farma ini tidak menggunakan metode apapun dalam menilai persediaan.Apotek hanya mencatat
jumlah unit persediaan dengan menggunakan metode perpetual yaitu dengan adanya kartu persediaan yang dicatat setiap kali ada transaksi. Akan tetapi apotek tidak menilai harga persediaannya Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana penilaian harga persediaan barang dagang sesuai SAK-ETAP tahun
2013 dengan menggunakan Rumus biaya Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)- Perpetual pada Apotek Kamil Banjarmasin
Untuk mengetahui penilaian harga persediaan barang dagang dengan menggunakan metode MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama) - Perpetual berdasarkan SAK ETAP Tahun 2013 Pada Apotek Anugerah Farma.
Metode Penelitian
Menggunakan
Penelitian Kepustakawan Dan Penelitian Lapangan (Observasi, Wawancara Dan Dokumentasi) Serta Menggunakan Metode MPKP Perpetual. Menggunakan Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan (Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi) Serta Menggunakan Metode MPKP Hasil Penelitian Perhitungan Apotek Kamil Banjarmasin jumlah persediaan akhir pada Apotek Kamil Banjarmasin Rp 9.653.945. Harga Pokok Penjualan Rp 43.201.356 Laba Kotor Rp 17.530.344. Laba Bersih Rp 7.261.596. Hasil penilaian persediaan metode MPKP-Perpetual pada Apotek Anugerah Farma Marabahan jumlah persediaan akhir Rp 9.702.200,00 terjadi selisih jumlah persediaan akhir sebesar Rp 8.000,00, Harga Pokok Penjualan Rp 60.785.400,00, Laba Kotor Rp 7.439.600.