• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Modal Sosial Dalam Program Urban Farming Di Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Modal Sosial Dalam Program Urban Farming Di Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)PERAN MODAL SOSIAL DALAM PROGRAM URBAN FARMING DI KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG. Oleh ELISA OKTAVIANI. UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2018.

(2) PERAN MODAL SOSIAL DALAM PROGRAM URBAN FARMING DI KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG. Oleh ELISA OKTAVIANI 145040101111012. PROGRAM STUDI AGRIBISNIS. SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1). UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN MALANG 2018.

(3)

(4)

(5) PERNYATAAN Saya menyatakan pada skripsi ini yang berjudul “Peran Modal Sosial dalam Program Urban Farming di Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang” merupakan hasil penelitian dari saya sendiri serta dengan bimbingan dosen pembimbing. Pada skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di perguruan tinggi serta sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara jelas ditunjukan rujukan atau sitasi dalam skripsi ini serta dicantumkan dalam daftar pustaka.. Malang, Juli 2018. Elisa Oktaviani.

(6) UCAPAN TERIMAKASIH Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Peran Modal Sosial dalam Program Urban Farming di Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang”. Terselesaikannya skripsi ini berkat bantuan dan dorongan dari beberapa pihak terkait, maka dari itu penulis menghaturkan ucapan terimakasih sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu serta membimbing penulis. Banyak hal yang telah penulis dapatkan seperti bimbingan dan tuntunan dari berbagai civitas akademik maupun non-akademik sebagai berikut. 1. Bapak Setiyo Yuli Handono, SP., MP., MBA selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah memberikan tuntunan, arahan, dan motivasi dari awal penelitian hingga akhir penyusunan skripsi. 2. Bapak Djainul selaku ketua RW 03 Kecamatan Sukun Kota Malang yang telah memberi izin penulis melakukan penelitian serta memberikan pengarahan selama kegiatan penelitian. 3. Ibu dan Ayah yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti bagi penulis, dan kakak beserta adik yang selalu memotivasi penulis agar segera menyelesaikan skripsi. 4. David Hermawan sebagai partner yang membantu penulis dalam berbagai hal, dan selalu memberi motivasi kepada penulis agar penulis tetap semangat dan melakukan penyusunan skripsi dengan sebaik-baiknya. 5. Etik Ummu Fadillah dan Zulfa Nuraini sebagai sahabat dalam suka maupun duka, yang selalu memotivasi penulis dan selalu hadir disetiap step yang penulis jalani dalam penyelesaian penyusunan skripsi 6. Imelda Palan Suban sebagi sahabat sepenelitian terimakasih atas bantuan dan perhatiannya. 7. Pihak-pihak lain yang telah memeberikan bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu..

(7) LEMBAR PERSEMBAHAN Puji Syukur yang setinggi-tingginya kepada Allah SWT.. “ Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul Nya serta orang orang mukmin akan melihat pekerjaan mu itu dan kamu akan dikembalikan kepada Allah lalu diberitakan kepada Nya apa yang telah kamu kerjakan” (QS: At Taubah : 105). Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis. Ibu yang selalu menyebut nama penulis dalam setiap lantunan doanya dan Ayah yang mencintai penulis dalam diamnya, serta untuk semua orang-orang yang penulis cintai..

(8) RINGKASAN ELISA OKTAVIANI. 145040100111024. Peran Modal Sosial dalam Program Urban Farming di Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. Di bawah bimbingan Setiyo Yuli Handono, SP., MP., MBA sebagai pembimbing utama. Modal sosial merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi dalam proses pembangunan. berbagai masalah pembangunan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara merupakan faktor utama dari tidak berkembangnya modal sosial yang ada di tengah masyarakat. Modal sosial yang lemah akan menurunkan semangat gotong-royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan jumlah pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial (Bulu, Hariadi, & Herianto, 2015). Modal sosial selama ini dipandang memiliki nilai dan kontribusi dalam setiap keberhasilan upaya untuk pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat memerlukan beberapa komponen modal sosial baik berupa rasa saling percaya, jaringan kerjasama, nilai dan norma dianggap mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama dalam interaksi ekonomi baik di negara berkembang maupun di negara maju (World Bank, 2016). Pentingnya sebuah dimensi modal sosial dalam model pengembangan masyarakat tentu saja dapat berdampak positif. Akan tetapi, permasalahan pengelolaan lingkungan hidup semakin ‘hangat’ menjadi perbincangan di seluruh kelompok masyarakat. Hal ini terjadi karena tingginya angka population dan building density (kepadatan) kota yang terus meningkat, masalah persampahan, masalah sanitasi kota, dan water quality. Permasalahan kepadatan di daerah perkotaan semakin kompleks dengan perkembangan jumlah penduduk yang sangat tinggi, terutama penduduk yang tidak tetap. Jumlah penduduk merupakan ancaman dan pressure terbesar bagi masalah kualitas lingkungan hidup, sehingga permasalahan tempat tinggal (permukiman) yang berbasis lingkungan ‘sehat’ menjadi penting untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut(Lovell et al., 2010). Modal sosial terdiri juga dari kewajiban-kewajiban sosial. Namun dalam penelitian ini lebih fokus terhadap peran modal sosial dalam keberhasilan program “Urban Farming” di kawasan perkotaan Malang yang terletak di RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. Periode tujuh tahun terakhir ini, sistem pemerintahan Kota Malang mulai melakukan sebuah langkah pembenahan yang secara signifikan untuk mengatasi masalah lingkungan di Kota Malang. Program pembenahan meliputi lomba kampung bersinar. Konsep kampung bersinar merupakan salah-satu bagian integral dari program pemerintah Walikota Malang. Program ini dapat memanfaatkan lorong atau gang yang ada di pemukiman padat penduduk Kota Malang menjadi lebih produktif, inovatif dan ramah lingkungan. Inovasi ini diapresiasi dan dinilai dapat membuat kesadaran masyarakat untuk menciptakan kebersihan lingkungannya dan hal-hal positif lainnya. Bertambahnya kampung tematik dengan konsep Urban Farming ini diperlukan adanya kontribusi modal sosial sebagai suatu dimensi pembangunan yang meningkatkan kesadaran masyarakat untuk saling bekerjasama menjaga pengelolaan pemukiman padat penduduk yang ramah lingkungan (Disperkim Kota Malang, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat RW 03 Kelurahan. i.

(9) Sukun Kecamatan Sukun, dengan teknik penentuan sampel menggunakan jenis Purposive sampling pada RT 06 RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan analisis statistik inferensial berupa korelasi Rank Spearman dan regresi linier dengan uji t. Analisis deskritif dilakukan dengan cara wawancara keyperson atau key infroman yang akan di dirangkum dalam interpretasi data statistik. Teknik analisis inferensial dilakukan dengan statistik inferensial, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Analisis statistik inferensial menggunakan korelasi Rank Spearman untuk mengkorelasikan dua data yang ordinal. Peran modal sosial yang mau dilihat adalah indikator kepercayaan, Partisipasi, jaringan sosial, dan norma sosial. Penelitian dilakukan terhadap 40 sampel rumah tangga di RT 06 RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. Setelah dilakukan pengolahan data dengan metode statistik deskriptif peran modal sosial secara statistik menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh. Hal itu bisa dilihat pada indikator kepercayaan diantara masyarakat yang memiliki presentase sebesar 63,16 Persen, untuk indikator partisipasi memiliki presentase sebesar 72,31 persen, dan pada indikator jaringan sosial memiliki nilai terendah dari ke empat indikator yakni sebesar 56,20 persen. Sedangkan untuk norma sosialnya sebesar 65,55 Persen. Merujuk pada analisapun tampak dalam keseharian masyarakatnya seperti: sifat kekeluargaan, sifat saling tolong menolong, saling membantu, kesetiakawanan, sikap koperatif, saling percaya kepada rukun tetangga, dan semuanya itu bisa terlihat dalam perilaku kolektif masyarakat seperti: sifat kerjasama, gotong-royong dan tentunya sikap partisipasi masyarakat. Tingkat keberhasilan program Urban Farming yang terjadi di RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang memiliki presentase nilai yang tinggi yaitu 61,80 persen. Mengacu pada sepuluh indikator terdapat satu indikator yang memiliki nilai rendah yaitu sebesar 48,80 persen pada indikator kesejahterahan. Indikator tersebut membahas tentang pengurangan jumlah pengangguran setelah diadakannya program Urban Farming. Hal tersebut menjadi titik evaluasi karena kurangnya penjadwalan sehingga hasil dari program kurang maksimal. Terdapat hubungan korelasi yang sempurna antara keberhasilan program Urban Farming dengan modal sosial yang ada di dalam masyarakat. Berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat diberikan untuk keberlanjutan program tersebut adalah dibentuknya jadwal pengolahan sampah bagi setiap warga agar terjalinnya jaringan dan komunikasi secara lebih intens. Hendaknya pemerintah memberikan penyuluhan agar masyarakar RT 06 mengetahui dan mendapatkan ilmu dalam budidaya tanaman secara vertikultur.. ii.

(10) SUMMARY ELISA OKTAVIANI. 145040100111024. The Role of Social Capital on Urban Farming Program In Sukun Village Sukun Sub-District Malang City. Supervised by Setiyo Yuli Handono, SP., MP., MBA. Social capital was a requirement that must be met in the development process. Various development problems and deviations that occur in various countries is a major factor of the lack of social capital in the community. Weak social capital will bring down the spirit of mutual cooperation, exacerbate poverty, increase the number of unemployed, criminals and prevent any efforts to improve social welfare (Bulu, Hariadi, & Herianto, 2015). Social capital has been seen as having value and contribution in every successful effort for community development. Community development requires several components of social capital in the form of mutual trust, network of cooperation, values and norms are considered to have a positive relationship with regional economic growth, especially in economic interaction both in developing countries and in developed countries (World Bank, 2016). The importance of a dimension of social capital in a community development model can certainly has a positive impact. However, the issue of environmental management is getting 'warm' to the conversation in all community groups. This is due to the increasing number of population and building density (density) of the city, the problem of garbage, urban sanitation problems, and water quality. Density problems in urban areas are increasingly complex with the development of a very high population, especially the non-permanent population. The population is the greatest threat and pressure to environmental quality issues, so that 'environmentally environment-based' settlement issues become important for further review and study (Lovell et al., 2015). Social capital consisted of social obligation. But in this study more focus on the role of social capital in the success of the program "Urban Farming" in urban areas of Malang located in RW 03 Sukun Village, Sukun Sub-District, Malang City. Period of last seven years, the system of government of Malang began to do a significant revamping step to solve environmental problems in Malang. The revamping program includes a shining village contest. The concepted of a shining village was an integral part of the government program of the Mayor of Malang. This program can toke advantage of the alley in the densely populated residential of Malang City become more productive, innovative and environmentally friendly. This innovation was appreciated and assessed can make people awareness to create cleanliness of the environment and other positive things. The increasing number of thematic village with the concept of Urban Farming is necessary for the contribution of social capital as a development dimension that raises the awareness of the community to work together to maintain environmentally densely populated residential management (Disperkim Malang, 2015). The population in this research is RW 03 Sukun Village, Sukun Sub-District, with technique of determining the sample using Purposive sampling type at RT 06 RW 03 Sukun Village, Sukun Sub-District. Data analysis techniques used were descriptive and inferential statistical analysis of Rank Spearman correlation and linear regression with t test. Descriptive analysis was done by interviewing keyperson or key infroman that will be. iii.

(11) summarized in the interpretation of statistical data. Inferential analysis techniques was conducted with inferential statistics, which was statistics used to analyze data by making generally accepted conclusions. Inferential statistical analysis using Rank Spearman correlation to correlate two ordinal data. The role of social capital to be seen is an indicator of trust, participation, social networking, and social norms. The study was conducted on 40 household samples in RT 06 RW 03 Sukun Village, Sukun Sub-District Malang City. After doing the data processing with descriptive statistics method the role of social capital statistically shows the value that is not much different. It can be seen on the indicator of trust among the community that has a percentage of 63.16 percent, for the indicator of participation has a percentage of 72.31 percent, and on the social network indicator has the lowest value of the four indicators that is equal to 56.20 percent. As for the social norm of 65.55 Percent. Referring to analis also seen in the daily life of the community such as: the nature of kinship, the nature of mutual help, mutual help, solidarity, cooperative attitude, mutual trust to the neighborhood, and all that can be seen in collective behavior of society such as: the nature of cooperation, mutual cooperation attitude of community participation. The success rate of Urban Farming program was occurred in RW 03 Sukun Village, Sukun Sub-District Malang City has a high percentage value of 61.80 percent. Referring to the ten indicators there was one indicator that had a low value of 48.80 percent on the indicator of welfare. The indicator discussed the reduction in the number of unemployed after the holding of an Urban Farming program. It becomes an evaluation point due to lack of scheduling so that the result of the program was less than the maximum. There was a strength correlation relationship between the success of the Urban Farming program and the social capital present in the community. In relation to the results of research that has been done then suggestions that can be given for the sustainability of the program was the preparation of waste processing schedules for every citizen for more intense network and communication. The government should give counseling for RT 06 community to know and gain knowledge in verticulture plant business.. iv.

(12) KATA PENGANTAR Karya ilmiah ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat dalam mendapatkan gelar S1 pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Peran dan kontribusi modal sosial dalam pengembangan komunitas Urban Farming di dalam karya ilmiah ini, akan lebih banyak membahas tentang indikator modal sosial yang merupakan salah satu teori dalam ilmu sosiologi yang sangat menarik untuk dikaji dan dikembangkan terutama di Kota Malang, Indonesia. Kehadiran modal sosial dapat menciptakan kerjasama untuk mencapai sesuatu yang tidak bisa dicapai sendiri. Melalui kerjasama indikator modal sosialakan tumbuh dan semakin kuat. Hubungan sosial yang bisa dijalin baik sepanjang waktu inilah yang bisa membuat seseorang mempunyai modal sosial yang kuat. Hal mendasar yang penting dari adanya modal sosial adalah kepercayaan maupun jaringan sosial karena dengan memiliki kepercayaan yang tinggi dari seseorang maupun kelompok maka secara otomatis akan memiliki kepercayaan dalam masyarakat. Kemudian jika seseorang mempunyai jaringan sosial yang besar, mereka akan mempunyai kesempatan untuk menjadi orang penting dalam komunitas. Lewat jaringan sosial yang kuat memudahkan seseorang dalam mengembangkan potensi dalam suatau kelompok. Modal sosial adalah konsep yang mengemukakan kebersamaan. Contoh yang terdekat adalah seorang pemimpin sebuah organisasi (khususnya tipe masyarakat RW 03 Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun) dalam mengambil sebuah keputusan. Memang dalam organisasi sebuah keputusan kebijakan akan dibicarakan pada mekanisme-mekanisme yang formal, tapi sebelum itu pasti seorang pemimpin akan berdiskusi dengan seseorang yang dia percaya untuk menentukan setiap keputusan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan demikian, menurut kecamata penulis inti dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk saling percaya dan bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola relasi yang timbal balik dan saling menguntungkan serta dibangun diatas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan. v.

(13) maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya dan mempercayai, dan diperkuat oleh nilainilai dan norma-norma yang mendukungnya. Maka dari itu modal sosial (social capital) dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama. Mahasiswa sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu di perbaiki dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu kritik dan saran akan sangat mahasiswa terima dengan lapang dada agar dapat membantu memperbaiki mahasiswa pada penulisan karya ilmiah selanjutnya. Mahasiswa berharap skripsi ini dapat menjadi gambaran untuk mahasiswa yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama, serta dapat menjadi tambahan wawasan bagi pembaca.. Malang, Juli 2018. Penulis. vi.

(14) RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1995. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersodara dari Bapak Muji Slamet dan Ibu Sakem. Penulis menempuh Pendidikan TK di TK Al-Hikmah Surabaya pada tahun 2001 sampai 2002. Kemudian penulis menempuh Pendidikan dasar di SDN Gadel II/577 Surabaya pada tahun 2002 hingga 2008. Pada tahun 2008 sampai tahun 2011 penulis lulus dari SMP Shafta Surabaya. Lalu penulis melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas di SMAN 11 Surabaya mulai tahun 2011-2014. Penulis diterima di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur dengan jalur SNMPTN di tahun 2014. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa universitas Brawijaya sebagai mahasiswa strata-1 program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.. vii.

(15) DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ........................................................................................... SUMMARY .............................................................................................. KATA PENGANTAR .............................................................................. RIWAYAT HIDUP ................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. i iii v vii viii x xi xii. I.. 1 1 4 6 6 7. PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1.3 Batasan Masalah ......................................................................... 1.4 Tujuan Masalah ........................................................................... 1.5 Kegunaan Penelitian .................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................... 2.2 Teori ............................................................................................ 2.2.1 Teori Modal Sosial ............................................................ 2.2.2 Tipologi Modal Sosial ....................................................... 2.2.3 Teori Urban Farming ......................................................... 9 9 10 10 13 19. III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ......................................... 3.1 Kerangka Pemikiran.................................................................... 3.2 Hipotesis ..................................................................................... 3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ........................... 22 22 26 26. IV. METODE PENELITIAN ............................................................... 4.1 Pendekatan Penelitian ................................................................. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 4.3 Teknik Penentuan Responden ..................................................... 4.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 4.5 Teknik Analisis Data................................................................... 4.6 Pengujian Hipotesis ..................................................................... 31 31 31 31 32 32 34. V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................. 5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ...................... 5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan .............. 5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ................ 5.2 Peran Modal Sosial........................................................................ 5.2.1 Kepercayaan Dalam Program Urban Farming .................... 5.2.2 Partisipasi Dalam Program Urban Farming ........................ 5.2.3 Jaringan Sosial Dalam Program Urban Farming ................ 5.2.4 Norma Sosial Dalam Program Urban Farming ................... 5.3 Keberhasilan Program Urban Farming.......................................... 35 35 38 38 39 40 40 44 46 49 51. viii.

(16) 5.4 Hubungan Modal Sosial Dengan Keberhasilan Program Urban Farming ......................................................................................... KESIMPULAN ................................................................................ 6.1 Kesimpulan ............................................................................... 6.2 Saran .......................................................................................... 55 61 61 61. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. LAMPIRAN .............................................................................................. 63 66. VI.. ix.

(17) DAFTAR TABEL Nomor. Halaman. 1.. Teks Data Alih Fungsi Lahan Kecamatan Sukun ..................................... 5. 2.. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 9. 3.. Definisi Modal Sosial ....................................................................... 13. 4.. Pengukuran Variabel Tingkat Kepercayaan ..................................... 27. 5.. Pengukuran Variabel Tingkat Partisipasi ......................................... 28. 6.. Pengukuran Variabel Tingkat Jaringan ........................................... 29. 7.. Pengukuran Variabel Tingkat Norma .............................................. 30. 8.. Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Sukun ................................ 35. 9.. Jumlah Penduduk dan Perkembangan Penduduk Sukun.................. 36. 10.. Presentase Umur Responden ............................................................ 38. 11.. Presentase Tingkat Pendidikan Responden ...................................... 39. 12.. Presentase Jenis Pekerjaan Responden............................................. 39. 13.. Deskripsi Tingkat Kepercayaan Masyarakat Dalam Program Urban Farming ............................................................................................ 14.. Deskripsi Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Program Urban Farming ............................................................................................ 15.. 44. Deskripsi Tingkat Jaringan Masyarakat Dalam Program Urban Farming ............................................................................................ 16.. 40. 47. Deskripsi Tingkat Norma Sosial Masyarakat Dalam Program Urban Farming ............................................................................................ 50. 17.. Deskripsi Tingkat Keberhasilan Program Urban Farming .............. 53. 18.. Hasil Uji Statistik Hubungan Kepercayaan dan Keberhasilan ......... 56. 19.. Hasil Uji Statistik Hubungan Partisipasi dan Keberhasilan ............. 57. 20.. Hasil Uji Statistik Hubungan Jaringan Sosial dan Keberhasilan ..... 58. 21.. Hasil Uji Statistik Norma Sosial dan Keberhasilan.......................... 59. x.

(18) DAFTAR GAMBAR Nomor 1.. Halaman Teks Kerangka Pemikiran ......................................................................... xi. 25.

(19) DAFTAR LAMPIRAN Nomor. Halaman. 1.. Teks Dokumentasi Penelitian.................................................................... 67. 2.. Data Responden ................................................................................ 69. 3.. Tabulasi Data Keberhasilan Program ............................................... 71. 4.. Tabulasi Data Jaringan Sosial .......................................................... 73. 5.. Tabulasi Data Kepercayaan .............................................................. 75. 6.. Tabulasi Data Norma Sosial ............................................................. 77. 7.. Tabulasi Data Partisipasi .................................................................. 79. 8.. Perhitungan Uji-t .............................................................................. 81. 9.. Kuesioner ......................................................................................... 82. xii.

(20) 1. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal sosial merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi dalam proses pembangunan. Berbagai masalah pembangunan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara merupakan faktor utam dari tidak berkembangnya modal sosial yang ada di tengah masyarakat. Modal sosial yang lemah akan menurunkan semangat gotong-royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan jumlah pengangguran, kriminalitas dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial (Bulu et al., 2015). Modal sosial selama ini dipandang memiliki nilai dan kontribusi dalam setiap keberhasilan upaya untuk pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat memerlukan beberapa komponen modal sosial baik berupa rasa saling percaya, jaringan kerjasama, nilai dan norma dianggap mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama dalam interaksi ekonomi baik di negara berkembang maupun di negara maju (World Bank, 2016) Pentingnya sebuah dimensi modal sosial dalam model pengembangan masyarakat tentu saja dapat berdampak positif. Akan tetapi, permasalahan pengelolaan lingkungan hidup semakin ‘hangat’ menjadi perbincangan di seluruh kelompok masyarakat. Hal ini terjadi karena tingginya angka population dan building density (kepadatan) kota yang terus meningkat, masalah persampahan, masalah sanitasi kota, dan water quality. Permasalahan kepadatan di daerah perkotaan semakin kompleks dengan perkembangan jumlah penduduk yang sangat tinggi, terutama penduduk yang tidak tetap. Jumlah penduduk merupakan ancaman dan pressure terbesar bagi masalah kualitas lingkungan hidup, sehingga permasalahan tempat tinggal (permukiman) yang berbasis lingkungan ‘sehat’ menjadi penting untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut(Lovell et al., 2010). Setiap penduduk membutuhkan energi, lahan permukiman dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup. Di sisi lain, setiap penduduk juga menghasilkan produksi limbah dalam beragam bentuk dan jenisnya. Pertambahan penduduk yang sangat tinggi di kota, diakui telah melampau kemampuan daya dukung lingkungan untuk meregenerasi dirinya sendiri. Sehingga berimbas pada kualitas hidup.

(21) 2. manusia yang semakin rendah. Hal ini dapat terjadi karena pembangunan yang dilakukan kurang memerhatikan dimensi modal sosial masyarakat. Inti lain dari human capital selain pengetahun dan keterampilan adalah kemampuan masyarakat dalam melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Kemampuan ini menjadi modal penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga bagi setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Modal yang demikian ini disebut dengan ‘modal sosial’ (social capital), yaitu kemampuan masyarakat bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dalam kelompok dan organisasi (Fukuyama, 2010). Modal sosial terdiri juga dari kewajiban-kewajiban sosial. Namun dalam penelitian ini lebih fokus terhadap peran modal sosial dalam keberhasilan program “Urban Farming” di kawasan perkotaan Malang yang terletak di RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. Periode tujuh tahun terakhir ini, sistem pemerintahan Kota Malang mulai melakukan sebuah langkah pembenahan yang secara signifikan untuk mengatasi masalah lingkungan di Kota Malang. Program pembenahan meliputi lomba kampung bersinar. Lomba kampung bersinar merupakan program kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Malang dalam hal ini DKP kota malang yang berperan sebagai salah satu upaya merubah pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap kebersihan lingkungan secara bertahap dan progresif, dari yang sebelumnya dianggap beban menjadi motivasi untuk mendapatkan pengakuan sampai akhirnya menjadi suatu kebutuhan. Hal ini bertujuan Untuk mengatasi persoalan-persoalan perkotaan yang kebanyakan tumbuh dari pemukiman padat penduduk, maka wajah kota yang dahulu terkesan kotor, semrawut, dan kumuh. Saat ini terlihat lebih indah, rapi, bersih dan tertata dengan hadirnya konsep Urban Farming. Konsep kampung bersinar merupakan salah-satu bagian integral dari program pemerintah Walikota Malang. Program ini dapat memanfaatkan Lorong atau gang yang ada di pemukiman padat penduduk Kota Malang menjadi lebih produktif, inovatif dan ramah lingkungan. Inovasi ini diapresiasi dan dinilai dapat membuat kesadaran masyarakat untuk menciptakan kebersihan lingkungannya dan hal-hal positif lainnya. Bertambahnya kampung tematik dengan konsep Urban Farming ini diperlukan adanya kontribusi modal sosial sebagai suatu dimensi.

(22) 3. pembangunan yang meningkatkan kesadaran masyarakat untuk saling bekerjasama menjaga pengelolaan pemukiman padat penduduk yang ramah lingkungan (Disperkim Malang, 2015). Kegiatan yang bisa dilakukan salah-satunya melalui Urban Farming yang dimana secara konseptual aktivitas ini memindahkan pertanian konvensional ke pertanian perkotaan, yang lebih mengarah kepada karakter pelakunya yakni masyarakat urban. Urban Farming telah menjadi gaya hidup karena semakin tinggi kesadaran masyarakat urban untuk menjalani gaya hidup sehat terutama menyangkut kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu, banyak diantara mereka melakukan Urban Farming di pekarangan rumah untuk menghasilkan makanan sehat yang bisa dikonsumsi sekaligus bernilai ekonomis. Selain kegiatan menanam tanaman toga dan sayuran dengan konsep Urban Farming, kegiatan masyarakat di RW 03 Kecamatan Sukun adalah mengolah kompos dan memilah sampah. Keberadaan kampung dengan konsep Urban Farming di Kota Malang dinilai berkontribusi terhadap perkembangan ruang terbuka hijau dan ketahanan pangan kota, sehingga semakin banyak anggota masyarakat yang kemudian tertarik untuk melakukan kegiatan Urban Farming tersebut. Kegiatan Urban Farming mempunyai daya tarik tersendiri untuk dipelajari dan diteliti lebih lanjut karena beberapa alasan berikut ini; (1) 50% penduduk dunia hidup di perkotaan, (2) penduduk perkotaan berpenghasilan rendah menghabiskan 40-60 persen pendapatan mereka untuk makanan, (3) 250 juta penduduk yang dikategorikan rawan kelaparan berada di daerah perkotaan. (Aprildahani, Hasyim, & Rachmawati, 2014). Hal yang unik dari kampung go green atau “Urban Farming” adalah keberhasilan menciptakan partisipasi masfyarakat dengan zero budget sehingga peneliti merasa perlu melaksanakan sebuah penelitian ilmiah terkait sejauh mana peran modal sosial dalam keberhasilan program “Urban Farming” di kampung go green RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun di Kota Malang. Peningkatan indikator keberhasilan usaha dan hasil pengembangan masyarakat (produktivitas, efisiensi, dan partisipatif) diperlukan adanya kesinambungan atau keberlanjutan pembangunan (Santoso, 2012). Maka dari itu, penelitian kali ini untuk dapat mendeskripsikan bagaimana kontribusi peran modal sosial dalam menciptakan.

(23) 4. kepercayaan, partisipasi dan kerjasama masyarakat RW 03 untuk keberhasilan program Urban Farming. Keterkaitan potensi pembangunan fisik dan permbangunan modal sosial terutama pada penelitian ini adalah pembangunan kawasan kampung go green sebagai ruang permukiman padat penduduk yang memiliki indeks modal sosial relatif tinggi dan tentunya mengandung unsur pengembangan lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan potensi masyarakat dari aspek pembangunan kawasan kampung go green yang berbasis pada pengembangan modal sosial. Untuk dapat mengukur hal tersebut, maka peneliti dengan sadar merancang sebuah penelitian ilmiah yang berjudul: Peran Modal Sosial dalam Program Urban Farming di Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. Selanjutnya, pengolahan data penelitian akan dilakukan secara kuantitatifdeskriptif untuk dapat memberikan gambaran tentang bagaimana peran modal sosial berkontribusi dalam keberhasilan program Urban Farming di RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. 1.2 Rumusan Masalah Undang Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mensyaratkan ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota, hal ini membawa konsekuensi setiap lahan yang kita tempati, idealnya minimal 70 persen digunakan untuk bangunan dan 30 persen untuk lahan hijau. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Sukun kota Malang menurut data BPS pada tahun, 2015 jumlah populasi mencapai 190.053 dan mengalami peningkatan sebesar 191.513 pada tahun 2016. Luas Kecamatan Sukun hanya seluas 20,97Km2. Jika merujuk pada peraturan UU nomor 26 Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau, maka masyarakat sukun kekurangan ruang terbuka hijau. Hal itu ditunjukkan dari presentase populasi dengan luas lahan di kecamatan sukun hanya sebesar 10% sedangkan harapan pemerintah dalam Undang Undang sedikitnya 30% luas ruang terbuka hijau di sediakan bagi masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk tersebut mengakibatkan banyaknya konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian. Aprildahani et al., (2014) Menyatakan peningkatan penduduk dan pertumbuhan kegiatan yang.

(24) 5. terjadi di wilyah pinggiran kota sebagai akibat dari pertumbuhan pusat kota menyebabkan kebutuhan lahan di wilayah pinggiran kota semakin besar. Data BPS menunjukan peningkatan alih fungsi lahan yang artinya menurunnya luas lahan di kota malang. Pada tahun 2015 luas lahan sawah 251 Ha dan mengalami penurunan hampir 50% di tahun 2016 luas lahan sawah turun menjadi 226 Ha. Sedangkan untuk pertanian bukan sawah pada tahun 2015 luas lahan 710 Ha pada tahun 2016 turun menjadi 704 Ha. Tabel 1 akan menunjukkan tingkat penurunan luas lahan pertanian di kecamatan sukun. Tabel 1. Data Alih Fungsi Lahan Kecamatan Sukun. jenis Lahan. Luas Lahan 2015. 2016. Lahan Sawah. 251. 226. Lahan Bukan Sawah. 710. 704. Sumber: Kecamatan Sukun dalam Angka 2017 Peranan pertanian perkotaan jika ditinjau dari aspek ekonomi memiliki banyak keuntungan diantaranya yaitu stimulus penguatan ekonomi lokal berupa pembukaan lapangan kerja baru, peningkatan penghasilan masyarakat serta mengurangi kemiskinan. Situasi krisis ekonomi yang tengah dialami oleh beberapa negara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Indonesia, pengembangan pertanian perkotaan secara terpadu mempunyai manfaat yang sangat besar, tidak hanya dari potensinya dalam menyerap tenaga kerja, tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarkat kota (Fauzi, Ichniarsyah, & Agustin, 2016). Kondisi Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun yang mayoritas digunakan untuk pemukiman menyebabkan tidak adanya ruang untuk menanam secara konvensional dengan menggunakan kebun atau sawah. Kepadatan yang terjadi di Kawasan RT 06 RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun ini merupakan maslah utama yang dihadapi masyarakat. Masalah berikutnya yang terjadi di kawasan ini ialah banyaknya warga yang belum memiliki pekerjaan yang mampu menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Hal ini dikarenakan banyaknya ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan dan rendahnya tingkat pendidikan warga menjadikan masalah dalam Kawasan RT 06 ini semakin kompleks..

(25) 6. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan RTH di suatu wilayah, tapi karena keterbatasan anggaran dan sumber daya maka tidak terpenuhi secara optimal. Oleh karena itu diperlukan peran serta masyarakat dalam upaya pemenuhannya (Widyasari, 2016). Menurut Fauzi et al., (2016) Komunitas urban harus merefleksikan gerakannya untuk lebih kritis terhadap sistem pangan industrialis yang ada saat ini. Hal ini lahir karena wacana tentang kedaulatan pangan belum banyak terpapar bagi komunitas Urban Farming karena perbedaan latar belakang dan akar historis serta perbedaan karakter sosial dan politik pangan. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan modal sosial dalam program Urban Farming di Kelurahan Sukun? 2. Apakah program Urban Farming mampu mensejahterahkan masyarakat Kelurahan Sukun? 3. Bagimana hubungan antara modal sosial dan keberhasilan program Urban Farming di Kelurahan Sukun? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan pembatasan agar penelitian lebih terarah dan mengahasilkan data yang akurat. Maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Penelitian ini hanya ditujukan pada warga RT 06 RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang 2. Penelitian ini hanya berfokus pada program Urban Farming yang dijalankan di RT 06 RW 03 dengan budidaya tanaman toga dan sayuran secara vertikultur. 3. Penelitian ini hanya mengukur tingkat modal sosial dalam program Urban Farming di RT 06 RW 03 dengan indikator kepercayaan, partisipasi, jaringan, dan norma sosial. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi peran modal sosial pada masyarakat RT 06 RW 03 Kelurahan Sukun Kota Malang..

(26) 7. 2. Mengidentifikasi keberhasilan program Urban Farming dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan kesejahterahan masyarakat. 3. Mengidentifikasi hubungan modal sosial dengan keberhasilan program Urban Farming di RT 06 RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun. 1.5 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat penelitian ini yang dapat diperoleh sesuai harapan peneliti terutama menyangkut tentang penyajian materi isi skripsi. Penyusunan skripsi diharapkan bisa memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan masyarakat berbasis modal sosial. Rancangan penelitian ini teridentifikasi melalui tiga manfaat penelitian sebagaimana berikut ini: 1. Secara Teoritis Kerangka teoritis digunakan dalam suatu penelitian ilmiah untuk mengetahui sedalam mana relevansi dengan fakta di lapangan. Penelitian ini sebisa mungkin mempunyai manfaat teoritis bagi perkembangan Sosiologi di tahun tahun mendatang. Sejatinya peneliti mengharapkan penelitian ini melahirkan sudut pandang baru tentang perkembangan konsep modal sosial di Indonesia. Untuk itu, manfaat teoritis yang dimaksud disini adalah sebagai berikut ini: a. Bermanfaat untuk pengembangan dunia ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan peran modal sosial dalam program Urban Farming. b. memberikan perspektif sosiologis bagi para pengguna data indikator modal sosial masyarakat kampung go green terutama untuk bahan referensi bagi kalangan Mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang peran modal sosial. c. Bermanfaat bagi pengambil kebijakan tata ruang Kota Malang tentang pentingnya perhatian terhadap dimensi modal sosial dalam pembangunan kawasan pemukiman di Kota Malang. 2. Secara Praktis Manfaat praktis digunakan sebagai salah-satu tolak ukur menilai sebuah penelitian ilmiah dapat di implementasikan untuk pengembangan masyarakat secara terperinci akan diuraikan berikut ini: a.. Bermanfaat bagi pemerhati pembangunan modal sosial..

(27) 8. b.. Bermanfaat bagi pemerhati pengembangan masyarakat.. c.. Bagi perangkat desa Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi bagi perangkat desa terkait pendayagunaan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.. d.. Bagi masyarakat dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat luas tentang peran Urban Farming dalam hal peningkatan modal sosial lingkungan.. 3. Secara Akademik Manfaat akademik dari penelitian ini adalah sebagai syarat utama memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada program studi jurusan Sosiologi Ekonomi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya periode 20172018. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesinambungan syarat teknis yang telah menjadi agenda rutin yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa apabila ingin mencapai gelar kesarjanaan di Universitas Brawijaya..

(28) 9. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Pertanian perkotaan mulai ramai diperbincangkan pada dewasa ini. Hal ini terjadi dikarenakan isu perubahan lingkungan yang santer dikabarkan. Selain itu isu-isu kerawanan pangan juga mengakibatkan semakin maraknya gerakan pertanian secara vertikultur dengan cara memanfaatkan halaman rumah atau menggunakan plastik daur ulang. Seiring dengan perkembangan dan kemjuan perkotaan maka arus urbanisasi semakin tahun semakin meningkat. Pertambahan arus urbanisasi ini diakibatkan kurang meratanya pembangun antara desa dan kota. Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan program Urban Farming dan tingkat modal sosial yang terkandung di dalamnya. Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama mengangkat tema Urban Farming, sedangkan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada fokus penelitian, dimana peneliti ini berfokus pada peran modal sosial dalam keberhasilan program Urban Farming di RW 03 Kecamatan Sukun Kelurahan Sukun Kota Malang sebagai bagian integral dari pembangunan kawasan padat penduduk. Adapun beberapa hasil penelitian yang berfokus pada teori modal sosial yang pernah dilakukan sebelumnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Penelitian Terdahulu Tentang Modal Sosial dan Urban Farming No.. Judul/Nama Peneliti/Tahun/. Metode. Fokus Penelitian. 1.. Implementasi Program Urban Farming Pada Kelompok Sumber Trisno Alami di Kecamatan Bulak Kota Surabaya/Annisya Noer Wiyanti/2015. Deskriptif Kualitatif. Menganalisis faktor ukuran dasar dan tujuan kebijakan, sumber daya kebijakan, karakteristik badan pelaksana, kondisi ekonomi, sosial, dan politik, sikap para pelaksana; dan komunikasi antar organisasi..

(29) 10. Tabel 2. (Lanjutan) No.. Judul/ Nama Peneliti/ Tahun. Metode. Fokus Penelitian. 2.. Kajian persepsi dan partisipasi masyarakat urban terhadap pengembangan Urban Farming di kampung pilahan, kelurahan rejowinangun, kecamatan kotagede, kota Yogyakarta/Putri Haryani/2016. metode survei dengan pendekatan kuantitatif.. mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi masyarakat pelaku Urban Farming, mengkaji persepsi dan partisipasi masyarakat dalam Urban Farming, mengkaji faktorfaktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap persepsi dan partisipasi masyarakat dalam Urban Farming.. Peran dan kontribusi modal sosial dalam pembangunan perumahan masyarakat miskin. Studi kasus pembangunan perumahan keluarga miskin non pengungsi di desa passo kecamatan teluk ambon baguala kota ambon/ Aditya Mahendra/2015. Kualitatif. 3.. Mendeskripsikan dan menjelaskan peran dan kontribusi modal sosial dalam pembangunan perumahan keluarga miskin di desa passo.. 2.2 Teori 2.2.1 Modal Sosial Modal sosial adalah sumber daya sosial yang tertanam dalam jejaring sosial yang dapat digunakan oleh individu untuk mencapai hasil yang spesifik. Sumber daya tersebut meliputi status, kekuatan, dan kekayaan yang memfasilitasi penyebaran pengetahuan dan informasi, memungkinkan pengaruhnya, memberikan kepercayaan sosial, dan menegaskan identitas diri. Asumsi yang mendasari pendekatan jaringan terhadap modal sosial adalah semakin baik sumber daya sosial tertanam yang dapat diakses, semakin mereka dapat dimobilisasi untuk keuntungan yang diharapkan (Ramón-Hidalgo, Kozak, Harshaw, & Tindall, 2018)..

(30) 11. Pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat merupakan upaya strategis dalam mempercepat peningkatan modal sosial masyarakat (Fukuyama, 2010). Pengembangan masyarakat umumnya diupayakan dalam rangka memupuk modal sosial yang sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakat. Modal sosial perlu dipupuk mengingat itu menjadi salah-satu faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi masyarakat(Rahayu & Harmadi, 2016). Investasi pada modal sosial dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan kesehatan menghasilkan sumber pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi pada modal fisik (Nakamura, 2014). Sejumlah studi menyatakan jika peranan modal sosial tidak kalah pentingnya dengan infrastruktur ekonomi lainnya, sehingga upaya untuk membangun modal sosial perlu diprioritaskan. Pembentukan modal sosial dapat menyumbangkan pada pembangunan ekonomi, karena adanya jaringan, norma, dan kepercayaan di dalamnya yang menjadi kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama. apabila pembangunan ekonomi ingin tetap berlanjut, hubungan sosial dan pranata sosial dalam masyarakat harus diperbaiki. Pembangunan ekonomi harus bisa mengimbangi perubahan sosial yang terjadi, sehingga ketegangan sosial bisa dihindari secara tepat (Rahayu & Harmadi, 2016). Modal sosial bisa dikatakan sebagai sumber daya sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Sebagai sumber daya, modal sosial ini memberi kekuatan atau daya dalam beberapa kondisi-kondisi sosial dalam masyarakat. Sebenarnya dalam suatu komunitas telah dikenal beberapa jenis modal, yaitu natural capital (sumber daya alam), human capital (sumber daya manusia), dan economic capital (sumber daya ekonomi). Modal sosial (social capital) akan dapat mendorong modal-modal di atas untuk digunakan lebih optimal lagi. Menurut Fukuyama menyatakan jika hakikat dari modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat. Hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari hubungan sosial tersebut. Sebagai makhluk sosial tidak ada individu yang hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. Oleh sebab itu, tidak ada satu masyarakat atau komunitas yang.

(31) 12. tidak memiliki modal sosial termasuk masyarakat Kampung Go Green hubungan sosial inilah yang mendasari kegiatan bersama atau kegiatan kolektif antar-anggota masyarakat. Dengan demikian, masyarakat tersebut mampu mengatasi masalah mereka bersama-sama. Menurut Nakamura (2014), modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena beberapa hal berikut ini: 1) Memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota komunitas, 2) Menjadi media power sharing dalam komunitas, 3) Mengembangkan solidaritas, 4) Memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas, 5) Memungkinkan pencapaian bersama, dan 6) Membentuk perilaku kebersamaan komunitas. Kebersamaan, solidaritas, toleransi, semangat bekerjasama, kemampuan berempati, merupakan modal sosial yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat modal sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan suatu masyarakat. Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi bahkan dihancurkan oleh pihak luar. Sementara menurut (Knickel et al., 2018) menyatakan bahwa dampak positif dari penerapan dan pengembangan modal sosial, adalah: 1) Menumbuhkan semangat charity (amal) 2) Memicu volunteerism (kesukarelawanan) 3) Membangun civil involvement (keterlibatan warga) Hingga saat ini masih belum ada kesepahaman terkait definisi dan pengukuran modal sosial yang bisa diterima secara ilmiah dan berlaku secara universal oleh semua pihak. Menurut berbagai literature akademik yang berkembang dewasa ini, setidaknya diketahui bahwa modal sosial pada umumnya didefinisikan dan dikaji menurut dua perspektif keilmuan yaitu: sosiologi (sociology) dan ilmu politik (political science). Kedua perspektif tersebut memiliki persamaan dan perbedaan masing-masing meskipun tetap berada pada konteks pemahaman tentang modal sosial(Yusoff, Hussain, & Tukiman, 2017). Beberapa.

(32) 13. defenisi yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengukur modal sosial, ditampilkan pada tabel berikut ini: Tabel 3. Definisi Modal Sosial Sumber. Definisi Modal Sosial. Bourdieu (1972). Agregat sumber daya aktual maupun potensial terkait dengan kepemilikan jejaring kokoh dan hubungan yang kurang lebih bersifat resmi atas jalinan kerja dan pengakuan bersifat timbale balik.. Coleman (1988). Keragaman berbagai entitas yang memiliki dua elemen umum; mereka terdiri dari semua aspek struktur sosial, dan mereka memfasilitasi tindakan tertentu oleh pelaku. Di dalam struktur tersebut.. Putnam (1993). Menggambarkan fitur yang dimiliki oleh organisasi sosial seperti sikap percaya, norma, dan jejaring, yang mampu memperbaiki efesiensi masyarakat melalui fasilitasi berbagai tindakan terkoordinasi.. World bank (1998). Modal sosial terkait institusi, hubungan, dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial suatu masyarakat.. Fukuyama (2002). Keberadaan dari sekumpulan nilai-nilai informal tertentu (spesifik) yang bersifat instan atau norma yang dianut bersama seluruh anggota kelompok yang memungkinkan kerja sama diantara anggota kelompok tersebut.. 2.2.2 Tipologi Modal Sosial Para peneliti ataupun pengamat sosial yang memiliki perhatian terhadap modal sosial pada umumnya tertarik untuk mengkaji kerekatan hubungan sosial dimana masyarakat terlibat didalamnya, terutama kaitannya dengan pola-pola interaksi sosial atau hubungan sosial antar anggota masyarakat atau kelompok dalam suatu kegiatan sosial. Bagaimana keanggotaan dan aktivitas mereka dalam.

(33) 14. suatu asosiasi sosial merupakan hal yang selalu menarik untuk dikaji. Dimensi lain yang juga sangat menarik perhatian adalah yang berkaitan dengan tipologi modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk bonding/exclusive atau bridging atau inclusive dan juga linking. Tipologi modal sosial tersebut diatas menggambarkan karakteristik interaksi sosial masyarakat yang berbeda.-beda. Ketiganya memiliki implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam proses kehidupan dan pengembangan komunitas adalah sebagai berikut ini: a. Modal Sosial Terikat (Bonding Social Capital) Modal sosial terikat adalah cenderung bersifat eksklusif (Dr. Adon Nasrullah Jamaludin, 2016). Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, lebih berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan dengan berorientasi keluar (outward looking). Ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada umumnya homogenius (cenderung homogen). Modal sosial dikatakan sebagai bonding ketika masyarakat yang memiliki kesamaan karakteristik demografis misalnya rekan kerja, keanggotaan keluarga, tetangga, dan sahabat karib dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penelitian ini tidak banyak berbicara tentang tipe modal sosial terikat karena tipe masyarakat yang ditemui bersifat heterogen dan memiliki tingkat gaya hidup perkotaan yang tinggi jika dibandingkan dengan tipe masyarakat pedesaaan atau masyarakat lainnya. b. Modal Sosial Linking (Lingking Social Capital) Modal sosial dikatakan sebagai linking ketika masyarakat atau kelompok masyarakat memiliki hubungan jejaring terhadap pihak-pihak lain yang memiliki otoritas atau kekuasaan yang lebih tinggi misalnya; instansi pemerintah, institusi pendidikan, kepolisian, perbankan, dan sebagaianya (Legh-Jones & Moore, 2012). c. Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital) Kelompok masyarakat yang terisolasi dan sulit keluar dari pola-pola kehidupan yang telah turun temurun menjadi kebiasaan. Di negara-negara berkembang, pada dimensi tertentu, kelompok masyarakat yang demikian pada.

(34) 15. dasarnya mewarisi kelimpah-ruahan modal sosial pada satu dimensi, yaitu dalam bentuk hubungan kekarabatan (kinship) atau kelompok-kelompok sosial tradisonal yang memiliki garis keturunan (lineage). Apa yang tidak dimiliki adalah rentang radius jaringan (the radius of networks) yang menghubungkan mereka dengan kelompok masyarakat lainnya, lintas suku, lintas kelas sosial, lintas profesi, serta lintas lapangan pekerjaan. Modal sosial dikatakan bridging ketika masyarakat yang memiliki kesamaan karakteristik geoografis dan kesetaraan pemilikan otoritas, hak, dan kewajiban, saling berserikat, dan bekerja sama dalam suatu jejaring (Bank, 2016). Menurut Fukuyama (2010), bentuk modal sosial yang menjembatani ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsipprinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri). Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok. Prinsip kebebasan, bahwasanya setiap anggota kempok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam (kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut. Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah merupakan dasar-dasar ide humanitarian. Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat.

(35) 16. jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal. Merujuk pada pandangan Soekanto (2013) tipologi masyarakat bridging social capital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada dimensi fight for (berjuang untuk) yaitu yang mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok (pada situasi tertentu, termasuk problem di dalam kelompok atau maslah yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat fight againts yang bersifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbul-simbul dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar sense of solidarity (solidarity making). Hal ini sangat berbeda dengan kelompok tradisional yang memiliki pola hubungan antar anggota berbentuk pola vertikal. Mereka yang berada di piramida atas memiliki kewenangan dan hak- hak yang lebih besar, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam memperoleh kesempatan dan keuntungan ekonomi, Kebebasan (freedom of conscience) merupakan jati diri kelompok dan anggota kelompok (freedom of conscience). Keadaan inilah yang memiliki dan memungkinkan munculnya kontribusi besar terhadap perkembangan organisasi. Pada dimensi kemajemukan terbangun suatu kesadaran yang kuat bahwa hidup yang berwarna warni, dengan beragam suku, warna kulit dan cara hidup merupakan bagian dari kekayaan manusia. Pada taraf ini kebencian terhadap suku, ras, budaya, dan cara berpikir yang berbeda berada pada titik yang minimal. Kelompok ini memiliki sikap dan pandangan yang terbuka dan senantiasa mengikuti perkembangan dunia di luar kelompok masyarakatnya (outward looking). Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging capital social) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat..

(36) 17. d. Bentuk-Bentuk Modal Sosial Legh-Jones & Moore. (2012) mengemukakan bahwa modal sosial. ditetapkan berdasarkan fungsinya, yaitu: modal sosial yang bersifat produktif, yang memungkinkan pencapaian beberapa tujuan yang tidak dapat dicapa tanpa keberadaannya. Seperti modal fisik dan modal manusia, modal sosial tidak sepenuhnya dapat ditukar. Bentuk modal sosial tertentu yang bernilai untuk memudahkan beberapa tindakan bisa jadi tidak berguna atau merugikan orang lain. Tidak seperti bentuk modal lainnya, modal sosial melekat pada struktur relasi di antara orang dan di kalangan orang (Rahayu & Harmadi, 2016). e. Elemen Modal Sosial Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (selfreinforcing) (Rahayu & Harmadi, 2016). Berdasarkan pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antarmanusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur(Rahayu & Harmadi, 2016). Modal sosial pada penelitian ini cenderung melihat pada bagaimana kelompok sosial pada masyarakat Kampung go green di Kota Malang terakomodir kedalam beberapa elemen modal sosial yaitu melalui rasa percaya (trust), pranata sosial dan juga partisipasi dalam suatu jaringan (networks). Indikator dan parameter modal sosial yang dipakai dalam penelitian ini sebagaimana rinciannya sebagai berikut ini: merujuk pada, ada beberapa unsu-unsur pokok modal sosial adalah: 1. Elemen Kepercayaan (Trust) Unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan atau rasa saling percaya (trust) yang merupakan faktor bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat. Sikap percaya merupakan unsur utama pembentuk modal sosial di masyarakat. Adanya sikap saling percaya diantara anggota masyarakat akan mempertinggi keeratan dan harmoni hubungan antara anggota masyarakat pada suatu komunitas. Rasa percaya masyarakat terhadap aparatur Kelurahan.

(37) 18. RT/RW terkecil, pengurus kelompok masyarakat atau komunitas, dan lain sebagainya. Rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa orang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan selalu bertindak dalam suatu pola yang saling mendukung. Rasa percaya menjadi tumpuan kekuatan dalam modal sosial. Contohnya rasa percaya dapat membuat orang bertindak sebagaimana yang diarahkan oleh orang lain karena ia menyakini bahwa tindakan yang disarankan orang lain tersebut merupakan salah satu bentuk pembuktian kepercayaan yang diberikan kepadanya. Rasa percaya tidak muncul tiba-tiba. Keyakinan pada diri seseorang atau sekelompok orang muncul dari kondisi terus-menerus yang berlangsung secara alamiah ataupun buatan (dikondisikan). Rasa percaya bisa diwariskan tetapi harus dipelihara dan dikembangkan karena rasa percaya bukan merupakan suatu hal yang absolute. 2. Element Pranata Sosial Pranata sosial merupakan salah satu unsur penting dari modal sosial selain dari kepercayaan dan jaringan sosial. Pranata atau lembaga adalah sistemsistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi(Soekanto, 2013). Soekanto juga mengartikan pranata ini sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan masyarakat. Sosiolog tersebut menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) fungsi pranata ini, yaitu sebagai berikut: a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalahmasalah dalam masyarakat terutama menyangkut kebutuhankebutuhan. b. Menjaga keutuhan masyarakat. c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Pranata sosial dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku orang-orang di dalam lingkungan pranata itu berada (Soekanto, 2013). Proses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti.

(38) 19. demikian saja, akan tetapi dapat berlanjut lebih jauh lagi hingga suatu norma kemasyarakatan tidak hanya melembaga saja dalam kehidupan masyarakat, namun telah menginternalisasi di dalam kehidupannya. Norma hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dan ketentraman. Hubungan antara manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka diciptakanlah norma-norma yang mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut dikenal ada empat pengertiannya, yaitu: cara, pola kebiasaan, tata kelakuan dan adat (Soekanto, 2013). 3. Elemen Jaringan Sosial (Networks) Kemampuan orang atau individu atau anggota-anggota komunitas untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan. Jaringan (jejaring sosial) ialah sekelompok orang yang memiliki norma-norma atau nilai-nilai informal di samping normanorma atau nilai-nilai yang diperlukan untuk transaksi biasa di pasar (Fukuyama, 2010). Jaringan (network) sosial adalah ikatan antarsimpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan antarmedia (hubungan sosial). Jaringan atau dalam hal ini jejaring lebih mengarah kepada hubungan antar individu ataupun keompok ang bersifat saling ketergantungan untuk memperoleh manfaat dan kemudahan diantara mereka. Semakin luas jejaring yang dimiki seseorang akan semakin memperkuat dan mempermudah akses terhadap sumber daya dalam rangka fungsi modal sosial sebagai implementasi keberhasilan program Urban Farming di RW 03 Kecamatan Sukun Kota Malang. 2.2.3 Urban Farming Kegiatan Urban Farming atau berkebun di kota muncul sebagai jawaban atas kegelisahan masyarakat menyikapi semakin terbatasnya lahan di kota-kota besar. Tingkat polusi yang makin parah dan minimnya kawasan hijau membuat kota semakin gersang. Kesadaran ini yang memunculkan gerakan Urban Farming di kota-kota besar di seluruh dunia. Secara umum Urban Farming merupakan kegiatan pertanian yang dilakukan dengan memanfaatkan lahan sempit di perkotaan. Kegiatan Urban Farming mencakup kegiatan produksi, distribusi, hingga pemasaran produk-produk pertanian yang dihasilkan..

(39) 20. Definisi Urban Farming yang diberikan oleh FAO, adalah sebuah industri yang memproduksi, memproses, dan memasarkan produk dan bahan bakar nabati, terutama dalam menanggapi permintaan harian konsumen di dalam perkotaan, yang menerapkan metode produksi intensif, memanfaatkan dan mendaur ulang sumber daya dan limbah perkotaan untuk menghasilkan beragam tanaman dan hewan ternak. Definisi Urban Farming juga dikemukakan oleh Council on Agriculture, Science and Technology, (CAST), Mencakup aspek kesehatan lingkungan, remediasi, dan rekreasi. Kebijakan di berbagai kota juga memasukkan aspek keindahan kota dan kelayakan penggunaan tata ruang yang berkelanjutan dalam menerapkan pertanian urban. Definisi Urban Farming menurut Badan Pusat Statistik, adalah suatu aktivitas pertanian di dalam atau di sekitar perkotaan yang melibatkan keterampilan, keahlian, dan inovasi dalam budidaya dan pengolahan makanan. Sedangkan menurut Martin Bailkey, seorang dosen arsitektur landscape di Wisconson Madison, AS membuat definisi Urban Farming sebagai rantai industri yang memproduksi, memproses dan menjual makanan dan energi untuk memenuhi kebutuhan konsumen kota. Semua kegiatan dilakukan dengan metoda using dan re-using sumber alam dan limbah perkotaan. Vanham, Mak, & Gawlik, 2016 mendefinisikan pertanian perkotaan sebagai pertumbuhan atau proses makanan atau ternak yang dilakukan di dalam wilayah perkotaan atau di sekitar pusat kota dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan. Urban Farming atau pertanian perkotaan dibuat untuk menangani masalah ketahanan pangan di masyarakat perkotaan, dan membantu perekonomian masyarakat. Selain itu perkotaan merupakan daerah yang padat penduduk dan kurangnya lahan terbuka hijau yang bisa digunakan untuk membuat perkebunan atau pertanian (Rubiantoro & Haryanto, 2013). Yusoff et al., (2017) mendefinisikan pertanian perkotaan sebagai pertumbuhan atau proses makanan atau ternak yang dilakukan di dalam wilayah perkotaan atau di sekitar pusat kota dengan tujuan menghasilkan pendapatan. Opitz, Berges, Piorr, & Krikser, 2016 mengatakan konsep Urban Farming adalah memanfaatkan lahan tidur di perkotaan yang dikonversi menjadi lahan pertanian produktif hijau yang dilakukan oleh masyarakat dan komunitas sehingga dapat.

(40) 21. memberikan manfaat bagi mereka. Urbanisasi menciptakan masyarakat yang secara ekonomis memadai bagi berkembangnya berbagai media. Valley & Wittman, 2018 menyebutkan bahwa Urban Farming merupakan sebuah konsep pertanian yang dilakukan akibat banyaknya lahan pertanian yang dialih fungsikan menjadi daerah pemukiman, industri dan perkotaan .Penerapan konsep Urban Farming di sekitar perkotaan dapat memberikan kontribusi untuk ketahanan pangan dan keamanan pangan dalam dua cara: Urban Farming dapat meningkatkan jumlah ketersediaan pangan untuk masyarakat yang tinggal di kota dan yang kedua dapat menyediakan sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar untuk dikonsumsi oleh masyarakat kota. Menurut (BPS Kota Malang, 2017) wilayah yang memiliki kerawanan pangan akan memiliki pilihan yang terbatas kepada bahan pangan karena keterbatasan akses, dan masyarakatnya akan cenderung memilih makanan terproses seperti makanan cepat saji diproduksi oleh industri, dan yang memiliki kalori tinggi dan nutrisi rendah. Model-model yang pernah dilakukan dengan terbentuknya komunitas Urban Farming di Indonesia pada umumnya adalah sebagai berikut ini: 1) Memanfaatkan lahan tidur dan lahan kritis, 2) Memanfaatkan sisa lahan yang tidak produktif, 3) Memanfaatkan ruang terbuka hijau (privat dan publik), 4) Mengoptimalkan kebun sekitar rumah, dan 5) Menggunakan ruang (verticultur)..

(41) 22. III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan daerah harus mengarah pada lahirnya partisipasi dan penguatan aspek yang ada di masyarakat sehingga pembangunan daerah merupakan inisiatif dari aspirasi masyarakat tersebut. Sesuai Pandangan ini keterlibatan masyarakat akan tercipta bukan karena mobilisasi tetapi sebagai bentuk partisipasi. Pendekatan model yang demikian dikenal dengan pendekatan proses dimana masyarakat sebagai subyek dan sekaligus obyek dalam pembangunan. Lebih lanjut, partisipasi dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan atau perumusannya. Hal tersebut membuat masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut sehingga melahirkan rasa tanggung jawab bagi keberhasilan pembangunan (Suprojo & Siswanto, 2017). Pandangan Parsons tentang masyarakat sebagai sistem dinamis dari bagianbagian yang saling tergantung dan tipe spesifik dari tindakan terstruktur secara struktural yang membentuk suatu sistem. Teorinya tentang fungsionalisme struktural, berpendapat bahwa masyarakat adalah sistem sosial yang besar dimana semua aktor (misalnya, orang-orang, organisasi) berinteraksi sebagai bagian pelengkap, sedikit banyak serentak. Kesatuan ini dicapai, sebagian, karena gabungan beragam aturan kelembagaan, norma sosial, kumpulan peran status yang jelas (Cornwell & Laumann, 2016). Teori struktural fungsional Talcot Parsons dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistim ”tindakan” yang disebut dengan skema AGIL. Melalui AGIL ini kemudian dikembangkan pemikiran mengenai struktur dan sistem. Menurut Parson fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Menurut Parson agar dapat bertahan sebuah sistem harus terdiri dari 4 fungsi yaitu : 1. Adaptation (adaptasi). Sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistim harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. 2. Goal attainment (pencapaian tujuan). Sebuah sistem mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya..

(42) 23. 3. Integration (integrasi). Sebuah sistim harus mengatur antar hubungan bagianbagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L). Masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponen-komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal. 4. Latency (pemeliharaan pola) Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Ritz, 2007). Menurut Parsons sebuah sistem sosial harus memiliki persyaratanpersyaratan yaitu ; Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga bisa beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lainya. Kedua, untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem yang lain. Ketiga, sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari anggotanya. Kelima, sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi menganggu. Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauan maka itu harus dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan Bahasa (Ritz, 2007). Paradigma baru pembangunan pertanian perkotaan yang merupakan sanggahan terhadap paradigma lama yang beranggapan pertanian hanya bisa dilakukan di desa dan kurang memperhatikan keberadaan dan peran masyarakat perkotaan. Paradigma baru ini berupaya menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Masyarakat tidak lagi dilihat sebagai obyek pembangunan, melainkan dilihat sebagai subyek yang aktif yang memiliki inisiatif, kemauan dan kemampuan dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya lahan kosong. Paradigma ini telah memberikan peluang dan ruang gerak yang lebih luas kepada masyarakat perkotaan untuk ikut terlibat atau berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya. Dengan partisipasi seperti ini maka akan timbul rasa kerja sama. Motivasi masyarakat bersifat fluktuatif serta mengalami modifikasi karena pengaruh pengalaman dan pola perkembangan kepribadiannya. Proses belajar dalam diri seseorang pada umumnya dipengaruhi faktor internal yang bersifat.

(43) 24. fungsional dan faktor eksternal yang bersifat structural (Jaya, Sarwoprasodjo, Hubeis, & Sugihen, 2017). Maka dari itu penelitians memilih teori structural fungsional agar dapat menemukan korelasi antara modal social dan partisipasi masyarakat. Penelitian ini dilakukan pada Kawasan RW 03 Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun, Kota Malang yang memiliki lahan 90% pemukiman penduduk yang tidak dapat digunakan untuk bercocok tanam atau melakukan kegiatan pertanian secara konvensional. Hal tersebut merupakan masalah besar dalam perkotaan, untuk mengatasi masalah tersebut solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan melakukan program Urban Farming. Program tersebut tidak membutuhkan tanah yang luas dan hasil dari program tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Selain masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, program ini juga bertujuan agar lahirnya modal sosial dan tumbuhnya tingkat partisipasi masyarakat. Pada gambar 1 akan dijelaskan pola atau kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut..

(44) 25. Modal Sosial. Partisipasi. Struktural Fungsional. Pemberdayaan Masyarakat dengan Program Urban Farming. Lahirnya Modal sosial dan Tumbuhnya Tingkat Partisipasi Masyarakat. Perangkat Desa. Faktor Sosial 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Lama tinggal Faktor Psikologi. Pengetahuan dan keterampilan. Sikap positif. Pertumbuhan ekonomi. 1. Motivasi 2. Presepsi. Keberhasilan Program Urban Farming. Gambar 1. Kerangka Pemikiran.

(45) 26. 3.2 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dapat ditarik hipotesis yaitu: a. H0 = Diduga Modal Sosial tidak berhubungan dengan keberhasilan program Urban Farming di RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. b. H1 = Diduga Modal Sosial berhubungan dengan keberhasilan program Urban Farming di RW 03 Kelurahan Sukun Kecamatan Sukun Kota Malang. 3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Modal Sosial Modal sosial adalah aturan, kewajiban, hubungan timbal balik dan kepercayaan yang tertanam (embedded) di dalam hubungan sosial. Adapun indikator indikator, modal sosial dalam pengertian ini ada 5 (lima), yaitu: timbal balik (reciprocity), norma (norm), jaringan (network), kepercayaan (trust), dan kelompok (group). a. Timbal-balik (reciprocity), adalah kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok yang dalam hal ini kelompok masyarakat. b. Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu.. Norma dalam penelitian ini adalah aturan yang berlaku dalam kelompok masyarakat RW 03, yang berkaitan dengan pengelolaan program Urban Farming. c. Jaringan adalah hubungan-hubungan yang tersusun akibat interaksi sosial dengan individu baik didalam maupun diluar komunitas. Jaringan pada penelitian ini adalah jaringan antara komunitas masyarakat RW 03 dan jaringan diluar kelompok masyarakat RW 03. d. Kepercayaan adalah kejujuran yang dimiliki oleh seseorang sehingga layak untuk dipercaya, berperilaku konsisten, bertanggung jawab, saling menghargai atau menghormati dan tulus. e. Kelompok adalah mengukur tingkat partisipasi anggota dalam kelompok. Indikator kelompok dalam penelitian ini jumlah anggota kelompok yang berpartisipasi dalam pertemuan dan pengambilan keputusan, sumber pendanaan kelompok dan ikut serta dalam pengumpulan dana kelompok..

(46) 27. Tabel 4. Pengukuran Variabel Tingkat Kepercayaan Konsep. Modal Sosial. Skor Minimal Skor Maksimal. Variabel. Tingkat Kepercayaan. Sub Variabel. Tingkat Kepercayaan dalam pelaksanaan program Urban Farming. Definisi Operasional. Kepercayaan masyarakat terhadap ketua RW dan sesama anggota masyarakat dalam pengolahan hasil program Urban Farming. Indikator. Kategori Pengukuran. Sangat percaya Percaya Kepercayaan terhadap sesama Netral masyarakat Tidak percaya Sangat tidak percaya Sangat percaya Percaya Kepercayaan terhadap ketua Netral RW Tidak Percaya Sangat tidak percaya Sangat percaya Kepercayaan Percaya dalam Netral pengolahan Tidak percaya hasil program Sangat tidak percaya. Skor 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 10 50. 27.

Gambar

Tabel 1. Data Alih Fungsi Lahan Kecamatan Sukun.
Tabel 3. Definisi Modal Sosial
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Masyarakat  dengan
Tabel 4. Pengukuran Variabel Tingkat Kepercayaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

pemeliharaan benih ikan kakap putih di BPBAP Situbondo 27 10 Hasil pengukuran kualitas air pemeliharaan benih di BPBAP Situbondo 28 11 Data ukuran panjang benih ikan kakap

pengamatan geodetik maka digunakan suatu nilai model deformasi kerak bumi yang diturunkan dari pengamatan geodetik di sekitarnya. Sedangkan proses penentuan posisi

Tubuh buah delapan isolat jamur tiram yang dipelajari memiliki warna putih, coklat, atau merah jambu, dengan atau tanpa tangkai, dengan bentuk tudung berupa lingkaran penuh

1) Humas berperan dalam Pencitraan Universitas Sam Ratulangi Manado dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa Humas dengan informasinya mampu memberi pengetahuan

Menurut pendapat kami, laporan keuangan konsolidasi tahun 2002 tersebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT Ever Shine Tex Tbk dan

Berdasarkan hasil penelitian yaitu menunjukan bahwa ke tujuh wanita PUS akseptor MKJP yang tidak mewujudkan Norma Keluarga Kecil (NKK) di Kelurahan Kelapa Tiga

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas layanan empati mempunyai peran penting untuk memberikan kepuasan pada pelanggan yaitu siswa dalam menggunakan jasa pendidikan di