| 1 (STUDI FENOMENOLOGI PADA PASANGAN TENTARA PERNIKAHAN USIA
MUDA) Dewi Ratna Swari Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang Email : dera_iwedh@yahoo.co.id
Abstrak
Pasangan commuter marriage dapat ditemui di mana saja dan tidak memandang profesi yang ada termasuk pasangan TNI. Pasangan TNI lebih sering menjalani commuter marriage karena tugas yang telah diperintahkan oleh komando atasannya sehingga mereka sering meninggalkan keluarganya dengan jangka waktu yang tidak ditentukan. Menjalani commuter marriage ini sebagai tantangan tersendiri bagi pasangan TNI pernikahan usia muda 0-5 tahun pertama apalagi pasangan ini belum pernah melakukan commuter marriage sehingga tidak dipungkiri jika konflik maupun dialektika dapat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana gaya manajemen konflik antar pribadi pada pasangan tentara pelaku commuter marriage pernikahan usia muda.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode penelitian fenomenologi. Informan di dapat menggunakan teknik snowball sampling sehingga mendapatkan informan sebanyak empat pasang atau delapan orang. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori dialektika relasional.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dialektika yang terjadi antara keinginan pasangan untuk mendekatankan diri atau menjauhkan diri dengan pasangan karena kesibukan kerja, keterbatasan komunikasi, waktu yang kurang tepat untuk berkomunikasi maupun bertemu dengan keluarga, serta konflik pribadi. Selanjutnya dialektika antara keinginan untuk terbuka atau tertutup dengan pasangan yaitu mereka mencoba untuk saling terbuka tetapi ada informasi yang dirahasiakan. Dialektika terhadap sesuatu yang baru dan hal yang dapat diprediksi di mana terdapat rutinitas jika seseorang berprofesi sebagai TNI sering meninggalkan keluarganya untuk menjalankan tugas serta tugas pekerjaan rumah dan mengurus anak di bebankan pada istri apalagi pasangan yang baru menikah dan yang telah memiliki anak masih balita. Gaya manajemen konflik pada penelitian ini ditemukan bahwa yang paling banyak digunakan oleh pasangan yakni gaya kolaborasi terdapat satu pasangan yang menggunakan gaya manajemen konflik kompromi dengan melibatkan pihak ketiga. Pasangan yang menjalani proses perkenalan yang cukup lama sebelum menikah tidak menjamin menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi tetapi mereka lebih memilih menggunakan gaya manajemen konflik kompromi walaupun pasangan sama-sama menjalani pernikahan selama 2 tahun hal ini terjadi karena perbedaan kepentingan dan karakter dari masing-masing pasangan.
| 2 Kehidupan seseorang dengan
berprofesi sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan sebuah hal yang tidak mudah. Profesi ini mempunyai tanggung jawab yang besar karena berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan (Hikayat, 2013). Sebagai pertahanan negara seorang TNI harus siap siaga untuk sewaktu-waktu menjalankan tugas yang diperintahkan oleh komando atasannya, sehingga ia harus rela untuk meninggalkan anak dan istrinya untuk menjalankan tugas. Profesi sebagai TNI ini cukup berat dan beresiko tinggi apalagi wilayah tugasnya merupakan wilayah konflik, hal ini sesuai dengan sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Miles ia menyatakan bahwa sebagai prajurit tugas yang diembannya sangat berat, berbahaya dan beresiko tinggi apalagi dalam keadaan berperang atau berada di wilayah konflik (Kotrla & Dyer, 2008).
Ketika pasangan sudah memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang berprofesi sebagai TNI, ia harus siap untuk ditinggal tugas dan itu berlaku bagi semua pasangan baik pasangan yang baru
menikah. Berpisahnya tempat tinggal ini lah yang disebut dengan commuter marriage. Commuter marriage
menurut Gerstel, Gross, Orton dan Crossman merupakan berpisahnya pasangan suami istri yang mempertahankan dua tempat tinggal dengan berbeda lokasi geografisnya dan berpisah selama tiga malam perminggu atau minimal tiga bulan tanpa paksaan dari pihak lain (dalam Ponzetti, 2003). Berpisahnya tempat tinggal ini bersifat sementara atau pada jangka waktu tertentu.
| 3 menjadikan konflik dalam perjalanan
rumah tangga setiap pasangan, apalagi pasangan yang baru menikah. Kondisi inilah yang memerlukan perhatian bagaimana pasangan dapat memanajemen konflik dengan memilih dan menggunakan gaya manajemen konflik yang tepat
sehingga dapat berdampak baik bagi hubungan rumah tangga.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gaya manajemen konflik antar pribadi pada pasangan TNI (Tentara Nasional Indonesia) pelaku commuter marriage pernikahan usia muda.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode penelitian fenomenologi. Tujuan penelitian fenomenologi yaitu untuk mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung atau berkaitan dengan sifat alami pengalaman manusia dan makna yang ditempelkan padanya (Kuswarno, 2009, h.35). Jadi penelitian ini peneliti mengetahui dan memahami fenomena dari sudut pandang pelaku. Penelitian fenomenologi ini peneliti berarti “melupakan sementara” tentang semua konsep yang telah dimiliki oleh peneliti sebelumnya dengan membebaskan diri dari prasangka, teori-teori yang telah tertanam dalam pikiran peneliti. Hal ini bertujuan
untuk prasangka yang telah dimiliki peneliti sebelumnya tidak menghalangi pemahaman terhadap pengalaman pelaku (Gutheng Prabowo dalam Salim, 2001, h.228).
Peneliti menggunakan metode penelitian fenomenologi karena peneliti ingin mendapatkan, mengetahui dan memahami suatu peristiwa yang terjadi pada sebuah hubungan rumah tangga dalam memilih gaya manajemen konflik antar pribadi pada pasangan tentara pelaku commuter marriage pernikahan usia muda. Pengalaman tentang konflik, manajemen konflik dan gaya manajemen konflik pada sebuah rumah tangga merupakan pengalaman pribadi atau interpersonal yang dialami secara
| 4 sehingga menghasilkan pemaknaan
yang berbeda setiap individunya. Informan di dapat menggunakan teknik snowball sampling sehingga mendapatkan
informan sebanyak empat pasang atau delapan orang. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori dialektika relasional.
Hasil penelitian
Deskripsi Struktural Gabungan (Composite Structural Description). Makna atau esensi tentang gaya manajemen konflik antar pribadi pada pasangan commuter marriage terdapat empat tema yakni alasan menjalani commuter marriage, pandangan konflik, konflik yang terjadi saat menjalani commuter marriage serta manajemen konflinya.
Dari empat pasangan terdapat tiga pasangan menjalani commuter marriage dikarenakan suami yang berprofesi sebagai TNI sedang bertugas disamping itu juga faktor istri sedang keadaan hamil sehingga kembali ke tempat asalnya. Sedangkan satu pasangan menjalani commuter marriage dikarenakan
faktor dual career. Terdapat hambatan ketika menjalani commuter marriage yakni adanya keterbatasan komunikasi dan komunikasi yang
terjadi tidak sesuai harapan yang dituju oleh setiap pasangan, sehingga komunikasi tidak dapat dilakukan secara langsung seperti layaknya suami istri yang tinggal bersama dalam satu rumah sehingga menimbulkan pertengkaran, ini merupakan hal wajar meskipun pasangan suami istri yang hidup bersama dalam satu rumah juga sering terjadi perselisihan karena
kesalahpahaman dalam
| 5 Selama menjalani commuter
marriage semua informan menyelesaikan konflik melalui media komunikasi menggunakan handphone yaitu dengan bertelepon.
Strategi manajemen konflik yang diakukan setiap pasangan sebagaian besar yang dilakukan yaitu mengkomunikasikan dengan baik duduk permasalahannya sehingga setiap pasangan mampu mengambil sikap dan solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik. Konflik yang terjadi dapat diminimalisir sehingga hal-hal pemicu konflik itu dapat dihilangkan. Ketika saat menjalani commuter marriage terjadi konflik
maka konflik itu akan diselesaikan dengan segera oleh setiap pasangan,
agar konflik yang terjadi tidak berlarut-larut dan terulang kembali kedepannya maka setiap pasang informan mempunyai cara tersendiri dalam meminimalisir konflik. Terdapat perbedaan dalam manajemen konflik saat bersama dan saat sedang berpisah atau sedang menjalani commuter marriage. Hasil dari manajemen konflik oleh setiap pasangan dapat lebih bisa memahami karakter, saling mengingatkan masing-masing pasangan, menjadi lebih terbuka kepada pasangan, mengerti pasangan, dapat memperbaiki kekurangan, kesalahan dan mengimbangi pasangan, serta mendewasakan masing-masing.
Pembahasan
Ketegangan yang terjadi dalam sebuah hubungan bisa menjadikan sebuah konflik dalam hubungan akan tetapi ketegangan ini juga belum tentu menjadi suatu konflik. Hubungan yang berkualitas merupakan bagaimana pasangan dapat memahami dan menikmatinya karena ketegangan merupakan hal yang wajar dalam hubungan (Wood, 2010,
| 6 relevan dalam sebuah hubungan yaitu
integration – separation (autonomy
and connection), expression –
nonexpression (openness and
protection), stability – change
(novelty and predictability). Pada penelitian ini dialektika yang terjadi antara keinginan pasangan untuk mendekatankan diri atau menjauhkan diri dengan pasangan karena kesibukan kerja, keterbatasan komunikasi, waktu yang kurang tepat untuk berkomunikasi maupun bertemu dengan keluarga, maupun konflik pribadi. Selanjutnya dialektika antara keinginan untuk terbuka atau tertutup dengan pasangan yaitu mereka mencoba untuk saling terbuka tetapi ada informasi yang dirahasiakan. Dialektika terhadap sesuatu yang baru dan hal yang dapat diprediksi di mana terdapat rutinitas jika seseorang berprofesi sebagai TNI sering meninggalkan keluarganya untuk menjalankan tugas serta tugas pekerjaan rumah dan mengurus anak di bebankan pada istri apalagi pasangan yang baru menikah dan yang telah memiliki anak masih balita.
Dialektika yang terjadi ini merupakan salah satu penyebab konflik dalam rumah tangga saat menjalani commuter marriage. Pasangan berusaha untuk memanajemen konflik yang terjadi. Usaha yang dilakukan pasangan untuk memanajemen konflik salah satunya dengan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang terjalin antara suami istri merupakan proses komunikasi interpersonal atau komunikasi diadik yang dilakukan hanya dua orang (Devito, 2007, h.5). Menjalani commuter marriage ini terjadi komunikasi yang berlangsung antara suami dan istri untuk mewujudkan tujuan pernikahan itu sendiri. Komunikasi antar pribadi yang terjadi pada pasangan commuter marriage bertujuan untuk
mengkomunikasikan dan
menegoisasikan hubungannya ketika mereka menjalani commuter marriage, hal ini dapat terjadi ketika
| 7 Komunikasi antar pribadi yang
berlangsung terdapat teori yang mendukung yakni teori Johari window. Dalam teori Johari window
menjelaskan bahwa pengungkapan diri dapat meningkatkan komunikasi dengan begitu ketika berkomunikasi dengan orang lain seseorang dapat lebih mengetahui dan mengenal dirinya sendiri. Langkah awal manajemen konflik yang dilakukan setiap pasangan yaitu dengan mengontrol diri. Mengontrol diri yaitu pasangan lebih memilih perkataan sehingga perkataan tidak menyakiti pasangan dan bersikap lebih sabar serta mengimbangi pasangan. Kontrol diri yang dilakukan pasangan ini bertujuan agar konflik yang terjadi tidak bertambah besar, dengan adanya kontrol diri ini menjadikan pasangan dapat memberikan kesempatan pasangan untuk mengemukakan pendapatnya sehingga pasangan menjadi lebih terbuka dan lebih menjadi intim. Keterbukaan diri pasangan sangat penting dalam sebuah hubungan rumah tangga apalagi yang sedang menjalani commuter marriage karena dengan saling terbuka pasangan dapat
saling mengetahui segala informasi yang dilakukan pasangan sehingga dapat meminimalisir keselahpahaman yang menimbulkan konflik dalam rumah tangga.
| 8 konflik. Terdapat pasangan
bersepakat agar konflik yang terjadi ini ditutup dan tidak dibicarakan secara detail. Terdapat pula informan yang memberikan waktu pasangan untuk tenang hal ini agar emosi dan situasi kembali kondusif dahulu baru mereka saling terbuka dan mengkomunikasikan penyebab konflik. Gaya manajemen konflik kolaborasi ini memberikan dampak yang baik dalam mengatasi dialektika yang telah dijelaskan sebelumnya di mana pasangan lebih terbuka satu sama lainnya dengan saling memberi pengertian atas keinginan masing-masing yang selama ini belum sempat diungkapkan oleh pasangan hal ini dilakukan pasangan untuk menjadi lebih dekat dan lebih intim dengan pasangan seperti pasangan dapat mengenal lebih dalam tentang karakter masing-masing, saling mengingatkan satu sama lainnya, lebih terbuka dan mengerti pada pasangan serta mendewasakan pasangan satu sama lainnya. Satu pasangan informan menggunakan gaya manajemen konflik kompromi dengan melibatkan pihak ketiga. Peran pihak ketiga ini sebagai
penengah, mereka memilih gaya manajemen kompromi dikarenakan mereka sama-sama mempunyai karakter yang keras dan sama-sama mengedepankan ego masing-masing sehingga membutuhkan peran pihak ketiga dalam manajemen konflik agar konflik yang terjadi tidak semakin besar yang dapat membahayakan rumah tangganya. Peran pihak ketiga dalam manajemen konflik pasangan ini sebagai penengah sehingga saran yang diterima sebagai pertimbangan agar konflik yang tejadi dapat diselesaikan, ketika saran dari pihak ketiga diterima selanjutnya mereka mengkomunikasikan yang menjadi konflik dengan memberi penjelasan dan pengertian kepada pasangan tentang keinginan masing-masing sehingga mendapatkan titik temu atau jalan tengah dari konflik yang terjadi.
| 9 merupakan pembelajaran yang
berharga mengarungi kehidupan berumah tangga dengan keterbatasan waktu dalam berkomunikasi dan berkurangnya intensitas bertatap muka, pasangan lebih menghargai satu sama lainnya dan menggunakan waktu dengan sebaiknya. Baik
ketegangan maupun konflik yang telah terjadi dalam perjalanan rumah tangga dapat diselesaikan dengan memilih gaya manajemen konflik yang terbaik dan tepat agar kedepannya pernikahan dapat berjalan dengan lebih baik.
Kesimpulan
1. Gaya manajemen konflik pada penelitian ini yang paling banyak digunakan oleh masing-masing pasangan yakni gaya kolaborasi. Hanya satu pasangan yang menggunakan gaya manajemen konflik kompromi dengan melibatkan pihak ketiga.
2. Pasangan yang menjalani proses perkenalan yang cukup lama sebelum menikah tidak menjamin untuk menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi tetapi mereka lebih memilih menggunakan gaya manajemen konflik kompromi dengan melibatkan pihak ketiga, dibandingkan dengan pasangan lain yang melalui proses perkenalan yang singkat sebelum
menikah lebih memilih menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi walaupun masing-masing pasangan sama-sama menjalani pernikahan selama 2 tahun hal ini terjadi karena perbedaan kepentingan dan karakter dari masing-masing pasangan.
| 10 4. Gaya manajemen konflik yang
digunakan oleh pasangan bertujuan untuk mengatasi dialektika yang terjadi. Dialektika yang terjadi antara keinginan pasangan untuk mendekatankan diri atau menjauhkan diri dengan pasangan karena kesibukan kerja, keterbatasan komunikasi, waktu yang kurang tepat untuk berkomunikasi maupun bertemu dengan keluarga, maupun konflik pribadi. Selanjutnya dialektika antara keinginan untuk terbuka atau tertutup dengan pasangan yaitu mereka mencoba untuk
saling terbuka tetapi ada informasi yang dirahasiakan. Dialektika terhadap sesuatu yang baru dan hal yang dapat diprediksi di mana terdapat rutinitas jika seseorang berprofesi sebagai TNI sering meninggalkan keluarganya untuk menjalankan tugas serta tugas pekerjaan rumah dan mengurus anak di bebankan pada istri apalagi pasangan yang baru menikah dan yang telah memiliki anak masih balita.
Saran Praktis
Peneliti telah meneliti dan menganalisis fenomena gaya manajemen konflik antar pribadi pada pasangan commuter marriage (studi fenomenologi pada pasangan tentara pernikahan usia muda) saran bagi informan ketika terjadi ketegangan yang menjadikan konflik dalam hubungan saat menjalani commuter marriage hanya dapat diminimalisir karena selama hubungan itu berlangsung ketegangan akan terus terjadi dan tidak dapat dihilangkan.
| 11 Saran Akademis
Peneliti telah meneliti dan menganalisis fenomena gaya manajemen konflik antar pribadi pada pasangan commuter marriage (studi fenomenologi pada pasangan tentara pernikahan usia muda) saran bagi peneliti selanjutnya adalah tentang manajemen konflik dengan kriteria yang lebih dipersempit dan dikhususkan misalnya pasangan
tentara pelaku commuter marriage yang sama-sama bekerja atau dual career yang usia pernikahannya kurang dari lima tahun yang nantinya akan diteliti apakah ada konflik peran antar suami istri yang sama-sama bekerja.
Daftar Pustaka
Anwar, Y. & Adang (2008).
Pengantar Sosiologi Hukum,
Jakarta: PT. Grasindo. Bacon, M. C. (2010). Humor as a
Communication Strategy in
Military Marriages: The
Influences of its Uses and
Perceptions on Marital
Satisfaction. (Disertasi, School of Communication and the Arts Regent University, 2010). Diakses dari Proquest Digital Dissertations.
Baxter, L. & Montgomery, B. (2011). Relational dialectics. Dalam
Griffin (Ed.). A first look at communication theory 8th (h. 153-165). New York: McGraw-Hil.
Clever, M. & Segal D.R. (2013). The demographics of military children and families. The Future of Children, 23 (2),
13-39.
Creswell, J. W. (2007). Qualitative inquiry and research design:
choosing among five
approaches (2nd ed.).
California: Sage
| 12 Devito, J.A. (2007). The
interpersonal communication
book (11th ed.). Boston: Pearson/Allyn and Bacon. Galvin, K. M. & Bylund, C. (2009).
Family communication. Dalam Reis & Sprecher (Ed). Encyclopedia of Human
Relationships (Pp. 614-619). Diakses dari SAGE reference. Hikayat, K. (2013). Pengaruh Metode Latihan dan Kesegaran
Jasmani Awal Terhadap
Peningkatan Kesegaran
Jasmani (Studi Eksperimen
Pada Perwira Siswa Pria
Secapaad). (Skripsi, Fakultas Pendidikan Olahraga, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013). Diakses dari http://repository.upi.edu/3045 /1/T_POR_1101217_Title.pdf Huliana, M. (2001). Panduan menjalani kehamilan sehat.
Jakarta: Puspa Swara.
Irawati, D. (2013). Memahami Dialektika Konflik dan
Pengalaman Komunikasi
Pasangan Perkawinan Jarak
Jauh dalam Proses
Penyelesaian Konflik Rumah
Tangga. (Skripsi, FISIP UNDIP, 2013). Diakses dari
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/inter
aksi-online/article/download/3636/ 3546
Koerner, A.F. & Fitzpatrick, M.A. (2006). Family conflict communication. Dalam Oetzel & Toomey (Ed). The SAGE handbook of conflict
communication: integrating
theory, research, and practice
(Pp. 159-185). Diakses dari SAGE reference.
Kotrla, Kim & Dyer, Preston. (2008). Using marriage education to strengthen military families: Evaluation of the active military life skills program. Social Work and Christianity,
35 (3), 287-311.
Knox, D. & Schacht, C. (2010). Choices in relationship: an
| 13 and the family (10th ed.).
USA: Wadsworth.
Kurniawati, N.K. (2014). Komunikasi antar pribadi: konsep dan
teori dasar. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kuswarno, E. (2009). Metode penelitian komunikasi
fenomenologi:konsepsi,
pedoman, dan contoh
penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjran.
Laser, J.A. & Stephens, P. M. (2011). Working with military families through deployment and beyond. Clinical Social Work Journal, 39:28–38. Liliweri, A. (2005). Prasangka dan
konflik: komunikasi lintas
budaya masyarakat
multikultur. Yogyakarta: LKiS.
Littlejohn, S. W. & FossAll. K.A. (2012). Teori komunikasi (9th ed.). (Mohammad Y.H., Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.
Modrell, J.N. (2014). Relationship Maintenance in Military
Couples. (Disertasi, Faculty of The Graduate Department of Clinical Psychology George Fox University, 2014). Diakses dari Proquest Digital Dissertations.
Moleong, L.J. (2012). Metode penelitian kualitatif.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Moustakas, C. (1994). Phenomenological research
methods. California: Sage Publications.
Mulyana, D. (2008). Ilmu komunikasi: suatu pengantar.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mushalliena, N.S. (2014). Penyesuaian perkawinan
pada istri yang menjalani
commuter marriage tipe
adjusting. (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, 2014). Diakses dari
| 14
p-content/uploads/2014/10/Pe nyesuaian-Perkawinan-Pada-Istri.pdf
Pawito. (2007). Penelitian komunikasi kualitatif.
Yogyakarta: LKIS
Yogyakarta.
Pawlowski, D.R. (1998). Dialectical tensions in marital partners’ accounts of their relationships. Communication Quartely, 46 (4), 396.
Pickering, P. (2001). Kiat menangani konflik (3rd ed.). (Maris M, Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Ponzetti,Jr. James J. (2003). International encyclopedia of
marriage and family (Ed.2,
Vols: 1-4). USA: The Gale Group Inc.
Raffel, Lee. M.S.W. (2008). I hate conflict:seven steps to
resolving defferences with
anyone in your life. USA: The
McGraw-Hill. Tersedia dari http://dl.lux.bookfi.org/genesi
s/112000/33ce746e4082fab5b d281fa505b3d216/_as/%5BL ee_Raffel%5D_I_hate_confli ct_seven_steps_to_reso(Book Fi.org).pdf
Santrock, J.W. (2012). Perkembangan masa hidup
(13th ed.). (B. Widyasinta, Terjemahan). Jakarta : Erlangga.
Saputro, S. (2014). 10 penyebab konflik pernikahan. Jakarta: ADS.
Satori, D. & Komariah, A. (2013). Metodologi penelitian
kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Schramm, D. G. (2003). an Assessment of Marital
Satisfaction, Marital
Adjustment, and Problematic
Areas During the First Few
Months of Marriage Among a
Sample of Newlyweds in Utah.
| 15 Segrin, C. & Flora, J. (2005). Family
communication. USA:
Lawrence Erlbaum
Associates.
Vebyanti. (2013). Komunikasi Keluarga Pada Pasangan
Commuter Marriage (Studi
Kasus Komunikasi Keluarga
Pada Pasangan Commuter
Marriage Di Kota Bandung).
(Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, 2013). Diakses dari media.unpad.ac.id/thesis/210 120/2010/210120100008_a_7 5 77.pdf
Vengelisti, A.L. (2004). Handbook of family communication. New Jersey, London: Lawrence. West, R. & Turner, L. H. (2009).
Pengantar teori komunikasi:
Analisis dan aplikasi (3rd
ed.). (Mariana, N. D. M, Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.
Wisnuwardhani, D. & Mashoedi, S.F.
(2012). Hubungan
interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika.
Wood, J.T. (2010). Interpersonal communication: Everyday
encounters (6th ed.). Canada: Nelson Education, Ltd. Wulandari, A. (2013, November 23).
Hasil Survei Temukan
Penyebab Utama Perceraian.
Solo Post. Diakses dari http://www.solopos.com/201 3/11/23/ tips-pernikahan-