• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Derajat Fibrosis Hati Dengan Skor Apri Dibandingkan Dengan Fibroscan Pada Pasien Hepatitis B Dan C Kronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Derajat Fibrosis Hati Dengan Skor Apri Dibandingkan Dengan Fibroscan Pada Pasien Hepatitis B Dan C Kronik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

23 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Hati kronik B dan C dan fibrosis hati

Penyakit hati kronik adalah suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan. Penyakit hati kronik dapat asimtomatik atau disertai gejala-gejala seperti mudah lelah, malaise dan nafsu makan berkurang. Serum aminotransferase dapat meningkat secara sementara atau menetap. Ikterus sering tidak ditemukan, kecuali pada kasus - kasus stadium lanjut. Keadaan ini dapat disertai splenomegali, limfadenopati, berkurangnya berat badan, dan demam ( Akbar, 2007 ).

Fibrosis hati adalah suatu respon penyembuhan luka yang ditutupi oleh matriks ekstraselluler atau parut. Fibrosis hati merupakan keadaan lanjutan dari hepatitis kronis yang berlanjut menjadi sirosis. Fibrosis hati juga sebagai akibat dari kerusakan hati kronik oleh karena beberapa penyebab termasuk hepatitis B dan C, minum alkohol yang berlebihan, steatohepatitis-non alkoholik (NASH) dan kelebihan besi. Kerusakan hati menyebabkan sel stellata hati menjadi hiperaktif dan memicu peningkatan sintesis matriks ektrasellular.(Sembiring, 2009), (Tsukada, 2006).

Hepatitis kronik B dan C sering menyebabkan terjadinya fibrosis hati. Dengan meningkatnya pengetahuan terhadap mekanisme terjadinya fibrosis hati bersama-sama dengan strategi pengobatan yang efektif, maka membuka peluang untuk upaya mengevaluasi progresivitas dari fibrogenesis penyakit hati kronik. (Wolber, 2002).

2.2 Penentuan Stadium Fibrosis Hati

2.2.1 Metode Invasif

(2)

24 kemajuan dalam diagnosis. Biopsi hati tidak boleh lebih lama lagi dianggap sebagai lini pertama penilaian fibrosis pada sebagian besar penyakit hati kronik (Poynard, 2008).

Grading aktivitas penyakit hati dapat dievaluasi dari gejala klinis, serologi

serum aminotransferase dan histopatologi biopsi hati. Secara histologis, patolog dapat melihat : inflamasi, kerusakan interlobular dan nekrosis. Dalam praktek sehari-hari, laporan yang adekuat mencakup estimasi yang akurat berupa lesi minimal, mild, moderate atau severe. Namun untuk perbandingan biopsi pre dan post-treatment dan untuk mengevaluasi trial terapeutik, maka digunakan scoring

systems. Berbagai jenis sistem skoring telah dipakai untuk menilai staging fibrosis

hati seperti skor METAVIR oleh Poynard dkk, Knodell dkk, skor Ishak, dan analisis biopsi dengan morfometri komputer menggunakan pewarnaan jaringan. Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang terkenal adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan oleh Knodell pada tahun 1981.

Tabel 2.1 Indeks Aktivitas Histologik (HAI) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009)

Komponen Skor

Nekrosis periportal dengan atau tanpa bridging necrosis 0-10 Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal 0-4

Inflamasi portal 0-4

Pada saat ini skor METAVIR direkomendasikan untuk menilai fibrosis hati (Tabel) :Tabel 2.2 Skoring METAVIR pada fibrosis hati(Sebastiani, 2006)

____________________________________________________

Staging ini berguna dalam memperkirakan waktu progresifitas hepatitis. Dapat

(3)

25 2.2.2 Metode Noninvasif

2.2.2.1 FibroScan

FibroScan merupakan suatu teknologi elastrography yang mampu menentukan stadium fibrosis hati lebih sensitif dengan mengukur rerata kekakuan hati dimana kekakuan hati dihubungkan dengan derajat fibrosis. Keuntungan fibroscan ialah non invasive, cepat , tidak ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi lebih sedikit dibandingkan dengan biopsi hati (Grigorescu, 2010), (Al-Ghamdi, 2010). Gomez Dominguez dkk tahun 2006 meneliti bahwa fibroscan memiliki nilai sensitifitas 85% untuk menilai fibrosis hati dengan nilai cut offs 4,0 kPa.Jing dkk dalam jurnal tahun 2009 meneliti bahwa nilai median untuk kekakuan hati 5.2, 7.2, 8.2, 11.4 dan 16,9 kPa untuk F0,F1,F2,F3 dan F4. Takemoto dkk meneliti bahwa FibroScan memiliki nilai sensitivitas 100% dan spesifisitas 73,9% untuk menilai fibrosis hati advanced stage (F3-4) dengan nilai cut-off 15 kPa ( Takemoto, 2009), ( Wu, 2010 ).

Karena TE pertama sekali berkembang di Perancis, banyak studi mengenai manfaatnya dipelajari di negara-negara Eropa dimana prevalensi hepatitis C kronik lebih tinggi. Data ekstensif terhadap peran klinis TE dalam mengkaji fibrosis hati pada pasien hepatitis kronis C telah dikumpulkan. Baru-baru ini, beberapa studi meta analisis melaporkan bahwa TE adalah suatu alat noninvasif yang dapat dipercaya untuk mendeteksi advanced fibrosis dan sirosis hati ( Kim, 2010 ).

Ziol dkk membandingkan akurasi FibroScan dengan hasil pemeriksaan biopsi pada 251 pasien hepatitis C virus (HCV). Mereka menemukan bahwa pengukuran pengerasan hati dan gradasi fibrosis berkorelasi dengan baik, dengan nilai cut-off optimal yang ditentukan pada 8,7 dan 14,5 kPa untuk F ≥2 dan F=4 ( Ziol, 2005 )

Amellal dkk dari Maroko telah meneliti adanya hubungan antara FibroScan dengan biopsi hati pada 125 pasien HCV. Studi ini memperlihatkan bahwa biopsi hati dan FibroScan sejalan dalam mendeteksi untuk penilaian fibrosis pada HCV. Angka rata-rata kesesuaian antara FibroScan dan biopsi hati

(4)

26 mendeteksi significant fibrosis (F2) yaitu 78,8% (Kappa = 0,40; p < 0,001), sebaik dalam mendeteksi severe fibrosis (F3, F4) yaitu 77.5% (Kappa = 0.68; p < 0.001) ( Amellal, 2009 ).

Marcellin dkk juga meneliti akurasi FibroScan pada 173 pasien hepatitis B kronis yang dilakukan biopsi hati dan didapatkan hasil adanya korelasi yang baik antara pengukuran kekakuan hati (kPa) dengan biopsi, dengan nilai cut-off optimal yang ditentukan pada 7,2 dan 11 kPa untuk F ≥2 dan F=4 dan menyatakan bahwa FibroScan bisa diandalkan untuk mendeteksi fibrosis dan sirosis pada pasien HBV dengan SE 0,70 dan SP 0,83 untuk F ≥2 dan SE 0,93 serta SP 0,87 untuk F=4 ( Marcellin, 2009 ).

Pada penelitian ini, cut-off yang dipergunakan sesuai dengan cut-off dari Ledinghen dan Vergniol (Gambar 2.1), dengan nilai cut-off yang memang sesuai dengan penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya, dengan F0-1 = 0-7,1 kPa; F2 = >7,1-9,3 kPa; F3 = >9,3-14,5 kPa; F4 = >14,5 kPa ( Ledinghen, 2008 ).

(5)

27 Serum marker dapat digunakan untuk fibrosis hati.Serum marker untuk fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok yaitu petanda langsung dan tidak langsung.

A. Petanda tidak langsung

Studi studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda non invasive untuk memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis, seperti :

1. Rasio AST/ALT ( indeks AAR: Rasio AST/ALT lebih besar dari 1 dengan kuat menyarankan sirosis dengan sensitivitas 78% dan spesifisitas 97%

2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protombin, GGT dan apolipoprotein A1 (PGA).

3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2 globulin, gamma globulin, apolipoprotein A1, gamma GT, dan bilirubin total.

4. Acti Test, pemeriksaan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan ALT

5. Skor Forns ( indeks Forns), berdasarkan 4 variabel umum dijumpai di kloinik meliputi jumlah trombosit, umur, level kolesterol, dan GGT.

6. Rasio AST/trombosit (indeks APRI), model ini konsisten dan objektif

pada laboratorium rutin pasien pasien dengan hati kronis.

7. Fibroindex menggunakan variable trombosit, AST dan YGlobulin. 8. Kombinasi AST,INR, trombosit( indeks GUCI)

B.Penanda langsung (direct marker)

Penanda langsung seperti : Collagen type IV, Hyaluronic acid, Procollagen III peptide, Platelet.

Skor APRI merupakan petanda fibrosis hati non invasive, pertama kali dikemukakan oleh Wai dkk, dengan menggunakan variable AST dan jumlah trombosit. Rumus untuk menghitung skor adalah

Kadar AST/ Batas atas normal AST x 100 Trombosit (109/L)

(6)

28 Trombositopenia merupakan suatu gangguan hematologi yang paling sering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit hati kronik. Mekanisme patogenesis yang menyebabkan gangguan ini masih belum sempurna diketahui. Berdasarkan beberapa literatur, hal ini dihubungkan dengan sekuestrasi dan penghancuran trombosit dalam limpa yang terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang mengompensasi peningkatan produksi trombosit. Hipersplenisme terjadi pada pasien-pasien penyakit hati lanjut dengan suatu gambaran yang bervariasi dan merupakan komplikasi yang umum dari hipertensi portal. Pembelokan aliran darah portal ke limpa menyebabkan suatu keadaan perpindahan yang berlebihan (hyper-inflow) yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi trombosit limpa ( Kajihara, 2003 ), ( Sembiring, 2009 )

(7)

29 didominasi oleh sitokin yang mengontrol pembentukan megakariosit dan trombosit. Hal ini mengidentifikasi trombositopenia pada HCV kronik sangat berhubungan dengan aktifitas penyakit dan progresivitas jangka panjang ( Kajihara, 2003 ), ( Sembiring, 2009 ).

Olariu dkk menyatakan bahwa hepatitis C kronik dihubungkan dengan trombositopenia berdasarkan 3 proses patologis seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2 (Olariu, 2010). Sedangkan Nagamine dkk telah melaporkan pada hepatitis B kronik bahwa trombositopenia berhubungan dengan PAIgG (Platelet-associated immunoglobulin G) ( Nagamine, 1996 )

Gambar 2.2 Mekanisme trombositopenia pada hepatitis C kronik

Gambar

Tabel 2.1 Indeks Aktivitas Histologik (HAI) (Soemohardjo dan Gunawan, 2009)
Gambar 2.1 Transient elastography (FibroScan)
Gambar 2.2 Mekanisme trombositopenia pada hepatitis C kronik

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki Surat Ijin Penyalur Alat Kesehatan (PAK)/ Sub Penyalur Alat

Dengan ini kami beritahukan bahwa Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa Pekerjaan Pembangunan Sarana Pengelolaan Taman Hutan Raya Ngargoyoso (Persemaian,

Proses pelelangan Pengadaan Buku Perpustakaan Fakultas Tarbiyah Kampus II IAIN Walisongo Semarang Tahun 2011 telah kami laksanakan, hasilnya sebagaimana tertuang dalam Berita

Sebelum membuat sistem, penulis melakukan penelitian ke perpustakaan dengan menjadi anggota suatu perpustakaan dan melakukan transaksi peminjaman &amp; pengembalian buku, dengan

Penulisan ilmiah ini membahas sebuah program aplikasi yang dapat digunakan sebagai model matematika yang berguna untuk mendapatkan solusi yang optimal dengan memanfaatkan sumber

Bidang Penjaminan Mutu Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal mempunyai tugas melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan program, penjaminan mutu pendidikan,

Pembuatan sistem penilaian ini didasarkan pada pengalaman seorang ibu salah satu guru di SDN 03 Pagi Papanggo Jakarta Utara, yang melihat adanya kendala dalam mengolah nilai.