• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET

TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-

QUR’AN

DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA

CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh :

AFIF FATIMATUZ ZAHRO

111-12-105

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)

iii

HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET

TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-

QUR’AN

DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA

CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh :

AFIF FATIMATUZ ZAHRO

111-12-105

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

ساَّنِل ْمُهُعَفْنَأ ِساَّنلا ُرْيَخ

Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. (HR. Bukhari Muslim)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak (Makmun) Ibu (Mianah) Mamak (Mardiyah) sebagai wujud baktiku padanya, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan doanya untukku, semoga beliau diberikan panjang umur dan kesehatan.

2. Saudara-saudaraku (dek nail, iin) yang selalu mendukungku dan memberiku semangat.

3. Pakde Rahman, om Ridwan, bulek titik yang telah membantu memfasilitasi kebutuhan kuliah dan selalu mendoakanku.

4. Abang Abdul Mutholib yang selalu mendukungku dan setia menemaniku, menyemangatiku dan mendoakanku.

5. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaikho selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha yang selalu mendoakanku.

(8)

viii

7. Keluarga kecil di PPTQ Al-Muntaha (Kak Kenul, Dek Curun, Okta, Hana, Afni, Ncus). Yang telah menemani suka duka, tetap dalam semangat napas perjuangan

8. Santri Tahfidz di PPTQ Al-Muntaha yang telah memperlancar dalam penulisan skripsi ini

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 IAIN Salatiga.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا الله مسب

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi

muhammad saw.

Merupakan kebahagiaan bagi penulis yang telah menyelesaikan skripsi dengan judul “HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET TERHADAP KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-QURAN DI PONDOK

PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015”.

Sebagai manusia yang serba kekurangan, penulis sadar bahwa skripsi ini

merupakan tugas yang tidak mudah dan tidak akan terlaksana tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

yang telah memberikan kesempatan serta saran yang membangun kepada

penulis

4. Bapak M. Hafidz, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

5. Ibu Peni Susapti M.Si. selaku pembimbing akademik penulis yang dengan

kesabarannya, membimbing penulis dari waktu ke waktu

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan

(10)
(11)

xi

ABSTRAK

Zahro, Afif Fatimatuz. 2016. “Hubungan Intensitas Penggunaan Gadget terhadap Kedisiplinan Menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015”. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Muh Hafidz, M. Ag

Kata Kunci :Hubungan Intensitas, Penggunaan Gadget, Kedisiplinan Menghafal al-Qur’an.

Gadget merupakan alat yang sangat berkembang pada saat ini, yang dapat igunakan untuk berkomunikasi, mencari informasi, media belajar ataupun media hiburan. Pondok pesantren Al-Muntaha merupakan pondok pesantren modern yang santri boleh menggunakan gadget. Dengan begitu santri menggunakan gadget untuk menunjang hafalannya atau untuk hiburan saja.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1). Intensitas pengunaan gadget di Pondok Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015. 2). Tingkat kedisiplinan menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al -Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015. 3). Adakah hubungan intensitas penggunaan gadget terhadap kedisiplinan menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.

Metode Penelitian yang digunakan penelitian kuantitatif, menggunakan metode penggumpulan data berupa angket dan metode dokumentasi, menggunakan analisis prosentase dan product moment.

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN KEASLIAN TULISAN... vi

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

ASBTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

(13)

xiii

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional... 6

G. Metode Penelitian... 9

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Intensitas Penggunaan Gadget 1. Pengertian Intensitas Penggunaan Gadget ... 17

2. Fasilitas dalam Gadget ... 18

3. Tujuan Penggunakan Gadget ... 19

4. Manfaaat dan Dampak Menggunakan Gadget ... 19

5. Waktu Menggunakan Gadget ... 21

B. Kedisiplinan Menghafal al-Quran 1. Pengertian Kedisiplinan ... 22

2. Fungsi disiplin ... 26

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin ... 32

4. Bentuk-bentuk kedisiplinan menghafal al-Quran ... 34

5. Syarat-syarat menghafal al-Quran... 40

C. Hubungan Intensitas Penggunaan Gadget Terhadap Kedisiplinan Menghafal al-Quran ... 42

BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Subyjek Penelitian ... 48

(14)

xiv BAB VI ANALISIS DATA

A. Analisis Pertama... 58

B. Analisis Kedua ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP DOKUMENTASI

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel, Indikator, dan Butir soal angket ... 13

Tabel 3.1 Daftar nama responden pondok al-Muntaha ... 53

Tabel 3.2 Jawaban angket penggunaan gadget ... 55

Tabel 3.3 Jawaban angket kedisiplinan menghafal al-Quran... 56

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi jawaban penggunaan gadget ... 59

Tabel 4.2 Jawaban angket penggunaan gadget ... 59

Tabel 4.3 Prosentase penggunaan gadget ... 61

(15)

xv

Tabel 4.5 Daftar nilai kedisiplinan menghafal al-Quran ... 63

Tabel 4.6 Prosentase kedisiplinan menghafal al-Quran ... 65

Tabel 4.7 Product moment ... 67

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Penggunaan Gadget

Lampiran 2 Angket Kedisiplinan Menghafal al-Quran

Lampiran 3 Nota Pembimbing

Lampiran 3 Surat Pengantar Lembaga

Lampiran 4 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 5 Lembar Konsultasi

Lampiran 6 Lembar SKK

Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup Penulis

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era global sekarang ini, teknologi sangat berpengaruh dalam

kehidupan sehari-hari. Salah satunya yang semakin berkembang saat ini

adalah media elektronik. Berbagai macam media elektronik diantaranya

adalah telivisi, komputer, handhpone, radio, dan mesin fotokopi. Media

elektronik tersebut diciptakan untuk mempermudah kegiatan sehari-hari serta

memperoleh berbagai media informasi.

Media yang sangat berpengaruh pada masa sekarang ini adalah gadget,

karena dengan gadget dapat digunakan sebagai alat komunikasi, memperoleh

informasi, media belajar serta media hiburan. Gadget merupakan alat

komunikasi yang sangat membantu sebagai sarana informasi (Hidayat,

2012:197).

Kemajuan teknologi yang semakin canggih pada masa sekarang ini

membuat gadget dengan berbagai jenis dan fitur yang menarik seperti BBM,

Instagram, Facebook, Watshap dll. Gadget yang dahulu merupakan barang

mewah dan hanya dimiliki oleh orang-orang dengan tingkat ekonomi ke atas,

sekarang setiap orang dapat memilikinya sampai pada masyarakat kelas

bawah mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, hampir diseluruh lapisan

masyarakat telah menggunakan gadget.

Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama islam yang

(17)

2

santri-santri yang sepenuhnya barada dibawah leadership seorang atau

beberapa kiyai dengan ciri khas dengan kharismatis serta independen dalam

segala hal (Arifin, 1995:240).

Pondok pesantren terbagi menjadi dua yaitu pondok pesantren

tradisional dan nontradisional (medern). Pondok pesantren sebagai lembaga

pendidikan Islam ada yang masih bersifat nonfomal dengan corak tradisional.

Dan adapula yang bersifat formal dengan corak modern dalam metode dan

sistem (Sasono, 1998:125). Dipondok pesantren tradisional (salaf) hampir

tidak ada santri yang membawa media komunikasi, apalagi jika pesantren

tersebut mayoritas santrinya hanya nyantri saja dan tidak sambil sekolah.

Sedangkan di pondok modern yang santrinya tidak hanya nyantri saja tetapi

juga sekolah (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi) kemungkinan santri

diperbolehkan membawa gadget. Pondok pesantren al-Muntaha Cebongan

Salatiga merupakan pondok pesantren modern yang mana santri tidak hanya

nyantri saja akan tetapi santri juga bersekolah dengan begitu santria

diperbolehkan membawa gadget untuk mempermudah kegiatan

pembelajarannya di sekolah dan di pesantren.

Disiplin ilmu yang dipelajari di pondok pesantren bermacam-macam.

Ada yang pondok pesantren yang khusus mengaji al-Quran yang biasa

disebut pesantren Tahfidz, seperti pondok pesantren al-Muntaha yang

mayoritas santrinya menghafalkan al-Quran, masing-masing mempunyai

(18)

3

baik hafalannya. Kualitas hafalan santri dapat dilihat dari tingkat bacaan,

kefasihan dan kelancaran bacaan al-Quran.

Untuk mendapatakan kualitas hafalan al-Quran banyak cara yang bisa

dilakukan pada zaman sekarang ini. Salah satunya dengan memanfaatkan

kemajua teknologi, diantara menggunakan media gadget. Gadget memiliki

berbagai fitur dan desain yang menarik serta bisa dikses dimana saja dan

kapan saja ketika kita butuhkan. Disadari atau tidak, teknologi telah merubah

pemikiran dan gaya hidup seseorang. Gadget memiliki kelebihan dan

kekurangan dalam menghafal al-Quran. Kelebihan gadget dalam menghafal

al-Quran diantaranya yakni dapat digunakan untuk membuka al-Quran

digital sebagai media membuka ayat-ayat al-Quran sehingga dapat

membacanya kapan saja dibutuhkan, dan juga dapat digunakan untuk

mendengarkan ayat-ayat al-Quran agar dapat mengingat ayat yang telah

dihafal serta mempelajari makhrojnya. Sedangkan kekurangan gadget dalam

menghafal al-Quran diantaranya adalah mengurangi waktu bermuroja’ah dan

membuat hafalan baru, mengganggu konsentrasi menghafal, menurunkan

kualitas hafalan, dan menciptakan sifat malas.

Orang yang menghafal al-Quran lebih cenderung membutuhkan waktu

yang lebih banyak untuk muroja’ah atau mengulang-ngulang hafalannya.

Sedangkan orang yang memegang atau menggunakan gadget hatinya akan

cenderung berkeinginan untuk menggunakan aplikasi yang ada didalamnya,

(19)

4

mengurangi jumlah waktu kegiatan aktifitasnya yang diantaranya adalah

menghafal al-Quran(Ash-Shiddieqy, 2009:78).

Dari latar belakang masalah tersebut peneliti akan meneliti tentang

“HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN GADGET TERHADAP

KEDISIPLINAN MENGHAFAL AL-QURAN DI PONDOK

PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN SALATIGA TAHUN 2015.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman Intensitas Penggunaan Gadget di Pondok Pesantren

Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015?

2. Bagaimana tingkat kedisiplinanan Menghafal Al-Quran di Pondok

Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015?

3. Adakah hubungan intensitas penggunaan gadget terhadap kedisiplinan

menghafal Al-Quran di pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan

Salatiga Tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan penulis capai sesuai dengan

rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana intensitas pengunaan gadget di Pondok

Pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.

2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kedisiplinan menghafal Al-Quran

(20)

5

3. Untuk mengetahui adakah hubungan intensitas penggunaan gadget

terhadap kedisiplinan menghafal Quran di Pondok Pesantren

Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.

D. Hipotetis Penelitian

Hipotesis merupakansuatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

(Arikunto, 2010:110)

Jadi dapat penulis simpulkan hipotetis adalah jawaban sementara

terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih perlu diuji terus secara

empiris.

Adapun hipotetis dalam penelitian ini adalah: ada hubungan intensitas

penggunaan gadget terhadap kedisiplinan menghafal Al-Quran di pondok

pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.

E. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada

pondok pesantren Tahfidzul Al-Quran yang modern, yang intensitas

santrinya menggunakan gadget dalam kedisiplinannya untuk menghafal

Al-Quran. Agar santri tidak terlena dan bisa membagi waktu dengan baik

(21)

6 2. Praktis

Jika ternyata ada pengaruh, hal ini berarti bagi lembaga pondok

pesantren tahfidzul Qur’an yang modern khususnya di pondok pesantren

Al-Muntaha Cebongan Salatiga tentang dampak intensitas penggunaan

gadget terhadap kedisiplinan menghafal Al-Quran, bagaimanapun gadget

banyak negatifnya, karena tanpa disadari manusia terlena dengan

kecanggihan gadget.

Dan untuk mengingatkan para penghafal Al-Quran untuk tetap

berada di jalannya, dalam artian fokus dengan hafalan tanpa harus terlena

dengan semua fasilitas yang di sediakan karena itu hanyalah merupakan

ujian.

F. Definisi Operasioanal

Untuk menghindari salah tafsir dan agar mendapatkan kejelasan

tentang judul penelitian diatas, kiranya penulis perlu memberikan batasan dan

penjelasan mengenai istilah yang terdapat dalam judul diatas yaitu:

1. Hubungan Intensitas penggunaan Gadget

Intensitas, Kata intensitas berasal dari bahasa inggris yaitu intense

yang berarti semangat, giat (Echols, 1993:326) Intensitas adalah keadaan

tingkatan atau ukuran intensnya (Departemen Pendidikan Nasional,

2001:438)

Intensitas menurut (Poerwadarminto, 1978:437) ialah ukuran

kekuatan keadaan tingkatan sesorang. Tolak ukur yang kemudian

(22)

7

kegiatan. Dalam aspek-aspek tertentu intensitas seseorang dapat bernilai

positif dan negatif.

Handphone atau gadget adalah peranti (alat) untuk komunikasi

lisan atau jarak jauh, yang terdiri dari komponen pemancar dan penerima

pada tiap peranti masing-masing dipihak komunikator dan dipihak

komunikan (Alex, 1994: 630-631) sedangkan handphone atau gadge

adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai

kemampuan dasar yang sama telephone konvesional saluran tetap,

namun dapat dibawa kemana-mana dan tidak perlu disambungkan

dengan jaringan telephone menggunakan kabel.

Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan

intensitas penggunaan gadget yaitu tingkat keseringan seseorang dalam

menggunakan serta memanfaatkan media gadget dalam menunjang dan

memenuhi aktivitas kesehariannya agar lebih fleksibel, efesien, dan

berkualitas.

2. Kedisiplinan Menghafal Al-Quran

Disiplin berasal dari kata latin Discere yang berarti belajar. Dari

kata ini timbul kata Disiplin yang berarti pengajaran atau pelatihan.

Disiplin merupakan titik pusat dalam pendidikan, tanpa disiplin tidak

akan ada kesempatan anatara pengajar dan santri dan hasil pelajaran pun

(23)

8

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Disiplin adalah tunduk dan

mengikuti peraturan tertentu dan menjahui larangan tertentu (Rohani,

2004:134).

Disiplin diartikan dengan tata tertib dan ketaatan atau kepatuhan

terhadap peraturan atau tata tertib (Wiyanti, 2013:159).

Dan menurut peneliti kedisiplinan adalah kemampuan dari

seorang guru untuk menanamkan kedisiplinan baik kepada diri sendiri

maupun kepada santri (Asmani, 2009:94).

Jadi disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti

peraturan atau tata tertib karena didorong adanya kesadaran yang ada

pada kata hatinya.

Menghafal adalah dapat mengingat sesuatu dengan mudah dan

mengucapkannya di luar kepala, telah masuk dalam ingatan yang

berhubungan dengan pelajaran (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,

2007:341).

Al-Quran adalah kalam Allah yang bernialai mu’jizat yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat

Jibril (Mustamir, 2007:7).

Sedangkan Menghafal Al-Quran adalah suatu perbuatan

membaca, melafalkan secara teru menerus sehingga menjadi hafal dan

menjadi kebiasaan serta menyimpan hafalan Al-Quran di dalam dada

(24)

9

Berdasarkan definisi di atas yang di maksud kedisiplinan

menghafal Al-Quran yaitu tingkat kesungguhan dan keseringan dalam

menghafal Al-Quran.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah ajaran mengenai metode-metode yang

digunakan dalam proses penelitian (Kartono, 1990:20). Metode penelitian

merupakan pisau bedah untuk mengetahui permasalahan yang diajukan dalam

penelitian (Maslikhah, 2013:318). Dalam penelitian ini, penulis akan

menggunakan metodologi yang akan penulis jabarkan seperti dibawah ini:

1. Pendekatan dan Rancanagan Penelitian

Penelitian berjudul hubungan intensitas penggunaan gadget

terhadap kedisiplinan menghafal al-Quran Cebongan Salatiga Tahun

2015 ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional, artinya

peneliti mengumpulkan data dengan mengadakan survei lapangan

kemudian dicari hubungan antar variabel. Dilihat dari jenisnya, penelitian

yang peneliti angkat termasuk jenis penelitian korelasional yang sifatnya

melukiskan hubungan yang terdapat antara variabel bebas berupa

intensitas penggunaan gadget (X) dengan variabel terikat yaitu

(25)

10 2. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di pondok pesantren Al-Muntaha

Argomulyo, Cebongan, Salatiga dan penelitian akan dilaksanakan mulai

pada tanggal 12 April 2016 sampai selesei mendapatkan data.

3. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulnnya (Sugiyono, 2010:61). Populasi dalam penelitian ini adalah

para santri yang menghafal Al-Quran di pondok pesantren Al-Muntaha

Cebongan Salatiga Tahun 2015, yang berjumlah 31 santri. Rancangan

penelitian non eksperimen.

4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu yang sangat penting di

dalam pelaksanaan suatu pendidikan. Teknik pengumpulan data adalah

yang dipakai untuk mengungkapkan data yang diperlukan dalam

penelitian agar mendapat data yang relevan dan sesuai kebutuhan.

Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat maka akan

mendapatkan data yang relevan dan akan menghasilkan penelitian yang

berkualitas baik.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai

Intensitas Penggunaan Gadget dan kedisiplinan Menghafal al-Quran

(26)

11 a. Metode Angket

Menurut Sukardi (2009:76) yaitu beberapa macam pertanyaan

yang berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak

dipecahkan, disusun, dan disebarkan kepada responden untuk

memperoleh informasi di lapangan.

Metode Angket digunakan untuk memperoleh informasi

tentang intensitas penggunaan gadget serta kedisiplinan menghafal

Al-Quran di pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga

Tahun 2015.

b. Metode Dokumentasi

Dengan metode dokumentasi peneliti dimungkinkan

memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau

dokumen yang ada pada responden atau tempat dimana responden

bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinaya (Sukardi,

2009:81).

Metode ini digunakan untuk memperkuat data yang telah

diperoleh setelah melakukan metode observasi tak langsung, serta

untuk memperoleh data mengenai gambaran umum tentang

intensitas penggunaan gadget dan kedisiplinan menghafal Al-Quran

di pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan Salatiga Tahun 2015.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data penelitian adalah alat atau fasilitas

(27)

12

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Suharsini,

2010:203).

Ada dua instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu instrumen intensitas penggunaan gadget dan

kedisiplinan menghafal Al-Quran tahun 2015. Kedua instrumen tersebut

disusun penulis dibatasi dengan indikator-indikator yang dijabarkan

melalui angket, seperti penulis susun dibawah ini:

a. Variabel Independent (X) Intensitas penggunaan gadget dengan

indikator:

1) Tujuan penggunaan gadget (Warsita, 2008:49)

2) Waktu penggunaan gadget (Abrar, 2003:146)

3) Pemanfaatan gadget (Liliweri, 2011:851)

b. Variabel Dependent (Y) kedisiplinan Menghafal Al-Quran dengan

indikator:

1) Stategi dalam menghafalAl-Quran (Wafa, 2013:81)

2) Memantapkan hafalan dalam ingatan (Wafa, 2013:84)

3) Minat dalam diri kita (Hafidz, 1994:77)

4) Muroja’ah (Wafa, 2013:85)

5) Motivasi yang tinggi (Wafa, 2013:150)

Dari pejelasannn mnegeai idikator-idikator pada variabnel itesitas

(28)

13

selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan butir-butir

pertanyaan pada angket sebagaimana terdapat pada tabel berikut ini.

Tabel 1

Variabel, Indikator, dan butir soal Angket

Variabel Indikator Butir soal

Angket Intensitas

penggunaan gadget (X1)

1. Aktif bermain gadget Soal no. 1,2,3,4,5 dan 6

2. Pemanfaatan gadget Soal no. 7,8,9,10,11,12, dan 13

3. Durasi menggunakan gadget Soal no. 14 dan 15

Kedisiplinan Menghafal al-Quran ((X2)

1. Strategi dalam menghafal al-Quran Soal no. 1 dan 2 2. Memantapkan hafalan dalam

ingatan

5. Motivasi yang tinggi Soal no. 13,14,dan 15

6. Analisis Data

Setelah data terkumpul maka langsung selanjutnya yang harus

ditempuh yaitu analisis data. Analisis data ini dimaksudkan untuk

mengetahui permasalahan-permasalahan dalam penelitian yang kemudian

dapat diinformasikan lebih lanjut sebagai hasil penelitian yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya atau kevalidtannya.

Dalam menganalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan

(29)

14 a. Analisis Deskriptif

Data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan,

kemudian di analisis pendahuluan. Dalam hal ini penulis

menggunakan berbagai macam metode untuk mendapatkan semua

data yang dibutuhkan. Selanjutnya mengklasifikasi dan menganalisis

sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas situasi objek yang

penulis teliti.

Setelah data terkumpul, maka diberi kriteria dan diberi

tabulasi dalam bentuk tabel prosentase. Untuk menganalisis ini,

penulis menggunakan rumus :

P = 𝐹

𝑁 x 100%

Keterangan:

P =Prosentase

N =Jumlah Populasi

F =Frekuensi (Sugiyono, 2010:228)

100% : Bilangan Konstanta

Rumus diatas digunakan untuk menjawab rumusan masalah

latar belakang intensitas penggunaan gadget dan kedisiplinan

menghafal Al-Quran.

b. Analisi Product Moment

Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah analisis

(30)

15

Untuk mencari ada tidaknya intensitas penggunaan gadget

terhadap kedisiplinan menghafal Al-Quran. Penulis menggunakan

korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut:

𝑟𝑥𝑦 =

𝑋𝑌 −( 𝑋) ( 𝑌) 𝑁

{ 𝑋2−( 𝑋2)

𝑁 } { 𝑌2− ( 𝑌2)

𝑁 }

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y

X = variabel pengaruh

Y = variabel terpengaruh

N = jumlah responden

Digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Adakah

intensitas penggunaan gedget terhadap kedisiplinan menghafal

Al-Quran.

H. Sistematika Penelitian

Dalam memberikan gambaran umum mengenai isi penelitian skripsi

ini, perlu dikemukakan garis besar pembahsan melalui sistematika skripsi.

Adapun skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Yang pertama. Pendahuluan, meliputi : judul, abstrak, pernyataan,

nota pembimbing, kata pengantar, motto, persembahan, daftar isi, daftar

(31)

16

Yang kedua. Bagian isi, meliputi: Bab I Pendahuluan, berisi : Latar

Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Definisi

Operasional, dan Metode Penelitian.

Yang ketiga. Bab II Kajian Pustaka, berisi :

1) Intensitas Penggunaan Gadget, meliputi pengertian intensitas penggunaan

gadget, fasilitas penggunaan gadget, tujuan penggunaan gadget,

manfaat dan dampak menggunakan gadget, waktu menggunakan

gadget.

2) Kedisiplinan Menghafal Al-Quran, meliputi pengertian disiplin,

pengertian menghafal Al-Quran, fungsi disiplin, macam-macam disiplin,

faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin, bentuk-bentuk kedisiplinan,

syarat-syarat menghafal al-Quran dan tahap-tahap hafalan.

3) Hubungan Intensitas penggunaan gadget terhadap kedisipliana menghafal

al-Quran

Yang keempat. Bab III Hasil Penelitian, meliputi : Gambaran Umum

Lokasi, Subjek Penelitian dan Penyajian Data.

Yang kelima. Bab IV analisis data penelitian

1) Analisis Deskriptif

2) Pengujian Hipotesis

(32)

17 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Intensitas Penggunaan Gadget

1. Pengertian Intensitas Penggunaan Gadget

Intensitas berarti kemampuan/kekuatan/gigih tidaknya kehebatan

(Alex, 1994:255). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

intensitas merupakan keadaan tingkatan atau ukuran intensitasnya (Tim

Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007:556). Yakni banyaknya, seringnya,

atau tingkat kesungguhannya dalam melakukan suatu usaha.

Kata penggunaan berasal dari kata guna mendapat imbuhan peng-

dan akhiran –an yang berarti menggunakan (alat/perkakas), mengambil

manfaatnya, melakukan sesuatu dengan tidak boleh menggunakan

kekerasa (Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:466).

Gadget/ Telephone adalah peranti (alat) untuk komunikasi lisan

jarak jauh, yang terdiri dari komponen pemancar dan penerima pada tiap

peranti masing-masing di pihak komunikator dan di pihak komunikan

(Alex, 1994:630-631). Sedangkan Gadget atau Telephone genggam

adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai

kemampuan dasar yang sama dengan telephone konvensional saluran

tetap, namun dapat dibawa ke mana-mana dan tidak perlu disambungkan

dengan jaringan telephone menggunakan kabel.

Jadi intensitas menggunakan gadget adalah tingkat keseringan

(33)

18

menunjang dan memenuhi aktivitas kesehariannya agar lebih fleksibel,

efesien, dan berkualitas.

2. Fasilitas dalam Gadget

Kehadiran gadget yang awalnya ditunjukkan untuk kepentingan

bisnis, perlahan mulai bergeser ke arah gaya hidup. Terbukti dengan

ditanamkannya fitur-fitur hiburan seperti memutar file multimedia

(audio/video), internet, BBM, Facebook, Line. Disamping berfungsi

sebagai alat komunikasi yang personal, gadget juga berpotensi sebagai

sarana bisnis yang efektif. Menurut Rina Fiati dalam buku Akses Internet

Via Ponsel, ponsel sangat bervariasi tergantung pada modelnya, yang

seiring dengan perkembangan teknologi mempunyai fungsi-fungsi antara

lain: Penyimpanan informasi, Pembuatan daftar pekerjaan atau

perencanaan kerja, Alat perhitungan (kalkulator), Pengiriman atau

penerimaan e-mail, Permainan (games), Integrasi ke peralatan lain seperti

PDA, MP3, Chatingan dan Browsing internet, Video (Fiati, 2005: 18).

Seiring berkembangnya zaman yang semakin maju, di dalam

gadget terdapat fitur/ fasilitas yang menarik seperti; MP3/MP4 yang

berisikan musik maupun murattal, Video musik dan juga Al-Quran digial

yang dapat dijadikan sebagai media penunjang dalam pendidikan ataupun

menghafal al-Quran. Jadi gadget bukan saja sebagai alat komunikasi

tetapi juga kegiatan yang bersifat fun (bersenang-senang) dan kegiatan

(34)

19 3. Tujuan Penggunakan Gadget

Ada berbagai tujuan seseorang menggunakan gadget. Diantaranya

sebagai sarana untuk memudahkan komunikasi jarak jauh dengan orang

lain baik antar kota ataupun mancanegara, dan juga sebagai media

informasi, selain itu juga meningkatkan mutu pembelajaran, efektivitas,

serta efesien (Warsita, 2008:49).

4. Manfaaat dan Dampak Menggunakan Gadget

Manfaat dari intensitas penggunaan gadget diantaranya:

menciptakan suatu masyarakat yang lebih informed yang dapat membuat

respon manusia terhadap peristiwa, meningkatnya multi tugas, harga

lebih murah, dan memperbesar spesialisasi dalam pekerjaan (Liliweri,

2011:851). Denagn adanya teknologi baru yang lebih canggih seperti

sekarang ini, manusia dapat memanfaatkan waktu dan tempat seefesien

mungkin dalam menjalankan aktifitasnya.

Menurut Santoso (2009: 1-2) menyatakan bahwa mulai dari

pebisnis, pejabat sampai siswa SMU tampaknya sudah atau ingin

memiliki gadget dengan alasan berbeda, tidak peduli itu sesuai kebutuhan

atau tidak. Pengguna gadget khususnya santri memiliki dan

menggunakan gadget bukan dikarenakan kebutuhan primer tapi lebih

cenderung untuk mengikuti trend dan status sosial yang mungkin hanya

ikut-ikutan.

Menurut Santoso (2009: 2) juga menyatakan bahwa banyaknya

(35)

20

pemakaian, pernyataan status sosial, akses cepat, hingga penghemata

biaya pengganti SMS dan chattinga. Akan tetapi itu semua relatif,

tergantung penilaian subyektif setiap pengguna.

Sebagaimana santri sekaligus mahasiswa yang ketika di kampus

ada jam kosong atau sedang istirahat dapat memanfaatkan fitur yang ada

untuk mengkaji hafalannya, dan ketika di dalam pondok setelah kegiatan

mengaji selesei dapat mengerjakan tugas di sela-sela waktu senggangnya,

sehingga walaupun berada di dalam pesantren tetapi tetap mendapat

informasi yang aktual.

Mahasiswa ataupun santri harus pandai menyiasati diri, cerdas

memanfaatkan berbagai kesempatan di tengah-tengah “kesibukan” untuk

belajar. Maka bisa sambil belajar, mau tidur juga bisa belajar dulu.

Ternyata untuk menyiasati diri, mahasiswa perlu memahami dirinya

sendiri, memahami berbagai potensi dalam diri mengenali berbagai

strategi untuk belajar.

Disamping mempunyai pengaruh positif, media teknologi

informasi yang mempunyai dampak negatif (Liliweri, 2011:852)

diantaranya: Polusi udara, Demam teknisisme membuat hidup kita tidak

lengkap sehingga penggunaannya ketergantungan terhadap gadget yang

bisa menimbulkan adanya sifat malas, Bentuk baru hiburan misalnya

internet, BBM, Facebook, Line, Peningkatan peluang beberapa penyakit,

diantaranya ketidakaturan makan (kegemukan), Pemisahan sosial

(36)

21

membuat sesorang tidak harus bertatap muka dengan orang lain, akan

tetapi cukup dengan via telephone sehingga lebih sering memisahkan diri

daripada berbaur dengan orang lain.

5. Waktu Menggunakan Gadget

Waktu menggunakan gadget sebaiknya di atur sebaik mungkin.

Yaitu waktu yang digunakan bukanlah yang biasa digunaka untuk

kegiatan ang lain, sehingga antara satu aktifitas dengan aktifitas yang

lainnya tidak saling terganggu, agar terjadi keseimbangan antara

kegiatan.

Menurut Horrigan (2000), terdapat dua hal mendasar yang harus

diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan gadget seseorang, yakni

frekuensi internet yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap

kali mengakses internet yang dilakukan oleh pengguna internet.

Sedangkan waktu penggunaan gadget, menurut SWA-Mark Plus

& Co (Abrar, 2003) berdasarkan temuannya pada 1.100 orang pengguna

internet, menggolongkan tipe-tipe pengguna internet berdasarkan lama

waktu yang digunakan (Abrar, 2003: 145). Ialah sebagai berikut:

1) Pengguna berat (heavy users), yaitu individu yang menggunakan

internet selama lebih dari 40 jam perbulan.

2) Pengguna sedang (medium users), yaitu individu yang menggunakan

internet 10-40 jam perbulan.

3) Pengguna ringan (light users), yaitu individu yang menggunakan

(37)

22

Jadi waktu menggunakan gadget adalah lamanya waktu luang

yang dapat dimanfaatkan agar tidak terbuang sia-sia, seperti pada waktu

jam kosong ketika kegiatan yang lain sedang tidak berlangsung sehingga

dapat memanfaatkan semaksimal mungkin.

B. Kedisiplinan Menghafal Al-Quran

1. Pengertian Kedisiplinan Menghafal Al-Qr’an

Kedisiplinan menurut Poerwadarminto adalah ketaatan pada

peraturan dan tata tertib (Poerwadarminto, 1991:254). Kedisiplinan

berasal dari kata dasar disiplin. Disiplin berasal dari bahasa latin

disiplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar mengajar. Dalam istilah

bahsa inggris yakni, discipline, berarti tertib, tata atau mengendalikan

tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri (Tu’u, 2004:30)

Sedangkan menurut istilah disiplin adalah suatu keadaan tata

tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk

pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati ( Imron,

2011:172).

Disiplin dapat dipahami sebagai suatu tata tertib yang dapat

mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok. Tata tertib itu buatan

manusia sebagai pembuat dan pelaku. Sedangkan disiplin timbul dari

dalam jiwa karena adanya dorongan untuk menaati tata tertib tersebut

(38)

23

Dari beberapa penjelasan tersebut kita mengetahui bahwa disiplin

adalah sikap patuh atau tata terhadap peraturan yang merupakan cermin

kualitas moral seseorang, disiplin digunakan secara sadar dan dengan

cara sengaja.

Menurut Munjahid (2007:73) hafalan atau menghafal merupakan

bahasa Indonesia yang berarti menerima, mengingat, menyimpan dan

memproduksi kembali tanggapan-tanggapan yang diperolehnya melalui

pengamatan. Menghafal dalam bahasa Arab berasal dari kata-kata

hafizho, yahfazhu, hifzhon.

Sedangkan menurut Abdul Aziz (2004:49), menghafal adalah

proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar.

Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal. Penghalang

utama menghafal Al-Quran adalah malas, tidak ada kemauan, hilang

akal, dan mati hati. Sedangkan banyak atau sedikitnya jumlah hafalan

tergantung tekat yang dimiliki. Namun memang setiap manusia memiliki

kemampuan yang berbeda dalam mengingat sesuatu yang telah

diulang-ulang. Sebagian hafal dengan pengulangan 5 kali, sebagian yang lain

akan hafal kalau diulang 20 kali bahkan 30 kali, yang penting akhirnya

akan sampai hafal diluar kepala.

Menghafal merupakan penerjemahan dari bahasa arab Hafadza

yang berarti memelihara, menjaga, menghafal (Munawwir, 1999:123).

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa menghafal berasal dari

(39)

24

informasi yang masuk kedalam otak dapat disimpan dalam ingatan (Tim

penyusun KBI:381).

Sedangkan pengertian Al-Quran secara estimologi berarti bacaan

atau yang dibaca. Kata Al-Quran merupakan bentuk masdar dari kata

kerja qara‟a. Adapun menurut istilah para ulama Al-Quran adalah

kalamullah yang diturunkan Allah SWT, kepada Nabi Muhammad saw,

disampaikan secara mutawatir, bernilai ibadah bagi umat muslim yang

membacanya, dan ditulis dalam mushaf (Amrullah, 2008:1) Al-Quran

adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi setiap

muslim (Munawar, 2003:1).

Menurut Mustamir (2007:1) Al-Quran secara estimologi, lafad

Al-Quran berasal dari bahasa Arab dari kata qara‟a yang berarti

membaca. Al-Quran adalah isim masdar yang diartikan sebagai isim

maf‟ul yang berarti sesuatu yang dibaca.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan menghafal Al-Quran

adalah dorongan dari jiwa yang secara sadar dan sengaja untuk

menghafal al-Quran dengan mengingat diluar kepala dengan cara

membaca berulang-ulang al-Quran agar senantiasa ingat dalam rangka

menjaga kemurnian al-Quran.

Adapun disiplin yang digunakan dalam proses belajar mengajar

merupakan langkah awal dalam rangka untuk mewujudkan keberhasilan

agar tercapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan, serta

(40)

25

menempuh pola dan bentuk disiplin agar anak bisa terbiasa melakukan

pekerjaan dengan baik (Junaedi, 2009:18).

Dalam Islam kedisiplinan itu sangat penting, sesuai dengan

firman Allah SWT, dalam QS. Al- Ashr ayat 1-3:



















1. demi masa.

2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Awal dari sebuah kedisiplinan adalah menyampaikan ajaran dan

membentuk perilaku yang secara praktis dilakukan dengan membuat

peraturan. Keluarga serta lembaga pendidikan seperti sekolah dan

pesantren sebaiknya membuat sebuah aturan yang ditetapkan dan

disepakati bersama. Tanpa ada aturan, anak akan cenderung liar,

semaunya sendiri dan tidak terarah.

Ingatan merupakan suatu yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Karena hanya dengan ingatan itulah manusia mampu

merefleksikan dirinya, berkomunikasi, dan menyatakan pikiran dan

perasaannya yang berkaitan dengan pengalam-pengalamnya.

Menghafal al-Quran adalah suatu proses mengingat, dimana

seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti waqof dll) harus

diingat secara sempurna. Karena itu seluruh proses pengingatan terhadap

(41)

26

kembali harus tepat. Keliru dalam memasukkan atau menyimpannya,

akan keliru pula dalam mengingatnya kembali, atau bahkan sulit

ditemukan dalam memori (Sa’dulloh, 2008:48).

Berbicara tentang disiplin menghafal al-Quran yang diterapkan di

lembaga-lembaga sekolah dan pesantren, dalam praktiknya penerapan

disiplin menghafal santri di pesantren sama dengan penerapan disiplin

belajar di sekolah. Sehingga secara teori hasil dari penerapan disiplin

menghafal santri sama dengan hasil yang diperoleh dari penerapan

disiplin belajar siswa di sekolah. Dengan memeberlakukan disiplin santri

belajar beradaptasi dengan lingkungan yang baik, dan juga belajar dalam

menghargai waktu. sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan

dengan orang lain dan pemanfaat waktu dalam menghafal al-Quran.

Untuk menciptakan suasana belajar santri di pesantren yang

tertib, penerapan disipin belajar santri menjadi menu wajib yang harus

diperhatikan oleh para pengasuh dan pengajar santri agar tercipta

alumni-alumni yang memiliki kepribadian unggul.

2. Fungsi disiplin

Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap santri agar

keberhasilan menghafal santri selama belajar di pesantren lebih

maksimal. Ada beberapa hal yang ikut memeberikan kontribusi

terhadap perubahan hasil menghafal santri, antara lain kecerdasan,

usaha diri, teman gaul, waktu yang disediakan untuk menghafal, rasa

(42)

27

perubahan perilaku santri, untuk itu disiplin menjadi prasyarat bagi

pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan berdisiplin, yang akan

mengantarkan santri berhasil sesuai tujuannya.

Beberapa faktor yang memepengaruhi hasil belajar di atas

sangat dekat kaitannya dengan fungsi disiplin secara umum. Berikut

ini akan dibahas beberapa fungsi disiplin secara umum,

1) Menata kehidupan bersama

Manusia adalah makhluk unik yang memiliki ciri, sifat,

kepribadian, latar belakang dan pola pikir yang berbeda-beda.

Selain sebagai satu individu, juga sebagai makhluk sosial. Sebagai

makhluk sosial, selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain.

Dalam hubungan tersebut, diperlukan norma, nilai,

peraturan untuk mengatur agar kehidupan dan kegiatannya berjalan

lancar. Disiplin berguna untuk menyadarkan sesorang bahwa

dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan

mematuhi peraturan yang berlaku.

fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia,

dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Dengan begitu,

hubungan antara individu satu dengan yang lain menjadi baik dan

lancar (Tu’u, 2004:109)

Faktor lingkungan dimana santri hidup dan bergaul sangat

berpengaruh terhadap kedisiplinan menghafal santri, sehingga

(43)

28

berada pada kelompok yang mendukung dan membimbing untuk

disiplin dan terus belajar, yang pada akhirnya santri dapat

meningkatkan hafalannya secara maksimal.

2) Membangun kepribadian

Kepribadian adalah ciri atau karakterisitik atau gaya atau

sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari

bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, lingkungan

keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir

(Sjarkawi, 2008:11)

Fungsi disiplin secara umum adalah memebentuk

kepribadian yang terarah dan mempunyai kontrol diri yang baik.

Manusia pada dasarnya memiliki ciri khas yang memebedakannya

dengan orang lain, perbedaan itu dapat berupa perbedaan jasmani,

akal pikiran dan juga kepribadian.

Tetapi pada dasarnya sekalipun masing-masing orang

memiliki perbedaan, hal itu tidak menutup peluang bagi setiap

orang untuk maju, berhasil dalam hidup, termasuk berhasil dalm

menuntut ilmu. Pada umumnya orang yang berhasil ini adalah

orang yang memiliki usaha dan kemauan yang kuat, semangat dan

daya juang tinggi serta memiliki disiplin diri dan tidak mudah

putus asa (Tu’u, 2004:113)

Oleh karena itu keberhasilan menghafal santri bergantung

(44)

29

hal itu dapat terwujud ketika santri memiliki kepribadian yang

diinginkan. Semua ini bisa tercapai ketika snatri dapat

mendisiplinkan dirinya untuk tetap semangat dalam belajar dan

meraih hasil belajar yang optimal.

3) Melatih kepribadian

Proses pembentukan kepribadian adalah bagaimana

menciptakan pribadi-pribadi yang tertib, teratur, taat serta patuh.

Karena faktor yang sanagat penting terhadap pencapaian nilai yang

dicapai santri sebagai indikator hasil belajar adalah kecerdasan.

Kedisiplinan belajar santri harus berjalan seimbang dengan

kecerdasan (Tu’u, 2004:111)

Untuk itulah fungsi disiplin secara umum sangat penting

untuk menciptakan pribadi yang tertib dan berprilaku baik,

sehingga hasil menghafal santripun akan sesuai harapan.

4) Pemaksaan

Disiplin adalah sikap mental yang mengandung kerelaan

mematuhi semua peraturan, ketentuan dan norma yang berlaku

dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab. Faktor yang

mendorong terbentuknya kedisiplinan yaitu dorongan dari dalam

diri dan dorongan dari luar.

Soegeng Prijodarminto mengatakan:“disiplin yang terwujud

(45)

30

kembali bilamana faktor-faktor luar tersebut lenyap (Tu’u, 2004:

41)

Jadi disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada

seseorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku di

lingkungan itu. Dari mula-mula karena paksaan, kini dilakukan

karena kesadaran diri, menyentuh kalbunya, merasakan sebagai

kebutuhan dan kebiasaan.

Paksaan untuk disiplin ini tidak hanya pada kepatuhan

terhadap aturan-aturan yang ada, akan tetapi pemaksaan ini juga

dapat diterapkan dalam mendisiplinkan santri dalam belajar

menghafal al-Quran, sehingga pelan-pelan santri akan terbiasa

disiplin dalam belajar sendiri tanpa harus dipaksa dan akhirnya

prestasi ataupu hasilnya akan meningkat.

5) Hukuman

Kunci untuk disiplin yang efektif adalah membuat

hukuman-hukuman menjadi layak ada. Dalam menghukum

seorang anak umpamanya dengan menahan atau mencabut hak

yang disenanginya, tentukanlah bahwa hukuman yang ditimpakan

itu berhubungan dengan tingkah lakunya yang salah. Namun yang

perlu diperhatikan hukuman yang berlebihan akan menyebabkan

anak lebih memusatkan pikirannya kepada ketidakadilan daripada

terhadap peranan mereka dalam perbuatan itu. Jadi hindarilah

(46)

31

sekaligus dan seluruhnya, dengan cara menjatuhkan

hukuman-hukuman yang berlebihan.

Sanksi displin berupa hukuman tidak boleh dilihat hanya

sebagai cara untuk menakut-nakuti atau untuk mengancam supaya

orang tidak berani berbuat salah. Sanksi seharusnya sebagai alat

pendidikan dan mengandung unsur pendidikan. Tanpa unsur itu

hukuman kurang bermanfaat (Tu’u, 2004:42)

Kaitannya dengan disiplin belajar menghafal santri adalah

dengan adanya hukuman yang diterapakan pengurus pesantren,

maka hal ini secara tidak langsung akan mendisiplinkan santri

dalam belajar menghafal. Karena dengan adanya aturan-aturan dari

pesantren tentang pembagian waktu belajar dan waktu menghafal

yang disertai hukuman-hukuman bagi para pelanggarnya, maka

disiplin belajar santri akan didisiplinkan oleh aturan-aturan

tersebut, sehingga hasil belajar yang diinginkan akan lebih

terkontrol.

6) Mencipta lingkungan kondusif

Pesantren sebagai ruang lingkup pendidikan perlu

menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Kondisi

yang baik bagi proses tersebut adalah kondisi aman, tentram,

tenang, tertib dan teratur, saling menghargai dan hubungan

pergaulan yang baik. Apabila kondisi ini terwujud pesantren akan

(47)

32

pendidikan. Di tempat seperti itu, potensi dan prestasi santri akan

mencapai hasil optimal. Sebab unsur-unsur yang menghambat

proses pendidikan cepat diatasi dan diminimalkan oleh situasi

kondusif tersebut (Tu’u, 2004:43)

Jadi peraturan pesantren yang dirancang dan

diimplementasikan dengan baik, memebri pengaruh bagi

terciptanya pesantren sebagai lingkungan pendidikan yang

kondusif bagi kegiatan pembelajar. Tanpa ketertiban, suasana

kondusif bagi pembelajaran akan terganggu, prestasi belajarpun

ikut terganggu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin

Kedisiplinan seseorang dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri

orang tersebut juga dari lingkungannya. Berikut faktor-faktor yang

mempengaruhi kedisiplinan dari seorang santri (hamalik, 2009:108)

1) Faktor internal : faktor dari dalam diri manusia mendorong manusia

untuk menerapkan disiplin, antara lain:

a) Faktor fisik: fisik yang kuat, segar dan sehat bagi seorang santri

akan sangat memepengaruhi kedisiplinan belajar santri di

pondok pesantren

b) Faktor psikis: keinginan santri untuk melaksanakan tugas

menghafalnya dengan baik mungkin dan adanya kebutuhan

(48)

33

berhasil dengan baik akan mendorong santri untuk berdisiplin

dalam melaksanakn tugasnya.

c) Adanya inisiatif untuk selalu memperbaiki proses menghafal

maka akan mendorong santri berdisiplin dalam mengerjakan

apa-apa yang menyangkut tentang keberhasilan menghafal

al-Quran.

2) Faktor Eksternal

a) Kyai/ ustadz

Sifat dan karakteristik kyai/ ustadz akan mempengaruhi

kedisiplinan belajar santri dalam belajar. Kyai/ ustadz yang rajin

akan menjadi motivasi tersendiri bagi santri untuk selalu disiplin

b) Rekan-rekan santri

Jika ada seorang santri yang menjunjung tinggi

kedisiplinan, akan menggugah rekan snatri yang lain untuk ikut

menegakkan kedisiplinan, begitupula sebaiknya

c) Tata tertib

Peraturan pondok pesantren yang longgar,

memungkinkan santri untuk bersikap santai. Akan tetapi, apabila

kedisiplinan menjadi hal utama dalam peraturan pondok

pesantren tersebut, niscaya kedisiplinan santripun akan

(49)

34

4. Bentuk-bentuk kedisiplinan menghafal al-Quran

Ada beberapa bentuk kedisiplinan yang harus dilaksanakan oleh

seseorang yang menuntut ilmu terutama bagi santri yang sedang

menghafal al-Quran diantaranya:

1) Mengatur waktu belajar

Masalah pengaturan waktu inilah yang menjadi persoalan bagi

siswa atau santri. Banyak santri yang mengeluh karena tidak dapat

membagi waktu dengan tepat dan baik. Akibatnya waktu yang

seharusnya dimanfaatkan terbuang dengan percuma. Prestasi yang

diidam-idamkan hanya tinggal harapan. Sebaliknya, membuahkan

hasil kekecewaan. Oleh karena itu, begitu pentingnya bagi siswa atau

santri membagi waktu belajarnya misalnya dengan membuat jadwal

(Djamarah, 2002:19)

Dalam rangka pembuatan jadwal, seperti contoh bagi santri

yang sedang menghafal al-Quran dalam sehari harus mampu

menyisakan jam untuk belajar dan membuat hafalan. Setelah jam

belajar sudah jelas maka sebaiknya seorang santri juga harus bisa

membagi dengan jelas kapan waktunya membuat hafalan baru dan

kapan waktunya mengulang hafalan yang sudah didapat agar tidak

lupa. Sehingga waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya untuk kepentingan keberhsilan studi selama menuntut

(50)

35 2) Mengulangi bahan hafalan

Seorang siswa atau santri jangan lupa untuk mengulangi bahan

pelajaran di rumah atau asrama. Apa yang guru jelaskan tidak mesti

semuanya terkesan yang masih samar-samar dalam ingatan.

Pengulangan sangat membantu untuk memeperbaiki semua kesan

yang masih samar-samar itu untuk menjadi kesan-kesan yang

sesungguhnya, yang tergambar jelas oleh ingatan (Djamarah,

2002:42).

Seperti halnya seorang santri yang menghafal al-Quran jangan

pernah lupa untuk mengulangi hafalan setelah menyetor hafalan.

Apabila seorang guru memberikan masukan atau membenarkan

hafalan yang disetorkan segera mungkin mengulang hafalan untuk

memperbaikinya. Selain itu pengulangan dapat memperlancar hafalan

atau hafalan dapat tergambar jelas dalam ingatan.

3) Menghafal bahan pelajaran

Dalam menghafal, proses mengingat memegang peran yang

sangat penting. Orang akan sukar menghafal bila daya ingatnya

rendah. Sebaliknya daya ingat yang kuat sangat mendukung ketahanan

hafalan seseorang. Oleh karena itu ada beberapa cara yang sangat

berguna dalam meningkatkan kemampuan mengingat seseorang yaitu,

menguji diri secara aktif dengan cara mengulang hafalan, mengadakan

(51)

36

memusatkan perhatian dan jangan terlelap (niat sungguh-sungguh

untuk belajar) (Djamarah, 2002:43).

4) Menyetor hafalan tepat waktu

Setiap hari pelajar masuk sekolah, kecuali hari-hari libur dan

hari besar Nasional. Sebagai pelajar harus berangkat ke sekolah dan

masuk kelas tepat waktu, tidak bisa dilalaikan. Ini adalah kewajiban

mutlak harus ditaati oleh pelajar bagi yang melanggarnya dikenakan

sanksi (Djamarah, 2002:97).

Seperti halnya seorang siswa, begitu pula seorang santri yang

sedang menghafal al-Quran setiap hari harus menyetor hafalan tepat

waktu, kecuali satu hari tertentu yang telah disepakati dan bagi

perempuan yang sedang terkena menstruasi. Menyetor hafalan tidak

bisa diabaikan begitu saja harus tepat waktu sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan.

5) Tahap-tahap hafalan

Sebelum sesorang mengingat suatu informasi atau sebuah

kejadian yang telah lalu, ternyata ada beberapa tahapan yang harus

dilalu ingatan tersebut untuk bisa muncul kembali. Ada tiga tahapan

dalam menghafal atau mengingat, yaitu:

1. Mencamkan (Learning)

Mencamkan atau memahamkan dapat diartikan sebagai

meletakkan kesan-kesan sehingga kesan-kesan itu dapat disimpan

(52)

37

kembali. Mencamkan ini adakalanya dilakukan dengan sengaja

dan ada kalanya dilakukan dengan tidak sengaja (Baharudin,

2008:113)

a) Sengaja, individu dengan kesadaran yang sungguh-sungguh

dapat memahami segala pengalaman-pengalaman dan

pengetahuan-pengetahuan dalam jiwanya. Mencamkan

dengan sengaja ini sendiri dapat dilakukan dengan

menempuh dua cara, yaitu: menghafal (memorozing) dan

mempelajari (Studying).

b) Tidak sengaja, mencamkan dengan tidak sengaja merupakan

mencamkan apa yang dialami dengan tidak sengaja kedalam

jiwanya, dalam memperoleh suatu pengalaman.

2. Menyimpan (Retaining)

Proses lanjut setelah mencamkan adalah penyimpanan

informasi yang masuk ke dalam gudang memori. Gudang memori

terletak di dalam memori jangka panjang. Semua informasi yang

dimasukkan ke kadalam gudang memori itu tidak akan pernah

hilang. Apa yang disebut lupa sebenarnya hanya seorang yang

tidak berhasil menemukan kembali informasi tersebut ke dalam

gudang memori. Mungkin karena lemahnya proses saat

pemetaannya, sehingga sulit ditemukan kembali. Padahal

sesungguhnya masih ada di dalam gudang memori (Sa’dulloh,

(53)

38

Menyimpan kesan-kesan ingatan berhubungan dengan

emosi seseorang akan mengingat sesuatu yang baik, apabila

peristiwa itu menyentuh perasaan-perasaan sedangkan

kejadian-kejadian yang tidak menyentuh emosi akan diabaikan. Dari

sinilah kesan-kesan itu disimpan di otak seorang siswa apabila

sangat suka dengan suatu mata pelajaran, maka ingatan pada mata

pelajaran tersebut sangatlah kuat dan memungkinkan dapat

disimpan lama.

Pada umumnya kemampuan untuk mengingat tersebut

tergantung pada hal-hal seperti kondisi tubuh (sakit), usia

seseorang (tua), intelegensi seseorang, pembawaan seseorang,

derajat dan minat seseorang terhadap suatu masalah (Baharudin,

2010:116)

3. Reproduksi (Recallig)

Mereproduksi adalah pengaktifan kembali hal-hal yang

telah dicamkan dalam ingatan. Dalam reproduksi ada dua bentuk,

yaitu:

a) Mengingat kembali (recall)

Yaitu proses mengingat informasi yang dipelajari

dimasa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme.

Dalam mengingat kembali, individu dapat mengingat kembali

kesan-kesan yang diingat tanpa adanya objek tertentu

(54)

39

Dengan demikian, mengingat kembali ini disebabkan

sesuatu dari dalam, bukan karena pengaruh objek tertentu,

misalnya minggu lusa santri diberikan materi hukum bacaan

mad pada masa pelajaran tajwid dan hari berikutnya santri

ditanya hal yang sama, maka santri akan mengingat kembali

materi minggu lusa. Dalam hal ini, tidak ada objek yang

dipakai untuk merangsang reproduksi.

b) Mengenal kembali (rocognition)

Proses mengingat informasi yang sudah dipelajari

melalui sesuatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme.

Pada individu dapat menimbulkan kembali disesabkan oleh

adanya objek dari luar untuk mencocokkannya. Dalam hal ini

ada suatu objek yang dipakai sebagai perangsang untuk

mengadakan reproduksi. Objek dimaksudkan sebagai bahan

untuk mencocokkan ciri-ciri kesan tentang benda sejenisnya,

misalnya santri kehilangan sebuah peci diperlihatkan sebuah

peci, maka santri akan mencocokkan kesan yang telah

tersimpan dengan sebuah peci yang diperhatikan.

Adapun ingatan itu memiliki beberapa sifat,

diantaranya:

1) Ingatan yang cepat, apabila individu dapat menerima

(55)

40

2) Ingatan setia, apabila individu dapat menyimpan

kesan-kesan itu dengan tidak berubah dari kesan-kesan semula.

3) Ingatan yang teguh, individu dapat menyimpan

kesan-kesan dalam waktu lama dan tidak mudah lupa.

4) Ingatan yang luas, individu sekaligus dapat menyimapn

banyak kesan-kesan.

5) Ingatan siap, ingatan yang pernah dicamkan dapat

dengan mudah direproduksi secara lancar (Suryabrata,

2004:44)

5. Syarat-syarat menghafal al-Quran

Untuk dapat menghafal al-Quran dengan baik seseorang harus

memenuhi syarat-syarat, anatara lain sebagai berikut:

1) Niat yang ikhlas

Hal pertama yang harus dilakukan bagi orang yang ingin

menghafal al-Quran adalah mengikhlaskan niat dan memperbarui niat

menjadi lebih baik. Yaitu mereka harus membulatkan niat menghafal

al-Quran hanya mengharap ridho Allah.

2) Mempunyai kemauan yang kuat

Menghafal al-Quran sebanyak 30 juz bukanlah pekerjaan yang

mudah. Menghafal al-Quran diperlukan waktu yang relatif lebih lama,

walaupun pada sebgaian orang yang mempunyai intelegensi tinggi

bisa lebih cepat. Namun bagi orang „ajam yang tidak menggunakan

(56)

al-41

Quran harus pandai terlebih dahulu membaca huruf-huruf arab dengan

baik dan benar. Oleh karena itu, diperlukan kemauan yang kuat dan

kesabaran yang tinggi agar tujuan tercapai.

3) Disiplin dan istiqomah menambah hafalan

Seorang calon hafidz harus disiplin dan istiqomah dalam

menambah hafalan. Harus gigih memanfaatkan waktu senggang,

cekatan, kuat fisik, bersemangat tinggi, mengurangi

kesibukan-kesibukan yang tidak ada gunanya. Yang penting buatlah jadwal

waktu-waktu menghafal yang baik menurut selera penghafal sendiri,

dan tetaplah istiqomah dalam menjalakannya.

4) Talaqqi kepada seorang guru

Seorang calon hafidz hendaknya berguru (talaqqi) kepada

seorang guru hafidz al-Quran, telah mantap agama dan ma’rifat serta

guru yang telah dikenal mampu menjaga dirinya.

5) Berakhlak Terpuji

Orang yang menghafal al-Quran hendaknya selalu berakhlak

terpuji. Akhlak terpuji tersebut harus sesuai dengan ajaran syari’at

yang telah diajarkan oleh Allah SWT. Berakhlak yang terpuji dan

menjahui sifat-sifat tercela adalah cermin dari

(57)

42

C. Intensitas Penggunaan Gadget terhadap Kedisiplinan Menghafal

al-Quran

Menurut Norman dalam buku multimedia learning (prinsip-prinsip

dan aplikasi) karangan Richard E. Mayer, menilai bahwa sebagian besar sains

dan teknologi mengambil sudut pandang machine-centered (berpusat pada

mesin) untuk desain mesin sehingga teknologi yang diniati dapat membantu

manusia malah sering menggangu dan membingungkan manusia (Mayer,

2009:16). Maksudnya kecanggihan teknologi khususnya gadget yang

sejatinya yang sejatinya bisa digunakan untuk mempermudah kegiatan, justru

sebaliknya dapat mengganggu aktifitas seseorang manakala penggunanya

tidak dapat mengontrol diiri yang mungkin dapat menimbulkan sifat dan

sikap baru yang merugikan seperti mulai malas, tidak sabar dan gampang

putus asa.

Saat ini gadget merupakan benda elektronik dan paling banyak

dipakai dan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Gadget mampu

memperpendek jarak uang jauh, sehingga dapat saling berkomunikasi pada

saat bersamaan. Gadget membantu komunikasi antar individu dan bahkan

anatar kelompok dengan berbagai fasilitas layanan yang disediakan oleh jasa

telekomunikasi. Keberadaan gadget kini sudah mengalahkan telephone kabel.

Teknologi seluler selalu berkembang terus dan tidak pernah akan berhenti

disatu titik. Teknologi berkaitan erat dengan desain dan kualitas suatu produk

sehingga masyarakat tidak akan jenuh dengan teknologi yang semakin

(58)

43

Melihat realita remaja sekarang ini dalam mengunakan gadget itu

membuat orang tua khawatir, apalagi anak yang di pesantren pengawasan

orang tua tidak ada, untuk itu dari pihak pesanren harus menerapkan

kedisiplinan agar santri bisa menggunakan gadget agar tidak ketinggalan

zaman, dan mereka juga masih bisa mengikuti kegiatan pondok pesantren

dengan baik, sehingga setelah keluar dari pondok pesantren ia akan

mendapatkan hasil sesuai apa yang diinginkan.

Bagi para penghafal, belajar dengan sungguh-sungguh dan

menerapkan disiplin diri adalah kunci agar hasil yang dicapainya sesuai

dengan harapan yaitu bisa menghafalkan al-Quran dengan tepat dan benar

secara efektif 30 juz.

Namun untuk memperoleh sikap disiplin yang diinginkan harus

melalui pembentukan disiplin. Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui

proses latihan dan kebiasaan yang bertahap dan sedikit demi sedikit. Tentang

pembentukan disiplin, terjadi karena lasan berikut ini.

a. Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan,

penanaman kebiasaan dan keteladanan. Pembinaan itu dimulai dari

lingkunagn keluarga sejak kanak-kanak.

b. Disiplin dapat ditanam mulai dari tiap-tiap individu dari unit paling kecil,

organisasi atau kelompok.

c. Disiplin diproses melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai

dari keluarga dan pendidikan.

Gambar

Tabel 1
Tabel 3.1 Daftar Nama Responden Pondok al-Muntaha
Tabel 3. 2 Jawaban Angket Penggunaan Gadget
Tabel 3.3 Jawaban Angket Kedisiplinan Menghafal al-Quran
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, ada beberapa faktor penghambat dalam proses menghafal al-Qur’ān, yaitu:

Tanpa konsep diri yang baik akan menyebabkan santri mematuhi peraturan yang berlaku di pondok pesantren Al-Karomah ‘Aidarusy secara terpaksa tanpa adanya unsur ketaatan atau

menghafal Al-Qur’an di pondok pesantren modern baharuddin terdapat santri wati kelas VIII berjumlah 50 orang terbagi menjadi 2 kelas dari 50 santri wati terdapat 40 santri yang

Dalam hal ini penulis akan mencoba melihat tentang bagaimana hubungan antara Intensitas Menghafal al-Qur’an dengan Kontrol Diri Santri Putra Pondok Pesantren Bustanu 'Usysyaqil

2. Di Pondok Pesantren Nazzalal Furqon ditemukan metode-metode yang digunakan santri dalam proses menghafal Al- Qur’an adalah: metode memperbanyak membaca Al- Qur’an

2 Prof. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , Rineka Cipta, Jakarta.. optimisme terhadap kedisiplinan belajar santri di Pondok Pesantren Al

Penguasaan di dalam membaca al-Qur’an di Pondok Pesantren Modern dalam hal ini fokul analisis yaitu santri baru dan santri yang sudah senior yang berada di

Dengan kata lain, intensitas penggunaan media sosial memiliki dampak yang negatif terhadap karakter santri di pondok pesantren Miftahul Huda Malang.. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan