• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Ketuhanan Dalam Islam (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Ketuhanan Dalam Islam (4)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Ketuhanan Dalam Islam

Nama Dosen : Moch. Taufiq Ridho, M.Pd Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam Kelompok : Kelompok 1 (satu)

Nama Anggota : 1. Dwi Arif Pamungkas 14513140 2. Ahmad Traju P. W 14513142

3. Margita Rahayu Abay 14513144 4. Hermina Intan Bestari 14513146 5. Sally Atika 14513148

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Teknik Lingkungan

Universitas Islam Indonesia

(2)

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama Islam ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya, Amin..

Agama Islam adalah agama yang relevan dengan segala zaman yang telah dibuktikan dalam beberapa kajian ilmiah dan dari berbagai sudut pandang dan aspek kehidupan.

Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan khususnya mengenai “Konsep Ketuhanan dalam Islam” dan adapun metode yang kami ambil dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai buku agama Islam dan karya tulis lainnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Pemakalah

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Bab 1 Pendahuluan ... 1

a. Latar Belakang... 1

b. Rumusan Masalah... 2

c. Tujuan Penulisan... 2

Bab 2 Pembahasan ... 3

a. Filsafat Ketuhanan... 3

b. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan... 5

c. Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu... 10

d. Dalil-Dalil Eksistensi Pembuktian Tuhan... 12

Bab 3 Penutup ... 20

a. Kesimpulan... 20

b. Kritik dan Saran... 20

Daftar Pustaka ... 21

(4)

A. Latar Belakang

Pengetahuan tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya merupakan dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau pun bumi . Namun kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa eksistensinya dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan untuk mengerti.Faktisitas berarti, bahwa eksistentsi selalu nampak di depan kesadaran manusia sebagai sesuatu yang sudah ada.Sedangkan yang dimaksud dengan transendensi pada eksistensi manusia merupakan sifat yang nampak secara langsung dalam kesadaran manusia bahwa ia manusia, bukan hanya sekedar tubuh yang nampak dalam ruang dan waktu bersama “ada” yang lain, namun manusia adalah makhluk yang dapat melampaui dirinya melebihi dari batas ruang dan waktu dalam kesadarannya.

Keberadaan kebutuhan untuk mengerti merupakan modus yang paling jelas dari transendensi kesadaran manusia.Termasuk dalam kesadaran ini adalah bahwa manusia selalu terdorong untuk selalu mempertanyakan hakikat dirinya dan dunianya. Karena hal inilah kemudian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai dari mana ia dan dunianya berasal. Dalam filsafat ketuhanan, pertanyaan ini akan bermuara pada wilayah mengenai eksistensi Tuhan.

Persoalan mengenai eksistensi Tuhan walau kadang suka melingkar pada pengulangan kata “ada dan tiada” namun dpat diterangkan dengan beberapa argumentasi, yakni: argumentasi ontology, teologi dan kosmologi. Pendekatan ontology lebih bersifatapriori, yang mencakup tentang pengetahuan mistik dan kesadaran manusia, sedangkan argumentasi teologi dan kosmologi merupakan argumentasi yang bersifat apriost. Setiap yang “ada” memiliki eksistensinya, dan yang bereksistensi pasti memiliki sebab keberadaannya dalam mengada untuk sebuah “ada” dari eksistensinya.

(5)

Dalam makalah atau resensi tentang konsep ketuhanan ini akan saya bahas beberapa aliran, baik aliran yang mempercayai Tuhan ataupun yang semi percaya Tuhan bahkan yang menolak eksistensiNya.

Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala realitas wujud.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil permasalahan yang dihadapi, yaitu :

 Bagaimana konsep KeTuhanan dalam Agama Islam ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

 Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah pendidikan Agama

 Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep ketuhanan dalam islam  Untuk memahami filsafat ketuhanan

 Untuk memahami bagaimana pemikiran manusia tentang tuhan

 Untuk mengetahui tuhan menurut wahyu dan dalil-dalil pembuktian eksistensi tuhan

(6)

PEMBAHASAN

A. Filsafat Ketuhanan

 Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilahdipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilahbisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilahdalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi Al-ilah sebagai berikut:

(7)

kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

Pengetahuan Menurut Al-Kindi terbagi menjadi dua :

Pertama, pengetahuan illahi seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.

Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilmu insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran.

Bagi Al-kindi, agrumen yang dibawa Al-Qur’an itu lebih meyakinkan dari pada agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan Al-Qur’an tidaklah bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat.

(8)

Sesuai dengan ajaran paham islam, tuhan bagi Al-kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama seperti pendapat aristoteles. Alam bagi Al-kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat dengan filsafat plotenus yang mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi atau pancaran dari Yang Maha Satu.

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam faham keagamaan. Tiap – tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan beberapa agama lain berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib, dan cara hidup tiap-tiap manusia yang percaya pada agama di dunia ini amat rapat hubungannya dengan kepercayaan tersebut. Kekuatan gaib itu, kecuali dalam agama-agama yang besifat primitif, disebut tuhan. Konsep tentang tuhan berbagai rupa, diantaranya :

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens.

(9)

a. Dinamisme

“Dinamisme” berasal dari kata Yunani dynamis yang dalam bahasa Indonesia disebut kekuatan. Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif yang tingkat kebudayaannya masih sangat rendah telah mengakui adanya kekuatan dalam tiap-tiap benda yang berada di sekelilingnya yang rahasianya tidak diketahui. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda

disebut dengan nama yang berbeda-beda,

seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu),dansyakti (India). Dalam ilmu sejarah agama, kekuatan batin itu biasanya disebut mana yang dalam bahasa Indonesia tuah.Dengan demikian mana adalah suatu kekuatan yang tak dapat dilihat, suatu kekuatan misterius dan yang dapat dilihat hanyalah efeknya.

b. Animisme

Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Paham ini disebut ‘animisme’ dari kata Latin anima yang berarti jiwa. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Dalam paham masyarakat primitif ini, roh itu makan, mempunyai bentuk dan umur, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

(10)

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Peningkatan mana sebagai sesuatu kekuatan gaib menjadi roh yang juga mempunyai kekuatan gaib mudah dapat dibayangkan. Demikian juga peningkatan roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya, sehingga Politeisme ialah menyembah tuhan-tuhan yang banyak.

d. Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Jelasnya bagi agama yang bersangkutan hanya ada satu Tuhan, tetapi agama-agama lain mempunyai tuhan-tuhan yang lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu agama lain disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

e. Monoteisme

(11)

mengandung arti ”seluruhnya Tuhan” dan berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan. Sedangkan Teisme sepaham dengan deisme, berpendapat bahwa Tuhan di luar alam, tetapi sepaham dengan panteisme yang menyatakan bahwa Tuhan sungguhpun berada di luar alam namun juga dekat dengan alam.

Dan dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai memperkenalkan teori baru yang menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).

2. Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, ilmu Kalam, atau ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Yakni pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Mu’awiyyah. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya.Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu :

(12)

Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan.Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qodariah

Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah

Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat.Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini merupakan pecahan dari Murji’ah

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah

Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan Jabariah.

(13)

C. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.

Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:

1. QS 21 (Al-Anbiya): 92,

Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid.Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah.Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.

Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.

(14)

2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata:

Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.

3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4,

Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalahnama isim jumid atau personal name.Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.

Tuhan yang haq dalam konsepal-Quran adalah Allah . Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat-surat berikut yaitu:

 QS Ali Imran ayat 62  QS Shad ayat 35 dan 65  QS Muhammad ayat 19.

Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalahTuhan Allah juga. Perhatikan antara lain:

 QS Hud ayat 84 dan QS al-Maidah ayat 72.

(15)

 QS al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan QS Shad ayat 4.

Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal iniberarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Es menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.

Keesaan Allahadalah mutlak.Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain.Sebagai Allah sebagaiprioritasutama dalam setiap tindakan dan ucapannya. umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalanikehidupan.

Adapun agama-agama yang meyakini bahwa adanya Tuhan tetapi mereka lebih menjunjung tinggi Nabi yang mereka yakini bahwa Nabi itu adalah Nabi terakhir,adapula agama yang menjunjung tinggi kepercayaan bahwa dewa-dewi adalah sesuatu yang telah memberikan mereka kemakmuran.

Jadi sebagaimana kita tahu bahwa Islam lah agama yang tauhid karna semua yang ada dimuka bumi ini ada didalam Al-Qur’an dan Hadist.

D. Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan

(16)

terhingga jumlahnya. Mengenai hal tersebut, Imam `Ali menjelaskan bahwa “Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.

Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka sebenarnya fitrah manusia memiliki rasa berketuhanan. Dalil fitrah ini merupakan perasaan berketuhanan secara langsung yang tertanam pada diri setiap manusia.Dalil ini menjadi model sekaligus modal khusus bagi manusia.Akan tetapi untuk memperkuat fitrah itu kita memerlukan dalil-dalil yang argumentatif, bersandar pada akal, dan wahyu sebagai tambahan serta penguat argumentasi. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara singkat dan sederhana beberapa argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan Allah .

Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan indah melukiskan karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj al-Balaghah sebagai berikut:

Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah.Dia tidak dibatasi oleh batasan-batasan ataupun tidak di hitung oleh angka-angka.siapa yang menunjuk-Nya berarti mengakui Nya, dan yang mengakui batas-batas-Nya berarti telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti membatasi-Nya, memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya.Segala sesuatu yang disebut satu adalah kurang, kecuali Dia.”

Dalil Fitrah

Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia mengenai adanya dzat yang maujud, tidak terbatas, tidak berkesudahan, mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya.Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. Yunus/10:22.

(17)

karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka berdo’a dengan tulus ikhlas kepada Allah semata. (seraya berkata), ‘sekiranya Engkau menyelamatkan kamu dari (bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur’”

Dalil Akal

Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi Allah Subhana Wa Ta’ala. Terdapat empat unsur alam semesta yang terkandung di dalamnya:

1) Ciptaan-Nya

Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak (QS. Fatir/35:28)

”Dan demikian (pula) diantara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dna hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya)….”

Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. Al-Ankabut/29:19-20)

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan (makhluk), kemudian Dia mengulanginya (kembali).Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Katakanlah, ‘Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk),...’”

Sepintar apapun manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah Subhana Wa Ta’ala menantang manusia untuk meminta sesembahan mereka membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS. Al-Mu’minun/22:73)

(18)

Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.

2) Kesempurnaan

Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi, diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat. Hal ini menunjukkan adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.Kamu sekali-kali melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. Al-Mulk/67:3,4)

3) Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. Al-Furqan/25:2)

“Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalma kekuasaan(-Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat”

(19)

akan mungkin para ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi. Satukenyataan yang sangat mengherankan tentang pengetahuan ilmiah ialah bahwa bukti-bukti ilmiah itu menunjukkan adanya hubungan antara pikiran manusia dengan susunan alam yang ia pelajari.

4) Hidayah (Tuntunan dan Petunjuk) (QS. 20:50)

“Dia (Musa) menjawab,’Tuhan kami ialah (Tuhan) yangtelah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk”

Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut insting/naluri.Seorang bayi ketika dilahirkan menangis.Siapa yang mengajarkan bayi-bayi tersebut?Seekor ayam betina membolak-balikkan telur yang tengah dieramnya, agar zat makanan yang terdapat pada telur itu merata, juga kehangatan dari induk ayam tersebut, dengan demikian telur tersebut dapat menetas.Secara ilmiah akhirnya diketahui bahwa anak-anak ayam yang sedang diproses dalam telur itu mengalami pengendapan bahan makanan pada tubuhnya di bagian bawah. Jika telur tersebut tidak digerak-gerakkan maka zat makanan tersebut tidak merata, dengan demikian ia tidak dapat menetas. Siapa yang mengajarkan ayam untuk berbuat demikian ?

(20)

mengabulkan doa, siapa pula yang mengajarkan orang, yang kafir sekalipun, untuk meminta pertolongan pada suatu zat di luar dirinya yang dirasakannya bersifat Maha Kuasa dan Maha Berkehendak ? Firman Allah :

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu pun berpaling.Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS.Al-Isra/17:67)

Eksistensi Allah terlihat dalam banyak fenomena kehidupan. Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar.” (QS.Fussilat/41:53)

Dalil Akhlaq

Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq).Dengan adanya akhlaq inilah, secara naluri mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik.Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan.Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi Allah.

Dalil Wahyu

(21)

wahyu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya. Siapa yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat?Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah.Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.

Dalil Sejarah

Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, umumnya percaya akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang memperkuat eksistensi Allah. Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan Allah. (QS. Yunus/10:94)

“Maka jika engkau (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang yang membaca kitab sebelummu, sungguh telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orang yang ragu”

(22)

panca indra saja. Padahal panca indra hanya bisa mendeteksi sesuatu yang dapat diraba, diukur, disentuh. Sebaliknya untuk mengenal sesuatu selain Allah mereka menggunakan panca indra dan akal. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir ini pada akhirnya tidak pernah membawa mereka sampai mengenal siapa Sang Pencipta. Sebaliknya yang mereka dapatkan adalah ketidaktahuan akan Allah Yang Maha Mencipta.

Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah).Tadabbur berarti merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah).Sehingga timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS. Yusuf/12:105)

“Dan berapa banyak tanda-tanda (kebesaran Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling darinya.”

(23)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan. Yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.

Sebagian umat Islam yang memilih aliran mana saja (yang ada dalam agama Islam) sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.

Manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika didalam Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya juga mempunyai Tuhan. Adapun Tuhan mereka adalah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka sendiri.

B. Kritik dan Saran

(24)

dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas Islam.

Daftar Pustaka

1. Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1997) hal. 33-38 2. Nasution, Harun, Filsafat Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973) hal 27-45 3. Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h.

67-77.

4. Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 55-152.

5. Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.

6. Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 28-39.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menyimak pendapat Al kindi tersebut bahwa Tuhan adalah dzat yang menyiptakan alam semesta,yang maha kuasa dan mengatur segalanya tiada sesuatu yang menyerupainya

Pengkajian manusia tentang Tuhan yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar sebab Tuhan adalah sesuatu yang

agama dan relegi hanya mencakup hubungan manusia dengan tuhan, berbeda dengan istilah addien lebih luas cakupannya disamping manusia dengan tuhannya juga

dalam kandungan yang ditandai oleh pengakuan manusia pada Allah SWT sebagai Tuhan seperti dalam

Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke

macam orang. Ia akan menjadi harmonika yang merdu dalam sebuah simponi. Alunan simponi yang indah ini dapat menjadi suatu kekuatan besar dalam.. membangun umat. Iman

SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN Difinisi Difinisi : Pemikiran Manusia di sini adalah : Pemikiran Manusia di sini adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran konsep

Sungguh, Kami telah Menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan, kemudian Kami Jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.. Sungguh,