BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kadar MgO, CaO dan SiO2 pada pupuk Dolomit secara SNI (Standar Nasional
Indonesia) adalah MgO minimal 18%, CaO minimal 29% dan SiO2 maksimal 3% ((SNI)
19-0428-1998) hal ini berhubungan dengan Netralisasi keasaman.Bagi tanaman-tanaman yang hanya tumbuh baik ditanah yang derajat keasamannya rendah, penggunaan Ca melalui pengapuran adalah tepat dalam hal ini penggunaan unsur lain seperti Mg, K dan Na dalam jumlah banyak akan merugikan tanaman (Kuswandi, 1993). Pengembalian bahan organik ke dalam Tanah adalah hal yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif. Banyaknya unsur hara yang harus diberikan ke sistem tanah-tanaman dapat diketahui dengan cepat dengan mengetahui tingkat kesuburan suatu tanah. Banyak lahan pertanian memiliki pH 4 hingga 8 tanah yang lebih asam biasanya ditemukan pada jenis tanah gambut dan tanah yang tinggi alumunium dan belerang (Musnamar, 2003)
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas keasaman, bukan ukuran total asam yang ada didalam tanah tersebut yang dapat diketahui tingkat keasamannya dengan uji tanah.
Dolomit berasal dari batu kapur Dolimitik dengan rumus (CaMg(CO3)2). Pupuk
Dolomit sebenarnya tergolong mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk ini banyak digunakan sebagai bahan pengapur tanah-tanah asam untuk menaikkan pH tanah (Hasibuan, 2008). Pengapuran menetralkan senyawa-senyawa beracun dan menetralkan penyakit tanaman. Aminisi, aminifikasi, dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya pH tanah, maka akan menjadikan tersedianya unsur N,P, dan S serta unsur mikro bagi tanaman (Sigit, 2006).
Metode Gravimetri merupakan metode yang diperlukan untuk menentukan kadar abu (SiO2) pada pupuk dolomit pengukuran secara Gravimetri didasarkan pada bobot (massa)
analit dengan cara penimbangan. Bobot (massa) analit diperoleh dari pengukuran bobot bahan awal dan bobot bahan yang telah dikeringkan atau dibakar. Analisis tanah yang pengkurannya secara Gravimetri adalah kadar air tanah, kadar bahan organik tanah metode pembakaran, kadar pasir, debu dan liat (tekstur) tanah (Rivai, 2006).
Metode titrasi yang digunakan adalah EDTA. EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Titrasi kompleksometri ialah suatu titrasi berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks. Ternyata bila beberapa ion logam ada dalam suatu larutan, maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Khopkar, 2002). Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Ca secara kompleksometri yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu merah anggur menjadi biru (http://dokumen.tips/documents/prinsip-kerja-kompleksometri.html).EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan diberi indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH larutan, sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui kemudian dititrasi dengan EDTA (Harjadi, 1993).
1.2.Permasalahan
Pupuk Dolomit yang berada dalam PT.SUCOFINDO Jl.Jendral Gatot Subroto, Medan merupakan pupuk yang diperoleh dari beberapa pabrik pupuk di Indonesia yang akan
dipasarkan kepada penduduk merupakan pupuk Dolomit yang memenuhi persyaratan sebagai pupuk pH tanah asam atau sesuai Standar National Indonesia.
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui kadar Mgo, CaO dan SiO2 pada pupuk Dolomit di
PT.SUCOFINDO Jl.Jendral Gatot Subroto, Medan.
1.4. Manfaat
Dengan dilakukanya penentuan kadar MgO, CaO dan SiO2 pada pupuk Dolomit dengan
metode Titrasi, dapat diketahui kadar MgO, CaO dan SiO2 dalam pupuk Dolomit tersebut
layak atau tidaknya digunakan sebagai pupuk pada tanaman yang pH asam.