BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Teori yang Digunakan dalam Penelitian
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preporsisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. (Singarimbun & Effendi, 1988: 37)
Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah : Komunikasi Kelompok, Percakapan Kelompok, dan Teori Kontigensi mengenai Leadership atau kepemimpinan.
2.1.1 Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagai informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota lain secara tepat.
Sementara itu, kelompok sendiri adalah sekumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai sebuah tujuan bersama, dan memang satu dengan lainnya dipandang sebagai bagian dari kelompok tersebut (Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau bisa juga kelompok masyarakat yang sedang berdiskusi untuk memecahkan sebuah masalah yang sedang terjadi di dalam suatu kelompok tersebut. Di dalam kemunikasi kelompok, biasanya selalu melibatkan komunikasi antar pribadi yang terjadi antar anggota kelompok.
Banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namum dalam penjelasan dibawah ini hanya akan membahas tentang 3 klassifikasi kelompok :
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Rakhmat, Jalaludin, 1994) mengatakan bahwa kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan kerakteristik komunikasinya, sebagai berikut :
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja. Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
3. Komunikasi primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
 Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan
Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.
 Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John Cragan dan David Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,
misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright (1980) mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
2.1.2 Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory)
(expectations) yang bersifat individual. Sedangkan variabel-variabel perantara
merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status, norma, dan tujuan-tujuan kelompok. Yang dimaksud dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok.
Beberapa prestasi yang telah dicapai KWT Sedyo Mulyo bersama-sama adalah sebuah pencapaian sebuah kelompok, dimana di dalamnya terdapat peran penting seorang ketua kelompok dalam membangun komunikasi yang baik di dalam kelompok, sehingga anggota merasa di dengar dan juga merasa nyaman ketika melakukan pertukaran sosial di dalam KWT Sedyo Mulyo ini. Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Perilaku, interaksi, dan harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal struktur formal dan struktur peran (mediating variables) yang sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat, dan keterpaduan (group echievement). Bagaimana peran nyata seorang Ibu Sujiyah dalam mempertahankan keutuhan kelompok yang dipimpinnya, bagaimana dia mampu mempengaruhi serta mengajak anggotanya untuk mau berkembang di dalam sebuah wadah untuk melakukan pertukaran informasi, ide, dan juga komunikasi. Bila seorang ketua kelompok mampu melakukan hal-hal tersebut, maka akan tumbuh rasa semangat yang tinggi untuk mencapai produktivitas secara bersama-sama, dan memiliki tujuan akhir untuk mempertahankan sebuah kelompok supaya tetap solid sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat oleh KWT Sedyo Mulyo.
2.1.3 Teori Kontigensi
menempatkan pemimpin pada pola kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang ada. Teori ini dikembangkan oleh Fiedler dan Garcia (1964) setelah mempelajari berbagai macam gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan pada lingkungan yang berbeda-beda. Teori ini difokuskan pada gaya kepemimpinan dan situasi yang menjadi kerangka kerjanya. Gaya kepemimpinan pada Teori Kontigensi mengacu pada dua motivasi yaitu :
 Task Motivation (motivasi yang mengacu pada tugas) Pemimpin focus pada tugas dan hasil yang dicapainya.
 Relationship Motivation (motivasi yang mengacu pada relasi)
Pemimpin fokus pada usaha untuk membangun relasi dengan
pengikut-pengikutnya.
Ada tiga variable situasi yang digunakan oleh masing-masing motivasi. Ketiga
variable tersebut akan diberi nilai, yang nantinya akan dijumlahkan untuk diukur
hasilnya.Variabel-variabel tersebut adalah :
1. Hubungan pemimpin-anggota (group atmosphere)
Hubungan pemimpin-anggota berfokus pada lingkungan kelompok dan
tingkat kepercayaan, loyalitas, dan daya tarik yang dirasakan anggota
terhadap pemimpinnya.
2. Struktur kerja (task structure)
Hubungan struktur kerja menyoroti tingkat tuntutan kerja yang jelas dan
dikomunikasikan.
Tugas-tugas dianggap terstuktur jika :
 Tugas dinyatakan dengan jelas dan diketahui tiap anggota.
 Ada beberapa alternative jalur penyesalesaian tugas dan ada jalan keluar dari masalah.
 Penyelesaian tugas dapat ditunjukkan dengan jelas dan dicontohkan kepada bawahan bukan sekedar harapan atau
bayangan pemimpin.
3. Posisi kekuatan (position power)
Posisi kekuatan dilihat dari sejumlah wewenang yang dimiliki pemimpin
untuk memberikan penghargaan atau hukuman (reward and punishment).
Hal ini juga termasuk pemberian wewenang dan legitimasi kekuasaan.
Teori Kontigensi memperluas pemahaman tentang kepemimpinan, dimana
ada pengaruh situasi terhadap pemimpin, serta memberikan prediksi dan informasi
mengenai gaya kepemimpinan yang cocok atau efektif dalam konteks tertentu.
Hal ini menguntungkan, karena teori ini tidak menuntuk pemimpin untuk
bertindak secara efektif dalam setiap situasi. Di samping itu, teori ini juga
menyediakan data-data gaya kepemimpinan yang dapat berguna bagi organisasi
dalam mengembangkan profil kepemimpinan.
Untuk mengukur gaya kepemimpinan, ukuran seperti kepribadian yang
disebut skala Teman Kerja yang Paling Tidak Dipilih (LPC) digunakan. Hal itu
membagi orang yang sangat termotivasi tugas (LPC rendah), mereka yang
mandiri secara sosial (LPC sedang) dan mereka yang termotivasi hubungan (LPC
tinggi). Secara umum teori kontigensi menyatakan, LPC rendah efektif dalam
kondisi yang sangat disukai dan sangat tidak disukai, serta bahwa LPC tinggi
efektif dalam situasi yang cukup disukai.
LPC rendah termotivasi tugas. Kebutuhan utama mereka adalah untuk
menyelesaikan tugas, dan kebutuhan sekunder mereka terfokus pada pergaulan
dengan orang lain. Dalam latar pekerjaan, mereka peduli dengan keberhasilan
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahkan dengan
menyebabkan hubungan antarpribadi yang buruk dengan rekan kerja. LPC rendah
mendapatkan rasa percaya diri dengan mencapai tujuan mereka. Mereka mungkin
melakukan hubungan antarpribadi, tetapi hanya setelah mereka mengarahkan
dirinya ke penyelesaian tugas kelompok. LPC sedang adalah orang yang mandiri
secara sosial. Dalam konteks pekerjaan, mereka mandiri dan tidak terlalu peduli
dengan tugas atau dengan cara orang lain memandang mereka. Mereka lebih
rendah atau tinggi. LPC tinggi termotivasi oleh hubungan. Orang-orang ini
mendapat kepuasan utama mereka dalam organisasi dari hubungan antarpribadi.
LPC tinggi melihat karakter positif dalam diri rekan kerja paling tidak dia pilih,
dan bahkan bila LPC tinggi tidak bekerja dengan baik bersama orang itu. Dalam
latar organisasi, LPC tinggi mengerjakan tugas, tetapi hanya setelah dia merasa
yakin bahwa ada hubungan antara orang-orang yang ada.
Sebuah tinjauan literatur tentang masalah gender dan kepemimpinan mengungkapkan bahwa pemikiran memang telah berubah. Penelitian pada tahun 1960 menemukan bahwa wanita enggan untuk mengambil peran kepemimpinan (Marshall & Molly G. :2010) Wanita cenderung menutup diri untuk berkembang dalam urusan kepemimpinan. Para anggota kelompok merasa bahwa laki-laki dianggap lebih mandiri, rasional, percaya diri, dan lebih berpengaruh daripada perempuan. Karena melihat lebih banyaknya pemimpinan laki-laki daripada wanita, pada tahun 1979 para peneliti mencatat bahwa perempuan dapat melebihi laki-laki untuk menjadi seorang pemimpin, karena perempuan lebih menerima ide orang lain, membina hubungan interpersonal, menunjukkan kepedulian, dan dapat menjadi sosokyang perhatian terhadap orang lain.Sementara, laki-laki dalam studi yang sama dalam aturan yang ada di dalam organisasi yang sebenarnya melebihi perempuan, laki-laki lebih cenderung mendominasi, lebih cepat untuk menantang orang lain dan mengendalikan jalannya percakapan. Para peneliti mencatat bahwa gaya kepemimpinan perempuan lebih kompatibel dengan teori sumber daya manusia tentang bagaimana seorang manajer harus bersikap terhadap para anggota yang dipimpin oleh dirinya.
individu yang bisa dan mampu menarik dari kedua perilaku tradisional pria dan wanita, penelitian pada 1990-an terus mendukung pandangan ini. Kemudian muncul peneliti Katherine Hawkins yang melakukan identifikasi komunikasi, mengenai relevansi tugas dalam studi kepemimpinan, terlepas dari jenis kelamin calon kepemimpinan. Penelitian yang dia lakukan, juga mencatat tidak ada perbedaan gender yang signifikan dalam produksi komunikasi relevansi tugas. Tampaknya, kunci kepemimpinan muncul dalam interaksi kelompok berorientasi pada tugas, bukan ditentukan melalui jenis kelamin. Penelitian terbaru lainnya telah menemukan bahwa manajer perempuan yang dinilai mampu menempatkan orang tenang, tapi gender tidak membuat perbedaan dalam persepsi kemampuan kepemimpinan. Setelah manajer telah memperoleh pengalaman organisasi dalam beberapa waktu komposisi gender mungkin memiliki efek pada hasil yang telah dicapai. Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa memiliki lebih banyak perempuan pemimpin informal dalam tim meningkatkan kinerja tim.
2.1.4 Teori Pola Komunikasi
menuju perpecahan internal. Lain dengan system terbuka yang mau berbaur dan menerima energi serta masukan dari lingkungan sekitar. Sistem terbuka ini mengarahkan kelompok kedalam kehidupan yang baik dan tumbuh.
Di dalam bukunya Communication in Small Groups, Steven A Beebe
menuliskan bahwa pengaruh lain pada iklim kelompok adalah jaringan
komunikasi, pola interaksi dalam suatu kelompok, atau yang berbicara kepada
siapa. Jika kita ikut dalam sebuah kelompok dimana nantinya kita akan
berpartisipasi aktif di dalam kelompok tersebut, mungkin akan tampak bahwa ada
beberapa orang yang berbicara lebih dari yang lain, sebagian besar komunikasi
yang mereka lakukan, ditujukan kepada seluruh anggota kelompok secara
keseluruhan. Lain halnya yang dapat dilihat jika kita berada dalam kelompok,
dimana sedikit anggota yang aktif berbicara untuk kepentingan kelompok, di
dalam kelompok tersebut kita akan menemukan bahwa orang-orang relatif sedikit
komentar ke grup kepetingan keseluruhan kelompok dan terlihat bahwa mereka
mengarahkan sebagian besar dari apa yang mereka katakan dalam kelompok ke
arah orang-orang tertentu saja.
Anggota cenderung akan memperbanyak komentar untuk satu orang pusat,
mungkin pemimpin yang ditunjuk atau ketua. Sebagai seseorang yang menjadi
pusat dari pola komunikasi yang di lakukan di dalam kelompok, sosok inilah yang
dianggap mampu dan memiliki daya tarik sehingga anggota kelompok yang lain
mempercayai orang tersebut untuk mengendalikan segala sesuatu yang ada di
kelompok.
Dalam konsep De Vito terdapat lima model komunikasi yaitu : model lingkaran, model roda, model Y, model rantai, dan model semua saluran atau bintang. (Agus Maulana: 2011)
Pola komunikasi berbentuk Y merupakan jenis pola komunikasi yang
komunikatif, dimana berpusat pada satu titik, kemudian meneruskan informasi
dan menjalin hubungan dengan banyak orang di dalam kelompok tersebut. Pola
dengan mereka yang duduk di samping atau dengan kata lain yang memiliki posisi
dan memiliki kedekatan yang akrab. Ada juga pola lain, yaitu pola linear, dimana
orang berkomunikasi secara berantai, jadi informasi disampaikan oleh satu orang
kemudian disampaikan kepada orang lain secara berantai.
Pola-pola ini dapat dibangun ke dalam kelompok dari awal kelompok
dibentuk, atau bisa juga pola komunikasi dapatmuncul secara spontan. Walaupun
demikian, bila di dalam kelompok selalu di bangun pola komunikasi yang baik,
jaringan cenderung stabil dari waktu ke waktu, jadi solidaritas di dalam sebuah
kelompok tetap terjaga. Sekali orang membangun saluran atau pola komunikasi ,
mereka terus menggunakan saluran ini dengan sama. Jaringan saluran
berpengaruh pada iklim kelompok serta produktivitas dari kelompok tersebut.
Review penelitian menunjukkan bahwa secara umum, dimana komunikasi bebas
dimaksimalkan sesuai dengan pola komunikasi yang dibangun, meskipun dengan
adanya pola komunikasi yang secara terus-menerus dilakukan, mereka mungkin
memakan waktu lebih lama untuk mencapai keputusan.
Dengan adanya pola komunikasi yang baik sesuai dengan iklim sebuah
kelompok, orang juga cenderung merasa lebih puas dalam kelompok dimana
mereka dapat berpatisipasi aktif , Orang akan merasa dihargai berada di sebuah
kelompok dimana saran, ide, dan pemikirannya bisa diterima dengan baik. Ketika
interaksi melalui penuangan ide di batasi , mungkin orang akan menjadi kurang
memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti kebutuhan
berkomunikasi. Hasil survey para peneliti dari beberapa kelompok, menunjukkan
bahwa kelompok dengan pola komunikasi terpusat tentu akan lebih efisien.
Efisiensiannya karena dapat meningkatkan produktivitas kelompok , namun bukti
juga cukup menunjukkan bahwa pola komunikasi bebas dan terbuka, dapat
mencakup semua orang yang ada di kelompok .Lalu bentuk lain pola komunikasi
lingkaran lebih cenderung mengarah pada penilaian kelompok yang lebih akurat
serta lebih menarik iklim kelompok dan mencapai kepuasan individu yang lebih
2.2Penelitian Terdahulu
2.2.1 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh mahasiswa Fiskom UKSW. Nama : Yohanes Paulus Sutejo
NIM : 362007005
Judul Skripsi : Strategi Komunitas Dalam Mempertahankan Solidaritas (Studi Pada Komunitas Kicau Mania Salatiga)
Dalam penelitian yang telah dibuat, peneliti meneliti tentang bagaimana strategi anggota kelompok dalam mempertahankan solidaritas. Meneliti 3 aspek penting yaitu Komunikasi, Komunikasi Kelompok, dan juga strategi. Teori yang digunakan adalah Teori Pertukaran Sosial. Penelitian mendiskripsikan bahwa Komunitas Kicau Mania Salatiga terbentuk karena sebuah hobi yang sama (koleksi burung), kemudian terbentuklah komunitas tersebut, di dalam komunikasi yang dilakukan terjadilah strategi komunikasi yang digunakan untuk mempertahankan kelompok yang telah dibentuk bersama. Di dalam kelompok tersebut, jika sudah terlaksana strategi yang kuat maka akan terjadi pertukaran sosial yang nantinya akan membentuk solidaritas yang kuat pada Kelompok Kicau Mania Salatiga.
2.2.2 Penelitian terdahulu dilakukan oleh mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya
Nama : Yuli Wulandari NIM : B06209137
Judul Skripsi : Komunikasi Kelompok Anak Vespa Sidoarjo “Kanvas” Dalam Membina Solidaritas Kelompok
solidaritas kelompok. Penelitian yang telah dibuat bertujuan untuk memahami dan mendiskripsikan keomunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok komunitas anak vespa Sidoarjo “Kanvas” dalam membina solidaritas kelompok. Penelitian ini bersifat kualitatif, deskritif menggunakan metode pengumpulan data melalui wawancara semi struktur serta melakukan observasi lapangan. Kelompok responden berjumlah 7 orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, senior dalam komunitas, dan juga beberapa anggota aktif. Penelitian ini, menemukan beberapa simbol yang biasa dilakukan dalam kalangan komunitas anak vespa, jadi dalam penetian ini lebih menyoroti pada perilaku-perilaku yang biasa dilakukan dalam sebuah komunitas verpa Sidoarjo “Kanvas”.
2.2.3 Penelitian terdahulu dilakukan oleh mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatra Utara
Nama : Rossa Dame Hasian Sarumaha NIM : 110922030
Judul Skripsi : Peran Komunikasi Kelompok Dalam Meningkatkan Minat Belajar
(Studi Kualitatif Tentang Program Bantuan Belajar Gratis LSM Yayasan Abdi Satya Di Kecamatan Pantai Cermin)
2.2.4 Penelitian terdahulu dilakukan oleh mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta
Nama : Nobriyanti Purnama Sari NIM : 04202-065 Humas / 2002
Judul Skripsi : “Identifikasi Gaya Komunikasi Pemimpin Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai di Bidang Afiliasi PPPTMGB LEMIGAS Jakarta”
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian mengenai identifikasi gaya komunikasi pemimpin dalam meningkatkan kinerja pegawai di bidang afiliasi PPPTMGB LEMIGAS Jakarta. Penelitian ini mengusung rumusan masalah ‘bagaimana gaya komunikasi pemimpin dalam meningkatkan kinerja pegawai di Bidang Afiliasi PPPTMGB “LEMIGAS” Jakarta?’ Penelitian menghasilkan 6 kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang gaya komunikasi pemimpin dalam meningkatkan kinerja pegawai di Bidang Afiliasi PPPTMGB “LEMIGAS” Jakarta.
Dari keempat penelitian terdahulu yang telah dikaji oleh penulis, hal yang dapat menjadi acuan dalam rumusan masalah yang diteliti oleh penulis adalah komunikasi yang dilakukan terjadilah strategi komunikasi yang digunakan untuk mempertahankan kelompok yang telah dibentuk bersama. Komunikasi yang baik haruslah selalu dijaga dalam lingkup kelompok kecil maupun kelompok yang besar. Suatu kelompok yang dibentuk merupakan satu tujuan dan harapan bersama dari seluruh anggota kelompok, maka keberhasilan dan keutuhan solidaritas dapat dibangun dan dikembangkan secara bersama-sama juga.
2.3 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Kelompok Wanita Tani Sedyo Mulyo terbentuk dari daerah dan ruang lingkup kehidupan masyarakat Dusun Wonolelo Desa Ngadirejo Kec. Pabelan Kabupaten Semarang. Dimana masyarakat tersebut dapat terbentuk melalui tujuan dan kepentingan yang ingin dicapai bersama. Di dalam Kelompok Wanita Tani Sedyo Mulyo peran dari Ketua Kelompok yaitu ibu Sujiyah sangat penting, karena ketua kelompok ini adalah seorang pemimpin sebuah kelompok yang aktif, baik dalam pencarian informasi yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan dalam pertemuan, dan juga aktif mendorong anggotanya untuk tetap bersatu. Di dalam peran ketua kelompok, seiring berjalannya waktu akan terlihat bagaimana Ibu Sujiyah survive dalam memimpin sebuah kelompok wanita tani, melihat bagaimana beliau mempertahankan kelompok yang pimpin olehnya agar tetap bersatu dan utuh antara 1 warga dengan warga lain sehingga tercipta kedekatan sesama anggota kelompok. Kedekatan inilah yang akhirnya diharapkan dapat mempererat keutuhan kelompok.
Daerah / Ruang Lingkup yang sama
Kelompok Wanita Tani
“Sedyo Mulyo”
Pola Komunikasi
Ketua Kelompok KWT
Soliditas Kelompok
PRODUKTIVITAS KELOMPOK
Teori Percakapan
Kelompok Teori