HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET
TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-
QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA
CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
AFIF FATIMATUZ ZAHRO
111-12-105
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
iii
HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET
TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-
QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA
CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
AFIF FATIMATUZ ZAHRO
111-12-105
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
ساَّنِل ْمُهُعَفْنَأ ِساَّنلا ُرْيَخ
Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. (HR. Bukhari Muslim)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak (Makmun) Ibu (Mianah) Mamak (Mardiyah) sebagai wujud baktiku padanya, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan doanya untukku, semoga beliau diberikan panjang umur dan kesehatan.
2. Saudara-saudaraku (dek nail, iin) yang selalu mendukungku dan memberiku semangat.
3. Pakde Rahman, om Ridwan, bulek titik yang telah membantu memfasilitasi kebutuhan kuliah dan selalu mendoakanku.
4. Abang Abdul Mutholib yang selalu mendukungku dan setia menemaniku, menyemangatiku dan mendoakanku.
5. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaikho selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha yang selalu mendoakanku.
viii
7. Keluarga kecil di PPTQ Al-Muntaha (Kak Kenul, Dek Curun, Okta, Hana, Afni, Ncus). Yang telah menemani suka duka, tetap dalam semangat napas perjuangan
8. Santri Tahfidz di PPTQ Al-Muntaha yang telah memperlancar dalam penulisan skripsi ini
9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 IAIN Salatiga.
ix
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا الله مسب
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi
muhammad saw.
Merupakan kebahagiaan bagi penulis yang telah menyelesaikan skripsi dengan judul “HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-QURAN DI PONDOK
PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015”.
Sebagai manusia yang serba kekurangan, penulis sadar bahwa skripsi ini
merupakan tugas yang tidak mudah dan tidak akan terlaksana tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
yang telah memberikan kesempatan serta saran yang membangun kepada
penulis
4. Bapak M. Hafidz, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
5. Ibu Peni Susapti M.Si. selaku pembimbing akademik penulis yang dengan
kesabarannya, membimbing penulis dari waktu ke waktu
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan
xi
ABSTRAK
Zahro, Afif Fatimatuz. 2016. “Hubungan Intensitas Penggunaan Gadget terhadap Kedisiplinan Menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015”. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Muh Hafidz, M. Ag
Kata Kunci :Hubungan Intensitas, Penggunaan Gadget, Kedisiplinan Menghafal al-Qur’an.
Gadget merupakan alat yang sangat berkembang pada saat ini, yang dapat igunakan untuk berkomunikasi, mencari informasi, media belajar ataupun media hiburan. Pondok pesantren Al-Muntaha merupakan pondok pesantren modern yang santri boleh menggunakan gadget. Dengan begitu santri menggunakan gadget untuk menunjang hafalannya atau untuk hiburan saja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1). Intensitas pengunaan gadget di Pondok Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015. 2). Tingkat kedisiplinan menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al -Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015. 3). Adakah hubungan intensitas penggunaan gadget terhadap kedisiplinan menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.
Metode Penelitian yang digunakan penelitian kuantitatif, menggunakan metode penggumpulan data berupa angket dan metode dokumentasi, menggunakan analisis prosentase dan product moment.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN KEASLIAN TULISAN... vi
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ASBTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
xiii
E. Manfaat Penelitian ... 5
F. Definisi Operasional... 6
G. Metode Penelitian... 9
H. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Intensitas Penggunaan Gadget 1. Pengertian Intensitas Penggunaan Gadget ... 17
2. Fasilitas dalam Gadget ... 18
3. Tujuan Penggunakan Gadget ... 19
4. Manfaaat dan Dampak Menggunakan Gadget ... 19
5. Waktu Menggunakan Gadget ... 21
B. Kedisiplinan Menghafal al-Quran 1. Pengertian Kedisiplinan ... 22
2. Fungsi disiplin ... 26
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin ... 32
4. Bentuk-bentuk kedisiplinan menghafal al-Quran ... 34
5. Syarat-syarat menghafal al-Quran... 40
C. Hubungan Intensitas Penggunaan Gadget Terhadap Kedisiplinan Menghafal al-Quran ... 42
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Subyjek Penelitian ... 48
xiv BAB VI ANALISIS DATA
A. Analisis Pertama... 58
B. Analisis Kedua ... 65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP DOKUMENTASI
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Variabel, Indikator, dan Butir soal angket ... 13Tabel 3.1 Daftar nama responden pondok al-Muntaha ... 53
Tabel 3.2 Jawaban angket penggunaan gadget ... 55
Tabel 3.3 Jawaban angket kedisiplinan menghafal al-Quran... 56
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi jawaban penggunaan gadget ... 59
Tabel 4.2 Jawaban angket penggunaan gadget ... 59
Tabel 4.3 Prosentase penggunaan gadget ... 61
xv
Tabel 4.5 Daftar nilai kedisiplinan menghafal al-Quran ... 63
Tabel 4.6 Prosentase kedisiplinan menghafal al-Quran ... 65
Tabel 4.7 Product moment ... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Penggunaan Gadget
Lampiran 2 Angket Kedisiplinan Menghafal al-Quran
Lampiran 3 Nota Pembimbing
Lampiran 3 Surat Pengantar Lembaga
Lampiran 4 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 5 Lembar Konsultasi
Lampiran 6 Lembar SKK
Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup Penulis
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era global sekarang ini, teknologi sangat berpengaruh dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satunya yang semakin berkembang saat ini
adalah media elektronik. Berbagai macam media elektronik diantaranya
adalah telivisi, komputer, handhpone, radio, dan mesin fotokopi. Media
elektronik tersebut diciptakan untuk mempermudah kegiatan sehari-hari serta
memperoleh berbagai media informasi.
Media yang sangat berpengaruh pada masa sekarang ini adalah gadget,
karena dengan gadget dapat digunakan sebagai alat komunikasi, memperoleh
informasi, media belajar serta media hiburan. Gadget merupakan alat
komunikasi yang sangat membantu sebagai sarana informasi (Hidayat,
2012:197).
Kemajuan teknologi yang semakin canggih pada masa sekarang ini
membuat gadget dengan berbagai jenis dan fitur yang menarik seperti BBM,
Instagram, Facebook, Watshap dll. Gadget yang dahulu merupakan barang
mewah dan hanya dimiliki oleh orang-orang dengan tingkat ekonomi ke atas,
sekarang setiap orang dapat memilikinya sampai pada masyarakat kelas
bawah mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, hampir diseluruh lapisan
masyarakat telah menggunakan gadget.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama islam yang
2
santri-santri yang sepenuhnya barada dibawah leadership seorang atau
beberapa kiyai dengan ciri khas dengan kharismatis serta independen dalam
segala hal (Arifin, 1995:240).
Pondok pesantren terbagi menjadi dua yaitu pondok pesantren
tradisional dan nontradisional (medern). Pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam ada yang masih bersifat nonfomal dengan corak tradisional.
Dan adapula yang bersifat formal dengan corak modern dalam metode dan
sistem (Sasono, 1998:125). Dipondok pesantren tradisional (salaf) hampir
tidak ada santri yang membawa media komunikasi, apalagi jika pesantren
tersebut mayoritas santrinya hanya nyantri saja dan tidak sambil sekolah.
Sedangkan di pondok modern yang santrinya tidak hanya nyantri saja tetapi
juga sekolah (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi) kemungkinan santri
diperbolehkan membawa gadget. Pondok pesantren al-Muntaha Cebongan
Salatiga merupakan pondok pesantren modern yang mana santri tidak hanya
nyantri saja akan tetapi santri juga bersekolah dengan begitu santria
diperbolehkan membawa gadget untuk mempermudah kegiatan
pembelajarannya di sekolah dan di pesantren.
Disiplin ilmu yang dipelajari di pondok pesantren bermacam-macam.
Ada yang pondok pesantren yang khusus mengaji al-Quran yang biasa
disebut pesantren Tahfidz, seperti pondok pesantren al-Muntaha yang
mayoritas santrinya menghafalkan al-Quran, masing-masing mempunyai
3
baik hafalannya. Kualitas hafalan santri dapat dilihat dari tingkat bacaan,
kefasihan dan kelancaran bacaan al-Quran.
Untuk mendapatakan kualitas hafalan al-Quran banyak cara yang bisa
dilakukan pada zaman sekarang ini. Salah satunya dengan memanfaatkan
kemajua teknologi, diantara menggunakan media gadget. Gadget memiliki
berbagai fitur dan desain yang menarik serta bisa dikses dimana saja dan
kapan saja ketika kita butuhkan. Disadari atau tidak, teknologi telah merubah
pemikiran dan gaya hidup seseorang. Gadget memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam menghafal al-Quran. Kelebihan gadget dalam menghafal
al-Quran diantaranya yakni dapat digunakan untuk membuka al-Quran
digital sebagai media membuka ayat-ayat al-Quran sehingga dapat
membacanya kapan saja dibutuhkan, dan juga dapat digunakan untuk
mendengarkan ayat-ayat al-Quran agar dapat mengingat ayat yang telah
dihafal serta mempelajari makhrojnya. Sedangkan kekurangan gadget dalam
menghafal al-Quran diantaranya adalah mengurangi waktu bermuroja’ah dan
membuat hafalan baru, mengganggu konsentrasi menghafal, menurunkan
kualitas hafalan, dan menciptakan sifat malas.
Orang yang menghafal al-Quran lebih cenderung membutuhkan waktu
yang lebih banyak untuk muroja’ah atau mengulang-ngulang hafalannya.
Sedangkan orang yang memegang atau menggunakan gadget hatinya akan
cenderung berkeinginan untuk menggunakan aplikasi yang ada didalamnya,
4
mengurangi jumlah waktu kegiatan aktifitasnya yang diantaranya adalah
menghafal al-Quran(Ash-Shiddieqy, 2009:78).
Dari latar belakang masalah tersebut peneliti akan meneliti tentang
“HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET TERHADAP
KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-QURAN DI PONDOK
PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman Intensitas Penggunaan Gadget di Pondok Pesantren
Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015?
2. Bagaimana tingkat kedisiplinanan Menghafal Al-Quran di Pondok
Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015?
3. Adakah hubungan intensitas penggunaan gadget terhadap kedisiplinan
menghafal Al-Quran di pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan
Salatiga Tahun 2015?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan penulis capai sesuai dengan
rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana intensitas pengunaan gadget di Pondok
Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kedisiplinan menghafal Al-Quran
5
3. Untuk mengetahui adakah hubungan intensitas penggunaan gadget
terhadap kedisiplinan menghafal Quran di Pondok Pesantren
Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.
D. Hipotetis Penelitian
Hipotesis merupakansuatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
(Arikunto, 2010:110)
Jadi dapat penulis simpulkan hipotetis adalah jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih perlu diuji terus secara
empiris.
Adapun hipotetis dalam penelitian ini adalah: ada hubungan intensitas
penggunaan gadget terhadap kedisiplinan menghafal Al-Quran di pondok
pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
pondok pesantren Tahfidzul Al-Quran yang modern, yang intensitas
santrinya menggunakan gadget dalam kedisiplinannya untuk menghafal
Al-Quran. Agar santri tidak terlena dan bisa membagi waktu dengan baik
6 2. Praktis
Jika ternyata ada pengaruh, hal ini berarti bagi lembaga pondok
pesantren tahfidzul Qur’an yang modern khususnya di pondok pesantren
Al-Muntaha Cebongan Salatiga tentang dampak intensitas penggunaan
gadget terhadap kedisiplinan menghafal Al-Quran, bagaimanapun gadget
banyak negatifnya, karena tanpa disadari manusia terlena dengan
kecanggihan gadget.
Dan untuk mengingatkan para penghafal Al-Quran untuk tetap
berada di jalannya, dalam artian fokus dengan hafalan tanpa harus terlena
dengan semua fasilitas yang di sediakan karena itu hanyalah merupakan
ujian.
F. Definisi Operasioanal
Untuk menghindari salah tafsir dan agar mendapatkan kejelasan
tentang judul penelitian diatas, kiranya penulis perlu memberikan batasan dan
penjelasan mengenai istilah yang terdapat dalam judul diatas yaitu:
1. Hubungan Intensitas penggunaan Gadget
Intensitas, Kata intensitas berasal dari bahasa inggris yaitu intense
yang berarti semangat, giat (Echols, 1993:326) Intensitas adalah keadaan
tingkatan atau ukuran intensnya (Departemen Pendidikan Nasional,
2001:438)
Intensitas menurut (Poerwadarminto, 1978:437) ialah ukuran
kekuatan keadaan tingkatan sesorang. Tolak ukur yang kemudian
7
kegiatan. Dalam aspek-aspek tertentu intensitas seseorang dapat bernilai
positif dan negatif.
Handphone atau gadget adalah peranti (alat) untuk komunikasi
lisan atau jarak jauh, yang terdiri dari komponen pemancar dan penerima
pada tiap peranti masing-masing dipihak komunikator dan dipihak
komunikan (Alex, 1994: 630-631) sedangkan handphone atau gadge
adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai
kemampuan dasar yang sama telephone konvesional saluran tetap,
namun dapat dibawa kemana-mana dan tidak perlu disambungkan
dengan jaringan telephone menggunakan kabel.
Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan
intensitas penggunaan gadget yaitu tingkat keseringan seseorang dalam
menggunakan serta memanfaatkan media gadget dalam menunjang dan
memenuhi aktivitas kesehariannya agar lebih fleksibel, efesien, dan
berkualitas.
2. Kedisiplinan Menghafal Al-Quran
Disiplin berasal dari kata latin Discere yang berarti belajar. Dari
kata ini timbul kata Disiplin yang berarti pengajaran atau pelatihan.
Disiplin merupakan titik pusat dalam pendidikan, tanpa disiplin tidak
akan ada kesempatan anatara pengajar dan santri dan hasil pelajaran pun
8
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Disiplin adalah tunduk dan
mengikuti peraturan tertentu dan menjahui larangan tertentu (Rohani,
2004:134).
Disiplin diartikan dengan tata tertib dan ketaatan atau kepatuhan
terhadap peraturan atau tata tertib (Wiyanti, 2013:159).
Dan menurut peneliti kedisiplinan adalah kemampuan dari
seorang guru untuk menanamkan kedisiplinan baik kepada diri sendiri
maupun kepada santri (Asmani, 2009:94).
Jadi disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti
peraturan atau tata tertib karena didorong adanya kesadaran yang ada
pada kata hatinya.
Menghafal adalah dapat mengingat sesuatu dengan mudah dan
mengucapkannya di luar kepala, telah masuk dalam ingatan yang
berhubungan dengan pelajaran (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
2007:341).
Al-Quran adalah kalam Allah yang bernialai mu’jizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat
Jibril (Mustamir, 2007:7).
Sedangkan Menghafal Al-Quran adalah suatu perbuatan
membaca, melafalkan secara teru menerus sehingga menjadi hafal dan
menjadi kebiasaan serta menyimpan hafalan Al-Quran di dalam dada
9
Berdasarkan definisi di atas yang di maksud kedisiplinan
menghafal Al-Quran yaitu tingkat kesungguhan dan keseringan dalam
menghafal Al-Quran.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah ajaran mengenai metode-metode yang
digunakan dalam proses penelitian (Kartono, 1990:20). Metode penelitian
merupakan pisau bedah untuk mengetahui permasalahan yang diajukan dalam
penelitian (Maslikhah, 2013:318). Dalam penelitian ini, penulis akan
menggunakan metodologi yang akan penulis jabarkan seperti dibawah ini:
1. Pendekatan dan Rancanagan Penelitian
Penelitian berjudul hubungan intensitas penggunaan gadget
terhadap kedisiplinan menghafal al-Quran Cebongan Salatiga Tahun
2015 ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional, artinya
peneliti mengumpulkan data dengan mengadakan survei lapangan
kemudian dicari hubungan antar variabel. Dilihat dari jenisnya, penelitian
yang peneliti angkat termasuk jenis penelitian korelasional yang sifatnya
melukiskan hubungan yang terdapat antara variabel bebas berupa
intensitas penggunaan gadget (X) dengan variabel terikat yaitu
10 2. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di pondok pesantren Al-Muntaha
Argomulyo, Cebongan, Salatiga dan penelitian akan dilaksanakan mulai
pada tanggal 12 April 2016 sampai selesei mendapatkan data.
3. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulnnya (Sugiyono, 2010:61). Populasi dalam penelitian ini adalah
para santri yang menghafal Al-Quran di pondok pesantren Al-Muntaha
Cebongan Salatiga Tahun 2015, yang berjumlah 31 santri. Rancangan
penelitian non eksperimen.
4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu yang sangat penting di
dalam pelaksanaan suatu pendidikan. Teknik pengumpulan data adalah
yang dipakai untuk mengungkapkan data yang diperlukan dalam
penelitian agar mendapat data yang relevan dan sesuai kebutuhan.
Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat maka akan
mendapatkan data yang relevan dan akan menghasilkan penelitian yang
berkualitas baik.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai
Intensitas Penggunaan Gadget dan kedisiplinan Menghafal al-Quran
11 a. Metode Angket
Menurut Sukardi (2009:76) yaitu beberapa macam pertanyaan
yang berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak
dipecahkan, disusun, dan disebarkan kepada responden untuk
memperoleh informasi di lapangan.
Metode Angket digunakan untuk memperoleh informasi
tentang intensitas penggunaan gadget serta kedisiplinan menghafal
Al-Quran di pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga
Tahun 2015.
b. Metode Dokumentasi
Dengan metode dokumentasi peneliti dimungkinkan
memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau
dokumen yang ada pada responden atau tempat dimana responden
bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinaya (Sukardi,
2009:81).
Metode ini digunakan untuk memperkuat data yang telah
diperoleh setelah melakukan metode observasi tak langsung, serta
untuk memperoleh data mengenai gambaran umum tentang
intensitas penggunaan gadget dan kedisiplinan menghafal Al-Quran
di pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data penelitian adalah alat atau fasilitas
12
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih
cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Suharsini,
2010:203).
Ada dua instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu instrumen intensitas penggunaan gadget dan
kedisiplinan menghafal Al-Quran tahun 2015. Kedua instrumen tersebut
disusun penulis dibatasi dengan indikator-indikator yang dijabarkan
melalui angket, seperti penulis susun dibawah ini:
a. Variabel Independent (X) Intensitas penggunaan gadget dengan
indikator:
1) Tujuan penggunaan gadget (Warsita, 2008:49)
2) Waktu penggunaan gadget (Abrar, 2003:146)
3) Pemanfaatan gadget (Liliweri, 2011:851)
b. Variabel Dependent (Y) kedisiplinan Menghafal Al-Quran dengan
indikator:
1) Stategi dalam menghafalAl-Quran (Wafa, 2013:81)
2) Memantapkan hafalan dalam ingatan (Wafa, 2013:84)
3) Minat dalam diri kita (Hafidz, 1994:77)
4) Muroja’ah (Wafa, 2013:85)
5) Motivasi yang tinggi (Wafa, 2013:150)
Dari pejelasannn mnegeai idikator-idikator pada variabnel itesitas
13
selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan butir-butir
pertanyaan pada angket sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Variabel, Indikator, dan butir soal Angket
Variabel Indikator Butir soal
Angket Intensitas
penggunaan gadget (X1)
1. Aktif bermain gadget Soal no. 1,2,3,4,5 dan 6
2. Pemanfaatan gadget Soal no. 7,8,9,10,11,12, dan 13
3. Durasi menggunakan gadget Soal no. 14 dan 15
Kedisiplinan Menghafal al-Quran ((X2)
1. Strategi dalam menghafal al-Quran Soal no. 1 dan 2 2. Memantapkan hafalan dalam
ingatan
5. Motivasi yang tinggi Soal no. 13,14,dan 15
6. Analisis Data
Setelah data terkumpul maka langsung selanjutnya yang harus
ditempuh yaitu analisis data. Analisis data ini dimaksudkan untuk
mengetahui permasalahan-permasalahan dalam penelitian yang kemudian
dapat diinformasikan lebih lanjut sebagai hasil penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya atau kevalidtannya.
Dalam menganalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan
14 a. Analisis Deskriptif
Data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan,
kemudian di analisis pendahuluan. Dalam hal ini penulis
menggunakan berbagai macam metode untuk mendapatkan semua
data yang dibutuhkan. Selanjutnya mengklasifikasi dan menganalisis
sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas situasi objek yang
penulis teliti.
Setelah data terkumpul, maka diberi kriteria dan diberi
tabulasi dalam bentuk tabel prosentase. Untuk menganalisis ini,
penulis menggunakan rumus :
P = 𝐹
𝑁 x 100%
Keterangan:
P =Prosentase
N =Jumlah Populasi
F =Frekuensi (Sugiyono, 2010:228)
100% : Bilangan Konstanta
Rumus diatas digunakan untuk menjawab rumusan masalah
latar belakang intensitas penggunaan gadget dan kedisiplinan
menghafal Al-Quran.
b. Analisi Product Moment
Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah analisis
15
Untuk mencari ada tidaknya intensitas penggunaan gadget
terhadap kedisiplinan menghafal Al-Quran. Penulis menggunakan
korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut:
𝑟𝑥𝑦 =
𝑋𝑌 −( 𝑋) ( 𝑌) 𝑁
{ 𝑋2−( 𝑋2)
𝑁 } { 𝑌2− ( 𝑌2)
𝑁 }
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara X dan Y
X = variabel pengaruh
Y = variabel terpengaruh
N = jumlah responden
Digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Adakah
intensitas penggunaan gedget terhadap kedisiplinan menghafal
Al-Quran.
H. Sistematika Penelitian
Dalam memberikan gambaran umum mengenai isi penelitian skripsi
ini, perlu dikemukakan garis besar pembahsan melalui sistematika skripsi.
Adapun skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Yang pertama. Pendahuluan, meliputi : judul, abstrak, pernyataan,
nota pembimbing, kata pengantar, motto, persembahan, daftar isi, daftar
16
Yang kedua. Bagian isi, meliputi: Bab I Pendahuluan, berisi : Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Definisi
Operasional, dan Metode Penelitian.
Yang ketiga. Bab II Kajian Pustaka, berisi :
1) Intensitas Penggunaan Gadget, meliputi pengertian intensitas penggunaan
gadget, fasilitas penggunaan gadget, tujuan penggunaan gadget,
manfaat dan dampak menggunakan gadget, waktu menggunakan
gadget.
2) Kedisiplinan Menghafal Al-Quran, meliputi pengertian disiplin,
pengertian menghafal Al-Quran, fungsi disiplin, macam-macam disiplin,
faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin, bentuk-bentuk kedisiplinan,
syarat-syarat menghafal al-Quran dan tahap-tahap hafalan.
3) Hubungan Intensitas penggunaan gadget terhadap kedisipliana menghafal
al-Quran
Yang keempat. Bab III Hasil Penelitian, meliputi : Gambaran Umum
Lokasi, Subjek Penelitian dan Penyajian Data.
Yang kelima. Bab IV analisis data penelitian
1) Analisis Deskriptif
2) Pengujian Hipotesis
17 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Intensitas Penggunaan Gadget
1. Pengertian Intensitas Penggunaan Gadget
Intensitas berarti kemampuan/kekuatan/gigih tidaknya kehebatan
(Alex, 1994:255). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
intensitas merupakan keadaan tingkatan atau ukuran intensitasnya (Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007:556). Yakni banyaknya, seringnya,
atau tingkat kesungguhannya dalam melakukan suatu usaha.
Kata penggunaan berasal dari kata guna mendapat imbuhan peng-
dan akhiran –an yang berarti menggunakan (alat/perkakas), mengambil
manfaatnya, melakukan sesuatu dengan tidak boleh menggunakan
kekerasa (Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:466).
Gadget/ Telephone adalah peranti (alat) untuk komunikasi lisan
jarak jauh, yang terdiri dari komponen pemancar dan penerima pada tiap
peranti masing-masing di pihak komunikator dan di pihak komunikan
(Alex, 1994:630-631). Sedangkan Gadget atau Telephone genggam
adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai
kemampuan dasar yang sama dengan telephone konvensional saluran
tetap, namun dapat dibawa ke mana-mana dan tidak perlu disambungkan
dengan jaringan telephone menggunakan kabel.
Jadi intensitas menggunakan gadget adalah tingkat keseringan
18
menunjang dan memenuhi aktivitas kesehariannya agar lebih fleksibel,
efesien, dan berkualitas.
2. Fasilitas dalam Gadget
Kehadiran gadget yang awalnya ditunjukkan untuk kepentingan
bisnis, perlahan mulai bergeser ke arah gaya hidup. Terbukti dengan
ditanamkannya fitur-fitur hiburan seperti memutar file multimedia
(audio/video), internet, BBM, Facebook, Line. Disamping berfungsi
sebagai alat komunikasi yang personal, gadget juga berpotensi sebagai
sarana bisnis yang efektif. Menurut Rina Fiati dalam buku Akses Internet
Via Ponsel, ponsel sangat bervariasi tergantung pada modelnya, yang
seiring dengan perkembangan teknologi mempunyai fungsi-fungsi antara
lain: Penyimpanan informasi, Pembuatan daftar pekerjaan atau
perencanaan kerja, Alat perhitungan (kalkulator), Pengiriman atau
penerimaan e-mail, Permainan (games), Integrasi ke peralatan lain seperti
PDA, MP3, Chatingan dan Browsing internet, Video (Fiati, 2005: 18).
Seiring berkembangnya zaman yang semakin maju, di dalam
gadget terdapat fitur/ fasilitas yang menarik seperti; MP3/MP4 yang
berisikan musik maupun murattal, Video musik dan juga Al-Quran digial
yang dapat dijadikan sebagai media penunjang dalam pendidikan ataupun
menghafal al-Quran. Jadi gadget bukan saja sebagai alat komunikasi
tetapi juga kegiatan yang bersifat fun (bersenang-senang) dan kegiatan
19 3. Tujuan Penggunakan Gadget
Ada berbagai tujuan seseorang menggunakan gadget. Diantaranya
sebagai sarana untuk memudahkan komunikasi jarak jauh dengan orang
lain baik antar kota ataupun mancanegara, dan juga sebagai media
informasi, selain itu juga meningkatkan mutu pembelajaran, efektivitas,
serta efesien (Warsita, 2008:49).
4. Manfaaat dan Dampak Menggunakan Gadget
Manfaat dari intensitas penggunaan gadget diantaranya:
menciptakan suatu masyarakat yang lebih informed yang dapat membuat
respon manusia terhadap peristiwa, meningkatnya multi tugas, harga
lebih murah, dan memperbesar spesialisasi dalam pekerjaan (Liliweri,
2011:851). Denagn adanya teknologi baru yang lebih canggih seperti
sekarang ini, manusia dapat memanfaatkan waktu dan tempat seefesien
mungkin dalam menjalankan aktifitasnya.
Menurut Santoso (2009: 1-2) menyatakan bahwa mulai dari
pebisnis, pejabat sampai siswa SMU tampaknya sudah atau ingin
memiliki gadget dengan alasan berbeda, tidak peduli itu sesuai kebutuhan
atau tidak. Pengguna gadget khususnya santri memiliki dan
menggunakan gadget bukan dikarenakan kebutuhan primer tapi lebih
cenderung untuk mengikuti trend dan status sosial yang mungkin hanya
ikut-ikutan.
Menurut Santoso (2009: 2) juga menyatakan bahwa banyaknya
20
pemakaian, pernyataan status sosial, akses cepat, hingga penghemata
biaya pengganti SMS dan chattinga. Akan tetapi itu semua relatif,
tergantung penilaian subyektif setiap pengguna.
Sebagaimana santri sekaligus mahasiswa yang ketika di kampus
ada jam kosong atau sedang istirahat dapat memanfaatkan fitur yang ada
untuk mengkaji hafalannya, dan ketika di dalam pondok setelah kegiatan
mengaji selesei dapat mengerjakan tugas di sela-sela waktu senggangnya,
sehingga walaupun berada di dalam pesantren tetapi tetap mendapat
informasi yang aktual.
Mahasiswa ataupun santri harus pandai menyiasati diri, cerdas
memanfaatkan berbagai kesempatan di tengah-tengah “kesibukan” untuk
belajar. Maka bisa sambil belajar, mau tidur juga bisa belajar dulu.
Ternyata untuk menyiasati diri, mahasiswa perlu memahami dirinya
sendiri, memahami berbagai potensi dalam diri mengenali berbagai
strategi untuk belajar.
Disamping mempunyai pengaruh positif, media teknologi
informasi yang mempunyai dampak negatif (Liliweri, 2011:852)
diantaranya: Polusi udara, Demam teknisisme membuat hidup kita tidak
lengkap sehingga penggunaannya ketergantungan terhadap gadget yang
bisa menimbulkan adanya sifat malas, Bentuk baru hiburan misalnya
internet, BBM, Facebook, Line, Peningkatan peluang beberapa penyakit,
diantaranya ketidakaturan makan (kegemukan), Pemisahan sosial
21
membuat sesorang tidak harus bertatap muka dengan orang lain, akan
tetapi cukup dengan via telephone sehingga lebih sering memisahkan diri
daripada berbaur dengan orang lain.
5. Waktu Menggunakan Gadget
Waktu menggunakan gadget sebaiknya di atur sebaik mungkin.
Yaitu waktu yang digunakan bukanlah yang biasa digunaka untuk
kegiatan ang lain, sehingga antara satu aktifitas dengan aktifitas yang
lainnya tidak saling terganggu, agar terjadi keseimbangan antara
kegiatan.
Menurut Horrigan (2000), terdapat dua hal mendasar yang harus
diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan gadget seseorang, yakni
frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap
kali mengakses internet yang dilakukan oleh pengguna internet.
Sedangkan waktu penggunaan gadget, menurut SWA-Mark Plus
& Co (Abrar, 2003) berdasarkan temuannya pada 1.100 orang pengguna
internet, menggolongkan tipe-tipe pengguna internet berdasarkan lama
waktu yang digunakan (Abrar, 2003: 145). Ialah sebagai berikut:
1) Pengguna berat (heavy users), yaitu individu yang menggunakan
internet selama lebih dari 40 jam perbulan.
2) Pengguna sedang (medium users), yaitu individu yang menggunakan
internet 10-40 jam perbulan.
3) Pengguna ringan (light users), yaitu individu yang menggunakan
22
Jadi waktu menggunakan gadget adalah lamanya waktu luang
yang dapat dimanfaatkan agar tidak terbuang sia-sia, seperti pada waktu
jam kosong ketika kegiatan yang lain sedang tidak berlangsung sehingga
dapat memanfaatkan semaksimal mungkin.
B. Kedisiplinan Menghafal Al-Quran
1. Pengertian Kedisiplinan Menghafal Al-Qr’an
Kedisiplinan menurut Poerwadarminto adalah ketaatan pada
peraturan dan tata tertib (Poerwadarminto, 1991:254). Kedisiplinan
berasal dari kata dasar disiplin. Disiplin berasal dari bahasa latin
“disiplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar mengajar. Dalam istilah
bahsa inggris yakni, discipline, berarti tertib, tata atau mengendalikan
tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri (Tu’u, 2004:30)
Sedangkan menurut istilah disiplin adalah suatu keadaan tata
tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk
pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati ( Imron,
2011:172).
Disiplin dapat dipahami sebagai suatu tata tertib yang dapat
mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok. Tata tertib itu buatan
manusia sebagai pembuat dan pelaku. Sedangkan disiplin timbul dari
dalam jiwa karena adanya dorongan untuk menaati tata tertib tersebut
23
Dari beberapa penjelasan tersebut kita mengetahui bahwa disiplin
adalah sikap patuh atau tata terhadap peraturan yang merupakan cermin
kualitas moral seseorang, disiplin digunakan secara sadar dan dengan
cara sengaja.
Menurut Munjahid (2007:73) hafalan atau menghafal merupakan
bahasa Indonesia yang berarti menerima, mengingat, menyimpan dan
memproduksi kembali tanggapan-tanggapan yang diperolehnya melalui
pengamatan. Menghafal dalam bahasa Arab berasal dari kata-kata
hafizho, yahfazhu, hifzhon.
Sedangkan menurut Abdul Aziz (2004:49), menghafal adalah
proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar.
Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal. Penghalang
utama menghafal Al-Quran adalah malas, tidak ada kemauan, hilang
akal, dan mati hati. Sedangkan banyak atau sedikitnya jumlah hafalan
tergantung tekat yang dimiliki. Namun memang setiap manusia memiliki
kemampuan yang berbeda dalam mengingat sesuatu yang telah
diulang-ulang. Sebagian hafal dengan pengulangan 5 kali, sebagian yang lain
akan hafal kalau diulang 20 kali bahkan 30 kali, yang penting akhirnya
akan sampai hafal diluar kepala.
Menghafal merupakan penerjemahan dari bahasa arab Hafadza
yang berarti memelihara, menjaga, menghafal (Munawwir, 1999:123).
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa menghafal berasal dari
24
informasi yang masuk kedalam otak dapat disimpan dalam ingatan (Tim
penyusun KBI:381).
Sedangkan pengertian Al-Quran secara estimologi berarti bacaan
atau yang dibaca. Kata Al-Quran merupakan bentuk masdar dari kata
kerja qara‟a. Adapun menurut istilah para ulama Al-Quran adalah
kalamullah yang diturunkan Allah SWT, kepada Nabi Muhammad saw,
disampaikan secara mutawatir, bernilai ibadah bagi umat muslim yang
membacanya, dan ditulis dalam mushaf (Amrullah, 2008:1) Al-Quran
adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi setiap
muslim (Munawar, 2003:1).
Menurut Mustamir (2007:1) Al-Quran secara estimologi, lafad
Al-Quran berasal dari bahasa Arab dari kata qara‟a yang berarti
membaca. Al-Quran adalah isim masdar yang diartikan sebagai isim
maf‟ul yang berarti sesuatu yang dibaca.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan menghafal Al-Quran
adalah dorongan dari jiwa yang secara sadar dan sengaja untuk
menghafal al-Quran dengan mengingat diluar kepala dengan cara
membaca berulang-ulang al-Quran agar senantiasa ingat dalam rangka
menjaga kemurnian al-Quran.
Adapun disiplin yang digunakan dalam proses belajar mengajar
merupakan langkah awal dalam rangka untuk mewujudkan keberhasilan
agar tercapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan, serta
25
menempuh pola dan bentuk disiplin agar anak bisa terbiasa melakukan
pekerjaan dengan baik (Junaedi, 2009:18).
Dalam Islam kedisiplinan itu sangat penting, sesuai dengan
firman Allah SWT, dalam QS. Al- Ashr ayat 1-3:
1. demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Awal dari sebuah kedisiplinan adalah menyampaikan ajaran dan
membentuk perilaku yang secara praktis dilakukan dengan membuat
peraturan. Keluarga serta lembaga pendidikan seperti sekolah dan
pesantren sebaiknya membuat sebuah aturan yang ditetapkan dan
disepakati bersama. Tanpa ada aturan, anak akan cenderung liar,
semaunya sendiri dan tidak terarah.
Ingatan merupakan suatu yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Karena hanya dengan ingatan itulah manusia mampu
merefleksikan dirinya, berkomunikasi, dan menyatakan pikiran dan
perasaannya yang berkaitan dengan pengalam-pengalamnya.
Menghafal al-Quran adalah suatu proses mengingat, dimana
seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti waqof dll) harus
diingat secara sempurna. Karena itu seluruh proses pengingatan terhadap
26
kembali harus tepat. Keliru dalam memasukkan atau menyimpannya,
akan keliru pula dalam mengingatnya kembali, atau bahkan sulit
ditemukan dalam memori (Sa’dulloh, 2008:48).
Berbicara tentang disiplin menghafal al-Quran yang diterapkan di
lembaga-lembaga sekolah dan pesantren, dalam praktiknya penerapan
disiplin menghafal santri di pesantren sama dengan penerapan disiplin
belajar di sekolah. Sehingga secara teori hasil dari penerapan disiplin
menghafal santri sama dengan hasil yang diperoleh dari penerapan
disiplin belajar siswa di sekolah. Dengan memeberlakukan disiplin santri
belajar beradaptasi dengan lingkungan yang baik, dan juga belajar dalam
menghargai waktu. sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan
dengan orang lain dan pemanfaat waktu dalam menghafal al-Quran.
Untuk menciptakan suasana belajar santri di pesantren yang
tertib, penerapan disipin belajar santri menjadi menu wajib yang harus
diperhatikan oleh para pengasuh dan pengajar santri agar tercipta
alumni-alumni yang memiliki kepribadian unggul.
2. Fungsi disiplin
Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap santri agar
keberhasilan menghafal santri selama belajar di pesantren lebih
maksimal. Ada beberapa hal yang ikut memeberikan kontribusi
terhadap perubahan hasil menghafal santri, antara lain kecerdasan,
usaha diri, teman gaul, waktu yang disediakan untuk menghafal, rasa
27
perubahan perilaku santri, untuk itu disiplin menjadi prasyarat bagi
pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan berdisiplin, yang akan
mengantarkan santri berhasil sesuai tujuannya.
Beberapa faktor yang memepengaruhi hasil belajar di atas
sangat dekat kaitannya dengan fungsi disiplin secara umum. Berikut
ini akan dibahas beberapa fungsi disiplin secara umum,
1) Menata kehidupan bersama
Manusia adalah makhluk unik yang memiliki ciri, sifat,
kepribadian, latar belakang dan pola pikir yang berbeda-beda.
Selain sebagai satu individu, juga sebagai makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial, selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain.
Dalam hubungan tersebut, diperlukan norma, nilai,
peraturan untuk mengatur agar kehidupan dan kegiatannya berjalan
lancar. Disiplin berguna untuk menyadarkan sesorang bahwa
dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan
mematuhi peraturan yang berlaku.
fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia,
dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Dengan begitu,
hubungan antara individu satu dengan yang lain menjadi baik dan
lancar (Tu’u, 2004:109)
Faktor lingkungan dimana santri hidup dan bergaul sangat
berpengaruh terhadap kedisiplinan menghafal santri, sehingga
28
berada pada kelompok yang mendukung dan membimbing untuk
disiplin dan terus belajar, yang pada akhirnya santri dapat
meningkatkan hafalannya secara maksimal.
2) Membangun kepribadian
Kepribadian adalah ciri atau karakterisitik atau gaya atau
sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, lingkungan
keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir
(Sjarkawi, 2008:11)
Fungsi disiplin secara umum adalah memebentuk
kepribadian yang terarah dan mempunyai kontrol diri yang baik.
Manusia pada dasarnya memiliki ciri khas yang memebedakannya
dengan orang lain, perbedaan itu dapat berupa perbedaan jasmani,
akal pikiran dan juga kepribadian.
Tetapi pada dasarnya sekalipun masing-masing orang
memiliki perbedaan, hal itu tidak menutup peluang bagi setiap
orang untuk maju, berhasil dalam hidup, termasuk berhasil dalm
menuntut ilmu. Pada umumnya orang yang berhasil ini adalah
orang yang memiliki usaha dan kemauan yang kuat, semangat dan
daya juang tinggi serta memiliki disiplin diri dan tidak mudah
putus asa (Tu’u, 2004:113)
Oleh karena itu keberhasilan menghafal santri bergantung
29
hal itu dapat terwujud ketika santri memiliki kepribadian yang
diinginkan. Semua ini bisa tercapai ketika snatri dapat
mendisiplinkan dirinya untuk tetap semangat dalam belajar dan
meraih hasil belajar yang optimal.
3) Melatih kepribadian
Proses pembentukan kepribadian adalah bagaimana
menciptakan pribadi-pribadi yang tertib, teratur, taat serta patuh.
Karena faktor yang sanagat penting terhadap pencapaian nilai yang
dicapai santri sebagai indikator hasil belajar adalah kecerdasan.
Kedisiplinan belajar santri harus berjalan seimbang dengan
kecerdasan (Tu’u, 2004:111)
Untuk itulah fungsi disiplin secara umum sangat penting
untuk menciptakan pribadi yang tertib dan berprilaku baik,
sehingga hasil menghafal santripun akan sesuai harapan.
4) Pemaksaan
Disiplin adalah sikap mental yang mengandung kerelaan
mematuhi semua peraturan, ketentuan dan norma yang berlaku
dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab. Faktor yang
mendorong terbentuknya kedisiplinan yaitu dorongan dari dalam
diri dan dorongan dari luar.
Soegeng Prijodarminto mengatakan:“disiplin yang terwujud
30
kembali bilamana faktor-faktor luar tersebut lenyap (Tu’u, 2004:
41)
Jadi disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada
seseorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku di
lingkungan itu. Dari mula-mula karena paksaan, kini dilakukan
karena kesadaran diri, menyentuh kalbunya, merasakan sebagai
kebutuhan dan kebiasaan.
Paksaan untuk disiplin ini tidak hanya pada kepatuhan
terhadap aturan-aturan yang ada, akan tetapi pemaksaan ini juga
dapat diterapkan dalam mendisiplinkan santri dalam belajar
menghafal al-Quran, sehingga pelan-pelan santri akan terbiasa
disiplin dalam belajar sendiri tanpa harus dipaksa dan akhirnya
prestasi ataupu hasilnya akan meningkat.
5) Hukuman
Kunci untuk disiplin yang efektif adalah membuat
hukuman-hukuman menjadi layak ada. Dalam menghukum
seorang anak umpamanya dengan menahan atau mencabut hak
yang disenanginya, tentukanlah bahwa hukuman yang ditimpakan
itu berhubungan dengan tingkah lakunya yang salah. Namun yang
perlu diperhatikan hukuman yang berlebihan akan menyebabkan
anak lebih memusatkan pikirannya kepada ketidakadilan daripada
terhadap peranan mereka dalam perbuatan itu. Jadi hindarilah
31
sekaligus dan seluruhnya, dengan cara menjatuhkan
hukuman-hukuman yang berlebihan.
Sanksi displin berupa hukuman tidak boleh dilihat hanya
sebagai cara untuk menakut-nakuti atau untuk mengancam supaya
orang tidak berani berbuat salah. Sanksi seharusnya sebagai alat
pendidikan dan mengandung unsur pendidikan. Tanpa unsur itu
hukuman kurang bermanfaat (Tu’u, 2004:42)
Kaitannya dengan disiplin belajar menghafal santri adalah
dengan adanya hukuman yang diterapakan pengurus pesantren,
maka hal ini secara tidak langsung akan mendisiplinkan santri
dalam belajar menghafal. Karena dengan adanya aturan-aturan dari
pesantren tentang pembagian waktu belajar dan waktu menghafal
yang disertai hukuman-hukuman bagi para pelanggarnya, maka
disiplin belajar santri akan didisiplinkan oleh aturan-aturan
tersebut, sehingga hasil belajar yang diinginkan akan lebih
terkontrol.
6) Mencipta lingkungan kondusif
Pesantren sebagai ruang lingkup pendidikan perlu
menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Kondisi
yang baik bagi proses tersebut adalah kondisi aman, tentram,
tenang, tertib dan teratur, saling menghargai dan hubungan
pergaulan yang baik. Apabila kondisi ini terwujud pesantren akan
32
pendidikan. Di tempat seperti itu, potensi dan prestasi santri akan
mencapai hasil optimal. Sebab unsur-unsur yang menghambat
proses pendidikan cepat diatasi dan diminimalkan oleh situasi
kondusif tersebut (Tu’u, 2004:43)
Jadi peraturan pesantren yang dirancang dan
diimplementasikan dengan baik, memebri pengaruh bagi
terciptanya pesantren sebagai lingkungan pendidikan yang
kondusif bagi kegiatan pembelajar. Tanpa ketertiban, suasana
kondusif bagi pembelajaran akan terganggu, prestasi belajarpun
ikut terganggu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin
Kedisiplinan seseorang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri
orang tersebut juga dari lingkungannya. Berikut faktor-faktor yang
mempengaruhi kedisiplinan dari seorang santri (hamalik, 2009:108)
1) Faktor internal : faktor dari dalam diri manusia mendorong manusia
untuk menerapkan disiplin, antara lain:
a) Faktor fisik: fisik yang kuat, segar dan sehat bagi seorang santri
akan sangat memepengaruhi kedisiplinan belajar santri di
pondok pesantren
b) Faktor psikis: keinginan santri untuk melaksanakan tugas
menghafalnya dengan baik mungkin dan adanya kebutuhan
33
berhasil dengan baik akan mendorong santri untuk berdisiplin
dalam melaksanakn tugasnya.
c) Adanya inisiatif untuk selalu memperbaiki proses menghafal
maka akan mendorong santri berdisiplin dalam mengerjakan
apa-apa yang menyangkut tentang keberhasilan menghafal
al-Quran.
2) Faktor Eksternal
a) Kyai/ ustadz
Sifat dan karakteristik kyai/ ustadz akan mempengaruhi
kedisiplinan belajar santri dalam belajar. Kyai/ ustadz yang rajin
akan menjadi motivasi tersendiri bagi santri untuk selalu disiplin
b) Rekan-rekan santri
Jika ada seorang santri yang menjunjung tinggi
kedisiplinan, akan menggugah rekan snatri yang lain untuk ikut
menegakkan kedisiplinan, begitupula sebaiknya
c) Tata tertib
Peraturan pondok pesantren yang longgar,
memungkinkan santri untuk bersikap santai. Akan tetapi, apabila
kedisiplinan menjadi hal utama dalam peraturan pondok
pesantren tersebut, niscaya kedisiplinan santripun akan
34
4. Bentuk-bentuk kedisiplinan menghafal al-Quran
Ada beberapa bentuk kedisiplinan yang harus dilaksanakan oleh
seseorang yang menuntut ilmu terutama bagi santri yang sedang
menghafal al-Quran diantaranya:
1) Mengatur waktu belajar
Masalah pengaturan waktu inilah yang menjadi persoalan bagi
siswa atau santri. Banyak santri yang mengeluh karena tidak dapat
membagi waktu dengan tepat dan baik. Akibatnya waktu yang
seharusnya dimanfaatkan terbuang dengan percuma. Prestasi yang
diidam-idamkan hanya tinggal harapan. Sebaliknya, membuahkan
hasil kekecewaan. Oleh karena itu, begitu pentingnya bagi siswa atau
santri membagi waktu belajarnya misalnya dengan membuat jadwal
(Djamarah, 2002:19)
Dalam rangka pembuatan jadwal, seperti contoh bagi santri
yang sedang menghafal al-Quran dalam sehari harus mampu
menyisakan jam untuk belajar dan membuat hafalan. Setelah jam
belajar sudah jelas maka sebaiknya seorang santri juga harus bisa
membagi dengan jelas kapan waktunya membuat hafalan baru dan
kapan waktunya mengulang hafalan yang sudah didapat agar tidak
lupa. Sehingga waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya untuk kepentingan keberhsilan studi selama menuntut
35 2) Mengulangi bahan hafalan
Seorang siswa atau santri jangan lupa untuk mengulangi bahan
pelajaran di rumah atau asrama. Apa yang guru jelaskan tidak mesti
semuanya terkesan yang masih samar-samar dalam ingatan.
Pengulangan sangat membantu untuk memeperbaiki semua kesan
yang masih samar-samar itu untuk menjadi kesan-kesan yang
sesungguhnya, yang tergambar jelas oleh ingatan (Djamarah,
2002:42).
Seperti halnya seorang santri yang menghafal al-Quran jangan
pernah lupa untuk mengulangi hafalan setelah menyetor hafalan.
Apabila seorang guru memberikan masukan atau membenarkan
hafalan yang disetorkan segera mungkin mengulang hafalan untuk
memperbaikinya. Selain itu pengulangan dapat memperlancar hafalan
atau hafalan dapat tergambar jelas dalam ingatan.
3) Menghafal bahan pelajaran
Dalam menghafal, proses mengingat memegang peran yang
sangat penting. Orang akan sukar menghafal bila daya ingatnya
rendah. Sebaliknya daya ingat yang kuat sangat mendukung ketahanan
hafalan seseorang. Oleh karena itu ada beberapa cara yang sangat
berguna dalam meningkatkan kemampuan mengingat seseorang yaitu,
menguji diri secara aktif dengan cara mengulang hafalan, mengadakan
36
memusatkan perhatian dan jangan terlelap (niat sungguh-sungguh
untuk belajar) (Djamarah, 2002:43).
4) Menyetor hafalan tepat waktu
Setiap hari pelajar masuk sekolah, kecuali hari-hari libur dan
hari besar Nasional. Sebagai pelajar harus berangkat ke sekolah dan
masuk kelas tepat waktu, tidak bisa dilalaikan. Ini adalah kewajiban
mutlak harus ditaati oleh pelajar bagi yang melanggarnya dikenakan
sanksi (Djamarah, 2002:97).
Seperti halnya seorang siswa, begitu pula seorang santri yang
sedang menghafal al-Quran setiap hari harus menyetor hafalan tepat
waktu, kecuali satu hari tertentu yang telah disepakati dan bagi
perempuan yang sedang terkena menstruasi. Menyetor hafalan tidak
bisa diabaikan begitu saja harus tepat waktu sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
5) Tahap-tahap hafalan
Sebelum sesorang mengingat suatu informasi atau sebuah
kejadian yang telah lalu, ternyata ada beberapa tahapan yang harus
dilalu ingatan tersebut untuk bisa muncul kembali. Ada tiga tahapan
dalam menghafal atau mengingat, yaitu:
1. Mencamkan (Learning)
Mencamkan atau memahamkan dapat diartikan sebagai
meletakkan kesan-kesan sehingga kesan-kesan itu dapat disimpan
37
kembali. Mencamkan ini adakalanya dilakukan dengan sengaja
dan ada kalanya dilakukan dengan tidak sengaja (Baharudin,
2008:113)
a) Sengaja, individu dengan kesadaran yang sungguh-sungguh
dapat memahami segala pengalaman-pengalaman dan
pengetahuan-pengetahuan dalam jiwanya. Mencamkan
dengan sengaja ini sendiri dapat dilakukan dengan
menempuh dua cara, yaitu: menghafal (memorozing) dan
mempelajari (Studying).
b) Tidak sengaja, mencamkan dengan tidak sengaja merupakan
mencamkan apa yang dialami dengan tidak sengaja kedalam
jiwanya, dalam memperoleh suatu pengalaman.
2. Menyimpan (Retaining)
Proses lanjut setelah mencamkan adalah penyimpanan
informasi yang masuk ke dalam gudang memori. Gudang memori
terletak di dalam memori jangka panjang. Semua informasi yang
dimasukkan ke kadalam gudang memori itu tidak akan pernah
hilang. Apa yang disebut lupa sebenarnya hanya seorang yang
tidak berhasil menemukan kembali informasi tersebut ke dalam
gudang memori. Mungkin karena lemahnya proses saat
pemetaannya, sehingga sulit ditemukan kembali. Padahal
sesungguhnya masih ada di dalam gudang memori (Sa’dulloh,
38
Menyimpan kesan-kesan ingatan berhubungan dengan
emosi seseorang akan mengingat sesuatu yang baik, apabila
peristiwa itu menyentuh perasaan-perasaan sedangkan
kejadian-kejadian yang tidak menyentuh emosi akan diabaikan. Dari
sinilah kesan-kesan itu disimpan di otak seorang siswa apabila
sangat suka dengan suatu mata pelajaran, maka ingatan pada mata
pelajaran tersebut sangatlah kuat dan memungkinkan dapat
disimpan lama.
Pada umumnya kemampuan untuk mengingat tersebut
tergantung pada hal-hal seperti kondisi tubuh (sakit), usia
seseorang (tua), intelegensi seseorang, pembawaan seseorang,
derajat dan minat seseorang terhadap suatu masalah (Baharudin,
2010:116)
3. Reproduksi (Recallig)
Mereproduksi adalah pengaktifan kembali hal-hal yang
telah dicamkan dalam ingatan. Dalam reproduksi ada dua bentuk,
yaitu:
a) Mengingat kembali (recall)
Yaitu proses mengingat informasi yang dipelajari
dimasa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme.
Dalam mengingat kembali, individu dapat mengingat kembali
kesan-kesan yang diingat tanpa adanya objek tertentu
39
Dengan demikian, mengingat kembali ini disebabkan
sesuatu dari dalam, bukan karena pengaruh objek tertentu,
misalnya minggu lusa santri diberikan materi hukum bacaan
mad pada masa pelajaran tajwid dan hari berikutnya santri
ditanya hal yang sama, maka santri akan mengingat kembali
materi minggu lusa. Dalam hal ini, tidak ada objek yang
dipakai untuk merangsang reproduksi.
b) Mengenal kembali (rocognition)
Proses mengingat informasi yang sudah dipelajari
melalui sesuatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme.
Pada individu dapat menimbulkan kembali disesabkan oleh
adanya objek dari luar untuk mencocokkannya. Dalam hal ini
ada suatu objek yang dipakai sebagai perangsang untuk
mengadakan reproduksi. Objek dimaksudkan sebagai bahan
untuk mencocokkan ciri-ciri kesan tentang benda sejenisnya,
misalnya santri kehilangan sebuah peci diperlihatkan sebuah
peci, maka santri akan mencocokkan kesan yang telah
tersimpan dengan sebuah peci yang diperhatikan.
Adapun ingatan itu memiliki beberapa sifat,
diantaranya:
1) Ingatan yang cepat, apabila individu dapat menerima
40
2) Ingatan setia, apabila individu dapat menyimpan
kesan-kesan itu dengan tidak berubah dari kesan-kesan semula.
3) Ingatan yang teguh, individu dapat menyimpan
kesan-kesan dalam waktu lama dan tidak mudah lupa.
4) Ingatan yang luas, individu sekaligus dapat menyimapn
banyak kesan-kesan.
5) Ingatan siap, ingatan yang pernah dicamkan dapat
dengan mudah direproduksi secara lancar (Suryabrata,
2004:44)
5. Syarat-syarat menghafal al-Quran
Untuk dapat menghafal al-Quran dengan baik seseorang harus
memenuhi syarat-syarat, anatara lain sebagai berikut:
1) Niat yang ikhlas
Hal pertama yang harus dilakukan bagi orang yang ingin
menghafal al-Quran adalah mengikhlaskan niat dan memperbarui niat
menjadi lebih baik. Yaitu mereka harus membulatkan niat menghafal
al-Quran hanya mengharap ridho Allah.
2) Mempunyai kemauan yang kuat
Menghafal al-Quran sebanyak 30 juz bukanlah pekerjaan yang
mudah. Menghafal al-Quran diperlukan waktu yang relatif lebih lama,
walaupun pada sebgaian orang yang mempunyai intelegensi tinggi
bisa lebih cepat. Namun bagi orang „ajam yang tidak menggunakan
al-41
Quran harus pandai terlebih dahulu membaca huruf-huruf arab dengan
baik dan benar. Oleh karena itu, diperlukan kemauan yang kuat dan
kesabaran yang tinggi agar tujuan tercapai.
3) Disiplin dan istiqomah menambah hafalan
Seorang calon hafidz harus disiplin dan istiqomah dalam
menambah hafalan. Harus gigih memanfaatkan waktu senggang,
cekatan, kuat fisik, bersemangat tinggi, mengurangi
kesibukan-kesibukan yang tidak ada gunanya. Yang penting buatlah jadwal
waktu-waktu menghafal yang baik menurut selera penghafal sendiri,
dan tetaplah istiqomah dalam menjalakannya.
4) Talaqqi kepada seorang guru
Seorang calon hafidz hendaknya berguru (talaqqi) kepada
seorang guru hafidz al-Quran, telah mantap agama dan ma’rifat serta
guru yang telah dikenal mampu menjaga dirinya.
5) Berakhlak Terpuji
Orang yang menghafal al-Quran hendaknya selalu berakhlak
terpuji. Akhlak terpuji tersebut harus sesuai dengan ajaran syari’at
yang telah diajarkan oleh Allah SWT. Berakhlak yang terpuji dan
menjahui sifat-sifat tercela adalah cermin dari
42
C. Intensitas Penggunaan Gadget terhadap Kedisiplinan Menghafal
al-Quran
Menurut Norman dalam buku multimedia learning (prinsip-prinsip
dan aplikasi) karangan Richard E. Mayer, menilai bahwa sebagian besar sains
dan teknologi mengambil sudut pandang machine-centered (berpusat pada
mesin) untuk desain mesin sehingga teknologi yang diniati dapat membantu
manusia malah sering menggangu dan membingungkan manusia (Mayer,
2009:16). Maksudnya kecanggihan teknologi khususnya gadget yang
sejatinya yang sejatinya bisa digunakan untuk mempermudah kegiatan, justru
sebaliknya dapat mengganggu aktifitas seseorang manakala penggunanya
tidak dapat mengontrol diiri yang mungkin dapat menimbulkan sifat dan
sikap baru yang merugikan seperti mulai malas, tidak sabar dan gampang
putus asa.
Saat ini gadget merupakan benda elektronik dan paling banyak
dipakai dan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Gadget mampu
memperpendek jarak uang jauh, sehingga dapat saling berkomunikasi pada
saat bersamaan. Gadget membantu komunikasi antar individu dan bahkan
anatar kelompok dengan berbagai fasilitas layanan yang disediakan oleh jasa
telekomunikasi. Keberadaan gadget kini sudah mengalahkan telephone kabel.
Teknologi seluler selalu berkembang terus dan tidak pernah akan berhenti
disatu titik. Teknologi berkaitan erat dengan desain dan kualitas suatu produk
sehingga masyarakat tidak akan jenuh dengan teknologi yang semakin
43
Melihat realita remaja sekarang ini dalam mengunakan gadget itu
membuat orang tua khawatir, apalagi anak yang di pesantren pengawasan
orang tua tidak ada, untuk itu dari pihak pesanren harus menerapkan
kedisiplinan agar santri bisa menggunakan gadget agar tidak ketinggalan
zaman, dan mereka juga masih bisa mengikuti kegiatan pondok pesantren
dengan baik, sehingga setelah keluar dari pondok pesantren ia akan
mendapatkan hasil sesuai apa yang diinginkan.
Bagi para penghafal, belajar dengan sungguh-sungguh dan
menerapkan disiplin diri adalah kunci agar hasil yang dicapainya sesuai
dengan harapan yaitu bisa menghafalkan al-Quran dengan tepat dan benar
secara efektif 30 juz.
Namun untuk memperoleh sikap disiplin yang diinginkan harus
melalui pembentukan disiplin. Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui
proses latihan dan kebiasaan yang bertahap dan sedikit demi sedikit. Tentang
pembentukan disiplin, terjadi karena lasan berikut ini.
a. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan,
penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai dari
lingkunagn keluarga sejak kanak-kanak.
b. Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit paling kecil,
organisasi atau kelompok.
c. Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai
dari keluarga dan pendidikan.