• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek analgesik ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina Galur Swiss - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek analgesik ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina Galur Swiss - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANALGESIK EKSTRAK METANOL-AIR DAUN

Macaranga tanarius

L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Aryanti Prima Andini

NIM: 078114080

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

D M

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Aryanti Prima Andini NIM : 078114080

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Kan kubayar mahal segala usahaku

dengan pengakhiran yang indah”

Karya ini kupersembahkan untuk :

Allah SWT sumber kekuatanku,

keluargaku tercinta motivatorku,

pembimbingku tercinta Phebe Hendra,

penyemangatku Dina Wulandari dan Andreas Arry Mahendra,

seluruh warga dan rekan Farmasi USD, dan Almamaterku

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..………... vi

PRAKATA………... vii

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN………... xv

INTISARI………... xvi

ABSTRACT………...xvii

BAB I. PENGANTAR………... 1

A. Latar Belakang………..………... 1

1. Permasalahan...………...………... 4

2. Keaslian Penelitian………...………. 4

3. Manfaat Penelitian………. 5

B. Tujuan Penelitian... 6

(12)

xi

1. Keterangan botani ... 7

2. Morfologi... 7

3. Kandungan kimia………... 7

4. Khasiat dan kegunaan ... 9

5. Ekologi penyebaran dan budidaya ... 9

B. Metode Penyarian... 10

C. Nyeri... 11

D. Analgesik... 15

E. Metode Pengujian Efek Analgesik... 15

F. Asetosal………... 17

G. Landasan Teori... 17

H. Hipotesis ... 19

BAB III. METODE PENELITIAN... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 20

B. Variabel dan Definisi Operasional... 20

1. Variabel………..………... 20

2. Definisi operasional ... 21

C. Bahan Penelitian... 23

(13)

xii

E. Tata Cara Penelitian ... 25

F. Tata Cara Analisis Hasil ...31

BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Determinasi Tanaman... 32

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air DaunM. tanarius... 32

C. Hasil Uji Pendahuluan Analgesik... 33

D. Hasil Uji Efek Analgesik Ekstrak Metanol-Air DaunM. tanarius... 40

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 55

A. Kesimpulan... 55

B. Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56

LAMPIRAN... 59

(14)

xiii

Tabel II Hasil Uji Scheffe jumlah geliat mencit pada penetapan dosis asam asetat... 37 Tabel III Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu pemberian asam

asetat... 38 Tabel IV Hasil ujiScheffejumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian

asam asetat... 39 Tabel V Rata-rata jumlah geliat dan persen proteksi pada pengujian efek

analgesik pada seluruh kelompok ... 41 Tabel VI Hasil ujiScheffe persen proteksi pada pengujian efek analgesik pada

seluruh kelompok... 44 Tabel VII Hasil perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif

pada uji efek analgesik... 47 Tabel VIII Hasil ujiScheffeperubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur senyawa dalam daunM. tanarius... 8 Gambar 2. Struktur asetosal…………... 17 Gambar 3. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada penetapan dosis asam

asetat... 36 Gambar 4. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi selang waktu pemberian

asam asetat... 39 Gambar 5. (a). Grafik rata-rata jumlah geliat pada pengujian efek analgesik seluruh kelompok………... 42 (b). Grafik persen proteksi geliat pada pengujian efek analgesik seluruh kelompok………... 42 Gambar 6. Diagram batang perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol

positif pada ujiefek analgesik... 48 Gambar 7. Grafik persamaan garis ED50 ekstrak metanol-air daunM. tanarius..50 Gambar 8. Gambar perpindahan elektron ikatanα-βunsaturatedpada

(16)

xv

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daunM. tanarius... 59

Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daunM. tanarius... 59

Lampiran 4. Foto geliat mencit yang memenuhi syarat... 59

Lampiran 5. Penetapan dosis asam asetat berserta hasil analisis statistiknya... 60

Lampiran 6. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat berserta hasil analisis statistiknya... 62

Lampiran 7. Hasil kelompok uji efek analgesik berserta hasil analisis statistiknya..64

Lampiran 8. Hasil persen proteksi geliat pada uji efek analgesik berserta hasil analisis statistiknya...67

Lampiran 9. Hasil perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif pada uji efek analgesik...70

Lampiran 10. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol-air daunM. tanarius...73

Lampiran 11. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daunM. tanarius...74

Lampiran 12. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daunM. tanarius...74

Lampiran 13. Surat keterangan determinasi tanamanM. tanarius…...75

(17)

xvi

INTISARI

Peran tanaman obat dalam penanganan nyeri semakin meningkat belakangan ini, terlebih dengan adanya issue back to nature. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek analgesik, persen proteksi, perubahan persen proteksi dan ED50.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode rangsang kimia dengan penginduksi asam asetat. Mencit betina sehat, galur Swiss secara acak dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 hewan uji. Kelompok I adalah CMC Na 1% dosis 6.400 mg/KgBB. Kelompok II adalah asetosal dosis 91 mg/KgBB. Kelompok III, IV dan V berturut-turut adalah ekstrak metanol-air M. tanarius pada dosis 711; 2.133 dan 6.400 mg/ KgBB. Data dievaluasi dengan ANOVA satu arah, dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk membandingkan rata-rata dari setiap kelompok dosis dengan kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air dari daun M. tanariusmempunyai efek analgesik. Persen proteksi ekstrak metanol-air dari daunM. tanarius pada dosis 711; 2.133 dan 6.400 mg/KgBB berturut-turut adalah 31,4; 62,1 dan 82,2 persen. Perubahan persen proteksi ekstrak metanol-air dari daunM. tanarius pada dosis 711; 2.133 dan 6.400 mg/KgBB berturut-turut adalah -48,1; 2,7 dan 35,9 persen. ED50dari ekstrak metanol-air daunM. tanariusadalah 1.470 mg/kgBB.

(18)

xvii

percent protection, the change in percent protection and ED50.

This was a experimental study with one way-complete-random design. The study method used was acetic acid induced. Healthy female mice of Swiss strain were randomly divided into 5 group of 5 animals in each. Group I received CMC Na 1% at dose of 6,400 mg/KgBW. Group II received asetosal at dose of 91 mg/KgBW. Group III, IV and V received respectively, the methanol-water extract ofM. tanariusleaf at dose of 711; 2,133 and 6,400 mg/KgBW. Data were evaluated by one-way ANOVA, followed by Scheffe test to compare the mean of each dose group with the control group.

Result of the study suggesting that the methanol-water extract of M. tanarius leaf has analgesic effect. Percent protection of the methanol-water extract of M. tanarius leaf at dose of 711; 2,133 and 6,400 mg/KgBW were 31.4; 62.1 and 82.2 percent, respectively. The change in percent protection of the methanol-water extract ofM. tanarius leaf at dose of 711; 2,133 and 6,400 mg/KgBW were -48.1; 2.7 and 35.9 percent, respectively. ED50of the methanol-water extract of M. tanarius leaf is 1,470 mg/kgBW.

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Nyeri dapat digambarkan sebagai pengalaman sensorik dan emosional

yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Price dan Wilson, 2005). Nyeri merupakan keluhan utama yang membawa pasien ke dokter

(Dewoto, 2006) dan kondisi yang menimbulkan rasa tidak nyaman pada penderita. Dilaporkan timbulnya nyeri pada pasien dengan penyakit serius di rumah sakit sebesar 50% (DiPiro, Tabert, Yee, Matzke, Wells dan Posey, 2008). Munculnya

rasa nyeri menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi penderitanya. Salah satu solusi untuk mengatasi rasa nyeri tersebut dengan mengembangkan

berbagai upaya pengobatan (Soedibyo, 1998).

Tujuan keseluruhan pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri semaksimal mungkin dengan meminimalkan kemungkinan efek samping (Price

dan Wilson, 2005). Terapi farmakologis yang dapat digunakan dalam mengatasi nyeri di masyarakat menggunakan obat yang memiliki efek analgesik, seperti

parasetamol dan asetosal. Hanya saja asetosal kini jarang digunakan karena efek sampingnya yang relatif tinggi. Katzung (2004) melaporkan pada dosis biasa, asetosal atau asam asetilsalisilat dapat menyebabkan gangguan lambung. Kerja

obat ini adalah menghambat prostaglandin G/H synthase dan meredakan nyeri

ringan sampai sedang yang sebabnya beragam, tetapi tidak efektif untuk nyeri

(20)

Asetosal (asam asetilsalisilat atau aspirin) memiliki mekanisme kerja

sebagai antiinflamasi, antipiretik dan analgesik. Sebagai analgesik sangat efektif mengurangi nyeri intensitas ringan-sedang melalui efeknya pada inflamasi, yang mungkin menghambat rangsang nyeri pada tingkat subkorteks (Dewoto, 2006)

sehingga diketahui asetosal memiliki efek analgesik.

Selain menggunakan obat sintetik, ada kemungkinan masyarakat

mengatasi nyeri dengan menggunakan tumbuhan sebagai alternatif pengobatan, dikarenakan semakin mahalnya biaya kesehatan termasuk biaya pengobatan. Selain itu, muncul kecenderungan masyarakat untuk mengatasi penyakit dengan

memanfaatkan tumbuhan sekitar yang mungkin berkhasiat (back to nature) karena

dianggap relatif lebih aman daripada produk obat sintetik sehingga lebih

menguntungkan bagi masyarakat. Oleh karena itu, banyak dilakukan penelitian efek analgesik suatu tumbuhan sebagai alternatif pengobatan guna mendapatkan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan dunia pengobatan.

M. tanarius yang dikenal sebagai tumbuhan perintis yang tumbuh lebih

dahulu dibanding tumbuhan lain dan juga diketahui sebagai tumbuhan bersemut

(Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat dan Sutthivaiyakit, 2005) mungkin jarang dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. M. tanarius

adalah pohon yang berdaun hijau memiliki ketinggian 4-5 meter ditemukan di

daerah bersemak di sepanjang Asia Selatan dan Timur, khususnya bagian Selatan Cina, Korea dan Jepang (Phommart, dkk, 2005) telah banyak dilaporkan terkait

(21)

3

Ekstrak n-heksan dan kloroform dari daun M. tanarius dilaporkan

mengandung nymphaeol dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2

(Phommart, dkk, 2005). Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo,

Otsuka, dkk (2006) melaporkan 4 kandungan baru dari M. tanarius yaitu

macarangiosida A-D, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol M.

tanarius. Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk

(2009) melaporkan bahwa macarangiosida A-C dan malofenol B menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Kandungan senyawa

macarangiosida A-C dan malofenol B diketahui merupakan golongan senyawa glikosida.

Robinson (1995) melaporkan bahwa glikosida lebih mudah larut dalam air. Bila digunakan penyari kombinasi antara metanol dan air sebagai pelarut, dimungkinkan tidak hanya kandungan senyawa macarangiosida A-C dan

malofenol B yang dapat tersari melainkan adanya kandungan glikosida lain yang diharapkan memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas dapat tertarik semakin

banyak. Hal ini diakibatkan karena penggunaan penyari metanol dan air memiliki sifat yang lebih polar bila dibandingkan metanol absolut. Bila penyari yang digunakan semakin polar diharapkan kandungan glikosida yang larut dan tersari

semakin banyak sehingga efek penangkapan radikal bebas juga semakin besar. Radikal bebas merupakan substansi yang berperan dalam proses

(22)

dan peradangan (inflamasi) melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase. Bila

radikal bebas ditangkap maka dimungkinkan proses timbulnya nyeri terhambat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan uji efek analgesik ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss. Penelitian

ini menggunakan penyari kombinasi antara metanol-air (metanol 50%) didasarkan pada sifat glikosida yang larut dalam air dan adanya penelitian Matsunami, dkk

(2006; 2009), dilaporkan menggunakan penyari metanol diperoleh kandungan macarangiosida A-C dan malofenol B yang diketahui memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang dapat menghambat proses timbulnya nyeri.

1. Permasalahan

a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek analgesik pada

mencit betina galur Swiss?

b. Berapa besar persen proteksi geliat ekstrak metanol-air daunM. tanariuspada

mencit betina galur Swiss?

c. Berapa besar perubahan persen proteksi geliat ekstrak metanol-air daun M.

tanariuspada mencit betina galur Swiss?

d. Berapa besar ED50 dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terdahulu terkait konstituen dari daun M. tanarius memiliki

kandungan senyawa diantaranya glukosida yang dinamai macarangiosida A-C dan

(23)

5

tersebut menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH (Matsunami,

dkk, 2006; 2009).

Phommart, dkk (2005) melaporkan dari daun M. tanarius ditemukan 3

kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan

tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A

(vomifoliol), blumenol B (7,8dihydrovomifolioldan annuionon).

Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan kandungan

ekstrak metanolM. tanariusberupacorilagin mallotinic acid, chebulagic aciddan

novel ellagitannin (macatannin A) mempunyai aktivitas menghambat α

-glukosidase (Puteri dan Kawabata, 2010).

Ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung

nymphaeol dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta

nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2 (Phommart,

dkk, 2005).

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek analgesik ekstrak

metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat

(24)

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait efek, besar persen proteksi geliat, besar perubahan persen proteksi geliat dan besar ED50

ekstrak metanol-air daunM. tanariuspada mencit betina galur Swiss.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kegunaan tumbuhan

sebagai analgesik terutama daunM. tanarius.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui efek analgesik ekstrak metanol-air daun M. tanarius

pada mencit betina galur Swiss.

b. Untuk mengetahui besar persen proteksi geliat dari ekstrak metanol-air

daunM. tanariuspada mencit betina galur Swiss.

c. Untuk mengetahui besar perubahan persen proteksi geliat ekstrak

metanol-air daunM. tanariuspada mencit betina galur Swiss.

d. Untuk mengetahui besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

(25)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. M. tanarius

1. Keterangan Botani

Macaranga tanarius termasuk dalam famili euphorbiaceae. Tanaman ini dikenal dengan beberapa nama daerah antara lain Tutup Ancur (Jawa), Mapu (Batak), Mara (Sunda) (Anonim, 2010a).

2. Morfologi tumbuhan

M. tanarius merupakan pohon kecil sampai sedang, dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan malai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat dan menggelembur (Anonim, 2010a).

3. Kandungan kimia

(26)

Nishioka, 1990). Dari daun M. tanarius dilaporkan dan diidentifikasi bahwa ditemukan 3 kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol dan annuionon). Struktur senyawa tanariflavanon C dan D, nymphaeol A, B dan C, malofenol B serta macarangiosida A-C (gambar 1).

Tanariflavanon C Tanariflavanon D NymphaeolA

NymphaeolB NymphaeolC Malofenol B

Macarangiosida A Macarangiosida B Macarangiosida C

Gambar 1. Struktur senyawa dalam daunM. tanarius

(27)

9

4. Khasiat dan kegunaan

Secara tradisional daun M. tanarius digunakan sebagai fermentasi pada tempe dan pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Daun M. tanarius kaya akan tanin dan digunakan sebagai obat di masyarakat seperti obat diare, luka dan juga sebagai antiseptik (Lin, dkk, 1990). Dalam pengobatan tradisional di Malaysia dan Thailand, dekok akar Macaranga digunakan sebagai antipiretik dan antitusif. Akar keringnya digunakan sebagai agen emetik, sementara daun segarnya digunakan sebagai penutup luka guna mencegah terjadinya inflamasi. Di Cina jenis Macaranga ini menjadi tumbuhan yang komersil, yang dijadikan sebagai produk minuman kesehatan (Lim, Lim, Yule, 2009).

5. Ekologi penyebaran dan budidaya

(28)

B. Metode Penyarian

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Secara umum penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi dan perkolasi (Depkes RI, 1986).

Infundasi merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit (Depkes RI, 1986).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).

(29)

11

akan melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Depkes RI, 1986).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

C. Nyeri

1. Definisi

Nyeri adalah perasaan yang dipicu oleh sistem saraf. Nyeri dapat menyakitkan atau membahayakan penderitanya. Rasa nyeri ini mungkin dapat muncul dan pergi seketika atau mungkin konstan. Penderita mungkin merasa nyeri di satu daerah tubuh, seperti punggung, perut atau dada atau mungkin merasa sakit di seluruh tubuh. Nyeri dapat membantu dalam mendiagnosis suatu masalah kesehatan. Setelah penderita diterapi, rasa nyeri biasanya hilang. Namun, terkadang rasa nyeri itu berlangsung selama mingguan, bulanan atau bahkan tahunan. Kondisi ini disebut nyeri kronis. Nyeri kronis disebabkan oleh penyebab yang berkelanjutan, seperti kanker atau arthritis atau terkadang penyebabnya tidak diketahui. Ada banyak cara untuk mengobati rasa nyeri. Pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab rasa nyeri, seperti obat penghilang rasa nyeri, akupunktur dan operasi (Dugdale, 2009).

(30)

pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi atau kejang otot (Tjay dan Rahardja, 2007).

2. Terjadinya nyeri

Nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, antara lain histamin, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang. Nociceptor juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak, dimana dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).

(31)

13

3. Klasifikasi

Penggolongan nyeri berdasarkan DiPiro dkk (2008) yaitu: a. Nyeri akut

Nyeri akut dapat menjadi proses peringatan fisiologis individu dari adanya penyakit dan situasi berbahaya. Penyebab umum nyeri akut termasuk pembedahan, penyakit akut, trauma, akivitas, dan prosedur medis.

b. Nyeri kronik

Dalam kondisi normal, nyeri akut menghilang cepat karena adanya proses penyembuhan dengan mengurangi produksi rangsangan nyeri. Namun, dalam beberapa kasus, nyeri tetap terjadi selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, yang mengarah ke keadaan nyeri kronis dengan karakteristik yang sangat berbeda dengan nyeri akut.

4. Mekanisme nyeri

Proses penghantaran nyeri terdiri dari 4 tahap yaitu stimulasi, transmisi, persepsi nyeri dan modulasi.

a. Stimulasi

(32)

b. Transmisi

Transmisi rangsang nyeri terjadi di serabut aferen Adan C. Serabut

saraf aferen tersebut merangsang serabut nyeri di berbagai lamina spinal cord’s dorsal horn melepaskan berbagai neurotransmiter termasuk glutamat, substansi P, dan kalsitonin.

c. Persepsi nyeri

Persepsi nyeri adalah titik utama transmisi impuls nyeri. Otak akan mengartikan sinyal nyeri dengan batas tertentu, sedangkan fungsi kognitif dan tingkah laku akan memodifikasi nyeri sehingga tidak menjadi lebih parah. Relaksasi, pengalihan, meditasi dan berkhayal dapat mengurangi rasa nyeri. Sebaliknya, perubahan biokimia saraf yang terjadi pada keadaan seperti depresi dan stres dapat memperburuk rasa nyeri.

d. Modulasi

Modulasi nyeri melalui sejumlah proses yang kompleks. Diketahui bahwa sistem opiat endogen terdiri dari berbagai neurotransmiter (seperti

enkhepalin, dinorfin, dan -endorfin dan reseptor-reseptor ( seperti μ, , dan

) yang ditemukan dalam sistem saraf pusat. Opioid endogen berikatan

(33)

15

D. Analgesik

Schmitz, Lepper dan Heidrich (2009) mengatakan bahwa analgesik adalah zat-zat yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri. Analgesik dapat dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan kerja farmakologisnya:

1. Analgesik non narkotik (perifer) yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgesik antiradang termasuk kedalam kelompok ini.

2. Analgesik narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat seperti,

fracturadan kanker.

Atas dasar dasar cara kerjanya, obat-obat ini dibagi dalam 3 kelompok yaitu: a. Agonis opiat, cara kerja obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan

mengenai potensi dan lama kerjanya, efek samping, dan resiko akan ketergantungan fisik.

b. Antagonis opiat, bila digunakan sebagai analgesik, obat ini dapat menduduki salah satu reseptor.

c. Campuran, zat ini dengan kerja mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak atau hanya sedikit mengaktivasi daya kerjanya (Tjay dan Rahardja, 2007).

E. Metode Pengujian Efek Analgesik

(34)

mekanik, termik, elektrik, dan secara kima. Metode pengujian dengan menginduksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat analgesik kuat. Pada umumnya daya analgesik dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Pyitomedika, 1991).

Turner (1965) melaporkan bahwa metode rangsang kimia menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada hewan uji secara intraperitoneal, sehingga akan menimbulkan nyeri. Beberapa zat kimia yang biasanya digunakan antara lain asam asetat dan fenil kuinon. Metode ini sederhana, reproducible (dapat diulang-ulang hasilnya), dan cukup peka untuk menguji senyawa analgesik dengan daya analgesik lemah, namun mempunyai kekurangan yaitu masalah kespesifikasinya. Oleh karena itu metode ini sering digunakan untuk penapisan (screening). Efek analgesik dapat dievaluasi menggunakan persen proteksi geliat.

% proteksi geliat = (100 – [(P/K) x 100])%

(35)

17

F. Asetosal

Gambar 2. Struktur asetosal(Helmenstine, 2010).

Asetosal (gambar 2) merupakan ester salisilat dari asam, berbentuk kristal putih seperti batang atau jarum dan berbau. Sedikit larut dalam air, sangat larut dalam alkohol. Nilai pKa dari asetosal adalah 3,5. Termasuk dalam golongan analgesik non-narkotik. Indikasi dari asetosal adalah sebagai pereda nyeri, sakit kepala, nyeri ringan lain yang berhubungan dengan adanya inflamasi, nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, melahirkan, sakit gigi, dismenore (Anonim, 2010c).

G. Landasan Teori

Matsunami dkk, (2006) melaporkan kandungan dari M. tanarius yaitu macarangiosida A-D, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol daunM. tanarius. Penelitian terbaru dari Matsunami dkk, (2009) melaporkan kandungan lignan glukosida yang diisolasi dari daun M. tanarius mempunyai aktivitas antioksidan terhadap penangkapan DPPH.

(36)

dimungkinkan tidak hanya kandungan senyawa macarangiosida A-C dan malofenol B yang dapat tersari melainkan adanya kandungan glikosida lainnya yang memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas dapat tertarik semakin banyak. Hal ini diakibatkan karena penggunaan penyari metanol dan air memiliki sifat yang lebih polar bila dibandingkan metanol absolut. Bila penyari yang digunakan semakin polar diharapkan kandungan glikosida yang larut dan tersari semakin banyak sehingga efek penangkapan radikal bebas juga semakin besar.

Tjay dan Rahardja (2007) melaporkan bahwa ada kaitan antara penangkapan radikal bebas dengan penghambatan pembentukan mediator nyeri dan peradangan (inflamasi). Bila radikal bebas ditangkap dimungkinkan proses perubahan asam arakidonat menjadi endoperoksida dan asam hidroperoksida melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase akan terhambat sehingga mediator nyeri dan peradangan tidak akan terbentuk serta tidak akan terjadi nyeri.

(37)

19

spesifik bagaimana mekanisme efeknya, tetap dapat terlihat efeknya melalui metode ini.

H. Hipotesis

(38)

20

Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang digunakan adalah jumlah miligram ekstrak metanol-air daunM. tanariustiap kilogram berat badan hewan uji. b. Variabel tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah persen proteksi geliat ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Persen proteksi geliat ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah kemampuan yang dimiliki ekstrak metanol-air daun M. tanarius untuk mengurangi rasa nyeri dengan ditandai adanya penurunan jumlah geliat pada hewan uji.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

(39)

21

3) Umur hewan uji antara 2-3 bulan.

4) Berat badan hewan uji antara 20-30 gram. 5) Waktu pengamatan antara 08.00-14.00.

6) Cara pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada hewan uji secara peroral.

7) Kondisi hewan uji: sehat.

8) Tempat pemanenan daun M. tanarius: kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

9) Waktu pemanenan daunM. tanarius: Maret 2010. b. Variabel pengacau tak terkendali

1) Ketahanan mencit yaitu kemampuan mencit untuk menahan rasa sakit.

2) Variasi biologis yaitu kemampuan absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi dari mencit betina terhadap ekstrak metanol-air daunM. tanarius.

3. Definisi operasional

a. Daun M. tanarius adalah daun yang diambil dari tanaman M. tanarius, memiliki daun yang berwarna hijau, tidak berlubang, segar, tidak terlalu tua dan muda (diambil daun yang berada tidak dipangkal dan diujung batang). b. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius berupa ekstrak kental yang diperoleh

(40)

diuapkan di oven selama 24 jam pada suhu 50oC, hingga diperoleh bobot ekstrak tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.

c. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat adalah larutan dengan konsentrasi 38,4% yang diperoleh dengan cara melarutkan ekstrak metanol-air daunM. tanariusseberat 1,92 gram dengan CMC Na 1% ke dalam labu ukur 5 ml.

d. Dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah sejumlah berat ekstrak metanol-air daunM. tanariustiap satuan berat badan hewan uji dengan satuan mg/KgBB.

e. Geliat didefinisikan bila mencit menarik kedua kaki belakang ke belakang dengan mengempiskan perutnya sehingga permukaan perut menempel pada alas tempat berpijak mencit tersebut.

f. Persen proteksi geliat terhadap rangsang kimia adalah seratus dikurangi jumlah kumulatif geliat kelompok perlakuan dibagi rata-rata jumlah kumulatif geliat kelompok kontrol dikali 100 persen.

(41)

23

geliat sebesar 50% dari kontrol negatif. Semakin sedikit geliat semakin besar efek analgesiknya.

C. Bahan Penelitian

a. Hewan uji: mencit betina galur Swiss dengan berat badan 20-30 gram dengan umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari Lembaga Pusat Penelitian dan Teknologi (LPPT), Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

b. Bahan uji: daun M. tanarius diperoleh dari kebun obat, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang di panen pada bulan Maret 2010. c. Metanol (Merck) dan diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

d. Asetosal (Merck) sebagai kontrol positif diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. Carboxymethylcellulose-natrium (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd), sebagai pensuspensi asetosal diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

f. Asam asetat glasial (Merck) sebagai perangsang nyeri, diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(42)

D. Alat Penelitian

1. Alat ekstraksi

a. Oven (Memmert)

b. Mesin penyerbuk (Retsch) c. Ayakan

d. Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)

e. Shaker

2. Alat uji geliat

a. Kotak kaca tempat pengamatan geliat b. Stopwatch(Olympic)

c. Jarum yang digunakan untuk pemberian peroral, berupa jarum yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah (Terumo)

d. Spuit injeksi yang memiliki ujung runcing dan digunakan untuk pemberian secara intraperitoneal (Terumo)

3. Lain-lain

a. Neraca analitik (Metler Toledo AB 204, Germany) b. Timbangan

(43)

25

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman M. tanarius menggunakan biji, bunga, daun, buah dan batang yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan (Koorders dan Valeton,1918). Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

DaunM. tanariusdiperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang di panen pada bulan Maret 2010. Daun yang diambil adalah daun segar berwarna hijau, tidak berlubang dan tidak terlalu tua dan muda (diambil daun yang berada tidak dipangkal dan diujung batang).

3. Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia daun M. tanarius yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan pada sinar matahari, untuk meniadakan air pada daun. Selanjutnya daun dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 500C selama 24 jam dan diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Kemudian serbuk simplisia diayak menggunakan ayakan nomor 40 selama 15 menit.

4. Pembuatan ekstrak kental

(44)

ekstraksi, daun M. tanarius diserbuk terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar kandungan fitokimia dalam daun M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar. Serbuk daun M. tanariusseberat 10,0 gram direndam dengan 100 ml pelarut metanol 50% di dalam erlenmeyer selama 72 jam (Puteri dan Kawabata, 2010) dengan kecepatan 140 rpm pada suhu kamar. Perendaman ini bertujuan agar senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan dapat larut dalam pelarut. Setelah perendaman, hasil maserasi tersebut disaring dengan kertas saring. Hasil saringan dipindahkan ke cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, dengan maksud untuk mempermudah perhitungan rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Selanjutnya, cawan porselen yang berisi hasil maserasi tersebut dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 500C agar mendapatkan ekstrak metanol-air daunM. tanariusyang kental dengan bobot ekstrak yang tetap.

5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Ekstrak metanol-air daun M. tanarius kental dihitung rata-rata rendemennya dari ke-6 replikasi yang telah dibuat.

Rendemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental−berat cawan kosong

Rata−rata rendemen =Rep. 1 + Rep. 2 + Rep. 3 + Rep. 4 + Rep. 5 + Rep. 6 6

(45)

27

melarutkan ekstrak percawan yaitu 1,92 gram dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai yaitu CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia yaitu labu ukur 5 ml sehingga dapat ditetapkan konsentrasi ekstrak metanol-air dari daunM. tanariussebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml atau 38,4% b/v.

6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Dasar penetapan peringkat: a. Bobot tertinggi mencit

b. Separuh dari volume maksimal pemberian cairan secara peroral yaitu ½ ml Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daunM. tanarius:

D × BB = C × V

D × 0,03 KgBB = 384 mg ml × 0,5 ml D = 6.400 mg/KgBB

Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dari dosis tertinggi sehingga didapatkan dosis 2.133 mg/KgBB dan 711 mg/KgBB. Dosis yang digunakan dalam penelitian adalah 6.400; 2.133; dan 711 mg/KgBB.

7. Penyiapan hewan uji

(46)

kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanariusdengan peringkat dosis 711 mg/KgBB, 2.133 mg/KgBB dan 6.400 mg/KgBB yang diberikan secara peroral. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan dahulu selama 24 jam namun tetap diberi minum.

8. Pembuatan sediaan

a. Larutan asam asetat 1% v/v sebanyak 25,0 ml

Larutan asam asetat dibuat dengan cara pengenceran dari larutan asam asetat glasial 100% v/v dengan volume pengambilan dihitung dengan menggunakan rumus:

volume1x konsentrasi1= volume2x konsentrasi2

Sebanyak 0,25 ml asam asetat glasial 100% diencerkan dengan aquadest hingga volume 25,0 ml menggunakan labu ukur 25 ml.

b. Larutan CMC Na 1% sebanyak 100,0 ml

Larutan CMC Na 1% dibuat dengan cara menimbang 1,0 g serbuk CMC Na kemudian ditaburkan di atas permukaan air panas sedikit demi sedikit sehingga seluruhnya menutupi bagian atas permukaan air secara merata, lalu biarkan mengembang. Larutan yang terbentuk diaduk kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan aquadest hingga tanda batas 100 ml kemudian gojog.

c. Suspensi asetosal 1% 25 ml dalam CMC Na 1%

(47)

29

d. Pembuatan larutan ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Ekstrak metanol-air kental daun M. tanarius seberat 1,92 gram dilarutkan dengan CMC Na 1 % pada labu ukur 5 ml. Sebelum disuntikan pada hewan uji, labu ukur digojog agar homogen.

9. Penetapan dosis asam asetat 1%

Larutan asam asetat 1% digunakan sebagai senyawa penginduksi rasa nyeri pada mencit. Larutan asam asetat 1% diberikan pada 3 kelompok mencit dengan dosis berbeda yaitu 25, 50 dan 75 mg/KgBB. Dari ketiga dosis tersebut dicari dosis optimum yang dapat menimbulkan respon nyeri berupa geliat yang dapat diamati sehingga memudahkan pengamatan.

10. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat

Selang waktu pemberian asam asetat ditentukan untuk mengetahui waktu dimana senyawa uji telah terabsorbsi dengan optimal sehingga dapat segera menimbulkan efek. Penentuan selang waktu ini dilakukan dengan menggunakan asetosal 91 mg/KgBB dengan variasi selang waktu yang dilakukan adalah 5, 10 dan 15 menit. Dari ketiga selang waktu tersebut dicari selang waktu optimum yang dapat menimbulkan respon nyeri berupa geliat yang dapat diamati sehingga memudahkan pengamatan.

11. Penetapan dosis asetosal

(48)

dikonversikan pada mencit sehingga dosisnya dapat dihitung sebagai berikut. Berat badan manusia Indonesia adalah 50 Kg. Faktor konversi dengan pedoman manusia Eropa 70 Kg adalah (70:50)x 500 g= 700 mg. Konversi dari manusia 70 Kg ke mencit 20 g adalah 0,0026 x 700 = 1,82 mg. Maka dosis asetosal adalah 1,82 mg: 20 g= 0,091 mg/gBB atau 91 mg/KgBB diperoleh dosis 91 mg/KgBB. Menurut penelitian terdahulu Handara (2006); Riadiani (2006) dan Tusthi (2007) penetapan dosis asetosal 91 mg/KgBB.

12. Perlakuan hewan uji

Sebelum perlakuan dilakukan, mencit terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam dengan tetap diberi minum. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh makanan terhadap hasil uji. Mencit yang digunakan sebanyak 25 mencit yang terbagi secara acak dalam 5 kelompok. Kelompok I adalah kontrol negatif CMC Na 1% dosis 6.400 mg/KgBB, kelompok II adalah kontrol positif dengan asetosal dosis 91 mg/KgBB dan kelompok III, IV dan V berturut-turut adalah kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daunM. tanariusdengan peringkat dosis 711, 2.133 dan 6.400 mg/KgBB yang diberikan secara peroral. Setelah selang waktu tertentu hasil orientasi, mencit diberikan rangsang kimia berupa asam asetat 1% secara intraperitonial dengan dosis hasil orientasi kemudian respon geliat diamati dan dicatat tiap selang waktu 5 menit selama 1 jam.

13. Penentuan % proteksi geliat

(49)

31

% Proteksi geliat = 100−[(P

K) × 100%]

Keterangan: P = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi perlakuan K = jumlah kumulatif geliat mencit kelompok kontrol

Untuk melihat perubahan persen proteksi masing-masing perlakuan terhadap asetosal (kontrol positif) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Perubahan % proteksi geliat = ([A−B

B ] × 100%)

Keterangan: A = persen efek analgesik setiap kelompok perlakuan B = persen efek analgesik rata-rata kontrol positif

F. Tata Cara Analisis Hasil

(50)

32

Bahan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah daun dari tanaman M. tanarius. Sebelum daun M. tanarius ini digunakan dalam pengujian efek analgesik maka diperlukan determinasi tanaman untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar tanaman M. tanarius, yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai pakan ternak hewan. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian batang, daun, biji, buah dan bunga.

Determinasi dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan dan hasil determinasi sesuai dengan yang diharapkan hingga katagori jenis (species) membuktikan bahwa yang dideterminasi adalah benarM. tanarius.

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air DaunM. tanarius

(51)

33

Standarisasi yang dilakukan pada ekstrak metanol-air daunM. tanariusadalah penimbangan bobot ekstrak hingga diperoleh bobot tetap dengan susut pengeringan 0%. Parameter non-spesifik yaitu parameter susut pengeringan digunakan dengan maksud untuk mengukur sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 50ºC. Cawan berisi ekstrak ditimbang setiap 1 jam sampai diperoleh berat ekstrak konstan. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan karena hal ini dapat mempengaruhi bobot ekstrak yang didapat sehingga akan mempengaruhi konsentrasi ekstrak dan dosis yang akan digunakan pada hewan uji.

Dari proses pengeringan diperoleh bobot ekstrak tetap (tidak ada perubahan bobot ekstrak) pada jam ke-23 dan ke-24 dan susut pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada jam ke-23 dan ke-24 sebesar 0% sehingga diketahui bahwa tidak ada pelarut penyari yang masih tersisa. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan waktu pengeringan selama 24 jam untuk mendapatkan bobot ekstrak yang tetap.

C. Hasil Uji Pendahuluan

(52)

lebih valid dan akurat. Adapun uji pendahuluan tersebut meliputi penetapan kriteria geliat, penetapan dosis asam asetat dan selang waktu pemberian asam asetat.

Pada uji pendahuluan ini digunakan subjek uji dengan ketentuan yang sama dengan subjek uji yang digunakan pada uji yang sebenarnya yaitu mencit betina, galur Swiss, umur 2-3 bulan dan berat badan 20-30 gram. Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam tidak diberi pakan namun tetap diberi minum.

1. Penentuan kriteria geliat

Penentuan kriteria geliat perlu dilakukan agar geliat yang diamati dapat seragam sehingga pengamatan menjadi lebih mudah dan spesifik serta data yang didapat menjadi lebih valid. Gerakan mencit yang dianggap sebagai geliat adalah apabila mencit menarik kedua kaki belakang ke belakang dengan mengempiskan perutnya sehingga permukaan perut menempel pada alas tempat berpijak mencit tersebut, yaitu alas pada kotak kaca tempat pengamatan. Respon geliat yang timbul merupakan akibat dari pemberian asam asetat 1% dengan dosis 50 mg/KgBB secara intraperitonial yang dapat mengiritasi jaringan sehingga menyebabkan jaringan rusak dan mengakibatkan timbulnya rasa sakit berupa respon geliat.

2. Penetapan dosis asam asetat

(53)

35

Orientasi terhadap dosis asam asetat bertujuan untuk mendapatkan dosis asam asetat yang memberikan jumlah geliat yang optimal agar dapat diamati sehingga pengamatan menjadi lebih mudah. Asam asetat adalah suatu iritan yang merusak jaringan secara lokal, yang menyebabkan nyeri pada rongga perut. Hal itu

disebabkan oleh kenaikan ion H+akibat turunnya pH di bawah 6 yang menyebabkan membran sel luka. Luka pada membran sel ini akan mengaktifkan enzim fosfolipase pada fosfolipid membran sel sehingga menghasilkan asam arakidonat yang akhirnya akan membentuk prostaglandin. Terbentuknya prostaglandin ini akan meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri sehingga mencit akan memberikan respon dengan cara menggeliat untuk menyesuaikan keadaan yang dirasakannya.

(54)

Tabel 1. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat

Kelompok Perlakuan (mg/KgBB) Rata-rata jumlah geliat (X + SE)

25 28,0 + 4,0

50 85,0 + 6,3

75 87,8 + 1,8

Keterangan :

X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

Rata-rata jumlah kumulatif geliat yang muncul pada penentuan dosis asam asetat dapat pula disajikan dalam bentuk diagram batang pada gambar 3.

Gambar 3. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat

(55)

37

asetat diperoleh probabilitasnya adalah 0,000 (< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga kelompok dosis tersebut terdapat perbedaan sehingga dilanjutkan ke uji

Scheffe untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak. Hasil uji Scheffe rata-rata jumlah kumulatif geliat penentuan dosis asam asetat dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Hasil ujiSchefferata-rata jumlah kumulatif geliat pada penentuan dosis asam asetat

Kelompok Dosis (mg/KgBB) 25 50 75

25 - B B

50 B - TB

75 B TB

-Keterangan :

B = Berbeda bermakna (p < 0,05) TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

Hasil uji Scheffe menunjukkan bahwa pemberian asam asetat dosis 25 mg/KgBB berbeda bermakna dengan dosis 50 mg/KgBB maupun 75 mg/KgBB. Namun dosis 50 mg/KgBB berbeda tidak bermakna dengan dosis 75 mg/KgBB. Hal ini berarti, dosis 50 mg/KgBB dan dosis 75 mg/KgBB menunjukkan perbedaan jumlah geliat yang tidak bermakna. Dari hasil tersebut maka pada penelitian ini digunakan asam asetat dosis 50 mg/KgBB karena dosis tersebut adalah dosis optimum yang telah memberikan geliat yang dapat diamati sehingga pengamatan menjadi lebih mudah.

3. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat

(56)

intraperitoneal. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat dilakukan untuk mengetahui waktu yang tepat agar asetosal (kontrol positif) dan larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius (senyawa uji) dapat memberikan efek yang optimal. Aksi kerja senyawa tersebut ditunjukkan dengan adanya penurunan pada jumlah geliat yang diamati. Pada selang waktu tersebut, diharapkan zat uji telah diabsorbsi sehingga dapat memberikan efek analgesiknya.

Pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat ini digunakan asetosal dosis 500 mg yaitu dosis yang lazim digunakan. Dosis ini kemudian dikonversikan pada mencit menjadi 91 mg/KgBB. Asam asetat yang digunakan adalah dosis hasil orientasi yaitu 50 mg/KgBB. Adapun variasi selang waktu yang diujikan adalah 5, 10 dan 15 menit. Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit selama 60 menit pada berbagai selang waktu dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada berbagai selang waktu menggunakan asetosal dosis 91 mg/KgBB dan asam asetat dosis 50 mg/KgBB

Kelompok Jumlah geliat (X + SE) 5 menit 67,7 + 3,3 10 menit 45,0 + 1,7 15 menit 37,3 + 1,3

Keterangan :

X =Mean(Rata-rata)

SE =Standard Error(SD/n)

(57)

39

Gambar 4. Grafik rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit selama 1 jam pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat dosis 50 mg/KgBB

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa semakin lama selang waktu pemberian asam asetat maka geliat yang terjadi juga semakin berkurang. Untuk melihat adanya perbedaan pada ketiga kelompok tersebut dilakukan analisis variansi satu arah. Berdasarkan hasil analisis variansi satu arah diperoleh probabilitasnya adalah 0,000 (< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga kelompok selang waktu tersebut terdapat perbedaan sehingga dilanjutkan ke uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak. Hasil uji Scheffe rata-rata jumlah kumulatif geliat penentuan selang waktu pemberian asam asetat dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Hasil ujiScheffe rata-rata jumlah kumulatif geliat penentuan selang waktu pemberian asam asetat dosis 50 mg/KgBB

Kelompok perlakuan selang

waktu pemberian (menit) 5 10 15

5 - B B

10 B - TB

15 B TB

-Keterangan :

(58)

Hasil uji Scheffemenunjukkan bahwa kelompok selang waktu pemberian 5 menit berbeda bermakna dengan selang waktu pemberian 10 menit maupun 15 menit. Kelompok selang waktu 10 menit berbeda bermakna dengan selang waktu 5 menit namun berbeda tidak bermakna dengan selang waktu 15 menit.

Jumlah geliat pada selang waktu 5 menit masih terlalu banyak, hal ini mungkin disebabkan asetosal belum bekerja secara optimal. Sedangkan pada selang waktu pemberian 10 dan 15 menit terdapat perbedaan jumlah geliat yang tidak bermakna. Dari hasil tersebut maka pada penelitian ini digunakan asam asetat selang waktu 15 menit karena dilihat dari rata-rata jumlah geliat pada menit ke-15 lebih sedikit daripada menit ke-10 sehingga selang waktu 15 menit adalah selang waktu optimum yang sudah cukup menimbulkan geliat yang dapat diamati.

Pemilihan selang waktu 15 menit berarti asam asetat diberikan pada 15 menit setelah pemberian asetosal 91 mg/KgBB. Selain itu, penetapan selang waktu ini juga berlaku untuk kelompok kontrol negatif dan kelompok senyawa uji.

D. Hasil Uji Efek Analgesik Ekstrak Metanol-Air DaunM. tanarius

(59)

41

Dengan menggunakan hasil orientasi, diperoleh rata-rata kumulatif jumlah geliat pada kelompok perlakuan dengan tiga peringkat dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius (EDM) berurut-urut yaitu 711 mg/KgBB, 2.133 mg/KgBB dan 6.400 mg/KgBB beserta kelompok kontrol negatif CMC Na 1% 6.400 mg/KgBB dan kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara statistik dan akan diperoleh persen proteksi senyawa uji terhadap nyeri yang dibandingkan dengan kontrol negatif (tabel V).

Tabel V. Hasil rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit dan persen proteksi pada pengujian efek analgesik kelompok uji kontrol negatif, positif dan

3 peringkat dosis ekstrak metanol-air daunM. tanarius(EDM)

Kelompok Uji Asetosal 91 mg/KgBB 5 38,6 + 2,3 60,5+ 2,4

EDM 711 mg/KgBB 5 67,0 + 2,8 31,4 + 2,9

EDM 2.133 mg/KgBB 5 37,0 + 2,7 62,1 + 2,7

EDM 6.400 mg/Kg BB 5 17,4 + 1,0 82,2 + 1,1

Keterangan :

X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

EDM = Ekstrak metanol-air daunM. tanarius

(60)

(a)

(b)

Gambar 5.

(61)

43

Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa rata-rata jumlah geliat berbanding terbalik dengan rata-rata proteksi geliat. Semakin banyak geliat berarti semakin kecil proteksi geliat atau daya analgesiknya. Pada kelompok kontrol negatif memiliki rata-rata jumlah geliat yang paling banyak yaitu 97,6 +2,2 disebabkan karena kontrol negatif CMC Na 1% 6.400 mg/KgBB tidak memiliki kemampuan dalam mengatasi nyeri sehingga geliat yang dihasilkan paling banyak.

Pada kelompok kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB menunjukkan jumlah geliat yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol negatif CMC Na 1% 6.400 mg/KgBB yaitu 38,6+2,3. Hal ini berarti asetosal 91 mg/KgBB yang diketahui sebagai obat analgesik mampu mengatasi nyeri sehingga geliat yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan kontrol negatif.

Pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dari dosis terendah hingga tertinggi berturut-turut menunjukkan jumlah geliat yang dihasilkan semakin kecil yaitu 67,0+2,8; 37,0+2,7 dan 17,4+1,0. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan pada hewan uji maka semakin kecil pula geliat yang dihasilkan yang menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daunM. tanariusmemiliki kemampuan dalam mengatasi nyeri.

(62)

ini menunjukkan bahwa pada kelima kelompok uji tersebut terdapat perbedaan sehingga dilanjutkan ke uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak. Hasil uji Scheffe persen proteksi pada pengujian efek analgesik seluruh kelompok uji pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil ujiScheffepersen proteksi pada pengujian efek analgesik kelompok uji kontrol negatif, positif dan 3 peringkat dosis ekstrak metanol-air

daunM. tanarius(EDM)

Kelompok CMC Na 1% 6.400mg/KgBB

Asetosal 91mg/KgBB B - B TB B

EDM 711 mg/KgBB B B - B B

EDM 2.133 mg/KgBB B TB B - B

EDM 6.400mg/Kg BB B B B B

-Keterangan :

TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05)

EDM = Ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Besar persen proteksi kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius 711 mg/KgBB, 2.1333 mg/KgBB dan 6.400 mg/KgBB berturut-turut adalah 31,4%, 62,1%, 82,2%. Hasil ujiScheffemenunjukkan bahwa kelompok kontrol negatif CMC Na 1% 6.400 mg/KgBB memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB dan ketiga kelompok senyawa uji ekstrak metanol-air daunM. tanarius. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol negatif yaitu CMC Na 1% 6.400 mg/KgBB tidak memiliki efek analgesik yang ditunjukkan dengan persen proteksi yang kecil yaitu -0,0+ 2.3.

(63)

45

ditunjukkan dengan berkurangnya respon geliat mencit dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC Na 1% 6.400 mg/KgBB.

Uji Scheffe menunjukkan bahwa diantara kelompok kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB dengan kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius 2.133 mg/KgBB terdapat perbedaan persen proteksi yang tidak bermakna. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa antara ekstrak metanol-air daunM. tanarius2.133 mg/KgBB memberikan efek yang sebanding dengan kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB.

Dari analisis data diketahui bahwa asetosal 91 mg/KgBB terhadap ekstrak metanol-air daun M. tanarius 711 mg/KgBB dan 6.400 mg/KgBB menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hal ini dikarenakan ekstrak metanol-air daunM. tanarius dosis terendah yaitu 711 mg/KgBB memiliki persen proteksi 31,4+2,9 yang jauh lebih kecil dibandingkan persen proteksi asetosal 91 mg/KgBB yaitu 60,5+2,4. Sedangkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis tertinggi yaitu 6.400 mg/KgBB memiliki persen proteksi 82,2 + 1,1 yang jauh lebih besar dibandingkan asetosal 91 mg/KgBB.

(64)

analgesik pada hewan uji maka dibutuhkan dosis yang lebih besar untuk mendapatkan efek penghambatan nyeri yang maksimal.

Suatu senyawa uji dikatakan memiliki efek analgesik jika mampu mengurangi ≥50% dari jumlah geliat pada kelompok kontrol negatif (Pyitomedika, 1991). Oleh karena itu, dari ketiga dosis ekstrak maka dosis 2.133 dan 6.400 mg/KgBB yang memenuhi syarat untuk dapat dikatakan memiliki efek analgesik karena memiliki persen proteksi geliat atau penghambatan nyeri lebih dari 50% sedangkan dosis 711 mg/KgBB tidak memiliki efek analgesik karena persen proteksi geliat tidak lebih dari 50%, kemungkinan dosis ini terlalu kecil untuk menimbulkan efek analgesik. Hal ini dapat disebabkan karena digunakan penyari kombinasi antara metanol-air (50:50), yang belum diketahui secara pasti kandungan glikosida yang dapat larut dan tertarik serta paling dominan dari ekstrak tersebut, sehingga dimungkinkan bahwa kandungan dalam kombinasi tersebut akan menurunkan aktivitas penangkapan radikal bebas yang dapat berpengaruh pada pengunaan dosis ekstrak yang kecil. Oleh karena itu, dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut terkait pengguna penyari yang berbeda yang diharapkan dapat menarik senyawa yang memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas yang lebih kuat sehingga penggunaan ekstrak pada dosis kecil dapat pula dijangkau.

(65)

47

Tujuan digunakan parameter ini yaitu untuk memberikan jaminan bahwa selama proses ekstraksi tidak meninggalkan sisa pelarut metanol-air yang memang seharusnya tidak diperbolehkan ada.

Berdasarkan hasil perhitungan persen proteksi kemudian dihitung perubahan persen efek analgesik ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB. Rata-rata perubahan persen efek analgesik kelompok kontrol negatif dan kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB pada pengujian efek analgesik seluruh kelompok uji pada tabel VII.

Tabel VII. Rata-rata perubahan persen efek analgesik kelompok kontrol negatif dan kelompok ekstrak metanol-air daunM. tanariusterhadap

kontrol positif asetosal pada pengujian efek analgesik

Kelompok Uji Rata-rata perubahan persen proteksi (X + SE)

CMC Na 1% 6400 mg/Kg -100,0 + 3,8

Asetosal 91 mg/KgBB 0,0+ 3,9

EDM 711 mg/KgBB -48,1+ 4,8

EDM 2133 mg/KgBB +2,7+ 4,5

EDM 6400 mg/Kg BB +35,9 + 1,7

Keterangan :

X =Mean(Rata-rata) SE =Standard Error(SD/n)

EDM = Ekstrak metanol-air daunM. tanarius

(66)

Gambar 6. Perubahan persen proteksi geliat pada kelompok perlakuan kontrol negatif dan kelompok ekstrak metanol-air daunM. tanariusterhadap kontrol positif asetosal

pada pengujian efek analgesik

(67)

49

Tabel VIII. Hasil ujiScheffeperubahan persen proteksi kelompok perlakuan kontrol negatif dan kelompok ekstrak metanol-air daunMacaranga tanariusterhadap kontrol

positif asetosal pada pengujian efek analgesik

Kelompok 6.400mg/KgBBCMC Na 1% 91mg/KgBBAsetosal 711 mg/KgBBEDM 2.133mg/KgBBEDM 6.400mg/KgBBEDM

CMC Na1% 6.400mg/KgBB - B B B B

Asetosal 91mg/KgBB B - B TB B

EDM 711 mg/KgBB B B - B B

EDM 2.133mg/KgBB B TB B - B

EDM 6.400mg/KgBB B B B B

-Keterangan :

TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p < 0,05)

EDM = Ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 6.400mg/KgBB dengan perubahan persen proteksi geliat -100,0+3,8 memiliki perbedaan 100% dengan kontrol positif asetosal 91 mg/KgBB 0,0+ 3,9. Hal ini disebabkan tidak terjadi penghambatan rangsang nyeri dalam kontrol negatif, sehingga diketahui kontrol negatif tersebut dikatakan tidak memiliki efek analgesik.

(68)

masih terlalu sedikit dosis vs persen prote metanol-air daunM. t

Gambar 7. Pers

Pada penelit

tanarius terpekat yan mg/KgBB. Bila dosi sebesar 92,4 ml ekstra

kit sehingga efek yang timbul untuk mengh

litian ini dapat juga diperoleh besarEffective D babkan dimana 50% populasi menimbulkan e

trapolasi. Adapun persamaan regresi linear yan an r= 0,985. Persamaan ini didapat dengan ca roteksi geliat. Dari persamaan tersebut didapa

M. tanariussebesar 1.470 mg/KgBB.

ersamaan garis ED50ekstrak metanol-air dau

elitian ini digunakan konsentrasi ekstrak me ang dapat dibuat dengan dosis paling tinggi y osis ini dikonversikan kepada manusia 50 Kg strak atau 190 gram serbuk, dosis ini terlalu tin

ghambat geliat tidak

e Dose 50(ED50) yaitu efek analgesik yang yang didapat yaitu y= cara memplotkan log apatkan ED50 ekstrak

aunM. tanarius

(69)

dilakukan uji toksisit

unsaturated. Ciri kha ikatan phi sekaligus, elektron pada ikatan atau berpindah. Jika perpindahan elektron

Gambar 8.Perpi

Atom C pada posisi β elektron pada ikatan p menangkap radikal be

sisitas ekstrak metanol-air daun M. tanarius trak ini digunakan pada manusia.

n kimia ekstrak metanol-air daun M. tanarius rikan efek analgesik adalah golongan gliko alofenol B dan macarangiosida A yang diketah aktivitas penangkapan radikal bebas dikarena

engan ikatan rangkap terkonjugasi dan me has dari ikatan α-β unsaturated yaitu memilik s, diketahui bahwa elektron pada ikatan sigm n phi lemah, sehingga elektron pada ikatan p ika ikatan α-β unsaturated terprotonasi, m on seperti pada gambar 8.

rpindahan elektron ikatanα-βunsaturatedpada mac

si βakan bermuatan positif. Hal ini dikarenaka n phi. Kemungkinan besar, atom C pada posisi

bebas.

ius yang diduga larut ikosida dari senyawa tahui dari pendekatan akan adanya gugus memiliki ikatan α-β iliki ikatan sigma dan igma kuat sedangkan phi dapat melompat maka akan terjadi

acarangiosida A.

kan adanya lompatan isiβinilah yang akan

(70)

Sumber utama radikal bebas diantaranya pada proses sintesis prostaglandin. Radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan nyeri. Dalam proses nyeri dan peradangan, radikal bebas terbentuk ketika asam arakhidonat dikonversi menjadi endoperoksida melalui jalur siklooksigenase dan hidroperoksida melalui jalur lipooksigenase sehingga terjadi pelepasan mediator nyeri dan inflamasi.

(71)

Gambar 9. Mekanis

Nyeri timbu perifer maupun sentra keadaan patologis, hipersensitif. Adanya mediator inflamasi, Mediator inflamasi d nyeri (Lelo, Hidayat d

nisme pelepasan mediator nyeri dan inflamasi(Tjay d

bul oleh karena aktivasi dan sensitisasi siste tral. Dalam keadaan normal, reseptor tersebut s, misalnya inflamasi, nosiseptor menjadi nya pencederaan jaringan akan membebask i, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin i dapat mengaktivasi nosiseptor yang menye

t dan Juli, 2004).

53

y dan Rahardja, 2007).

(72)

Akan tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam efek analgesik tersebut. Hal ini dikarenakan belum adanya informasi yang mencantumkan tentang efek analgesik dari tanaman M. tanarius, khususnya bagian daunnya sehingga senyawa aktif yang bertanggung jawab atas efek analgesiknya juga belum dapat dipastikan.

(73)

55 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ekstrak metanol-air daunM. tanariusmempunyai efek analgesik terhadap

mencit betina galur Swiss.

2. Besar persen proteksi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis

711, 2.133 dan 6.400 mg/KgBB berturut-turut adalah 41,94; 67,94 dan

84,92%.

3. Besar perubahan persen proteksi ekstrak metanol-air daun M. tanarius

pada dosis 711, 2.133 dan 6.400 mg/KgBB berturut-turut adalah -48,1;

+2,7; dan +35,9%.

4. Besar ED50ekstrak metanol-air daunM. tanariusadalah 1.470 mg/KgBB

B. Saran

1. Penelitian efek analgesik daun M. tanarius dengan jenis penyari berbeda,

yang kemudian dibandingkan aktivitas analgesik.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai standarisasi sisa penyari ekstrak.

3. Penelitian mengenai toksisitas ekstrak metanol-air daunM. tanarius.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek analgesik dari ekstrak metanol-air daun

(74)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, 25, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Pyitomedika, 1991, Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 49, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Pyitomedika, Jakarta Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 31, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

Anonim,2010a,Prosea-Macarangatanarius,

http://www.proseanet.org/prohati4/browser.php?docsid=162, diakses tanggal 19 Maret 2010

Anonim, 2010b, Pain, http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Pain, diakses tanggal 24 November 2010

Anonim, 2010c,Informasi Obat Asetosal,

http://diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubInformasiObat&idMenuKir i=45&idSelected=1&idObat=18&page, diakses tanggal 24 November 2010 Dewoto, H. R., 2006, Nyeri pada Sistem Muskuloskeletal, Departemen Farmakologi

& Terapeutik FKUI

Dipiro, J.T., Tabert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., dan Posey, M., 2008, Pharmacotherapy: A Patiphysiologic Approach, 991, Appleton and Lange, USA

Dugdale, D.C., 2009, Pain, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html, diakses tanggal 22 November 2010

Handara, P. D., 2006, Efek Analgesik Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa(L) Miers.) Pada Mencit Putih Betina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Helmenstine, A. M., 2010,Aspirin or Acetylsalicylic Acid

(75)

57

Katzung, B. G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 2, Edisi 8, 449, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta

Koorders, S.H., dan Th. Valeton, 1918, Atlas Der Baumarten Von Java, Buch und Steindruckerei von Fa. P. W. M. TRAP, Leiden

Lim, T.Y., Lim, Y.Y., Yule, C. M., 2009, Evaluation of Antioxidant, antibacterial and anti-tyrosinase activities of Four Macaranga species, Food Chemistry,

114, 594-599

Lin, J.H., Nonaka, G., dan Nishioka, I., 1990, Tannins and Related Compounds. XCIV.1)Isolation and Characterization of Seven New Hydrolyzable Tannins from the Leaves of Macarangan tanarius (L.) MUEL(L.), et ARG., Chem. Pharm.Bul(L.)38 (5)1218-1223

Lelo, A., Hidayat, D.S., dan Juli, S., 2004, Penggunaan Anti-Inflamasi Non-Steroid Yang Rasional Pada Penanggulangan Nyeri Rematik, Fakultas Kedokteran Bagian Farmakologi dan Terapeutik Universitas Sumatera Utara

Matsunami, K., Takamori, I., Shinzato, T., Aramoto, M., Kondo,K., Otsuka, H., dkk 2006, Radical-Scavenging Activities of New Megastigmane Glucosides from Macaranga tanarius (L.) MÜL(L.)-ARG., Chem. Pharm. Bul(L.) 54(10)

1403—1407

Matsunami, K., Otsuka, H., Kondo, K., Shinzato, T., Kawahata, M., Yamaguchi, K., dkk 2009, Absolute configuration of (+)-pinoresinol 4-O-[600-O-galloyl]-b-D-glucopyranoside, macarangiosides E, and F isolated from the leaves of Macaranga tanarius,Phytochemistry70 (2009)1277–1285

Phommart, S., Sutthivaiyakit, P., Chimnoi, N., Ruchirawat, S., dan Sutthivaiyakit, S., 2005, Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod., 68,

927-930

Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005,Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., dkk., Edisi 6, Vol.2, 1063, EGC, Jakarta

(76)

Putra, D.K., 2003, Efek Analgesik Air Perasan Umbi Wortel (Daucus carotaL.) pada Mencit Putih Betina ( kajian terhadap lama masa pemberian), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Riadiani, R. P., 2006, Efek Analgesik Ekstrak Petroleum Eter Daun Senggani (Melastoma polyanthum BI.) Pada Mencit Putih Betina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Robinson, T., 1995, The Organic Constituents of Higher Plants, 6 th edition, diterjemahkan oleh Padmawinata, K., 191, Penerbit ITB, Bandung

Schmitz, G., Lepper, H., dan Heidrich, M., 2009, Pharmacards: Lernkartensystem Pharmakologie und Toxikologie, diterjemahkan oleh Setiadi, L., Edisi III, 226, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Soedibyo, M., 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, 352, Balai Pustaka, Jakarta

Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting: Khasiat penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi VI, Cetakan ke-1, 310-312, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Turner, R. A., 1965,Screening Method in Pharmacology, Vol I, 160, Academic Press, New York

Tusthi, G. N. T., 2007, Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol Daun Senggani (Melastoma polyanthum BI.) Pada Mencit Putih Betina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(77)
(78)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daunM. tanarius(Anonim, 2010a)

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daunM. tanarius

Gambar

Gambar 1. Struktur senyawa dalam daun M. tanarius
Gambar 3. Rata-rata jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis asam asetat
Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penentuan dosis asam asetat
Gambar 4. Grafik rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit selama 1 jam pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat dosis 50 mg/KgBB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemandirian Belajar terhadap matematika siswa yang memiliki IQ

Dari lembar observasi di atas dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah telah dilaksanakan tahap

Dengan menggunakan Uji Validitas, dapat diketahui apakah pertanyaan – pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel yang ditentukan sudah valid, sedangkan uji reliabilitas

Hasan Sadikin General Hospital, Bandung so it can be used as an evaluation material for the management of sexual assault cases and a reference for subsequent researches related

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan yang berjudul: “Pelaksanaan Penghitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa

Bukaan-bukaan lebar agar dapat memasukkan cahaya alami dengan baik pada bangunan, akan tetapi cahaya yang masuk tidak secara langsung agar tidak menimbulkan silau.. Bukaan di

• Cara ini dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. • Uji didih ini dapat digunakan utk mendeteksi apakah susu sdh disimpan terlalu lama tanpa pendinginan dan sudah

Untuk mengkaji karakteristik hubungan kerja organisasi dengan sekolah dalam pembekalan siswa SMK N 1 Kalijambe menuju dunia kerja/dunia industri 3.. Untuk mengkaji karakteristik