• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tradisi “Piring Nazar” dalam Perspektif Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga T2 752013033 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tradisi “Piring Nazar” dalam Perspektif Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga T2 752013033 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Pendidikan mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, seperti adanya program wajib belajar 12 tahun. Hal ini menandakan bahwa pendidikan merupakan hal yang penting, terutama bagi masa depan generasi muda. Menurut Lawrence Cremin pendidikan didefinisikan sebagai usaha sengaja, sistematis dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu1. Sementara Whitehead mendefinisikan pendidikan adalah bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan; dan dengan seni kehidupan yang dimaksudkan adalah prestasi yang paling lengkap dari pelbagai kegiatan yang mengekspresikan potensi-potensi makhluk hidup ketika berhadapan dengan lingkungan yang sebenarnya2. Ketika kedua definisi ini digabungkan maka pendidikan akan menjadi suatu usaha yang dilakukan secara sengaja untuk memperoleh pengetahuan ataupun akibat dan hasil-hasil lainnya dari proses belajar yang melibatkan seni kehidupan serta bagaimana manusia mengekspresikan dirinya dalam lingkungannya. Lingkungan tempat manusia hidup bisa memiliki arti yang beragam, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Pendidikan pada akhirnya dapat memberdayakan manusia agar dapat bertindak secara kreatif dalam memanfaatkan apa yang ada disekitarnya menjadi lebih berguna.

Pendidikan dibutuhkan oleh masyarakat, karena semakin tinggi pendidikan akan menambah kualitas dari seseorang. Orang masih berpendapat bahwa pendidikan merupakan

1

Thomas Groome, trans., Pendidikan Agama Kristen (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011), 29 2

(2)

suatu wadah untuk melakukan transmisi kebudayaan. Pendidikan norma-norma, sikap, adat-istiadat, keterampilan sosial semuanya diperoleh dari pendidikan3. Dalam hal ini transmisi kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu usaha pewarisan pengetahuan, nilai-nilai yang dianggap baik dan dapat menjadi pedoman yang baku dalam kehidupan bermasyarakat. Ada berbagai cara yang dilakukan untuk melakukan transmisi kebudayaan yakni melalui keluarga, masyarakat maupun sekolah. Dalam konteks penelitian ini maka, Pendidikan Agama Krsiten (PAK) menjadi salah satu jenisnya.

Groome menambahkan bahwa pendidikan yang baik dapat disebut bersifat keagamaan4. Setiap usaha untuk menemukan yang transenden kemudian dinamakan dengan pendidikan agama. Dalam pendidikan agama, dikhususkan menjadi Pendidikan Agama Kristen. Pendidikan Agama Kristen dalam gereja, keluarga dan sekolah secara khusus harus dihubungkan dengan tradisi Kristen. Seperti yang diungkapkan oleh Groome bahwa istilah pendidikan agama (Christian Edication) dengan akurat mendeskripsikan investigasi yang umum pada dimensi kehidupan agama dan pencarian bersama manusia terhadap dasar keberadaan yang transenden, akan tetapi jika komunitas agama menentukan tradisi miliknya sendiri yang khusus untuk mensponsori orang-orang dalam pencarian mereka yang bersifat transenden, maka kegiatan pendidikan itu harus secara khusus dihubungkan dengan tradisi komunitas itu5. Dalam hal ini Pendidikan Agama Kristen haruslah memiliki tradisi itu sendiri untuk dapat membantu anggota komunitas dalam pencarian yang bersifat transenden.

Tradisi komunitas khususnya komunitas Kristen, didasarkan pada apa yang tertulis dalam Alkitab, walaupun tidak dapat dilupakan bahwa setiap kisah dalam Alkitab memiliki tradisi-tradisi tersendiri dengan latar belakang yang berbeda-beda. Salah satu ajaran didalamnya baik itu

3

Nasution S, Sosiologi Pendidikan. (Bandung : Bumi Aksara, 1983), 13 4

Groome, Pendidikan Agama Kristen, 31 5

(3)

dalam Perjanjian Lama dan juga dalam Perjanjian Baru yakni dalam Maleakhi 3:10a “Bawalah

seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan” dalam ayat ini Buckner

menjelaskan bahwa persepuluhan yang dimaksud adalah sepuluh persen dari semua hasil kerja atau ladang. Hasil yang terbaik dari ladang haruslah diberikan kepada Allah dan hasil yang jelek yang akan digunakan oleh pemberi persepuluhan tersebut. Buckner menambahkan bahwa rumah perbendaharaan yang dimaksud yakni Bait Suci di Yerusalem yang menjadi pusat kebaktian dan kegiatan-kegiatan agama6. Persembahan yang diberikan bukan hanya sebatas pada uang tetapi juga persembahan khusus lainnya yaitu waktu, talenta, akal, kemampuan dan karunia. Ayat ini mau menjelaskan bahwa hasil yang diberikan sebagai persepuluhan dalam Bait Suci adalah tanda ungkapan syukur. Selain dalam kitab Maleakhi, dalam II Korintus 9:1-15.

Kisah dalam II Korintus ini memiliki latar belakang yang berbeda dengan apa yang terdapat dalam kitab Maleakhi. Kisah dalam II Korintus adalah mengenai pengumpulan persembahan untuk membantu orang-orang kudus di Yerusalem. Beyer dan Simamora menyebutkan bahwa orang-orang di Akhaya memberikan persembahan mereka sebagai tanda bukti syukur dengan kerelaan hati dan bukan dengan sedih ataupun paksaan. Kasih Tuhan akan datang bagi orang di Akhaya dan orang kudus di tempat lain (Yerusalem) dapat terbantu. Bukan hanya dalam memberikan persembahan dan membantu tetapi secara tidak langsung, persekutuan bersama orang percaya dapat terbentuk dalam doa syafaat orang-orang kudus untuk orang Kristen bukan Yahudi7.

Persembahan yang diberikan kepada Tuhan, baik itu dalam Maleakhi ataupun dalam teks II Korintus memberikan arti yang sama yaitu karunia, talenta, waktu ataupun akal dan juga

6

Charles Buckner. Kupasan Firman Allah Suara Maleakhi. (Bandung:Lembaga Literatur Baptis, 2002), 86-87.

7

(4)

penekanan yang diberikan dalam II Korintus bahwa persembahan yang diberikan harus sesuai dengan kerelaan hati perlulah diketahui bahwa semuanya itu harus berdasarkan pada penyerahan yang utuh kepada Tuhan.

Pemberian persembahan yang terdapat dalam kedua contoh ayat diatas merupakan salah satu contoh ajaran yang terdapat dalam Alkitab. Ajaran-ajaran tentang memberi persembahan dalam Alkitab tidak lahir atau muncul dan berkembang begitu saja tetapi didasarkan pada tradisi yang ada sebelumnya diantaranya adalah budaya di Mesir, Maspero melihat bahwa ada bagian khusus yang diberikan kepada dewata dari sepersepuluh atas pendapatan yang diperoleh8. Diungkapkan juga bahwa di Assuria ia melihat raja Tiglath-Pileser menghambur-hamburkan persembahan kepada dewata dan memperkaya tempat berhala dengan rampasan dari peperangannya. Setelah selesai berperang raja Tiglath-Pileser akan mempersembahkan sepersepuluh dari rampasannya kepada dewa Ashur dan juga kepada dewa Ramman. Sayce menerangkan bahwa persembahan adalah kebiasaan Babylonia untuk mempersembahkannya kepada tempat-tempat berhala sebagai hasil dari tanah jajahannya9. Kebiasaan untuk memberikan persembahan persepuluhan dilakukan dikalangan petani orang Roma supaya setiap petani mempersembahkan persepuluhan hasil panennya pada tempat-tempat berhala. Kisah-kisah ini dapat disebut sebagai kisah-kisah pertama dalam memberikan persembahan hingga kepada jemaat pada masa kini.

Tradisi-tradisi dalam Alkitab yang sudah berkembang seperti sekarang ini, tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya pegangan dalam melaksanakan tugas Pendidikan Agama Kristen, seorang pendidik perlu memperhatikan beberapa pendukung lain yang disebut dengan fondasi Pendidikan Agama Kristen. Pazmino menyebut dalam bukunya ada 7 fondasi penting dan salah

8

A.M. Tambunan, Persembahan Persepuluhan (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1945), 19. 9

(5)

satunya adalah Fondasi Sosiologis10. Ia menyatakan bahwa tugas seorang pendidik adalah membuat pengajaran mereka tetap update dan relevan dengan konteks budaya mereka supaya bisa terus memberi dampak pada peserta didik yang hidup dalam kebudayaan tersebut11. Sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh Pazmino, Sitompul berpendapat bahwa Pendidikan Agama yang dilakukan dalam konteks apapun jelas sekali membutuhkan perspektif kebudayaan didalamnya, karena dalam melakukan pendidikan yang nantinya memiliki tujuan untuk mengubah suatu masyarakat, pendidikan itu tidak cukup hanya dengan mengkritik dan meniru dari bangsa lain, tetapi haruslah dilakukan dengan sistem yang sesuai dengan kebudayaan setempat12. Ia menambahkan bahwa kebudayaan setempat yang dimaksudkan adalah hal-hal yang menjadi kebiasaan masyarakat dan pada akhirnya membudaya. Sesuai dengan apa yang ditulis oleh Sitompul bahwa gereja dapat berdiri karena memperhitungkan adat kebudayaan suku-suku13.

Pendidikan Agama Kristen membutuhkan kebudayaan dalam melangsungkan tugasnya juga diacu oleh teori dari Geertz tentang agama sebagai sistem kebudayaan. Dalam teorinya tersebut ia berpendapat bahwa agama pada awalnya adalah sebuah sistem simbol-simbol yang akan memberi makna dan motivasi pada para penganutnya lewat ritual-ritual yang pada akhirnya menjadi suatu realitas unik yang disebut dengan kebudayaan14. Agama dan kebudayaan memiliki hubungan erat yang akan menolong satu sama lain, oleh sebab itu dalam melakukan pendidikan agama perlulah diperhitungkan aspek kebudayaan didalamnya.

(6)

Dalam kehidupan bersama komunitas Kristen, ditemukan sebuah kebiasaan yang pada akhirnya menjadi budaya keluarga Kristen dan masih dipertahankan bahkan tetap dibawa sekalipun sudah jauh dari keluarga yakni tradisi Piring Natzar. Tradisi Piring Natzar dimiliki dan tetap dilakukan oleh keluarga-keluarga di kepulauan Maluku, khusunya bagi mereka yang berada di Ambon, Maluku Tengah dan Seram.

“Piring Nazar” ada pada sebuah meja (biasa juga disebut dengan meja sombayang) yang

diatasnya diletakkan sebuah piring dan sebuah Alkitab yang ditutupi dengan kain berwarna putih. Alkitab diletakkan di atas piring dan di dalam piring diletakkan uang yang akan dibawa untuk dipersembahakan pada ibadah hari minggu. Biasanya uang yang digunakan adalah uang yang masih baru dalam artian bahwa uang yang tidak usang ataupun yang sudah robek. Uang tersebut diletakkan di dalam “Piring Nazar” untuk jangka waktu tertentu. Apabila keluarga ingin membawa persembahan persepuluhan ke Gereja, maka sebelum uang itu dibawa, uang tersebut harus di letakkan dahulu di dalam “Piring Nazar” sebelum di bawa ke Gereja, baik untuk persembahan mingguan maupun persembahan perpuluhan untuk didoakan bersama-sama. Selain untuk tempat meletakkan persembahan, meja yang diletakkan “Piring Nazar” diatasnya juga dianggap sebagai mimbar dalam keluarga. Ketika anggota keluarga akan pergi (keluar dari rumah baik itu pergi jauh ataupun ke sekolah, ke gereja atau ketempat-tempat lain) maka anggota keluarga harus berdoa terlebih dahulu di depan Piring Natzar tersebut. “Piring Nazar” ini diletakkan di kamar pertama dalam sebuah rumah dan dalam kebiasaan masyarakat Ambon, kamar pertama tersebut adalah kamar dari kedua orang tua.

(7)

(GPM) yang berkuliah di Salatiga dan masih setia melakukan tradisi “Piring Nazar” dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam penelitian ini, berkaitan dengan tradisi “Piring Nazar”, maka akan dilihat bagaimana pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya sehingga ajaran

tentang “Piring Nazar” dapat terinternalisasi dan diwariskan dalam diri mahasiswa. PAK yang

didasarkan pada fondasi sosiologis sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan, oleh sebab itu tulisan ini akan diberi judul Tradisi “Piring Nazar” Dalam Perspektif Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga

1.2IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN

Keluarga dalam hal ini adalah orang tua memiliki peranan yang besar dalam melakukan pendidikan atau sebagai wadah untuk melakukan pendidikan primer dalam masyarakat. Ada berbagai jenis pendidikan yang perlu untuk dilakukan oleh orang tua dan salah satunya adalah pendidikan agama dalam keluarga. Sebelum anak-anak menjadi anggota gereja, anak-anak terlebih dahulu telah mendapatkan pendidikan agama dalam keluarga. Tradisi “Piring Nazar” yang dilakukan oleh orang tua kemudian turun kepada anak-anak bukan tanpa sengaja. Tentu saja tradisi Piring Nazar diajarkan dan disosialisasikan dengan sengaja kepada anak-anak dan memiliki tujuan tertentu yakni adanya Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga, sehingga perlulah diketahui dimanakan posisi Pendidikan Agama Kristen dalam tradisi “Piring Nazar”.

1.3 MASALAH PENELITIAN

(8)

pendidikan dan sosialisasi. Oleh karena itu pola pendidikan seperti apa yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya perlu diketahui sehingga diharapkan bisa digunakan oleh keluarga-keluarga Kristen lain di berbagai tempat.

1.4 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah dan masalah penelitian maka rumusan masalah penelitian adalah Bagaimana Pola Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dapat menginternalisasi ajaran Piring Nazar dalam pribadi mahasiswa?

Masalah pokok penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Gereja Protestan Maluku tentang tradisi Piring Nazar?

2. Bagaimana tradisi “Piring Nazar” dalam Pendidikan Agama Kristen pada keluarga Kristen di Maluku?

3. Bagaimana Pola Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dapat menginternalisasi ajaran Piring Nazar dalam pribadi mahasiswa?

1.5 TUJUAN PENULISAN

1. Mendeskripsikan pemahaman mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Gereja Protestan Maluku tentang tradisi “Piring Nazar”.

2. Menganalisis posisi tradisi “Piring Nazar” dalam Pendidikan Agama Kristen bagi keluarga.

(9)

1.6 MANFAAT PENULISAN

Manfaat Teoritis

Adanya pemahaman baru bahwa Pendidikan Agama Kristen (PAK) juga membutuhkan aspek-aspek kebudayaan. Semua kekayaan budaya yang ada disekitar manusia dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran bukan hanya sebagai warisan saja. Manfaat Praktis

Pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dapat menjadi contoh bagi keluarga Kristen lainnya dalam melakukan Pendidikan Agama Kristen kepada anak-anaknya atau generasi penerusnya.

1.7 METODOLOGI PENELITIAN

a.Metode

Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan dimana posisi Pendidikan Agama Kristen dalam tradisi “Piring Nazar” yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak sehingga tradisi “Piring Nazar” dapat terinternalisasi dalam pribadi mereka. Berdasarkan tujuan tersebut maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan penelitian adalah penelitian kualitatif.

Metode Deskriptif Analisis

(10)

Metode deskriptif analisis dipilih karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan dan menganalisis pemahaman seperti apa yang mereka dapatkan lewat pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya sehingga sampai di Salatiga anak-anak masih melakukan tradisi “Piring Nazar” serta bagaimana mahasiswa memahami makna dari tradisi

“Piring Nazar” dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah mahasiswa UKSW yang melakukan

tradisi “Piring Nazar” dan juga para orang tua Ambon yang berada di Salatiga.

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pendekatan ini sering diterapkan dalam penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, di samping itu juga peranan organisasi, pergerakan sosial dan hubungan timbal balik15. Penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena sesuai dengan tujuannya yaitu ingin melihat bagaimana pola pendidikan orang tua sehingga tradisi Piring Natzar bisa terinternalisasi dalam pribadi mahasiswa.

c. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dalam kerangka studi pendahuluan yaitu kajian pustaka dan kajian empiris. Kajian pustaka diperoleh melalui studi kepustakaan, sedangkan

15

(11)

kajian empiris diperoleh melalui wawancara, observasi langsung dan FGD yang dibahas berikut ini.

1) Wawancara

Teknik wawancara merupakan peran seorang peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur, wawancara bebas dengan pedoman wawancara yang digunakan hanya garis besar permasalahan yang ditanyakan16.

Wawancara dalam penelitian ini untuk mengetahui pola pendidikan orang tua kepada anak- anak dan wawancara tentang proses internalisasi ajaran Tradisi Piring. Subjek yang akan diwawancarai adalah Orang Tua yang berasal dari Ambon yang tinggal di Salatiga sebagai informan kunci dan mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Ambon.

2) Observasi

Observasi merupakan suatu proses pengamatan terhadap subjek penelitian dan dilakukan secara terstruktur17. Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi langsung, ketika subjek penelitian melakukan tradisi “Piring Nazar” di tempat kediaman mereka di Salatiga.

3) FGD

Teknik Focus Group Discussion (FGD) untuk para mahasiswa Universitas Krtisten Satya Wacana. Herdiansyah menyatakan bahwa tujuan FGD adalah untuk berdiskusi

16

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2012), 140. 17

(12)

dan berdialog bersama, bertatap muka dengan sesama responden/subjek/informan penelitian guna menghasilkan suatu informasi langsung dari berbagai sudut pandang. FGD juga dapat dilakukan guna melakukan crosscheck ulang jika terdapat data yang kebenarannya masih diragukan18. Sumber data untuk melakukan teknik ini adalah mahasiswa Ambon yang berkuliah di Universitas Kristen Satya Wacana.

d. Lokasi Penelitian, Populasi dan Subjek Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian adalah di Salatiga karena subjek penelitian yang akan diteliti adalah mahasiswa yang berkuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang berasal dari Gereja Protestan Maluku. Sampel yang digunakan adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang melakukan Tradisi “Piring Nazar”.

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN TESIS

Sistematika dalam tulisan ini terdiri dari lima (V) BAB. BAB I Pendahuluan; bagian pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Masalah Penelitian, Variabel Penelitian, Rumusan masalah Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II Teori Rujukan; bagian ini terdiri dari kajian Pustaka yaitu Teori tentang Pendidikan, Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga, Fondasi Pendidikan Agama Kristen, Sosialisasi dalam keluarga dan tentang “Piring Nazar”. BAB III Data Lapangan dan Analisa; bagian ini berisiskan data hasil penelitian yang dilakukan dengan metode dan pendekatan kualitatif di lapangan yang sekaligus akan dianalisa setelah dilakukan pemaparan mengenai hasil penelitian (data di lapangan). BAB IV Refleksi Teologis; bagian ini merupakan

18

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Partisipan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang peneliti ajukan. Selama wawancara, partisipan juga sempat bergurau dengan peneliti sambil tertawa, sehingga

Berdasarkan pada latar belakang penelitian maka masalah penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah peran anak sebagai pemengaruh terhadap keputusan beli orang

dalam konseli ini yaitu kekerasan verbal, eksploitasi bunga tinggi, dan masalah.. pembagian waktu (Peran Domestik) tetapi di lapangan berdasarkan

Proses analisis peneliti memulai dengan observasi terlebih dahulu melalui pra penelitian, kemudian dilakukan wawancara dengan mengajukan instrument wawancara kepada

Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa guru dan kepala sekolah, siswa SMA Kristen Satya Wacana berasal dari latar belakang yang beragam, baik secara

adanya asas CTL lain dari empat asas yang dipilih penulis agar pembelajaran berhasil maksimal Wawancara, didukung dokumentasi dan observasi Pengaruh yang diharapkan dan tak

dengan 14 (empat belas) sub kompetensi sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang

Untuk memperoleh informasi mengenai peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membimbing kecerdasan spiritual siswa di SMPN 8 Bengkulu Selatan peneliti mengajukan 6 enam pertanyaan yang