• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Penyiapan Contoh Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Penyiapan Contoh Tanah"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR ILMU TANAH

ACARA I

PENYIAPAN CONTOH TANAH

Oleh :

Nama : MARTHA WIRA PRATAMA

NIM : A1L114013

Rombongan : AGROTEKNOLOGI Pararel A1

PJ Asisten : Ardi Luqman Hakim

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(2)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah adalah benda alam yang terdapat di permukaan bumi yang memiliki panjang, lebar, dan kedalaman. Tanah merupakan habitat bagi mikroorganisme. Bagi manusia dan hewan darat, tanah menjadi tempat untuk hidup dan bergerak. Tanah juga memiliki pernana penting bagi tumbuhan sebagai media tanam, media unsur hara, dan air serta sebagai penopang akar untuk bertumbuh.

Tanah berasal dari pelapukan batuan bahan organik. Pembentukan tanah memakan waktu yang lama, bisa ribuan hingga jutaan tahun. Proses pelapukan dibedakan menjadi tiga, yaitu pelapukan mekanik, kimiawi, dan organik.

Pelapukan mekanik adalah peluruhan yang menghasilkan partikel yang lebih halus. Pelapukan ini meliputi pemanasan, pengendapan dan penekanan. Pelapukan kimiawi terjadi karena peristiwa hancurnya dan terlepasnya material dari batuan induk disertai perubahan unsur kimia. Sedangkan pelapukan organik terjadi karena peristiwa hancurnya atau terlepasnya material dari batuan induk yang disebabkan oleh kegiatan makhluk hidup.

(3)

pengamatan tanah di lapang disebut pedologi. Apabila tanah dipelajari dan memiliki hubungan dengan pertumbuhan tanaman disebut edapologi.

B. Tujuan

1. Untuk menyiapkan contoh tanah yang digunakan untuk acara penetapan kadar air, derajat kerut tanah, dan pengenalan contoh tanah dengan indra.

I.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat tanah di laboratorium harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah di lapangan (Suganda et al, 2002).

(4)

tanah optimum untuk pengolahan, plastisitas tanah, pengembangan atau perngerutan tanah (COLE = coefficient of linier extensibility) dan ketahanan geser tanah (Suganda et al, 2002).

Ada beberapa jenis contoh tanah, diantaranya:

1. Contoh tanah utuh (Undisturbed soil sample)

Contoh tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2) dan permbeabilitas.

2. Agregat utuh (Undisturbed soil agregate)

Contoh tanah agregat utuh adalah contoh tanah berupa bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm.

3. Contoh tanah tidak utuh/terganggu (Disturbed soil sample)

(5)

Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur, namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit, dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas (Munir, 1996).

Ultisol didefinisikan sebagai tanah yang mempunyai penciri horison argilik atau kandik dan kejenuhan basa < 35%. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, 2004).

Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Inceptisol menduduki golongan tanah terluas kedua di dunia. Ciri khas Inceptisol ini adalah tanah mulai berkembang, mempunyai epipedon Ochric (pucat), meskipun masih sedikit memperlihatkan bukti adanya eluviasi dan iluviasi. Golongan tanah ini dapat terjadi hampir dalam semua zone iklim yang memungkinkan terjadinya proses pencucian. Inceptisol merupakan tanah yang mempunyai horizon alterisasi yang telah kehilangan basa-basa atau besi dan aluminium tetapi mengandung mineral-mineral terlapuk, tampa horizon iluviasi yang diperkaya dengan liat silikat yang mengandung aluminium dan bahan organik amorf (Sevindrajuta, 2013).

(6)

(horizon B) (Fanning dan Fanning, 1989). Bahan penyusun tanah ini kebanyakan berupa bahan tanah yang masih lepas dengan perkembangan tanah yang sangat lemah dan daya menahan air sedikit (Notohadiprawiro, 1991).

(7)

II.

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan saat praktikum penyiapan contoh tanah, yaitu mortir dan alu (penumbuk), saringan (2 mm, 1 mm dan 0,5 mm), tambir untuk peranginan, wadah tertutup dan spidol untuk menulis label. Bahan yang digunakan adalah contoh tanah terganggu yang telah diambil dari lapang dan sudah dikeringanginkan selama kurang lebih satu minggu. Jenis contoh tanah terganggu yang digunakan pada praktikum ini, yaitu ultisol, inceptisol, vertisol, entisol, dan andisol.

B. Prosedur Kerja

1. Contoh tanah yang sudah dikeringanginkan ditumbuk dalam mortir secara hati-hati.

(8)

adalah contoh tanah yang berdiameter 2 mm, sedangkan yang lolos saringan 0,5 mm adalah contoh tanah halus (< 0,5 mm).

(9)

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Karena pada praktikum acara satu ini kita tidka melakukannya, dan hanya sebatas pengenalan dan pengantar saja, jadi praktikan tidak diwajibkan untuk menulis dari hasil acara satu ini.

B. Pembahasan

Menurut Christianty Agustina, 2012 Pengambilan contoh tanah dimaksudkan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang tidak dapat diperoleh langsung dari pengamatan lapangan. Lokasi pengambilan contoh tanah harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili areal yang diambil contoh tanahnya. Berdasarkan cara pemilihan lokasi pengambilan contoh tanah, dihasilkan beberapa macam contoh tanah, antara lain:

a. Contoh terduga (Judgement Sample) Satu atau lebih contoh tanah yang diambil dipilih berdasarkan satuan pemetaan yang ditemui pada areal survei. Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan secara subyektif sehingga agak bias (Gambar 1.1a). Tingkat kepercayaan data yang diperoleh bisa tinggi bisa rendah tergantung dari tingkat pengalaman (keahlian) si pengambil contoh.

b. Contoh acak (Random Sample) Contoh tanah diambil sedemikian rupa sehingga setiap tanah di dalam daerah survei mempunyai kesempatan yang sama. Pemilihan lokasi dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random (gambar 1.1b). Satu pasangan angka random yang diperlukan untuk pemilihan lokasi contoh berdasarkan atas sistem koordinat.

(10)

tanah yang diperlukan apabila kita dapat mengelompokkan areal survei ke dalam areal yang seragam. Pemilihan lokasi pada masing-masing satuan pemetaan ditentukan dengan bilangan random (Gambar 1.1c).

d. Contoh sistematik (Systematic Sample) Lokasi pengambilan contoh tanah dengan cara ini ditentukan dengan sistim Grid yaitu berjarak sama pada kedua arah (Gambar 1.1d). Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan praktis terutama bagi tenaga yang kurang terampil. Penetapan sifat fisik dan kimia tanah di laboratorium memerlukan tiga macam contoh tanah, yaitu :

a.1 Contoh Tanah Utuh (Undisturbed Soil Sample) untuk penetapan bobot isi (bulk density), susunan pori tanah, pF, dan permeabilitas tanah.

b.2. Contoh Tanah Agregat Utuh (Undisturbed Soil Agregat) untuk penetapan stabilitas agregat.

(11)

Pada praktikum ini digunakan beberapa contoh tanah, yakni Entisol, Inceprisol, Andisol, Vertisol, dan Ultisol.

A. Entisol

Entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk tanah saja tetapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah yang menghasilkan epipedon okhrik. Banyak tanah Entisol yang digunakan untuk usaha pertanian misalnya di daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa pantai. Padi sawah banyak ditanam di daerah-daerah Aluvial ini (Hardjowigeno, 1993).

(12)

terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).

Entisol mempunyai kejenuhan basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai alkalin, KTK juga bervariasi baik untuk horison A maupun C, mempunyai nisbah C/N < 20% di mana tanah yang mempunyai tekstur kasar berkadar bahan organik dan nitrogen lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang lebih rendah dan kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang bertekstur kasar juga penambahan alamiah dari sisa bahan organik kurang daripada tanah yang lebih halus. Meskipun tidak ada pencucian Universitas Sumatera Utara hara tanaman dan relatip subur, untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K (Munir, 1996).

Entisol dapat juga dibagi berdasarkan great groupnya, beberapa diantaranya adalah Hydraquent, Tropaquent dan Fluvaquents. Ketiga great group ini merupakann subordo Aquent yaitu Entisol yang mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman ≤ 50 cm dari permukaan tanah mineral atau selalu jenuh air dan pada semua horizon dibawah 25 cm terdapat hue dominan netral atau biru dari 10 Y dan warna-warna yang berubah karena teroksidasi oleh udara. Jenuh air selama beberapa waktu setiap tahun atau didrainase secara buatan (Hardjowigeno, 1993).

(13)

(perbedaan suhu musim panas dan dingin kurang dari 50. Tanah ini terbentuk karena selalu basah atau basah pada musim tertentu. Jika dilakukan perbaikan drainase akan berwarna kelabu kebiruan (gley) atau banyak ditemukan karatan (Hardjowigeno, 1993).

Fluvaquents adalah great group dari ordo tanah Entisol dengan subordo Aquent yang mengandung karbon organik berumur Holosen sebesar 0,2 persen atau lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah mineral, atau memiliki penurunan kandungan karbon organik secara tidak teratur dari kedalaman 25 cm sampai 125 cm atau mencapai kontak densik, litik, atau paralitik apabila lebih dangkal (Soil survey staff, 1998).

B. Inceptisol

Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau nonpertanian adalah beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, rekreasi atau wildlife, yang berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).

(14)

(KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).

Inceptisol dapat dibedakan berdasarkan great groupnya. Salah satu great group dari Inceptisol adalah Tropaquepts. Tropaquepts adalah great group dari ordo tanah Inceptisol dengan subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik atau lebih panas. Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio natrium dapat tukar (ESP) sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium, (SAR) sebesar 13 persen atau lebih pada setengah atau lebih volume tanah di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral, penurunan nilai ESP (atau SAR) mengikuti peningkatan kedalaman yang berada di bawah 50 cm, dan air tanah di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral selama sebagian waktu dalam setahun (Soil survey staff, 1998)

C. Andisol

Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur, namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas (Triana, 1996). Tanah Andisol mempunyai unsur hara yang cukup tinggi, sehingga tanah jenis ini baik untuk ditanami. Kebanyakan tanah Andisol memiliki pH antara 5 - 7, dan memiliki kandungan C-organik berkisar antara 2-5%.

(15)

(alofan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Al-humus. Dalam keadaan lingkungan tertentu, pelapukan alumino silikat primer dalam bahan induk non-vulkanik dapat menghasilkan mineral “Short-range order”, sebagian tanah seperti ini yang termasuk dalam Andisol (Saridevi, 2013).

Tanah yang terbentuk dari abu vulkanik ini umumnya ditemukan didaerah dataran tinggi (>400 m di atas permukaan laut). Jenis tanah ini banyak ditemukan di dataran sekiar gunung api. Di Indonesia tanah ini dapat ditemukan di Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Maluku (Darmawijaya, 1990).

Proses pembentukan tanah yang utama pada Andisol adalah pelapukan dan transformasi (perubahan bentuk). Proses pemindahan bahan (translokasi) dan penimbunan bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan organik dan terjadinya kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada beberapa Andisol (Hardjowigeno, 1993). Tanah andisol terbentuk di wilayah dataran tinggi lebih dari 1000 mdpl yang memiliki curah hujan antara 2.500-7000 mm/tahun. Produktivitas tanah ini sedang hingga tinggi. Penggunaannya terutama untuk tanaman sayuran, kopi, buah-buahan, teh, kina dan pinus. (Sri dan dkk, 2007)

D. Ultisol

(16)

(21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha),dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung. Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan sedimen masam. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Sri Adiningsih dan Mulyadi 1993).

Proses pembentukan tanah Ultisol meliputi beberapa proses sebagai berikut :

(17)

masam dan kejenuhan basa rendah sampai lapisan bawah tanah (1,8 m dari permukaan).

2. Karena suhu yang cukup panas (lebih dari 8˚C) dan pencucian yang kuat dalam waktu yang cukup lama, akibatnya adalah terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral mudah lapuk, dan terjadi pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida. Mineral liat yang terbentuk biasanya didominasi oleh kaolinit, dan gibsit. 3. Lessivage (pencucian liat), menghasilkan horison albik dilapisan

atas (eluviasi), dan horison argilik dilapisan bawah (iluviasi). Sebagian liat di horison argilik merupakan hasil pembentukan setempat (in situ) dari bahan induk.Di daerah tropika horison E mempunyai tekstur lebih halus mengandung bahan organik dan besi lebih tinggi daripada di daerah iklim sedang.

Bersamaan dengan proses lessivage tersebut terjadi pula proses podsolisasi dimana sekuioksida (terutama besi) dipindahkan dari horison albik ke horison argilik.

4. Biocycling

Meskipun terjadi pencucian intensif tetapi jumlah basa-basa di permukaan tanah cukup tinggi dan menurun dengan kedalaman. Hal ini disebabkan karena proses Biocycling basa-basa tersebut oleh vegetasi yang ada di situ.

5. Pembentukan plinthite dan fragipan.

(18)

daerah tua. Plinthite terlihat sebagai karatan berwarna merah terang. Karatan ini terbentuk karena proses reduksi dan oksidasi berganti-ganti. Jikamuncul di permukaanakan menjadi keras irreversibie dan disebut laterit. Fragipan terdapatpada ultisol drainase burukdanfragipan menghambat gerakan air dalam tanah. Proses pembentukan fragipan masih belum jelas.

6. Perubahan horison umbrik menjadi mollik

Ultisol dengan epipedonumbrik (umbraquult) dapat berubah menjadi epipedonmollik akibat pengapuran. Walaupun demikian klasifikasi tanah tidak berubah selama lapisan-lapisan yang lebih dalam mempunyai kejenuhan bas arendah. Hal ini disebabkan untuk menunjukkan adanya pencucian yang intensif dan agar klasifikasi tanah tidak berbuah akibat pengelolaan tanah (Hardjowigeno, 1987).

Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik (Suriadikarta dan Widjaja, 1986).

E. Vertisol

(19)

dari bahan sedimen yang mengandung mineral smektit dalam jumlah tinggi, di daerah datar, cekungan hingga berombak (Driessen and Dudal, 1989).

Pembentukan tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, pertama adalah proses terakumulasinya mineral 2:1(smektit) dan yang kedua adalah proses mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik sehingga membentuk slickenside atau relief mikro gilgai. Dalam perkembangannya mineral 2:1 yang sangat dominan dan memegang peran penting pada tanah ini. Komposisi mineral liat dari Vertisol selalu didominasi oleh mineral 2:1, biasanya monmorilonit, dan dalam jumlah sedikit sering dijumpai mineral liat lainnya seperti illit dan kaolinit. Tanah ini sangat dipengaruhi oleh proses argillipedoturbation, yaitu proses pencampuran tanah lapisan atas dan bawah yang diakibatkan oleh kondisi basah dan kering yang disertai pembentukan rekahan-rekahan secara periodik (Fanning and Fanning, 1989). Proses-proses tersebut menciptakan struktur tanah dan pola rekahan yang sangat spesifik. Ketika basah, tanah menjadi sangat lekat dan palstis serta kedapair, tapi ketika kering, tanah menjadi sangat keras dan masif atau membentuk pola prisma yangterpisahkan oleh rekahan (Van Wambeke, 1992).

(20)

Manfaat dari pengambilan contoh tanah menurut Nurhajati Hakim, 1986

adalah agar kita mengetahui

(21)

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jenis tanah yang ditentukan sifat fisiknya adalah Andisol, Ultisol, Inceptisol, Entisol, dan Vertisol.

2. Kelima jenis tanah berasal dari pelapukan batu dan membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi tanah.

3. Kelima jenis tanah tersebut tersebar di Indonesia dan tanaman-tanaman pertanian cocok ditanam di kelima jenis tanah tersebut dengan ketentuan dan kapasitan dari tanaman dan tanah tersebut. 4. Ada tiga macam cara pengambilan contoh tanah ,yaitu contoh

tanah utuh (undisturbed soil sample), agregat utuh (undisturbed soil aggregate), dan contoh tanah tidak utuh atau terganggu (disturbed soil sample).

B. Saran

Walaupun tanah sudah tersedia di laboratorium namun sebaiknya pada acara praktikum ini juga dilakukan secara langsung di lapang, dimaksudkan agar praktikan mengetahui dan mempelajari bagaimana teknik atau cara pengambilan contoh tanah yang baik secara langsung. Selain itu untuk peralatan yang dipakai dalam praktikum sebaiknya segera di perbaiki dan di perbaharui agar bisa sebagai penunjang praktikum antara praktikan dengan asisten mendapatkan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

Darmawijaya, Muslim. 1990. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Drissen and Dudal, M. 1989. “Soil, Morphology, Genesis and Classification”. Chapter 28. Entisols. John Wiley & Sons. USA. p. 226 – 233.

Hakim, Nurhajati. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung Press

Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Maniah, Triana Muyassir dan Syafruddin. 1996. “Penggunaan Bakteri

Pseudomonas fluorescens dan Pupuk Kandang dalam Bioremediasi Inceptisol Tercemar Hidrokarbon”. Jurnal Konservasi Universitas Syiah Kuala. Volume 1 No 1: 2-4.

Marthen, Chald. 1987. “Soil, Morphology, Genesis and Classification”. Chapter 15. Inceptisols. Wirberg & Darry Hans. UK. OL.Page: 178 – 188. Munir, M.S. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Karakteristik; Klasifikasi dan

Pemanfatannya. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Notoh adi prawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Nugrohotomo. 2009. “Upaya Peningkatan Hasil Benih Padi pada Berbagai Taraf

Genangan Air dan Takaran Vermi kompos di Lahan Sawah Irigasi Entisol”. Jurnal Ilmu Pertanian. Volume 5 Nomor2 :136-137.

(23)

Saridevi, G.A.A.R, I Wayan D Atmaja, I Made Mega. 2013. “Perbedaan Sifat Biologi Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol, Inceptisol, dan Vertisol”. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol 2 No 4: 215-217.

Suriadikarta D.A dan Widjaja. 1993. “Upaya Peningkatan Hasil Benih Strawberry pada Berbagai Taraf Genangan Air dan Takaran NPK di Lahan Sawah Irigasi Entisol”. Jurnal Ilmu Pertanian. Volume 3 Nomor 2 :124-132. Sevindrajuta. 2013. “Efek Pemberian Beberapa Takaran Pupuk Kandang Sapi

Terhadap Sifat Kimia Inceptisol dan Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut”. Jurnal Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Hlm 3-4. Sri, Turnamaya dkk. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Univeritas

Gajah Mada Press

Sri Adiningsih, J. dan Mulyadi. 1993. “Alternatif teknik rehabilitasi dan pemanfaatan lahan alang-alang”. Hlm. 29−50. Dalam S. Sukmana, Suwardjo, J. Sri Adiningsih, H. Subagjo, H. Suhardjo, Y. Prawirasumantri (Ed.). “Pemanfaatan lahan alang-alang untuk usaha tani berkelanjutan”. Prosiding Seminar Lahan Alang-alang, Bogor, Desember 1992. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

(24)

Pengelolaannya”. Jurnal Ilmu Pertanaian dan Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Suganda H., Achmad R., dan Sutono. 2002. Petunjuk Pengambilan Contoh Tanah untuk Penanaman Tanamamn Anggrek Bulan, Trubus Action. Artikel.

Hlm 3-12. Jakarta: PT Grassindo Pustaka.

Soil Survey Staff. 2010. “Karakteristik dan Permasalahan Tanah Marginal dari Batuan Sedimen Masam di Kalimantan”, Jurnal Litbang Pertanian, 29(4): 144.

Susanto A.N. dan Marten P.S. 2007. “Karakteristik dan Ketersediaan Data Sumber Daya Lahan Pulau-Pulau Kecil untuk Perencanaan Pembangunan Pertanian di Maluku”. Jurnal Litbang Pertanian. Vol: 23(4):123-128.

Tan, Subharja. 1986. Ilmu Tanah dan Klasifikasi Dasar. Bandung: PT Hardika Medika.

Referensi

Dokumen terkait

Analiza je pokazala da u školama prevladava uži koncept školskog kurikuluma prema kojem se on svodi na neobvezni dio nastavnog plana i programa, iako Zakon o odgoju

Untuk mencapai produktivitas kerja karyawan yang tinggi, perusahaan perlu memperhatikan masalah upah dan jaminan sosial yang merupakan faktor pendorong dalam

29 Ziauddin Ahmad, al-Qur’an: Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan , h.. Tuhan, menegakkan keadilan, membangun kekuatan untuk menghadapi musuh, melakukan jihad terhadap

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor

Tingkat pengetahuan tentang ca cervix adalah kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kuisioner tentang deteksi dini kanker serviks dengan melakukan pemeriksaan pap smear

Untuk itulah penulis mencoba membuat perencanaan implementasi aplikasi teknologi informasi dengan menggunakan Analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities, and Thread) pada

Sekolah Musik merupakan bangunan yang memberikan ilmu pengetahuan dalam menyusun nada dengan komposisi yang indah, serta mengajarkan bagaimana memainkan alat musik untuk