PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING
TIPE MIND MAPPING DI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 1 PLAYEN SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
EDRI TADOLA WIJAYA NIM: 131314052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2018
i
PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING
TIPE MIND MAPPING DI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 1 PLAYEN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
EDRI TADOLA WIJAYA NIM: 131314052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2018
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Allah S.W.T yang tiada henti memberikan berkat dan rahmat-Nya yang melimpah kepada saya.
2. Kepada kedua orang tua Bapak Suaidi dan Ibu Juminah, Kakak Median Wijaya, Kakak Chandra Wijaya yang sangat mencintai, menyayangi saya dan memberikan kekuatan, dukungan, dan doa, serta untuk saudara-saudara dan teman-taman saya yang tercinta yang selama ini sangat menyayangi saya.
v MOTTO
Kenali dirimu sendiri, kenali musuhmu dan kenali situasi, maka kemenanganmu tidak diragukan.
(SUN TZU)
vi
vii
viii ABSTRAK
PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE
MIND MAPPING DI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 1 PLAYEN
Edri Tadola Wijaya Universitas Sanata Dharma
2018
Penelitian ini bertujuan meningkatan motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa dengan penerapan model cooperative learning tipe mind mapping. Metode penelitian ini menggunakan model penelitian Kemmis dan Taggart melalui empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 3 yang berjumlah 21 siswa. Objek penelitian ini adalah motivasi belajar dan prestasi belajar serta model cooperative learning tipe mind mapping. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen observasi, wawancara, tes, kuesioner dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik deskriptif komparatif dengan prosentase.
Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan pada motivasi belajar dan prestasi belajar sejarah siswa. Pada motivasi belajar sejarah, peningkatan ditunjukkan dari skor rata-rata keadaan awal 72,1 menjadi 77,5 pada siklus 2 atau meningkat 5,4%. Dari segi kognitif, terjadi peningkatan pada prestasi belajar sejarah dengan penerapan model model cooperative learning tipe mind mapping.
Hal ini Nampak dari nilai rata-rata keadaan awal yaitu 63,3 pada siklus 1 menjadi 76,59 atau meningkat 13,26% dan pada siklus 2 meningkat lagi menjadi 86,36 atau meningkat 9,76%. Dari segi KKM yang ditetapkan 75, pada keadaan awal siswa yang mencapai KKM yaitu 52,14%, pada siklus 1 meningkat menjadi 71,42%, pada siklus 2 meningkat menjadi 90,47%.
Kata kunci : Motivasi, Prestasi dan Cooperative Learning tipe Mind Mapping.
ix ABSTRACT
IMPROVING MOTIVATION AND STUDENTS’ LEARNING
ACHIEVEMENT HISTORY USING COOPERATIVE LEARNING MODEL OF MIND MAPPING TYPE IN CLASS X IPS 3 SMAN 1 PLAYEN
Edri Tadola Wijaya Sanata Dharma University
2018
This study describes the improvement on motivation and students’
achievement in learning history using cooperative learning model of Mind Mapping type. This reseach method used is the Kemmis and Taggart model through four stages including planning, acting, observing and reflecting. The subject in the study were the 22 students of class XI IPS 3. The objects of the research are motivation, achievement and model of cooperative learning of Mind Mapping type. The data collection technique used were observation, interview, questionnaries, and test.
The data analysis used was comparative descriptive analysis technique with percentage.
The results of this study show that there is an increase in students’ motivation and students’ achievement in learning history. On the motivation in learning history, an increase is shown from the average score at the initial state of 72,1 to 77,5 or 5,4% in cycle 2. In terms of cognitive, there is an increase in history learning achievement using cooperative learning model of Mind Mapping type.
This is apparent from the initial stage of 63,3 that increases to 76,56 or 13,26%
cycle 1, and in cycle 2 increases to 86,36 or 9,76%. In terms of KKM of 75, at the initial stage it reached the KKM of 52,14% in the first cycle an increase to 71,42%, and in the second cycle, increasing to 90,47%.
Keywords: Improving learning, Learning achievement and Mind mapping
x
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ...viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
A.Kajian Teori... 8
1. Motivasi ... 8
2. Belajar ... 13
3. Pembelajaran Sejarah ... 18
4. Prestasi Belajar ... 19
5. Pembelajaran Kooperatif ... 21
xii
6. Mind Mapping ... 25
7. Materi Pembelajaran Sejarah ... 27
B. Kerangka Berfikir ... 29
C. Hipotesis penelitian ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Setting penelitian ... 33
C. Subjek Penelitian ... 33
D. Objek Penelitian ... 33
E. Variabel Penelitian... 33
F. Definisi Operasional Variabel... 34
G. Metode Pengumpulan Data ... 36
1. Observasi ... 36
2. Kuesioner ... 36
3. Tes ... 36
4. Wawancara ... 36
5. Dokumentasi ... 37
H. Instrumen Pengumpulan Data ... 37
I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38
1. Validitas ... 38
2. Reliabilitas ... 41
J. Desain Penelitian ... 44
K. Teknik Analisis Data ... 44
1. Kualitatif ... 45
a. Aspek Afektif ... 45
b. Aspek Psikomotorik ... 46
2. Kuantitatif ... 46
L. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 48
M. Indikator Keberhasilan ... 51
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………...………52
A. Hasil Pelaksanaan Penelitian ... 52
1. Observasi Pra Siklus ... 53
a. Motivasi Belajar Siswa ... 53
b. Prestasi Belajar siswa ... 55
2. Siklus I ... 61
a. Perencanaan Siklus I ... 62
b. Tindakan Siklus I ... 63
c. Pengamatan atau Observasi ... 64
d. Refleksi Siklus I ... 71
3. Siklus II ... 73
a. Perencanaan Siklus II ... 73
b. Tindakan Siklus II ... 75
c. Pengamatan atau Observasi ... 76
d. Refleksi Siklus II ... 84
B. Komparasi Motivasi Belajar, Prestasi belajar, Aktivitas dan Kegiatan Belajar ... 86
1. Komparasi Motivasi Belajar ... 86
2. Komparasi Prestasi Belajar ... 89
C. Pembahasan ... 103
1. Motivasi Belajar Siswa ... 103
2. Prestasi Belajar Siswa ... 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA ... 112
LAMPIRAN ... 115
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Instrumen Pengamatan Aktivitas Siswa ……….. 45
Tabel 2. Instrument Pengamatan Presentasi ……….. 46
Tabel 3. PAP I (Patokan Acuan Penilaian) ……… 47
Tabel 4. Indikator Keberhasilan ……….……… 51
Tabel 5. Data keadaan awal motivasi belajar siswa …... 53
Tabel 6. Data Prosentase Kreteria Keadaan Awal Motivasi Belajar Siswa ... 54
Tabel 7. Data Keadaan Awal Prestasi Belajar Sejarah Siswa ……… 55
Tabel 8. Data Prosentase Keadaan Awal Prestasi Belajar ………...………... 57
Tabel 9. Data Aktivitas Belajar Siswa di Kelas Pra Siklus ……… 58
Tabel 10. Data Prosentase Aktivitas Pembelajaran Pra Siklus ... 59
Tabel 11. Data Kegiatan Belajar Sejarah Siswa Pra Siklus ……….. 60
Tabel 12. Data Prosentase Kegiatan Presentasi Siswa Pra Siklus ... 61
Tabel 13. Data ketuntasan prstasi belajar siswa siklus I …... 65
Tabel 14. Prosentase prestasi belajar siklus I ……….…………. 66
Tabel 15. Data Aktivitas Belajar Siswa di Kelas siklus I ……….. 67
Tabel 16. Data Prosentase Aktivitas Pembelajaran Siklus I ……… 68
Tabel 17. Data kegiatan Presentasi Belajar ………...…... 69
Tabel 18. Data Prosentase Kegiatan Presentasi Siswa Siklus I ………. 70
Tabel 19. Data Motivasi Belajar Siswa Siklus II ..……….. 76
Tabel 20. Data Prosentase Motivasi Belajar Siklus II ………... 77
Tabel 21. Data ketuntasan prstasi belajar siswa siklus II ... 78
Tabel 22. Data Prosentase Prestasi Belajar Siklus II ………. 79
Tabel 23. Data Aktivitas Belajar Siswa di Kelas Siklus II ……… 80
Tabel 24. Data Prosentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ……….... 82
Tabel 25. Data kegiatan Presentasi Belajar Sejarah Siswa Siklus II ……...…. 83
Tabel 26. Data Prosentase Kegiatan Presentasi Siswa Siklus II ……….... 84
Tabel 27. Komparasi Hasil Motivasi Pra Siklus Dengan Siklus II ... 87
Tabel 28. Komparasi motivasi belajar pra siklus dengan siklus II ……… 88
xv
Tabel 29. Komparasi Hasil Prestasi Pra Siklus Dengan Siklus I ……… 89
Tabel 30. Komparasi Prestasi Belajar Pra Siklus Dengan Siklus I ……… 91
Tabel 31. Komparasi hasil prestasi siklus I dengan siklus II ………. 92
Tabel 31. Komparasi hasil prestasi siklus I dengan siklus II ………. 93
Tabel 33. Komparasi Kreteria Prestasi Awal Belajar Siswa Dengan Siklus I Dan Siklus II ... 95
Tabel 34. Komparasi Aktivitas Belajar Pra Siklus Dengan Siklus I ………….. 96
Tabel 35. Komparasi Aktivitas Belajar Siswa Pra Siklus dengan Siklus I... 97
Tabel 36. Komparasi Aktivitas Belajar Siswa Pra Siklus dengan Siklus 1... 97
Tabel 37. Komparasi Kegiatan Belajar Siswa Pra Siklus Dengan Siklus I …... 98
Tabel 38. Komparasi Prosentase Kegiatan Presentasi Siswa Pra Siklus dengan Siklus I ... 99
Tabel 40. Data Komparasi Persentase Kegiatan Presentasi Siswa Siklus I Dengan Siklus II ... 101
Tabel 41. Komparasi Persentase Kegiatan Presentasi Siswa Siklus I Dengan Siklus II ... 102
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berpikir ……...……… 30
Gambar 2. Model penelitian Tindakan Kelas ………..………. 44
Gambar 3. Diagram Keadaan Awal Motivasi Belajar Siswa ……… 55
Gambar 4. Diagram Keadaan Awal Prestasi Belajar Siswa ……..……… 57
Gambar 5. Diagram Aktivitas Belajar Siswa Pra Siklus ……..………. 59
Gambar 6. Diagram Kegiatan Belajar Siswa Pra Siklus ……….……….. 61
Gambar 7. Diagram prosentase prestasi belajar siklus I ………….………….. 66
Gambar 8. Diagram Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ………. 69
Gambar 9. Diagram KegiatanPresentasi Siswa Siklus I ….……….. 71
Gambar 10. Diagram prosentase prestasi belajar siklus II ……….….. 78
Gambar 11. Diagram Presentase Prestasi Belajar Siklus II ……….. 80
Gambar 12. Diagram Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ………..………. 82
Gambar 13. Diagram Kegiatan Presentasi Siswa Siklus II ………. 84
Gambar 14. Komparasi Hasil Prestasi Belajar Siswa Prasiklus Dengan Siklus I ………. 89
Gambar 15. Grafik Komparasi Hasil Prestasi Belajar Siswa Prasiklus Dengan Siklus I ……….………. 92
Gambar 16. Komparasi Hasil Prestasi Belajar Siswa Siklus I Dengan Siklus II …………...……… 94
Gambar 17. Grafik Komparasi Prestasi Belajar Siswa Pra Siklus Dengan Siklus I Dan Siklus II ……… 95
Gambar 18. Diagram Komparasi Aktivitas Belajar Sejarah Siswa Pra Siklus Dengan Siklus I ... 97
Gambar 19. Diagram Komparasi Aktivitas Belajar Sejarah Siswa Siklus I dengan Siklus II ... 99
Gambar 20. Komparasi Kegiatan belajar Siswa Pra Siklus dengan Siklus 1... 101
Gambar 21. Komparasi Kegiatan Presentasi Siswa Siklus I dengan Siklus II.... 102
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian Kabupaten Gunung Kidul)………..….. 115
Lampiran 2 : Surat Keterangan Selesai Penelitian………... 116
Lampiran 3 : Hasil Wawancara……… 117
Lampiran 4 : Daftar Hadir Siswa……….……… 120
Lampiran 5 : Silabus…………..……….. 121
Lampiran 6 : RPP siklus 1………...………. 125
Lampiran 7 : RPP siklus 2………... 138
Lampiran 8 : Kisi-kisi Kuesioner…….……… 151
Lampiran 9 : Kisi-kisi Soal Siklus 1 ………... 155
Lampiran 10 : Kisi-kisi Soal Siklus 2 ………... 158
Lampiran 11 : Soal Siklus 1………... 161
Lampiran 12 : Soal Siklus 2……….. 167
Lampiran 13 : Validitas Soal Kuesioner.………... 174
Lampiran 14 : Realibilitas Soal Kuesioner……… 175
Lampiran 15 : Validitas Soal Pilihan Ganda Siklus 1 ... 176
Lampiran 16 : Reliabilitas Pilihan Ganda Siklus 1 ... 177
Lampiran 17 : Reliabilitas Soal Essay Siklus 1 ………..….. 178
Lampiran 18 : Validitas Soal Pilihan Ganda Soal Siklus 2……….... 179
Lampiran 19 : Reliabilitas Soal Pilihan Ganda Siklus 2 ... 180
Lampiran 20 : Reliabilitas Soal Essay Siklus 2………. 181
Lampiran 19 : Dokumentasi………... 182
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar siswa.1 Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus memperhatikan unsur-unsur proses pembelajaran agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efesien. Salah satunya dalam memilih model pembelajaran sehingga peserta didik harus mampu berkonsentrasi dalam waktu yang maksimal.
Daya serap siswa terhadap materi pembelajaran yang diberikan bermacam- macam, ada yang merespon dengan cepat, ada yang sedang dan ada yang lambat.
Perbedaan daya serap siswa merupakan permasalahan bagi seorang guru dan faktor yang mempengaruhi terlaksananya kegiatan pembelajaran. Sehingga perlu dilakukan upaya menanggulangi perbedaan daya serap siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar, menurut Roestiyah guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengarah pada tujuan pembelajaran.2 Salah satu upaya untuk memiliki strategi itu adalah mampu menguasai penyajian materi yang biasa disebut model pembelajaran. Dengan demikian menggunakan model pembelajaran akan lebih membantu dalam penyajian materi pada saat proses pembelajaran berlangsung.
1 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 1.
2 N. K. Roestiyah, , Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm. 1.
Menurut Dilthey, belajar sejarah jangan hanya menghafal fakta-fakta ataupun peristiwa sejarah saja, tetapi juga berusaha untuk memahami dan mengambil nilai- nilai positif dari setiap peristiwa sejarah.3 Terdapat kecenderungan dalam dunia pendidikan saat ini bahwa pembelajaran sejarah hanya hafalan dan hanya menggunakan metode ceramah dalam kelas. Pembelajaran semacam ini kadangkala berorientasi terhadap target penugasan materi yang bergantung pada lembar kerja siswa (LKS), meskipun terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi sulit dapat dikatakan berhasil dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Padahal, belajar sangat bermakna apabila siswa mengalami sendiri yang dipelajari, dan bukan hanya sekedar mengetahuinya saja. Sehingga hal inilah yang kadangkala membuat siswa malas dan merasa bosan untuk belajar sejarah, belajar sejarah dengan hafalan sering dianggap membebani belajar siswa.
Setiap sekolah pada dasarnya memiliki ciri khas yang berbeda-beda salah satunya SMA N 1 Playen adalah sekolah yang berlokasi di kabupaten Gunung kidul, tepatnya Jl. Playen Paliyan, Plembutan, Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. SMA N 1 Playen resmi berdiri sejak diterbitkanya Surat Keputusan Nomor 0558/0/1984 pada tanggal 20 November 1984. Dalam perkembangannya SMA N 1 Playen telah memperoleh berbagai macam prestasi, baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Beberapa prestasi yang didapatkan dalam bidang akademik salah satunya pernah meraih juara 2 Olimpiade
3 A. K. Wiharyanto. dkk, Strategi Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2001, hlm. 4.
Bisnis Tahun 2010 tingkat SMA yang diselenggarakan di UPN Veteran Yogyakarta. Sedangkan prestasi dibidang non akademik SMA N 1 Playen pernah meraih juara 3 cabor renang dan juara 1 dan 2 Festival Geopark tahun 2016.
Prestasi akademik maupun non akademik tentunya memiliki kebanggan yang luar biasa bagi sekolah karena mayoritas siswa di sekolah tersebut berlatar belakang anak seorang petani yang mampu menorehkan berbagai prestasi. Meskipun memiliki banyak hal-hal yang baik, namun SMA N 1 Playen memiliki beberapa kekurangan terutama dalam proses pembelajran di kelas. Berdasarkan observasi di kelas masih terlihat kurang antusias siswa terhadap mata pelajaran sejarah. Pada saat proses pembelajaran sejarah berlangsung, hanya beberapa siswa saja yang serius memperhatikan. Hal ini tampak masih banyak siswa yang masih malu-malu, sibuk dengan kegiatannya sendiri, kurang percaya diri dan kaku ketika proses pembelajaran berlangsung. Siswa juga kerap kali tidak memperhatikan penjelasan guru serta banyak siswa yang malas untuk mencatat hal-hal penting yang disampaikan oleh guru. Dengan demikian hasil observasi tersebut menunjukkan tingkat motivasi peserta didik dalam belajar masih tergolong rendah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Sejarah kelas XI IPS 3 SMA N 1 PLAYEN menjelaskan bahwa siswa masih banyak yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar yang telah ditentukan untuk mata pelajaran sejarah yaitu 75. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil ulangan harian dari 21 siswa, hanya 9 siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan dan 12 siswa belum memenuhi kriteria ketuntasan.
Ditambah hasil wawancara banyak siswa yang mengungkapkan mata pelajaran sejarah tidak menarik dan membosankan. Faktor yang mempengaruhi dalam
pembelajaran sejarah, guru cenderung menggunakan model ceramah serta masih banyak persepsi siswa bahwa mata pelajaran sejarah tidak di gunakan dalam Ujian Nasional. Pada penelitian ini, yang menjadi permasalahan adalah rendahnya motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3. Oleh karenanya, diperlukan suatu upaya pembelajaran yang dapat menumbuhkan kesadaran kepada siswa serta menumbuhkan motivasi siswa terhadap pembelajaran sejarah di kelas sehingga tidak akan ada siswa yang pasif dalam proses pembelajaran.
Banyak cara dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran, salah satunya model cooperative learning yang dapat memberi peluang untuk terciptanya kemampuan pada siswa. Cooperative learning adalah model pembelajaran yang dilandasi dengan memanfaatkan kenyataan, belajar kelompok, siswa dilatih dan biasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas dan tanggung jawab. Kenyataan itu dapat diambil dari kejadian nyata disekitar siswa sehingga pembelajaran mudah untuk dipahami dan menarik untuk siswa.
Alternatif penyelesaianya menggunakan model Cooperative learning tipe Pemetaan Pikiran (Mind Mapping) merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang dapat digunakan melatih kemampuan menyajikan isi materi dengan pemetaan pikiran. Siswa tidak perlu menangkap setiap kata dari guru tetapi siswa dapat berkonsentrasi pada gagasan-gagasannya. Dengan mind mapping, siswa dapat lebih mudah mengingat materi pelajaran sekaligus dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran sejarah. Melalui peta konsep, siswa dapat melihat kaitan- kaitan antar setiap gagasan. Dengan demikian siswa dapat lebih aktif dan kreatif menggali informasi saat proses pembelajaran berlangsung.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka memberikan gambaran bagaimana model cooperative learning diterapkan dalam pembelajaran di sekolah menengah atas mulai dari perencanaan, implementasi dan bagaimana dampaknya terhadap kemampuan siswa memecahkan permasalahan dalam pembelajaran sejarah. Dengan diterapkanya model cooperative learning tipe mind mapping diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis sampaikan di atas, maka dapat di identifikasikan masalahnya sebagai berikut:
1. Kurangnya penggunaan model-model pembelajaran yang bervariasi.
2. Motivasi siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar cenderung pasif.
3. Mata pelajaran sejarah tidak digunakan pada UN sehingga mempengaruhi prestasi belajar.
4. Prestasi belajar sejarah siswa rendah.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan untuk peningkatan motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen melalui model cooperative learning tipe mind mapping. Khususnya dalam materi
“revolusi-revolusi besar dan pengaruhnya terhadap dunia”.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan identifikasi masalah diatas, penulis dapat menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model Cooperatif Learning; tipe Mind Mapping dapat meningkatkan motivasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen?
2. Apakah penerapan model Cooperatif Learning; tipe Mind Mapping dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mendeskripsikan peningkatan motivasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen dengan menggunakan model Cooperatif Learning; tipe Mind Mapping.
2. Untuk mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen dengan menggunakan model Cooperatif Learning; tipe Mind Mapping.
F. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dengan adanya penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat langsung bagi sekolah, guru, siswa dan peneliti. Manfaat tersebut sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Hasil dari penelitian ini dapat menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan tentang model pembelajaran dan sebagai alternatif mengajar di sekolah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi siswa terhadap pelajaran sejarah.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman serta pembendaharaan tentang model pembelajaran bagi guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi untuk menyampaikan materi pelajaran sejarah kepada siswa.
3. Bagi siswa
Hasil penelitian ini di harapkan dapat meningkatkan motivasi dan kesadaran pentingnya belajar sejarah. Diharapkan dapat membuat siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran sejarah sehingga berpengaruh terhadap peningkatan motivasi dan prestasi siswa.
4. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat menambah pengalaman dalam melakukan penelitian tindakan kelas dan berlatih menulis karya ilmiah.
8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Motivasi
a. Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Slameto motivasi yaitu faktor yang membangkitkan dan mengarahkan tingkah laku.4 Motivasi merupakan daya penggerak menjadi aktif pada saat-saat tertentu bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/dihayati.5 Pada dasarnya setiap siswa bermacam-macam karakternya, perbedaan tersebut berpengaruh pada kegiatan belajarnya. Kegiatan pembelajaran harus melibatkan siswa dalam belajar, artinya siswa harus aktif mengalami kegiatan belajar dan guru hanya sebatas membimbing serta mengarahkan kegiatan belajarnya. Sehinggga motivasi bagi siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat di perlukan sebagai upaya mengarahkan tingkah laku siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan membangkitkan motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Maka guru diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa-siswanya.
Salah satunya guru dapat menciptakan dan membangkitkan motivasi belajar.
Menurut De Cecco dan Grawford (1974) terdapat 4 fungsidalam pemeliharaan dan peningkatan motivasi siswa antara lain sebagai berikut:6
4Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta; Bina Aksara, 2013, hlm.
171.
5W. S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan evaluasi Belajar, Jakarta: PT. Gramedia, 1983, hlm. 27.
6 Slameto, op.cit., hlm. 175.
1) Menggairahkan siswa
Pendidik harus pandai memelihara minat siswa dalam belajar, seperti memberi kebebasan tertentu untuk berpindah dari satu aspek kelain aspek pelajaran dalam situasi belajar. Belajar yang menggairahkan sangat di butuhkan inovasi yang mampu menciptakan motivasi dalam belajar.
2) Memberikan harapan realisis
Pendidik perlu memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengetahui kegagalan dan keberhasilan akademis siswa pada masalalu, dengan demikian pendidik dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimistis, atau terlalu optimis. Meskipun tugas pendidik mengarahkan siswa dalam belajar tetapi pendidik juga perlu memahami masing-masing siswanya sehingga dapat memberikan harapan terhadap siswanya.
3) Memberikan insentif
Bila siswa mengalami keberhasilan, pendidik diharapkan memberikan hadiah pada siswa (dapat berupa pujian, angka yang baik, dan lain sebagainya) atas keberhasilanya, sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pemberian insentif ini, penting dalam memahami keadaan, artinya insentif ini diharapkan dapat memotivasi baik siswa yang berhasil maupun siswa yang belum berhasil. Dengan demikian pemberian insentif ini tidak menimbulkan kecemburuan terhadap siswa, tetapi dapat menjadi motivasi.
4) Mengarahkan
Pendidik harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan cara menunjukkan pada siswa hal-hal yang dilakukan secara tidak benar dan meminta kepada siswa untuk melakukan sebaik-baiknya. Dalam hal ini penting dilakukan pendampingan kepada siswa, meskipun pada dasarnya siswa dituntut agar dapat aktif memecahkan suatu permasalahan tetapi jangan dilupakan peran guru sebagai pendamping.
Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah tahap penerimaan atau dorongan yang berfungsi sebagai penguatan segala informasi dalam memori peserta didik.7 Motivasi belajar yang mencangkup keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa dapat menumbuhkan kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai.8 Dengan membangkitkan motivasi pembelajaran akan lebih mudah dalam menuangkan informasi yang berkesan dalam kegiatan belajar siswa. Tujuannya segala informasi dalam kegiatan belajar dapat dipahami oleh siswa dan diharapkan siswa dapat memperoleh pembelajaran yang bermakna.
b. MotivasiIntrinsik dan Ekstrinsik
Motivasi belajar dapat dibedakan menjadi dua, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan
7 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008, hlm. 113.
8 W.S.Winkel, op.cit.,hlm. 28.
yang berkaitan dengan aktivitas belajar.9 Sedangkan menurut Syaiful Bahri yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif yang aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.10 Pada dasarnya motivasi intrinsik mempunyai dorongan yang bersumber dari dalam diri sebagai kebutuhan utama dan kebutuhan tersebut merupakan suatu keharusan bagi setiap peserta didik.
Kebutuhan yang dimiliki peserta didik disadari dan membangkitkan motivasinya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Motivasi ini biasanya disadari langsung oleh peserta didik.
Motivasi intrinsik tidak perlu dirangsang dari luar sebab dalam diri individu telah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Dorongan tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya aktivitas belajar dari siswa, misalnya siswa senang membaca buku, menulis dan menonton film-film sejarah, tanpa ada yang menyuruh dan mendorongnya, siswa rajin melakukan belajar. Sedangkan belajar yang dilakukan siswa benar-benar untuk memperoleh pengetahuan, prestasi dan keterampilan tanpa ada motif untuk tujuan yang lain. Sehingga motivasi muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial dan bukan secara simbol.11
Motivasi ekstrinsik adalah bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.12 Motivasi Ekstrinsik merupakan
9Ibid., hlm. 28.
10 Syaiful Bahri J, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2011, hlm, 149.
11 Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: rajawali, 2007, hlm. 90.
12 W.S. Winkel, op.cit., hlm. 28.
kebalikan dari motivasi intrinsik, hal ini dikarenakan motif-motif yang aktif berfungsi karena adanya perangsa dari luar.13 Pada dasarnya baik motivasi intrinsik ataupun motivasi ekstrinsik sama-sama mempunyai daya dorongan belajar yang inputnya berbeda antara dari dalam dan dari luar. Oleh karenanya baik motivasi ekstrinsik ataupun intrinsik keduanya harus ada dalam diri peserta didik, sebab kedua motivasi tersebut sangat mempengaruhi kinerja siswa dalam kegiatan belajar.
Motivasi ekstrinsik dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan memang tidak secara esensi apa yang dilakukan. Dapat pula dikatakan bentuk motivasi yang berdasarkan dorongan dari luar tetapi tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Dorongan yang terjadi dapat dilihat dari seseorang itu belajar, misalnya siswa belajar karena tahu besok ujian dan belajar karena tujuan mendapatkan penghargaan berupa pujian. Belajar yang dilakukan bukan karena ingin memperoleh pengetahuan tetapi karena untuk tujuan yang lain yaitu untuk memperoleh nilai yang baik atau belajar karena untuk mendapatkan hadiah.
c. Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Bagi guru motivasi belajar adalah sebuah upaya dalam membangkitkan dorongan belajar, memberikan kebiasaan belajar yang baik serta memberikan pengaruh besar terhadap prestasi belajar untuk kemudian hari.14 Pada dasarnya setiap peserta didik mempunyai karakter berbeda satu sama lain khususnya
13 Syaiful Bahri j, op.cit., hlm. 151.
14 Slameto.op.cit., hlm. 99.
dalam belajar, dengan adanya motivasi tentu memicu semua peserta didik untuk melaksanakan kegiatan belajar yang baik.
Sedangkan motivasi belajar bagi siswa adalah suatu penyadaran terhadap rangkaian belajar yang dialami siswa, menguatkan siswa dalam usaha belajar serta meningkat semangat belajar yang tinggi.15 Pada intinya motivasi yang dilakukan guru merupakan rangsangan terhadap siswa agar siswa lebih bersungguh-sungguh dan memiliki semangat dalam belajar.
2. Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dan lingkungannya.16 Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.17 Hasil belajar juga tidak dapat langsung terlihat, tanpa melakukan sesuatu yang menunjukkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Berdasarkan prilaku yang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar.
Dalam arti lain belajar dapat diartikan sebagai perubahan dari “belum mampu/tahu” ke “sudah mampu/tahu”.18 Belajar dalam hal ini sepaham dengan
15Dimyati, Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 84.
16 Slameto.op.cit., hlm. 2.
17 Dimyati, Mudjionno, op.cit., hlm. 18.
18 W. S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan evaluasi Belajar, Jakarta: PT. Gramedia, 1983, hlm, 27.
pengertian belajar yang dikemukakan Mulyati bahwa usaha sadar individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan, pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi karena kebetulan.19 Belajar akan berhasil apabila terjanya perubahan pada diri siswa. Sebaiknya, belajar akan dikatakan tidak berhasil apabila tidak ada perubahan baik dari dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada diri siswa. Dalam hal ini berhasil atau tidaknya perubahan terdapat pada siswa itu sendiri dan tergantung pula oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Terdapat beberapa pendapat para ahli definisi belajar seperti, 1) Skinner, belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku, 2) Chaplin, belajar perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengalaman, 3) Reber, belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan.20 Secara umum bahwa belajar merupakan serangkaian proses memperoleh pengetahuan dari latihan atau sebuah pengalaman. Belajar akan berpengaruh terhadap tingkah laku secara terus menerus dan harus ada aktivitas didalamnya.
Menurut Sardiman belajar memiliki rangkaian yang meliputi kegiatan jiwa raga, psikis fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cinta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada aspek kognitif terdiri dari lima komponen yaitu:21 1) pengetahuan, yaitu menekan pada aspek ingatan dapat pula diartikan mengingaat terhadap materi yang pernah diajari. 2) kemapuan menangkap pengertian
19 Mulyati.Psikologi belajar, Yogyakarta: Andi, 2005, hlm, 5.
20Muhibbin Syah, op.cit., hlm. 68.
21 Ali Imron, Belajar dan pembelajaran, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1996, hlm. 22.
mengenai sesuatu, dapat dimaksudkan memahami inti dari suatu bacaan dan membuat prakiraan. 3) pengaplikasian, yaitu seorang yang sedang belajar mampu menerapkan konsep-konsep dan teori-teori dalam situasi yang senyatanya. 4) menganalisis, pada komponen ini menekankan pada kemampuan untuk menguraikan dan menghubungkan antara bagian. 5) evaluasi, pada komponen ini menekankan seseorang yang sedang belajar pada menentukan baik-buruk dan bernilai-tidak bernilai mengenai seatu hal yang dipelajari.
Dalam aspek afektif terdapat lima komponen sebagai berikut: receiving, responding, valuing, organization, characteristization by a value or value complex.22 1) Receiving atau penerimaan, pada komponen ini menekankan kemampuan seseorang menghadirkan individu melalui kesadaran diri sendiri pada sebuah proses belajar. 2) Responding atau pemberian tanggapan, yaitu siswa menghadirkan dirinya pada proses belajar dengan memberikan tanggapan atau jawaban atas proses belajar yang diterima. 3) Valuing atau pemberian nilai, yaitu membuat siswa menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmenya pada nilailai tertentu. 4) Organization atau pengorganisasian merupakan upaya memadukan berbagi jenis pemikiran yang bermacam-macam, kemudian digabungkan menjadi menjadi satu pemikiran sehingga akan terdapat konfik di antara pemikiran-pemikiran tersebut untuk dipecahkan. 5) organization, characteristization by a value or value complex atau karakterisasi dengan suatu nilai, yaitu menjadikan siswa menyesuaikan diri secara personal, sosial dan emosional.
22Ibid., hlm. 23.
Pada aspek psikomotorik terdapat enam komponen yaitu: perception, set, guided respon, mechanism, adaptation dan origination.23 1) Perceptionatau persepsi, ini dimaksudkan penggunaan indera merangsang organisme tubuh untuk menjadi aktif sebagai persiapan untuk membimbing aktivitas-aktivitas motoriknya. 2) Set atau kesiapan, yaitu meliputi kesiapan mental dan kesiapan emosional siswa dapat mengambil tindakan berdasarkan stimulus dan pengalaman yang berasal dari lingkungannya. 3) Guided responatau respon terpimpin, yaitu siswa berada pada proses belajar keterampilan. 4) Mechanism atau mekanisme, yaitu proses yang telah dipelajari oleh siswa dan telah berubah menjadi kebiasaan-kebiasaan dalam suatu aktivitas gerakan yang ditampilkan.
5) Adaptation atau penyesuaian, artinya sebuah keterampilan dimana siswa dapat mengolah keterampilan hingga sesuai dengan kondisi dan situasi. 6) Origination natau penciptaan, pada komponen ini siswa yang belajar umumnya ditandai dengan hal-hal baru.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terdapat banyak jenis yang mempengaru akan tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.24 Dalam arti lain faktor internal merupakan (faktor dari dalam siswa),
23Ibid., hlm. 24
24 Slameto, op.cit., hlm. 54.
yakni keadaaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.25 Faktor internal ini biasanya menyangkut individu akibat kesehatanyang tidak mendukung fisik seseorang yang berpengaruh terhadap kegiatan belajarnya. Dalam kegiatan belajar seseorang menjadi tidak nyaman akibat masalah fisik yang sangat mengganggu.
Contohnya seorang siswa matanya minus sehingga membuatnya harus dekat dengan papan tulis agar siswa itu melihat dengan jelas.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu.26 Serupa dengan pengertian diatas, faktor eksternal muncul akibat kondisi lingkungan di sekitar siswa.27 Sehingga faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap semangat belajar siswa. Dalam hal ini lingkungan sosial sebagai penentu karena yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
3. Pembelajaran Sejarah
Depdiknas memberikan pengertian sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini. Jenis peranan dan kedudukan sejarah dalam hal ini terbagi atas tiga hal yaitu:28 (1) penjelasan sejarah adalah menafsirkan dan mengerti; (2) penjelasan sejarah adalah
25 Muhibbin Syah, op.cit., hlm. 144.
26 Slameto, op.cit.,hlm. 54.
27 Muhibbin Syah, op.cit., hlm. 144.
28Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (historical explantation), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008, hlm, 4.
penjelasan tentang waktu yang memanjang; (3) penjelasan sejarah adalah penjelasan tentang peristiwa tunggal.
Umumnya orang menggunakan istilah sejarah untuk menunjuk pada cerita sejarah, pengetahuan sejarah, gambaran sejarah yang kesemuanya itu mengartikan sejarah dalam subjektif.29 Penafsiran terhadap sejarah ini kadangkala tidak sesuai dengan prinsip-prinsip belajar sejarah. Meskipun meskipun dapat dibenarkan jika sejarah merujuk pada cerita sejarah, pengetahuan sejarah dan gambaran sejarah, namun belajar sejarah yang dimaksud adalah agar dapat memahami dan memaknai sejarah. Untuk dapat memahami dan memaknai sejarah harus dilaksanakan pembelajaran sejarah yang baik. Pembelajaran mampu menumbuhkan kemampuan siswa dalam melakukan kontruksi kondisi saat ini dengan mengkaitkan dengan masalalu yang menjadi basis topik pembelajaran sejarah.30
Pembelajaran sejarah yang baik tidak hanya memindahkan informasi tanpa ada pemaknaan yang menyebabkan siswa bosan terhadap belajar sejarah. Dalam pembelajaran sejarah pendidik mampu membuat siswa berfikir kritis dan mampu merespon perubahan di lingkungannya, serta memiliki kesadaran terhadap perubahan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah.31 Oleh karena itu pembelajaran sejarah sangat penting serta sebagai objek vital dalam membentuk karakter siswa agar peka terhadap gejala-gejala perubahan yang terjadi di sekitar lingkungannya.
29 Mohammad Ali, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu, Bandung:
Bumi Aksara, 2007, hlm, 287.
30Y.R. Subakti, 2010, Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme, hlm. 4
31Ibid., hlm, 4
4. Prestasi Belajar
Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dengan prestasi belajar, kegiatan merupakan proses belajar sedangkan prestasi adalah hasil belajar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Menurut Zainal Arifin prestasi belajar adalah hasil usaha.32 Berdasarkan pengertian tersebut.
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dicapai dari suatu kegiatan tertentu baik hasilnya memuaskan ataupun tidak memuaskan. Sehingga untuk memperoleh prestasi yang memuaskan dalam belajar, siswa harus berusaha memcapainya dengan usaha belajar, karena suatu prestasi akan tercapai apabila siswa mempunyai usaha belajar yang baik. Untuk menciptakan usaha yang baik maka harus melalui proses pembelajaran yang medorong siswa untuk semangat dalam belajar.
Hasil usaha belajar siswa biasanya dapat dilihat dari nilai yang telah dicapai setelah melakukan tes. Prestasi belajar siswa adalah hasil dari berbagai upaya dan daya yang tercermin dari partisipasi belajar yang dilakukan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang diajarkan oleh guru.33 Menurut Winkel prestasi belajar suatu bukti keberhasilan belajar ataupun kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapai.34 Dalam dunia pendidikan, prestasi belajar sering didefinisikan sebagai nilai yang didapat siswa
32Zainal Arifin, Evaluasi Intruksional, Bandung: PT. Rosda karya, 2006, hal, 12.
33 Ginting Abdorrakhman, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Humaniora, 2010, hlm. 89.
34 W. S. Wingkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Gramedia, 1987, hlm, 35.
baik berupa angka maupun huruf. Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar cenderung menunjukkan skor hasil pengukuran melalui test dari pelajaran. Prestasi belajar dapat dicapai melalui kegiatan belajar baik besifat individu maupun secara kelompok.
Terdapat tiga aspek yang dapat dicapai dari prestasi belajar, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik.35 Pada aspek kognitif erat kaitannya dengan kecakapan berfikir siswa. Dalam sistem pendidikan sekolah aspek kognitif merupakan faktor utama dalam suatu metode penilaian. Aspek afektif merupakan kecerdasan emosi siswa. Dalam hal ini aspek afektif menekankan pada unsur sikap pada aktivitas belajar siswa. Aspek psikomotorik merupakan kemampuan gerak yang dipengaruhi oleh sikap. Dengan demikian aspek psikomotorik merupakan kemampuan siswa dalam mengolah pengetahuan melalui kemampuan keterampilan.
5. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar.36 Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk berkerjasama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan permasalahan atau inkuiri.37 Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang diakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa.
Tujuan pemebelajaran kooperatif meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil
35 Dimyati M Mahmud, Psikologi pendidikan suatu pendekatan terapan, 1990, hlm 84-85.
36 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta; Pustaka belajar, 2013, hlm, 14.
37 Ngalimun, Strategi dan model pembelajaran, Yogyakarta; Aswaja Perssindo, 2012, hlm 4.
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Pembelajaran kooperatif merupakan sekelompok strategi pembelajaran yang di rancang untuk mendidik kerjasama kelompok dan interaksi antar siswa.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham konstruktivis.38 Sedangkan pembelajaran kooperatif menurut Rusman yaitu mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dari kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok agar bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya.39 Maka, pembelajaran kooperatif mempunyai manfaat-manfaat yang positif apabila diterapkan diruang kelas. Oleh karenanya pembelajaran kooperatif adalah upaya melaksanakan pembelajaran dengan cara bekerjasama dalam mengolah permasalahan guna mendapatkan hasil dari pemecahan permasalahan yang disepakati bersama oleh masing-masing anggota kelompoknya. Manfaat lain dari pembelajaran kooperatif adalah belajar dapat dikatakan selesai jika semua teman dalam kelompoknya telah menguasai bahan pelajaran. Sebaliknya, belajar belum dapat dikatakan selesai apabila teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Kecenderungan dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilisator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah
38 Isjoni, op.cit., hlm. 14.
39 Rusman. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta:
Rajawali,hlm. 205.
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.40 Maka, dengan tanggung jawab individu di sini maksudnya kesuksesan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Sehingga kesempatan sukses yang sama adalah semua siswa member kontribusi kepada kelompoknya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari sebelumnya.
Terdapat beberapa tipe dari pembelajaran kooperatif yang sering dikenal adalah: Student Teams Achievement Divisions (STAD), TGT (Team Game Tournament), Jigsaw, Learning Together, dan Grup Investigation. Metode tersebut dapat dikombinasikan dengan metode lainnya untuk berbagi tujuan pembelajaran.
Dalam pembahasan penulis akan menjelaskan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yakni model Mind Mapping (Pemetaan Pikiran) yang hampir serupa dengan STAD. Dalam pembelajaran ini sangat cocok untuk merivew pengetahuan awal siswa. Melalui sajian informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternative jawaban, hasil presentasi diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.
40Ibid., hlm. 201-202.
a. Unsur-unsur model pembelajaran kooperatif
Menurur Anita Lie, terdapat lima unsur untuk mencapai hasil maksimal dalam pembelajaran kooperatif.41
1) Saling Ketergantungan Positif
Pendidik menyusun tugas sedemikian rupa kepada setiap anggota kelompok serta harus menyelesaikan tugasnya masing-masing agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka. Dilakukanya pemberian tugas yaitu agar pendidik dapat mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian yang dikerjakan.
2) Tanggung Jawab Perseorangan
Unsur ini merupakan dampak yang dihasilkan dari unsur pertama, Diamana setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik agar mudah diketahui dilaksanakan tugasnya. Sehingga rekan dalam satu kelompok akan menuntut untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainya.
3) Tatap Muka
Setiap kelompok di berikan kesempatan untuk berdiskusi. Dalam pembelajaran kooperatif kegiatan ini penting karena akan menghasilkan pemikiran yang tidak hanya dari satu pemikiran kepala saja akan tetapi hasil kerja sama ini lebih besar dari jumlah masing-masing anggota. Dengan demikian komunikasi antar anggota kelompok sangat ditekankan.
4) Komunikasi Antar Anggota
41Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, Jakarta: PT. Grasindo Widia Sarana Indonesia, 2010, hlm, 32.
Komunikasi dalam kelompok merupakan proses panjang. Siswa tidak bisa langsung menjadi komunikator yang handal dalam sekejap. Namun, proses ini bermanfaat dalam memperkaya pengalaman belajar dan mengembangkan mental dan emosional para siswa. Artinya dalam komunikasi antar anggota dibutuhkan kesepakatan antar anggota kelompok yang nanyinya menentukan keberhasilan masing-masing kelompok dalam menyelesaikan tugas.
5) Evaluasi Proses Kelompok
Pendidik perlu melakukan evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama siswa agar kedepannya dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Evaluasi harus dilakukan gagar setiap kelompok menjadi tentap kompak meskipun masuk dalam kelompok yang berbeda.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Sedangkan untuk kelemahan model pembelajaran kooperatif tidak begitu terlihat karena metode kooperatif tidak berlandaskan peda teori kognitif karena menurut teori ini interaksi dapat mendukung proses pembelajaran. Sehinngga dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan saling membantu, untuk mendiskusikan, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemehaman masing-masing.
6. Mind Mapping
a) Pengertian Pemetaan Pikiran (Mind Mapping)
Mind Mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi “ke dalam” otak dan mengambil informasi “ke luar” dari otak mind maping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harafiah akan “memetakan” pikiran- pikiran seseorang.42 Menurut Abdullah mind mapping adalah suatu diagram yang digunakan untuk mempresentasikan kata, ide-ide, tugas-tugas, ataupun suatu yang lainnya yang dikaitkan dan dan di susun mengelilingi kata kunci ide utama.43 Dapat disimpulkan mind mapping adalah memahami permasalahan dalam proses pembelajaran dengan memetakan poin-poin permasalahan yang penting, untuk nantinya di pahami atau dapat pula informasikan melalui presentasi.
b) Tujuan Mind Mapping
Tipe pembelajaran Mind Mapping sama halnya seperti peta jalan yang yakni sebagai jalan, Mind Mapping akan: (1) memberi pandangan menyeluruh pokok masalah atau area yang luas; (2) memungkinkan merencanakan rute atau membuat pilihan-pilihan dan mengetahui kemana akan pergi dan dimana akan berada; (3) mengumpulkan sejumlah besar data disuatu tempat; (4) mendorong pemecahan masalah dengan membiarkan melihat jalan-jalan trobosan kreatif baru; (5) menyenangkan untuk dilihat, dibaca, dicerna, dan diingat.44
c) Tahap-Tahap Mind Mapping
42 Tony Buzan, Buku Pintar Mind Map, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm. 4.
43 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: bumi aksara, 2013, hlm. 240.
44 Tony Buzan, op.cit., hlm. 5.
Menurut Miftahul ada beberapa tahapan yang perlu di tempuh dalam penerapan Mind Mapping sebelum melaksanakan proses pembelajaran yaitu persiapan dan pembuatan.45 Mind mapping dimulai dengan meletakan letakkan gagasan utama di halaman kertas akan lebih baik apabila posisi kertas dalam posisi terbentang (Landscape). Penggunaan garis, simbol-simbol dan warna yang berbeda-beda sangat baik untuk menunjukkan hubungan antara tema pertama dengan gagasan-gagasan pendukung lain. Hubungan ini sangat penting, karena ia dapat membentuk keseluruhan pemikiran dan pembahasan tentang gagasan utama tersebut. Apabila terdapat ruang kosong dalam kertas,siswa dapat memanfaatkan ketika ada gagasan baru dan penting yang harus di tambahkan.
Dalam penyusunan mind mapping penting dalam memperhatikan beberapa hal agar dapat meyakinkan dan membuat pembelajran berlangsung bermakna.
Memilih suatu bacaan dari buku pelajaran, sebab buku pelajaran merupakan sumber yang relevan dan dapat dipercaya isinya. Kemudian tentukan konsep-konsep yang relevan artinya dalam mengkonsep mind mapping diusahakan agar disusun dari yang paling inklusif atau dari paling tidak inklusif. Penyusunan peta konsep yang sistematis akan membuat mind mapping mudah untuk di pahami.46
d) Kelebihan Mind Mapping
Beberapa keunggulan pembelajaran Mind Mapping yaitu teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dalam pemikiran. Proses penggambaran diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain serta diagram yang
45 Miftahul Huda, Model model pengajaran dan pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013, hlm. 308-309.
46 Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989, hlm. 126.
sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis ide-de yang masuk.47 Sedangkan menurut Tony Buzan Mind Mapping mempunyai banyak membantu dalam proses pembelajaran diantaranya; (1) merencana; (2) berkomunikasi; (3) menjadi lebih kreatif; (4) menghemat waktu; (5) menyelesaikan masalah; (6) memusatkan perhatian; (7) menyusun dan menjelaskan pikiran-pikiran; (8) mengingat dengan lebih baik; (9) belajar lebih cepat dan efisien.48
e) Kekurangan Mind Mapping
Menurut Aris pembelajaran Mind Mapping terletak hanya pada siswa yang aktif yang terlibat. Kecenderungan tidak seluruh murid belajar.49 Sehingga kekurangan mind mapping sebenarnya muncul karena adanya kesenjangan antara siswa yang menguasai materi dangan siswa yang hanya menguasai beberapa materi saja.
7. Materi Pembelajaran Sejarah
Materi pelajaran adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional; bersama dengan prosedur media pengajaran, materi pelajaran membawa siswa ke tujuan instruksional, yang mempunyai aspek jenis dan aspek isi.50 Oleh karena itu materi pembelajaran menjadi fokus utama sebagai prosedur mencapai tujuan dalam kegiatan pembelajaran siswa. Dalam hal ini materi yang akan disajikan perlu memperhatikan jenis dan isi materi agar perencanaan pembelajaran tercapai pada tujuan pembelajaran.
47 Sohimin, Model Pembelajaran Inovatif Pada Kurikulum 2013, Yogyakarta: Ar-ruzz, 2014, hlm.
107.
48 Tony Buzan, op.cit., hlm. 6.
49 Sohimin, op.cit.,hlm. 107.
50 W. S. Winkel, op.cit., 193
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang dilakukan untuk mengatur kegiatan interaksi antar peserta didik, pendidik, dan sumber belajar sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.51 Menurut Aman faktor yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran adalah strategi dan metode mengajar, ada dan tidaknya sarana fungsional untuk menerapkan strategi dan metode tersebut.52 Materi pembelajaran perlu adanya penyampaian yang tepat agar informasi yang disampaikan dapat dipahami dan siswa dapat menerima dengan mudah. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa keberhasilan penyampaian materi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi dari perencanaan pembelajaran, dan erat kaitannya terhadap penggunaan strategi pembelajaran dan model pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Susanto bahwa materi pembelajaran sejarah menyangkut peristiwa, tokoh, waktu, dan tempat. Pengaturan materi ajar sejarah tidak dapat dilepaskan dari aspek kronologis, dengan demikian materi harus disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah urutan cerita yang logis dan mudah di pahami oleh peserta didik.53 Materi sejarah tidak hanya di pahami sebagai sekumpulan fakta akan tetapi peserta didik dapat memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian tidak ada kecenderungan sejarah adalah hafalan, tetapi dapat menjadikan fakta-fakta sejarah sebagai acuan terhadap kondisi yang terjadi pada saat ini yang merupakan tujuan dari belajar sejarah.
51 Heri Susanto, Seputar Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014, hlm. 94.
52 Aman, Model evaluasi pembelajaran sejarah, Yogyakarta: ombak, 2011, hlm. 99.
53 Heri susanto, op.cit., 96.
Berikut adalah indikator-indikator materi pembelajaran sejarah yang berkualitas dan baik di terapkan di tingkat sekolah menengah, yakni:54
a. Materi sejarah dalam persepektif sinkronis yakni sistematis.
b. Materi sejarah memiliki arti atau meaning yakni menunjukkan arti penting peristiwa dan kontekstual.
c. Naratif-deskriptif yakni sajian materi yakni menarik dan bahasa menyenangkan atau tidak membosankan.
B. Kerangka Berpikir
Belajar adalah kegiatan yang menjadi kebutuhan bagi siswa dan terlihat pada dirinya, usaha untuk belajar siswa merupakan upaya untuk mencapai prestasi belajar lebih baik. Demikian pula bagi siswa yang belajar sejarah, usaha tersebut terlihat dari upaya siswa untuk terus belajar sejarah dan hal ini mempengaruhi peningkatan prestasi belajar sejarah itu sendiri.
Dalam proses kegiatan belajar mengajar, metode pembelajaran merupakan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan oleh guru. Guru merupakan pembimbing siswa dalam proses belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat dengan materi yang akan disampaikan dapat mempermudah siswa dalam menerima dan memahami materi tersebut. Penerimaan dan pemahaman yang baik terhadap materi tersebut akan menghantarkan siswa memperoleh prestasi belajar yang baik.
Model pembelajaran Kooperatif tipe Mind Mapping merupakan model pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk berfikir kritis, bertanggung jawab, berkomunikasi, menjadi lebih kreatif, menyelesaikan masalah, menyusun dan
54 Aman, op.cit., hlm. 108.
menjelaskan pikiran-pikiran, mengingat dengan lebih baik. Melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengalaman belajarnya yang sangat bermakna.
Dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat memaknai rasa saling ketergantungan positif, tanggung jawab dan pentignya interaksi yang dapat mereka terapkan dalam lingkungannya. Dengan pembelajaran kooperatif tipe mind mapping memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami materi pembelajaran dengan mengembangkan kratifitasnya secara leluasa melalui pemikiran kritis mereka masing-masing dalam suatu kelompok. Sehingga, sehingga keaktifan belajar siswa dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis penelitian
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dalam hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Sejarahsiswa Pembelajaran
Sejarah
Proses pembelajaran:
1. Siswa bekerja sama dengan anggota kelompoknya untuk memecahkan masalah.
2. Siswa saling berbagi pemikiran dalam proses pembelajaran.
3. Siswa aktif dalam kelas.
Model Pembelajaran Cooperative Learning;
Tipe Mind Mapping
1. Penerapan model cooperative learning tipe Mind Mapping dapat meningkatan motivasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen.
2. Penerapan model cooperative learning tipe Mind Mapping dapat meningkatan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen.
32 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan ini dikategorikan sebagai Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang digunakan adalah Kolaboratif yaitu upaya bersama dari berbagai pihak untuk mewujudkan perbaikan yang diinginkan.55 Penelitian tindakan kelas merupakan pemecahan masalah pembelajaran melalui penerapan langsung di kelas, yaitu di ruang kelas dimana guru melaksanakan tugas-tugas pembelajaran.56 Penelitian ini menggunakan model penelitian dari Kemmis dan Taggart, yaitu bentuk spiral dari siklus satu ke siklus berikutnya.57
Tujuan dilaksanakan PTK adalah memecahkan permasalahan yang terjadi di dalam kelas dengan melakukan inovasi dan memperbaiki kualitas proses pembelajaran dengan sasaran akhir memperbaiki hasil belajar siswa. Selain itu dilakasanakan PTK sebagai upaya membantu guru dalam memperbaiki mutu pembalajaran serta peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Pada penelitian tindakan kelas ini difokuskan untuk memperbaiki kualitas pelajaran khususnya dalam pelajaran sejarah, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 di SMA N 1 Playen.
55 Suharsimi Arikunto, dkk,. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006, hlm, 110.
56Masnur Muslich, Melaksanakan PTK itu Mudah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013, hlm. 6
57Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan, Yogyakarta: Aditya Media, 2010, hlm, 4.
B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA N 1 Playen yang berlokasi Jl. Playen Paliyan, Plembutan, Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55861.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2017/2018 di semester gasal, yaitu dari bulan Oktober hingga bulan November 2017. Pelaksanaan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah.
C. Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subjek adalah Siswa Kelas XI IPS 3 SMA N 1 Playen yang berjumlah 21 siswa.
D. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian adalah motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa sertamodel cooperative learning tipe: mind mapping.
E. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas sering disebut dengan variabel stimulus. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel