TUGAS AKHIR
PUSAT PERFILMAN di SURABAYA
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik (S-1)
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Diajukan Oleh :
FEBRIAN HARYONO
0651010045
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
TUGAS AKHIR
PUSAT PERFILMAN di SURABAYA
Dipersiapkan dan disusun oleh :
FEBRIAN HARYONO
0651010045
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
Pada tanggal : 2 Agustus 2010
Pembimbing Utama :
Penguji
Ir. Pancawati Dewi, MT Heru Subiyantoro, ST, MT
NPTY. 3 6705 94 0033 1
NPTY. 3 7102 96 0061 1
Pembimbing Pendamping :
Ir. Eva Elviana, MT
NPTY. 3 6604 94 0032 1
Ir. Erwin Djuni Winarto, MT
NPTY. 3 6506 99 0166
Ir. Muchlisiniyati Safeyah, MT
NPTY. 3 6706 94 0034 1
Tugas Akhir telah diterima sebagai persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana ( S – 1 )
Tanggal :
Dr, Ir. Edi Mulyadi, SU
NIP. 19551231 198503 1 00 2
PUSAT PERFILMAN di SURABAYA
Febrian Haryono
0651010045
ABSTRAKSI
Pusat Perfilman di Surabaya merupakan sebuah tempat yang mewadahi
kegiatan menonton film yang dapat dinikmati oleh masyarakat dari berbagai lapisan
dan golongan umur, sebagai sebuah ikon tempat hiburan yang baru di kawasan kota
Surabaya.
Terletak di kawasan Surabaya Selatan, tepatnya di jalan Abdul Wahad Siamin,
lokasi yang dianggap strategis ini diharap dapat mendukung kegiatan menonton film
dan juga kegiatan lainnya yang berkenaan dengan
entertaint
. Dengan area disktrik
yang difungsikan sebagai kawasan hiburan dan perdagangan, adanya pusat
perbelanjaan/
Shopping Mal
dan restauran, kehadiran Pusat Perfilman di Surabaya ini
diharapkan menjadi tempat hiburan yang baru,yang saling mendukung tempat-tempat
hiburan yang telah ada, yang menghadirkan suasana menonton yang berbeda dari
bioskop yang ada di kota Surabaya, yang saat ini hanya kita temui di Mal-Mal yang
ada.
Sebuah ikon ’bioskop yang berbeda,
yang menjadi daya tarik tersendiri bagi
para penikmat film dan pengunjung. Pergelaran kegiatan yang berkenaan dengan film
pun juga dapat dilaksanakan disini, seperti
Galla Premiere,
Festival Perfilman,
hingga
workshop
yang membahas mengenai seluk beluk perfilman. Jadi, selain untuk
menonton, Pusat perfilman di Surabaya ini juga dapat mewadahi kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan film itu sendiri. Fasilitas yang ada selain studio dengan zona
menonton yang sesuai dengan tema film, cafe,
store,
studio
meeting
dan studio 3D,
juga adanya sebuah galeri perfilman, yang dapat menarik perhatian masyarakat kota
Surabaya.
Metode pembahasan yang digunakan berupa pengumpulan data yang
mendukung diperlukannya sebuah pusat perfilman bagi kota Surabaya, yang
kemudian dianalisa disertai contoh studi kasus dan literatur sejenis, sehingga
pencapaian akhir dapat memberi gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan
dirancang.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas segala nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa
sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul
“Pusat Perfilman di
Surabaya”
ini dapat terselesaikan dengan baik, guna memenuhi sebagian
persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Jurusan Teknik
Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran“ Jawa Timur di Surabaya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini juga tidak
terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Bersama ini dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Dr . Ir . Edi Mulyadi , SU selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan atas kesempatan yang diberikan.
2.
Bapak Ir. Syaifudin Zuhri, MT selaku Ketua Program Studi Arsitektur atas
dukungan dan saran yang diberikan selama proses pembuatan Laporan
mulai dari Metode Penelitian hingga Laporan Tugas Akhir ini.
3.
Kepada Bapak dan Ibu Pengurus BAKESBANG, BAPEKO, Dinas Cipta
Karya dan Dinas Pemetaan yang telah melayani dengan baik dalam proses
pencarian dan peminjaman data yang mendukung proses penulisan
Laporan ini.
4.
Pihak-pihak yang membantu penulisan sehingga penyusunan laporan ini
dapat terselesaikan dengan baik yang tidaka dapat disebutkan satu per
satu.
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dan membantu rekan mahasiswa
lain, khususnya dalam bidang arsitektur.
Akhir kata, saya mohon maaf bila masih terdapat berbagai kekurangan pada
laporan ini, dan tidak lupa saya sekali lagi mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan Tugas Akhir ini.
Surabaya, Agustus 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
LEMBAR PENGESAHAN ...
ii
ABSTRAK ...
iii
KATA PENGANTAR ...
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...
vi
DAFTAR ISI ...
viii
DAFTAR GAMBAR ...
xi
DAFTAR TABEL ...
xiii
BAB I. PENDAHULUAN ...
1
1. 1. Latar Belakang Perancangan ...
5
1. 2. Tujuan Perancangan ... .
3
1. 3. Batasan dan asumsi ...
6
1. 4. Tahapan Perancangan...
7
1. 5. Sistematika Laporan ...
8
BAB II. TINJAUAN OBYEK PERANCANGAN ...
10
2. 1. Tinjauan Umum ...
10
2. 1. 1. Pengertian Obyek Perancangan...
10
2. 1. 2. Studi Literatur ...
10
2. 1. 3. Studi Kasus ...
22
2. 1. 4. Analisa Hasil Studi ...
36
2. 2. Tinjauan Khusus ...
37
2. 2. 1. Lingkup Pelayanan ...
37
2. 2. 2. Aktivitas dan Kebutuhan Ruang ...
37
2. 2. 3. Perhitungan dan Kebutuhan Ruang ...
40
BAB III. TINJAUAN LOKASI ...
47
3. 1. Latar Belakang Pemilihan Lokasi ...
47
3. 2. Penetapan Lokasi ...
48
3. 3. Kondisi Fisik Lokasi ...
51
3. 3. 1. Aksesbilitas ...
52
3. 3. 2. Potensi Lingkungan / Site ...
53
3. 3. 3. Infrastruktur Kota ...
55
BAB IV. ANALISA PERANCANGAN ...
58
4. 1. Analisa Ruang ...
58
4. 1. 1. Organisasi Ruang ...
58
4. 1. 2. Hubungan Ruang dan Sirkulasi ...
59
4. 1. 3. Diagram Abstrak ...
61
4. 2. Analisa Site ...
62
4. 2. 1. Analisa Aksesbilitas ...
62
4. 2. 2. Analisa Iklim ...
63
4. 2. 3. Analisa Lingkungan Sekitar ...
64
4. 2. 3. Analisa Zoning ...
65
BAB V. KONSEP PERANCANGAN ...
67
5. 1. Konsep Dasar Rancangan ...
67
5. 2. Konsep Bentuk ...
68
5. 3. Konsep Tampilan ...
69
5. 4. Konsep Sirkulasi ...
69
5. 5. Konsep Ruang Dalam (Interior) ...
70
5. 6. Konsep Ruang Luar...
71
5. 7. Konsep Struktur ...
71
5. 8. Konsep Mekanikal Elektrikal ...
71
BAB VI. APLIKASI PERANCANGAN ...
73
6.1. Aplikasi Bentuk ...
73
6. 3. Aplikasi Sirkulasi ...
77
6. 4. Aplikasi Ruang Luar ...
78
6.5. Aplikasi Ruang Dalam Bangunan (Interior) ...
78
PENUTUP ...
80
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jarak antar tempat duduk ... 15
Gambar 2.2 Lebar Layar Bioskop ... 15
Gambar 2.3 Jarak pandang penonton paling dekat dengan layar ... 16
Gambar 2.4 Pandangan penonton secara horizontal ... 16
Gambar 2.5 Bentuk studio untuk pemutaran film 35mm dan 70mm ...17
Gambar 2.6 Tampak Bangunan BLITZ ... 22
Gambar 2.7 Area loby BLITZ ………..23
Gambar 2.8. Area Fasilitas Candy Shop, Music Station, dan Area Billiard ……….24
Gambar 2.9 Interior BLITZ ………..24
Gambar 2.10 Hall BLITZ ...25
Gambar 2.11 Denah BLITZ ... 25
Gambar 2.12 Tampak UFA ...26
Gambar 2.13 Fasade UFA ...27
Gambar 2.14 Denah UFA ...27
Gambar 2.15 Potongan UFA ... 28
Gambar 2.16 Material interior UFA ... 28
Gambar 2.17 Tampak MPX Grande ... 29
Gambar 2.18 Penjualan tiket MPX ... 29
Gambar 2.19 Koridor MPX ...30
Gambar 2.20 Tunjungan Plaza ...31
Gambar 2.21 Area Snack dan Loby Tunjungan 21 ...32
Gambar 2.22 Area Snack, Tiket dan Loby Tunjungan 21 ...32
Gambar 2.23 Ruang Proyektor Tunjungan 21 ...33
Gambar 2.24 Studio Tunjungan 21 ...33
Gambar 2.25 Denah Tunjungan 21 ...36
Gambar 3.2 Peta Lokasi Site ...49
Gambar 3.3 Peta wilayah peruntukan Kecamatan Dukuh Pakis ... 50
Gambar 3.4 Peta Garis dan Google Earth ... 50
Gambar 3.5 Eksisting Site ... 51
Gambar 3.6 Foto Keadaan Tanah di lokasi ... 52
Gambar 3.7 Foto Keadaan Vegetasi di lokasi ... 52
Gambar 3.8 Foto Keadaan Jalan di lokasi dan alur aksesibiltas ... 53
Gambar 3.9 Foto Tampilan GOCI Mall ... 53
Gambar 3.10 Foto Perumahan Monaco ... 54
Gambar 3.11 Foto Tampilan Ruko ...54
Gambar 3.12 Foto Tampilan Mc Donalds ...55
Gambar 3.13 Jaringan Listrik ...55
Gambar 4.1 Sketsa Organisasi Hubungan antar Ruang ...58
Gambar 4.2 Sketsa Linier ...59
Gambar 4.3 Sketsa Ruang dan Sirkulasi Pengunjung ...59
Gambar 4.4 Sketsa Ruang dan Sirkulasi Karyawan dan Staf ... 60
Gambar 4.5 Sketsa Ruang dan Sirkulasi Undangan dan Artis ... 60
Gambar 4.6 Sketsa Ruang dan Sirkulasi Servis ... 60
Gambar 4.7 Diagram Abstrak Level 1-2 ... 61
Gambar 4.8 Diagram Abstrak Level 3 ...62
Gambar 4.9 Sketsa alur sirkulasi menuju Site ...62
Gambar 4.10 Sketsa alur IN dan Out pada Site ...63
Gambar 4.11 Lokasi Site,Orientasi massa bangunan ...64
Gambar 4.12 Analisa Zoning lantai 1 dan 2 ...66
Gambar 5.1 Tampilan bangunan bioskop yang berani ...67
Gambar 5.2 Gambar Model Studio ...68
Gambar 5.3 Konsep Tampilan ... 69
Gambar 5.4 Pola ruang dalam Level 1,2 dan 3 ... 70
Gambar 6.1 Pencapaian Bentuk Bangunan ... 73
Gambar 6.2 Pencapaian Bentuk Rangka Atap ...74
Gambar 6.3 Pencapaian Bentuk Fasilitas ... 74
Gambar 6.4 Bentuk Rangka Atap Level 3 ... 75
Gambar 6.5 Perspektif Bangunan ... 76
Gambar 6.6 Sirkulasi Dalam Site ... 77
Gambar 6.7 Vegetasi Dalam Site ... 78
Gambar 6.8 Interior Studio ... 79
Gambar 6.9 Interior Lounge Horor dan Cafe ...79
Gambar 6.10 Interior Lounge Drama dan Cafe ...79
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Kenaikan Penonton ... 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbicara mengenai sebuah film, terpintas sebuah imajinasi yang ajaib, yang dalam skala tertentu dapat mempengaruhi kondisi emosional seseorang, atau bahkan dapat mengubah hidup orang tersebut.
Sebelum atau bahkan tanpa terjadinya transaksi ekonomi, film diapresiasi sebagai suatu pengalaman (experience). Belakangan ini, tanpa dipungkiri, dunia perfilman telah bertumbuh dan berkembang menjadi sebuah bisnis industri yang cukup pesat, baik di luar maupun dalam negeri. Perkembangan industri perfilman Indonesia sudah berlangsung sejak lama, yang dirintis oleh tokoh perfilman nasional Usmar Ismail pada tahun 1950 an. Perjalanan sejarah yang panjang tersebut tentu tidak lepas dari kondisi pasang surut atau dinamika yang terjadi akibat berbagai situasi dan tantangan yang mempengaruhi pada kurun waktu yang ada hingga sekarang.
Perkembangan perfilman di Indonesia juga tidak kalah dengan Negara lain, hampir setiap minggu, muncul film-film baru yang menghiasi wajah gedung pertunjukan (bioskop) di setiap kota. Karenanya, industri perfilman telah menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan bangsa, tidak hanya terkait dengan pengembangan dan revitalisasi seni dan budaya nasional, namun sekaligus pengembangan citra bangsa dalam kancah pergaulan lintas budaya dan bangsa melalui karya seni perfilman. Bahkan dalam era industri kreatif yang tumbuh pesat sekarang ini, industri perfilman merupakan salah satu unsur industri kreatif yang diprediksikan akan menjadi industri gelombang keempat (fourth wave industry) dalam perkembangan ekonomi global setelah era ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi.
cerita yang mampu menarik banyak orang untuk mengetahui isi cerita dari film tersebut, seperti, : drama, komedi, horror, thriller (misteri), petualangan, ilmiah, fiktif dan banyak lagi. Mengutip dari Askurifai Baksin (2007), salah satu aktifis perfilman, adapun pesan – pesan komunikasi terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut serta terangkum dalam bentuk drama, action, komedi, dan horor. Jenis – jenis film inilah yang dikemas oleh sutradara sesuai dengan tendensi masing – masing. Ada yang tujuannya menghibur , memberi penerangan atau mungkin kedua-duanya. Ada juga yang memasukkan dogma – dogma tertentu sekaligus mengajarkan kepada khalayak penonton. Pernyataan dari sutradara film Andai Ia Tahu , Indra Yudhistira Ramadhan juga menyampaikan bahwa setidaknya ada dua hal yang mampu mendorong manusia melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pertama adalah cinta, kedua melalui film. Pernyataan ini mewakili filmnya yang bergenre komedi – romantis.
Hampir sekitar 70%, jenis film yang diproduksi oleh seniman bangsa ini, memiliki pangsa pasar mulai dari usia 15 – 25 tahun, artinya pangsa pasar ditujukan tidak hanya untuk keluarga, namun untuk anak-anak muda di negeri ini. Berikut Tabel 1.1. yang menjelaskan mengenai jumlah kenaikan penonton yang berdatangan ke gedung Bioskop di Indonesia, :
Tahun Jumlah Penonton
2004 4.250.000 2005 5.600.250 2006 6.950.000 2007 8.299.000 2008 9.639.000 Tabel 1.1. Jumlah Kenaikan Penonton
Berikut ini Tabel 1.2., yang menyampaikan mengenai data perbandingan jumlah film nasional dan film asing yang diputar di bioskop- bioskop Indonesia tiap tahunnya, :
Tahun Film Nasional Film Internasional
2005 28 168
2006 38 183
2007 57 204
2008 64 234
Tabel 1.2. Jumlah Produksi Film Sumber : http://us.movie.detikhot.com
Berkembangnya jumlah film yang ada tentu diperlukan sebuah wadah untuk memutar film-film tersebut, di Indonesia sendiri, Bioskop 21 (Cineplex 21 Group) adalah jaringan bioskop yang terbesar, dan merupakan pelopor jaringan cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar di beberapa kota besar di seluruh Nusantara dan sebagian besar di antaranya terletak di dalam pusat perbelanjaan, dengan film-film Hollywood dan Indonesia sebagai menu utama, dan didukung oleh teknologi tata suara Dolby Digital dan THX.
film-film asing yang tidak diputar di Cinema XXI lagi. Namun hal ini tidak berlaku di beberapa kota di luar Jakarta yang belum tersedia Cinema XXI dan tidak banyak terdapat Cinema 21.
Selain jaringan bioskop Cineplex 21 Group diatas, munculnya sebuah ikon bioskop yakni Multiplex ( MPX ) yang terletak di Pasaraya Grande, Jakarta juga menjadi perhatian khusus bagi masyrakat luas, terutama penikmat film. MPX Grande menyebut dirinya sebagai boutique cinema
yang tidak saja hanya menjual kualitas gambar dan suara, melainkan juga interior (suasana).
Di kota Surabaya sendiri, juga telah banyak bermunculan bioskop ( baik Cinema 21 dan XXI ), berikut nama-nama gedung Bioskop yang masih aktif terbuka sampai saat ini, : Galaxy 21, Sutos XXI, Tunjungan 21 dan XXI, Delta 21, Supermal 21, Cito 21, dan Royal 21. Untuk MPX Grande yang telah disebut, baru terdapat di kota Jakarta saja. Bioskop yang telah ada, hanya menghadirkan sajian film yang sifatnya konvensional saja. Dalam arti, bioskop yang pada umumnya terdapat di pusat perbelanjaan yang ada yang hanya menyajikan sebuah tontonan film yang sedang beredar.
Menurut pakar statistika ITS, Kresnayana Yahya, salah satu faktor yang menyebakan kemunduran dalam dunia film adalah karena pembangunan yang bersifat Jakarta – sentris di masa orde baru. Akibatnya, sarana perfilman hanya berkembang di Jakarta. Sebenarnya Surabaya tidak kalah dalam hal kreatifitas. Dalam perkembangan film pun, Surabaya juga berperan. Dengan dimulainya otonomi daerah, diharapkan daerah, seperti kota Surabaya dapat mulai mengembangkan sarana untuk mengembangkan film sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Surabaya bisa menjadi salah satu sarana untuk memajukan perfilman Indonesia.
Dengan demikian, adapun beberapa alasan dibuatnya Pusat Perfilman di Surabaya, :
klasifikasi dari jenis film tersebut, yang tentunya memiliki klasifikasi suasana ruang yang berbeda – beda dan tata suara digital ( Dolby & THX ), hal ini dipilih dengan pertimbangan jenis film yang paling banyak diproduksi, digemari dan ditonton oleh masyarakat.
Dengan alasan diatas, dapat dijadikan sebagai suatu alasan Pemerintah Kota Surabaya untuk mengembangkan dan memusatkan industri perfilman sebagai suatu industri hiburan di kota Surabaya.
1.2. Tujuan Perancangan
Melihat latar belakang di atas, maka maksud dan tujuan direncanakannya proyek ini adalah :
- Maksud :
Menghadirkan sebuah bangunan tunggal gedung bioskop yang mengapresiasi perfilman-perfilman yang beredar, baik luar maupun dalam negeri dengan tampilan dan suasana yang berbeda
klasifikasi zona menonton berdasar jenis film- film yang paling banyak diminati seperti :film 3D, action, drama, horor dan petualangan.
Mewujudkan sebuah pusat perfilman yang berbasis kekinian--> tampil berbeda dan menarik
Surabaya mampu menjadi kota yang mendukung acara-acara yang berhubungan dengan perfilman, seperti gala premiere film dan acara festival perfilman.
Mewujudkan sebuah Pusat Perfilman yang sarat dengan basis kemodernan, ditinjau dari kenyamanan ruang dan material ruang yang digunakan, terutama ruang studio Bioskop yang nyaman.
- Tujuan :
Sebagai pusat untuk menonton film dari gedung – gedung bioskop yang telah ada di kota Surabaya.
Terpenuhinya keinginan masyarakat akan sebuah gedung pertunjukan film ( bioskop ) yang representative.
1.3. Batasan Dan Asumsi
Pembahasan hanya dibatasi dari segi teknis, perencanaan dan perancangan arsitektur yang disesuaikan dengan judul. Analisa-analisa yang ada lebih banyak didasarkan pada sisi arsitektur, sedangkan masalah non teknis lainnya yang tidak berkaitan dengan bidang arsitektur adalah sebagai penunjang dan pelengkap dalam proses perencanaan dan perancangan. Pertunjukan film yang disajikan dalam Pusat Perfilman di Surabaya mempunyai 3 kategori yang berbeda sesuai dengan jenis filmya masing-masing, yaitu :
Zona Studio Regular berdasar klasifikasi jenis film:
Studio Action ( Studio Zone 1, kapasitas : 288 kursi )
Thriler ( Studio Zone 2, kapasitas : 202 kursi )
Petualangan ( Studio Zone 3, kapasitas : 202 kursi )
Drama-komedi ( Studio Zone 4, kapasitas : 202 kursi ) Zona ini menggunakan ukuran film 35mm dengan tata suara dan interior ruang yang berbeda di tiap studio, dilihat dari segi klasifikasi film.
Zona Studio Dolby 3D
Untuk menyaksikan film – film yang menghadirkan kualitas gambar tiga dimensi dengan luasan studio yang lebih besar dan suasana interior yang berbeda, menggunakan film 70mm. Kapasitas studio, sebanyak 288 kursi.
Studio kelas VIP yang digunakan untuk acara – acara
meeting pada hari tertentu dengan disertai layer LCD yang berukuran sama besar seperti zona studio film regular ( 35mm) dan kursi duduk yang lebih nyaman, sedang untuk hari – hari biasa merupakan studio VIP yang memutar film –film tertentu yang menjadi Box Office pada tiap minggunya, sehingga kesan eksklusif dapat tercapai. Kapasitas studio, sebanyak 63 kursi.
Sistem pengelolaan pada Pusat Perfilman di Surabaya ini, dibawahi oleh pihak swasta dalam hal ini pihak pengelola dengan pembagian tugas dan spesialisasi tersendiri. Dianggap bahwa dana yang dipersiapkan untuk membangun proyek Pusat Perfilman di Surabaya yang direncanakan adalah milik swasta baik perorangan ataupun kelompok yang bekerja sama dengan pihak swasata lain yang berkepentingan.
1.4. Tahapan Perancangan
Dalam mengumpulkan data – data dan masukan yang berguna bagi proses dan perancangan proyek ini, maka tahapan yang akan dilalui adalah :
Studi Literatur
Mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan proyek yang direncanakan untuk melengkapi data masukan dalam proses perencanaan dan perancangan. Adapun Literatur yang dibahas adalah, mengenai standarisasi ruang dan bentuk gedung bioskop dalam konteks Arsitektural. Literatur diambil dari :
1. Ernest Neuferts Standart. Jilid 1 dan 2 dalam Versi Bahasa Indonesia.
2. Akustik Lingkungan ( Leslie L.Dolle )
Studi Kasus
Mengumpulkan data-data mengenai kebutuhan desain melalui obyek rancang yang nyata yang berkaitan erat dengan lingkup pembahasan obyek.
Analisa Data Obyek dan Literatur
Penemuan solusi untuk masing-masing spesifikasi kerja, diperoleh melalui wawancara dan survei lapangan agar data yang diperoleh semakin lengkap dan lebih spesifik lagi.
Pembuatan Konsep Rancangan
Data-data yang sudah terkumpul dievaluasi, untuk kemudian diolah dan diproses guna mendapatkan pedoman dalam perencanaan dan perancangan Pusat perfilman di Surabaya.
Aplikasi Konsep Pra rancangan
Menemikan ide bentuk dasar dari rancangan Pusat Perfilman di Surabaya.
1.5. Sistematika Laporan
Untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman yang sama tentang Pusat Perfilman di Surabaya ini, maka penyajian laporan ini menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I :
Pendahuluan, yang menjabarkan mengenai latar belakang pemilihan judul proyek tugas akhir, maksud dan tujuan, ruang lingkup perancangan, metode perancangan, sistematika laporan.
BAB II :
Batasan dan Asumsi, Lingkup Pelayanan, Aktifitas dan Kebutuhan Ruang, Perhitungan Luas Ruang, Serta pengelompokan Ruang.
BAB III :
Tinjauan Lokasi perancangan yang menjabarkan tentang : Latar Belakang Pemilihan Lokasi, Penetapan Lokasi, Keadaan Fisik Lokasi, Aksesibilitas, Potensi bangunan Sekitar, Infrastruktur Kota.
BAB IV :
Analisa Perancangan, menjabarkan analisa perancangan dimana didalamnya terdapat tema yang diinginkan dalam rancangan.
BAB V :
Pada bab ini berisi mengenai konsep serta tema perancangan dari Pusat Perfilman di Surabaya yang mendasari terciptanya sebuah desain rancangan.
BAB VI
BAB 2
TINJAUAN OBYEK PERANCANGAN
2.1. Tinjauan Umum Perancangan 2.1.1. Pengertian Judul
Proyek ini adalah Pusat Perfilman di Surabaya. Mengandung kata – kata: pusat, perfilman, di, Surabaya. Yang artinya adalah :
Pusat yang berarti (Poerwadarminto, 1976 )
Pokok pangkal atau yang menjadi pumpungan (berbagai urusan, hal, dan sebagainya)
Perfilman yang berarti (Poerwadarminto, 1976 )
Dari kata dasar, film, yang berarti sebuah tontonan yang biasa disaksikan di tempat yang memiliki layar yang besar (Bioskop), jadi perfilman disini diartikan sebagai dunia film, segala sesuatu yang berhubungan dengan film.
diSurabaya yang berarti (Poerwadarminto, 1976 )
Terletak pada sebuah nama salah satu kota yang terletak di Indonesia yang menjadi Ibukota Propinsi Jawa Timur terletak di bagian timur laut.
Jadi kesimpulannya, pengertian Pusat Perfilman di Surabaya ini merupakan, : ”Suatu tempat yang digunakan untuk menonton pertunjukan film di bioskop, dimana bioskop tersebut merupakan pusat bioskop dari Surabaya yang memiliki fasilitas tambahan yang terkait erat dengan dunia perfilman yang akan memberi hiburan bagi masyarakat di kota Surabaya.”
2.1.2. Studi Literatur
Sejarah Perkembangan Film
dan Lumiere Bersaudara dari Prancis mendemonstrasikan proyektor temuannya, hal ini menandai dimulainya sejarah sinematografi atau seni gambar bergerak atau film. Pada awal kehadiran film di Indonesia, hanya kaum Eropa bisa menyaksikan. Baru menjelang 1920-an, kaum pribumi punya kesempatan menonton film.
Tahun 1929, film bicara pertama diputar, itupun film produk Amerika. Baru dua tahun kemudian, Indonesia mencoba pembuatan film bersuara oleh para pembuat film di tanah air. Hebatnya, semua peralatan untuk pembuatan film bersuara dibikin sendiri di Bandung. Meski kualitasnya belum terlalu bagus, namun mungkin Indonesia lah yang pertama memulai membuat film bersuara di Asia. Mulai tahun 1930 perfilman di Indonesia berkembang dalam paham industri. Pembuatan film mulai mempertimbangkan keuntungan finansial pada era ini.
Seiring berkembangnya waktu dan pemahaman mengenai perfilman, di dunia kemajuan teknologi perfilman juga semakin berkembang. Pada 1953, system 3 dimensi dengan efek real yang tajam saat menonton, juga tata cahaya dan layar dengan ketajaman gambar yang maksimal, ditemukan oleh studio film dunia, 20 th Century Fox. Satu tahun kemudian, muncul system 70 mm dalam dua versi, yaitu Todd A0 dan D150. (sumber : www.google.com )
Sedangakan sejarah perkembangan bioskop di Surabaya, pertama kali dicetuskan oleh seorang India berkebangsaan Inggris, Yosef. Dengan konsep layar tancap, ia memasang tenda dan proyektor di lapangan
Persyaratan Pokok Proyek
Gedung-gedung bioskop di Surabaya dibagi menjadi beberapa golongan yang ditetapkan oleh PEMDA II bersama GPBSI ( Golongan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia ). Penerapannya dilihat dari beberapa segi, yaitu :
Keadaan gedung
Letak gedung
Peralatan dan sarana keadaan lantai
Penggolongan ini dibagi menjadi :
Gedung bioskop golongan "AA"
Gedung bioskop golongan " A "
Gedung bioskop golongan " B "
Gedung bioskop golongan " C "
Gedung bioskop golongan " D "
Untuk Pusat Perfilman di Surabaya ini, dipilih bioskop golongan AA, sesuai lingkup perancangan dan letak yang telah ditentukan , yakni di kota besar, seperti Surabaya.
Syarat - syarat gedung bioskop AA : o Lokasi
- Mudah dicapai roda 4 - Terletak di Ibu kota Provinsi
- Jalan beraspal dan lebar jalan cukup memadai - Berada di tengah kota atau pinggiran kota
- Lokasi harus bebas dari banjir o Bangunan
- Gedung merupakan bangunan baru tahun 1970 keatas
- Tersedia pintu / jalur masuk dan keluar yang terpisah bagi penonoton
perundangan yang berlaku
- Proyektor double, buatan tahun 1970 keatas dengan kulopit 75 amp
- Jalur lintas penonton berataskan karpet
- Tempat duduk penonton dari spon dilapisi plastik dapat dilipat / stel sesuai kebutuhan kenikmatan penonton dengan jumlah disesuaikan dengan ruang gedung bioskop
-Tersedia tempat penjualan karcis ( loket ) pada dekat jalur masuk dengan kondisi yang cukup memadai yang terpisah dengan kantor pengelola -Tersedia ruang tunggu untuk penonton /
pengunjung sekurang - kurangnya cukup untuk 10% dari kapasitas gedung dengan dilengkapi kursi / tempat duduk secukupnya
o Tempat Parkir
- Tersedia halaman parkir kendaraan bermotor roda empat sekurang - kurangnya 20 % dan sepeda motor sekurang-kurangnya 30 - 50 % dari kapasitas gedung
o Fasilitas Pelayanan Umum • Kantor
Tersedia ruangan kantor untuk pengelola dengan kondisi rapi dan memadai
• Fasilitas Kebersihan
Tersedia tempat-tempat sampah, baik ruang kantor maupun ruang tunggu dalam jumlah yang cukup
• Kamar Kecil / WC
dengan jumlah yang cukup
- Dinding porselin dan tegel traso serta dilengkapi dengan wastafel, cermin dan keran air yang serasi
o Instalasi Teknik • Tenaga Listrik
Tersedia sumber daya listrik dengan daya yang cukup serta mempunyai sumber daya cadangan / generator pembangkit listrik tersendiri dengan peralatan yang cukup
• Air Bersih
Tersedia air bersih yang memenuhi syarat sesaai dengan peruntukannya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
• Sistem sirkulasi dan pengatur suhu udara
Sistem sirkulasi udara dan pengaturan suhu udara terdiri dari AC sentral / Full AC
• Sistem Pencegahan Kebakaran
- Tesedia peralatan pencegahan dan pemadam kebakaran berupa : alarm dan tabung gas pemadam kebakaran dalam jumlah yang cukup
- Tersedia pintu darurat • Sistem Tata Suara
- Tersedia system tata suara / sound system stereo / dolby stereo
Sedangkan ada beberapa standarisasi didalam ruang bioskop itu sendiri, antara lain :
o Tempat Duduk
Tempat duduk harus mempunyai jarak antara kursi depan minimal jaraknya 45 cm. Hal tersebut berfungsi sebagai sirkulasi
Gambar 2.1. Jarak antar tempat duduk sumber : Ernest Neuferts data arsitek
o Lebar Layar
Jarak layar bioskop dari dinding THX minimal
sebesar 50 - 120 cm ( tergantung besar teater dan system kedap suara ), digantung kesistem pengait. Setiap layar bioskop mempunyai ukuran yang berbeda tergantung dari jenis bioskop dan luasan ruang bioskop itu sendiri
o Jarak Pandang Penonton
Pandangan penonton harus diperhatikan, karena hal tersebut menyangkut kenyamanan menonton.
Penonton yang duduknya paling dekat dengan layar; harus mempunyai sudut pandang ke layar bioskop antara sebesar 25 - 30°.
Gambar 2.3. Jarak pandang penonton paling dekat dengan layar sumber : NEW METRIC Handbook, Patricia Tutt
Secara horizontal, penonoton pada deretan kursi yang paling luar harus dalam lingup 30° dalam jangkauan layar. Hal tersebut merupakan batas kenyamanan bagi penonton yang terletak paling luar atau paling pinggir.
o Sirkulasi Penonton
Pada gedung bioskop pada umumnya mempunyai sirkulasi menyebar. Hal tersebut dikarenakan jumlah dari ruang bioskop lebih dari 1 ruang` bioskop. Hal tersebut membuat pola sirkulai yang ada yaitu menyebar.
o Reproduksi Bunyi
Dalam ruang bioskop menggunankan suara 4 kanal, yaitu kombinasi 3 pengeras suara belakang layar proyeksi dengan pelengkap pengeras suara disamping dan dibelakang. Sedangkan untuk film 70 mm, digunakan 6 kanal magneton, pelengkap kombinasi pengeras suara dibelakang layar proyeksi.
o Bentuk Studio / Theatre
Bentuk yang paling cocok yaitu bentuk kipas dengan adanya kemiringan lantai. Ukuran besar kecilnya ruang teater selain tergantung dari kapasitas penonton, juga tergantung pada ukuran layar.
o Lighting
Pencahayaan suatu ruang bioskop, terbagi 2 fungsi yang berbeda, yaitu :
- Pencahayaan untuk pintu keluar darurat
- Pencahayaan yang dibutuhkan sewaktu sebelum pemutaran film diputar
Jenis dan sumber cahaya untuk kebutuhan tersebut berasal dari :
- Cahaya yang terefleksikan dari pemutaran film
- Cahaya yang berasal dari lampu yang letaknya di plafond
Dalam gedung bioskop harus diperhatikan cahaya dan penghawaanya dimana setiap studio memiliki perbedaan sesuai dengan kegiatan yang terjadi di ruangan itu.
Berikut ini adalah persyaratan kondisi mendengar yang baik dalam suatu gedung bioskop ( sumber : Doelle,1990 ) :
1. Kekerasan (loudness) yang cukup.
Dalam pengadaan kekerasan yang cukup terutama dalam auditorium ukuran sedang dan besar, terjadi karena energi yang hilang pada perambatan gelombang bunyi dan karena penyerapan yang besar oleh penonton dan isi ruang ( tempat duduk empuk, karpet, tirai dan lain-lain ) 2. Akustik
Bentuk lantai empat persegi panjang dengan lantai horizontal harus dihindari. Denah lantai berbentuk kipas dan cukup dimiringkan akan paling cocok dengan persyaratan untuk melihat dan kebutuhan akustik. Hal tersebut terkecuali pada bentukan denah Teater 4D, karena pada teater tersebut menggunakan system yang berbeda pada system bioskop pada umumnya
Lantai penonton harus dimiringkan dengan curam pada bagian belakang untuk menyediakan pengadaan bunyi langsung yang banyak
Tempat duduk dengan banyak lapisan empuk harus digunakan untuk mengimbangi pengaruh akustik ruang merusak karena jumlah penonton yang sangat banyak berfluktuasi.
3. Ruang harus bebas dari cacat akustik seperti gema, pemantulan yang, berkepanjangan, gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan bunyi dan resonansi ruang. 4. Pencahayaan dan Penghawaan (sumber : Wijaya, 1989)
Pencahayaan
Penggunaan pencahayaan buatan didalam gedung bioskop lebih menguntungkan dibandingkan penggunaan pencahayaan alami karena lebih mudah diatur. Sistem pencahayaan bagi teater digunakan untuk :
o Pintu keluar terdapat mood ligthing yang digunakan selama, sebelum dan sesudah pertunjukan.
o Pencahayaan pada saat istirahat
Sumber dan jenis cahaya yang digunakan :
oCahaya yang dipantulkan dari layar dengan intensitas yang beragam tergantung dari jenis film
o Penerangan permukaan dinding dan langit-langit dengan lampu standart atau tabung yang dipasang pada permukaan area yang akan diterangi
o Cahaya diproyeksikan pada dinding, langit-langit atau area penonton dari daerah tersembunyi
Semua cahaya yang dibutuhkan selama presentasi disediakan bagi barisan tempat duduk depan sampai dengan tengah dari cahaya pantulan layar. Bagian tengah sampai dengan belakang diterangi oleh sumber cahaya yang lain, yang ditempatkan sedemikian sehingga cahaya tidak dalam jarak pandang penononton.
Penghawaan
Penghawaan yang diperlukan pada ruang bioskop yaitu penghawaan secara buatan. Karena pada ruang bioskop harus tertutup rapat.
Pemahaman RT60 ( www.vokuz.com)
membangun ruang tersebut untuk keperluan seminar. Ada beragam metode pengukuran waktu gema tetapi yang paling sering di gunakan adalah Reverberation Time 60dB yang lebih dikenal dengan istilah RT 60. Definisi RT60 adalah waktu (detik) yang dibutuhkan untuk suara melemah sebanyak 60dB. Untuk membuat ruangan dengan hasil akustik yang baik kita perlu menghitung:
(1) Besaran gema (RT60) rata – rata pada ruangan (detik) (2) Besaran gema (RT60) pada frekuensi tertentu (detik) Waktu gema yang ideal (RT60) untuk ruang dengar dengan volume 10 meter kubik adalah 0.9 detik dan 500 meter kubik adalah 1.4 detik. Jika angka (RT60) ruang jauh lebih kecil dari angka patokan di atas kita akan merasakan ruangan yang cenderung mati (dead room) atau jika angka (RT60) ruang jauh di atas angka patokan di atas kita akan merasakan ruang yang terlalu bergema. Misalnya ruangan yang dimiliki mempunyai ukuran 29 meter kubik maka ideal nya waktu gemanya (RT60) adalah 1,15 detik. Tetapi jika ruangan tersebut memiliki waktu gema (RT60) sebesar 1.7 detik maka ruangan tersebut membutuhkan material serap suara. Atau sebaliknya jika pada ruangan tersebut memiliki waktu gema (RT60) sebesar 0,7 detik maka ruangan tersebut dapat kita sebut sebagai dead room dimana pada ruang tersebut banyak terdapat material serap suara.
Berdasarkan list suara yang di dengar oleh audiens diatas arsitek dan akustisi membagi fungsi ruang sebagai berikut: 1. Ruang konferensi: dialog
2. Cinema: dialog, noise dan musik 3. Theater: dialog dan musik
untuk masing – masing ruangan yang disebutkan diatas sebagai berikut:
1. Ruang konferensi: 0.6 – 1.3 (detik) 2. Cinema: 0.6 – 1.2 (detik)
3. Theater: 1 – 1,8 (detik)
4. Ruang konser musik pop: 1.4 – 2 (detik) 5. Ruang konser orkestra: 1.6 – 3 (detik)
Dengan mengikuti list RT60 untuk masing – masing fungsi ruang dan di kombinasikan dengan perencanaan panel akustik yang benar serta desain interior yang baik maka pemilik ruangan dapat memaksimalkan pengalaman audiens dalam ruangan tersebut.
2.1.3.Studi Kasus
A. BLITZ MEGAPLEX Bandung
Disini, studi kasus BLITZ MEGAPLEX , dianggap cukup mereprentatifkan sebuah bioskop yang juga bertujuan sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda, disini adalah anak muda di kota Bandung, yang tidak sekedar menonton film lalu pulang, namun lebih dari sekedar menonton, seperti, tempat berkumpul, santai dan
refreshing.
Profil Bangunan :
Letak : Mal Paris Van Java, Bandung Tahun Perencanaan : 2006
Tahun Pengerjaan : 2007 Luas Lahan & Bangunan : ± 4.400 m²
Arsitek : Unick Architect, Scotland
Fungsi
Bangunan ini merupakan ide pendirian dari David Hilman dan Ananda Siregar, penonton film sejati yang menilai bahwa bioskop di Indonesia sangat ketinggalan dibandingkan dengan bioskop di luar negeri. Dengan merespon pada pendekatan pilihan ( preference ) dan market yang dituju, BLITZ diharapkan menjadi sebuah ”bioskop masa depan” yang mampu mengakomodir sebanyak-banyaknya penonton untuk menonton film dengan kapasitas kursi sebanyak 2.200 kursi.
Fasilitas
[image:34.612.279.454.420.550.2]Tentu saja selain gedung bioskop yang luas dan nyaman untuk menonton film, BLITZ juga dilengkapi dengan Cafe indoor maupun outdoor, Game Room,Candy Shop, Music Station dengan fasilitas touch screen yang memudahkan pengunjung
memilih lagu, dan adanya Smooking Lounge bagi para perokok.
Interior
Interior ruang yang ingin ditampilkan adalah trend desain masa kini, yaitu modern minimalist. Hal ini untuk menggambarkan karakter Blitz sebagai tempat hang out anak muda yang modern, urbaniezed, dan selau up to date dengan trend masa kini. Pemilihan warna yang soft semakin mencerminkan sisi idealis sebuah bioskop yang berkonsep berbeda dari yang lainnya.
Gambar 2.8. Area Fasilitas Candy Shop, Music Station, dan Area Billiard sumber : Majalah Indonesia Design
Denah dan Sirkulasi
Pada Blitz Megaplex, bentukan denah mengikuti pola -
pola ruang biokop yang berbentuk persegi panjang, dimana dari sana, ruang-ruang penunjang lainnya mengikuti. Sedangkan untuk sirkulasinya, berpola linier, dimana situasi yang dihadirkan saat masuk ke area gedung berurutan hingga memasuki ruang-ruang studio entrance cafe tiket menonton di studio.
Gambar 2.10. Area Hall untuk memasuki ruang Bioskop terlihat minimalist dengan pemakaian warna putih dan pemakaian task
lighting yang berkesan bersih. sumber : Majalah Indonesia Design
B. UFA Cinema Center
Profil Bangunan :
Letak : Dresden, Germany Tahun Perencanaan : 1996
Tahun Pengerjaan : 1997 Tahun Berdiri : 1998
Luas Lahan : ± 1.846,5 m² Luas Bangunan : ± 6.174 m²
Arsitek : Coop Himmelb
Fungsi dan Tampilan Bangunan
Modernisme dengan dominasi rasionalitas dianggap membatasi arsitek dalam menjelajahi kemungkinan bentuk-bentuk baru dalam bahasa arsitektur. Oleh karena itu, Coop Himmelb, perancang dari cinema ini, berusaha mengeksplorasi dan mencari kemungkinan-kemungkinan lain dalam “bahasa arsitektural”. Coop Himmelb berusaha menciptakan perubahan mendasar pada arsitektur, urbanisme, struktur, dan tektonik. Dapat dikatakan Coop Himmelb berusaha mencari ”arsitektur yang merdeka”. Walaupun cara-cara pemikiran dari geometri beserta dengan aturan atau kaidah yang ada di dalamnya bersifat mengikat, namun hasilnya pada akhirnya akan
membawa kita ke dalam suatu kebebasan bentuk dan ekspresi, yaitu dunia arsitektur yang merdeka. Karena yang kita rasakan adalah form dan experience dalam bentuk ruang 3 dimensional dan waktu (space and time). Inilah yang mewujudkan konsep dari UFA Cinema Center, sebuah bioskop yang ingin menghadirkan experience bagi pengunjung yang akan datang. Terdiri dari 8 studio bioskop dengan total tempat duduk penonton seluruhnya 2.600 tempat duduk, menjadi pusat untuk menonton film bagi masyarakat Dresden.
Sirkulasi
Sirkulasi bagi para pengunjung, begitu masuk pintu utama sampai menuju ruang bioskop dan sampai selesai menonton, mempunyai pola sirkulasi menyebar. Dimana pada pintu masuk kemudian diarahkan tangga untuk menuju ruang bioskop.
[image:38.612.285.448.280.406.2]Gambar 2.13. Fasade Bangunan sumber : internet
Sistem Struktur dan Interior
Sistem struktur yang digunakan pada bangunan ini memakai sistem gabungan antara sistem rangka baja dan sistem beton bertulang. Sistem rangka baja digunakan untuk mweujudkan bentuk bangunan yang dekonstruktif dan material kaca yang banyak digunakan untuk menutup bangunan secara keseluruhan yang dalam hal ini tidak memungkikan menggunakan beton.
Dengan terciptanya bentukan yang dekontruktif, maka interior gedung ini pun mengikuti pola bentuk ekterior yang ada,yakni gabungan dari bentuk persegi dan kipas yang melebar. Ekspose struktur beton, baja dan material kaca terlihat memikat dan berani pada gedung ini, sehingga kesan sebuah eksperi dari perfilman pun dapat tercapai.
Gambar 2.16. Ekspose material terlihat pada interior sumber : internet
Gambar 2.18. Area Penjualan Tiket sumber : internet
C. MPX Grande
Tebaran bintang yang kita temui di Multiplex Grande, bioskop yang bersemayam di Pasaraya Grande Blok M ini mengambil motif bintang untuk karpetnya. Karpet berwarna biru dengan motif bintang putih persegi lima. Seperti bendera Amerika, Nuansa Amerika sudah terlihat semenjak lepas dari tangga berjalan menuju ruang lobi bioskop. Pendar lampu berkedip mengelilingi beberapa poster di sisi kanan, tepat dekat bagian informasi. Aroma Las Vegas, pusat judi Amerika Serikat sangat kental terlihat. Sedangkan tempat pembelian tiket terlihat lengkungan-lengkungan yang menyekat tiap loketnya. Lengkung berwarna kuning yang semakin melebar ke atasnya. Masih di ruang lobi, disini teersedia kafe dan tempat membeli cemilan. Di masing-masing dinding terpasang poster beberapa lukisan kenamaan, salah satunya karya Vincent van
Gogh Beach at Saint Marie. Sedangkan di bagian atas sisi pintu masuk, terpajang dua layar televisi besar yang menyuguhkan video musik.. Menurut R. Trianggono, General Manager PT Multiplex
Grande, desain sepenuhnya dikerjakan arsitek Filipina. Dasar pengambilan desain sendiri dipilih berdasar keunikannya. Ia mengambil contoh pengambilan warna-warna kursi di bioskopnya. Dari ruang sinema yang ada, masing-masing memiliki warna kursi yang berbeda yakni merah, maroon, biru, hitam, dan ungu. Bioskop ini memang menyajikan desain yang unik, dan mungkin tak terbayangkan, karena rancangannya seperti diluar akal sehat. Begitu memasuki lorong menuju studio, terhampar ruang seperti kabin pesawat, tepatnya seperti pesawat ruang angkasa yang banyak ditemui di film-film Hollywood. Di tiap dindingnya yang berwarna kuning itu, dipajang poster-poster film klasik. Sedangkan di sudut antara lantai dan dinding, keluar cahaya lembut yang memberi nuansa futuristik. Jalur masuk terdiri dari dua akses, yakni untuk penonton pemegang tiket Gold dan Diamond. Jalur ini digunakan untuk penonton jenis Gold.
Di ruang Gold, penonton lebih banyak. Jumlahnya bervariasi mulai dari 53 hingga 236 tempat duduk. Di ruang Gold tersedia kursi cinta (love seat). Kursi ini didatangkan dari Prancis. Kursi tersebut menggunakan penyangga tangan yang bisa ditarik ke atas, sehingga batas antara kursi satu dan yang lainnya tidak ada. Sedangkan di ruang Diamond, kursi yang ada lebih santai dan privat. Kursi besar berjumlah 24, dilengkapi
pengatur sandaran dan penyangga kaki secara elektrik. Dengan menekan tombol di penyangga tangan sebelah kanan, maka kursi dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai kebutuhan. Dengan cara yang sama, penyangga kaki akan keluar dari sela kursi bawah. Dinding di ruang-ruang ini dibuat kedap suara, sehingga tepuk tangan pun tak kan menggema. Temboknya disusun terlapis dengan urutan glasswool, kayu, glasswool, dan ditutup dengan kain. Sebagai pelengkap peredam suara, dipasang speaker sebanyak 24 buah. Sepuluh di depan, lima di samping kanan dan kiri, dan dari tembok belakang ada empat buah. Sehingga, di posisi manapun kita duduk, kualitas suaranya tidak jauh berbeda. Untuk ruang Diamond, komposisi speaker berbeda. Ruang yang lebih kecil ini dipajang enam speaker di depan, masing-masing tiga di sayap kanan-kiri, dan dua di belakang. Proyektor THX digital pada MPX Grande, dapat menyalurkan sorot cahaya ke enam teater dalam waktu bersamaan. Tentu saja dengan film yang sama. Teknologi THX pertama kali dilontarkan George Lucas, sineas spesial efek kenamaan Hollywood. Teknologi buatan Lucasfilm ini pertama kali digunakan untuk memutar film Return to Jedi pada 1983. Kini teknologi itu menjadi standar penyajian sinema berkelas, termasuk di Multiplex Grande.
D. Tunjungan Cineplex 21 Surabaya
[image:42.612.278.417.583.706.2]Data proyek :
Lokasi: Jl. Basuki Rachmat 8-21, Plasa Tunjungan III Lt. 5 Surabaya
Berdiri tanggal 16 Oktober 1996
Waktu Operasional:
o Minggu – Jumat :12.00 - 20.30 o Sabtu :12.00 - 23.00
Loket menggunakan komputer (otomatis).
Ruang-ruang yang tersedia:
4 buah gedung theater
Loket 2 lajur
[image:43.612.166.510.123.451.2] Kantin
Gambar 2.22. Area Lobby, Snak dan Penjualan Tiket sumber : dokumen pribadi, 2009
Ruang Proyektor
Ruang Teknisi
Kantor Pengurus
Toilet Wanita dan Pria
Kapasitas Tempat Duduk:
Tunjungan 1 : 248 tempat duduk
Tunjungan 2 : 224 tempat duduk
Tunjungan 3 : 184 tempat duduk
Tunjungan 4 : 248 tempat duduk
Ukuran pita film yang digunakan 35 mm. setiap filmnya menggunakan kurang lebih 6 roll yang digulung menjadi 1 roll besar kemudian
[image:44.612.240.436.130.274.2]Gambar 2.23. Ruang Proyektor sumber : dokumen pribadi, 2009
ditayangkan oleh proyektor. Proses penggulungan 6 roll menjadi 1 roll besar memerlukan waktu kurang 30 menit.
Tunjungan 21 dalam memutar film tidak bergantian dengan Cineplex yang lain sehingga tidak pernah terjadi pemutaran film yang terputus di tengah-tengah akibat roll terlambat dikirim dari Cineplex yang lain.
Ukuran layar 6 m x 12m
Jarak layar dari lantai 2 m
Jarak layar dengan kursi barisan pertama 5 m
Lapisan plafon : Karpet
Lapisan Binding: • Triplek • Partikel Board
• Karpet Lapisan Lantai: • Karpet dan Vinyl ( Studio ) • Granit (Lobby)
• Keramik (Kantor, loket)
Menggunakan Sprinkler pada setiap ruang untuk mengatasi kebakaran
AC menggunakan AC Central milik Tunjungan Plasa
Pencahayaan tiap-tiap studio menggunakan lampu 60 watt dengan dimmer.
Berikut rincian detail yang dimiliki Tunjungan Cineplex 21, :
Tata suara:
• Tunjungan 1 : SDDS (Sony Dinamic Digital Sound) - K channel • Tunjungan 2 : Dolby Digital - 6 channel
• Tunjungan 3 : Dolby Digital - 6 channel
• Tunjungan 4 : DTS (Digital Theater System) - 6 channel
Peralatan yang digunakan, :
Tunjungan 1:
Proyektor jenis Victoria 5 Cineme Canica Milano Italy
CP 500 Digital Cinema Processor No. 250
THX Monitor Model D. 1138 Serial No. C 0514
Digital Sound Head 700 No. 503913
Digital Film Sound Reader DFP - R 2000 No, 12627
Tunjungan 2:
Proyektor jenis Victoria 5 Cineme C Canica Milano Italy
Digital Film Sound Processor Model DA 20 No. 1660
Cinema Sound Processor Model CP 65 No. 5374
Digital Sound Head 700 No. 504173
JBL Frequency Dividing Net Work Series Model 5234A No. 12862
JBL Frequency Dividing Net Work Series Model 5234A No. 12720
Tunjungan 3:
Proyektor jenis Victoria 5 Cineme C Canica Milano Italy
Digital Film Sound Processor Model DA 20 NO. 501485
Cinema Sound Processor Model CP 55 No. 8802
Digital Sound Head 700 No. 504181
Dolby SR Cinema Processor Model SR. A5 No. 2894
JBL Frequency Dividing Net Work Series Model 5234A No, 12725
JBL Frequency Dividing Net Work Series Model 5234A No, 12867
Tunjungan 4:
Proyektor jenis Victoria 5 Cineme C Canica Milano Italy
DTS (Digital Theater System) No. 7697
Digital Cinema Processor CP 500 No. 277
Digital Sound Head 700 No. 503942
Digital Film Sound Reader No, 011599
JBL Frequency Dividing Net Work Series Model 5235 No. 9066
2.1.4.Analisa Hasil Studi
Ringkasan pembahasan dari ketiga contoh studi kasus diatas adalah, :
BLITZ MEGAPLEX UFA CINEMA CENTER MPX GRANDE
- Pemakai Bangunan: bagi kalangan kelas menengah ke atas
- Bentukan yang dinamis yang mengedepankan massa bangunan tunggal, mengadopsi bangunan ala Barat, mengingat konseptor desain berasal dari luar Indonesia.
- Pengolahan ruang dalam diekspose dengan elevasi lantai yang tinggi agar terkesan lapang dan nyaman. Elemen interior pun dibuat minimalis modern berwarna serba monokrom menimbulkan kesan hight class dan bersih. Elemen sky light
juga diekspos pada area
- Pemakai Bangunan: bagi kalangan kelas atas
- Bentukan yang atraktif atau sedikit tidak teratur pada area
entrance berguna sebagai
vocal point merupakan hal yang menjadi pusat perhatian bagi pengunjung.
- Pengolahan ruang dalam yang sedikit berbeda gaya dengan fisik ruang luar bangunan, hal tersebut memberi kesan kulit luar dan ruang dalam sedikit berbeda. Pada kulit luar memakai aliran dekonstruksi, ditandai dengan adanya bentuk-bentuk geometri yang tidak teratur. Sedangkan pada ruang dalamnya lebih memakai gaya arsitektur modern minimalis, hal
- Pemakai Bangunan: bagi kalangan kelas menengah ke atas
- Berlokasi di dalam sebuah Mal di Jakarta, MPX Grande hadir sebgai sebuah
boutique Cinema yang tidak hanya menjual sebuah film, namun kenyamanan. Dengan konsep bergaya Amerika, unsur imajinasi sebuah kabin pesawat, MPX Grande hampir dapat dikatakan mampu menunjukkan
[image:47.612.156.511.129.332.2]idealisnya sebagai sebuah ruang bioskop yang memberi imajinasi bagi para Gambar 2.25. Susunan tempat duduk Tunjungan 21
lobby dengan pemakaian struktur baja yang dilapisi
clading silver.
- Bentuk denah lebih kaku, yakni berbentuk persegi panjang, mengikuti pola ruang bioskop yang berbentuk persegi panjang pula.
tersebut dapat dilihat dengan tanpa adanya ornamen-ornamen dan juga bentukan-bentukan yang sesuai fungsinya.
- Pada pemakaian struktur memakai 2 sistem yaitu sistem rangka baja dan sistem beton bertulang, hal tersebut karena tuntutan bentuk.
- Bentuk denah pada ruang bioskop mempunyai bentukan kotak, tetapi bentukan lantai susunan kursi bioskop tetap menggunakan bentukan kipas. Dimana hal tersebut berkaitan
dengan kenyamanan penonton.
pengunjung.
- Tata suara, sistem akustik dan gambar yang ditawarkan juga memberi kenyamanan dan kepuasan yang maksimal bagi para penikmat film di gedung ini.
- Pembagian zona menonton antara kelas regular dan vip sudah dibagi, hal ini guna kenyamanan dan kesan menonton yang berbeda sesuai dengan tarif tiket yang dibeli.
2.2. TINJAUAN KHUSUS PERANCANGAN 2.2.1. Lingkup Pelayanan
Lingkup pelayanan proyek ini dibagi dalam beberapa lingkup :
- Lingkup pelayanan regional, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kota Surabaya khususnya serta dan oleh masyarakat di luar Surabaya sebagai, tempat hiburan.
- Lingkup pelayanan Internasional, dapat dimanfaatkan sebagai tempat hiburan bagi para wisatawan asing.
2.2.2. Aktifitas dan Kebutuhan Ruang
Untuk menentukan aktifitas dan kebutuhan ruang di dalam Pusat Perfilman di Surabaya, maka harus diperhatikan siapa saja yang akan menggunakan gedung ini. Berikut tabelnya, :
FASILITAS AKTIVITAS PELAKU KEGIATAN KEBUTUHAN RUANG
Fasilitas Utama
Ruang Bioskop
- Menonton film - Memproyeksikan
film - Mengatur tata
Penonton dan Pengelola
Kegiatan Menerima ( Publik )
suara dan cahaya - Mengatur tata
penghawaan - Masuk - Bertanya - Melihat jam
pertunjukan film - Membeli Tiket - Melihat Galeri
film
- Menunggu film - Masuk studio
- R.Control penghawaan - R.Proyeksi - Hall - R.Pamer - Display Poster
- Tiket Box - Galeri Film
- Ruang Tunggu
Fasilitas Penunjang
Kantor Pengelola - Aktivitas Manajer - Kegiatan Humas
- Kegiatan Manajemen keuangan - Kegiatan Manajemen Pemasaran - Kegiatan Manajemen Umum - Arsip - Rapat
- Konsumsi untuk pengelola - Ibadah - Metabolisme
Pengelola - R.Manajer Utama - R.Tamu
- R.Pimpinan Humas
- R.Staff Humas - R.Staf Keuangan - R.Staf Akuntan
- R.Staf Pemasaran - R. Staf
administrasi pemasaran - R.Staf Promosi - R.Staf Inventaris
perlengkapan - R.Rapat - Mushola - Lavatory - R.Karyawan - Gudang
Café Outdoor
Servis Area
- Makan dan minum - Menonton Band - Memainkan alat
musik - Melayani
pengunjung - Memasak
- Parkir penonton - Parkir pementas - Parkir pengelola - Genset
- Trafo - Panel listrik - Mesin AC - Pompa - Tangki air - Simpan barang - Satpam
- Pengunjung - Pemain Band
- Pengelola - Koki - Karyawan - Penonton - Pemain - Pengelola
- Ruang CAFE - Panggung - Kantor
- Dapur dan gudang logistik
- Area parkir mobil, motor dan bus
- R. Genset - R. Trafo - R. Panel Listrik - R. Mesin AC - R. Pompa - Tangki Air - R. Control - R. Satpam
Fasilitas Pelengkap Galeri Film Melihat benda benda pameran Pengunjung dan karyawan Ruang Galeri
Movie Land Game - Bermain game
- Panel listrik - Mesin AC
Pengunjung dan karyawan
- Area bermain
- R. Panel Listrik - R. Mesin AC
Store Melihat dan
membeli VCD, DVD, dan souvenir
Pengunjung dan karyawan
Billiard Area Menunggu dan bermain billiard
Pengunjung dan karyawan
2.2.3. Perhitungan Luasan Ruang
Perhitungan standar ruang berdasarkan literatur yang ada yaitu : - Architect Data, Ernest Neufert ( DA )
- New Metric Handbook, Patricia Tutt ( NMH ) - Planning the Architect Handbook ( PAH )
Perhitungan studi ruang berdasarkan pertimbangan : - Kapasitas pemakai
- Sirkulasi
- Peralatan pendukung - Kenyamanan pemakai Asumsi :
- Studi kasus dan studi banding
I. Fasilitas Utama Bioskop Regular
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Studio Action Studio Drama Studio Horor Studio Advent 288 kursi 202 kursi 202 kursi 202 kursi
PAH 21.5 m x 24.5 m
16.0 m x 22.5 m
16.0 m x 22.5 m
16.0 m x 22.5 m
526.75 m²
360.00 m²
360.00 m²
360.00 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
1606.75m²
482.02m²
2088.77m²
Bioskop Dolby 3D
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Studio 3D 288 kursi SB 21.5 m x 24.5 m 526.75 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
526.75 m²
158.02 m²
Studio Multipurpose Meeting (VIP)
RUANG KAPASITAS SUMBER BENTUK DIAMETER LUAS
Studio
Meeting
63 kursi SB dan AS Lingkaran d = 11 m
*sesuai keb.seat
95.07 m²
Selasar utk
Crew
SB 48 m²
Ruang dan
Toilet VIP
AS 96 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
239.07 m²
72 m²
311.07 m²
II. Fasilitas Penunjang Ruang Publik
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART PERHITUNGAN LUAS
Entrance Hall 1182 org dari
jumlah keseluruhan tempat duduk bioskop asumsi setengah jumlah total
kursi = 591
org(non VIP)
NAD 60% x total penonton
ruang berdiri :
25%:75% dimana =
0,65 – 0,9 m²
60% x 591 = 355 m² Maka 355x x0.65
230 m²
Loket 2 loket NMH 2 x 1.524 3.04 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
233.04 m²
70 m²
Cafe
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Ruang Makan 14 meja ( 6 kursi ) 1
meja = 13.32
m²
11 meja ( 4 kursi )
1 meja = 8.5
m²
NAD 186.2 m²
93.5 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
279.7 m²
84 m²
363.7 m²
Snack Corner
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Area
Penjualan
SB 10 m²
Ruang Pengelola
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Ruang
Manajer
NAD 24 m²
Ruang Rapat NAD 17 m²
R.Sekretaris R.Staff Toilet (2) R.Loker dan Ganti Kary. Musholla 3 orang NAD NAD NAD AS AS 11.25 m²
50 m²
11.56 m²
88 m²
120 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
322 m²
96.6 m²
Parkir
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Pengunjung NAD 1207.7 m²
Pengelola NAD 277.5 m²
*hasil jumlah luas parkir sudah di +30% untuk sirkulasi.
Total 1485.2 m²
SERVICE AREA
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Ruang
Mekanikal dan
Elektrikal :
- R.Gardu
PLN
- R. Genset & R. Trafo - R.AHU - R. Pompa –
Tandon Bawah - R.Tandon SB NMH SB SB SB
25 m²
60 m²
60 m²/ruang (4 rg )
Atas - WC Publik
Total WC :
6 pasang
SB 10 x 4.5 m 294 m²
Total 656 m²
III. Fasilitas Tambahan Galeri Perfilman
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Ruang Pamer 23 display AS 180 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh 180 m² 54 m² 234 m² Game Land
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Area bermain
game
18 display SB 220 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
220 m²
66 m²
286 m²
Store
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Display VCD DVD. Majalah Display Souvenir 10 display 4 display AS AS
100 m²
80 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
180 m²
54 m²
Billiard Area
RUANG KAPASITAS SUMBER STANDART LUAS
Area bermain
Billiard
4 meja AS 10 m² / meja 40 m²
Total
Sirkulasi 30 %
Total seluruh
40 m²
12 m²
52 m²
Keterangan Sumber :
NAD : Neufert Architect Data SB : Studi Banding AS : Asumsi
NMH : New Metric Handbook
PAH : Planing the Architect’s Handbook Tabel luasan ruang yang dibutuhkan :
- Kebutuhan Site :
Luas total lantai 1 & sirkulasi = 6110 m² KDB 60% 6110 = 60
X 100 60 X = 610000
X = 10200 m² - GSB : 3 – 6 m
- KLB : 3 Lantai untuk area perdagangan dan hiburan
- KDH (Koefisien Daerah Hijau ) : 30% fasilitas umum
NO JENIS FASILITAS LUAS
2.2.4. Program Ruang
Pengelompokan kebutuhan ruang Pusat Perfilman di Surabaya terdiri dari :
1. Fasilitas Utama, terdiri dari :
Bioskop Regular yang terdiri dari empat studio Bioskop Dolby 3D
Studio Multipurpose Meeting 2. Fasilitas Penunjang, terdir dari : Café outdoor
Snack Corner Ruang Pengelola Servis Area
3. Fasilitas Pelengkap, terdiri dari : Galeri Perfilman
Movie Land ( video game ) Store ( Toko )
BAB 3
TINJAUAN LOKASI PERANCANGAN
3.1. Latar Belakang Pemilihan Lokasi
Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia yang memiliki banyak sektor pembangunan yang setara dengan Jakarta, dimana memiliki kelengkapan fasilitas dan sarana penunjang. Namun, didalam industri hiburan film, Surabaya masih memiliki fasilitas yang cukup kurang, hanya terdapat fasilitas tempat bioskop regular.
Letak kota Surabaya yaitu 07° 21’ Lintang Selatan dan 112° 54’ Bujur Timur. Kota Surabaya dibagi menjadi lima kawasan yaitu : Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Pusat, Surabaya Selatan, dan Surabaya Barat. Dengan luas seluruhnya 326,36 Km². Dengan ketinggian 3-6 meter di atas permukaan laut (dataran rendah), kecuali di bagian selatan terdapat dua bukit landai di daerah Lidah dan Gayungan dengan ketinggian 25-50 meter di atas permukaan laut. Batas-batas kota Surabaya terdiri dari :
Sebelah Utara : Selat Madura
Sebelah Timur : Selat Madura
Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo
[image:58.612.189.448.422.679.2] Sebelah Barat : Kabupaten Gresik
Karakteristik site atau kriteria yang dipakai sebagai dasar pemilihan
alternatif site di Surabaya Selatan adalah:
3.2. Penetapan Lokasi
Penetapan tapak yang dipilih, dimulai dari mempertimbangkan letak fasilitas gedung bioskop yang menyebar di wilayah Surabaya. Berikut pembagian wilayah penyebaran bioskop, :
- Surabaya Selatan : SUTOS XXI
- Surabaya Timur : Galaxy 21, Royal 21 dan Cito 21 - Surabaya Pusat : Tunjungan 21,XXI, dan Delta 21 - Surabaya Barat : Supermal 21
Dari data diatas, dapat diketahui penyebaran gedung bioskop yang ada, pertimbangan aspek letak yang strategis menjadi daya tarik utama dalam perletakan gedung. Surabaya Selatan dan Barat memiliki potensi lokasi yang paling baik, karena kedua wilayah ini difungsikan sebagai kawasan perdagangan,hiburan dan jasa. Dengan demikian, maka wilayah Surabaya Selatan yang menjadi pilihan lokasi, dengan pertimbangan, wilayah ini memiliki area lokasi yang lebih banyak, dibandingkan dengan wilayah Surabaya Pusat yang sudah cukup padat.
- Aspek Aktifitas Penunjang
Adanya tempat hiburan, daerah perbelanjaan serta perumahan yang dapat mendukung aktifitas pertunjukan film.
- Aspek Prasarana
Gambar 3.2. Peta Lokasi Site Kecamatan Dukuh Pakis sumber : internet
Lebih spesifik lagi, tapak yang dipilih untuk Pusat Perfilman di Surabaya yaitu berada di Jalan Abdul Wahab Siamin dengan kriteria, menurut RDTRK Surabaya Unit Pengembangan Satelit, adalah :
- Koridor Abdul Wahab Siamin dominasi penggunanya adalah sebagai kawasan perdangan dan jasa komersial. Di area ini, jarak antar bioskop ( Sutoz dan Supermal ) memiliki kisaran jarak yang pas, artinya, tidak terlalu jauh, dan tidak saling berdekatan dan hubungan yang terjadi antar fasilitas adalah saling mendukung.
- Pola perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa yang cenderung vertikal dalam bentuk ruko, mal, plasa, serta hotel berbintang.
- Kondisi jalan bukan jalan protokol, tetapi temasuk jalan yang sering dilalui kendaraan dimana akses menuju ke jalan ini mudah yaitu melalui jalan protokol Mayjen Sungkono.
- Sisi terbuka tapak, yaitu mengarah ke jalan Abdul Wahab Siamin itu.sendiri, dan jalan Mayjend Sungkono
- Akses jalan mudah dilalui, karena terdapat jalan tol untuk pengunjung dari luar kota Surabaya, dan jalan protokol Mayjend Sungkono; selain itu juga dekat dengan pintu Tol.
Gambar 3.3. Peta Lokasi Peruntukan Kecamatan Dukuh Pakis sumber : RDTRK unit pengembangan Kecamatan Dukuh Pakis
[image:61.612.195.450.294.654.2]3.3. Kondisi Fisik Lokasi 3.3.1. Existing Site
Berikut akan dijelaskan mengenai kondisi eksisting site yang ada di jalan Abdul Wahab Siamin berdasarkan, :
- Kemiringan Site : Kondisi topografi pada area site sebagian merupakan area perbukitan dan sebagian merupakan daerah yang relatif datar. Topografi yang cenderung berbukit ini, salah satu
contohnya dapat dilihat pada keberadaan fasilitas olah raga golf. Dengan demikian, kondisinya dapat difungsikan juga sebagai daerah resapan yang cukup potensial. Topografi yang cenderung berbukit ini mempunyai ketinggian ± 20-25 m di atas permukaan laut, dengan ketinggian rata-rata berkisar antara 10-25 m diatas permukaan laut. Untuk topografi yang relatif datar, kemiringan berkisar 0-2%.
- Kondisi Tanah : Pada umumnya, kemampuan tanah di wilayah
perencanaan bersifat impermeable ( tidak kedap air ). Daerah resapan di wilayah perencanaan adalah Yani Golf, disekitar tanah kosong dan makam. Kedalaman efektif tanahnya lebih dari 90 cm, dengan demikian karakteristik tanah cenderung berbutir halus dengan tingkat kesuburan
sedang. Dan juga, terletak 20-25% di atas permukaan laut, tidak mengandung air tanah asin dan tidak ada erosi.
Gambar 3.6. Foto Keadaan Tanah di lokasi sumber : dokumen pribadi, 2009
- Vegetasi : Jenis tanaman yang ada di sekitar site adalah tanaman pelindung, tanaman hias dan pohon palem yang rata-rata digunakan di sekitar bangunan.
Gambar 3.7. Foto Keadaan Vegetasi di lokasi sumber : dokumen pribadi, 2009
3.3.2. Aksesibilitas
a. Transportasi menuju lokasi site sangat mudah dicapai baik dari arah barat maupun arah timur dengan keadaan jalan yang baik.
c.Untuk pejalan kaki pencapaian ke lokasi juga tidak terlalu jauh dari area jalan raya utama.
Gambar 3.8. Foto Keadaan Jalan di lokasi dan alur aksesibiltas menuju lokasi dari jalan raya utama
sumber : google earth, internet
3.3.3. Potensi Bangunan Sekitar
Potensi bangunan di sekitar site akan memberikan dampak terhadap perancangan bangunan, berikut beberapa bangunan yang perlu diketahui, : - Terdapat pusat perbelanjaan di samping area Site, yakni GOCI Mall,
[image:64.612.198.463.137.353.2]tampilan bangunan yang modern dengan permainan Aluminium Clayding berwarna cerah dan material kaca, ingin menampilkan kesan masif dan suasana yang simply di kawasan kelas menengah ke atas.
- Dekat dengan kawasan perumahan kelas menengah ke atas, yakni Perumahan Villa Bukit Mas,Monaco.
Gambar 3.10. Foto Perumahan Monaco sumber : dokumen pribadi, 2009
[image:65.612.225.422.164.314.2]- Terdapat area Ruko/ pertokoan yang memiliki tampilan Arsitektur Klasik yang menawarkan fasilitas perdagangan dan jasa dengan konsep yang modern dan hight-class.
Gambar 3.11. Foto Tampilan Ruko sumber : dokumen pribadi, 2009
Gambar 3.12. Foto Tampilan Mc Donalds sumber : dokumen pribadi, 2009
3.3.4. Infrastruktur Kota A. Jaringan Listrik
Jenis jaringan listrik yang terdapat di wilayah perencanaan yaitu : - Saluran Udara Tegangan Tinggi ( SUTT )
Meliputi kawasan Bukit Mas
- Saluran Udara Tegangan Menengah ( SUTM ) Disepanjang jalan-jalan utama Mayjen Sungkono - Saluran Udara Tegnagan Rendah ( SUTR )
Seluruh area yang dilayanai prasarana listrik.
Konsumsi listrik pada wilayah site cukup besar dikarenakan banyaknya fasilitas umum serta penyebaran kawasan perdagangan dan jasa yang terdapat di wilayah perencanaan.
B. Jaringan Air Bersih
Pelayanan air bersih untuk wilayah distrik ini dikelola oleh PDAM dengan jaringan yang sudah menjangkau keseluruhan wilayah tersebut. Penduduk di perumahan kampung yang belum terdistribusi jaringan PDAM menggunakan air sumur.
C. Jaringan Telepon
Jaringan telepon di wilayah ini berpusat di Darmo dan Tandes. Pemanfaatan fasilitas komunikasi yang telah ada dimanfaatkan sampai tahun 2010 dengan peningkatan dan perluasan jaringan instalansi bagi pelanggan baru.
D. Pembuangan Sampah
Sampah yang banyak dihasilkan berada di area ruas jalan protokol Mayjen Sungkono dan Gunung Sari serta sekitarnya. Alur pembuangan sampah yang terjadi adalah, dari sumber sampah dibawa ke TPS oleh swadaya masyarakat dari sini ditransfer menuju lahan pembuangan akhir yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah divisi Dinah Kebersihan Kota Surabaya.