• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK)

DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Cyriaka Putik Nandra

NIM: 051124022

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL

DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK)

DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA

Oleh:

Cyriaka Putik Nandra NIM: 051124022

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(3)

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL

DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK)

DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh Cyriaka Putik Nandra

NIM: 051124022

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 24 September 2009 dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda Tangan Ketua : Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J. ……… Sekretaris : F.X. Dapiyanta, SFK., M. Pd. ……… Anggota : 1. Dra. Yulia Supriyati, M.Pd. ……… 2. Yoseph Kristianto, SFK ……… 3. P. Banyu Dewa, H.S., S.Ag, M.Si. ………

Yogyakarta, 24 September 2009 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(4)

Skripsi ini kupersembahkan kepada Bapak dan Ibuku,

yang telah memberikan dukungan moral, spiritual dan finansial, Adik-adikku, seluruh keluargaku dan seluruh sahabatku

yang selalu memotivasi diriku, serta

(5)
(6)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 9 September 2009 Penulis

(7)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Cyriaka Putik Nandra

Nomor Mahasiswa : 051124022

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SLTP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bnetuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 9 September 2009 Yang menyatakan

(8)

Judul skripsi PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SLTP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA dipilih berdasarkan pada fakta bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar di SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta yang memprihatinkan. Kenyataan menunjukkan pada saat penulis mendapat kesempatan untuk PPL di SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta bahwa dalam setiap proses belajar mengajar siswa-siswi kurang bersemangat dalam mengikuti Pendidikan Agama Katolik (PAK). Menurut pandangan siswa, mengikuti pelajaran agama membosankan karena cara mengajar guru yang monoton. Dalam proses belajar mengajar, cara mengajar guru kurang menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar. Bertitik tolak dari kenyataan ini, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu guru agama di SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta mendapatkan cara baru dalam mengajar dengan menggunakan Pola Naratif Eksperiensial karena Pendidikan Agama berbeda dengan mata pelajaran lainnya.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana guru agama mampu memberikan motivasi belajar dalam Pendidikan Agama Katolik dan pola macam apa yang dapat membantu guru dalam proses belajar mengajar yang melibatkan pengalaman siswa dalam mengkomunikasikan imannya. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu wawancara kepada guru agama dan beberapa siswa dari perwakilan setiap kelas di SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta telah dilaksanakan. Di samping itu studi pustaka juga dilakukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran yang reflektif, sehingga diperoleh gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan Pola pembelajaran bagi guru agama.

(9)

The title of the thesis is DEVELOPING THE STUDENTS’ MOTIVATION THROUGH THE PATTERN OF NARRATIVE EXPERIENTIAL IN CATHOLIC RELIGION EDUCATION (PAK) IN SMP KANISIUS PAKEM OF YOGYAKARTA. It is chosen based on the fact of the learning process in the school, which is apprehensive. The writer found that students were less enthusiastic in attending each course of Catholic Religion Education. For them, attending the course was boring because the way its teacher taught was monotonous. Based on this fact, this thesis aims to help the teacher of Catholic Religion Education of the school to have a new method in organizing the course using the Pattern of Narrative Experiential for Catholic Religion Education is different from any other course in school.

The main problem of the thesis is how does the teacher of Catholic Religion Education motivate students during the course and what kind of teaching pattern, which could help the teacher in involving students’ experiences in communicating their faith. The accurate data is needed to examine the problem. Therefore, the writer interviewed the teacher and some students representing each class of the school. The writer also made a study on literature to find some reflective thoughts, in order to have ideas that could be used as contributions for teaching pattern for religion teachers.

(10)

Puji dan syukur kepada Allah Bapa atas berkat dan kasih-Nya yang melimpah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA.

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis bahwa siswa-siswi SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta kurang memiliki motivasi belajar dalam Pendidikan Agama Katolik. Permasalahannya adalah dari pihak guru kurang bervariasi dalam mengolah bahan dengan menggunakan berbagai metode. Guru sudah berusaha memberikan motivasi kepada siswa dalam mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Tetapi, pada kenyataannya masih banyak siswa yang tidak memperhatikan guru mengajar Pendidikan Agama Katolik. Menjawab keprihatinan itu, penulis mengusulkan suatu usaha untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Usaha yang dimaksudkan adalah penggunaan metode, pola Naratif Eksperiensial dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik.

Skripsi ini disusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

(11)

awal hingga akhir skripsi ini.

2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK, selaku dosen Pembimbing Akademik yang terus menerus membimbing dan mendampingi penulis dengan penuh kesetiaan dan kesabaran selama menjalani studi di kampus IPPAK Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak P. Banyu Dewa, H.S., S.Ag, M.Si, selaku dosen penguji yang selalu

mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap staf dosen dan karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang telah mendidik, membimbing dan memberi teladan bagi penulis selama studi hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak, Ibu, dan adik-adikku serta keluarga besarku yang telah memberi semangat dan dukungan moral, material dan spiritual selama penulis menempuh studi di Yogyakarta.

6. Teman-temanku mahasiswa IPPAK-USD, khususnya angkatan 2005 yang telah memberikan motivasi, berbagi pengalaman hidup, dan berjuang bersama dalam semangat persaudaraan dan kekeluargaan untuk menjadi katekis yang bermutu dan bijaksana.

(12)

bantuan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman, sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 9 September 2009

Penulis

(13)

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN PERSEMBAHAN ... MOTTO ... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………....…….. ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR SINGKATAN ... BAB I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penulisan Skripsi ... B. Rumusan Permasalahan ... C. Tujuan Penulisan ... D. Manfaat Penulisan ... E. Metode Penulisan... BAB II. POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR

SISWA DALAM MENGIKUTI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

A. Pola Naratif Eksperiensial ... 1. Cerita dalam Pendidikan ... 2. Macam-macam Cerita ... 3. Pengertian Naratif Eksperiensial ... 4. Langkah-langkah Pengajaran Pola Naratif Eksperiensial ... B. Motivasi ... 1. Pengertian Motivasi ... 2. Motivasi Belajar Siswa dalam Mengikuti Pendidikan Agama

(14)

1. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama ... a. Pengertian PAK di Sekolah ... b. Tempat dan Peranan PAK ... c. Ruang Lingkup Materi PAK ... d. Pola atau Pendekatan Pengajaran PAK di Sekolah ... 2. Proses Belajar Mengajar PAK di Sekolah ... BAB III. PEMBELAJARAN PAK DAN HUBUNGAN DENGAN

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA

A. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Katolik di SMP ... B. Pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam PAK di SMP Kanisius Pakem ... 1. Metodologi Penelitian ... a. Tujuan Penelitian ... b. Metode Penelitian ... c. Instrumen Penelitian ... d. Tempat dan Waktu Penelitian ... e. Responden Penelitian ... f. Teknik Pengolahan Data ... g. Variabel Penelitian ... 2. Hasil Penelitian ... C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Pembahasan Hasil penelitian ... 2. Keterbatasan Hasil penelitian ... BAB IV. USULAN PROGRAM POLA NARATIF EKSPERIENSIAL

(15)

1. Pola Pembelajaran PAK ... 2. Pengertian Naratif Eksperiensial ... 3. Pola Naratif Eksperiensial ... 4. Pola Naratif Eksperiensial di Sekolah Menengah Pertama ... E. Usulan Program Pola Naratif Eksperiensial ... F. Penjabaran Usulan Program ... G. Pengembangan Program ... H. Refleksi atas Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pola Naratif

Eksperiensial terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dalam PAK ... BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ... Lampiran 2 : Pertanyaan Wawancara ... Lampiran 3 : Hasil Wawancara ... Lampiran 4 : Lagu “Bung Hatta” (Iwan Fals) ...

(16)

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2005.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

GE : Gravissimum Educationes, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

C. Singkatan-singkatan Lain

AV : Audio Visual

CD : Compact Disk (Perekam berbentuk disk) D II : Diploma tingkat II

DGI : Dewan Gereja-gereja di Indonesia Ef : Efesus

GBPP : Garis-garis Besar Program Pengajaran Kel : Keluaran

Komkat KWI : Komisi Kateketik KS : Kitab Suci

MP 3 : Media Player No : Nomor

(17)

PAKK : Pelajaran Agama Kristen Katolik PBM : Proses Belajar Mengajar

PPL : Program Pengalaman Lapangan Ptr : Petrus

RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama STKat : Sekolah Tinggi Kateketik TV : Televisi

(18)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Melalui peribahasa ini dapat diambil maknanya bahwa pengalaman merupakan gambaran yang sudah diketahui melalui hasil tindakan yang kita lakukan hasilnya baik atau buruk. Pengalaman hidup kita membawa perkembangan iman yang mendorong kita untuk membina hubungan baik dengan Tuhan. Pengalaman juga membantu kita dalam mengkonfrontasikan hidup melalui kisah hidup Yesus dalam Kitab Suci.

Usia anak SMP antara 13-15 tahun sedang dalam masa remaja dengan mulai memasuki dunia dewasa dan dunia anak-anak lambat laun hilang, maka ada perasaan segala pegangan hilang. Dalam usia ini sering muncul rasa tidak at home dan bingung bahkan dapat muncul rasa putus asa. Hal ini dikarenakan lingkungan tidak mengerti akan perkembangannya dalam mendampingi atau pendidikan yang diterimanya terlalu formal. Lingkup pergaulan anak SMP lebih luas dan penuh dinamika sehingga mereka cenderung bergerak dan mempunyai semangat yang menuntut penyaluran. Maka tak jarang melihat anak SMP yang suka berkelompok karena memiliki satu hobi yang sama. Kecenderungan untuk berkelompok dengan teman-temannya sangat kuat, karena mereka tidak lagi termasuk dalam dunia anak-anak tetapi belum termasuk dunia dewasa (Komala, 1992: 20).

(19)

dapat mempengaruhi perkembangannya adalah teman sekelompoknya. Penghayatan agama pada masa itu diwarnai oleh krisis perkembangan pribadi karena motivasi-motivasi yang dulu menyakinkan untuk pandangan dan praktik agama tidak lagi memuaskan. Namun pada periode ini mereka sudah mengalami keberadaan Allah, jika mereka sedang bingung, Allah tetap menjadi satu-satunya harapan dan pegangan dalam kekacauan perasaannya. Maka pada usia ini mereka lebih mengandalkan Allah dengan berdoa supaya Allah memberikan ketenangan hati dan rasa aman. Penghayatan imannya lebih pada penyampaian doa berdasarkan keinginan spontan. Perayaan Ekaristi dan acara doa tidak selalu diikuti, namun mereka kritis terhadap persoalan-persoalan yang ada dalam pikirannya dengan melontarkan kritikan terhadap Gereja dan pastor (Komala, 1992: 21). Kelebihan yang ada dalam diri anak SMP diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

Tujuan pendidikan agama katolik yang telah dirumuskan dalam lokakarya Pola Pelajaran Kristen Katolik (PAKK) di Malino, Ujung Pandang 28 Juni-4 Juli 1981 yaitu, “agar peserta didik mampu menggumuli hidup dari segi pandangan kristiani dan dengan demikian mudah-mudahan dapat berkembang menjadi manusia paripurna (manusia beriman)”. Melalui tujuan pendidikan di atas, dapat dijabarkan bahwa rumusan tujuan mempunyai unsur menggumuli hidup, pandangan kristiani dan manusia paripurna serta perkembangan kepribadian selanjutnya (Komala, 1992: 18).

(20)

dalam komunikasi antar guru dan siswa, siswa dengan siswa lainnya sehingga mempunyai arti dan makna serta berpengaruh terhadap hubungannya dengan Tuhan. Sedangkan unsur manusia paripurna lebih diarahkan kepada kematangan kepribadian yang membuat anak SMP menyadari arti hidup dan menempatkan diri untuk siap mendengarkan sabda Allah yang disampaikan sebagai sapaan Allah secara pribadi dalam pengalaman hidup sehari-hari. Sebagai manusia paripurna berarti tidak hanya memikirkan diri sendiri, melainkan mengembangkan relasi cinta kasih terhadap sesama. Dengan demikian untuk mewujudkan unsur-unsur tersebut dibutuhkan pola yang dapat membantu siswa dalam mengolah pengalaman imannya dalam Pendidikan Agama Katolik. Pola ini sangat membantu siswa untuk mejadi manusia yang beriman secara dewasa maka dari itu dibutuhkan suatu perencanaan yang matang menyangkut proses belajar mengajar dan isi yang akan menjadi bekal bagi siswa (Komala 1992: 24-25).

(21)

dengan awal terjadinya cerita. Kenyataan terjadi karena dahulu kebanyakan orang belum mengenal budaya baca tulis bahkan cerita sangat dominan dan merupakan satu-satunya “metode pendidikan” sebelum manusia mengenal tulisan. Cerita disampaikan secara lisan dan mudah diingat, asalkan mengetahui tokoh-tokoh, ucapan-ucapan penting dan alur cerita. Itulah pokok terpenting dalam proses pendidikan guna meningkatkan motivasi belajar siswa. Kiranya dengan memakai pola ini dapat ditingkatkan motivasi siswa dalam PAK.

Dalam pelajaran agama zaman dahulu orang sering menggunakan gambar Kitab Suci. Gambar yang memiliki alur dan makna disampaikan dalam bentuk cerita, kemudian dihubungkan dengan pengalaman pribadi. Gambar sering dipakai untuk menanamkan kesan saleh sehingga apabila anak sudah memiliki pengalaman dan terasa tidak cocok dengan realitas hidup, maka anak akan meninggalkan agama tanpa ada tindakan konkret sehari-hari. Dengan demikian yang diperlukan anak SMP adalah gambaran sederhana dan jujur yang sesuai dengan daya tangkap anak. Gambar juga hendaknya dapat mendorong anak untuk menjadi kreatif sendiri artinya anak dibebaskan untuk mengemukakan maknanya sendiri melalui gambar (Hofmann, 1988: 12). Melihat konteks di atas dapat disimpulkan bahwa gambar dapat membantu anak untuk mengembangkan imajinasinya melalui cerita yang dihubungkan melalui pengalaman hidup sehari-hari.

(22)

Kenyataan yang terjadi di SMP Kanisius Pakem Yogyakarta bahwa, potensi siswa dalam pengalaman hidupnya kurang di pakai dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa hanya mencatat dan mendengarkan guru mengajar. Hal ini dapat dilihat dari respon siswa-siswi pada saat melakukan tanya jawab dalam praktik pengalaman lapangan.

Dari fakta ini juga menyadarkan penulis untuk membantu anak SMP dalam memperkembangkan imannya melalui pengalaman hidupnya. Melihat perkembangan anak SMP, memudahkan penulis untuk menjalankan pola Naratif Eksperiensial guna meningkatkan motivasi belajar siswa di kelas. Pengalaman anak SMP bersama teman sekelompoknya membawa pengaruh dalam hidupnya. Mereka juga mampu mengalami keberadaan Allah karena dalam pola pembelajaran PAK, proses belajar mengajar lebih menampilkan pengalaman manusia dan fakta yang membuka pemikiran. Pengalaman yang mengena keadaan anak, akan diterapkan dalam hidup sehari-hari.

(23)

sekelompoknya dan masyarakat. Dengan demikian, dalam menyampaikan cerita, dibutuhkan pola yaitu pola yang bersifat Naratif Eksperiensial.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pola Naratif Eksperiensial dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar PAK?

2. Apakah dengan Pola Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan motivasi belajar siswa/i SMP Kanisius Pakem dalam PAK?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan adalah:

1. Mengetahui keadaan guru sebagai pendidik dalam memahami dan menerapkan Pola Naratif Eksperiensial terhadap proses belajar mengajar di SMP Kanisius Pakem.

(24)

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan yang berjudul “Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pola Naratif Eksperiensial Dalam Pendidikan Agama Katolik Di SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta” adalah:

1. Memberikan sumbangan gagasan bagi kemajuan proses belajar mengajar Pendidikan Agama Katolik dengan Pola Naratif Eksperiensial di SMP Kanisius Pakem.

2. Pola Naratif Eksperiensial sebagai pola pembelajaran bagi Guru Agama dalam proses belajar mengajar PAK.

3. Membantu sekolah dalam memberdayakan fungsinya sebagai tempat pendidikan yang mementingkan peningkatan motivasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar PAK di sekolah.

E. Metode Penulisan

(25)

POLA NARATIF EKSPERIENSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

DALAM MENGIKUTI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

A. Pola Naratif Eksperiensial

1. Cerita dalam Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, perkembangan anak SMP lebih diarahkan kepada perkembangan iman yang berpangkal pada pengalaman iman anak. Namun harus dibedakan antara iman dan pengungkapan iman dalam pengalaman dan penghayatan iman anak-anak berdasarkan tingkatan. Pendidikan iman anak SMP, lebih diarahkan pada pengalaman iman yang diungkapkan, artinya segala perbuatan dan tindakan secara khusus dan eksplisit yang bertujuan untuk mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman. Mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman merupakan bagian dari komunikasi iman karena komunikasi iman mengandung unsur penghayatan iman (Jacob, 1992: 57).

(26)

mampu mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman dalam bentuk cerita pengalaman. Dengan demikian, dalam menyampaikan cerita, dibutuhkan pola yaitu pola yang bersifat Naratif Eksperiensial. Berdasarkan pengertian cerita, pola yang bersifat naratif-eksperiensial adalah pola cerita pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan (eksperiensi) sehari-hari siswa (Jacob, 1992: 10-11).

Menurut Ruedi Hofmann (1994: 1),

dalam kurikulum 1994 untuk pendidikan agama katolik di Indonesia dimana digunakan pola kegiatan komunikasi iman yang bersifat “naratif eksperiensial”. “Naratif” berarti pola tersebut berdasarkan cerita, sedangkan kata “Eksperensial” menunjuk pada hubungannya dengan pengalaman. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dengan pola “naratif-eksperensial” kita harapkan umat kita akan memperoleh cerita yang berhubungan dengan pengalamannya sendiri.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa ”Naratif” adalah cerita, sedangkan ”Eksperiensial” adalah pengalaman. Maka Naratif Eksperiensial adalah cerita pengalaman. Cerita pengalaman dapat berupa cerita kehidupan pribadi seseorang, kehidupan orang lain atau kehidupan tokoh-tokoh baik dalam Kitab Suci maupun tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia.

Pola komunikasi naratif-eksperiensial dapat digambarkan sebagai berikut:

Objektif, Subjektif Siswa

Bahan Cerita

Siswa Komunikasi Naratif Eksperiensial

Guru

(27)

Berdasarkan bagan di atas menjelaskan bahwa, komunikasi Naratif Eksperiensial dijalan oleh guru dengan pertimbangan bahan masih harus diolah dahulu agar proses komunikasi lebih terarah. Dalam proses komunikasi ini, guru juga diharapkan memperhatikan bentuk, metode dan proses yang disesuaikan dengan perkembangan dan situasi siswa. Disamping itu juga, guru hendaknya memperhatikan perkembangan sikap batin dengan menanggapi problem-problem menurut suara hati meskipun tidak mudah menemukan bimbingan suara hati. (Komala, 1992: 26). Guru diharapkan pula turut serta dalam mendengarkan dan mempertimbangkan apa yang menjadi hidup dalam jiwa mereka dengan mengajak mereka bercerita tentang apa yang dialami. Guru juga hendaknya menanamkan sikap-sikap terhadap masyarakat sekitar dan diajak untuk lebih memperhatikan sesama. Dalam cerita yang terpenting adalah unsur naratif, kemudian setelah cerita sungguh dipahami, dapat dicari hubungannya dengan pengalamannya sendiri.

(28)

2. Macam-macam cerita

Dalam Injil, Yesus nampak sebagai pencerita yang unggul maka ciri khas dari cerita adalah komunikasi. Cerita yang dipakai Yesus adalah cerita Kanonis (Perjanjian Lama), cerita rakyat (Galilea) dan cerita kehidupan. Melalui sudut pandang fungsional, banyak cerita disampaikan sebagai perumpamaan. Oleh sebab itu, cerita dapat dipakai sampai sekarang dengan menyesuaikan perkembangan hidup manusia. Di bawah ini beberapa macam cerita yang diwariskan Yesus kepada kita yaitu:

a. Cerita Kanonis

(29)

b. Cerita Rakyat

Cerita Rakyat adalah cerita yang merupakan warisan dari kebudayaan yang diturunkan dari nenek moyang. Biasanya yang masih memiliki cerita adalah orang tua yang buta huruf di daerah terpencil. Pada zaman Yesus, cerita rakyat dari Galilea dan cara Yesus berkomunikasi adalah melalui cerita yang mudah dimengerti oleh rakyat dan seirama dengan agama dan filsafat yang diperoleh dari nenek moyang (Komkat KWI, 1994: 17). Namun saat ini cerita rakyat dapat berasal dari asal-usul atau tempat kejadian di suatu daerah. Dalam menyampaikan cerita rakyat kepada anak-anak hendaknya mencerminkan kebijaksanaan hidup bersama, yang paling penting adalah pendamping memanfaatkan cerita rakyat sebagai cerita yang dapat memperkembangkan hidup beriman anak. Selain itu menyiapkan pendamping untuk menjadi pencerita yang baik dan mampu menyampaikan pesan lewat cerita. Dalam buku pelajaran agama Katolik kurikulum 1994, cerita rakyat dapat bersifat dongeng, mite dan legenda.

c. Cerita Pengalaman

(30)

sehingga tidak membosankan anak-anak. Ide cerita harus disesuaikan dengan materi dan bahasa yang sesuai dengan tingkatan umur anak.

3. Pengertian Naratif Eksperiensial

Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak suka mendengarkan cerita sebelum tidur. Cerita yang disampaikan biasanya cerita yang berbentuk dongeng, legenda atau mite. Cerita dapat berasal dari tradisi yaitu sebagaian kebudayaan yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui gambar sebagai alat bantu untuk memudahkan orang utnuk mengingat isi cerita. Cerita yang berasal dari tradisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa dan nyanyian rakyat. (Danandjaja, 1984: 1-2, 5). Maka dari itu, cerita dapat juga diartikan sebagai laporan mengenai suatu peristiwa di mana terjadi ketegangan dan juga kelegaan. Dalan cerita selalu terdapat tokoh-tokoh yang saling berhubungan. Peristiwa yang diceritakan dapat sungguh-sungguh terjadi (historis) tetapi dapat juga merupakan khayalan (fiktif) (Komkat KWI, 1994: 2).

(31)

dahulu pada saat belum ada budaya tulis, mereka menyampaikan hal-hal penting kepada orang banyak dan kepada keturunannya diungkapkan dalam bentuk cerita.

Mulai abad keempat setelah Yesus lahir, Kitab Suci sering ditulis dengan huruf indah dan dilengkapi dengan lukisan berwarna yang dapat dinikmati orang yang buta huruf. Cerita-cerita zaman dahulu oleh banyak orang dikenal lewat gambar sebelum mereka mengenal belajar membaca. Gambar-gambar itu diberi nama “Kitab Suci Kaum Kecil” karena pada waktu itu mereka masih buta huruf. Setelah adanya buku murah, Kitab Suci tidak dikenal lagi sebab sumber cerita yang hidup adalah teks. Maka dari itu untuk mengenal Kitab Suci, orang harus belajar membaca sehingga buta huruf dianggap sebagai keterbelakangan dalam hal agama (Hofmann, 1994: 28-29)

Zaman sekarang, orang mendapat informasi melalui radio maupun televisi, namun dalam penyampaiannya masih bersifat uraian, pernyataan atau kesimpulan sehingga banyak orang kurang minat menerima informasi lewat televisi. Pada akhirnya yang banyak diminati banyak orang adalah cerita karena segala bentuk cerita yang bervariasi dapat menyentuh dan mengesan untuk mata dan telinga (Komkat KWI, 1994: 7).

4. Langkah-langkah Pengajaran Pola Naratif Eksperiensial

Secara garis besar, langkah-langkah pola Naratif Eksperiensial menurut buku pegangan Guru 1, 2 dan 3 PAK untuk SMP (Komkat KWI, 1994) adalah sebagai berikut:

(32)

Cerita ini berfungsi sebagai sarana untuk membuka wawasan siswa terhadap situasi yang ada di sekitar kehidupannya baik melalui cerita rakyat maupun peristiwa kehidupan yang ada di sekitar lingkungannya.

b. Langkah II : Pendalaman cerita rakyat/cerita kehidupan/pengalaman pribadi. Melalui cerita yang ditampilkan, siswa diajak untuk mengenal, mengerti,

memahami dan mendalami isi cerita serta nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut.

c. Langkah III : Pandangan dalam Terang Kitab Suci.

Setelah siswa memiliki pemahaman terhadap peristiwa kehidupan yang ada disekitarnya, siswa perlu diberi arah pemahaman yang benar sebagai seorang kristiani dengan penampilan cerita Kitab Suci atau Tradisi Gereja.

d. Langkah IV : Proses Pergumulan.

Dalam proses ini siswa yang sudah memiliki konsep atau pengalaman dari cerita rakyat/kehidupan perlu memperoleh pigura yang sesuai dengan iman kristiani mereka, maka pengalaman itu perlu dikonfrontasikan dengan peristiwa yang terjadi di dalam Kitab Suci. Dengan demikian pengalaman/nilai yang terdapat dalam cerita rakyat/kehidupan memperoleh makna baru setelah direfleksikan dalam terang iman. Penginternalisasian makna yang baru inilah menjadi kekuatan dalam penghayatan iman siswa sehari-hari.

e. Langkah V : Rangkuman

(33)

langkah konkrit untuk mewujudkan pengalaman iman dalam hidup sehari-hari agar tidak sekadar menerima materi saja melainkan ada wujud nyatanya.

B. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Menurut para ahli, ada berbagai macam pengertian mengenai motivasi. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya (Handoko, 1992: 9). Namun menurut Mahfudh Shalahuddin (1990: 113-114), secara etimologi;

kata motivasi berasal dari kata motiv, yang artinya dorongan, kehendak, alasan atau kemauan. Maka, Motivasi adalah tenaga-tenaga (forces) yang membangkitkan dan mengarahkan kelakuan individu. Motivasi bukanlah tingkah laku, melainkan kondisi internal yang kompleks, dan tidak dapat diamati secara langsung, akan tetapi mempengaruhi tingkah laku.

(34)

akibat pengaruh dari luar individu karena ada ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian anak akan melakukan sesuatu untuk mengikuti kegiatan.

Dalam meningkatkan motivasi, diperlukan faktor internal atau eksternal untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam melakukan tindakan atas dorongan, kehendak atau kemauan dari dalam maupun luar diri seseorang. Maka dari itu, guru sebagai pendidik diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip motivasi dalam mengajar yaitu dengan merangsang motivasi belajar siswa agar memiliki motivasi untuk mengikuti pelajaran.

Dalam membangkitkan motivasi, dibutuhkan proses yang diarahkan kepada objek-objek dalam lingkungan siswa atau sekitarnya. Guru tidak hanya memberi motivasi melainkan guru mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan motivasi siswa untuk memperoleh kebutuhan dalam mencapai tujuan yaitu belajar. Maka dari itu secara skematis untuk mencapai tujuan belajar dapat dijabarkan sebagai berikut (Mahfudh Shalahuddin 1990: 116-118):

Tujuan Kelakuan

Ketegangan-ketegangan

Kebutuhan Dasar dan Kebutuhan Sosial

(35)

keinginan yang ada dalam diri siswa, sedangkan kebutuhan sosial merupakan kebutuhan atas perlakuan dari orang lain. Misalnya, tiga siswa sama-sama datang terlambat datang ke sekolah dengan motiv atau alasan terlambat yang berbeda-beda. Siswa pertama terlambat karena tidak suka sekolah, siswa kedua terlamabat karena disuruh mengerjakan sesuatu oleh orang tuanya dan siswa ketiga terlambat karena sepedanya rusak. Melihat hal ini, guru hendaknya melihat situasi yang telah terjadi agar tidak menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mengarah pada kelakuan siswa. Ketegangan negatif seperti menghukum siswa dengan berdiri didepan kelas, akan menimbulkan kelakauan yang negatif atau positif terhadap siswa yaitu, siswa bisa saja menjadi semakin malas untuk datang ke sekolah atau siswa akan datang ke sekolah lebih awal agar tidak terlambat dan dihukum. Ketegangan yang bersifat positif dapat disalurkan ke proses belajar mengajar dalam bentuk tugas guna mendukung materi pelajaran yang dibutuhkan sehingga ketegangan yang tidak baik dapat berkurang sehingga ketegangan yang bersifat positif dapat bermanfaat bagi siswa.

(36)

2. Motivasi Belajar Anak dalam Mengikuti Pendidikan Agama Katolik

Motivasi membawa pengaruh besar terhadap perkembangan siswa baik iman maupun pengetahuan berdasarkan dorongan atas kemauan dari dalam diri siswa yang dipengaruhi oleh cara mengajar guru dalam mementingkan prinsip-prinsip motivasi. Maka dari itu, dalam dunia pendidikan, motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses yang bersifat:

a. Membawa siswa ke arah pengalaman belajar yang terjadi b. Menimbulkan tenaga dan aktivitas siswa

c. Memusatkan perhatian siswa pada suatu arah dan pada suatu waktu (Mahfudh Shalahuddin, 1990: 114).

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam diri siswa yang digambarkan sebagai harapan, keinginan dan sebagainya yang bersifat menggiatkan atau menggerakkan siswa untuk bertindak dalam memenuhi kebutuhan sehingga dengan adanya motivasi, tidak akan ada tujuan dan tingkah laku yang terorganisasi. Sedangkan menurut rumusan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama; bahwa ”motivasi” adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri siswa yang menunjang kegiatan ke arah tujuan belajar. Maka dari itu, dalam membangkitkan motif-motif pada siswa, guru hendaknya (Mahfudh Shalahuddin, 1990: 122):

a. Mengatur dan menyediakan situasi-situasi yang memungkinkan timbulnya persaingan yang sehat antar siswa,

(37)

c. Membiasakan siswa-siswi untuk mendiskusikan suatu pendapat mereka masing-masing,

d. Memberikan contoh-contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat e. Membangun motivasi intrinsik pada siswa-siswi dengan mendorong mereka

untuk belajar.

Di zaman ini, siswa diharapkan memiliki motivasi dalam belajar di sekolah supaya komunikasi iman dalam pelajaran agama semakin membantu siswa untuk memperkembangkan iman yaitu melalui pendidikan. Pendidikan menjadikan siswa memiliki pengalaman yang memungkinkan perubahan perilaku. Oleh karena itu, agar siswa semakin berkembang imannya, dibutuhkan bahan yang membantu siswa untuk memiliki motivasi dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah dan bahan tersebut adalah cerita. Dengan demikian, materi yang diberikan dalam pelajaran agama yang diolah dalam bentuk cerita, siswa semakin termotivasi untuk mengikuti pelajaran agama.

Warkitri, dkk (1990: 23-25) membagikan pengetahuannya dalam memberikan motivasi instrinsik pada diri siswa di sekolah yaitu:

a. Memberitahukan Tujuan Belajar Kepada Siswa

Motivasi ini dapat dimanfaatkan oleh guru dengan memberikan informasi tentang hakikat hasil belajar yang diharapkan agar dapat dicapai siswa setelah mereka belajar.

b. Pemberian Ulangan

(38)

siswa harus diberi tahu terlebih dahulu apabila akan dilaksanakan ulangan, sehingga siswa berusaha untuk berprestasi dan prestasi yang dicapai itu akan dijadikan dorongan untuk kegiatan belajar berikutnya.

c. Segera Mengumumkan Hasil Belajar

Hasil belajar atau tugas-tugas lain sebaiknya segera diberi tahu. Baik atau tidak hasilnya kalau siswa mengetahui maka siswa dapat mengukur seberapa jauh kemampuannya. Bagi siswa yang belum berhasil, maka siswa akan berusaha untuk memperbaiki nilainya. Sedangkan bagi siswa yang berhasil akan mempertinggi usahanya agar lebih baik.

d. Keterlibatan Siswa dalam Tugas atau Motivasi Tugas (Task Motivation)

Guru dapat memanfaatkan keinginan siswa untuk terlibat dalam suatu tugas karena siswa merasa dibutuhkan. Siswa akan merasa puas jika dapat mencapai sesuatu prestasi yang berupa pengetahuan atau ketrampilan baru. Kepercayaan yang diberikan guru akan menjadi dorongan baginya untuk berusaha mencapai hasil baik dan dasar penting untuk kelangsungan motivasi belajar berikutnya. e. Pujian atau Motivasi Insentif/rangsangan (Incentive Motivation)

(39)

diingat bahwa memberikan pujian terlalu sering dan dengan kata yang sama akan menjadi hambar dan membosankan.

f. Pemberian Nilai dengan Angka

Angka merupakan gambaran dari suatu prestasi yang dicapai oleh siswa. Maka hasil belajar dengan angka dapat mendorong siswa untuk memacu kegiatan belajar. Angka dapat diberikan mulai dari 1-10 atau interval antara 10-100.

Dengan demikian cara dan wewenang yang dipakai dan dimiliki guru merupakan syarat mutlak agar proses belajar mengajar dapat berhasil (Drost, 1998: 38). Maka dari itu, guru hendaknya menguasai betul-betul bahan yang diajarkan dalam pembelajaran. Proses kegiatan belajar mengajar dapat berhasil jika guru mengajar sesuai dengan bidangnya.

C. Pendidikan Agama Katolik

(40)

Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksana pewarta Kristus demi perubahan batin dan pembaharuan hidup secara langsung bagi kaum muda untuk mengembangkan kemampuannya, baik di sekolah maupun di masyarakat. Maksudnya di dalam PAK, iman kepada Kristus dibicarakan dan diolah bersama dengan tetap memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama di masyarakat sebagai wujud persatuan nasional. Secara khusus PAK dan pendidikan agama lainnya diposisikan oleh negara guna memperkuat iman ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta membina kerukunan hidup demi mewujudkan persatuan nasional (Dapiyanta, 2008b: 4). Memperkuat iman ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diartikan sebagai ketakwaan manusia terhadap Tuhan. Manusia juga diharapkan membina kerukunan hidup terhadap sesamanya demi mewujudkan persatuan nasional sehingga kita sebagai manusia yang bersatu hendaknya membangun perdamaian.

Dalam Gravissimum Educationis (Hardawiryana, 1993: 295) tentang pendidikan Kristen menyatakan bahwa,

(41)

Berdasarkan pernyataan di atas menjelaskan bahwa pendidikan memiliki tujuan selain pendewasaan pribadi manusia melainkan untuk mencapai keselamatan dan menyadari karunia iman yang diterima bagi mereka yang telah dibaptis. Disamping itu juga, supaya mereka dapat menjalankan apa yang sudah ada dalam Kitab Suci. Kita sebagai manusia beriman, kendaknya mengakui adanya keberadaan Allah Tritunggal Maha Kudus yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus terutama dalam perayaan Liturgi. Menjadi manusia beriman berarti kita diharapkan dapat menghayati hidup kita sebagai manusia baru agar mancapai kepenuhan seperti Kristus. Namun pada dasarnya manusia tidak akan sampai pada kepenuhan Kristus maka dibutuhkan pendampingan dalam mengembangkan iman. Pengembangan iman untuk sampai pada kepenuhan Kristus, kita peroleh melalui pendalaman iman dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Pendalaman iman di dalam keluarga kita peroleh dari orang tua yang telah mengajarkan kita untuk berdoa, menghargai sesama melalui sudara kita, ikut serta dalam kerja dalam keluarga. Sedangkan di lingkungan sekolah kita memperoleh pengetahuan-pengetahuan dari Kitab Suci maupun Tradisi Gereja yang mengajarkan hal-hal baru dalam mengolah iman. Pengetahuan dari Kitab Suci dan Tradisi Gereja direalisasikan dengan pengalaman hidup anak sehari-hari.

1. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

(42)

Katolik”. Sedangkan pelaksanaan Pendidikan agama Katolik di Sekolah Menengah Pertama merupakan salah bentuk komunikasi dan interaksi (tanya jawab dan dialog) iman katolik. Kegiatan komunikasi atau interaksi iman katolik terjadi di sekolah antara guru dengan siswa dan antar siswa dengan siswa. Kegiatan komunikasi harus berkisar pada hidup iman (Komkat KWI, 1999: 5).

b. Tempat dan peranan Pendidikan Agama Katolik

Lokakarya mengenai tempat dan peranan PAK di sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino (1981) mengemukakan bahwa PAK merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat menggumuli hidup dari segi pandang Kristiani dengan demikian menjadi manusia paripurna (beriman). Berikut penjelasanya menurut Nina Komala (1992: 27) dalam pandangannya mengenai tempat dan peranan PAK.

Pertama, Siswa SMP lebih mudah mengalami Allah sebagai yang menjawab kebutuhan afektifnya; Allah dipandang sebagai yang penuh pengertian namun pertumbuhan iman yang dinamis pada remaja juga diwarnai konflik dan krisis. Maka guru hendaknya memperlakukan mereka seperti orang dewasa, kendati mereka belum dewasa.

(43)

Ketiga, melalui aktifitas belajar mengajar pendidikan agama Katolik mereka perlu dibimbing untuk menanggapi problem-problem dengan jujur menurut suara hati yang sejati meskipun dalam mengolah perasaan tidak mudah menemukan bimbingan suara hati.

Keempat, siswa perlu ditanamkan sikap-sikap terhadap masyarakat sekitar dan diajak untuk lebih memperhatikan sesama karena manusia saling membutuhkan atau istilah lain saling ketergantungan satu sama lain.

c. Ruang lingkup Materi Pendidikan Agama Katolik

Materi Pendidikan Agama Katolik, menurut pakar teologi dan Kitab Suci sebaiknya mengandung 4 dimensi atau aspek dari ajaran iman kita yaitu (Komkat KWI, 2004: 8):

1) Dimensi atau aspek pribadi siswa, termasuk relasinya dengan sesama dan lingkungan hidupnya. Materi PAK harus menyentuh pribadi siswa dan pengalaman hidupnya.

2) Dimensi diri dan pribadi Yesus Kristus. Dia adalah pribadi penentu dalam ajaran iman Kristiani. Kekhasan ajaran iman Kristiani diwarnai oleh pribadi yang satu yaitu Yesus Kristus.

(44)

4) Dimensi kemasyarakatan. Kehidupan Yesus dan Gerejanya bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi untuk dunia. Maka dimensi kemasyarakatan hendaknya menjadi materi Pendidikan Agama Katolik.

Dalam materi Pendidikan Agama Katolik terdapat satuan pelajaran dalam rangka pendidikan iman. Maka dari itu diperlukan lima segi arah dasar dalam membuat satuan-satuan pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah (Setyakarjana, 1982: 5-14) yaitu:

1) Mengembangkan kehidupan yang berpola Kristiani melalui berbagai macam cara dan saling melengkapi.

2) Hendaknya sesuai dengan pembaharuan pendidikan modern dan sekaligus penunjang pembaharuan.

3) Bersifat komunikatif dan sebagai proses.

4) PAK di sekolah adalah penting, namun terbatas pada ajaran di sekolah. 5) PAK di sekolah berkisar pada murid, masyarakat dan Tradisi Gereja.

d. Pola atau Pendekatan Pengajaran PAK di Sekolah

(45)

(Dapiyanta, 2008b: 73). Dalam pola ini kisah diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog dalam pengalaman hidup sehari-hari siswa (eksperiensial). Kisah dapat diambil dari Kitab Suci, riwayat hidup orang Kudus, cerita rakyat dan lain sebagainya. Sedangkan mitra dialog narasi adalah pengalaman (eksperiensial) hidup sehari-hari siswa (Komkat KWI, 1999: 8).

Dalam buku Pendidikan Agama Katolik pada Tingkat Dasar (Dapiyanta, 2008b: 73) dapat dijabarkan suatu pola atau pendekatan untuk Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah:

1) Pendekatan Pergumulan (hasil lokakarya PAK di Malino) 2) Pendekatan Naratif Eksperiensial

3) Pendekatan Pembelajaran Aktif- Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) 4) Pendekatan pembelajaran kooperatif dan beberapa pendekatan yang lain.

Sedangkan pendekatan yang dipakai hendaknya menunjang siswa itu sendiri, (Komkat KWI 2004: 7) yakni:

1) Memungkinkan siswa untuk aktif. Dia menjadi partisipan aktif dalam proses PAK.

2) Kalau siswa menjadi partisipan, maka diandaikan dalam proses PAK ada interaksi antar siswa serta antara siswa dan guru.

3) Interaksi yang terjadi hendaknya terarah, sehingga diandaikan ada suatu proses yang berkesinambungan.

4) Interaksi yang berkesinambungan bertujuan untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran iman dalam hidup nyata, sehingga siswa menjadi

(46)

2. Proses Belajar Mengajar PAK di Sekolah

Dalam proses belajar mengajar ada kegiatan belajar dan mengajar, kegiatan belajar erat hubungannya dengan metode belajar yang dilakukan siswa dalam mempelajari bahan dari guru. Sedangkan kegiatan mengajar erat hubungannya dengan metode mengajar yang berhubungan dengan cara guru menjelaskan bahan kepada siswa (Nana Sudjana, 1989b: 72).

Para ahli psikologi dan pendidikan memberikan batasan atau pengertian mengajar (Nana Sudjana, 1989a: 7-8). Pandangan pertama, mengajar diartikan sebagai “menyampaikan Ilmu Pengetahuan (bahan pelajaran) kepada siswa”. Istilah ini sering disebut “berpusat pada guru” (teacher centered) karena siswa dianggap sebagai objek atau hanya menerima (pasif) apa yang diberikan guru.

(47)

guru sebagai pemimpin belajar. Kedua konsep terpadu dalam suasana kegiatan maka terjadilah hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

Dalam interaksi antara guru dan siswa terjalin komunikasi sebagai aksi, interaksi dan transaksi. Guru menempatkan diri sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Demikian juga dengan siswa dapat sebagai penerima aksi dan pemberi aksi, sedangkan komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah. Komunikasi ini tidak hanya terjadi antara guru dan siswa tetapi siswa dengan siswa lainnya. Di sini siswa dituntut lebih aktif dari pada guru. Siswa dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi siswa sendiri (Nana Sudjana, 1989a: 10). Di samping itu juga yang terpenting dalam komunikasi adalah keaktifan siswa karena bertujuan untuk menumbuhkan perhatian dan kesadaran belajar siswa. Kesadaran belajar siswa akan mengantar pada “belajar sejati” yaitu proses belajar seumur hidup yang tumbuh dari diri siswa sendiri (Dedy Pradipto, 2007: 116).

Melalui pola komunikasi banyak arah atau transaksi menjadikan siswa aktif. Dengan demikian peranan guru dalam proses belajar mengajar (Nana Sudjana 1989a: 32-35) yaitu:

a. Sebagai pemimpin belajar

1) Guru merencanakan: menentukan tujuan belajar siswa, apa yang dilakukan siswa dan sumber bahan apa yang disediakan.

(48)

3) Melaksanakan: melakukan rencana di atas dalam bentuk tindakan nyata untuk membantu siswa belajar.

4) Mengontrol kegiatan siswa belajar: mengawasi, memberi bantuan, membimbing, memberi petunjuk, mencatat kekurangan dan kesalahan untuk dibahas dan diperbaiki.

5) Menilai proses belajar, dan hasil belajar yang dicapai.

Dalam proses belajar mengajar harus ada kegiatan belajar yang demokratis artinya adanya partisipasi semua siswa dalam belajar, kebebasan siswa untuk mengemukakan pendapatnya dalam memecahkan masalah yang dipelajari, adanya kesediaan siswa menerima dan mempertimbangkan pendapat siswa lain serta kesempatan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil belajar.

b. Fasilitator belajar

Guru memberikan kemudahan kepada siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya yaitu dengan menyediakan fasilitas belajar seperti buku penunjang, alat peraga dan alat belajar. Guru juga menyediakan waktu belajar yang cukup kepada semua siswa dan memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah.

c. Moderator belajar atau pengatur arus kegiatan belajar siswa.

(49)

pertanyaan yang diajukan. Guru tidak hanya mengatur jalannya kegiatan melainkan bersama siswa harus menarik kesimpulan atas jawaban sebagai hasil belajar siswa.

d. Motivator belajar

Guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar sebagai pendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar, baik kegiatan individu maupun kelompok. Rangsangan belajar dapat ditumbuhkan dalam diri siswa (intrinsik) maupun dari luar diri siswa (ekstrinsik). Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari kebutuhan siswa untuk belajar, maka yang harus diupayakan guru adalah dengan menumbuhkan kesadaran siswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi dari luar diri siswa yang mempengaruhi siswa untuk belajar. Motivasi ekstrinsik dapat dilakukan guru melalui penghargaan bagi mereka yang berprestasi, pujian dan ancungan jempol yang melakukan kegiatan belajar dengan baik, hukuman atau sanksi bagi siswa yang tidak melakukan kegiatan yang diharapkan.

e. Evaluator

(50)

PEMBELAJARAN PAK DAN HUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN

MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

DI SMP KANISIUS PAKEM, YOGYAKARTA

Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang proses belajar mengajar yang memberikan motivasi siswa untuk belajar dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah terutama Sekolah Menegah Pertama (SMP). Kemudian dilanjutkan dengan penelitian tentang Pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap Motivasi Belajar Siswa dalam PAK untuk menunjukkan bahwa pola Naratif Eksperiensial mempengaruhi motivasi belajar siswa atau tidak. Dalam penelitian penulis menjabarkan hasil penelitian dan pembahasannya. Di samping itu juga penulis mengungkapkan keterbatasan hasil penelitian sebagai batasan yang mampu dicapai penulis dalam penelitian.

A. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Katolik di SMP

(51)

Menurut Nana Sudjana (1989a: 28), belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan siswa yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang dilakukan guru sebagai pengajar.

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan tingkah laku pada individu untuk belajar. Tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari diri individu seperti kemampuan yang dimilikinya, minat dan perhatiannya, kebiasaan, usaha dan motivasi serta faktor-faktor lainnya (Nana Sudjana, 1989a: 5-6).

Minat dan perhatian akan mata pelajaran tertentu membuat siswa mendorong dirinya untuk mempelajarinya. Melalui kebiasaan belajar, siswa akan berusaha untuk mempelajari sendiri tanpa ada dorongan dari luar, sehingga munculah motivasi atau timbul tingkah laku untuk belajar. Namun bagi siswa yang tidak memiliki minat dan perhatian terhadap mata pelajaran tertentu, siswa akan malas untuk belajar ataupun mempelajari pelajaran lainnya maka sering terlihat ada beberapa siswa yang unggul dalam bidang yang disukainya namun rendah dalam bidang lainnya. Maka dari itu diperlukan dorongan dari luar diri siswa yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

(52)

kembali di rumah atau keluarga agar apa yang didapat lebih diperdalam lagi. Lingkungan masyarakat juga mempengaruhi siswa untuk belajar terutama lingkungan tempat tinggal siswa yang pada umumnya orang-orang yang memiliki semangat untuk belajar atau mengenyam pendidikan. Namun dilain pihak, bila siswa tinggal di tempat tinggal yang pada umumnya anak-anak putus sekolah, siswa tidak memiliki keinginan untuk belajar. Masalah yang kecil ini memberikan dorongan kepada kita semua bahwa faktor pendukung untuk memiliki motivasi belajar sangatlah penting terutama di sekolah. Lingkungan sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar-mengajar seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman-teman sekelas, kedisiplinan, peraturan sekolah dan lain-lain (Nana Sudjana, 1989a: 6).

(53)

dan ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa sarana belajar yang disukai siswa yang sesuai dengan taraf dan perkembangannya dalam menyampaikan kurikulum (Semiawan, 1985: 10).

Dalam buku Cara Belajar Siswa Aktif, (Nana Sudjana, 1989: 8) terdapat konsep mengajar:

Konsep mengajar di atas bertitik tolak pada peranan guru bukan sebagai pengajar melainkan sebagai pembimbing belajar, pemimpin belajar atau fasilitator belajar. Dikatakan pembimbing karena dalam proses tersebut guru memberikan bantuan kepada siswa agar siswa itu sendiri yang melakukan kegiatan belajar. Dikatakan pemimpin karena guru yang menentukan kemana kegiatan siswa diarahkan, dan dikatakan fasilitator karena guru harus menyediakan fasilitas setidaknya menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menjadi sumber bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Inti dari proses mengajar adalah menumbuhkan kegiatan siswa belajar sehingga keterpaduan dua konsep ini melahirkan konsep baru yang disebut “proses belajar mengajar”.

Dalam proses belajar mengajar terutama dalam PAK, dibutuhkan interaksi antara guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa lainnya. Interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar tujuan, isi atau bahan, metode dan alat, serta penilaian. Dalam interaksi siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pengajaran melalui bahan pengajaran yang dipelajari oleh siswa dengan menggunakan metode dan alat kemudian dinilai untuk mengetahui ada tidaknya

Proses Mengajar

Proses Belajar Siswa

(54)

perubahan pada diri siswa setelah menyelesaikan proses belajar mengajar. Keberhasilan interaksi antara guru-siswa tergantung pada bentuk komunikasi yang digunakan guru pada saat berinteraksi dengan siswa. Komunikasi yang sesuai yaitu komunikasi sebagai transaksi yang menuntut keaktifan dari siswa (Nana Sudjana, 1989: 9-10).

Pelajaran agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi atau interaksi iman. Komunikasi iman itu mengandung unsur pengetahuan iman, pergumulan iman dan unsur penghayatan iman dalam pelbagai bentuk. Bagi siswa yang beriman katolik dan memiliki pengetahuan mengenai iman katolik, komunikasi iman diharapkan membantu mereka dalam menggumuli dan menghayati hidup beriman. Hidup beriman juga tidak hanya bagi yang beriman katolik melainkan siswa yang beragama lainpun dapat mengkomunikasikan imannya melalui agamanya sendiri. Dengan adanya keterbukaan, pengharapan dan kebebasan dari masing-masing agama maka komunikasi iman antar siswa semakin diperkaya (Jacob, 1992: 9).

(55)

cerita, siswa mampu mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman dalam bentuk cerita pengalaman. Dengan demikian, dalam menyampaikan cerita, dibutuhkan pola yaitu pola yang bersifat Naratif Eksperiensial. Berdasarkan pengertian cerita, pola yang bersifat naratif-eksperiensial adalah pola cerita pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan (eksperiensi) sehari-hari siswa. Dalam pola komunikasi, cerita membantu siswa dalam membuka dan menyapa pengalamannya secara terbuka, tidak memaksa dan tidak mengindoktrinasi sehingga terjadi komunikasi yang menciptakan iklim untuk memperkembangkan kreativitas siswa. Pola komunikasi juga diharapkan dapat membantu dalam penghayatan hidup beriman siswa melalui sharing pengalaman hidup siswa sehari-hari.

(56)

mengenal dan mencintai Yesus Kristus serta menerapkan iman Kristiani dalam hidup sehari-hari (Komkat KWI, 1999: 5-6).

B. Pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap Motivasi Belajar Siswa

dalam Pendidikan Agama Katolik di SMP Kanisius Pakem

Untuk mengetahui motivasi belajar dalam Pendidikan Agama Katolik di SMP Kanisius Pakem, penulis melakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pola Naratif Eksperiensial terhadap motivasi belajar siswa dalam PAK. Penelitian ini diarahkan pada proses belajar mengajar dengan pola Naratif Eksperiensial dalam Pendidikan Agama Katolik. Hasil penelitian kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran nyata yang dialami siswa maupun guru PAK selama proses belajar mengajar PAK berlangsung.

1. Metodologi Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan: 1) Untuk Guru PAK

a) Mengetahui latar belakang tenaga pendidik SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta.

b) Mengetahui proses belajar mengajar di SMP Kanisius Pakem selama mengikuti pelajaran PAK.

(57)

2) Untuk Siswa

a) Mengetahui proses belajar mengajar di SMP Kanisius Pakem dalam pencapaian tujuan PAK.

b) Mengetahui sarana/media dan pola pembelajaran yang digunakan Guru PAK dalam memotivasi belajar siswa.

c) Mengetahui seberapa besar motivasi belajar siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar PAK.

b. Metode Penelitian

Dalam kegiatan penelitian ini penulis menggunakan metode survey. Dalam survey, informasi atau data yang diperoleh melalui keterangan-keterangan kepada responden. Pengertian survey dibatasi pada pengertian survey sampel dimana informasi dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi yang ada (Singarimbun & Sofian Effendi, 1989: 3).

(58)

terkait dalam proses belajar mengajar. Sehingga informasi atau data berupa jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan dengan wawancara dapat langsung tergali dari responden dan nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penelitian ini.

c. Instrumen Penelitian

Instrumen sebagai alat pengumpulan data yang harus dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data empiris apa adanya (Sudjana & Ibrahim, 2004: 97). Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen wawancara yaitu mendapat informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden yaitu guru PAK dan siswa (Irawati dalam Singarimbun, 1989: 192). Instrumen penelitian berguna sebagai sarana memperlancar penelitian agar dapat terlaksana dengan baik dan efisien. Alat yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah MP3 yang dilengkapi dengan record (perekam suara) sebagai alat bantu dalam memperoleh data melalui wawancara.

d. Tempat dan Waktu Penelitian

(59)

satu semester. Pertimbangan lain bahwa di SMP Kanisius Pakem belum ada yang meneliti dengan permasalahan yang sama di sekolah tersebut.

e. Responden Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Purposive Sampling (penentuan sampel secara sengaja) untuk mendapatkan data yaitu responden sampel ditentukan berdasarkan ciri tertentu yang dianggap mempunyai hubungan erat dengan ciri-ciri populasi yaitu guru dan siswa (Hermawan Wasito 1995: 59). Guru yang dijadikan responden adalah seorang guru yang mengajar pelajaran agama dan siswa kelas 7, 8 dan 9. Berdasarkan data kesiswaan tahun terakhir tahun ajaran 2008/2009 siswa SMP Kanisisus Pakem berjumlah 134 orang yang beragama Katolik. Namun dari data di atas penulis hanya mengambil sampel sebanyak 18 orang sebagai responden untuk penelitian. Setiap kelas pararel 2 kelas mewakili 3 orang yaitu 7A berjumlah 3 orang, 7B berjumlah 3 orang, 8A berjumlah 3 orang, 8B berjumlah 3 orang 9A berjumlah 3 orang dan 9B berjumlah 3 orang. Siswa yang diambil sebagai sampel dengan pertimbangan bahwa mereka telah dipilih langsung oleh guru agama karena dianggap mampu memberikan keterangan mewakili siswa-siswi lainnya.

f. Teknik Pengolahan Data

(60)

aspek-aspek tertentu. Menurut Nana Sudjana dan Ibrahim (2004: 128), pengolahan data bertujuan untuk mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut.

Guna mendukung dalam memberikan kesimpulan tersebut peneliti akan mempelajari tulisan-tulisan yang terkait dengan permasalahan data yang ada, dalam hal ini mengenai pengaruh Pola Naratif Eksperiensial terhadap motivasi belajar anak dalam PAK.

g. Variabel Penelitian

(61)

Tabel 1: Variabel yang diungkap untuk Guru PAK (N= 1)

No. Variabel Aspek yang diungkap No. Soal

(1) (2) (3) (4)

1 Latar Belakang Pendidikan Guru PAK

Mengajar sesuai dengan bidang 1

2 Peranan Guru PAK dalam Mengajar

a. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar

b. Sarana/media dan pola pembelajaran yang digunakan dalam mengajar PAK c. Kendala-kendala dalam proses belajar

mengajar

a. Cara mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar

b. Keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar

c. Keterlibatan siswa dengan teman sekelas dalam proses belajar mengajar

5

6

7

2) Variabel wawancara untuk Siswa

Tabel 2: Variabel yang diungkap untuk Siswa (N= 18)

No. Variabel Aspek yang diungkap No. Soal

(1) (2) (3) (4)

1 Tujuan PAK a. Kesan mengikuti PAK b. Manfaat mengikuti PAK

c. Saran agar pelajaran PAK lebih menarik

1

a. Cara mengajar Guru PAK

b. Sarana/media yang digunakan oleh Guru PAK

4

(62)

(1) (2) (3) (4)

c. Tanggapan dengan cara mengajar Guru PAK

d. Paham akan materi yang disampaikan oleh Guru PAK

6

7 3 Situasi dalam

Proses Belajar Mengajar PAK

a. Pendukung proses belajar mengajar PAK b. Penghambat proses belajar mengajar PAK c. Minat mengikuti proses belajar mengajar

PAK

8 9

10

2. Hasil Penelitian

Pada bagian ini, hasil wawancara merupakan jawaban dari masing-masing responden. Peneliti akan menuliskan hasil penelitian yang dilakukan 2 kali yaitu tanggal 22 Mei 2009 dan 1 Juni 2009. Tanggal 22 Mei 2009 mewawancarai Guru PAK dan siswa. Namun dikarenakan ada perbaikan dengan jumlah responden maka wawancara dengan siswa diulang kembali pada tanggal 1 Juni 2009 yang bertempat di SMP Kanisius Pakem, Yogyakarta. Adapun responden yang dipilih oleh peneliti adalah siswa-siswi kelas 7, 8 dan 9 Periode 2008/2009. Peneliti memperoleh data penelitian melalui metode wawancara. Data hasil wawancara diperoleh dari hasil wawancara 18 siswa sebagai responden.

a. Hasil Wawancara dengan Guru PAK

(63)

Tabel 3: Latar Belakang Pendidikan Guru PAK (N=1)

No.

Soal

Pernyataan Jawaban

(1) (2) (3)

1 Mengajar sesuai bidang Saya mengajar sesuai dengan bidang saya. Saya tidak hanya mengajar di SMP ini, saya pernah mengajar di SD Pahoman Tanjung Karang selama 8 tahun dan SMP Kanisius

Tabel 4: Peranan Guru PAK dalam Mengajar (N=1)

No. Soal

Pernyataan Jawaban

(1) (2) (3)

2 Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar

Kami di dalam kelas mengasuh dalam persiapan, dengan menggunakan cerita, tanya jawab, diskusi kelompok, menyanyi, atau tambahan sedikit dengan sharing

3 Sarana, dan pola pembelajaran yang

digunakan dalam mengajar PAK

Sarana/alatnya memakai gambar, CD tapi jarang dan itu kalau kebetulan sesuai dengan pelajaran. Saya sering menggunakan pola naratif ekperiensial disesuaikan dengan mata pelajaran saat itu untuk interaksi, tanya jawab dengan siswa.

7 Kendala-kendala yang dialami dalam proses belajar mengajar

(64)

(1) (2) (3)

kemudian saya menanyakan dengan baik agar tidak menyinggung dan memberikan solusi seperti mengganti rokok dengan permen.

Tabel 5: Usaha Mengaktifkan Proses Belajar Mengajar (N=1)

No. Soal

Pernyataan Jawaban

(1) (2) (3)

4 Cara mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar

Memberikan suatu pertanyaan dan tugas baik dalam kelas maupun di rumah

5 Keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar

Sebagian besar anak-anak senang dengan agama. Namun ada anak-anak tertentu yang mengganggu karena tidak senang agama. Mereka suka ngomong sendiri.

6 Keterlibatan siswa dengan teman sekelas dalam proses belajar mengajar

Anak-anak terlibat dalam belajar mengajar. Namun ada beberapa siswa yang tidak ikut terlibat untuk diskusi tetapi dia menjawab dengan jawaban sendiri.

b. Hasil Wawancara dengan Siswa

(65)

Tabel 6: Peranan Guru PAK dalam Mengajar (N=18)

No,

Soal

Pernyataan Jawaban Jumlah Prosen

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Cara mengajar Guru PAK

Pembukaan, penampilan cerita kehidupan, penampilan cerita Kitab Suci jarang, pengolaha cerita, sharing, pembahasan contoh praktek hidup sehari-hari, penutup.

Berdoa, pembahasan materi, pertanyaan, pembahasan soal, tanya jawab dan penutup.

Pembukaan, pendalaman Kitab Suci, memberi soal, dikumpul dan

Buku pelajaran dan film Buku pelajaran dan cerita Buku pelajaran dan KS Buku pelajaran

CD film

Buku pelajaran, cerita dan KS Kitab Suci dan cerita

Positif: Baik / menarik Negatif:

Kurang tegas

Membosankan / kurang menarik Kadang-kadang keluar konteks Supaya dijelaskan lagi

(66)

(1) (2) (3) (4) (5)

4 Paham akan materi yang disampaikan Guru PAK

Memahami

Kadang-kadang memahami disesuaikan suasana kelas yang ramai dan mood

Sedikit memahami

7

8 3

38,89%

44,45% 16,67%

Berdasarkan cara mengajar guru, 66,67% siswa berpendapat bahwa cara mengajar guru bertolak pada penampilan cerita kehidupan atau penampilan cerita Kitab Suci, pengolahan cerita, sharing dan pembahasan contoh praktek hidup sehari-hari sedangkan 5,56% siswa berpendapat lebih pada cara mengajar guru yang berpusat pada pendalaman Kitab Suci dan memberi soal. Cara mengajar guru yang mendapat tanggapan paling besar ternyata memberikan pengaruh negatif terhadap 38,89% siswa. Mereka merasa bosan dengan cara guru mengajar karena cara mengajar guru dalam menyampaikan cerita hanya dibacakan saja dan tidak menggunakan cara lain. Sedangkan tanggapan positif dari 33,33% siswa berpendapat bahwa cara mengajar guru sudah baik dan menarik karena sarana yang digunakan guru PAK menurut 27,78% siswa adalah buku pelajaran dan Kitab Suci saja dan buku pelajaran saja atau Kitab Suci dan cerita berdasarkan tanggapan 5,56% siswa. Dengan demikian 44.45% siswa kadang-kadang memahami akan materi yang disampaikan guru PAK dan 16,67% siswa lebih sedikit bemahami materi karena disesuaikan dengan keadaan kelas dan mood.

(67)

Tabel 7: Tujuan PAK (N=18)

No.

Soal

Pernyataan Jawaban Jumlah Prosen

(1) (2) (3) (4) (5)

5 Kesan mengikuti PAK

Positif: menyenangkan, menarik, mendapat kesempatan Negatif: membosankan karena guru kurang tegas

Kadang Senang dan membosankan

14

Iman semakin bertambah Menambah wawasan

Menghargai pendapat orang lain Membantu mengatasi masalah Dapat diterapkan dalam hidup sehari-hari

Cerita dan nonton film Game dan hadiah

Penambahan fasilitas/sarana Diselingi berbagai macam sarana Sharing diperbanyak

Suasana kelas yang mendukung Menyediakan waktu bagi siswa Penjelasan yang maksimal Belajar diluar kelas

5

(68)

agama dapat membantu mengatasi masalah. Saran dari 33,33% siswa lebih memilih pada penambahan fasilitas atau sarana, sedangkan 5,56% siswa lebih memilih saran agar pelajaran PAK menarik seperti adanya game dan hadiah, diselingi berbagai macam sarana, sharing diperbanyak suasana yang mendukung, menyediakan waktu bagi siswa, penjelasan yang maksimal dan belajar di luar kelas.

Adapun hasil tentang pendukung, penghambat dan minat dalam proses belajar mengajar tertera pada tabel berikut:

Tabel 8: Situasi dalam Proses Belajar Mengajar PAK (N=18)

No Soal

Pernyataan Jawaban Jumlah Prosen

(1) (2) (3) (4) (5)

8 Pendukung dalam proses belajar

mengajar PAK

Tidak ada yang mendukung Kerjasama

Faktor dari dalam diri sendiri, niat/mood

Pencapaian nilai/ membahas ulangan Cara mengajar guru PAK

Ketenangan / suasana kelas Fasilitas mendukung

1 Faktor dari dalam diri sendiri

Tidak ada yang menghambat Suasana kelas dan guru kurang

tegas

Kurang berminat (60-69%) Cukup berminat (70-79%) Berminat (80-89%)

Sangat berminat (90-100%)

(69)

Ketenangan atau suasana kelas mendapat perhatian dari 38,89% siswa dalam memilih pendukung proses belajar mengajar dan 5,56% siswa memilih tidak ada pendukung, kerjasama, cara mengajar guru PAK dan fasilitas. Sedangkan 66,67% siswa memilih ketenangan atau suasana kelas sebagai penghambat proses belajar mengajar dan 5,56% siswa memilih tidak ada yang menghambat dalam proses belajar mengajar. Sehingga 61,11% siswa merasa cukup berminat (70-79%) mengikuti proses belajar mengajar PAK dan 11,11% siswa merasa berminat (80-89%) dan sangat berminat (90-100%) mengikuti proses belajar mengajar PAK.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berikut ini merupakan pembahasan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti melalui metode wawancara yakni guru PAK dan siswa-siswi SMP Kanisius Pakem kelas 7, 8 dan 9 Periode 2008/2009 yang dimulai tanggal 22 Mei 2009 dan 1 Juni 2009.

1. Pembahasan Hasil Penelitian

a. Wawancara dengan Guru PAK

(70)

Dalam setiap proses belajar mengajar, beliau selalu membuat persiapan untuk mengajar dengan metode yang digunakan yaitu bercerita (cerita KS/rakyat), tanya jawab, diskusi kelompok, menyanyi, atau tambahan sedikit dengan sharing pengalaman (lihat tabel 4: 2). Guru PAK sudah dapat menggunakan cerita dengan baik dan menggunakan buku tidak hanya buku pegangan saja melainkan buku penunjang lainnya yang mendukung proses belajar mengajar yaitu buku PAK dan Pendidikan Religiositas. Dengan demikian peranan guru sesuai dengan apa yang diharapkan Nana Sudjana (1989a: 32-35) dalam proses belajar mengajar yakni peranan guru sebagai pemimpin belajar. Guru merencanakan belajar dengan menentukan tujuan belajar siswa, apa yang dilakukan siswa dan sumber bahan apa yang disediakan, serta mengorganisasi dengan menentukan dan mengarahkan bagaimana cara siswa melakukan kegiatan belajar, mengatur lingkungan belajar siswa, mengoptimalkan sumber-sumber belajar dan mendorong motivasi belajar siswa.

Gambar

Tabel 2: Variabel yang diungkap untuk Siswa (N= 18)
Tabel 3: Latar Belakang Pendidikan Guru PAK (N=1)
Tabel 5: Usaha Mengaktifkan Proses Belajar Mengajar (N=1)
Tabel 7: Tujuan PAK (N=18)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dari hasil yang telah diteliti, bahwa pola asuh demokratis orang tua memiliki pengaruh yang sedang terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama

PENGARUH KREATIVITAS GURU DALAM PROSES BELAJAR- MENGAJAR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI DAN XII PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SMA SANG

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) dan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta melalui penerapan model pembelajaran

Skripsi ini berjudul PENGARUH KREATIVITAS GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI DAN XII PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA

Perilaku siswa dalam melaksanakan metode Pembelajaran Umpan Balik terhadap Peningkatan motivasi belajar siswa, selama pembelajaran pendidikan Agama Islam

Hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah dan salah satu guru motivasi belajar siswa bervariasi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pola

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola asuh orang tua, megkaji motivasi belajar Al-Quran, serta menganalisis bagaimana Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap