• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. SAK EMKM mendefinisikan persediaan adalah aset: a. Untuk dijual dalam kegiatan normal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. SAK EMKM mendefinisikan persediaan adalah aset: a. Untuk dijual dalam kegiatan normal."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Persediaan

SAK EMKM mendefinisikan persediaan adalah aset:

a. Untuk dijual dalam kegiatan normal.

b. Dalam proses produksi untuk kemudian dijual.

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapam untuk digunakan dalam

proses produksi atau pemberian jasa. (IAI,2016:21)

Secara garis besar persediaan adalah barang yang dimiliki oleh

perusahaan. Sedangkan menurut para ahli adalah sebagai berikut:

1) Persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, dan barang dalam

proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan atau diproses lebih

lanjut. (Rudianto, 2012:222)

2) Secara istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual. Dalam perusahaan dagang, barang-barang yang dibeli dengan tujuan akan dijual kembali diberi judul persediaan barang. (Zaki Baridwan,2015:149)

3) Persediaan barang dagangan adalah barang-barang yang dimiliki

perusahaan siap untuk dijual kembali. (Soemarso,2009:384)

4) Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan

manufaktur merupakan jumlah yang akan mempengaruhi necara

(2)

selama satu periode harus dapat dipisahkan mana yang sudah dapat

dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualan) yang akan

dilaporkan dalam laporan laba/rugi dan mana yang masih belum terjual

yang akan menjadi persediaan dalam neraca. (Zaki

Baridwan,2015:150)

2. Arti Penting Persediaan

Persediaan berpengaruh terhadap neraca maupun laporan laba/rugi.

Dalam neraca sebuah perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur

persediaan seringkali merupakan bagian yang sangat besar dari

keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Meskipun demikian,

jumlah dan persentasenya berbeda-beda antara perusahaan yang satu

dengan lainnya. Pada perusahaan tertentu kadang-kadang persediaan

menggambarkan 70% dari keseluruhan aktiva lancar. Angka persentase

ini merupakan bukti betapa pentingnya kegiatan pembelian dan penjualan

persediaan dalam operasi perusahaan. Dalam laporan laba rugi persediaan

memegang peran sangat vital dalam penentuan hasil operasi perusahaan

untuk suatu periode. Angka laba kotor misalnya (penjualan dikurangi

harga pokok penjualan) adalah sesuatu yang diamati terus-menerus oleh

manajemen, pemilik, dan pihak-phak yang berkepentingan. (Al. Haryono

Jusup, 2010:99-100)

Dalam laporan keuangan, persediaan barang dagang disajikan baik

di neraca maupun laporan laba rugi. Persediaan barang dagang yang

(3)

tanggal neraca, yang biasanya merupakan akhir dari suatu periode

akuntansi. Pada laporan laba/rugi, persediaan barang dagang muncul

dalam harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan dihitung sebagai

persediaan barang dagang awal periode ditambah pembelian bersih

selama periode dikurangi persediaan barang dagang akhir periode. Ada

saling hubungan antara persediaan barang dagang di neraca dan laporan

laba/rugi. Bahkan, ada saling hubungan antara persediaan barang dagang

pada tahun berjalan dengan tahun sebelumnya dan tahun yang akan

datang. Dari adanya hubungan ini terlihat betapa pentingnya persediaan

dalam menentukan laba/rugi dalam posisi keuangan perusahaan, tidak saja

terhadap tahun berjalan, tetapi juga terhadap tahun sebelumnya dan tahun

yang akan datang. Kesalahan dalam menentukan nilai persediaan barang

dagang akan mempengaruhi tidak saja laporan laba/rugi dan neraca tahun

berjalan tetapi juga neraca dan laporan laba rugi tahun yang akan datang.

(Soemarso,2009:384)

3. Klasifikasi Persediaan

Dalam menentukan klasifikasi persediaan itu sangat penting untuk

jenis perusahaan. Apabila perusahaan itu adalah perusahaan dagang maka

hanya ada satu klasifikasi persediaan yaitu persediaan barang dagangan.

Sedangkan apabila jenis perusahaan itu adalah perusahaan industri, maka

klasifikasi persediaan dibagi atas:

a. Persediaan bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi

(4)

b. Persediaan bahan penolong adalah barang-barang yang juga menjadi

bagian dari produk jadi tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti

biayanya.

c. Persediaan supplies pabrik adalah barang-barang yang mempunyai

fungsi melancarkan proses produksi. Misalnya oli mesin dan bahan

pembersih mesin.

d. Persediaan barang dalam proses adalah barang-barang yang sedang

dijalankan (diproses) tetapi pada tanggal neraca barang-barang tadi

belum selesai dikerjakan untuk dapat dijual masih diperlukan

pengerjaan lebih lanjut.

e. Persediaan produk selesai adalah barang-barang yang sudah selesai

dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu saat penjualnya.

(Zaki Baridwan,2015:150)

4. Kepemilikan persediaan

Menurut Zaki Baridwan, barang-barang yang akan dicatat sebagai

persediaan pihak yang dimiliki barang-barang tersebut, sehingga

perubahan catatan persediaan akan didasarkan pada perpindahan hak

pemilikan barang. Ada beberapa cara dalam menentukan hak pemilikan

atas barang, yaitu:

a. Barang-barang dalam perjalanan (Goods in Transit)

Barang-barang yang pada tanggal neraca masih dalam

perjalanan menimbulkan masalah apakah masih menjadi milik penjual

(5)

barang-barang itu milik siapa harus diketahui syarat pengiriman barang-barang-barang-barang

tersebut. Ada 2 (dua) syarat pengiriman, yaitu:

1) F.0.B Shipping Point

Barang-barang yang dikirim dengan syarat apabila hak atas

barang yang dikirim berpindah pada pembeli ketika barang-barang

tersebut diserahkan pada pihak pengangkut. Pada saat tersebut

penjual mencatat penjualan dan mengurangi persediaan barangnya,

sedangkan pembeli mencatat pembelian dan menambah persediaan

barangnya.

2) F.O.B Destination

Barang-barang yang dikirim dengan syarat atas hak atas

barang baru berpindah pada pembeli jika barang-barang yang

dikirim sudah diterima oleh pembeli. Jadi perpindahan hak atas

barang terjadi pada tanggal penerimaan barang oleh pembeli. Pada

saat tersebut penjual mengurangi persediaan barangnya dan

mencatat penjualan, sedangkan pembeli mencatat pembelian dan

menambah persediaan barangnya.

b. Barang-barang yang dipisahkan (Segregated Goods)

Barang-barang yang akan dijual dalam jumlah besar

pengirimannya tidak dapat dilakukan sekaligus. Barang-barang yang

dipisahkan tersendiri dengan maksud untuk memenuhi kontrak-kontrak

atau pesanan-pesanan walaupun belum dikirim, haknya sudah

(6)

laporan keuangan jka ada barang-barang yang dipisahkan harus

dikeluarkan dari jumlah persediaan penjual dan dicatat sebagai

penjualan. Begitu pula pembeli dapat mencatat pembelian dan

menambah persediaan barangnya.

c. Barang-barang Konsiyasi (Consigment Goods)

Dalam penjualan titipan, barang-barang yang dititipkan untuk

dijualkan (dikonsiyasi) haknya masih tetap pada yang menitipkan

sampai saat barang-barang tersebut dijual. Sebelum barang-barang

tersebut dijual masih tetap menjadi persediaan pihak yang menitipkan

(songsinor). Pihak yang menerima titipan (congsinee) tidak

mempunyai hak atas barang-barang tersebut sehingga tidak mencatat

barang-barang tersebut sebagai persediaan. Apabila barang-barang

tersebut sudah dijual, maka yang menerima titipan membuat laporan

pada yang menitipkan. Pada waktu menerima laporan pihak yang

menitipkan (consignor) mencatat penjualan dan mengurangi

persediaan barang. (Zaki Baridwan,2015:152 -154)

5. Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagangan

Menurut Zaki Baridwan, pencatatan persediaan dalam perusahaan

yang jumlahnya cukup besar dapat ditentukan dengan 2 (dua) metode

yaitu metode fisik dan metode perpetual.

a. Metode fisik

Menurut metode ini perhitungan persediaan (stok opname) ini

(7)

dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Pencatatan hanya

dilakukan pada akhir periode akuntansi dengan cara menghitung,

mengukur, dan menimbang secara fisik barang-barang yang ada di

gudang. Dalam metode ini semua pembelian dan penjualan barang

yang tidak dibukukan dalam perkiraan persediaan, sehingga dalam

buku besar tidak terlihat jumlah persediaan. Oleh karena itu, dengan

menggunakan metode fisik, harga harga pokok penjualan juga tidak

dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok penjualan baru dapat

dihitung apabila persedian akhir sudah dhitung.

Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

Persediaan awal Rp xxx

Pembelian Netto Rp xxx (+)

Tersedia untuk dijual Rp xxx

Persediaan barang akhir Rp xxx (-)

Harga Pokok Penjualan Rp xxx

Selama periode berjalan pencatatan mutasi persediaan yaitu:

1) Jurnal untuk mencatat pembelian

Pembelian Rp xxx

(8)

2) Jurnal untuk mencatat penjualan

Penjualan Rp xxx

Hutang dagang / kas Rp xxx

b. Metode Buku (Perpetual)

Dengan metode ini semua pemasukan dalam pembelian dan

semua pengeluaran atau penjualan barang yang dibukukan ke dalam

perkiraan persediaan dari barang yang bersangkutan. Oleh sebab itu

dengan hanya melihat catatan dalam perkiraan perusahaan sudah dapat

diketahui setiap saat berapa sisa persediaan yang masih ada di gudang.

Dengan metode perpetual setiap jenis persediaan dibuatkan

rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan.

Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol

persediaan barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk

mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai

untuk mencatat pembelian, penjualan, dan saldo persediaan. Dalam

menggunakan metode perpetual penyusunan laporan keuangan dapat

dilakukan setahun sekali untuk memastikan apakah jumlah persediaan

barang dalam gudang sesuai dengan jumlah rekening persediaan.

Dibandingkan dengan metode fisik maka metode perpetual

merupakan cara yang lebih baik untuk mencatat persediaan yang dapat

membantu memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba/rugi juga

(9)

Pencatatan dalam mutasi persediaan selama periode berjalan

adalah sebagai berikut:

1) Jurnal untuk mencatat pembelian

Persediaan Rp xxx

Hutang dagang / kas Rp xxx

2) Jurnal untuk mencatat penjualan

Piutang dagang / kas Rp xxx

Persediaan Rp xxx

Harga pokok penjualan Rp xxx

Persediaan Rp xxx

Sumber: (Zaki Baridwan,2015:150-152)

6. Metode Penilaian Persediaan

Penilaian persediaan barang dagangan adalah menentukan nilai

persediaan yang di cantumkan didalam neraca. Persediaan akhir bisa

dihitung harga pokok dengan menggunakan beberapa cara penentuan

harga pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak selalu nampak dalam

neraca. Jumlah yang dicantumkan dalam neraca tergantung pada metode

penilaian yang digunakan. Ada 3 metode penilaian persediaan yaitu

sebagai berikut:

a. Metode harga pokok

Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan

dicantumkan dalam neraca. Di dalam laporan keuangan neraca tidak

(10)

Harga pokok persediaan barang dapat ditentukan dengan cara MPKP

(LIFO), rata-rata tertimbang, MTKP (LIFO) atau lain dan hasilnya

dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan.

b. Metode harga pokok atau harga pasar yang paling rendah

Sesuai prinsip akuntansi yang ada maka persediaan barang

yang akan dicantumkan dalam neraca dengan nilai sebesar harga

pokoknya. Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu penyimpangan dari

prinsip harga pokok dapat dibenarkan karena apabila pada akhir

periode terjadi perubahan harga persediaan barang dimana nilai

pengganti atau biaya produksi persediaan bisa lebih rendah dari harga

pokok barang-barang tersebut, maka dapat digunakan metode harga

pokok atau harga pasar.

Dalam rangka penerapan standar biaya atau nilai realisasi

bersih yang lebih rendah berikut ini ketentuannya:

1) Taksiran harga jual dalam kegiatan usaha sehari-hari dikurangi

biaya-biaya yang dapat diperkirakan terlebih dahulu untuk

penyelesainnya atau penjualannya.

2) Tidak boleh lebih rendah dari nilai realisasi bersih sesudah

dikurangi dengan laba normal. (Zaki Baridwan, 2015:182)

c. Metode harga jual

Penyimpangan dari harga pokok atau cost dan penilaian

(11)

1) Ada kepastian bahwa barang-barang itu akan dapat segera dijual

dengan harga yang telah ditetapkan.

2) Merupakan produk standar yang pasarnya mampu menampung

serta sulit ditentukan dengan harga pokok. (Zaki

Baridwan,2015:192)

7. Sistem Pencatatan Transaksi Barang Dagang

Secara garis besar ada 2 (dua) sistem pencatatan di dalam transaksi

barang dagang yaitu:

a. Sistem Perpetual ( sistem kontiyu)

b. Sistem Periodik

Pencatatan transaksi menggunakan kedua sistem di jelaskan pada

(12)

Tabel 1

Pencatatan Transaksi Menggunakan Sistem Periodik dan Sistem Perpetual

No Transaksi Sistem Periodik Sistem Perpetual

1

Transaksi Pembelian Tunai

Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

Kas xxx Kas xxx

(Periodik : Pembeliaan BD - HP, Tunai) (Perpetual: Pembeliaan BD - HP,Tunai) 2 Transaksi Penjualan Kredit Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

Utang Dagang xxx Utang Dagang xxx

(Periodik : Pembeliaan BD - HP, Kredit) (Perpetual: Pembeliaan BD - HP, Kredit) 3 Transaksi pengurangan Pembelian dari Transaksi Utang Dagang xxx Utang Dagang xxx

Pengurangan Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

(Periodik: Pengakuan pengurangan ) (Perpetual: Pengakuan pengurangan harta pembelian dari transaksi kredit harta pembelian dari transaksi kredit) 4 Transaksi Retur Pembelian Kas xxx Kas xxx

Retur Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

(Periodik : Retur Pembelian, Tunai) (Perpetual : Retur Pembelian, Tunai) 5 Transaksi Pelunasan Utang Dagang xxx Utang Dagang xxx

Kas xxx Kas xxx

(Periodik : Pelunasan utang setalah (Perpetual : Pelunasan utang setelah tenggang waktu potongan pembelian) tenggang waktu potongan pembelian terlewat) 6 Transaksi Penjualan Tunai Kas xxx Kas xxx

Penjualan xxx Penjualan xxx

Kos Barang Terjual xxx

Persediaan barang dagang xxx

(Periodik : Penjualan BD, Tunai) (Perpetual : Penjualan BD, Tunai) 7 Transaksi Penjualan Kredit Piutang Dagang xxx Piutang Dagang xxx

Penjualan xxx Penjualan xxx

Kos Barang Terjual xxx

Persediaan barang dagang xxx

(Periodik : Penjualan BD, Kredit) (Perpetual : Penjualan BD, Kredit) 8 Transaksi Pembayaran Ongkos kirim barang Penjualan FOB Shipping Point Beban Pengiriman Penjualan xxx Beban Pengiriman Penjualan xxx

Kas xxx Kas xxx

(Periodik : Pembayaran ongkos pengiriman penjualan FOB Shipping Point) (Perpetual : Pembayaran ongkos pengiriman penjulan FOB Shipping Point) 9 Transaksi Penjualan Tunai Kas xxx Penjualan xxx Kas xxx Penjualan xxx Kos Barang Terjual xxx

Persediaan barang dagang xxx

(13)

8. Pengertian Harga Pokok Persediaan

Dasar utama yang digunakan dalam akuntansi persediaan adalah

harga pokok atau cost yang dirumuskan sebagai harga yang dibayar atau

yang dipertimbangkan untuk memperoleh suatu aktiva. Dalam

hubungannya dengan persediaan, harga pokok adalah jumlah semua

pengeluaran-pengeluaran langsung atau tidak langsung yang berhubungan

dengan perolehan, penyiapan dan penempatan persediaan tersebut akan

dapat dijual. Perumusan harga pokok seperti diatas sulit dijalankan dalam

praktek sehingga biasanya terjadi penyimpangan-penyimpangan dimana

harga pokok terdiri dari harga faktur ditambah biaya angkut, sedangkan

biaya-biaya yang lain diperlakukan sebagai biaya waktu atau periode cost

yang dibebankan pada periode yang bersangkutan. (Zaki Baridwan,

2015:156) 10 Transaksi Pelunasan Piutang Kas xxx Kas xxx

Potongan Penjualan xxx Potongan Penjualan xxx

Piutang Dagang xxx Piutang Dagang xxx

(Periodik : Pelunasan piutang di periode (Perpetual : Pelunasan piutang di periode potongan penjualan) potongan penjualan) 11 Transaksi retur Penjualan Retur Penjualan xxx Retur penjualan xxx

Utang Dagang xxx Utang dagang xxx

Persediaan barang dagang xxx

Kos Barang Terjual xxx

(Periodik : Retur Penjualan HP, pengambilan kas diakui sebagai utang) (Perpetual : Retur Penjualan HP, pengambilan kas diakui sebagai utang) 12 Transaksi Pengurangan Harga Penjualan Tunai Pengurangan Penjualan xxx Pengurangan penjualan xxx

Kas xxx Kas xxx (Periodik : Pengurangan harga penjualan,

Tunai)

(Perpetual : Pengurangan harga penjualan, Tunai)

(14)

Harga pokok persediaan adalah harga untuk memperoleh harga

untuk memperoleh persediaan tersebut. Di samping harga beli, termasuk

dalam harga pokok persediaan adalah semua biaya yang terjadi sampai

dengan persediaan siap dijual. Misalnya, biaya pengangkutan, bea masuk

dan asuransi. Biaya-biaya yang susah dihubungkan dengan salah satu jenis

barang, misalnya biaya pengangkutan dan asuransi dapat dibagikan sama

rata atas suatu dasar tertentu. Biaya-biaya jumlahnya kecil dan susah

dialokasikan tidak perlu dimasukkan sebagai harga pokok barang.

Biaya-biaya ini diperlakukan sebagai beban usaha periode berjalan. Kesulitan

dalam menentukan harga pokok persediaan adalah apabila selama suatu

periode barang yang sama diperoleh dengan beberapa harga yang berbeda.

Apabila demikian, perlu ditentukan harga yang akan digunakan untuk

menetapkan harga pokok persediaan. (Soemarso,2009:386)

9. Pengertian Harga Pokok Penjualan (HPP)

Harga pokok penjualan dihitung setiap terjadi penjualan. Dalam

sistem periodik harga pokok penjualan dihitung secara periodik, setelah

diadakan perhitungan secara fisik terhadap persediaan barang dagangan

yang ada. Dalam sistem saldo permanen harga pokok penjualan dapat

diketahui setiap waktu, dan untuk itu tidak diperlukan perhitungan secara

fisik terlebih dahulu. (Soemarso,2009:410)

Harga pokok penjualan menunjukkan jumlah harga pokok

barang-barang yang dijual selama periode yang bersangkutan. Jika barang-barang yang

(15)

harga beli kuantitas barang yang dijual. Tetapi jika barang yang dijual itu

berasal dari hasil produksi sendiri, maka terlebih dahulu harus dihitung

harga pokok produksinya. Harga pokok penjualan adalah harga pokok

produksinya ditambah harga pokok persediaan barang jadi awal periode

dan dikurangi harga pokok persediaan barang jadi akhir periode.

(Zaki Baridwan,2015:31)

10. Metode Penentuan Harga Pokok Persediaan

Untuk dapat menghitung harga pokok penjualan dan harga pokok

persediaan akhir dapat digunakan berbagai macam cara, yaitu:

a. Identifikasi Khusus

Metode identifikasi khusus didasarkan pada anggapan bahwa

arus barang harus sama dengan arus biaya. Untuk itu perlu dipisahkan

tiap-tiap jenis barang berdasarkan harga pokoknya dan untuk

masing kelompok dibuatlah kartu persediaan sendiri, sehingga

masing-masing harga pokok bisa diketahui. Harga pokok penjualan terdiri dari

harga pokok barang-barang yang dijual dan sisanya merupakan

persediaan akhir. Metode ini dapat digunakan dalam

perusahaan-perusahaan yang menggunakan prosedur pencatatan persediaan dengan

cara fisik maupun cara buku (perpetual). Tetapi karena cara ini

menimbulkan banyak pekerjaan tambahan maupun gudang yang luas

maka jarang digunakan.

Untuk mengetahui kesulitan metode identifikasi dapat

(16)

arus barang tidak harus sama dengan arus biayanya. Metode-metode

yang didasarkan pada arus biaya adalah MPKP (FIFO), MTKP (LIFO)

dan rata-rata tertimbang. Untuk menjelaskan penggunaan ketiga

metode di atas digunakan contoh barang A sebagai berikut:

1 Februari, persediaan awal 200 Kg @ Rp.100,00 = Rp.20.000,00

3 Februari, pembelian 300 Kg @ Rp.110,00 = Rp.33.000,00

10 Februari, penjualan 400 Kg

15 Februari, pembelian 400 Kg @ Rp.116,00 = Rp.46.400,00

18 Februari, penjualan 300 Kg

24 Februari, pembelian 100 Kg @ Rp.126,00 = Rp.12.600,00

b. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama / FIFO (First In First Out)

Harga pokok persediaan akan dibedakan sesuai dengan urutan

terjadinya. Apabila ada penjualan atau pemakaian barang-barang

maka harga pokok yang dibebankan adalah harga pokok yang paling

terdahulu kemudian disusul yang masuk berikutnya. Persediaan akhir

dibebani harga pokok berakhir. Dengan demikian, persediaan akan

dinyatakan berdasarkan biaya terbaru. Metode FIFO dapat dianggap

sebagai salah satu pendekatan yang logis dan realistis mengenai arus

biaya. Metode ini juga measumsikan suatu arus biaya yang paralel

dengan arus fisik barang sehari-hari. Pendapatan dibebani dengan

biaya yang dianggap berkaitan dengan barang yang benar-benar

terjual, persediaan akhir dilaporkan menurut biaya terbaru, biaya yang

(17)

Dengan menggunakan data diatas, persediaan akhir dan harga pokok

penjualan dalam cara MPKP (FIFO) dihitung sebagai berikut:

1) Metode Fisik

Misalnya penghitungan atas barang-barang dalam gudang

pada tanggal 28 Februari 2005 menunjukkan 300 kg. Jumlah 300kg

terdiri dari:

Pembelian 24 Februari 100 kg @ Rp.126,00 = Rp.12.600,00

Pembelian 15 Februari 200 kg @ Rp.116,00 = Rp.23.200,00

Jumlah 300 kg Rp.35.800,00

Sesudah diketahui jumlah persediaan akhir maka harga pokok

penjualan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Rp.112.000,00 – Rp.35.800,00 = Rp.76.200,00

2) Metode Buku (Perpetual)

Dengan menggunakan metode MPKP, maka harga yang

dijual dihitung dengan angapan bahwa barang yang lebih dulu

masuk adalah barang yang lebih di jual. Kekurangannya baru

diambil dari barang yang berikutnya. Apabila menggunakan

metode buku maka setiap jenis persediaan akan dibuatkan kartu

persediaan yang terdiri dari beberapa kolom yang digunakan untuk

mencatat mutasi persediaan. Kartu barang A dengan cara MPKP

(18)

Tabel 2

Kartu Persediaan MPKP Perpetual A Periode Februari 2005

c. Rata-rata tertimbang

Dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk

diproduksi atau di jual akan di bebani harga pokok rata-rata.

Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan dengan cara membagi

jumlah harga perolehan dengan kuantitasnya. Dari data dimuka,

perhitungan untuk persediaan akhir dan harga pokok penjualan adalah

sebagai berikut:

1) Metode Fisik

Misalnya barang-barang yang ada dalam gudang pada

tanggal 28 Februari 2005 dihitung berjumlah 300 kg. Persediaan

akhir adalah sebagai berikut:

Feb 1 Persediaan 200kg @ Rp.100,00 = Rp.20.000,00

9 Persediaan 300kg @ Rp.110,00 = Rp.33.000,00

15 Persediaan 400kg @ Rp.116,00 = Rp.46.400,00

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo

Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah

01/02/2005 200 Rp 100 Rp 20.000 09/02/2005 300 Rp 110 Rp 33.000 200 Rp 100 Rp 20.000 300 Rp 110 Rp 33.000 10/02/2005 200 Rp 100 Rp 20.000 200 Rp 110 Rp 22.000 100 Rp 110 Rp 11.000 15/02/2005 400 Rp 116 Rp 46.400 100 Rp 110 Rp 11.000 400 Rp 116 Rp 46.400 18/02/2005 100 Rp 110 Rp 11.000 200 Rp 116 Rp 23.200 200 Rp 116 Rp 23.200 14/02/2005 100 Rp 126 Rp 12.600 200 Rp 116 Rp 23.200 100 Rp 126 Rp 12.600

Jumlah HPP dan PersedIan Akhir 700 Rp 76.200 1800 Rp 200.400

(19)

24 Pembelian 100kg @ Rp.126,00 = Rp. 12.600,00

Harga pokok rata-rata tertimbang

Rp.112.000,00

1.000

= Rp. 112,00 Per Kg

Persediaan barang 28 Februari 2005

300kg @Rp.112,00 = Rp.33.600,00

Harga pokok penjualan

Rp.112.00,00 – Rp.33.600,00 = Rp.78.400,00

2) Metode Buku (Perpetual)

Dalam metode ini, barang-barang yang dikeluarkan akan

dibebani harga pokok pada akhir periode, karena harga pokok

rata-rata baru dihitung pada akhir periode, dan akibatnya jurnal untuk

mencatat berkurangnya persediaan barang juga dibuat pada akhir

periode. Apabila harga pokok rata-rata di catat setiap ada

pengeluaran barang maka diperlukan untuk menghitung harga

pokok rata-rata. Metode seperti ini disebut metode rata-rata

bergerak. Kartu persediaan barang A dengan metode rata-rata

(20)

Tabel 3

Kartu Persediaan MPKP Perpetual A Periode Februari 2005

d. Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama / LIFO (Last In First Out)

Dengan menggunakan metode LIFO barang-barang yang

dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian

yang terakhir disusul dengan yang masuk sebelumnya. Persediaan

akhir dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama dan

berikutnya. Apabila mencatat dengan nilai LIFO yang dihasilkan maka

berdasarkan sistem periodik biasanya akan berbeda dari yang

dihasilkan berdasarkan sistem perpetual.

Apabila menghitung dengan menggunakan metode LIFO maka

akan ada kelemahan dalam menghitung di antaranya dapat

memperkecil laba, dimana sistem penerapan harga yang baru terhadap

periode berjalan yang akan menghasilkan penurunan laba bersih dalam

satu periode. Saldo persediaan yang tidak direalistis pada neraca dan

kelemahan lainnya yang diasumsi arus yang tidak realistis. Ada 2 (dua)

metode perhitungan dengan menggunakan Metode Masuk Terakhir

Keluar Pertama (MTKP), yaitu sebagai berikut:

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo

Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah

01/02/2005 200 Rp 100 Rp 20.000 09/02/2005 300 Rp 110 Rp 33.000 200 Rp 100 Rp 20.000 500 Rp 106 Rp 53.000 10/02/2005 400 Rp 106 Rp 42.400 100 Rp 106 Rp 10.600 15/02/2005 400 Rp 116 Rp 46.400 500 Rp 114 Rp 57.000 18/02/2005 300 Rp 114 Rp 34.200 200 Rp 114 Rp 22.800 24/02/2005 100 Rp 126 Rp 12.600 300 Rp 118 Rp 35.400

Jumlah HPP dan Persediann Akhir 700 Rp76.600 1800 Rp 218.800

(21)

1) Metode fisik

Misalnya pada tanggal 28 Februari 2005 diadakan

perhitungan fisik terhadap barang-barang dalam gudang yang

hasilnya menunjukkan jumlah persediaan sebanyak 300 Kg. Harga

pokok persediaan barang sebanyak 300kg itu dihitung sebagai

berikut:

Persediaan tanggal 1 Februari 200Kg @ Rp.100,00 = Rp.20.000,00

Pembeliaan tanggal 9 Februari100Kg @ Rp.110,00 = Rp.11.000,00

Jumlah 300kg Rp.31.000,00

Harga pokok penjualan = Rp.112.000,00 – Rp.31.000,00

= Rp.81.000,00

2) Metode Buku (Perpetual)

Dalam cara ini barang-barang yang dikeluarkan dapat

dikreditkan dalam rekening persediaan dengan harga pokok pada

waktu:

a) Akhir periode

Setiap ada pengeluaran barang yang dicatat dalam

kolom pengeluaran hanya kuantitasnya, sedangkan harga

pokok harus dicatat akhir periode sekaligus. Cara ini akan

memberikan hasil perhitungan persediaan akhir dan harga

(22)

b) Setiap kali ada barang yang dikeluarkan

Jika harga pokok barang-barang yang dicatat dalam

kartu persediaan. Pada saat barang-barang tersebut dikeluarkan

maka, maka perhitungan harga pokok persediaan dan harga

pokok penjualan seperti tabel 4 dibawah ini :

Tabel 4

Kartu Persediaan MPKP Perpetual A Periode Februari 2005

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo

Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah

01/02/2005 200 Rp 100 Rp 20.000 09/02/2005 300 Rp 110 Rp 33.000 200 Rp 100 Rp 20.000 300 Rp 110 Rp 33.000 10/02/2005 300 Rp 110 Rp 33.000 100 Rp 100 Rp 10.000 100 Rp 100 Rp 10.000 15/02/2005 400 Rp 116 Rp 46.400 100 Rp 100 Rp 10.000 400 Rp 116 Rp 46.400 18/02/2005 300 Rp 116 Rp 34.800 100 Rp 100 Rp 10.000 200 Rp 116 Rp 23.200 100 Rp 116 Rp 11.600 24/02/2005 100 Rp 126 Rp 12.600 100 Rp 100 Rp 10.000 100 Rp 116 Rp 11.600 100 Rp 126 Rp 12.600

Jumlah HPP dan Persediaan Akhir 900 Rp101.000 1800 Rp 215.200

e. Persediaan besi/minimum

Dalam metode ini dipakai anggapan bahwa perusahaan

memerlukan suatu jumlah persediaan minimum (besi) untuk menjaga

kontinuitas usahanya. Persediaan minimum (besi) dianggap sebagai

suatu elemen yang harus selalu tetap, sehingga dinilai dengan harga

pokok yang tetap. Harga pokok untuk persediaan besi (minimum) Sumber: (Zaki Baridwan,2015:165)

(23)

biasanya diambil dari pengalaman yang lalu dimana harga pokok itu

nilainya rupiah.

Pada akhir periode jumlah barang yang ada dalam gudang

dihitung. Jumlah persediaan besi dinilai dengan harga pokok yang

tetap sedangkan selisih antara jumlah barang yang ada dengan jumlah

persediaan besi dinilai dengan harga pada saat tersebut (bisa dengan

menggunakan Metode MPKP, rata-rata tertimbang atau

metode-metode lain). (Zaki Baridwan,2015:170)

f. Biaya standar

Perusahaan manufakur yang memakai sistem biaya standar,

persediaan barang dinilai dengan biaya standar, yaitu biaya-biaya yang

seharusnya terjadi. Biaya standar ini ditentukan dimuka, yaitu sebelum

proses produksi dimulai, untuk bahan baku, upah langsung dan biaya

produksi tidak langsung. Apabila terdapat perbedaan antara

biaya-biaya yang sesungguhnya terjadi dengan biaya-biaya standarnya,

perbedaan-perbedaan itu akan dicatat sebagai selisih. (Zaki Baridwan,2015:171)

11. Pengertian Kartu Persediaan

Didalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, kartu

persediaan sangat digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat

berkurangnya harga pokok produk yang dijual. Kartu persediaan ini

diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk mengawasi mutasi dari tiap

(24)

12. Laporan Laba/Rugi dan Perhitungan Kos Barang Terjual (KBT)

Laporan Laba/Rugi perusahaan dagang perlu menyajikan informasi

tentang margin bruto (gross margin) yang disebut laba bruto (gross

profit). Laba bruto menujukkan kinerja perusahaan yang terkait dengan

penjualan dan kos barang yang terjual. Dalam banyak hal perusahaan

kadang juga menyajikan laporan keuangan Kos Barang Terjual (KBT)

agar dapat digunakan untuk mengenali pola pembelian barang dagang

(BD). (Warsono, 2013:185)

13. Penyajian Laporan Keuangan

Pada akhir siklus akuntansi, akuntan perusahaan harus membuat

laporan keuangan untuk berbagai pihak yang membutuhkan. Sesuai

dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia,

laporan keuangan terdiri dari:

a. Laporan Posisi Keuangan

SAK EMKM tidak menentukan format atau urutan terhadap

pos-pos yang disaijkan. Meskipun demikian, entitas dapat menyajikan

pos-pos aset berdasarkan ukuran likuiditas dan pos-pos liabilitas

berdasarkan urutan jatuh tempo. Laporan posisi keuangan entitas dapat

mencakup pos-pos berikut:

1) Kas dan setara kas

2) Piutang

3) Persediaan

(25)

5) Utang usaha

6) Utang bank

7) Ekuitas

b. Laporan Laba/Rugi

Laporan Laba/Rugi memasukkan semua penghasilan dan beban

yang diakui dalam suatu periode. Laporan Laba/Rugi entitas dapat

mencakup pos-pos sebagai berikut:

1) Pendapatan

2) Beban keuangan

3) Beban pajak

c. Catatan atas laporan keuangan

Catatan atas laporan keuangan memuat:

1) Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak disusun sesuai

dengan SAK EMKM.

2) Ikhtisar kebijakan akuntansi.

3) Informasi tambahan dan rincian atas pos tertentu yang menjelaskan

transaksi penting dan material sehingga bermanfaat bagi pengguna

untuk memahami laporan keuangan. (IAI,2016:9-15)

14. Tujuan laporan keuangan

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi tentang

posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang

bermanfaat bagi sejumlah perusahaan. Laporan keuangan juga

(26)

pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

kepadanya. (Rudianto,2012:20)

15. Rumus Biaya

Biaya untuk perusahaan yang secara umum tidak dapat diukur

dengan persediaan lain dan barang atau jasa yang dihasilkan dan

dipisahkan untuk proyek tertentu diperhitungkan berdasarkan identifikasi

khusus terhadap biayanya masing-masing.

Entitas harus menentukan biaya persediaan, selain yang terkait

pada paragraf sebelumnya menghitung dengan menggunakan rumus biaya

Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP). Entitas menggunakan rumus

biaya yang sama terhadap seluruh persediaan yang memilih sifat dan

kegunaan yang berbeda, rumus biaya yang berbeda diperkenankan atau

(27)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 5

Hasil Penelitian Terdahulu Identitas Peneliti Dessy Nurul Ajmi

A03120037 (2015) Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin Iin Nadiroh A03140016 (2017) Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin Hilda Amayni A03150018 (2018) Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin 1. Judul Penilaian persediaan Obat dengan menggunakan metode FIFO Perpetual Pada Apotek Zam-Zam Banjarmasin. Penilaian dan pencatatan persediaan barang dagangan dengan menggunakan metode MPKP-Perpetual yang sesuai dengan

SAK ETAP Pada

CV Mitra Salution Banjarmasin. Penilaian dan pencatatan persediaan barang dagangan dengan menggunakan rumus biaya Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)-Perpetual Berdasarkan SAK EMKM Pada Apotel Azhar Farma Banjarmasin. 2. Institusi perusahaan yang diteliti Apotek Zam-Zam Banjarmasin CV.Twincom Banjarmasin Apotek Azhar Farma Banjarmasin

3. Permasalahan Apotek Zam-Zam Banjarmasin dalam pencatatan obat menggunakan metode fisik, sehingga nilai persediaan obat baru dapat diketahui dengan menghitung fisik CV.Twincom Banjarmasin dalam perhitungan persediaan masih belum sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku secara umum dan perusahaan sering Apotek Azhar Farma Banjarmasin dalam mencatat transaksi pembelian dan transaksi penjualan menggunakan catatan biasa. Misalnya pada transaksi penjualan yang dicatat nama

(28)

barang yang tersedia. melakukan perhitungan jumlah persediaan barang dagangan secara fisik dengan melakukan stock opname ke gudang setiap akhir bulan.

obat, harga, dan jumlah sedangkan transaksi

pembelian yang di catat nama obat,

harga satuan, jumlah barang, harga keseluruhnya dengan catatan yang berbeda. 4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui penerapan penilaian persediaan obat menggunakan metode FIFO Perpetual pada Apotek Zam-Zam Banjarmasin. Untuk mengetahui bagaimana penilaian dan pencatatan persediaan barang dagangan menggunakan metode MPKP-Perpetual yang sesuai SAK ETAP. Untuk mengetahui bagaimana penilaian dan pencatatan persediaan barang dagangan dengan menggunakan rumus biaya Masuk

Pertama Keluar Pertama (MPKP)-Perpetual Berdasarkan SAK EMKM pada Apotek Azhar Farma Banjarmasin. 5. Metode Penelitian Menggunakan metode FIFO Perpetual. Menggunakan metode MPKP-Perpetual yang sesuai dengan SAK ETAP. Menggunakan rumus biaya Masuk

Pertama Keluar Pertama (MPKP)-Perpetual Berdasarkan SAK EMKM dan menggunakan penelitian secara langsung yaitu dengan cara wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan.

(29)

6. Hasil Penelitian Hasil analisis penelitian menunjukkan adanya perbedaan tehadap nilai persediaan akhir dengan menggunakan metode FIFO

Perpetual dan jika dibandingkan dengan menggunakan rata-rata tertimbang, maka didapat selisih antara Rp. 583.078,00.

Dari hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan nilai persediaan akhir dengan menerapkan metode

MPKP-Perpetual dan jika dibandingkan dengan menggunakan rata-rata tertimbang fisik, maka didapat selisih Rp271.055,00. Dari hasil penelitian menunjukkan nilai persediaan akhir barang dagangan

yang didapat dari perusahaan dengan yang diperhitungkan penulis yang menerapkan rumus (MPKP)-Perpetual

sama tidak ada

berubah karena Apotek Azhar Farma menghitung persediaan akhir dengan cara menggunakan harga pembelian

paling akhir yaitu sebesar Rp8.279.010,00. Tetapi ada perbedaaan di Laporan Laba/Rugi menurut Apotek Azhar Farma Banjarmasin sebesar Rp4.947.810,00, sedangkan yang disarankan oleh penulis sebesar Rp4.831.140,00. Jadi ada seisih di antara perhitungan

tersebut sebesar

Rp116.670,00. Sumber: Desy Nurul Ajmi (2015) dan Iin Nadiroh (2017)

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah meliputi: mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain,

Untuk dipilih salah satu oleh Ketua Umum/Ketua Formatur Pimpinan Pusat menjadi Komandan Brigade dan Ketua Muslimah Badan Semi Otonom Gerakan Pemuda Islam di tingkat

Hasil belajar bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Meranti berkategorisedang dengan rata- rata 78.8 dari

Dengan adanya sistem informasi persediaan obat pada Apotek Arjowinangun proses penyimpanan data persediaan obat serta transaksi penjualan dan pembelian dapat terorganisir

Dengan di buatnya apilasi sistem informasi manajemen persediaan obat pada apotek kimia farma maka akan mempermudah dalam proses sistem control persediaan obat dan dapat membantu

Terdapat kesulitan dalam menentukan jumlah safety stock yang tepat karena komponen gabungan S' yaitu variabilitas permintaan dan lead time yang dibuat berlebihan,

Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagihkan kembali kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan,

Perhitungan fisik persediaan dilakukan perusahaan yang menggunakan metode pencatatan persediaan periodik untuk menentukan jumlah persediaan pada tanggal pernyataan