• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luas pada geometri hiperbolik menggunakan model setengah bidang atas H.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Luas pada geometri hiperbolik menggunakan model setengah bidang atas H."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Dedy Lucky, 2016. Luas pada Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas . Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Geometri hiperbolik dibangun dari postulat kesejajaran yang menyatakan bahwa “Diberikan suatu garis hiperbolik ℓ dan titik p di luar garis ℓ, maka terdapat minimal dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ”. Model setengah bidang atas ℍ adalah model yang dapat merepresentasikan objek-objek pada bidang hiperbolik ke bidang datar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik serta luas geometri hiperbolik pada model bidang setengah atas ℍ. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dari beberapa bahasan seperti Geometri Euclides, Geometri Hiperbolik, dan Transformasi M ̈bius.

Titik dan sudut hiperbolik di ℍ didefinisikan sama dengan titik dan sudut pada geometri Euclides. Titik ideal adalah titik di tak hingga, atau titik pada sumbu real. Garis hiperbolik di ℍ berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real atau busur lingkaran dengan pusat di sumbu real. Poligon hiperbolik dibatasi oleh segmen garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, atau garis hiperbolik. Terdapat empat jenis segitiga hiperbolik yang ditentukan berdasarkan letak titik sudutnya.

Panjang hiperbolik di ℍ ditentukan oleh elemen panjang busur yaitu

� � | |. Luas hiperbolik suatu daerah � di ℍ didefinisikan sebagai hasil integral dari

�� �ℍ � = ∫

(� )

� .

Luas segitiga hiperbolik ditentukan oleh defeknya, dengan defek segitiga hiperbolik adalah selisih antara � dengan jumlah sudut segitiga hiperbolik. Luas poligon

(2)

ABSTRACT

Dedy Lucky, 2016. Hyperbolic Geometry Area with Upper Half Plane Model . Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Deparment, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

Hyperbolic geometry built from parallel postulate states that "Given a hyperbolic line ℓ and a point outside the line ℓ, then there is a minimum of two hyperbolic lines through and parallel ℓ". The upper half plane ℍ is a model that can represent the objects in the field of hyperbolic onto a flat surface.

This study aimed to describe the objects of hyperbolic geometry and the area of hyperbolic geometry on the upper half plane ℍ. This research was conducted by literature study of some discussion as Euclidean Geometry, Hyperbolic Geometry, and Transformation M ̈bius.

Hyperbolic point and angle in ℍ defined with the point and angle in Euclidean geometry. Ideal point is the point at infinity, or points on the real axis. Hyperbolic lines in ℍ is a Euclides line perpendicular to the real axis or arc of a circle with its center at the real axis. Hyperbolic polygons bounded by hyperbolic line segments, rays hyperbolic lines, or lines hyperbolic. There are four types of hyperbolic triangle defined by the location of the vertex.

Hyperbolic length in ℍ determained by element of arc length

Hyperbolic triangle area defined by the defect, the defect hyperbolic triangle is the difference between � by the sum of angle hyperbolic triangles. � is hyperbolic convex polygon (angles in polygons less than π) with interior angles � , … , � , then area of P is

�� �ℍ � = − � − ∑ �� �=

.

(3)

i

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

DEDY LUCKY

121414121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

SKRIPSI

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ

Oleh : Dedy Lucky NIM : 121414121

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing,

(5)

iii SKRIPSI

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Dedy Lucky

NIM : 121414121

(6)

iv

PERSEMBAHAN

“ Berbagai hal ada di luar sana,

hanya menunggu untuk

ditemukan... ” (Anonymous)

(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,

(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Dedy Lucky

NIM : 121414121

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul :

LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK

MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma untuk menyimpannya, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa

meminta jin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016

Yang menyatakan,

(9)

vii

ABSTRAK

Dedy Lucky, 2016. Luas pada Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas . Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Geometri hiperbolik dibangun dari postulat kesejajaran yang menyatakan bahwa “Diberikan suatu garis hiperbolik ℓ dan titik p di luar garis ℓ, maka terdapat minimal dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ”. Model setengah bidang atas ℍ adalah model yang dapat merepresentasikan objek-objek pada bidang hiperbolik ke bidang datar.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik serta luas geometri hiperbolik pada model bidang setengah atas ℍ. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dari beberapa bahasan seperti Geometri Euclides, Geometri Hiperbolik, dan Transformasi M ̈bius.

Titik dan sudut hiperbolik di ℍ didefinisikan sama dengan titik dan sudut pada geometri Euclides. Titik ideal adalah titik di tak hingga, atau titik pada sumbu real. Garis hiperbolik di ℍ berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real atau busur lingkaran dengan pusat di sumbu real. Poligon hiperbolik dibatasi oleh segmen garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, atau garis hiperbolik. Terdapat empat jenis segitiga hiperbolik yang ditentukan berdasarkan letak titik sudutnya.

Panjang hiperbolik di ℍ ditentukan oleh elemen panjang busur yaitu

� | |. Luas hiperbolik suatu daerah � di ℍ didefinisikan sebagai hasil integral dari

ℍ � = ∫

( )

� .

Luas segitiga hiperbolik ditentukan oleh defeknya, dengan defek segitiga hiperbolik adalah selisih antara dengan jumlah sudut segitiga hiperbolik. Luas poligon

(10)

viii

ABSTRACT

Dedy Lucky, 2016. Hyperbolic Geometry Area with Upper Half Plane Model . Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Deparment, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

Hyperbolic geometry built from parallel postulate states that "Given a hyperbolic line ℓ and a point outside the line ℓ, then there is a minimum of two hyperbolic lines through and parallel ℓ". The upper half plane ℍ is a model that can represent the objects in the field of hyperbolic onto a flat surface.

This study aimed to describe the objects of hyperbolic geometry and the area of hyperbolic geometry on the upper half plane ℍ. This research was conducted by literature study of some discussion as Euclidean Geometry, Hyperbolic Geometry, and Transformation M ̈bius.

Hyperbolic point and angle in ℍ defined with the point and angle in Euclidean geometry. Ideal point is the point at infinity, or points on the real axis. Hyperbolic lines in ℍ is a Euclides line perpendicular to the real axis or arc of a circle with its center at the real axis. Hyperbolic polygons bounded by hyperbolic line segments, rays hyperbolic lines, or lines hyperbolic. There are four types of hyperbolic triangle defined by the location of the vertex.

Hyperbolic length in ℍ determained by element of arc length

Hyperbolic triangle area defined by the defect, the defect hyperbolic triangle is the difference between by the sum of angle hyperbolic triangles. is hyperbolic

convex polygon (angles in polygons less than π) with interior angles , … , , then area of P is

ℍ = − − ∑

= .

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Luas

Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas ℍ” ini dengan

baik.

Banyak masalah dan hambatan yang penulis temui selama dinamika

penyusunan skripsi ini. Namun, dengan dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai

pihak telah memberikan motivasi berlebih kepada penulis untuk terus bersemangat

dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, tak lupa penulis

mengucapkan terima kasih dengan sepenuh hati kepada beberapa pihak, di

antaranya:

1. Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat yang telah memberikan penulis

kesempatan untuk berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

2. Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat yang telah membiayai

perkuliahan, dan akomodasi penulis selama ini.

3. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika, Universitas Sanata Dharma.

5. Bapak Beni Utomo, M.Sc. selaku dosen pembimbing dan wali penulis di

(12)

x

nasihat kepada penulis selama menyusun skripsi maupun selama penulis

berkuliah.

6. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku dosen pembimbing akademik yang

telah banyak membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis.

7. Bapak Febi Sanjaya, M.Sc. yang sering menjadi tempat bertanya

masalah-masalah seputar matematika dan selalu bisa meluangkan waktu untuk

membantu penulis.

8. Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu selama

penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

9. Seluruh staf sekretariat JPMIPA, Ibu Tari, Bapak Sugeng, Mas Arif, dan

Mas Made yang telah banyak membantu memberikan pelayanan

kesekretariatan selama ini.

10. Bapak, Ibu, Kakak, dan Keluarga yang selalu mendukung, memberi

semangat, dan berdoa untuk penulis.

11. Teman-teman seperjuangan Dennis, Anton, Yopek, Edith, Winda, Grace,

Riris, Sasi, Selly, Dian, Asri, Selpa, Tya, dan Yosep yang selama ini

memberi dukungan, semangat, motivasi, serta hal-hal luar biasa lainnya

yang akan selalu diingat penulis.

12. Teman-teman Pendidikan Matematika Kelas C yang sudah berproses,

berbagi suka dan duka bersama selama empat tahun ini.

13. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 yang sudah berproses

(13)

xi

14. Teman mencari Pokemon, Devi, Rian, Santo, dan Ocha yang selama ini membantu mengurangi kejenuhan penulis.

15. Teman-teman Kos Kantil yang telah menjadi teman main, ngumpul, dan mengomentari hal-hal yang kurang penting bersama.

16. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan kepada setiap

pembaca.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016

(14)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

(15)

xiii

B. Bidang Kompleks ℂ... 14

C. Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks ℂ ... 19

D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks ℂ ... 20

E. Sudut pada Bidang Kompleks ℂ ... 22

F. Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks ℂ ... 28

G. Riemann Sphere ℂ ... 31

H. Inversi ... 32

I. Transformasi M�bius dan Cross Rasio ... 38

BAB III MODEL BIDANG HIPERBOLIK ... 42

A. Setengah Bidang Atas (ℍ)... 42

B. Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik ... 44

C. Kesejajaran dalam geometri hiperbolik ... 49

D. Jarak Hiperbolik ... 54

E. Transformasi M�bius di ℍ ... 58

BAB IV LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS H ... 64

A. Definisi Konvek pada Geometri Hiperbolik ... 64

B. Segitiga Hiperbolik dan Poligon Hiperbolik ... 68

(16)

xiv

DAFTAR SIMBOL

ℝ : Himpunan semua bilangan real.

ℂ : Himpunan semua bilangan kompleks.

~ : pendekatan atau aprokmasi.

∞ : notasi tak hingga.

: , bagian real dari bilangan kompleks = + � .

: , bagian imajiner dari bilangan kompleks = + � .

̅

: − � , konjugat dari bilangan kompleks = + � .

| | : √( ) + ( ) , modulus dari bilangan kompleks z.

ℍ : { ∈ ℂ| > }, setengah bidang atas di ℂ.

ℂ̅ : ℂ {∞}, Riemann sphere.

ℝ : { , , ∈ ℝ | , , ∈ ℝ}, ruang dimensi tiga.

� : Bola satuan di ℝ .

ℝ̅ : ℝ {∞}, sumbu real yang diperpanjang.

ℎ : panjang lintasan f.

(17)

xv

, , , , … : titik-titik pada bidang kompleks ℂ.

, �, , … : garis-garis Euclides pada bidang kompleks ℂ.

ℓ, , �, … : garis-garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ.

: segmen garis Euclides dengan pangkal di dan ujung di .

: sinar garis Euclides dengan pangkal di .

ℓ : segmen garis hiperbolik dengan pangkal di dan ujung di .

ℓ : sinar garis hiperbolik dengan pangkal di .

∠ , : sudut antara kurva dan .

∠ : sudut .

ℎℍ : panjang hiperbolik lintasan f di setengah bidang atas ℍ. , : jarak Euclides dari titik ke .

ℍ , : jarak hiperbolik dari titik ke di setengah bidang atas ℍ.

ℍ � : luas hiperbolik dari himpunan � di ℍ.

Φ : defek segitiga.

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tablet Babilonia, Plimpton 322...1

Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1...12

Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2...13

Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3...13

Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang Kompleks...17

Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar...18

Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4...22

Gambar 2.7 Ilustrasi Proposisi 2.5...24

Gambar 2.8 Ilustrasi Sudut Tipe I...26

Gambar 2.9 Ilustrasi Sudut Tipe II...27

Gambar 2.10 Ilustrasi Sudut Tipe III...28

Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi...32

Gambar 3.1 Model Bidang pada Geometri Hiperbolik...42

Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ...46

Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda...47

Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik...48

Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides...49

Gambar 3.6 Garis-garis Hiperbolik yang Sejajar melalui Sebarang Titik...51

Gambar 3.7 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Pertama...52

Gambar 3.8 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Kedua...53

(19)

xvii

Gambar 4.1 Segmen-segmen Garis pada X di ℍ...65

Gambar 4.2 (a) Garis Hiperbolik di ℍ, (b) Sinar Garis Hiperbolik di ℍ, dan (c) Segmen Garis Hiperbolik di ℍ...66

Gambar 4.3 (a) Contoh Poligon Hiperbolik Konkaf; (b) Contoh Poligon Hiperbolik Konvek ...67

Gambar 4.4 Jenis-jenis Segitiga Hiperbolik di ℍ...68

Gambar 4.5 (a) Segitiga Hiperbolik pada Posisi Standar; (b) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus I Proposisi 4.4; (c) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus II Proposisi 4.4; (d) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus III Proposisi 4.4...70

Gambar 4.6 Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Siku-siku di i...74

Gambar 4.7 Tinggi dari Sembarang Segitiga Hiperbolik...76

Gambar 4.8 Ilustrasi dari Teorema 4.7...78

Gambar 4.9 Ilustrasi Poligon Hiperbolik Berdasarkan Definisi...84

Gambar 4.10 Ilustrasi Contoh 4.1...89

Gambar 4.11 Segitiga Hiperbolik dengan di ∞...91

Gambar 4.12 Ilustrasi Teorema 4.12...93

Gambar 4.13 Segitiga Hiperbolik P pada Contoh 4.3...95

Gambar 4.14 Ilustrasi Teorema 4.13...97

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan adalah salah satu cipta manusia dalam rangka

memahami, mengolah, mengeksplorasi, dan memprediksi segala fenomena

yang terjadi di alam semesta. Perkembangan ilmu pengetahuan terus

berlangsung dari awal peradaban manusia sampai kelak berakhirnya

peradaban itu sendiri. Sebagai bentuk nyata dari perkembangan ilmu

pengetahuan adalah dengan munculnya berbagai macam disiplin ilmu, mulai

dari ilmu tentang manusia, gejala fenomena alam, sampai ilmu tentang

galaksi dan alam semesta. Salah satu cabang ilmu tertua yang dipelajari

manusia adalah matematika, hal ini terbukti dengan ditemukannya tulisan

matematika tertua berupa tablet tanah liat yang disebut Plimpton 322

(Gambar 1.1) sekitar 1900 SM di Babilonia (Burton, 2011: 74).

Pada masa silam matematika sering digunakan untuk mengatasi

persoalan-persoalan sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh bangsa Mesir

(21)

Bangsa Mesir menggunakan teknik-teknik tertentu dalam menentukan batas

bidang tanah yang terhapus. Salah satu cabang ilmu matematika yang mampu

menjawab permasalahan ini adalah geometri. Kata “geometri” berasal dari

kata Yunani yaitu “geometrien” (geo berarti bumi, dan metrein berarti ukuran) yang memiliki arti ilmu ukur bumi (Burton, 2011: 53).

Euclides (325-265 SM), seorang matematikawan bangsa Yunani yang

dianggap sebagai pelopor pembentuk geometri aksiomatis membawa

perubahan besar terhadap bidang kajian geometri. Buku yang berjudul The Elements adalah salah satu buku karya Euclides yang paling fenomenal karena telah berhasil menyusun dasar-dasar geometri secara sistematis dan

tetap digunakan sebagai acuan hingga saat ini. Buku tersebut memuat 23

definisi, 5 aksioma, dan 5 postulat. Euclides menggunakan istilah postulat

yang merupakan aksioma khusus digunakan pada bidang geometri. Lima

postulat Euclides yang telah dinyatakan dengan arti yang sama oleh Kline

(1972) dalam buku Hyperbolic Geometry karya James W. Cannon sebagai berikut.

1. Each pair of points can be joined by one and only one straight line segment.

2. Any straight line segment can be indefinitely extended in either direction.

(22)

5. If a straight line falling on two straight lines makes the interior angles on the same side less than two right angles, the two straight lines, if extended indefinitely, meet on that side on which the angles are less than two right angles.

Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan makna kurang lebih sebagai

berikut.

1. Sepasang titik dapat dihubungkan dengan tepat satu segmen garis lurus.

2. Setiap segmen garis lurus dapat diperpanjang tanpa batas pada kedua

arah.

3. Terdapat tepat satu lingkaran dari sebarang jari-jari yang diberikan

dengan sebarang titik pusat yang diberikan.

4. Semua sudut siku-siku memiliki besar sudut yang sama.

5. Jika sebuah garis lurus memotong dua garis yang lain, maka akan

terbentuk sudut dalam pada sisi-sisinya besarnya kurang dari dua sudut

siku-siku, kedua garis lurus tersebut jika diteruskan sampai tak hingga

akan bertemu pada sisi yang sudutnya kurang dari dua sudut siku-siku.

Kelima postulat tersebut adalah fondasi dari berbagai teorema dalam

geometri Euclides. Dari kelima postulat tersebut, postulat kelima adalah yang

paling rumit dan tidak wajar. Postulat tersebut sebenarnya ekuivalen dengan

postulat kesejajaran yaitu “ Diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis, ada tepat satu garis yang melalui titik tersebut dan sejajar dengan

garis yang diberikan”. Para matematikawan memandang bahwa postulat

(23)

dibuktikan. Selama dua ribu tahun banyak matematikawan mencoba untuk

membuktikan postulat tersebut namun tidak dapatkan hasil yang memuaskan.

“Out of nothing I have created a strange new universe”, merupakan

potongan kalimat yang diambil dari salah satu surat János Bolyai (1802-1860)

untuk ayahnya ketika ia mencoba memecahkan pembuktian postulat kelima

Euclides (Greenberg, M.J. 1980: 140). “Alam semesta baru yang aneh” yang

dimaksudkan oleh János Bolyai merupakan cabang ilmu geometri baru yang

sering disebut Geometri non-Euclid atau Geometri Hiperbolik. Salah satu dasar utama geometri hiperbolik adalah negasi dari postulat kesejajaran

beserta keempat postulat Euclides sebelumnya. Tokoh lain dari munculnya

geometri hiperbolik adalah Carl Friedrich Gauss (1777-1855), dan Nikolai

Ivanovich Lobachevsky (1792-1856). Dilihat dari kemunculannya, geometri

hiperbolik merupakan kajian ilmu yang relatif baru dan terus berkembang

hingga saat ini. Selain geometri hiperbolik, ada beberapa cabang geometri

lainnya seperti geometri netral,geometri eliptik, hingga geometri fraktal yang dikembangkan dengan merubah maupun membentuk postulat-postulat baru

dari geometri Euclides.

Henri Poincaré (1854-1912) adalah salah satu tokoh dalam

perkembangan geometri hiperbolik yang berkontribusi menemukan model

bidang hiperbolik yang disebut Model Poincaré (Greenberg, 1980: 187).

Model Poincaré digunakan untuk merepresentasikan objek-objek geometri

seperti titik, sudut, garis, dan bentuk-bentuk poligon. Selain model Poincaré,

(24)

setengah bidang atas, dan model Beltrami-Klein. Model-model tersebut memiliki sifat, definisi, dan teorema-teorema yang berbeda serta memiliki

kekhasannya masing-masing.

Wicaksono (2015) telah membedah secara teoritis mengenai geometri

hiperbolik terutama pada bagian luas hiperbolik. Teori yang digunakan

beracu pada postulat-postulat pada geometri Euclides dan postulat

kesejajaran untuk geometri hiperbolik. Pada tugas akhir ini telah dijelaskan

tentang bangun-bangun datar pada geometri hiperbolik seperti jumlah sudut

dalam segitiga kurang dari serta luas segitiga yang ternyata diperoleh dari

selisih dengan jumlah sudut dalam segitiga hiperbolik. Hal-hal yang belum

dibahas pada tugas akhir ini adalah belum ditampilkannya bentuk-bentuk

objek geometri hiperbolik di suatu bidang datar sehingga teori tersebut dapat

didukung dengan lebih mendalam. Belum adanya bidang yang

mempresentasikan bangun datar pada geometri hiperbolik juga berdampak

pada sukarnya abstraksi atau penghitungan dalam aplikasi langsung, seperti

menghitung luas sembarang segitiga hiperbolik, mengukur sudut di antara

dua garis hiperbolik berpotongan, menghitung jarak dua titik berbeda, dan

adakah transformasi dalam geometri hiperbolik. Kekurangan ini dapat

dilengkapi dengan menambahkan suatu model bidang hiperbolik yang sesuai

untuk model tersebut serta menyajikan proposisi-proposisi yang berlaku pada

model tersebut untuk memahami konsep luas pada geometri hiperbolik lebih

(25)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti meyakini bahwa

geometri terus berkembang dan layak untuk dipelajari. Salah satunya adalah

mengenai geometri hiperbolik yang merupakan dunia baru dalam geometri.

Dengan berbagai bentuk model berbeda dalam merepresentasikan objek

geometri pada geometri hiperbolik, akan menjadi menarik untuk mengetahui

bentuk-bentuk poligon pada suatu model bidang hiperbolik. Area atau luas

dari setiap bentuk poligon pada geometri hiperbolik juga merupakan hal yang

menarik untuk diteliti. Selain itu, juga dapat melengkapi konsep pada luas

hiperbolik jika disajikan dalam bidang hiperbolik. Oleh karena itu, peneliti

ingin melakukan penelitian mengenai luas pada geometri hiperbolik

menggunakan model setengah bidang atas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana objek-objek geometri hiperbolik direpresentasikan pada

model setengah bidang atas ℍ?

2. Bagaimana konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut

hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ?

3. Bagaimana luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk

poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada model setengah bidang atas ℍ dan hanya

(26)

D. Batasan Istilah

Berdasarkan latar belakang, untuk menghindari kesalahpahaman dalam

memahami hasil penelitian ini, maka diperlukan batasan istilah sebagai

berikut.

1. Aksioma adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya mutlak

sebagai suatu kejelasan ataupun asumsi.

2. Postulat adalah aksioma khusus pada bidang geometri.

3. Teorema adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya masih perlu

untuk dibuktikan.

4. Proposisi adalah suatu pernyataan yang diturunkan langsung dari suatu

aksioma atau postulat dan nilai kebenarannya masih perlu untuk

dibuktikan.

5. Geometri Euclides adalah ranah kajian matematika yang berkaitan

dengan studi geometri berdasarkan definisi dan aksioma yang ditetapkan

dalam buku Euclides “The Element”.

6. Geometri hiperbolik adalah ranah kajian matematika yang berkaitan

dengan studi geometri berdasarkan definisi, postulat Euclides dan

postulat kesejajaran hiperbolik.

7. Setengah bidang atas adalah bagian dari bidang kompleks yang

memenuhi = > .

8. Tititk ideal adalah titik di tak hingga yang terdapat pada sumbu real

(27)

9. Panjang hiperbolik adalah ukuran panjang yang digunakan untuk

mengukur panjang suatu kurva pada setengah bidang atas ℍ.

10.Jarak hiperbolik adalah jarak antara dua titik pada setengah bidang atas ℍ.

11.Sudut hiperbolik adalah ukuran sudut antara dua kurva pada setengah

bidang atas ℍ.

12.Luas hiperbolik adalah luas suatu daerah pada setengah bidang atas ℍ.

13.Poligon hiperbolik adalah bangun segi banyak yang terdapat pada

setengah bidang atas ℍ.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik yang

direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ.

2. Mendeskripsikan konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut

hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ.

3. Menentukan luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk

poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Pembaca

Pembaca dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik

(28)

2. Bagi Penulis

Penulis dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik

dan luas poligon hiperbolik pada geometri hiperbolik.

3. Bagi Universitas

Universitas dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode

studi pustaka, yaitu dengan membaca referensi-referensi mengenai geometri

hiperbolik. Pembahasan dalam skripsi ini banyak mengacu pada buku

Hyperbolic Geometry Second Edition, karangan James W. Anderson (2005) dan buku A Gateway to Modern Geometry: The Poincare Half-Plane,

karangan Saul Stahl (1993).

Langkah-Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

1. Membaca berbagai referensi mengenai topik geometri hiperbolik dan

model bidang hiperbolik.

2. Menyajikan kembali definisi, proposisi, postulat, dan teorema yang

menjadi dasar dalam merepresentasikan geometri hiperbolik ke dalam

model bidang hiperbolik, khususnya model setengah bidang atas ℍ

dengan bahasan luas hiperbolik.

3. Menyusun seluruh materi yang telah dikumpulkan secara runtut agar

(29)

H. Sistematika Penulisan

Bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar

belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, batasan istilah, tujuan,

manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi tentang dasar-dasar yang akan digunakan dalam

membahas model bidang hiperbolik dan luas hiperbolik seperti: dasar-dasar

geometri Euclides, bidang kompleks ℂ, garis dan lingkaran dalam bidang

kompleks ℂ, elemen panjang dalam bidang kompleks ℂ, sudut pada bidang

kompleks ℂ, transformasi konformal, Riemann sphere, inversi, transformasi M ̈bius, dan cross ratio.

Bab tiga membahas tentang model bidang hiperbolik, yaitu setengah

bidang atas ℍ. Selanjutnya dibahas mengenai hubungan geometri Euclides

dan geometri hiperbolik berdasarkan objek-objek dasarnya (titik, garis, dan

sudut). Pada bab ini juga dibahas mengenai postulat kesejajaran dalam

geometri hiperbolik, jarak hiperbolik, dan transformasi M ̈bius pada

setengah bidang atas ℍ.

Bab empat membahas tentang kekonvekan, segitiga hiperbolik dan

poligon hiperbolik, definisi luas hiperbolik, serta luas poligon hiperbolik.

Materi yang dibahas mengenai definisi, teorema, dan sifat-sifat terkait

kekonvekan, poligon hiperbolik, dan luas hiperbolik di setengah bidang atas ℍ, serta dilengkapi contoh soal untuk memperjelas materi yang dibahas.

Bab lima membahas tentang kesimpulan terkait pembahasan pada bab

(30)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dasar-Dasar Geometri Euclides

Pada skripsi ini akan mengacu pada beberapa teori yang terdapat pada

geometri Euclides antara lain sebagai berikut.

1. Common Notions (Pengertian Umum)

Euclides mengasumsikan Common Notions (Pengertian Umum) sebagai dasar atau syarat tak tertulis dari berbagai objek geometris seperti

panjang, luas, volume, dan ukuran sudut (Stahl, 1993: 8). Euclides

menuangkan Common Notions pada buku pertama The Elements sebagai berikut.

a. Benda-benda (ukuran-ukuran) sama terhadap benda (ukuran) yang

sama adalah sama antara yang satu terhadap yang lain.

b. Jika benda (ukuran-ukuran) sama, ditambah dengan

benda-benda (ukuran-ukuran) sama, semuanya adalah sama.

c. Jika benda-benda (ukuran-ukuran) sama, dikurangi benda-benda

(ukuran-ukuran) sama, semua sisanya adalah sama.

d. Benda-benda (ukuran-ukuran) yang serupa satu sama lain adalah

sama antara yang satu terhadap yang lain.

(31)

2. Kekongruenan segitiga

Kekongruenan segitiga yang dikemukakan Euclides dalam buku

pertama The Elements digunakan sebagai dasar acuan untuk menentukan kekongruenan segitiga hiperbolik. Syarat kekongruenan segitiga terbagi

dalam beberapa Proposisi sebagai berikut.

Proposisi 2.1 (Stahl, 1993: 13)

Jika dua segitiga mempunyai dua sisi yang bersesuaian sama panjang, dan

sudut yang diapit sisi tersebut sama besar, maka sisi bersesuaian yang

tersisa sama panjang dan sudut-sudut lain yang lain bersesuaian sama

besar sehingga dua segitiga tersebut sama.

Proposisi 2.1 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang

mengacu pada sisi-sudut-sisi (SS, SD, SS).

Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1 Proposisi 2.2 (Stahl, 1993: 15)

Jika dua segitiga mempunyai tiga sisi yang bersesuaian sama panjang,

sehingga sudut-sudut yang bersesuaian sama besar, maka segitiga tersebut

sama.

Proposisi 2.2 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang

(32)

Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2

Proposisi 2.3 (Stahl, 1993: 19)

Jika dua segitiga mempunyai dua sudut yang bersesuaian sama besar, dan

sebuah sisi yang diapit dua sudut tersebut sama panjang, maka panjang

sisi-sisi yang bersesuaiannya sama panjang, maka segitiga tersebut sama.

Proposisi 2.3 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang

mengacu pada sudut-sisi-sudut (SD, SS, SD).

Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3

Dasar teori yang diambil dari geometri Euclides akan digunakan untuk

membuktikan proposisi-proposisi pada geometri hiperbolik dalam model

(33)

hiperbolik akan terlebih dahulu akan dibahas mengenai model bidang untuk

geometri Euclides.

B. Bidang Kompleks

Brown dan Churchill (1990) menyatakan bilangan kompleks

didefinisikan sebagai

= + � .

ataudapat pula didefinisikan sebagai pasangan bilangan real yaitu

= , .

dengan x dan y adalah bilangan real, dan � adalah bilangan imajiner murni (√− ). Pada persamaan (2.1) dan persamaan (2.2), x dan y berturut-turut disebut bagian real dan imajiner dari z, dan dapat dituliskan sebagai

= , dan = .

Sifat aljabar pada bilangan kompleks sama dengan sifat aljabar pada

bilangan real. Selanjutnya akan ditunjukkan beberapa sifat aljabar pada

bilangan kompleks sebagai berikut (Brown dan Churchill, 1990: 2):

(34)

b. =

penjumlahan, dan ∈ ℝ adalah unsur identitas pada perkalian maka

a. + =

b. . =

Pada bilangan kompleks terdapat beberapa konsep yang tidak terdapat

pada bilangan real yaitu modulus dan konjugat kompleks (Brown, 1990: 7).

Definisi modulus atau disebut sebagai nilai mutlak pada bilangan kompleks

= + � adalah bilangan real tak negatif √ + dengan notasi | |

sehingga

| | = √ + ; .

Sedangkan konjugat kompleks atau disebut konjugat dari bilangan kompleks = + � adalah bilangan kompleks − � dengan notasi ̅ sehingga

̅ = − � . .

Berdasarkan persamaan (2.3) dan persamaan (2.4) diperoleh bahwa | ̅| = | |

dan ̿ = untuk setiap z. Jika = + � dan = + � maka +

̅̅̅̅̅̅̅̅̅ =̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ =+ � + + � ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅+ + � +

(35)

= − � + − �

= ̅ + ̅

sehingga konjugat dari penjumlahan sama dengan jumlahan konjugat.

(36)

̅ = + � − � = − � = + = | | .

Selain itu juga terdapat sifat yang menarik dari dua bilangan kompleks dan

konjugatnya. Misalkan = + � dan = + � diperoleh

+ ̅ ̅ = + � + � + − � − �

= + � + � − + − � − � +

= = .

Jadi diperoleh

+ ̅ ̅ = .

Setiap bilangan kompleks berkorespondensi dengan satu titik pada

bidang datar, seperti bilangan − + � dapat direpresentasikan sebagai titik

dengan koordinat − , . Bilangan z juga dapat dianggap sebagai vektor dari titik asal , ke titik , (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang

(37)

Bidang yang digunakan digunakan untuk merepresentasikan bilangan

kompleks tersebut disebut bidang xy, bidang z atau bidang kompleks.

Himpunan semesta bilangan kompleks atau bidang kompleks dinotasikan

dengan ℂ. Sumbu x disebut sumbu real dan sumbu y disebut sumbu imajiner (Brown dan Churchill, 1990: 6-7).

Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar

Letak titik , dapat disajikan dalam koordinat polar , � , sehingga

untuk bilangan kompleks z dapat disajikan dalam bentuk polar. Misalkan r dan � adalah koordinat polar yang dari titik , yang berkorespondensi dengan

bilangan kompleks = + � (Gambar 2.5), diperoleh

= cos � dan = sin �

Sehingga z direpresentasikan dalam bentuk polar sebagai

= cos � + � sin � , .

dengan r tak negatif. Nilai � disebut sebagai argumen dari z, dan ditulis sebagai � = arg (Brown dan Churchill, 1990: 12). Selain dalam bentuk polar,

(38)

= cos � + � sin �.

Berdasarkan persamaan (2.6) maka z dapat direpresentasikan dalam bentuk eksponensial sebagai

= �. .

Setelah membahas bilangan kompleks dan bidang kompleks ℂ, akan

dilanjutkan dengan membahas persamaan garis dan lingkaran Euclides pada

bidang datar disajikan dalam bidang kompleks ℂ.

C. Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks

Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan garis Euclides

dalam koordinat kartesius dapat dibentuk sebagai

+ + = . .

Pada persamaan (2.8), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan ̅. Diberikan = + � dan ̅ = − � diperoleh

= = + ̅ .

= = −� − ̅ .

Subsitusikan persamaan (2.9) dan (2.10) ke persamaan (2.8) diperoleh

+ ̅ + −� − ̅ + =

− � + + � ̅ + =

Misalkan = − � maka

(39)

Sehingga persamaan garis Euclides dalam bidang kompleks adalah + ̅ ̅ + = .

dengan ∈ ℂ dan ∈ ℝ (Anderson, 2005: 217).

Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan lingkaran

Euclides dalam koordinat kartesius dengan jari-jari r dan pusat di ℎ, dapat dibentuk sebagai

− ℎ + − = . .

Pada persamaan (2.12), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan ̅, serta ℎ, diwakili oleh suatu bilangan kompleks tertentu. Diberikan = ℎ + � adalah

titik pusat lingkaran maka dapat dibentuk

− = + � − ℎ + � = − ℎ + � − ,

D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks

Pada bagian ini akan dibahas mengenai elemen panjang pada bidang

(40)

bidang kompleks ℂ. Himpunan titik = , pada bidang kompleks ℂ

kontinu maka turunan dari persamaan (2.15) adalah sebagai berikut: ′ =+ �. .

Sebuah busur yang memenuhi syarat dari persamaan (2.15) dan persamaan

(2.16) disebut busur deferensiabel (Brown, 1990: 90).

Setelah membahas mengenai busur deferensiabel pada bidang kompleks ℂ, akan dilanjutkan untuk elemen panjang busur pada bidang kompleks ℂ.

Misalkan f adalah busur deferensiabel pada bidang kompleks ℂ dalam interval

(41)

dengan | | = | ′ | adalah elemen panjang-busur pada ℂ (Anderson, 2005: 74).

E. Sudut pada Bidang Kompleks

Sudut antar kurva dan pada bidang kompleks ℂ yang berpotongan

di diperoleh dari sudut antara garis singgung kurva dan di . Definisi

untuk sudut antar kurva di bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 2.4 (Anderson, 2005: 53)

Diberikan dua kurva smooth dan di ℂ yang berpotongan di , didefinisikan ∠ , sudut antara dan di adalah sudut antara garis

singgung dan di , besar sudut diukur dari ke (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4

Pengukuran sudut yaitu dengan berlawanan arah jarum jam untuk sudut positif

dan searah jarum jam untuk sudut negatif. Berdasarkan definisi diperoleh

bahwa

(42)

Berdasarkan definisi 2.4 maka dapat dicari besar sudut antar dua kurva

menggunakan garis singgung pada titik perpotongan. Besar sudut antara dua

garis singgung dapat dicari menggunakan selisih antara arctan dari tiap kemiringan garisnya.

Misalkan � dan � adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah

titik , misalkan adalah titik di � dan bukan , dan misalkan kemiringan

garis (gradien) � adalah . Gradien garis � dapat diperoleh dari

=

Misalkan � adalah sudut yang terbentuk antara garis � dan sumbu real, maka

diperoleh

= tan �

Secara khusus besar sudut yang terbentuk antara � dan � adalah

� , � = arctan − arctan = � − �

Berikut akan diberikan proposisi mengenai sudut antar busur lingkaran

berpusat di sumbu real pada bidang kompleks ℂ :

Proposisi 2.5 (Stahl, 1993: 95)

Diberikan sembarang titik z, misalkan X adalah sinar garis Euclides dan misalkan � , � , � adalah lingkaran Euclides yang berpusat di , ,

(Gambar 2.7), maka

∠ � , � = ∠( , ) tipe I ,

(43)

dan

∠ �, � = ∠ tipe III .

Gambar 2.7 Ilustrasi untuk Proposisi 2.5

Bukti:

Misalkan X adalah sinar garis Euclides tegak lurus sumbu real dan melalui d.

Misalkan � , � , � adalah lingkaran Euclides berpusat di , , dan , , berada pada sumbu real. Misalkan z adalah titik potong �, � , � , dan � . Misalkan dan adalah garis singgung Euclides dari �

dan � terhadap z. Terdapat fakta bahwa garis singgung lingkaran tegak lurus terhadap jari-jari lingkaran pada titik singgung lingkaran, sehingga

∠ � , � = ∠ , = ∠( , ) − ∠( , ) = − ∠( , )

= ∠( , ) − ∠( , ) = ∠( , )

(44)

∠ �, � = ∠ �, = − ∠( , ) − ∠( , �)

= − ∠( , �) = ∠

dan

∠ � , � = ∠ � , � + ∠ �, � = ∠ + ∠ = − ∠( , ).

Terbukti untuk Proposisi 2.5. QED.

Berikut akan diberikan cara untuk menghitung besar sudut menurut

Proposisi 2.5 :

a. Tipe I

Misalkan dua lingkaran dan memiliki pusat di dan dengan

jari-jari dan berpotongan di (Gambar 2.8). Misalkan ∠ , = �

adalah sudut antara dua lingkaran dan .

Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠ , = ∠ , sehingga

∠ , = �.

Menggunakan aturan kosinus sudut � dapat ditentukan yaitu

| − | = + − cos �

(45)

sehingga sudut � dapat ditentukan dari arccos �.

Gambar 2.8 Ilustrasi sudut tipe I

b. Tipe II

Misalkan dua lingkaran dan memiliki pusat di dan dengan

jari-jari dan berpotongan di (Gambar 2.9). Misalkan ∠ , = �

adalah sudut antara dua lingkaran dan .

Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠ , = − ∠ , sehingga

∠ , = − �.

Menggunakan aturan kosinus sudut − � dapat ditentukan yaitu

| − | = + − cos − �

cos − � = − cos � = + − | − |

(46)

sehingga sudut � dapat ditentukan dari arccos �.

Gambar 2.9 Ilustrasi Tipe II

c. Tipe III

Misalkan garis � adalah garis yang melalui di dan tegak lurus X. Misalkan lingkaran memiliki pusat di dengan jari-jari , dan garis � tegak lurus garis X berpotongan di . Lingkaran berpotongan dengan garis X di (Gambar 2.10).

Misalkan ∠ , � adalah sudut antara lingkaran dan garis X dengan besar sudut �. Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠ , � = ∠

sehingga ∠ memiliki besar sudut �. Karena titik , , dan

membentuk segitiga siku-siku di , sehingga sudut � dapat diperoleh dari

(47)

sehingga sudut � dapat ditentukan dari arccos �.

Gambar 2.10 Ilustrasi Tipe III

F. Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks

Terdapat beberapa transformasi dalam bidang kompleks ℂ yang memiliki

sifat konformal yaitu transformasi yang mempertahankan sudut. Transformasi

affine adalah salah satu transformasi konformal. Transformasi ini adalah komposisi dari beberapa transformasi sederhana seperti dilatasi, rotasi, dan

translasi dalam bidang kompleks ℂ (Olsen, 2010: 2). Dilatasi, rotasi, dan

translasi sederhana dalam bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut.

i. Dilatasi : = , dengan ∈ ℝ

ii. Translasi : = + , dengan ∈ ℂ

iii. Rotasi : = , dengan = �.

(48)

Definisi 2.6 (Olsen, 2010: 2)

Transformasi affine adalah kombinasi dari (i), (ii), dan (iii) dengan pemetaan = + dengan , ∈ ℂ dan ≠ .

Sifat-sifat dalam transformasi affine seperti mempertahankan garis dan lingkaran Euclides, serta sudut, ditunjukkan oleh beberapa teorema berikut.

Teorema 2.7 (Olsen, 2010: 3)

Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis Euclides. Bukti:

Kita tahu bahwa + ̅ ̅ = sehingga persamaan (2.17) merupakan

persamaan garis.

Dengan transformasi yang sama dan misalkan diberikan persamaan lingkaran

(49)

Persamaan (2.18) merupakan persamaan lingkaran. Jadi Teorema 2.7 terbukti.

QED.

Teorema 2.8 (Olsen, 2010: 4)

Transformasi affine adalah konformal. Bukti:

Misalkan � dan � adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah

titik . Misalkan = + dengan , ∈ ℂ, ≠ , dan = �.

Misalkan ∠ � , � = � − � dengan � dan � adalah sudut kemiringan

garis � dan � .

Berdasarkan Teorema 2.6 maka � dan � adalah garis Euclides juga.

Karena � melalui dan sehingga kemiringan dari garis � adalah

= − = ( − )

=

( � ) = tan + � ,

secara khusus diperoleh bahwa

∠( � , � ) = arctan − arctan

= + � − + �

= � − � = ∠ � , � .

(50)

G. Riemann Sphere ℂ̅

Bidang lengkung atau permukaan lengkung sukar bila disajikan ke

dalam bidang datar, misalkan permukaan bola atau permukaan hiperbolik.

Salah satu cara untuk memproyeksikan permukaan bola adalah dengan

menggunakan proyeksi stereografi. Proyeksi tersebut memungkinkan untuk memetakan permukaan bola ke dalam suatu bidang datar (Olsen, 2010: 7).

Misalkan diberikan bola satuan � di ℝ dengan � = { , , ∈ ℝ | + + = } berpusat di , , , adalah kutub utara dengan koordinat di , , , dan bidang kompleks ℂ adalah bidang yang terbentuk saat = .

Untuk setiap titik ∈ � , terdapat tepat satu segmen garis yang

menghubungkan N ke P. Garis tersebut menembus bidang kompleks ℂ tepat di satu titik z (Gambar 2.11). Titik P yang merupakan titik tembus segmen garis terhadap bola satuan disebut proyeksi stereografi dari titik z. Oleh karena itu, proyeksi stereografi dari titik di tak hingga {∞} bersesuaian dengan kutub utara

N dari bola. Dengan demikian bidang kompleks ℂ ditambahkan dengan titik ditak hingga {∞} “sebenarnya” merupakan bola dan disebut sebagai Reimaan sphere (Krantz, 1999: 83).

Reimaan sphere atau disebut juga sebagai bidang kompleks yang diperluas,

didefinisikan sebagai himpunan

(51)

dengan kata lain adalah bidang kompleks yang ditambahkan sebuah titik yang

tak terdapat di ℂ yang dinotasikan dengan ∞. (Anderson, 2005: 9).

Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi

Lingkaran pada � yang melalui diproyeksikan menjadi garis Euclides

pada bidang kompleks ℂ dan sebuah titik di tak hingga ∞, sedangkan untuk

lingkaran yang tidak melalui diproyeksikan menjadi lingkaran Euclides pada

bidang ℂ. Pada Riemann sphere lingkaran didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.9 (Anderson, 2005: 12)

Lingkaran pada ℂ̅ adalah lingkaran Euclides di ℂ atau gabungan garis Euclides

di ℂ dengan {∞}.

Setelah didefinisikannya Riemann sphere ℂ̅ dan lingkaran di dalamnya, akan diberikan suatu transformasi yang terdapat pada Riemann sphere ℂ̅.

H. Inversi

Inversi adalah salah satu transformasi dalam bidang kompleks ℂ dan

merupakan transformasi pula dalam bidang kompleks ℂ̅ yang didefinisikan

(52)

Definisi 2.10 (Anderson, 2005: 26)

Inversi didefinisikan sebagai fungsi ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan syarat

= , = ∞, ∞ =

untuk ∈ ℂ − { }.

Beberapa sifat tentang inversi disajikan dalam teorema berikut:

Teorema 2.11 (Olsen, 2010:9)

Inversimempertahankan lingkaran di ℂ̅.

Bukti:

Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ̅ dapat disajikan sebagai ̅ = { + ̅ ̅ + = } {∞}

atau

= { ̅ + + ̅ ̅ + = }

dengan , , ∈ ℝ dan ∈ ℂ.

Misalkan suatu inversi ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan = , = ∞, ∞ =

a. Kasus pertama untuk garis Eulides di ℂ dengan {∞} serta melewati = ,

diperoleh

̅ = { + ̅ ̅ = } {∞}.

Inversi ̅ menjadi

+ ̅ ̅ = ̅ + ̅ =

(53)

̅ = { ̅ + ̅ = } { } {∞}

Persamaan tersebut akan menjadi persamaan lingkaran Eucllides di ℂ jika

(54)

Akibatnya adalah garis Euclides di ℂ dengan {∞}, sehingga

lingkaran di ℂ̅.

d. Kasus empat untuk lingkaran Euclides di ℂ dengan ≠ , diperoleh

= { ̅ + + ̅ ̅ = }

Akibatnya adalah lingkaran Euclides di ℂ, sehingga lingkaran

di ℂ̅.

Berdasarkan kasus pertama sampai empat maka Teorema 2.11 terbukti. QED.

Inversi merupakan transformasi konformal atau mempertahankan besar

sudut. Hal tersebut termuat dalam teorema berikut:

Teorema 2.12 (Olsen, 2010: 4)

Inversiadalah konformal.

Bukti:

Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ̅ dapat disajikan sebagai ̅ = { + ̅ ̅ + = } {∞}

atau

= { ̅ + + ̅ ̅ + = }

(55)

Misalkan suatu inversi ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan = , = ∞, ∞ =

Akan ditunjukkan bahwa lingkaran yang berpotongan dalam ℂ̅ akan tetap

berpotongan bila diinversikan.

a. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di = .

Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik menjadi garis Euclides yang melalui titik juga,

sehingga kedua garis tetap berpotongan.

b. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di = , ≠ .

Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik menjadi lingkaran Euclides yang melalui titik =

, sehingga kedua garis tetap berpotongan.

c. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan

= , ≠ .

Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik menjadi garis Euclides yang melalui titik juga, dan

memetakan lingkaran Euclides yang melalui titik menjadi garis

Euclides. kedua garis tersebut berpotongan di = sehingga kedua

garis tetap berpotongan.

d. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan

= , , ≠ , ≠ .

Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di

(56)

e. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan = , ≠ .

Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di

=

f. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di = dan = , , ≠ , ≠ .

Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di

= .

Berdasarkan Definisi 2.9 dan fakta yang telah ditunjukkan sebelumnya, maka

hanya akan ditunjukkan bahwa inversi mempertahankan sudut antar dua garis

berpotongan.

Misalkan � dan � adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah

titik . Misalkan = . Misalkan ∠ � , � = � − � dengan � dan �

adalah sudut kemiringan garis � dan � .

Misalkan = cos + � sin dan = cos + � sin diperoleh

− = cos + � sin − cos + � sin

= cos − cos + � sin − sin .

Untuk

�= cos − � sin dan = cos − � sin

− = cos − � sin − cos − � sin

= cos − cos − � sin − sin

(57)

= − = cos − cos = tan � .sin − sin

Berdasarkan Teorema 2.5, maka � dan � adalah garis Euclides atau

lingkaran Euclides. Karena � tetap melalui dan maka

kemiringan dari garis � adalah

= − = −

= − cos − cos sin − sin

= − tan � = tan −� .

Secara khusus diperoleh bahwa

∠( � , � ) = arctan − arctan

= −� + � = − � − �

= −∠ � , � = ∠ � , �

Teorema 2.12 terbukti. QED.

Bersama dengan transformasi affine, inversi merupakan komposisi dari transformasi M ̈bius pada Riemann sphere ℂ̅.

I. Transformasi M�̈bius dan Cross Rasio

(58)

Definisi 2.13 (Olsen, 2010: 11)

Transformasi M ̈bius adalah pemetaan : ℂ̅ → ℂ̅ yaitu

= ++

dengan , , , ∈ ℂ dan − ≠ .

Sifat-sifat transformasi M ̈bius disajikan dalam teorema berikut.

Teorema 2.14 (Olsen, 2010: 11)

Misalkan f sembarang transformasi M ̈bius, maka

i. dapat diubah dalam komposisi transformasi affine dan inversi

ii. memetakan lingkaran di ℂ̅ ke lingkaran di ℂ̅

transformasi affine dan adalah inversi. Akan ditunjukkan bahwa f

(59)

ii. Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis di ℂ serta

transformasi affine memetakan {∞} ke {∞} , sehingga Transformasi

affine mempertahankan lingkaran di ℂ̅. Inversi juga mempertahankan

lingkaran di ℂ̅. Berdasarkan (i) maka transformasi M ̈bius

mempertahankan lingkaran di ℂ̅.

iii. Karena transformasi affine dan inversi konformal, maka Berdasarkan

(i) transformasi M ̈bius konformal.

Teorema 2.14 terbukti. QED.

Selanjutnya akan diberikan definisi tentang cross ratio di ℂ̅ yang dinyatakan Olsen (2010) sebagai berikut.

Definisi 2.15 (Olsen, 2010: 15)

Misalkan , , , dan adalah titik-titik di ℂ̅ dan dapat dibentuk menjadi

, , , = − . .

Persamaan (2.19) disebut cross ratio dari empat titik , , , dan .

Misalkan dua lingkaran dan dipilih titik-titik , , pada dan , , pada , maka dapat ditentukan suatu transformasi M ̈bius h

sehingga

ℎ = , ℎ = , ℎ = , .

(60)

memetakan ke sumbu real, maka penyelesaian persamaan (2.20) adalah = , = , dan = ∞.

Jika titik ≠ ∞ diberikan transformasi M ̈bius f yaitu

= − ,

sehingga diperoleh = , = , = ∞. Jika satu dari tiga titik

tersebut = ∞ ( merupakan garis) diperoleh persamaan sebagai berikut:

= − = ∞ , = − = ∞ ,

Perhatikan bahwa ℎ = dapat dibentuk sebagai

( ) = ⇔ =

persamaan tersebutlah yang disebut cross ratio.

(61)

42

BAB III

MODEL BIDANG HIPERBOLIK

Berdasarkan yang telah dibahas sebelumnya bahwa bidang lengkung seperti

permukaan bola dapat diproyeksikan pada bidang datar, maka memungkinkan

untuk membentuk suatu model bidang datar, sehingga objek-objek geometri

hiperbolik dapat direpresentasikan pada bidang tersebut. Berikut akan dibahas

mengenai model bidang hiperbolik, objek-objek geometri pada model tersebut,

serta transformasi yang berlaku pada model tersebut.

A. Setengah Bidang Atas ()

Pada bagian ini akan dibahas mengenai model bidang datar dari geometri

hiperbolik. Berbeda dengan geometri Euclides yang pada umumnya

menggunakan bidang kartesius sebagai model bidang datar, geometri

hiperbolik memiliki banyak model yang digunakan dalam merepresentasikan

bidang datarnya.

Klein disk

Poincare disk Setengah bidang atas

(62)

Pada gambar 3.1, salah satu model yang sering digunakan adalah Poincare disk

yaitu suatu bidang datar yang dibatasi lingkaran dengan garis-garis pada bidang

tersebut adalah busur lingkaran. Garis lurus dapat terbentuk jika garis tersebut

melalui titik pusat dari lingkaran batas. Model kedua adalah Klein disk, serupa dengan model Poincare disk, Klein disk juga dibatasi oleh lingkaran, namun terdapat perbedaan yaitu garis-garis pada model ini adalah garis lurus bukan

lagi busur lingkaran. Model terakhir adalah setengah bidang atasatau disebut

juga setengah bidang Poincare, model ini berbeda dengan kedua model sebelumnya karena hanya memuat setengah bidang kompleks ℂ.

Pada skripsi ini, model bidang yang digunakan untuk menyajikan

objek-objek bidang datar adalah model setengah bidang atas. Model ini adalah bagian

dari bidang kompleks ℂ dengan sumbu x disebut sumbu real ( ), dan sumbu y disebut sumbu imajiner ( ). Seperti namanya, model setengah bidang atasterbentuk dari setengah bidang kompleks bagian atas yaitu di atas

sumbu real atau tak memuat sumbu imajiner negatif. Model setengah bidang

atas ℍ pada bidang kompleks ℂ, didefinisikan sebagai berikut (Anderson,

2005: 2)

ℍ = { ∈ ℂ| > }.

Lingkaran pada Riemann sphere ℂ̅ mempunyai dua komponen, contohnya adalah lingkaran satuan � = { ∈ ℂ|| | = } memiliki komponen

disk � = { ∈ ℂ|| | < } dan � = { ∈ ℂ|| | > } {∞}, sedangkan untuk

(63)

bidang bawah { ∈ ℂ| < }. Lingkaran pada Riemann sphere ℂ̅dan dua komponennya didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 3.1 (Anderson, 2005: 18)

Suatu disk D di ℂ̅ merupakan salah satu komplemen dari komponen lingkaran

A di ℂ̅. Pada disk D dan lingkaran A, terlihat bahwa A adalah lingkaran yang menentukan disk D.

Berdasarkan definisi tersebut, untuk setiap disk di ℂ̅ ditentukan oleh lingkaran

di ℂ̅ dan setiap lingkaran di ℂ̅ ditentukan oleh disk di ℂ̅.

Model setengah bidang atas ℍ adalah disk di ℂ̅ yang ditentukan oleh

lingkaran ℝ̅. Model setengah bidang atas ℍ memiliki batas di tak hingga

yaitu ℝ̅. Titik-titik pada ℝ̅ disebut titik di tak hingga atau titik ideal pada model setengah bidang atas ℍ. Hal ini mengakibatkan jarak hiperbolik sembarang

titik ke titik pada ℝ̅ adalah tak hingga, dasar untuk argumen ini akan dibahas

dalam subbab D. Sebelum membahas mengenai jarak hiperbolik, akan terlebih

dahulu dibahas mengenai hubungan objek-objek geometri Euclides dan

geometri hiperbolik.

B. Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik

Pada bagian ini akan dibahas tentang persamaan dan perbedaan

objek-objek sederhana pada geometri seperti titik, garis, dan sudut, antara geometri

Euclides dan geometri hiperbolik serta representasinya dalam setengah bidang

atas ℍ. Uraian lebih rinci mengenai titik, garis dan sudut dalam geometri

(64)

1. Titik pada geometri hiperbolik

Titik pada geometri hiperbolik dideskripsikan sama seperti titik pada

geometri Euclides yaitu objek geometri yang tidak memiliki panjang dan

tebal. Pada setengah bidang atas ℍ, titik direpresentasikan dengan

koordinat = + � . Titik-titik pada ℝ̅ atau ketika = disebut

titik ideal atau titik di tak hingga, sehingga terdapat dua jenis titik pada

geometri hiperbolik yaitu titik hiperbolik dengan > dan titik ideal

untuk = atau = ∞.

2. Garis hiperbolik dalam model setengah bidang atas

Setengah bidang atas ℍ adalah disk pada ℂ̅ sehingga garis pada setengah

bidang atas ℍ adalah lingkaran di ℂ̅. Garis hiperbolik di ℍ adalah

perpotongan lingkaran di ℂ̅ terhadap setengah bidang atas ℍ. Berdasarkan

fakta tersebut garis hiperbolik dalam setengah bidang atas ℍ memiliki dua

jenis garis dalam representasinya yaitu berupa garis Euclides tegak lurus

sumbu real dan busur setengah lingkaran Euclides dengan pusat lingkaran

di sumbu real.

Garis lurus pada geometri hiperbolik disebut geodesik yang selanjutnya akan disebut sebagai garis hiperbolik. Garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai berikut:

Definisi 3.2 (Anderson, 2005: 2)

Ada dua jenis garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ, keduanya

(65)

perpotongan dari setengah bidang atas ℍ dengan garis Euclides pada ℂ

tegak lurus ke sumbu real ℝ pada ℂ. Lainnya adalah perpotongan dari ℍ

dengan lingkaran Euclides yang berpusat di sumbu real ℝ (Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ

Berdasarkan definisi 3.2, maka terdapat dua hasil representasi garis

hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ yaitu garis Euclides tegak lurus

terhadap sumbu real ℝ dan setengah busur lingkaran Euclides dengan

pusat di sumbu real ℝ.

Dua sembarang titik pada setengah bidang atas ℍ dijamin dapat termuat

pada satu garis hiperbolik tertentu oleh proposisi berikut ini :

Proposisi 3.3 (Anderson, 2005: 3)

Untuk setiap pasangan titik berbeda p dan q pada ℍ, terdapat sebuah garis hiperbolik ℓpada ℍ yang melalui p dan q.

Bukti :

(66)

dan melalui p dan q, sehingga membentuk garis hiperbolik ℓ = ℍ . Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang melalui p dan q.

Pengandaian kedua yaitu Re(p) ≠ Re(q). Garis Euclides yang melalui p dan

q tidak lagi tegak lurus terhadap ℝ, dibuatlah lingkaran Euclides dengan pusat lingkaran pada aksis real ℝ melalui p dan q (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda

Misalkan adalah segmen garis Euclides yang menghubungkan p dan

q, dan misalkan K garis berat tegak lurus terhadap . Kemudian, setiap lingkaran Euclides yang melewati p dan q akan berpusat pada K.

Berdasarkan pengandaian kedua p dan q mempunyai bagian real yang tak sama, sehingga garis Euclides K tidak sejajar terhadap ℝ, dan K

berpotongan dengan ℝ tepat pada suatu titik c.

Misalkan A adalah lingkaran Euclides berpusat di c dengan radius | − |, sehingga A melalui p. Kita tahu bahwa c terdapat pada K, sehingga

| − | = | − | mengakibatkan A melewati q. Diperoleh garis

hiperbolik ℓ = ℍ . Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang

(67)

Berdasarkan pengandaian pertama dan kedua maka Proposisi 3.3 terbukti.

QED.

3. Sudut pada geometri hiperbolik

Pada setengah bidang atas ℍ sudut yang terbentuk dari dua garis

hiperbolik didefinisikan sebagai sudut antara garis singgung lingkaran

Euclides. Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran

Euclides pada dan adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran

Euclides pada . Garis hiperbolik ℓ dan berpotongan di titik p sehingga sudut ∠ , ℓ dapat ditentukan dengan membuat garis singgung lingkaran

melalui titik p. Misalkan K dan N adalah garis singgung lingkaran Euclides tersebut, sehingga sudut ∠ , ℓ = ∠ , (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik

Sudut pada geometri hiperbolik memenuhi tiga tipe sudut menurut

Proposisi 2.5, sehingga besar sudut pada dua garis hiperbolik yang

berpotongan dapat dicari dengan metode yang telah dibahas pada Bab II.

(68)

kata lain berpotongan di tak hingga, maka besar sudut yang terbentuk dari

kedua garis hiperbolik tersebut adalah . Hal ini mudah ditunjukkan

karena garis yang berpotongan di tak hingga sebenarnya tidak berpotongan

sehingga tidak ada sudut yang terbentuk.

Setelah membahas objek-objek dasar pada geometri hiperbolik,

selanjutnya akan dibahas satu topik yang juga menjadi dasar munculnya

geometri hiperbolik yaitu kesejajaran garis.

C. Kesejajaran dalam geometri hiperbolik

Pada geometri Euclides, dua garis sejajar selalu berjarak sama, dengan

kata lain jika L dan K adalah garis-garis sejajar pada geometri Euclides dan misalkan a dan b adalah titik pada garis L, sehingga jarak titik a ke garis K akan sama dengan jarak titik b ke garis K (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides

Sedangkan pada geometri hiperbolik dua garis sejajar tidak selalu harus

berjarak sama, dua garis sejajar dalam geometri hiperbolik hanya disyaratkan

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1
Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2
Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang
Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada jajar genjang ABCD, jika sisi AB dianggap sebagai alas, maka tinggi jajar genjang adalah DP, yakni jarak suatu titik pada sisi AB ke garis yang memuat sisi DC. Seperti

Dalam suatu trapesium buktikan bahwa garis-garis yang meghubungkan titik tengah kedua diagonalnya sejajar dengan sisi alas dan sisi atas... T.ABC adalah bidang

Diketahui bahwa satu himpunan S dalam sebuah bidang atau dalam sebuah ruang adalah convex polygon (atau himpunan convex) jika dan hanya jika titik X dan Y ada di dalam S,

Proyeksi stereografik adalah sebuah titik pada bidang yang merupakan proyeksi suatu titik yang menyinggung bola satuan pada ruang Euclid.. Model ini disajikan pada dua

Diketahui bahwa satu himpunan S dalam sebuah bidang atau dalam sebuah ruang adalah convex polygon (atau himpunan convex) jika dan hanya jika titik X dan Y ada di dalam S, garis

geometri bangun datar untuk sekolah dasar yang terdapat pada motif batik paoman Indramayu adalah. konsep titik, sudut, garis lurus, garis sejajar, segitiga, persegi, persegi

Selain memiliki unsur geometri bidang berbentuk persegi panjang juga terdapat unsur matematika yang lain berupa garis lurus dan sejajar. Pada gapura bangunan

Pada Teorema Ceva berikut, teorema melibatkan satu titik selain titik sudut poligon, maka titik yang dimaksud adalah titik yang jika dibuat garis melalui titik tersebut dan