• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KETERIKATAN KERJA KARYAWAN DI PT SENTOSA BINA MAKMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KETERIKATAN KERJA KARYAWAN DI PT SENTOSA BINA MAKMUR."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KETERIKATAN KERJA KARYAWAN DI PT SENTOSA BINA MAKMUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Arief Kurniawan B77211094

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)

INTISARI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan secara bersama-sama di PT Sentosa Bina Makmur, serta untuk mengetahui faktor terbesar dari budaya organisasi yang berpengaruh terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan uji regresi linier berganda. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala budaya organisasi dan skala keterikatan kerja. Subjek penelitian ini berjumlah 200 responden dari jumlah populasi sebanyak 250 orang melalui teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sembilan faktor budaya organisasi memengaruhi keterikatan kerja karyawan secara simultan di PT Sentosa Bina Makmur dengan besarnya korelasi 0,801 dan signifikansi sebesar 0,000. Kemudian hasil uji regresi menyatakan bahwa dari kesembilan faktor budaya organisasi yang memiliki pengaruh terhadap keterikatan kerja sebanyak delapan faktor, sedangkan satu faktor dari budaya organisasi yang tidak memiliki pengaruh terhadap keterikatan kerja adalah faktor sistem imbalan. Pengaruh yang diberikan sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja memiliki nilai sumbangan efektif total sebesar 91,1%.

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Keterikatan Kerja ... 11

1. Pengertian Keterikatan Kerja ... 11

2. Dimensi Keterikatan Kerja ... 13

3. Faktor yang Memengaruhi Keterikatan Kerja ... 15

4. Ciri-ciri Keterikatan Kerja ... 17

B. Budaya Organisasi ... 19

1. Pengertian Budaya Organisasi ... 19

2. Dimensi Budaya Organisasi ... 20

3. Fungsi Budaya Organisasi ... 22

4. Aspek Budaya Organisasi ... 24

C. Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Keterikatan Kerja ... 25

D. Landasan Teoritis ... 28

E. Hipotesis ... 29

BAB III : METODE PENELITIAN ... 31

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 32

C. Teknik Pengumpulan Data ... 33

D. Validitas Dan Reliabilitas ... 36

E. Analisis Data ... 42

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Analisis Deskripsi subjek. ... 45

B. Deskripsi dan Reliabitas Data ... 48

1. Deskripsi Kategorisasi Skor ... 48

a. Kategorisasi Skor skala Budaya Organisasi ... 48

b. Kategorisasi Skor Skala Keterikatan Kerja ... 49

2. Reliabilitas data ... 51

(6)

b. Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja ... 51

C. Hasil penelitian... 52

1. Uji normalitas ... 52

2. Uji linieritas ... 53

3. Uji Hipotesis ... 54

D. Pembahasan ... 64

BAB V : PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Hipotesis Penelitian ... 30

Tabel 3.1 : Blue Print Skala Budaya Organisasi (try out) ... 34

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Keterikatan Kerja (try out) ... 35

Tabel 3.3 : Validitas Skala Budaya Organisasi (tryout) ... 36

Tabel 3.4 : Blue Print Penelitian Skala Budaya Organisasi ... 38

Tabel 3.5 : Validitas Skala Keterikatan Kerja (tryout) ... 38

Tabel 3.6 : Blue Print Penelitian Skala Keterikatan Kerja ... 41

Tabel 3.7 : Uji Reliabilitas Skala Budaya Organisasi (tryout) ... 42

Tabel 3.8 : Uji Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja (tryout) ... 42

Tabel 4.1 : Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 45

Tabel 4.2 : Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 46

Tabel 4.3 : Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 46

Tabel 4.4 : Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan ... 47

Tabel 4.5 : Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 47

Tabel 4.6 : Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Budaya Organisasi ... 48

Tabel 4.7 : Kategorisasi Budaya Organisasi ... 49

Tabel 4.8 : Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Keterikatan Kerja ... 50

Tabel 4.9 : Kategorisasi Keterikatan Kerja ... 50

Tabel 4.10 : Uji Reliabilitas Budaya Organisasi (penelitian) ... 51

Tabel 4.11 : Uji Reliabilitas Keterikatan Kerja (penelitian) ... 52

Tabel 4.12 : Uji Normalitas Data ... 53

Tabel 4.13 : Uji Linearitas ... 53

Tabel 4.14 : Analisa Model Regresi ... 55

Tabel 4.15 :Sumbangan Efektifitas Total Sembilan Dimensi Budaya Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja secara Simultan ... 55

Tabel 4.16 :Nilai Koefisien (B) dan Hasil Analisis Regresi linier Berganda Secara Parsial ... 56

Tabel 4.17 : Simpulan Nilai Koefisien, Cross-Product, Regresi, dan Sumbangan Efektif Total ... 62

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Tabulasi data mentah tryout skala budaya organisasi Lampiran II : Tabulasi data mentah tryout skala keterikatan kerja Lampiran III : Tabulasi skoring tryout skala budaya organisasi Lampiran IV : Tabulasi skoring tryout skala keterikatan kerja

Lampiran V : Tabulasi skoring data penelitian skala budaya organisasi Lampiran VI : Tabulasi skoring data penelitian skala keterikatan kerja Lampiran VII : Hasil output cross-product

Lampiran VIII : Instrumen tryout Lampiran IX : Instrumen penelitian

Lampiran X : Blueprint penelitian budaya organisasi Lampiran XI : Blueprint penelitian keterikatan kerja Lampiran XII : Uji Validitas tryout budaya organisasi Lampiran XIII : Uji reliabilitas tryout budaya organisasi Lampiran XIV : Uji validitas tryout keterikatan kerja Lampiran XV : Uji reliabilitas tryout keterikatan kerja Lampiran XVI : Uji reliabilitas penelitian budaya organisasi Lampiran XVII : Uji reliabilitas penelitian keterikatan kerja Lampiran XVIII : Uji Normalitas

(10)

1   

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya job engagement dengan pencapaian target perusahaan hasilnya sangat positif. Perusahaan tidak lagi hanya mencari calon karyawan yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, namun mereka juga mencari calon karyawan yang mampu menginvestasikan diri mereka sendiri untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, proaktif, dan memiliki komitmen tinggi terhadap standar kualitas kinerja (Bakker, 2011, dalam Kurniawati, 2013).

Agustian (2012) menyebutkan pentingnya work engagement tidak hanya pada perusahaan swasta, namun perusahaan negara (BUMN) juga instansi pemerintahan, bahkan organisasi. Work engagement yang tinggi membuat seseorang sangat termotivasi dalam bekerja serta memiliki komitmen, antusias, dan bersemangat. Work engagement membuat seseorang merasa keberadaannya dalam organisasi/perusahaan bermakna untuk kehidupan mereka hingga menyentuh tingkat terdalam yang pada ujungnya akan meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.

Hal tersebut merupakan suatu indikasi bahwa individu tersebut

(11)

2   

juga membutuhkan karyawan yang bisa terikat dengan pekerjaannya (Bakker & Leiter, 2010, dalam Kurniawati, 2013).

Karyawan atau pekerja adalah salah satu pemeran utama dalam struktur organisasi, karena keterlibatan, komitmen dan keterikatan mereka terhadap pekerjaan dan tugas-tugasnya yang menjadikan organisasi bisa tetap kompetitif. Gallup mengatakan bahwa karyawan dengan keterikatan kerja yang kuat terhadap organisasi, tugas-tugas dan lingkungan kerjanya akan lebih mudah dalam mengelola hubungan kerja, mengelola stres atas tekanan pekerjaan dan mengelola perubahan yang terjadi (Erna, 2011).

Dalam penelitian sebelumnya oleh Mujiasih dan Ika (2012) menyatakan bahwa engagement merupakan variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas, kepuasan pelanggan, dan juga meningkatkan

turnover. Melihat hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa sangat penting bagi sebuah organisasi untuk berfokus dalam meningkatkan

engagement karyawan dalam bekerja.

(12)

3   

ketidakhadiran, mengurangi penipuan, meningkatkan kepuasan konsumen, mengurangi kecelakaan kerja dan meminimalkan keluhan karyawan.

Apa yang menyebabkan karyawan tidak bertahan di perusahaan? Branham pada bukunya “The 7 Hidden Reasons Employees Leave: How to Recognize the Subtle Signs and Act Before It’s Too Late”, mengatakan bahwa lebih dari 85% manajer meyakini bahwa karyawan meninggalkan perusahaan karena mereka tertarik dengan gaji yang lebih besar atau kesempatan yang lebih baik. Namun, lebih dari 80% karyawan mengatakan bahwa faktor yang membuat mereka keluar dari perusahaan karena didorong oleh hal yang berkaitan dengan buruknya praktik manajemen atau racun budaya (budaya perusahaan yang lemah) termasuk didalamnya adalah peran pemimpin dalam menanamkan nilai-nilai, norma, etika ke dalam perilaku kerja karyawan (Agustian, 2012) .

Pendapat Federman (2009, dalam Akbar, 2013), kebudayaan (culture) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi employee engagement di dalam perusahaan. Kebudayaan (culture) yang ada di dalam perusahaan atau biasa disebut dengan istilah budaya organisasi merupakan ciri khas yang dimiliki perusahaan yang akan dapat membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya.

(13)

4   

Sedangkan, budaya yang negatif bersifat kontra produktif terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi sehingga dapat menghambat aktivitas kerja dan motivasi karyawan (Rivai, 2000). Selanjutnya dikatakan, bahwa lingkungan kerja mempengaruhi motivasi karena lingkungan kerja merupakan elemen dalam organisasi yang memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan perilaku individu.

Budaya Organisasi harus mampu menginternalisasi ke dalam setiap diri karyawan dan menjelma menjadi motif dasar perilaku setiap karyawan di dalam perusahaan, sehingga karyawan harus memiliki kemampuan dalam memahami dan mengintepretasikan apa yang ada dan berlaku dalam perusahaan, mencari nilai-nilai positif yang akan digunakan untuk meningkatkan kinerja (Robbins, 2002).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Akbar (2013) menyatakan bahwa konsep budaya organisasi dapat mempengaruhi keterikatan kerja (employee engagement). Ketika budaya perusahaan sesuai harapan karyawan maka engagement dari karyawan akan tinggi, begitu juga sebaliknya ketika budaya dalam perusahaan tersebut tidak sesuai harapan dari karyawan maka

engagement dari karyawan akan rendah. Jadi employee engagement

merupakan sikap positif pegawai dan perusahaan yang berwujud komiten, keterlibatan dan keterikatan terhadap nilai-nilai budaya dan pencapaian keberhasilan perusahaan.

(14)

5   

mission, consistency, dan involvement) memiliki pengaruh terhadap sub variabel employee engagement yaitu vigor sebesar 13.3 %, dedication sebesar 18.8%, dan absorption sebesar 12.4%, sisanya dipengaruhi oleh variabel lainnya. Sub variabel mission memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap sub variabel dedication dan absorption.

Fenomena kurangnya tingkat keterikatan kerja karyawan juga terjadi pada perusahan tempat penelitian ini, yakni PT Sentosa Bina Makmur yang bergerak di bidang penyedia gas propana dan supplier gas elpiji di mana karyawannya kurang berdedikasi dengan ditandai sering keluar masuk perusahaan artinya bahwa ada beberapa karyawan yang baru masuk dan bergabung dengan perusahaan akan tetapi tak beberapa lama dari situ ada karyawan lain yang keluar (resend) dari perusahaan tersebut. Karyawan sering pula tak bersemangat dan sering telat dalam masuk kerja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di bagian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur? a. Apakah ada pengaruh antara faktor toleransi terhadap tindakan

(15)

6   

b. Apakah ada pengaruh antara faktor arah terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?

c. Apakah ada pengaruh antara faktor integrasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?

d. Apakah ada pengaruh antara faktor dukungan dari pimpinan atau manajemen terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?

e. Apakah ada pengaruh antara faktor kontrol terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?

f. Apakah ada pengaruh antara faktor identitas terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?

g. Apakah ada pengaruh antara faktor sistem imbalan terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur? h. Apakah ada pengaruh antara faktor toleransi terhadap konflik

terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?

i. Apakah ada pengaruh antara faktor pola-pola komunikasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur?

(16)

7   

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

a. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor toleransi terhadap tindakan beresiko terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

b. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor arah terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

c. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor integrasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

d. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor dukungan dari pimpinan atau manajemen terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

(17)

8   

f. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor identitas terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

g. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor sistem imbalan terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

h. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor toleransi terhadap konflik terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

i. Untuk mengetahui adanya pengaruh antara faktor pola-pola komunikasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

2. Untuk mengetahui faktor terbesar dari budaya organisasi yang berpengaruh terhadap keterikatan kerja karyawan di PT Sentosa Bina Makmur.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi: 1. Segi Teoritis

(18)

9   

dengan budaya organisasi dan pengaruhnya terhadap keterikatan kerja karyawan di dalam sebuah organisasi.

2. Segi Praktis

Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini, dapat memberikan saran dan masukan bagi perusahaan dalam hal memelihara dan meningkatkan budaya organisasi agar dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan.

E. Keaslian Peneltian

Penelitian terdahulu berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Keterikatan Karyawan di PT Sucofindo Cabang Bandung oleh Nisa Widya Pangestu yang secara parsial dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap keterikatan karyawan di PT Sucofindo Cabang Bandung. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa semakin baik budaya organisasi akan membuat keterikatan karyawan menjadi lebih kuat.

(19)

10   

Berbeda lagi dengan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Work Engagement Melalui Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi” yang dilakukan oleh Endah Mujiasih dan Ika ini tidak menggunakan pendekatan kuantitatif sebagaimana yang biasa digunakan dalam meneliti variabel budaya organisasi maupun keterikatan kerja.

(20)

11 

   

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keterikatan Kerja (WorkEngagement) 1. Pengertian keterikatan kerja

Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Keterikatan karyawan yang demikian itu sangat diperlukan untuk mendorong timbulnya semangat kerja karyawan (Hochschild, dalam May dkk, 2004).

Brown, (Robbins, 2003) memberikan definisi work engagement yaitu dimana seorang karyawan dikatakan work engagement dalam pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk organisasi. Karyawan dengan work engagement yang tinggi dengan kuat memihak pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-benar peduli dengan jenis kerja itu .

(21)

12   

absorption (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002, dalam Mujiasih, 2012).

Work engagement lebih daripada keadaan sesaat dan spesifik, mengacu ke keadaan yang begerak tetap meliputi aspek kognitif dan afektif yang tidak fokus pada objek, peristiwa, individu atau perilaku tertentu (Schaufeli & Martinez, 2002). Schaufeli, Salanova, dan Bakker (dalam Mujiasih, 2012) memberikan batasan mengenai work engagement sebagai persetujuan yang kuat terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan.Schaufeli dan Bakker, Rothbard (dalam Saks, 2006) mendefinisikan engagement sebagai keterlibatan psikologis yang lebih lanjut melibatkan dua komponen penting, yaitu attention dan absorption.

Attention mengacu pada ketersediaan kognitif dan total waktu yang digunakan seorang karyawan dalam memikirkan dan menjalankan perannya, sedangkan Absorption adalah memaknai peran dan mengacu pada intensitas seorang karyawan fokus terhadap peran dalam organisasi.

Secara umum Thomas (2009) menggambarkan employee engagement

dengan istilah worker engagement, yang diartikan sebagai suatu tingkat bagi seseorang yang secara aktif memiliki managemen diri dalam menjalankan suatu pekerjaan. Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008) employee engagement yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian teori di atas mengenai

(22)

13   

dengan mengekspresikan dirinya secara total baik secara fisik, kognitif, afektif dan emosional. Karyawan menemukan arti dalam bekerja, kebanggaan telah menjadi bagian dari organisasi tempat ia bekerja, bekerja untuk mencapai visi dan misi keseluruhan sebuah organisasi. Karyawan akan bekerja ekstra dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang diharapkan baik dalam waktu dan energi.

2. Dimensi keterikatan kerja (work engagement)

Utrecht Work Engagement Scale (UWES) (Schaufeli et al, 2003;. Schaufeli dan Bakker, 2004, Schaufeli, Taris dan Rhenen, 2008). Seorang karyawan yang tergolong memiliki work engagement dengan kata lain dapat didefinisikan dengan melakukan pekerjaan pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penyerapan dalam menyelesaikan semua penugasannya.

Secara ringkas Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, (2002) menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat dalam work engagement, yaitu:

a. Vigor

(23)

14   

b. Dedication

Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi dan tantangan.

c. Absorption

Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.

Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (dalam Mujiasih, 2012), work engagement mencakup 2 dimensi penting, yaitu:

a. Work engagement sebagai energi psikis

Dimana karyawan merasakan pengalaman puncak dengan berada di dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam pekerjaan tersebut. Keterikatan kerja merupakan tendangan fisik dari perendaman diri dalam pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving), penyerapan (absorption), fokus (focus) dan juga keterlibatan (involvement).

b. Work engagement sebagai energi tingkah laku

(24)

15   

Tingkah laku yang terlihat dalam pekerjaan berupa:

1) Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan mengantisipasi kesempatan untuk mengambil tindakan dan akan mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan organisasi.

2) Karyawan yang engaged tidak terikat pada “job description”, mereka focus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara konsisten mengenai kesuksesan organisasi. 3) Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat

memperluas kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan yang penting bagi visi dan misi perusahaan. 4) Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan

rintangan atau situasi yang membingungkan. 3. Faktor yang memengaruhi keterikatan kerja

Menurut Federman (2009) bahwa employee engagement juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

a. Kebudayaan (Cultuure)

b. Indikator Sukses (Success Indikators) c. Pengertian Prioritas (Priority Setting) d. Komunikasi (Communication) e. Inovasi (Innovation)

(25)

16   

h. Insentif dan Pengakuan (Incentives and Acknowledgement) i. Pelanggaran (Cusomer-Centered)

Menurut Thomas (2009) engagement dapat dipengaruhi oleh empat

intrinsic rewards, yaitu: Kebermaknaan (A Sense of Meaningfulness), Pilihan (A Sense of Choice), Kemampuan (A Sense of Conpetence), dan Kemajuan (A Sense of Progress).

Faktor pendorong work engagement yang dijabarkan oleh Perrins (2003) meliputi 10 hal yang dijabarkan secara berurutan:

a. Senior Management yang memperhatikan keberadaan karyawan b. Pekerjaan yang memberikan tantangan

c. Wewenang dalam mengambil keputusan

d. Perusahaan/ organisasi yang fokus pada kepuasan pelanggan e. Memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk berkarier f. Reputasi perusahaan

g. Tim kerja yang solid dan saling mendukung

h. Kepemilikan sumber yang dibutuhkan untuk dapat menunjukkan performa kerja yang prima

i. Memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat pada saat pengambilan keputusan.

(26)

17   

4. Ciri-ciri keterikatan kerja

Karyawan yang memiliki work engagement terhadap organisasi/ perusahaan memiliki karakteristik tertentu. Berbagai pendapat mengenai karakteristik karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi banyak dikemukakan dalam berbagai literatur, diantaranya Federman (2009) mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi dicirikan sebagai berikut:

a. Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada pekerjaan yang berikutnya

b. Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri

c. Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat sebuah lompatan dalam pekerjaan

d. Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah laku yang dewasa

(27)

18   

Menurut Hewitt (Schaufeli & Bakker, 2010), karyawan yang memiliki

work engagement yang tinggi akan secara konsisten mendemonstrasikan tiga perilaku umum, yaitu:

a. Say – secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial dan juga kepada pelanggan

b. Stay – Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain

c. Strive – Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi

Robertson, Smythe (2007) berpendapat bahwa karyawan yang

engaged menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata mengenai pekerjaannya dan untuk organisasi yang mempekerjakan mereka. Karyawan yang engaged

menikmati pekerjaan yang mereka lakukan da berkeinginan untuk memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat mensukseskan organisasi dimana mereka bekerja. Karyawan yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya (Schaufeli, Taris & Rhenen,, 2008).

(28)

19   

Berdasarkan uraian di atas, ciri-ciri karyawan yang engaged tidak hanya mempunyai kapasitas untuk menjadi energik, tetapi mereka secara antusias mengaplikasikan energi yang dimiliki pada pekerjaan mereka. Work engagement juga merefleksikan keterlibatan yang intensif dalam bekerja, karyawan yang memilikinya memiliki perhatian yang lebih terhadap perusahaan, memikirkan detail penting, tenggelam dalam pekerjaannya, merasakan pengalaman untuk hanyut dalam pekerjaaan sehingga melupakan waktu dan mengurangi segala macam gangguan dalam pekerjaan.

B. Budaya Organisasi

1. Pengertian budaya organisasi

Menurut Schein (2002) merumuskan budaya organisasi sebagai sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi, terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota baru dalam organisasi.

(29)

20   

Salah satu teori penting mengenai budaya organisasi didapat dari pernyataan Marshal (2005), ia menyatakan bahwa: setiap anggota di dalam organisasi mempunyai impian dan harapan, mempunyai pokok persoalan dan masalah. Mereka ingin berhasil dalam bekerja dan memberikan kontribusinya kepada organisasi. Pemenuhan harapan, keinginan dan kesesuaian nilai akan menciptakan energi, rasa bangga, kesetiaan dan gairah. Kesemuanya ini memberikan warna yang kuat kepada budaya kerja, juga kepada budaya organisasi.

Sedangkan Robbins (2008) memberi definisi budaya organisasi sebagai suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.

2. Dimensi budaya organisasi

Budaya mengimplementasikan adanya dimensi atau karakteristik tertentu. Budaya organisasi harus mempunyai dimensi mencolok yang dapat didefinisikan dan diukur. Robbins (2008) membagi menjadi 9 karakteristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi satu dengan lainnya. Karakteristik tersebut adalah:

a. Toleransi terhadap tindakan berisiko

Sejauh mana para karyawan dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan mengambil risiko dalam pekerjaan.

b. Arah

(30)

21   

c. Integrasi

Tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

d. Dukungan dari manajemen

Tingkat sejauh mana para pimpinan memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka.

e. Kontrol

Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.

f. Identitas

Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional.

g. Sistem imbalan

Tingkat sejauh mana alokasi imbalan, seperti kenaikan gaji/promosi didasarkan atas kriteria prestasi karyawan sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.

h. Toleransi terhadap konflik

Tingkat sejauh mana para karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan ktitik secara terbuka.

i. Pola-pola komunikasi

(31)

22   

3. Fungsi budaya organisasi

Robbins (2002), mengemukakan bahwa fungsi dari budaya organisasi antara lain adalah:

a. Budaya organisasi memiliki suatu peran batas-batas penentu yaitu budaya menciptakan perbedaan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain.

b. Budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa identitas kepada anggota-anggota perusahaan sehingga karyawan merasa bangga menjadi anggota dari perusahaan tempatnya bekerja

c. Budaya mempermudah penerusan komitmen sampai mencapai batasan yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu sehingga mampu mencapai tujuan perusahaan

d. Budaya mendorong stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan suatu ikatan social yang membantu mengikat kebersamaan perusahaan dengan menyediakan standar yang sesuai mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan.

e. Budaya mendorong stabilitas sosial. Budaya merupakan suatu ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaam perusahaan dengan menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan karyawan.

(32)

23   

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005, dalam Mujiasih, 2012), fungsi budaya organisasi adalah:

a. Memberikan identitas perusahaan kepada karyawan

Budaya memberikan identitas pada sebuah perusahaan Identitas ini dapat di dukung dengan mengadakan atau memberikan penghargaan yang dapat mendorong inovasi. Identitas yang dimiliki suatu perusahaan menjadikan anggotanya berbeda dengan anggota perusahaan lain dan memberikan pola identifikasi kepada perusahaan.

b. Memudahkan komitmen kolektif

Salah satu nilai dalam perusahaan adalah menjadi sebuah perusahaan dimana karyawannya bangga menjadi bagian dari perusahaan sehingga karyawan akan tetapbertahan dan bekerja pada perusahaan dalam waktu yang lama.

c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial

Stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung karyawan dalam perusahaan, adanya konflik dan perubahanperubahan yang terjadi diatur dengan baik dan efektif.

(33)

24   

Budaya membantu para karyawan memahami alasan perusahaan melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan mencapai tujuan jangka panjang.

4. Aspek dalam budaya organisasi

Tujuh hal yang menjadi aspek penting suatu budaya organisasi menurut Robbins (2002, dalam Mujiasih, 2012) adalah:

a. Inovasi dan pengambilan resiko (Inovation and Risk Taking)

Tingkat daya pendorong karyawan untuk bersikap inovatif, berani mengambil keputusan dan resiko.

b. Perhatian terhadap detail (Attention to Detail)

Tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis dan perhatian terhadap detail. c. Orientasi terhadap hasil (Outcome Orientation)

Tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

d. Orientasi terhadap individu (People Orientation)

Tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek hasil terhadap individu yang ada dalam perusahaan.

e. Orientasi terhadap tim (Team Orientation)

(34)

25   

f. Agresifitas (Aggresiveness)

Tingkat tuntutan terhadap individu agar berlaku agresif dan bersaing (kompetitif), serta tidak bersikap santai.

g. Stabilitas (Stability)

Tingkat penekanan aktivitas perusahaan dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan

C. Hubungan Budaya Organisasi dengan Keterikatan Kerja

Faktor yang dapat menumbuhkan engagement yaitu keselarasan dengan nilai-nilai organisasi, lingkungan kerja yang kondusif , dan sistem kompensasi dan reward yang berkeadilan. Dua faktor pertama merupakan faktor-faktor yang lebih terkait dengan budaya, sedangkan faktor terakhir lebih terkait dengan biaya. Kedua faktor pertama tersebut yang biasanya tercakup dalam Budaya Organisasi suatu perusahaan (Hermala, 2009). Penggerak engagement akan berbeda di tiap jenis pekerjaan dan organisasi.

Secara umum terdapat 3 (tiga) kluster utama yang menjadi penggerak

engagement, yaitu :

1. Nilai-Nilai Organisasi

(35)

26   

dasar filosofi nilai-nilai ideologis atau humanis sebagai fondasinya.

Membangun keselarasan nilai dengan filosofi semacam itu, perusahaan akan mampu secara signifikan membangun work engagement sehingga karyawan semakin merasa terikat dengan perusahaan. Namun, pada praktiknya, menyelaraskan nilai-nilai dasar perusahaan dengan individu karyawan bisa dibilang bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini dikarenakan proses penanaman nilai-nilai dasar tersebut ibarat melakukan brainwashing terhadap mindset seluruh karyawan, apalagi bagi karyawan lama yang sudah bekerja bertahun-tahun sebelum nilai-nilai dasar ini dirumuskan. Kuncinya terletak pada kontinuitas dalam menanamkan nilai-nilai tersebut ke dalam diri karyawan.

Hal-hal terkait organisasi yang dapat menjadi penggerak

(36)

27   

2. Manajemen Kepemimpinan

Engagement dibangun melalui proses, butuh waktu yang panjang serta komitmen yang tinggi dari pemimpin. Untuk itu, dibutuhkan kekonsistenan pemimpin dalam mementoring karyawan Dalam menciptakan engagement, pimpinan organisasi diharapkan memiliki beberapa keterampilan. Beberapa diantaranya adalah teknik berkomunikasi, teknik memberikan feedback dan teknik penilaian kinerja (McBain, 2007, dalam Mujiasih, 2012). Hal-hal ini menjadi jalan bagi manajer untuk menciptakan engagement sehingga secara khusus hal-hal ini disebut sebagai penggerak employee engagement.

3. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang kondusif juga sangat berpengaruh terhadap engagement karyawan. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif berarti menciptakan suatu kondisi dimana karyawan merasa nyaman untuk bekerja. Dalam Budaya Organisasi, menciptakan lingkungan yang kondusif biasanya merupakan bagian dari nilai organisasi yang dikembangkan dari filosofi dasarnya.

(37)

28   

kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya work engagement pada karyawan.

Ada beberapa kondisi lingkungan kerja yang diharapkan dapat menciptakan engagement. Pertama, lingkungan kerja yang memiliki keadilan distributif dan prosedural. Hal ini terjadi karena karyawan yang memiliki persepsi bahwa ia mendapat keadilan distributif dan prosedural akan berlaku adil pada organisasi dengan cara membangun ikatan emosi yang lebih dalam pada organisasi. Kedua, lingkungan kerja yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini mempengaruhi karyawan secara psikologis, mereka menganggap bahwa mereka berharga bagi organisasi. Hal ini membuat karyawan akan semakin terikat dengan organisasi. Ketiga, organisasi yang memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan (McBain, 2007, dalam Mujiasih, 2012).

D. Landasan Teoritis

(38)
(39)

30   

hipotesis minor adalah hipotesis yang terdiri dari sub-sub hipotesis mayor (jabaran dari sub variabel X).

Adapun hipotesis mayor dan minor dari penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 2.1

Hipotesis penelitian Hipotesis Mayor

Terdapat pengaruh secara simultan antara Sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja

Hipotesis Minor

H1 Terdapat pengaruh antara faktor toleransi terhadap tindakan berisiko terhadap keterikatan kerja

H2 Terdapat pengaruh antara faktor arah terhadap keterikatan kerja  H3 Terdapat pengaruh antara faktor integrasi terhadap keterikatan kerja H4 Terdapat pengaruh antara faktor dukungan dari pimpinan atau

manajemen terhadap keterikatan kerja

H5 Terdapat pengaruh antara faktor kontrol terhadap keterikatan kerja  H6 Terdapat pengaruh antara faktor identitas terhadap keterikatan kerja H7 Terdapat pengaruh antara faktor sistem imbalan terhadap

keterikatan kerja

H8 Terdapat pengaruh antara faktor toleransi terhadap konflik terhadap keterikatan kerja

(40)

31   

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi variabel

Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (independen variabel)

dan satu variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah budaya organisasi dan variabel terikatnya adalah

employee engagement. 2. Definisi operasional

a. Budaya organisasi

Definisi budaya organisasi merupakan suatu nilai bersama yang dianut dan dipahami oleh anggota-anggota organisasi serta harus disosialisasikan kepada anggota baru untuk membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Untuk mengetahui baik atau tidaknya budaya organisasi dalam penelitian ini terdapat sembilan dimensi yang digunakan, yaitu toleransi terhadap tindakan berisiko, arah organisasi, integrasi pekerjaan, dukungan pimpinan/manajemen, kontrol, identitas organisasi, sistem imbalan, toleransi terhadap konflik, dan pola komunikasi.

b. Keterikatan kerja

(41)

32   

kognitif, afektif dan emosional. Karyawan menemukan arti dalam bekerja, kebanggaan telah menjadi bagian dari organisasi tempat ia bekerja, bekerja untuk mencapai visi dan misi keseluruhan sebuah organisasi. Karyawan akan bekerja ekstra dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang diharapkan baik dalam waktu dan energi. Dimensi yang terdapat dalam keterikatan kerja, yaitu Vigor, Dedication, dan Absorption.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi merupakan sejumlah objek tertentu yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, di dalamnya terdiri dari orang-orang yang memiliki informasi tertentu yang dibutuhkan oleh peneliti (Malhotra, 2010). Populasi yang ada di perusahaan tempat penelitian ini sebanyak 250 orang dengan rentang usia kurang dari 25 Tahun sampai di atas 51 Tahun yang menempati berbagai macam posisi jabatan antara lain sopir, kernet, satpam, operator, kuli angkut, dan teknisi.

2. Sampel dan teknik sampling

(42)

33   

Dari jumlah populasi yang ada maka jumlah responden yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 200 orang dengan kriteria sudah bekerja di PT Sentosa Bina Makmur minimal 6 bulan dan berusia antara kurang dari 25 Tahun sampai lebih dari 51 Tahun.

Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik penarikan non probability sampling design yaitu menggunakan purposive sampling. Pengertian purposive sampling menurut Sugiyono (2010) yaitu purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan untuk menjadi sampel sebagai berikut: (1) Karyawan aktif PT Sentosa Bina Makmur yang tidak mengambil cuti. (2) Minimal sudah bekerja enam bulan, karena karyawan setidaknya telah mengenal dan merasakan budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur serta setidaknya sudah cukup timbul rasa keterikatan kerja di perusahaan tersebut.

C. Teknik Pengumpulan Data

(43)

34   

Adapun penilaian atau pemberian skor berdasarkan pernyataan favourable dan unfavourable sebagai berikut:

1. Skor 4 untuk jawaban sangat setuju 2. Skor 3 untuk jawaban setuju

3. Skor 2 untuk jawaban tidak setuju 4. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju

Angket ini sifatnya tertutup dimana jawaban telah disediakan sehingga responden tinggal memilih. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala budaya organisasi dan keterikatan kerja.

a. Skala budaya organisasi

Untuk skala budaya organisasi menggunakan dimensi dari Robbins (2008) yang meliputi (1) toleransi terhadap tindakan berisiko, (2) arah, (3) integrasi, (4) dukungan dari pimpinan atau manajemen, (5) control, (6) identitas, (7) sistem imbalan, (8) toleransi terhadap konflik, (9) pola-pola komunikasi. Keseluruhan skala ini terdiri dari 42 aitem.

Tabel 3.1

Blue PrintTryout Skala Budaya Organisasi

No Dimensi Indikator Aitem

1 Toleransi terhadap tindakan berisiko

1. Dorongan untuk bersikap inovatif dan kreatif 1, 2 2. Berani dalam mengambil keputusan dan resiko 3, 4 2 Arah

1. Kejelasan adanya sasaran perusahaan 5, 6 2. Kejelasan adanya harapan perusahaan 7, 8 3. Kejelasan tentang prestasi karyawan 9, 10 3 Integrasi

1. Mampu berkoordinasi dengan unit perusahaan terkait

(44)

1. Pemberian arahan komunikasi yang jelas 17, 18 2. Pemberian bantuan oleh pimpinan 19, 20 3. Pemberian dukungan oleh pimpinan 21, 22

5  Kontrol  1. Pengendalian perilaku karyawan  23, 24

2. Pengawasan perilaku karyawan 25, 26

6 Identitas 1. Tingkat pemahaman terhadap organisasinya 27, 28 2. Keterlibatan identitas perusahaan dalam bekerja 29, 30 7 Sistem imbalan 1. Kesesuaian insentif dengan pekerjaan karyawan 31, 32 2. Pemberian promosi jabatan secara objektif 33, 34 8 Toleransi terhadap

konflik

1. Mentolerir perbedaan opini 35, 36

2. Adanya kesempatan memberikan kritikan 37, 38 9 Pola-pola komunikasi

1. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antara

atasan dan bawahan 39, 40

2. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antar

rekan kerja 41, 42

b. Skala keterikatan kerja

Untuk skala budaya organisasi menggunakan dimensi dari Schaufeli dan Bakker (2002) yang meliputi (1) vigor, (2) dedication, (3) absorption. Keseluruhan skala ini terdiri dari 42 aitem.

Tabel 3.2

Blue PrintTryout Skala Keterikatan Kerja

No Dimensi Indikator Aitem

1 Vigor

1. Mencurahkan energi dan mental yang

kuat selama bekerja 1, 2, 25, 37

2. Memiliki ketahanan kerja yang baik 3, 4, 26, 38 3. Menginvestasikan segala upaya dalam

menghadapi kesulitan kerja 5, 6, 27, 39

2 Dedication

1. Merasakan kebermaknaan kerja 7, 8, 28

2. Antusiasme 9, 10, 29

3. Merasa bangga 11, 12

4. Inspiratif 13, 14, 30

5. Merasa tertantang 15, 16, 31

3 Absorption

1. Konsentrasi pada tugas dan

pekerjaannya 17, 18, 32, 36

2. Serius terhadap pekerjaan 19, 20, 33, 40 3. Terlarut dalam tugas dan pekerjaannya 21, 22, 34, 41 4. Kesetiaan terhadap tugas dan

(45)

36   

D. Validitas dan Reliabilitas Data 1. Uji validitas

Alat ukur budaya organisasi dan keterikatan kerja diuji validitasnya dengan menggunakan Software SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16. Validitas menyatakan derajat kesesuaian antara kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dengan kondisi di lapangan. Penilaian kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai corrected item-total correlation masing-masing butir pertanyaan (Azwar, 2005). Biasanya digunakan batasan corrected item-total correlation > 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan, item yang memiliki harga corrected item-total correlation

kurang dari 0.30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah. Validitas suatu instrument dapat dilihat dari hasil SPSS 16.00

for windows dengan korelasi product moment. a. Validitas skala budaya organisasi

Berdasarkan uji validitas yang dilakukan pada variabel budaya organisasi diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.3

Uji Validitas Skala Budaya Organisasi

Nomor Aitem Koefisien Korelasi Keterangan

1 0,444 Valid

2 0,232 Tidak Valid

3 0,545 Valid

4 0,137 Tidak Valid

(46)

(47)

38   

Dari hasil uji validitas yang dilakukan, dari 42 item terdapat 30 aitem yang valid dan 12 aitem lainnya tidak valid. 30 aitem yang valid, yaitu item nomor 1, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 35, 37, 39, 40, 41, 42. Sedangkan 12 item yang tidak valid yaitu 2, 4, 7, 12, 13, 15, 25, 28, 31, 34, 36, 38.

Berdasarkan uji validitas maka diperoleh blueprint baru sesuai dengan aitem-aitem yang layak untuk disebar dalam penelitian skala budaya organisasi sebagai berikut:

Tabel 3.4

Blueprint Penelitian Skala Budaya Organisasi

No Dimensi Indikator Aitem Jml

1. Dorongan untuk bersikap inovatif dan kreatif 1

2 2. Berani dalam mengambil keputusan dan resiko 2

2 Arah

1. Kejelasan adanya sasaran perusahaan/organisasi 3,4

5 2. Kejelasan adanya harapan perusahaan/organisasi 5

3. Kejelasan tentang prestasi karyawan 6,7 3 Integrasi

1. Mampu berkoordinasi dengan unit perusahaan terkait

8

3 2. Mampu berkoordinasi dengan pimpinan 9

3. Mampu berkoordinasi dengan rekan kerja 10 4 Dukungan

dari pimpinan atau

manajemen

1. Pemberian arahan komunikasi yang jelas 11,12 6 2. Pemberian bantuan oleh rekan kerja atau

pimpinan

13,14 3. Pemberian dukungan oleh rekan kerja atau

pimpinan

15,16

5  Kontrol  1. Pengendalian perilaku karyawan 17,18 3

2. Pengawasan perilaku karyawan 19

6 Identitas 1. Tingkat pemahaman terhadap organisasinya 20 3 2. Keterlibatan identitas perusahaan dalam bekerja 21,22 7 Sistem

imbalan

1. Kesesuaian insentif dengan pekerjaan karyawan 23

2 2. Pemberian promosi jabatan secara objektif 24

(48)

1. Mentolerir perbedaan opini 25

2 2. Adanya kesempatan memberikan kritikan 26

9 Pola-pola komunikasi

1. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antara

atasan dan bawahan 27,28

4 2. Terbentuknya pola komunikasi dua arah antar

rekan kerja 29,30

b. Validitas skala keterikatan kerja

Berdasarkan uji validitas yang dilakukan pada variabel budaya organisasi diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.5

Uji Validitas Skala Keterikatan Kerja

Nomor Aitem Koefisien Korelasi Keterangan

(49)

40   

22 0,498 Valid

23 0,576 Valid

24 0,082 Tidak Valid

25 0,119 Tidak Valid

26 0,020 Tidak Valid

27 0,124 Tidak Valid

28 0,239 Tidak Valid

29 0,272 Tidak Valid

30 0,211 Tidak Valid

31 -0,027 Tidak Valid

32 -0,048 Tidak Valid

33 0,109 Tidak Valid

34 0,258 Tidak Valid

35 0,447 Valid

36 0,331 Valid

37 0,563 Valid

38 0,002 Tidak Valid

39 0,569 Valid

40 0,416 Valid

41 0,521 Valid

42 0,329 Valid

(50)

41   

Tabel 3.6

Blueprint Penelitian Skala Keterikatan Kerja

No Dimensi Indikator Aitem Jml

1 Vigor

1. Mencurahkan energi dan mental yang kuat

selama bekerja 1, 2, 24

8 2. Memiliki ketahanan kerja yang baik 3, 4

3. Menginvestasikan segala upaya dalam

menghadapi kesulitan kerja 5, 6, 25

2 Dedication

1. Merasakan kebermaknaan kerja 7, 8

9

2. Antusiasme 9, 10

3. Merasa bangga 11, 12

4. Inspiratif 13, 14

5. Merasa tertantang 15

3 Absorption

1. Konsentrasi pada tugas dan pekerjaannya 16, 17, 23

11 2. Serius terhadap pekerjaan 18, 19, 26

3. Terlarut dalam tugas dan pekerjaannya 20, 27 4. Kesetiaan terhadap tugas dan pekerjaannya 21, 22, 28

2. Uji reliabilitas

(51)

42   

a. Reliabilitas skala budaya organisasi

Tabel 3.7

Uji Reliabilitas Skala Budaya Organisasi (Tryout)

Reliability

Cronbach's Alpha 0,914

N 30

Sumber: data olah spss

Dari tabel di atas menunjukan skala budaya organisasi memiliki nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,911 kriteria ini menunjukan bahwa diatas 0,8 maka instrumen sangat reliabel.

b. Reliabilitas skala keterikatan kerja Tabel 3.8

Uji Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja (Tryout)

Reliability

Cronbach's Alpha 0,902

N 28

Dari tabel di atas menunjukan skala budaya organisasi memiliki nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,902 kriteria ini menunjukan bahwa diatas 0,8 maka instrumen sangat reliabel.

E. Analisis Data

(52)

43   

besarnya koefisien-koefisien yang dihasilkan oleh persamaan yang bersifat linier, yang melihatkan dua atau lebih variabel bebas, untuk digunakan sebagai alat prediksi besar nilai variabel tergantung. Uji korelasi Regresi Linier Ganda dipilih dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa ketiga variabel penelitian tingkat pengukurannya interval rasio dengan bantuan Program SPSS For Windows versi 16,0. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi apabila menggunakan teknis analisis regresi linier ganda, yaitu :

1. Data semua variabel berbentuk data kuantitatif. 2. Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

3. Varian distribusi variabel tergantung harus konstan untuk semua nilai variabel bebas.

4. Hubungan semua variabel harus linier dan semua observasi harus saling bebas (Muhid, 2010).

Untuk memenuhi syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan analisis regresi linier berganda maka terlebih dulu dilakukan uji asumsi prasyarat yakni uji normalitas dan linieritas sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

(53)

44   

b. Uji Linieritas

(54)

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskripsi Subjek

Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan skor budaya organisasi dan

keterikatan kerja. Peneliti mendeskripsikan skor budaya organisasi dan

keterikatan kerja berdasarkan jenis kelamin. Responden dalam penelitian ini

berjumlah 200 orang yang terdiri dari 6 orang perempuan dan 194 orang laki-laki.

Berikut adalah ringkasannya (tabel 4.1):

Tabel 4.1

Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin N Presentase (%)

Laki-laki 175 87,5%

Perempuan 25 12,5%

Jumlah 200 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 200 orang sampel

penelitian terdapat orang berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar

87,5% dan 12,5% berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan karateristik usia pada penelitian ini, peneliti mengambil

sampel dengan rentang usia dari 25 - 30 tahun, 31 – 40 tahun, 41 – 50 tahun dan

(55)

46

Tabel 4.2

Gambaran Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Presentase (%)

25 – 30 Th 59 29,5%

31 – 40 Th 76 38%

41 – 50 Th 44 22%

> 50 Th 21 10,5%

Jumlah 200 100%

Berdasarkan tabel diatas dari 200 sampel penelitian terdapat 59 orang

berusia 25 – 30 tahun dengan presentase 29,5%, 76 orang berusia 31 – 40 tahun

dengan presentase 38%, 44 orang berusia 41 – 50 tahun dengan presentase 22%,

dan 21 orang berusia lebih dari 50 tahun dengan presentase 10,5%.

Tabel 4.3

Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan

Terakhir Frekuensi Presentase (%)

SMP 25 12,5%

SMA 115 57,5%

Diploma 21 10,5%

Sarjana 39 19,5%

Jumlah 200 100%

Ditinjau dari tabel diatas dari 200 sampel penelitian ini terdapat 25 orang

berpendidikan SMP dengan presentase 12,5%, 115 orang berpendidikan SMA

dengan presentase 57,5%, 21 orang berpendidikan Diploma dengan presentase

(56)

47

Tabel 4.4

Gambaran Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan

Penghasilan Frekuensi Presentase (%)

< 1.000.000 25 12,5%

1.000.000 – 3.000.000 123 61,5% 3.000.000 – 5.000.00 43 21,5%

> 5.000.000 9 4,5%

Jumlah 200 100%

Ditinjau dari tabel diatas dari 200 sampel penelitian ini terdapat 25 orang

berpenghasilan kurang dari Rp 1.000.000,- dengan presentase 12,5%, 123 orang

berpenghasilan Rp 1.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- dengan presentase 61,5%,

43 orang berpenghasilan Rp 3.000.000,- sampai Rp 5.000.000,- dengan presentase

21,5%, dan 9 orang berpenghasilan lebih dari Rp 5.000.000,- dengan presentase

4,5%.

Tabel 4.5

Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Frekuensi Presentase (%)

6 Bln – 1 Th 73 36,5%

1 – 3 Th 78 39%

3 – 5 Th 42 21%

5 – 10 Th 7 3,5%

Jumlah 200 100%

Ditinjau dari masa kerja responden di PT Sentosa Bina Makmur yang

memiliki masa kerja 6 bulan sampai 1 tahun sebanyak 73 orang dengan presentase

36,5%, masa kerja 1 – 3 tahun sebanyak 78 orang dengan presentase 39%, masa

kerja 3 – 5 tahun sebanyak 42 orang dengan presentase 21%, dan masa kerja 5 –

(57)

48

B. Deskripsi dan Reliabitas Data

1. Deskripsi kategorisasi skor

a. Kategorisasi skor skala budaya organisasi

Peneliti menentukan kategorisasi skor budaya organisasi. Untuk

memudahkan menghitung nilai maksimum, minimum, rata-rata, standar

deviasi, range, dan jumlah total (sum), menggunakan hitungan komputer

dengan program SPSS versi 16.00 didapatkan hasil skor maksimum,

minimum, rata-rata, standar deviasi, dan jumlah total (sum). Berikut tabelnya:

Tabel 4.6

Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Budaya Organisasi

Variabel N Range Minimum Maximum Sum Mean Std.

Deviation Variance

Budaya

Organisasi 200 72,00 46,00 118,00 17.240,00 86,2000 15,45231 238,774 Sumber: data olah statistika

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan nilai minimum untuk skala budaya

organisasi sebesar 46,00, nilai maksimum sebesar 118,00, jumlah skor skala

budaya organisasi sebesar 17.240,00, rata-rata(mean) budaya organisasi

sebesar 86,2000, nilai range sebesar 72,00 dan standar deviasinya sebesar

15,45231.

Peneliti menggolongkan sampel ke dalam tiga kategori tingkatan

budaya organisasi perusahaan yaitu baik, sedang, dan buruk. Cara untuk

mendapat skor budaya organisasi yang dominan adalah pertama, mencari

(58)

49

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam formula berikut (Azwar, 2003) dan

menghasilkan sebaran kategori skor seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.7

Kategorisasi Budaya Organisasi

Kategori Rentang Frekuensi Peresentase (%)

Baik > M + 1SD > 102 17 8,5%

Sedang M - 1SD < X < M + 1SD 71 – 102 160 80%

Buruk < M – 1SD < 71 23 11,5%

Jumlah 200 100%

Cat: dilakukan pembulatan pada skor yang diperoleh

Berdasarkan hasil penghitungan kategori skor budaya organisasi,

seperti ditunjukkan dalam tabel di atas, diketahui bahwa 8,5% mengatakan

bahwa budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur tergolong baik, 80%

mengatakan bahwa budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur tergolong

sedang, dan 11,5% mengatakan bahwa budaya organisasi di PT Sentosa Bina

Makmur tergolong buruk. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa

budaya organisasi di PT Sentosa Bina Makmur tergolong sedang.

b. Kategorisasi skor skala keterikatan kerja

Peneliti menentukan kategorisasi keterikatan kerja untuk memudahkan

menghitung nilai maksimum, minimum, rata-rata. Standar deviasi, range, dan

jumlah total (sum), menggunakan hitungan komputer dengan program SPSS

versi 16.00 didapatkan hasil skor maksimum, minimum, rata-rata, standar

(59)

50

Tabel 4.8

Nilai Maksimum, Minimum, Rata-rata, Jumlah Total (sum), Range, dan Standar Deviasi Skala Keterikatan Kerja

Variabel N Range Minimum Maximum Sum Mean Std.

Deviation Variance

Keterikatan

Kerja 200 70,00 42,00 112,00 16.444,00 82,2200 13,29380 176,725 Sumber: data olah statistika

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan nilai minimum untuk skala

keterikatan kerja sebesar 42,00, nilai maksimum sebesar 112,00, jumlah skor

keterikatan kerja (sum) sebesar 16.444,00, rata-rata (mean) skor keterikatan

kerja sebesar 82,2200, nilai range sebesar 70,00, dan standar deviasinya

sebesar 13,29380.

Peneliti menggolongkan sampel ke dalam tiga kategori tingkatan

keterikatan kerja yaitu tinggi, sedang dan rendah. Cara untuk mendapat skor

keterikatan kerja yang dominan adalah pertama, mencari nilai rerata(M) dan

simpangan baku(SD). Nilai rerata dan simpangan baku tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam formula berikut (Azwar, 2003) dan menghasilkan

sebaran kategori skor seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.9

Kategorisasi Keterikatan Kerja

Kategori Rentang Frekuensi Peresentase (%)

Tinggi > M + 1SD > 96 12 6%

Sedang M - 1SD < X < M + 1SD 69 – 96 166 83%

Rendah < M – 1SD < 69 22 11%

Jumlah 200 100%

Berdasarkan hasil penghitungan kategori skor tingkat keterikatan kerja

(60)

51

tingkat keterikatan kerja yang tinggi, 83% memiliki tingkat keterikatan kerja

yang sedang, dan 11% memiliki tingkat keterikatan kerja yang rendah.

2. Reliabilitas data

a. Reliabilitas skala budaya organisasi

Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan asumsi

jika nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,8 dapat dinyatakan bahwa instrument

tersebut sangat reliabel. Hasil uji reliabilitas skala budaya organisasi sebagai

berikut:

Tabel 4.10

Uji Reliabilitas Skala Budaya Organisasi

Reliability Cronbach's Alpha 0,895

N 30

Sumber: data olah statistika

Pada skala budaya organisasi diperoleh hasil koefisien reliabilitasnya

sebesar 0,895 yang berarti menempati kriteria yang reliabel. Sebagaimana

dalam Azwar (2005) semakin tinggi koefisien reliabelitas mendekati 1.00

berarti semakin tinggi tingkat reliabelitasnya.

b. Reliabilitas skala keterikatan kerja

Uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan asumsi

jika nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,8 dapat dinyatakan bahwa instrument

tersebut sangat reliabel. Hasil uji reliabilitas skala budaya organisasi sebagai

(61)

52

Tabel 4.11

Uji Reliabilitas Keterikatan Kerja

Reliability

Cronbach's Alpha 0,873

N 28

Sumber: data olah statistika

Pada skala keterikatan kerja diperoleh hasil koefisien reliabilitasnya

sebesar 0,873 yang berarti menempati kriteria yang reliabel. Sebagaimana

dalam Azwar (2005) semakin tinggi koefisien reliabelitas mendekati 1.00

berarti semakin tinggi tingkat reliabelitasnya.

C. Hasil Penelitian

1. Uji normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat apakah sebaran dari

variabel-variabel penelitian sudah mengikuti distribusi kurva normal atau

tidak. Uji normalitas dilakukan dengan bantuan program Statistical Package

Social Science (SPSS) versi 16,00 for Windows. Adapun uji normalitas data

yang digunakan ini adalah menggunakan rumus Chi-Kuadrat atau

Chi-Square. Kaidah yang digunakan untuk menguji normalitas data adalah jika

signifikansi > 0,05 maka sebaran data tersebut adalah normal, dan sebaliknya

jika ≤ 0,05 maka sebaran data tersebut tidak normal.

Berdasarkan uji normalitas data menggunakan Chi-Square pada

Variabel budaya organisasi, diperoleh harga Chi-Square = 28,400, dengan

(62)

53

sebaran data adalah normal. Sedangkan variabel keterikatan kerja diperoleh

harga Chi-Square = 37,480, dengan derajat kebebasan df = 45, dan nilai

signifikansi sebesar 0,06 > 0,05 berarti sebaran data adalah normal

Berikut ini adalah hasil uji normalitas:

Tabel 4.12

Uji Normalitas Data

Test Statistics

Budaya Organisasi Keterikatan Kerja

Chi-Square 162,850 169,840

Df 40 45

Asymp. Sig. 0,391 0,068

Sumber: data olah statistika

2. Uji Linieritas

Uji linearitas digunakan untuk melihat hubungan variabel bebas dan

variabel terikat secara linear. Regresi linear dapat digunakan apabila asumsi

linearitas terpenuhi. Asumsi linearitas adalah asumsi yang akan memastikan

apakah data yang didapat sesuai atau tidak sesuai dengan garis linear. Kaidah

yang digunakan untuk menguji linieritas hubungan adalah jika signifikansi <

0,05 maka hubungannya adalah linier, sebaliknya jika signifikansi > 0,05

maka hubungannya adalah tidak linier.

Tabel 4.13

Uji Linieritas

Change Statistic

R Square Change F Change Sig. Change

0,911 215,641 0,000

(63)

54

Berdasarkan tabel uji linieritas hubungan dengan menggunakan teknik

analisis regresi diatas diperoleh harga R Square = 0,911, dengan F = 215,641

signifikansi = 0.000 < 0,05, artinya hubungannya adalah linier.

3. Pengujian hipotesis

Sehubungan dengan perumusan masalah dan hipotesis penelitian yang

diajukan maka dapat dijelaskan bahwa variabel yang mempengaruhi

keterikatan kerja (Y) adalah budaya organisasi (X). Analisis statistik yang

digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis

regresi linier. Dalam perhitungannya peneliti menggunakan program SPSS

versi 16.00. Berikut ini adalah hasil perhitungannya :

a. Pengaruh antara sembilan faktor budaya organisasi terhadap

keterikatan kerja secara simultan

Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh sembilan faktor budaya

organisasi terhadap keterikatan kerja secara simultan dengan menggunakan

analisis regresi linier berganda secara simultan. Kaidah yang digunakan untuk

menganalisa pengaruh budaya organisasi terhadap keterikatan kerja adalah

jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis diterima yang artinya terdapat

pengaruh yang signifikan antara variabel (x) terhadap variabel (y).

Adapun hasil uji regresi linier memunculkan berbagai macam analisis

(64)

Sumber: data olah statistik

Dari tabel 4.14 dapat dilihat bahwa nilai regresi sebesar 32032,371,

nilai f hitung 215,641 > 4 dan nilai signifikan 0,000 < 0,05 maka hipotesis

mayor diterima yang artinya terdapat pengaruh secara simultan antara

sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan di PT

Sentosa Bina Makmur. Jadi varian-varian regresi yang diperoleh nantinya

dapat digunakan untuk memprediksi tingkat keterikatan kerja karyawan.

Untuk mengetahui kontribusi semua faktor variabel budaya organisasi

terhadap variabel keterikatan kerja dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 4.15

Sumbangan Efektifitas Total Sembilan Dimensi Budaya Organisasi Terhadap Keterikatan Kerja secara Simultan

Model Summary

Sumber: data olah statistika

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa R square sebesar 0,911, nilai R

(65)

56

sumbangan yang diberikan variabel budaya organisasi terhadap variabel

keterikatan kerja. Maka pengaruh atau sumbangan yang diberikan budaya

organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan sebesar 91,1% yang

merupakan hasil kali 0,911 dengan 100%. Sedangkan 8,9% sisanya

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

b. Pengaruh sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan

kerja secara parsial

Untuk menguji hipotesis minor atau melihat ada atau tidaknya

pengaruh sembilan faktor budaya organisasi terhadap keterikatan kerja secara

parsial dengan menggunakan analisis regresi linier berganda secara parsial.

Kaidah yang digunakan untuk menganalisa pengaruh budaya organisasi

terhadap keterikatan kerja adalah jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis

diterima yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel (x)

terhadap variabel (y).

Adapun hasil uji regresi linier secara parsial akan dijelaskan sebagai

berikut:

Tabel 4.16

Nilai Koefisien (B) dan Hasil Analisis Regresi linier Berganda Secara Parsial

Coefficients

Model B

Std.

Error Beta T Sig

Zero-order Partial Part 1 (Constant) 14,938 1,903 7,848 0,000

Toleransi

terhadap tindakan berisiko

-1,064 0,271 -0,108 -3,921 0,000 0,329 -0,274 -0,085

(66)

57

Integrasi 0,691 0,232 0,109 2,979 0,003 0,666 0,211 0,065 Dukungan dari

Pimpinan atau manajemen

0,530 0,123 0,135 4,314 0,000 0,505 0,299 0,093

Kontrol -0,580 0,182 -0,128 -3,196 0,002 0,213 -0,226 -0,069 Identitas 0,768 0,201 0,172 3,832 0,000 0,395 0,268 0,083 Sistem Imbalan -0,101 0,362 -0,011 -0,280 0,780 0,490 -0,020 -0,006 Toleransi

terhadap konflik 2,560 0,226 0,319 11,333 0,000 0,668 0,635 0,246 Pola-pola

komunikasi 1,832 0,128 0,424 14,362 0,000 0,745 0,721 0,311 Sumber: data olah statistika

Dalam hal ini, angka yang dijadikan dasar analisis adalah angka

probabilitas (sig) dengan (α =0,05). Jika nilai probabilitas < 0,10 maka

hipotesis diterima yang artinya terdapat pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen. Jika nilai probabilitas > 0,05 maka hipotesis

ditolak yang artinya tidak terdapat pengaruh antara variabel independen

terhadap variabel dependen (Muhid, 2010).

Jika nilai koefisien korelasinya berbentuk positif (+) maka terdapat

pengaruh positif yang artinya jika variabel independen meningkat maka

variabel dependen juga meningkat. Namun jika nilai koefisien korelasinya

berbentuk negatif (-) maka terdapat pengaruh negatif yang artinya jika

variabel independen meningkat maka variabel dependen menurun.

Berikut pembahasan pengaruh masing-masing faktor budaya

organisasi terhadap keterikatan kerja untuk menguji hipotesis minor:

1. Pengaruh antara faktor toleransi terhadap tindakan berisiko terhadap

Gambar

Gambar 2.1: Kerangka teoritik ..................................................................................
Tabel 2.1
Tabel 3.1
 Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terbilang : Dua milyar tiga ratus tujuh puluh dua juta enam ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus lima belas rupiah. Demikian Pengumuman ini di sampaikan dengan

Bagian Hukum Sekretariat Kota Bandar Lampung akan melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2012 dengan

BelajarSendiriPemrograman Database Borland Delphi dalam SQL Server 7.0 &amp; 2005.Elex Media Komputindo: Jakarta.. A Sysmetric Key

Uji validitas dan reabilitas tes keterampilan calon mahasiswa jalur SBMPTN tahun ajaran 2013/2014 di FPOK UPI. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

FORM MAIN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat Kota Medan yang menggunakan jasa taksi X sudah merasa puas baik dilihat berdasarkan jenis

[r]

Metode pengumpulan data menggunakan skala kepuasan pelanggan yang dibuat berdasarkan teori Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988), yang terdiri atas 5 dimensi yaitu