PERANCANGAN PERMAINAN SIMULASI BISNIS RITEL
SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN
PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI
Skripsi
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
IFFA ARDHIYANA
I 0305036
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
i
ABSTRAK
Iffa Ardhiyana, NIM: I0305036. PERANCANGAN PERMAINAN
SIMULASI BISNIS RITEL SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN PRAKTIKUM PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, April
2010.
Praktikum Perancangan Teknik industri (PTI) periode 2009 berupa simulasi
bisnis perusahaan manufaktur, padahal pengenalan sistem bisnis di bidang ritel
juga tidak kalah penting. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu permainan simulasi
bisnis pada industri ritel karena industri ritel saat ini mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat baik pangsa pasar, jumlah gerai, maupun omset penjualan.
Penggunaan permainan simulasi dalam metode pembelajaran agar praktikan
mudah memahami proses bisnis ritel.
Perancangan permainan simulasi bisnis berbasis komputer dimulai dari perancangan konsep permainan dengan membuat teknis permainan dan membuat
diagram causal loop. Langkah selanjutnya adalah membuat alat bantu
praktikum
dengan merancang model permainan menggunakan Software Stella versi
9.1.3.
Setelah itu dibuat user interface untuk menampilkan informasi perilaku
model,
memudahkan dalam memasukkan input-an, serta membuat tampilan
permainan
yang lebih menarik. Langkah berikutnya adalah verifikasi dan validasi model,
menyusun modul praktikum, dan melakukan uji coba praktikum.
Pada teknis permainan, praktikan harus melakukan pemilihan lokasi dan analisis kelayakan pendirian ritel di awal permainan. Setelah itu praktikan
melakukan pemilihan supplier, memilih jenis dan menentukan jumlah
barang
sebagai inventori awal, menetapkan jadwal kedatangan supplier,
menentukan
harga jual produk, menentukan jumlah pembelian ke supplier, dan jumlah
utang
Bank, yang nantinya digunakan sebagai input permainan. Modul
praktikum yang
disusun berisi tujuan praktikum, kriteria penilaian, teori pengantar, dan teknis
permainan.
ii
digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah memahami perilaku sistem
nyata bisnis ritel. Mulai dari proses penentuan lokasi didirikannya ritel,
melakukan analisis kelayakan pendirian ritel, memilih supplier, memilih
jenis dan
jumlah barang yang akan dijual, menentukan harga jual yang tepat, dan menentukan jumlah persediaan barang yang optimal. Selain itu juga dapat memahami keterkaitan antar variabel dalam sebuah industri ritel, sehingga diperoleh gambaran mengenai cara untuk meningkatkan kinerja bisnis ritel tersebut. Keunggulan dari permainan simulasi bisnis ini antara lain biaya yang
dibutuhkan rendah, bebas risiko, menghemat waktu, serta tidak memerlukan
banyak asisten.
Kata kunci: Simulasi bisnis, praktikum PTI, ritel, minimarket, stella versi 9.1.3.
xvi + 136 hal; 50 gambar; 49 tabel; 7 lampiran Daftar pustaka: 25 (1994-2010)
vii
ABSTRACT
Iffa Ardhiyana, NIM: I 0305036. DESIGN OF SIMULATION RETAIL BUSINESS GAMES AS A TOOL FOR INDUSTRIAL ENGINEERING DESIGN PRACTICUM. Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, in April 2010.
In 2009, Industrial Engineering Design (IED) practicum simulated a
business process of manufacturing companies. However, the introduction of a
retail business system is also very important. Therefore, it needs to design a
business simulation game of retail industry because the retail industry is currently
growing rapidly, whether in market share, numbers of retailer, as well as sales
turnover. Using a simulation game as a learning method aims to make the students more easily understand the retail business process.
The design of computer based business simulation game consists of four steps. The first step is to design a game concept by preparing a technical game
and creating a causal loop diagram. The second step is to design a game model
using Stella software version 9.1.3. The next step is to design a user interface for
showing model behavior, facilitate data input, and make the game interface more
interesting. The final step is to verify and validate the model, develop practicum
iii
In this game, the students must perform site selection and feasibility
analysis of the retail establishment at the beginning of the game. After that students have to select suppliers, select the product items, determine the product
quantities as the initial inventory, arrange a schedule of the suppliers arrival,
calculate the product price, determine the purchased product quantity to the
suppliers, and calculate the bank debt that will be used as inputs for the game.
The practicum module contains practicum objectives, assessment criteria, literature review and rules of the game.
The trial results show that the business simulation game designed to be used as a tool for understanding the real system of retail business. It starts from
determining the retail locations, analyzing the retail feasibility, selecting suppliers, selecting the product items and quantities to be sold,
determining
appropriate pricing, and determining the optimal inventory quantity. In addition,
it also can help to understand the relationship among variables within a retail
industry, so that the students can get an idea of how to improve the retail business
performance. The advantages of this business simulation game are such as low
cost, risk free, saving time, and require fewer assistants.
Keyword: Business simulation, IED practicum, retail, minimarket, stella version
9.1.3.
xvi + 136 p; 50 pictures; 49 tables; 7 attachments
iv 1.6 Sistematika Penulisan……….………….. I-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Sistem Bisnis Ritel ... II-1 2.1.1 Pengertian Ritel ... II-1 2.1.2 Klasifikasi Retailing …….…... II-2 2.1.3 Organisasi dan Manajemen Bisnis Ritel (Minimarket)... II-9 2.2Permainan Simulasi Bisnis ...
2.3Konsep System Thinking ... 2.4Stella Versi 9.1.3 ... 2.5Akuntansi Perusahaan Dagang... 2.6Referensi Penelitian Sebelumnya ... BAB III METODOLOGI PENELITIAN
II-22 3.2Pengumpulan Data ...
3.3Perancangan Sistem ...
v DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3.3.1 Pembuatan Konsep Permainan ... 3.3.2 Perancangan Alat Bantu Praktikum Modul I ... 3.3.3 Perancangan Alat Bantu Praktikum Modul II ...
III-8 4.2Pembuatan Alat Bantu Permainan Simulasi Bisnis Ritel ...
IV-1 IV-7 IV-8 4.2.1 Modul I ………... IV-12 4.2.2 Modul II ………...
4.3Penyusunan Modul Praktikum …...………..………... 4.3.1 Modul untuk Praktikan ... 4.3.2 Modul untuk Asisten ... BAB V ANALISIS DAN IMPLEMENTASI SITEM
5.1 Uji Coba Simulasi ... 5.2 Analisis Hasil Uji Coba Simulasi ... 5.2.1 Analisis Input ... 5.2.2 Analisis Proses ... 5.2.3 Analisis Output ... 5.2.4 Penilaian ... 5.3 Perbandingan Praktikum Simulasi Bisnis Ritel dengan
Ritel Nyata ... 5.4 Pelaksanaan Praktikum untuk Menjawab Tujuan Praktikum ... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
vi
Keuntungan Minimarket Mandiri dan Waralaba ... Karakteristik Beberapa Jenis Ritel Modern ... Karakteristik Ritel Modern ... Tiga Jenis Penggolongan Barang ……….. Bentuk Jurnal Umum ... Bentuk Jurnal Pembelian ... Bentuk Jurnal Penerimaan Kas ... Bentuk Jurnal Penjualan ... Bentuk Jurnal Pengeluaran Kas ... Bentuk Buku Besar ... Pengumpulan Data ...…... Informasi Setiap Titik Usulan Ritel ………... Informasi awal yang diperlukan dalam
Pendirian Ritel ………... Kebutuhan Modal ... Komponen Biaya Operasional ... Perkiraan Rugi/Laba Usaha ... Data Supplier A1 ………... Data Supplier A2 ……… Data Supplier J1………. Contoh Daftar Item Barang dan Data Historis
vii Laporan Penjualan Ritel 1 ………. Laporan Penjualan Ritel 2 ………. Pelunasan Pembelian Ritel 1 ………. Pelunasan Pembelian Ritel 2 ………. Biaya Operasional Ritel 1 ………. Biaya Operasional Ritel 2 ………. Pendapatan Ritel 1 dan 2 ……… Pinjaman Bank Ritel 1 ……….. Pinjaman Bank Ritel 2 ……….. Cash flow Ritel 1 dan 2 ……….
Rekap Transaksi Ritel 1 ………. Jurnal Umum Ritel 1 ………. Buku Besar Akun Kas Ritel 1 ……….. Buku Besar Akun Penjualan Ritel 1 ………. Buku Besar Akun Pembelian Ritel 1 ………... Laporan R/L Ritel 1 ……….. Laporan R/L ritel 2 ……… Inventori Ritel Kelompok 1 ……….. Inventori Ritel Kelompok 2 ………. Perbandingan Permainan Simulasi Ritel dengan Ritel (Minimarket) ………. Pelaksanaan Praktikum Menjawab Tujuan Praktikum..
viii
Mata Rantai Perdagangan Ritel ………. Pengklasifikasian Ritel Berdasarkan
Hargadan Pelayanan... Tipe Ritel berdasar Lebar dan Kedalaman Barang yang Ditawarkan ………... Struktur Organisasi ritel ……….…….... Causal Loop Diagram……….
Reinforcing Loop Diagram……….
Balancing Loop Diagram………... Siklus Akuntansi ... Metode Penelitian ………..……… Diagram Causal Loop ………
Urutan Praktikum Perancangan Teknik Industri ………… Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Kedatangan Supplier ……… Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Kedatangan Pelanggan ………. Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Pemilihan Barang ……… Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Pelayanan Kasir ……….. Modul dengan Penambahan Station dan Route pada Animasi Pelanggan Keluar Toko ……….. Animasi Proses Bisnis Ritel ……….….. Peta Lokasi Ritel ……… Peta Lokasi Ritel Skala Besar ……… Gambar Keseluruhan Model ... Model Kas ... Penjualan ... Pinjaman dan Cicilan Bank ...
ix
Pembelian ke Supplier Lunas tanpa Lead Time ... Pembelian ke Supplier Lunas dengan Lead Time ... Pembelian ke Supplier Kredit tanpa Lead Time ... Pembelian ke Supplier Kredit dengan Lead Time ... Model Biaya Operasional ... Menu Utama ………... Tampilan Menu Input Asisten ……… Tampilan Menu Input Praktikan ……… Menu Report ……..……… Contoh Notifikasi Program Belum Verify ………. ContohHeadline Newspaper ………. Form Purchase Order ……… Jadwal Kedatangan Supplier Ritel 1 ……….. Jadwal Kedatangan Supplier Ritel 2 ……….. Lay Out Praktikum ……….
Contoh Tampilan Kedatangan Supplier Ritel 1 …………. Contoh Tampilan Kedatangan Supplier Ritel 2 …………. Input Order Pembelian Sebelum Direvisi ………..
Input Order Pembelian Sebelum Setelah Direvisi ………..
Notifikasi Jumlah Minimal Order ……….. Input Marjin Keuntungan Sebelum Revisi ………
Input Marjin Keuntungan Setelah Revisi ………..
Harga Beli Supplier Normal ……….. Harga Beli Supplier Setelah Naik ………. Potongan Harga Sebelum dan Sesudah Diganti ………… Permintaan Maksimum Sebelum Naik ………. Permintaan Maksimum Setelah Naik ………..
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran.1Lampiran 2
Lampiran 3 Lampiran 4
Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7
Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri untuk Praktikan ………..…….. Modul Praktikum Perancangan Teknik Industri untuk Asisten ... Data Supplier ………... Data Item Barang, Historis Penjualan, dan Marjin
Keuntungan Normal ……….……... Profil Perusahaan Minimarket Andina Mart …...….... Silabi Mata kuliah Perancangan Teknik Industri ……….. Hasil Uji Coba Permainan Simulasi Bisnis Ritel
yang Dirancang ...
L1-1
L2-1
L3-1 L4-1
L5-1 L6-1
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat perancangan permainan simulasi bisnis serta batasan masalah sebagai pembatas penelitian agar tema tidak meluas.
1.1 LATAR BELAKANG
Dewasa ini, perubahan menjadi ciri utama dalam menjalankan bisnis baik pada industri manufaktur, jasa, maupun dagang (ritel). Perubahan tersebut menuntut hadirnya sumber daya manusia yang siap menghadapi perubahan dengan dibekali oleh pengetahuan dan keahlian yang mencukupi. Sejalan dengan hal tersebut, dunia pendidikan dituntut untuk semakin meningkatkan metode pengajarannya. Salah satu metode pengajaran yang dapat menjawab permasalahan tersebut adalah dengan permainan simulasi. Permainan simulasi sebagai sebuah metode pengajaran menawarkan kelebihan-kelebihan yang tidak mampu diberikan oleh metode pengajaran biasa. Permainan simulasi sanggup memberikan
kedinamisan kepada peserta dalam proses pembelajarannya dan mampu
memberikan sebuah umpan balik yang cepat, kedua hal tersebut adalah hal yang penting dalam sebuah metode pembelajaran yang efektif (Hidayatno dan
Mahfudz, 2005).
Kompetensi yang dihasilkan melalui pembelajaran dengan simulasi
berdasarkan penelitian yang dilakukan Li, Greenberg, dan Nicholls, (2007), rata-rata lebih tinggi daripada metode pengajaran biasa, karena pada metode
pembelajaran biasa jarang sekali memasukkan kompetensi seperti manajemen operasi, mengambil risiko, menggunakan rencana strategis, membangun kerja sama tim, mengembangkan kemampuan interpersonal, dan diskusi. Secara
keseluruhan, pembelajaran dengan simulasi lebih baik bagi peserta didik yang siap kerja, mencapai tujuan studi (achieve educational goals), dan dapat
memanfaatkan waktu dengan efektif (utilize time).
2
pengalaman belajar, kemampuan dan keahlian dalam hal perencanaan, perancangan dan perbaikan. Kompetensi lain dari kurikulum Teknik Industri adalah memberikan penguasaan untuk mengidentifikasikan, memformulasikan dan memecahkan permasalahan sistem secara integral, menumbuhkan
kemampuan berkomunikasi secara efektif, menumbuhkan penguasaan wawasan yang luas, menumbuhkan kemampuan bekerja dalam kelompok yang bersifat multi disiplin, memberikan penguasaan untuk menerapkan teknik dan alat analisis baru yang diperlukan, menanamkan kesadaran tentang tanggung jawab profesi dan etika, dan menanamkan kesadaran tentang pentingnya belajar secara
berkelanjutan. Kurikulum yang ada dapat memberikan peluang kepada mahasiswa untuk mengembangkan diri dan melanjutkan studi ke strata yang lebih tinggi. Kompetensi dari kurikulum dapat mengembangkan keterampilan mahasiswa yang berorientasi ke arah karir dan perolehan pekerjaan (Jurusan Teknik Industri UNS, 2009).
Untuk mendukung kompetensi tersebut, maka dalam kurikulum baru disusun satu mata kuliah baru berbentuk praktikum yaitu Perancangan Teknik Industri. Mata kuliah ini diharapkan menjawab tantangan kompetensi kurikulum Teknik Industri yaitu memberikan penguasaan untuk mengidentifikasikan, memformulasikan dan memecahkan permasalahan sistem secara integral, menumbuhkan kemampuan berkomunikasi secara efektif, menumbuhkan penguasaan wawasan yang luas, dan menumbuhkan kemampuan bekerja dalam kelompok yang bersifat multi disiplin. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak Jurusan Teknik Industri untuk dapat mengimplementasikan mata kuliah Perancangan Teknik Industri dalam suatu praktikum yang terintegrasi dengan memperhatikan semua aspek bisnis yang ada (Jurusan Teknik Industri UNS, 2009).
Namun, Praktikum Perancangan Teknik Industri yang telah dilaksanakan saat ini baru diimplementasikan di bidang manufaktur yaitu pada perusahaan shuttlecock, padahal pengenalan sistem bisnis di bidang ritel juga tidak kalah
3
industri ritel untuk mengenalkan bisnis ritel dan memberikan pemahaman mengenai proses bisnis ritel pada mahasiswa Teknik Industri.
Pada industri ritel khususnya minimarket terdapat aktivitas seperti peramalan permintaan, perencanaan pembelian, penjualan, pengendalian
persediaan, perencanaan keuangan, penyusunan laporan keuangan, yang mampu mengakomodasi tujuan khusus yang diharapkan dari Praktikum Perancangan Teknik Industri. Tujuan khusus tersebut antara lain agar praktikan (i) mampu mengamati dan mengatasi masalah-masalah yang timbul pada industri ritel, (ii) mampu menghitung parameter dan performansi sistem bisnis ritel (iii) memahami dan mampu melakukan peramalan penjualan, (iv) memahami metodologi
perencanaan dan pengendalian persediaan pada industri ritel, (v) mengerti dan memahami informasi dan metode yang diperlukan dalam menyusun suatu rencana pembelian dan penjualan barang, (vi) membuat perencanaan kebutuhan barang, (vii) mampu mengklasifikasi biaya dan menggunakan tools tertentu untuk mengestimasi biaya pada ritel, dan (viii) mampu mengelola keuangan dan cash flow suatu perusahaan (Jurusan Teknik Industri UNS, 2009).
Permainan simulasi bisnis ini dibuat dengan berbasis komputer karena dengan menggunakan simulasi komputer dengan bantuan software ada variabel-variabel tertentu yang dapat dikontrol atau dikendalikan, salah satunya seperti jumlah permintaan. Sehingga dengan adanya variabel yang dapat dikontrol tersebut, tujuan umum dari Praktikum Perancangan Teknik Industri pada ritel yaitu mahasiswa sanggup memahami proses bisnis di industri ritel dan mampu menjalankan proses bisnis tersebut dalam bentuk simulasi bisnis dapat tercapai.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
4
sebagai sarana pembelajaran guna meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap kajian sistem bisnis ritel? “.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah di atas adalah : 1. Merancang permainan simulasi bisnis industri ritel yang interaktif sebagai
sarana dalam pembelajaran konsep simulasi bisnis ritel yang efektif, mudah dipahami, dan mendekati sistem nyata.
2. Merancang modul praktikum simulasi bisnis ritel untuk praktikan dan asisten.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang ingin diberikan bagi Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis dengan adanya penelitian ini antara lain:
1. Diperoleh alat bantu untuk mempermudah memahami perilaku ”real system” bisnis ritel dan memahami keterkaitan antar variabel dalam
sebuah industri ritel sehingga diperoleh gambaran mengenai cara untuk meningkatkan kinerja (performance) bisnis ritel tersebut.
2. Permainan simulasi bisnis mampu menciptakan suasana belajar mengajar yang efektif dan interaktif.
3. Permainan simulasi bisnis ritel yang dibuat dengan berbasis komputer dapat menekan biaya, bebas risiko, menghemat waktu, serta tidak memerlukan banyak asisten.
1.5 BATASAN MASALAH
5
1. Pihak yang terlibat dalam simulasi bisnis ritel ini adalah supplier, peritel, perbankan, dan konsumen.
2. Proses bisnis yang disimulasikan adalah pembelian barang ke supplier, penjualan barang ke konsumen, dan keuangan.
3. Jenis ritel modern yang digunakan dalam penelitian adalah minimarket.
1.6 ASUMSI
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Setiap minimarket mempunyai proses bisnis yang meliputi proses pengadaan barang, penyimpanan barang, penjualan, pencatatan dan pelaporan keuangan, sehingga dapat diasumsikan bahwa minimarket Andina Mart dapat mewakili minimarket secara umum.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian yang dilakukan sehingga
memberikan pengetahuan sesuai tujuan penelitian, dan batasan-batasan yang digunakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga analisis dilakukan secara teoritis. Teori yang akan dikemukakan dalam hal ini adalah tentang sistem bisnis ritel,
pembelajaran dengan metode simulasi, konsep system thingking,
6 BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian dalam bentuk flowchart, membahas tentang tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah sesuai dengan permasalahan yang ada mulai kerangka berpikir, pengumpulan data, pembuatan konsep permainan, perancangan alat bantu praktikum, dan pembuatan modul praktikum baik untuk asisten dan praktikan.
BAB IV PERANCANGAN SISTEM
Bab ini membahas tentang perancangan sistem yang terdiri dari pembuatan konsep permainan, pembuatan causal loop diagram, perancangan model permainan, pembuatan peraturan, dan tata cara permainan yang digunakan dalam simulasi bisnis ritel yang nantinya digunakan dalam perancangan alat bantu yang diperlukan untuk mendukung Praktikum Perancangan Teknik Industri.
BAB V ANALISIS DAN IMPLEMENTASI SISTEM
Bab ini berisi tentang analisis dan implementasi sistem yang berisi hasil uji coba permainan simulasi bisnis ritel, apakah program permainan yang dhasilkan sudah sesuai dan menjawab tujuan praktikum atau belum. Uji coba permainan dilakukan kepada asisten praktikum PTI yang akan datang. Uji coba pemainan dilakukan dengan mencoba menjalankan praktikum untuk dua periode simulasi, setelah itu akan dianalisis apakah permainan yang dibuat sudah mampu menjawab tujuan yang diharapkan dari praktikum Perancangan Teknik Industri khususnya bidang jasa yakni bisnis ritel.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang diperlukan dalam mendukung
penelitian sehingga pelaksanaan penelitian, tahap perancangan sistem, hasil dan analisis permasalahan dapat dilakukan secara teoritis. Pengetahuan mengenai sistem bisnis ritel, silabi mata kuliah Perancangan Teknik Industri, siklus akuntansi, dan referensi penelitian sebelumnya diperlukan guna menunjang pembahasan masalah.
2.1 SISTEM BISNIS RITEL 2.1.1 Pengertian Ritel
Ritel berasal dari kata retail yang berarti eceran. Bisnis ritel merupakan suatu bisnis menjual dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau pengguna akhir lainnya. Aktivitas nilai tambah yang ada dalam bisnis ritel diantaranya meliputi assortment, holding inventory, dan providing service (Sopiah dan Syihabudhin, 2008).
Bisnis ritel adalah penjualan barang secara eceran pada berbagai tipe gerai seperti kios, pasar, department store, butik dan lain-lain (termasuk juga penjualan dengan sistem delivery service), yang umumnya untuk dipergunakan langsung oleh pembeli yang bersangkutan (Foreign Agricultural Services, dalam Pandin, 2009).
Bisnis ritel merupakan mata rantai dari alur distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen akhir. Sebagai mata rantai, maka bisnis ritel adalah perantara perdagangan yang memiliki ketergantungan pasokan barang dan jasa kepada produsen/pemasok. Gambar mata rantai perdagangan ritel pada gambar 2.1.
Produsen
Distributor Sub Distributor
9
Gambar 2.1 Mata Rantai Perdagangan Ritel
Sumber: Hartono, 2007
2.1.2 Klasifikasi Retailing
Scoell dalam Sopiah dan Syihabudhin (2008), mengklasifikasikan
perusahaan atau perdagangan eceran ke dalam berbagai bentuk berdasarkan lima klasifikasi (bentuk kepemilikan, struktur operasional, orientasi harga dan
pelayanan, barang yang ditawarkan, serta dimana peritel menjual barang dagangannya). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
A. Bentuk Kepemilikan
Seperti halnya beberapa jenis usaha bisnis yang lain, dimana kepemilikan dapat berupa sewa beli, kerja sama, atau perusahaan. Kebanyakan usaha ritel dilakukan menggunakan sewa beli dan kerja sama (partnership). Di antara bentuk kepemilikan itu adalah Consumer Cooperatives (Coops), dimana customer juga bertindak sebagai investor (customer investors) akan menerima bunga atas investasi yang dilakukannya, dan setiap orang memiliki hak untuk keluar dari keanggotaan tersebut. Kebanyakan anggota maupun nonanggota membayarkan sejumlah uang yang relatif sama dengan jumlah uang di beberapa ritel yang lain, dan laba yang diterima oleh anggota pemilik (member owners) didasarkan atas jumlah pembelian mereka dari anggota. Bentuk itu akan mampu membangun loyalitas customer. Di beberapa negara, bentuk itu cukup berhasil dalam
mengembangkan usaha ritel. Pada umumnya, usaha dengan bentuk tersebut cukup sukses di wilayah dimana peritel(pelaku bisnis ritel) tradisonal tidak cukup efisien atau melakukan mark up yang tinggi. Risiko kegagalan dalam menjalankan usaha ini terutama dikarenakan pengelolaan yang tidak efisien dan kurangnya
pengalaman.
10
Tanpa mengabaikan bentuk usaha ritel yang didasarkan pada kepemilikannya, sebuah ritel dapat pula dijalankan sebagai:
a. Usaha peritel yang mandiri (retail independent) b. Jaringan peritel
c. Asosiasi independent retailer d. Organisasi franchise
Seorang atau perusahaan yang memiliki dan menjalankan sebuah toko disebut ritel mandiri (independent retailer). Kebanyakan usaha ritel adalah independent, dan sebagian besar dari mereka menjalankan dengan sistem nilai
guna dan partnership.
Jaringan ritel (retail chain) adalah suatu bentuk usaha ritel yang memiliki dua atau lebih ritel yang relatif sama, dengan salah satu toko sebagai sentralnya. Pada beberapa bentuk ritel yang memiliki jumlah toko cukup besar bisa
diklasifikasikan sebagai bentuk jaringan ritel. Dilihat dari bentuk kepemilikan, sebagian besar chain-retailer berbentuk korporasi.
Para pedagang yang bersedia menjadi jaringan dan para peritel yang bekerja sama dalam suatu jaringan pada dasarnya dibentuk dalam upayanya agar bersaing lebih efektif dengan perusahaan-perusahaan dengan jaringan toko yang banyak. Para anggota asosiasi, meski cara kepemilikannya adalah independen, dapat menikmati beberapa keunggulan dari anggota asosiasi yang lain. Contoh dari jaringan kerja sama ini adalah asosiasi pedagang grosir.
Perusahaan manufaktur serta perusahaan jasa yang menggunakan sistem franchise mengombinasikan keunggulan dari sistem kepemilikan independen
dengan organisasi jaringan (chain-retailer). Sebuah franchise akan mendapatkan lisensi untuk membuka usaha, dengan bantuan ke franchisor ke franchisee. Sistem franchise tersebut menyediakan modal dan ekspansi yang cepat bagi franchisor,
serta memfasilitasi franchisee dengan suatu pedoman (blue print) cara kerja demi kesuksesan. Secara lebih jelasnya keunggulan minimarket mandiri dengan
minimarket waralaba ( franchise) menurut Hartono, (2007) ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut ini:
11 tidak perlu harus ratusan juta rupiah. 2. Perubahan harga jual bisa ditentukan
setiap saat.
3. Laba usaha untuk pemilik sendiri, tidak perlu mambayar royalti.
4. Pemilik dituntut kreativitas dan inovasinya untuk membangun bisnis, sehingga dapat mempertajam kemampuan bisnis.
5. Bila sudah maju dan cukup modal bisa dikembangkan menjadi bisnis waralaba.
2. Merek/ brand sudah terkenal
3. Tidak direpotkan dengan pengadaan barang dagangan.
4. Tidak perlu promosi sendiri, karena sudah dilakukan oleh pemilik merek (pewaralaba)
Sumber: Hartono, 2007
Dengan melihat beberapa keuntungan di atas, mendirikan minimarket mandiri lebih menarik untuk dijadikan alternatif sebagai peluang usaha. Apalagi jika dikaitkan pada faktor permodalan maka mendirikan minimarket mandiri lebih fleksibel dalam mnentukan nilai investasi awal, serta dengan mendirikan
minimarket mandiri tentunya akan mempertajam kemampuan bisnis karena dituntut untuk selalu melakukan inovasi dan kreativitas dalam menjalankan usaha. C. Orientasi Harga dan Pelayanan
Pada gambar 2.2 berikut mengidentifikasikan empat macam pilihan bagaimana peritel memposisikan harga dan pelayanan mereka. Dengan
12
Gambar 2.2 Pengklasifikasian Ritel Berdasarkan Harga dan Pelayanan
Sumber: Schoell Guiltinan (1990):409 dalam Sopiah dan Syihabudhin, 2008
Kuadran 1 dan 4 dari gambar di atas adalah posisi alternatif yang tidak banyak memberikan keuntungan kepada peritel. Posisi kuadran 1 memperendah kemampuan peritel. Toko-toko baru biasanya berada pada kondisi tersebut karena diberikannya beragam pelayanan kepada konsumen, tetapi tidak banyak
memberikan kekuatan untuk bisa menutup keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan. Posisi kuadran 4 merupakan keseluruhan biaya yang telah
dikeluarkan. Posisi kuadran 4 merupakan permasalahan yang saling sulit, dimana peritel harus menanggung biaya-biaya pelayanan yang tidak bisa dipenuhi. Beberapa ritel tradisional sering mengalami kondisi tersebut pada saat mereka harus bersaing dengan beragam ritel baru yang masuk, terutama yang berada di kuadran 3. Meskipun posisi kuadran 1 dan 4 mungkin bisa berjalan dalam jangka pendek, tetapi ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang mereka akan mengalami kesulitan untuk bisa bertahan dalam persaingan dengan para peritel baru. Di kuadran 1, peritel sendiri yang akan terkecoh dengan posisinya. Sebaliknya, konsumenlah yang merasa tertipu di kuadran 4. Pada kuadran 2 merupakan strategi peritel yang berorientasi pada pelayanan terbaik. Peritel menawarkan berbagai bentuk pelayanan kepada konsumen disertai fasilitas lain. Toko-toko khusus (specialty stores) menjual satu jenis produk, tetapi dengan strategi pelayanan yang istimewa. Sebagai konsekuensinya, harga produk yang
Quadrant 1 Quadrant 2
Quadrant 3 Quadrant 4
13
dijual relatif tinggi. Beberapa department store juga sudah menggunakan pendekatan tersebut dalam menjalankan operasinya, dengan menyediakan jenis-jenis produk yang spesifik. Tantangan bagi peritel di posisi ini banyak
berdatangan dari para pesaing baru yang masuk dan memposisikan diri di kuadran 3. Dengan memilih segmen pasar dan menetukan target market, mereka
menawarkan beragam potongan harga dan pelayanan khusus yang memang tidak cukup penting bagi konsumen. Low-price low-service, itulah posisi yang
dikembangkan di kuadran 3. Jika diamati, toko-toko yang menggunakan strategi itu kini berjumlah cukup besar. Di sini, peritel meniadakan beberapa bentuk pelayanan tambahan, tetapi memprioritaskan layanan pokok yang diperlukan oleh konsumen (sarana parkir, keamanan, dan penerangan) sehingga bisa menurunkan harga dari barang-barang dagangannya.
D. Barang Dagangan yang Ditawarkan
Bauran barang dagangan terdiri atas semua produk yang memungkinkan para peritel untuk menjangkau target konsumennya. Ada dua dimensi bauran barang dagangan, yaitu kelebarannya (sempit-lebar) dan kedalamannya (dangkal-dalam).
Lebar barang dagangan (merchandise breadth) adalah beragam produk yang ditawarkan oleh peritel untuk dijual. Sebagai contoh, sebuah toko yang hanya menjual aneka dasi pria. Pada umumnya toko-toko khusus mempunyai lebar barang dagangan yang sangat sempit, sedangkan department stores dan toko diskon memiliki cukup banyak jenis barang yang bisa ditawarkan. Tingkatan tertinggi dari merchandise breadth tersebut adalah hypermarket. Toko jenis itu menawarkan jenis produk yang sangat banyak, mulai dari makanan hingga kebutuhan yang kurang berguna bagi konsumen.
Kedalaman barang dagangan (merchandise depth) adalah tersedianya berbagai pilihan atas barang dagangan yang ditawarkan. Toko dasi, sebagaimana gambaran di atas, tidak menjual baju maupun celana, tetapi menawarkan
sejumlah model, corak, merek, warna, dan bahan dasi untuk dipilih. Sementara itu, hipermarket menawarkan jenis barang dalam jumlah yang sangat besar, tetapi tidak menyediakan banyak pilihan untuk satu jenis produk. Oleh karena
14
ditawarkan banyak pilihan untuk suatu jenis lini produk. Secara lebih lengkapanya digambarkan pada gambar 2.3 di bawah ini:
Gambar 2.3 Tipe Ritel berdasar Lebar dan Kedalaman Barang yang Ditawarkan
Sumber: Sopiah dan Syihabudhin, 2008
E. Cara Peritel Menjual Barang Dagangannya
Kebanyakan peritel mengambil tempat di dalam sebuah toko ritel, dimana konsumen akan pergi ke toko/ritel tersebut untuk berbelanja. Selama beberapa tahun terakhir ini, telah tumbuh strategi penjualan ritel yang tidak menggunakan toko/gerai sebagai tempat menjual barang dagangannya. Strategi itu disebut non-store retailling. Non-non-store retailliing berarti melakukan penjualan kepada
konsumen melalui saluran selain toko, seperti surat, telepon, atau internet. Sedangkan bisnis ritel di Indonesia sendiri menurut Hartono (2007), dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni ritel tradisional (warung dan toko tradisional) dan ritel modern (minimarket, supermarket, dan kini mulai bermunculan hypermarket). Ritel modern pada dasarnya merupakan
pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang menuntut kenyamanan lebih dalam berbelanja (Pandin, 2009). Jenis-jenis ritel modern dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Jenis Ritel Modern
15
URAIAN PASAR MODERN
(PASAR SWALAYAN) DEPARTEMENT STORE SPECIALITY STORE
MALL/ SUPERMALL/ Trend saat ini adalah produk elektronik dan
Pusat jual beli barang sandangm papan, kebutuhan sehari-hari, dll. Secara grosiran dan eceran yang didukung
* Dilakukan secara eceran dan cara pelayanan
Sumber: Peraturan Presiden no.112 th 2007, Media Data dalam Pandin (2009)
Perbedaan utama dari ritel modern (minimarket, supermarket, dan hypermarket) terletak pada luas lahan usaha dan range jenis barang yang
diperdagangkan, dapat dilihat pada tabel 2.3. Berikut karakteristik dari ke-3 jenis ritel modern tersebut (Pandin, 2009):
Tabel 2.3 Karakteristik Ritel Modern
Uraian Minimarket Supermarket Hypermarket
Jumlah item < 5000 item 5000 - 25000 item > 25000 item Jenis Produk Makanan kemasan,
barang-barang hygienis pokok
Makanan, barang-barang rumah tangga
Makanan, barang-barang rumah tangga, elektronik, pakaian, alat olahraga
Model Penjualan Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan
Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan
Dilakukan secara eceran, langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan Luas Lantai Usaha
(BerdasarPerpres No. 112 th 2007)
Maksimal 400m2 4000 - 5000 m2 > 5000 m2
Luas Lahan Parkir Minim Standard Sangat Luas
Modal (di luar tanah bangunan)
s/d 200 juta Rp 200 juta - Rp 10 Milyar Rp 10 Milyar ke atas
Sumber: Peraturan Presiden no.112 tahun 2007, AC Nielsen, Suryadarma dkk dalam Pandin(2009)
16
Organisasi adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang memiliki tujuan yang telah ditetapkan. Minimarket dapat disebut sebagai organisasi, karena tidak mungkin minimarket dikelola seorang diri. Oleh karenanya jika hendak
mendirikan minimarket maka berarti kita mendirikan organisasi (Hartono, 2007). Struktur organisasi yang ideal pada ritel memiliki struktur pada gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Struktur Organisasi ritel
Sumber: Hartono, 2007
Namun, untuk minimarket mandiri dapat menyesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa jabatan dapat dirangkap oleh satu orang atau dirangkap oleh kepala toko. Namun, pembagian tugas dan tanggung jawab harus jelas dan dijabarkan dalam deskripsi jabatan. Tentunya hal ini akan memudahkan bagi pemilik untuk melakukan pengendalian internal (Hartono, 2007).
B. Deskripsi Jabatan
Berikut ini adalah deskripsi jabatan pada ritel menurut Hartono, (2007). 1. Kepala Toko (biasanya dipegang oleh pemilik toko sendiri)
a. Membuka dan menutup toko.
b. Membuat jadwal kerja untuk seluruh bagian.
c. Memeriksa laporan penjualan harian, mingguan, dan bulanan. d. Menindaklanjuti permasalahan yang ada setiap saat.
e. Memimpin pemeriksaan persediaan secara berkala (stock opname). f. Memesan pembelian barang dagangan yang diminta bagian gudang. g. Bertanggung jawab atas operasional minimarket secara keseluruhan. 2. Bagian Gudang
a. Memeriksa setiap saat jumlah persediaan barang dagangan di gudang. b. Mengajukan permohonan kepada kepala toko untuk melakukan pemesanan
barang dagangan yang jumlahnya sudah di batas minimal stok.
c. Memeriksa tanggal kadaluwarsa barang untuk kemudian dilaporkan kepada kepala toko untuk di-retur.
Kepala Toko
17
d. Melakukan stock opname yang didampingi satu orang pegawai lain (administrasi/keuangan) untuk kemudian dilaporkan hasilnya kepada kepala toko.
e. Mengisi kekosongan barang dagangan di rak display atas permintaan pramuniaga.
f. Bertanggung jawab atas persediaan barang dagangan di gudang kepada kepala toko.
3. Pramuniaga
a. Membukakan pintu masuk yang akan berkunjung ke gerai.
b. Melayani konsumen dalam mencari barang yang dibutuhkan konsumen. c. Membersihkan ruang gerai dan perlengkapan toko bersama bagian lain yang
tidak sibuk.
d. Memeriksa setiap saat persediaan barang dagangan yang ada di rak display. e. Meminta pengisian kekosongan barang dagangan kepada bagian gudang. f. Bertanggung jawab kepada kepala toko.
4. Kasir
a. Melayani konsumen yang akan melakukan transaksi pembelian. b. Meng-input data penjualan.
c. Membuat laporan kas setiap hari.
d. Menghitung jumlah uang kas pada awal jam buka sampai tutup gerai. e. Bertanggung jawab kepada kepala toko.
5. Administrasi/Keuangan
a. Mengelola surat-menyurat dan kearsipan. b. Membuat laporan keuangan secara berkala.
c. Membantu kepala toko dalam memeriksa laporan penjualan dari kasir. d. Membantu kepala toko dalam membuat laporan pembelian secara berkala. e. Membantu kepala toko memeriksa laporan persediaan dari bagian gudang. f. Bertanggung jawab kepada kepala toko.
C. Manajemen Minimarket
18
pengelolaan bisnis dalam mencapai tujuannya. Tujuan melakukan bisnis
minimarket adalah memperoleh keuntungan yang optimal dari hasil operasional. Hasil operasional utama sebuah bisnis minimarket adalah penjualan barang dagangan yang disediakan. Selain itu ada pula penghasilan lain berupa penjualan barang bekas (eks kemasan) berupa karton box, hasil kompensasi atas space (ruang) yang dipakai oleh pemasok untuk mempromosikan barangnya, dan penyewaan space (ruang) teras kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha. Adapun fungsi manajemen biasanya meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Dari keempat fungsi tersebut dijabarkan aktivitas operasional (proses bisnis internal) minimarket yang dapat dibagi dalam beberapa aspek: sumber daya manusia, keuangan, barang dagangan, dan fasilitas. Selain itu kegiatan lain yang mendukung dan mendorong
berputarnya roda bisnis minimarket adalah rencana pemasaran yang bersinggungan dengan konsumen (Hartono, 2007).
D. Mengelola Keuangan Ritel
Aspek keuangan juga memegang peranan yang penting dalam bisnis minimarket.
1. Administrasi Keuangan
Penataan administrasi keuangan sangat dibutuhkan untuk lebih memahami arti dan fungsi keuangan dalam menjalankan bisnis. Untuk itu diperlukan untuk membuat administrasi keuangan yang sederhana seperti buku kas, buku
pembelian, buku persediaan barang, buku penjualan, buku utang, dan buku piutang, yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencatat transaksi keuangan minimarket. Jika ingin mengetahui keuntungan dan kerugian usaha, maka harus dibuat laporan keuangan yang lengkap (Hartono, 2007). Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkapnya:
a. Buku Kas
Buku kas adalah buku untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran kas. Sumber data untuk mencatatnya adalah bukti kas masuk (dapat dilihat di laporan penjualan harian) dan bukti faktur asli pembelian.
19
Buku pembelian adalah buku untuk mencatat transaksi pembelian, baik tunai maupun kredit. Sumber data untuk mencatatnya adalah copy faktur pembelian (faktur penjualan supplier) untuk transaksi kredit dan faktur asli untuk
transaksi tunai. c. Buku Utang
Buku utang adalah buku untuk mencatat transaksi yang dilakukan secara kredit, misalnya untuk pembelian kredit untuk barang dagangan. Sumber data untuk mencatatnya adalah copy faktur pembelian kredit.
d. Buku Stok/Persediaan
Buku stok/persediaan atau sering disebut kartu stok adalah buku untuk mencatat persediaan barang dagangan. Untuk minimarket mandiri dapat cukup digabung menjadi satu buku antara persediaan di gudang dan persedian di toko. Namun sekarang di minimarket kebih disarankan menggunakan POS Probiz Smart Point (program komputer untuk kasir), dimana dalam program
tersebut sudah ada laporan stok yang secara otomatis akan menambah jumlah barang jika ada pembelian dan mengurangi jumlah barang jika ada penjualan. e. Buku Piutang
Buku piutang adalah buku untuk mencatat piutang-piutang toko kepada pelanggan atau pinjaman ke pegawai. Karena usaha yang dibangun adalah minimaret dengan penjualan secara tunai, maka tidak perlu membuat buku piutang. Tetapi dapat saja dibuat jika ada pegawai kas bon. Buku piutang adalah kebalikan dari buku utang.
f. Buku Penjualan
Buku penjualan adalah buku untuk mencatat transaksi penjualan.
2. Efisiensi Keuangan a. Efisiensi Kas
20
sampai akhir jatuh tempo, meminimalisasi piutang, dan meningkatkan perputaran persediaan barang dagangan. Selain itu kas yang tersedia di minimarket tidak perlu terlalu banyak. Karenanya kita harus menentukan jumlah kas minimum per hari. Kas minimum dapat ditetukan dengan menghitung besarnya kewajiban yang harus dipenuhi pada hari yang sama ditambah uang untuk kembalian (Hartono, 2007).
b. Meminimalisasi Piutang
Piutang adalah tagihan perusahaan terhadap pihak lain (konsumen, karyawan, dan pemilik). Minimarket tidak mengenal penjualan kredit, maka sewajarnya transaksi dilakukan secara tunai. Kalau pun ada piutang, kemungkinan yang terjadi adalah pinjaman (kas bon) karyawan atau pemilik minimarket. Tetapi kemudian jumlah piutang harus diminimalisasi. Bila perlu kebijakan untuk kas bon ditiadakan kecuali darurat, misalnya untuk keperluan berobat (Hartono, 2007).
c. Meningkatkan Perputaran Persediaan
Dalam bisnis minimarket, yang harus dilakukan untuk meminimalkan kebutuhan uang tunai adalah meningkatkan perputaran persediaan. Peningkatan persediaan akan mengurangi kebutuhan jumlah kas untuk oprasional. Pemeriksaan yang dilakukan setiap saat terhadap persediaan barang dagangan baik yang berada di rak display maupun di gudang adalah langkah awal dalam percepatan tingkat perputaran (Hartono, 2007).
d. Pentingnya Perancanaan Keuangan
Dalam bisnis minimarket, membuat perencanaan keuangan akan memudahkan kita untuk merencanakan penerimaan dan pengeluaran keuangan. Perencanaan keuangan dapat dibuat secara mingguan dengan menitikberatkan pada penerimaan dan pengeluaran uang tunai atau kas. Penerimaan uang tunai dalam bisnis minimarket biasanya diperoleh dari hasil penjualan setiap harinya, penjualan kardus bekas kemasan, kompensasi atas space yang digunakan pemasok untuk media promosi, dan kemungkinan
21
dagang, gaji karyawan, bayar listrik/telepon, dan biaya operasioanal lainnya yang dibayar tunai (Hartono, 2007).
E. Mengelola Barang Dagangan
Barang dagangan merupakan bauran produk yang menjadi aset terbesar dalam sebuah bisnis minimarket. Sehingga barang dagangan harus dikelola secara sistematis dan menyeluruh. Ada pun unsur-unsur pengelolaan barang dagangan dalam bisnis minimarket adalah pengadaan barang dagangan, pengelompokan barang, dan penjualan barang (Hartono, 2007).
1. Pengadaan Barang a. Pemesanan Pembelian
Pengadaan barang dagangan dimulai dari proses pemesanan sampai pada penempatan barang-barang dagangan di rak display. Proses pembelian dilakukan dengan cara memesan, baik lewat telepon maupun melalui sales yang mengunjungi toko. Pengadaan barang dagangan harus memiliki ketepatan dalam jenis, model, warna, ukuran, merek, dan harga. Selain itu, penempatan di rak toko harus tepat sesuai kategori/golongan yang sudah disediakan (Hartono, 2007).
Pemesanan barang dagangan dapat dilakukan dengan berbagai
pertimbangan yaitu perhitungan berapa lama waktu yang dibutuhkan mulai barang dipesan sampai barang datang (lead time), jumlah yang cukup untuk memenuhi konsumen dalam satu periode penjualan, dan batas jumlah minimal stok barang (Hartono, 2007). Misalnya untuk kacang kulit Garuda 500 gram biasanya datang lima hari setelah pemesanan, dan penjualan rata-rata perhari 4 bungkus, maka stok minimal yang harus ada saat pemesanan barang adalah 5 hari x 4 bungkus = 20 bungkus. Jadi pemesanan kacang kulit Garuda 500 gram harus dilakukan saat jumlah persediaan minimal 20
bungkus.
b. Penerimaan Barang dan Retur
22
keadaan baik atau ada yang cacat, selain itu juga memeriksa tanggal kadaluarsa. Untuk kondisi yang kurang baik (cacat), dikembalikan (retur) kepada pemasok (Hartono, 2007).
c. Penempatan
Barang dengan kondisi baik dan tanggal kadaluwarsa yang masih lama ditempatkan terlebih dahulu ke gudang, kemudian tempatkan ke rak display untuk barang-barang yang sudah kosong (Hartono, 2007).
2. Persediaan Barang Dagangan
Bisnis ritel adalah bisnis yang sangat tergantung pada ketersediaan inventori atau barang dagangan (Gusway, 2007). Inventori ritel yang sehat adalah inventori dengan nilai ITO (Inventory Turn Over) yang kecil. ITO digunakan untuk
mengukur seberapa efektif peritel memanfaatkan investasinya pada inventori. ITO merupakan angka yang terbentuk dari perbandingan antara rata-rata inventori dan sales. Ada banyak metode yang dipakai untuk mengukur ITO, berikut ini adalah
salah satunya:
ITO = (Average inventory / Sales) x n ………..……….(2.1) Keterangan:
Average Inventory: rata-rata inventori dalam n waktu (unit atau Rupiah)
Sales (Penjualan) : penjualan barang dalam n waktu (unit atau Rupiah)
n: TOP/Term of Payment/jatuh tempo pembayaran (Hari, Minggu, Bulan) Pada bisnis ritel semakin cepat barang berputar, maka ritel tersebut dapat dikatakan ritel yang sehat. Dengan meningkatnya kepercayaan dari supplier biasanya peritel akan mendapatkan kredit pembayaran dari supplier, artinya peritel mendapatkan kredit atau tempo pembayaran/term of payment (TOP). Salah satu cara mengukur kesehatan dari sebuah bisnis ritel adalah dengan
membandingkan nilai TOP dengan ITO (Gusway, 2007).
Ditinjau dari perputarannya maka barang dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu cepat, sedang, dan lambat. Berikut ini adalah kondisi inventori serta akibatnya (Gusway, 2007):
23
Artinya adalah inventori yang ada di toko melebihi kemampuan jualnya. Namun, inventori yang melebihi kebutuhan rutin ini dapat dibiarkan terjadi apabila:
1)Inventori tersebut termasuk inventori yang fast moving, yaitu barang yang perputarannya tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika ada permintaan di luar normal sehingga kita tidak mengalami loss sales (kehilangan penjualan).
2)Service level (tingkat pelayanan) pemasok kurang bisa diandalkan sedangkan inventori termasuk jenis fast moving, maka memiliki inventori sedikit lebih banyak adalah tindakan yang masih bisa dipertanggungjawabkan, Risiko terbesar dari inventori sedikit berlebih untuk barang-barang fast moving adalah lebih meningkatnya ITO tetapi tidak terlalu berbahaya karena barang-barang fast moving mudah diserap pasar. Risiko sebaliknya akan lebih besar jika supplier sampai terlambat mengirim maka taruhannya adalah angka penjualan menurun.
b. Kekurangan Inventori
Risiko kekurangan inventori adalah toko akan sangat mungkin mengalami loss sale. Situasi sedikit kekurangan inventori masih dapat dimungkinkan
untuk barang yang perputarannya slow moving. 3. Penggolongan Barang
Penggolongan merupakan salah satu kegiatan untuk memberikan klasifikasi barang. Untuk memudahkan kita, klasifikasi dapat digolongkan berdasarkan fungsi dan manfaat barang. Berikut ini contoh pengelompokan barang menurut manfaat dan fungsinya (Mardiyanto dalam Fazriyati, 2007).
Tabel 2.4 Tiga Jenis Penggolongan Barang
FOOD (MAKANAN) 1 BREAKFAST FOOD
2 MILK (SUSU) 3 BABY FOOD 4 BAVERAGES
24
8 INSTAN NOODLE
9 INSTAN FOOD (MAKANAN PRAKTIS) 10 CANNED FOOD (MAKANAN KALENG) 11 SNACK & BISCUIT
16 PERAWATAN TUBUH 17 PAPER PRODUCT 18 DETERJEN & PEMBERSIH 19 DISINFECTANT & FRESHNER 20 AKSESORIS
21 PERAWATAN RAMBUT 22 PERAWATAN MULUT & GIGI 23 KOSMETIK
24 CAR FRESHENERS 25 HOBBY PRODUCT
26 STATIONERY & SPECIAL ITEM 27 MAINAN
GENERAL MERCHANDISING 28 HOUSE HOLD NON ELECTRIC 29 PERAWATAN ANAK & BAYI 30 CLOTHING & APPAREL
31 MECHANICAL TOOLS & ELECTRICAL
Sumber: Mardiyanto dalam Fazriyati, 2007
4. Penjualan dan Penetapan Harga Jual Barang
Faktor penentu utama penjualan menurut Gusway (2007), antara lain adalah harga, assortments (ragam jenis barang yang dijual), serta customer service. Selain itu, lokasi yang strategis, dekat pemukiman, dan fasilitas publik diincar para peritel dalam pendirian ritel untuk meningkatkan penjualan (Fazriyati, 2007). Menurut Zentes, Morschett, dan Klein (2007), lokasi, product assorment, dan harga merupakan salah satu keputusan penting dalam bisnis ritel, karena dengan lokasi yang baik, assortment yang lengkap, serta penetapan harga yang tepat dapat menarik pengunjung untuk melakukan pembelian. Di samping itu, musim
25
memenangkan ritel yang berarti mempunyai tingkat penjualan yang tinggi dengan cara mempunyai produk yang dibutuhkan pengunjung, harga yang murah,
dominant assorment, dan pelayanan yang cepat (fast service). Sedangkan menurut
Fernie dan Moore (2003), yang mempengaruhi tingkat penjualan adalah kepuasan pelanggan meliputi atmosfer/suasana toko, display, harga, lokasi, dan assortment.
Penetapan harga jual produk merupakan salah satu bagian penting dari keseluruhan rencana bisnis dan strategi pemasaran perusahaan, karena langsung berpengaruh terhadap pelanggan dan perusahaan (Hartono, 2007). Dalam
menetapkan harga jual suatu produk ada berbagai metode yang dapat dipakai oleh manajemen dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini Rayburn (1999)
mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) Metode dalam penetapan harga jual yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu sebagai berikut:
a. Cost Oriented Pricing
Metode penetapan harga ini adalah bentuk variasi lain dari metode cost plus. Perhitungannya hampir sama hanya perbedaannya adalah bahwa metode mark up ini diterapkan terhadap produk yang dibeli untuk dijual kembali
pada pihak lain (tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut). Sedangkan dalam metode cost plus produk tersebut adalah dibuat atau dibiayai sendiri kemudian dijual pada pihak lain. Penetapan metode ini misalnya banyak dipakai oleh pedagang atau perantara. Dalam bentuk formula metode ini dapat dirumuskan:
Harga Jual = Harga Beli+Mark up...(2.2)
b. Demand Oriented Pricing
Demand oriented pricing adalah suatu cara penetapan harga jual yang
didasarkan pada banyaknya permintaan. Jika permintaan naik harga pun cenderung naik, dan sebaliknya jika permintaan turun maka harga cenderung turun walaupun mungkin biaya yang di keluarkan sama saja.
c. Competition Oriented Pricing
26
lebih tinggi dari harga pesaing. Tingkat harga jual dapat ditetapkan 3 (tiga) kebijakan yaitu : sama, lebih rendah, atau lebih tinggi dari harga pesaing. 5. Stock Opname
Stock opname (pemeriksaan) dilakukan secara berkala untuk semua jenis
barang yang ada di rak display maupun di gudang. Hasil pemeriksaan fisik dicocokkan jumlahnya dengan saldo di komputer (Hartono, 2007)
F. AnalisisLingkungan 1. Internal
Lingkungan internal adalah situasi dan kondisi yang nyata dalam lingkungan perusahaan. Perlunya menemukan dan mengenali lingkungan internal untuk penguasaan bidang kerja aspek bisnis internal (operasional) juga untuk memahami masalah-masalah yang menjadi penghambat perjalanan usaha. Bisnis dalam bentuk apapun pasti akan berhadapan dengan kendala dan hambatan. Tentunya hambatan dan kendala dalam bisnis tidak perlu dijadikan sebagai ancaman, tetapi justru harus dijadikan sebagai ajang pematangan konsep bisnis minimarket yang akan dibangun. Oleh karenanya hambatan dan kendala bisnis minimarket mandiri harus diubah menjadi peluang untuk mempertajam kemampuan bisnis (Hartono, 2007).
Hambatan dan kendala yang biasa dihadapi dalam membangun minimarket mandiri menurut Hartono, (2007) adalah:
- Menyiasati Persoalan SDM
Dalam merekrut pegawai, diupayakan salah satu pegawai mempunyai pengalaman dalam mengelola minimarket. Jika tidak ada seseorang yang memiliki pengalaman, maka pelatihan harus dilakukan oleh pemilik. - Memahami Cash Flow
27
target dan perkiraan (ramalan) penjualan secara berkala, jadwal pembelian dan jadwal tagihan atas utang dagang. Dengan demikian kita dapat memperkirakan kemampuan pembayaran atas pembelian barang dagangan secara kredit dan memperkirakan jumlah pembelian barang dagangan. Sehingga dapat
menganalis prioritas pengeluaran uang tunai yang harus segera dibayarkan. 2. Konsumen
Untuk melakukan analisis konsumen maka perlu memahami karakter yang dimiliki konsumen. Menurut E. Kennedy dan R. Dermawan Soemanagara dalam buku Marketing Communication Taktik dan Strategi, “Sifat konsumen terbagi dua: konsumen rasional dan irasional. Konsumen irasional memiliki karakteristik yang berbeda dengan konsumen rasional, dilihat dari bagaimana mereka
mengambil keputusan pembelian terhadap pilihan produk dan layanan. Konsumen irasional lebih banyak ditemui di masyarakat kita. Mereka memutuskan
menggunakan produk cenderung tanpa menggunakan analisis mendalam, yang penting kepuasan tercapai.” Selanjutnya dinyatakan bahwa, “Konsumen rasional cenderung melakukan analisis terhadap produk yang dipilih berdasarkan sebuah proses penelusuran, untk memperoleh keyakinan bahwa produk yang dibeli benar-benar bermanfaat dan memberikan dampak yang diinginkan, baik melalui majalah atau buku, pendapat ahli, atau diskusi dengan teman. Harga juga menjadi
pertimbangan, jika diperoleh harga yang sama dengan produk-produk yang ada di pasar.”
Data yang dibutuhkan untuk analisis konsumen adalah kepadatan penduduk, pekerjaan, pendapatan, dan daya beli konsumen. Dengan demikian kita dapat memperkirakan barang-barang kebutuhan apa saja yang harus disediakan
minimarket sesuai dengan tingkat kebutuhan dan keinginan konsumen. Seberapa besar permintaan konsumen terhadap suatu barang dan berapa jumlah suatu barang yang harus disediakan dalam satu periode penjualan (Hartono, 2007). 3. Supplier/Pemasok
28
mempertimbangkan berbagai hal dalam kaitannya dengan pengadaan barang. Data yang diperlukan untuk melakukan analisis pemasok antara lain adalah nama perusahaan, barang-barang yang ditawarkan, kondisi barang (harga, jenis, ukuran, kemasan, dll), kondisi pembelian (tunai atau kredit), jangka waktu jatuh tempo (jika kredit), jumlah minimal pembelian, dan diskon yang dapat diperoleh (Hartono, 2007).
4. Pesaing
Pesaing biasanya dipandang sebagai ancaman oleh kebanyakan perusahaan. Perhatian perusahaan pada umumnya dipusatkan untuk mencari cara memperbesar pangsa pasar dengan memperkecil pangsa pasar pesaing untuk mencari cara mencegah masuknya pesaing baru ke dalam pasar. Salah satu analisis yang biasanya dilakukan adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats), sehingga dapat memperhitungkan pesaing dari sisi
keuggulan/kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dengan demikian, dapat diketahui kekuatan pesaing sebagai bentuk pelajaran yang dapat diambil sebagai rujukan untuk memperbaiki kekuatan yang dimiliki. Kelemahan pesaing dapat dijadikan sebagai peluang untuk masuk di wilayah tersebut. Ancaman pesaing dapat digunakan sebagai informasi serta ancaman untuk bisnis kita sendiri. Sedangkan peluang pesaing dapat dijadikan ukuran terhadap peluang yang masih dapat dimanfaatkan (Hartono, 2007).
2.2 PERMAINAN SIMULASI BISNIS
Permainan simulasi merupakan kombinasi dari dua tipe metode
pembelajaran eksperiensial yaitu simulasi yang dapat menirukan sebuah perilaku maupun proses, dan permainan yang merupakan sebuah aktivitas kompetisi. Penggabungan metode pengajaran formal dengan permainan simulasi dapat menjadi metode pembelajaran yang sangat efektif (Hidayatno dan Halim, 2004).
29
keputusan yang telah mereka lakukan, dan juga keputusan dari lawan mereka (Moeis, dkk, 2005).
Permainan simulasi bisnis merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang mampu memberikakan motivasi, interaktif dan bebas risiko untuk
mempelajari kedinamisan sistem bisnis (Hidayatno dan Putera, 2006). Permainan simulasi juga dapat digunakan untuk melakukan uji coba keputusan berdasarkan teori yang telah didapatkan di perkuliahan. (Hidayatno dan Halim, 2004).
2.3 KONSEP SYSTEM THINKING
Penerapan system thinking dimulai dengan memahami sebuah konsep yang sederhana yang disebut “feedback” yang menunjukkan bagaimana tindakan dapat menguatkan,melemahkan atau menyeimbangkan satu sama lain. Sebagai contoh adalah ketika proses penuangan air dari kran ke dalam sebuah gelas. Mata kita memperhatikan volume gelas, melihat proses pengisian air ke dalam gelas, sampai pada akhirnya air sudah terisi sesuai dengan keinginan kita pada volume yang kita inginkan, maka kita akan mengatur kran lebih lambat sampai akhirnya gelas penuh dan kita mematikan kran. Kenyataannya ketika kita mengisi gelas kita mengoperasikan sistem regulasi air, dimana lima variabel antara lain: volume air yang kita inginkan, volume yang sedang ada dalam gelas ketika proses pengisian, gap/selisih antar keduanya, posisi kran, dan aliran air. Variabel-variabel tersebut
dibuat dalam sebuah cause-effect relationship loop yang dinamakan feedback process. “Proses beroperasi secara kontinyu untuk membuat volume air sesuai
dengan volume yang kita inginkan”. Pada gambar 2.5 dibawah ini merupakan causal loop diagram, dimana maksud dari diagram tersebut adalah ketika kita
membuka kran air maka akan menyebabkan air mengalir ke dalam gelas, maka volume gelas akan menuju ke arah volume yang kita inginkan, semakin menuju volume yang kita inginkan gap/perbedaan semakin berkurang/menuju
30
Gambar 2.5Causal Loop Diagram Sumber: Senge, 1994
Ada dua tipe dari feedback process yaitu renforcing (pertumbuhan) dan balancing (keseimbangan).
Gambar 2.6Reinforcing Circle Diagram
Sumber: Senge, 1994
Pada gambar 2.6 di atas menunjukkan sebuah reinforcing feedback process. Maksud dari gambar tersebut adalah apabila produk yang dijual adalah produk yang bagus, maka penjualan dari produk tersebut akan terus meningkat yang berarti meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan meningkatnya kepuasan pelanggan maka penjualan akan semakin meningkat lagi. Sebaliknya apabila produk yang dijual tidak bagus yang menyebabkan ketidakpuasan pelanggan yang berakibat pada tingkat penjualan yang rendah, dan akan semakin rendah (Senge, 1994).
Gambar 2.7Balancing Circle Diagram
31
Gambar 2.7 di atas menunjukkan sebuah balancing feedback process, dimana terdapat gap antara keinginan terhadap jumlah kas dengan jumlah kas yang sebenarnya/yang dimiliki. Ketika kita meminjam uang, dapat membuat kas kita lebih besar, sehingga gap antara jumlah kas yang diinginkan dengan jumlah kas yang sebenarnya berkurang. Hal inilah yang dinamakan keseimbangan (Senge, 1994).
2.4 STELLA VERSI 9.1.3 A. Pengertian Stella
Berikut adalah pengertian Stella menurut Rusdiana, (2006):
1. Stella merupakan program/software dengan bahasa grafik yang dapat membantu mempelajari sistem dinamis tanpa menulis ribuan garis kode. 2. Stella merupakan software yang secara khusus diikembangkan untuk
memfasilitasi kreasi dasar berpikir/belajar untuk berpikir membangun kesepahaman dan menghasilkan pengertian yang mendalam pada konsep dasar. B. Langkah Pembuatan Model dengan Stella
Langkah pembuatan model dengan menggunakan Stella menurut Rusdiana, (2006) adalah sebagai berikut:
1. Definisi permasalahan dan definisi dari model 2. Desain variabel-variabel tetap
Variabel tetap merupakan sebuah indikasi dari sebuah status sistem. Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah stocks/reservoir dalam bentuk akumulasi tetapi dapat juga hilang.
3. Memilih control variable
Flows yang masuk dan keluar adalah variabel tetap.
4. Run model
Run model adalah menjalankan model.
C. Building Block
Building block merupakan komponen yang digunakan untuk membangun
model pada Stella (Richmond, 2005). Berikut ini merupakan building block pada Stella serta simbol dari masing-masing building block tersebut:
32
Stocks merupakan hasil akumulasi. Fungsinya untuk menyimpan informasi
parameter yang masuk dan keluar di dalamnya. 2. Flow ( )
Flow berfungsi seperti aliran yang akan mengisi dan mengalirkan stocks.
3. Converter ( )
Converter mempunyai fungsi untuk menyimpan konstanta, input, suatu
persamaan. Secara umum mengubah input menjadi output. 4. Connects ( )
Connects merupakan penghubung dari elemen-elemen dari suatu model.
2.5 AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG
Kegiatan perusahaan dagang meliputi pembelian barang dagangan, menyimpannya sementara, menjual persediaan barang dagangannya kepada pelanggan untuk memperoleh uang kas, selanjutnya menggunakan uang kas untuk membeli persediaan lagi. Oleh karena itu akun pembelian, retur pembelian, potongan harga, potongan pembelian, penjualan, retur penjualan dan potongan harga, potongan penjualan, ongkos angkut merupakan akun-akun yang sering terdapat dalam perusahaan dagang (Nuswantara, 2003).
Sistem pencatatan persediaan dalam perusahaan dagang dibagi menjadi dua yaitu sistem periodik dan perpetual. Namun sistem yang biasa digunakan di perusahaan dagang adalah sistem periodik. Pada sistem pencatatan periodik tidak melakukan mutasi atas perkiraan persediaan barang dagang saat tejadi pembelian dan penjualan, serta penilaian atas perkiraan tersebut dilakukan secara berkala untuk periode tertentu. Sedangkan sistem pencatatn perpetual setiap pembelian berarti mendebet perkiraan persediaan barang dan sebaliknya dikredit apabila terjadi penjualan. Pembelian berarti persediaan barang dagangan bertamah di debet, sedangkan penjualan berarti persediaan barang dagangan berkurang di kredit (Suharli, 2006).
33
Tahap yang harus dilalui dalam siklus akuntansi menurut Nuswantara (2003), antara lain:
A. Pencatatan ke Dalam Dokumen (Bukti Transaksi)
Transaksi yang terjadi di perusahaan akan dicatat dalam bukti transaksi. Contoh bukti transaksi diantaranya adalah kuitansi pembayaran atau penerimaan kas, purchase order, faktur pembelian, faktur penjualan, dan lain-lain.
B. Pencatatan ke Jurnal
Proses pencatatan yang dibahas di bagian ini akan difokuskan pada proses pencatatan transaksi pokok perusahaan dagang. Pencatatan transaksi lain yang sifatnya umum, seperti pembelian peralatan dan perlengkapan, pembayaran beban gaji, dan sebagainya sama seperti pencatatan transaksi dalam perusahaan jasa.
Bentuk jurnal umum yang digunakan dalam proses pencatatan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5 Jurnal Umum
Tgl. Nomor Bukti Keterangan Ref D K
Perusahaan dagang yang mempunyai banyak transaksi keuangan dan jenis transaksinya sering bervariasi akan lebih praktis dan mudah dalam pengawasan, jika menggunakan beberapa buku jurnal yang berfungsi khusus untuk mencatat transaksi-transaksi tertentu. Jurnal-jurnal khusus yang biasanya digunakan oleh perusahaan (Nuswantara, 2003), antara lain:
1. Jurnal Pembelian (Purchase Journal)
Jurnal pembelian merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi pembelian barang dagang yang dilakukan secara kredit. Salah satu contoh bentuk jurnal pembelian pada tabel berikut:
Tabel 2.6 Jurnal Pembelian
Jumlah
(D) Pembelian
(K) Utang Dagang Keterangan
Kreditur
Tgl. No. Faktur Tgl.
Faktur Termin Ref
34
Jurnal penerimaan kas merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi yang berhubungan dengan penerimaan kas. Salah satu contoh bentuk jurnal penerimaan kas sebagai berikut:
Tabel 2.7 Jurnal Penerimaan Kas
Penjualan Piutang
BKM Ket. Ref S erba-S erbi
Perkiraan yang di kredit
3. Jurnal Penjualan (Sales Journal)
Jurnal penjualan merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi penjualan barang dagang yang dilakukan secara kredit. Salah satu contoh bentuk jurnal penjualan pada tabel berikut:
Tabel 2.8 Jurnal Penjualan
Jumlah
4. Jurnal Pengeluaran Kas (Cash Payment Journal)
Jurnal pengeluaran kas merupakn jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi yang berhubungan dengan pengeluaran kas. Salah satu contoh bentuk jurnal pengeluaran pada tabel 2.9:
Tabel 2.9 Jurnal Pengeluaran Kas
Pembelian Utang
Perkiraan yang di debet Perkiraan di
kredit S erba-S erbi
5. Jurnal Umum (General Journal)
Jurnal umum merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi yang tidak bisa dicatat ke dalam jurnal khusus yang telah dijelaskan di atas (jurnal pembelian, penerimaan kas, penjualan, pengeluaran kas).
35
dari jurnal khusus ke Buku Besar Umum dilakukan pada setiap akhir bulan dengan membuat rekapitulasi terlebih dahulu terhadap jumlah-jumlah yang ada pada setiap jurnal khusus (Nuswantara, 2003).
C. Posting Ayat-ayat Jurnal ke Akun Buku Besar
Transaksi-transaksi keuangan yang telah dicatat ke dalam jurnal selajutnya dipindahbukukan atau di-posting ke buku besar umum yang berisi dengan nama-nama akun. Kegiatan ini masih termasuk dalam tahap pencatatan dan bertujuan untuk mengelompokkan atau merekap akun-akun yang sejenis yang muncul di dalam jurnal umum. Bentuk buku besar umum yang digunakan ditunjukkan pada tabel 2.10 berikut:
Tabel 2.10 Buku Besar
Nama Akun: Nomor:
D K
S aldo
Tgl. Keterangan Ref D K
D. Neraca
Langkah terakhir adalah menyiapkan daftar semua akun dan saldonya dalam sebuah neraca saldo. Neraca saldo dipersiapkan untuk melihat kesamaan debit dan kredit akun-akun yang ada di dalm buku besar. Ringkasan akun beserta saldonya yang terdaftar dalam neraca saldo digunakan sebagai dasar untuk menyiapkan laporan keuangan.
Siklus akuntansi yang dijelaskan di atas dapat diringkas dalam bagan proses pada gambar 2.8 sebagai berikut:
36
Sumber : Muawanah dan Poernawati, 2008
Gambar 2.8 menunjukkan ringkasan siklus akuntansi yang dikerjakan secara manual. Siklus tersebut bermula dari bukti transaksi, dicatat dalam jurnal,
dipindahkan ke buku besar, kemudian diringkas dan diakhiri dengan penyajian laporan keuangan (Muawanah dan Poernawati, 2008).
2.6 REFERENSI PENELITIAN SEBELUMNYA
Penelitian dengan tema sejenis oleh Moeis, dkk (2005) dengan judul ”Pembuatan Permainan Simulasi Bisnis Executive Decision dengan Pendekatan Sistem Dinamis untuk Meningkatkan Kualitas Pengalaman Pembelajaran”. Penelitian ini berusaha untuk membuat permainan simulasi bisnis dengan
pendekatan sistem dinamis. Dengan pendekatan ini, setiap variabel dalam sistem akan digambarkan baik itu sebagai suatu variable stock maupun variabel flow. Software yang digunakan untuk membuat permainan simulasi bisnis ini adalah
Powersim 2.5d. Software Powersim ini akan diintegrasikan dengan Microsoft Excel sebagai interface-nya.Penelitian ini menghasilkan suatu permainan
simulasi bisnis yang diberi nama Executive Decisions (ED). Tahapan yang dilalui dalam pembuatan ED sendiri adalah (i) Menganalisis permainan MESE dan EG, (ii) Membuat konsep permainan ED, (iii) Membuat formulasi permainan ED, (iv) Membuat model permainan ED, (v) Memverifikasi dan memvalidasi model permainan ED, serta (vi) Membuat manual permainan ED.Permainan ini sendiri mensimulasikan suatu industri oligopolis fiktif untuk produk yang diberi nama PhotoGlass. PhotoGlass sendiri merupakan sebuah produk sunglasses dengan
fasilitas kamera built-in di dalamnya. Permainan ED ini mengharuskan peserta permainan memasukkan 5 (lima) input tiap periodenya yaitu harga produk, budget marketing, budget riset dan Pengembangan (RnD), budget investasi, dan jumlah produksi. Dari 5 input tadi, peserta akan memperoleh suatu output yang berupa laporan keuangan dari firma yang mereka kontrol. Peserta akan dibagi menjadi beberapa tim, dengan 1 tim beranggotakan 2-5 orang dimana tiap tim