• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komodifikasi Budaya: Rekacipta Tradisi Palang Pintu Betawi (Studi Kasus Festival Palang Pintu Kemang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Komodifikasi Budaya: Rekacipta Tradisi Palang Pintu Betawi (Studi Kasus Festival Palang Pintu Kemang)"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

Komodifikasi Budaya: Rekacipta Tradisi Palang Pintu Betawi (Studi Kasus Festival Palang Pintu Kemang)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial ( S.Sos )

Oleh :

Muhammad Shafly Alaudin 11151110000011

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

iv ABSTRAK

Tradisi Budaya dari Etnis Betawi sangatlah beragam, baik dalam tradisi upacara pernikahan masyarakatnya, makanan, pakaian, seni tari, musik dan lain sebagainya.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang diuraikan secara deskriptif dan data yang diperoleh melalui hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Salah satu yang menjadi kebanggaan masyarakat Betawi adalah tradisi kesenian palang pintu. Tujuan dalam penelitian ini adalah menjelaskan Makna Simbolik Dalam Tradisi Palang Pintu melalui teori interaksionisme simbolik yang menghasilkan suatu rekacipta tradisi palang pintu serta bentuk komodifikasi tradisi upacara pernikahan menjadi sebuah festival palang pintu Kemang.Teori yang digunakan adalah teori Interaksionisme Simbolik dari pemikiran Goerge H. Blumer dan teori komodifikasi.

Hasil dalam penelitian ini menjelaskan bahwa disetiap tahapan palang pintu memiliki makna simboliknya. Makna simbolik dalam tradisi palang pintu tersebut tidak semata – mata hadir melaikan bentuk penyampaian nilai moral yang terkandung, yang kemudian disampaikan melalui simbol – simbol agar maksud dan tujuan dari respresentasi nya dipahami oleh individu lain. Maka saat ini banyaknya pembaharuan atau rekacipta tradisi palang pintu menjadi suatu hiburan baik dalam pernikahan maupaun dalam acara – acara budaya lainnya yang dimana tetap memiliki makna sesuai dengan tradisi awal. Hal tersebut karena masyarakat dapat mengubah makna dan simbol mereka karena kemampuan mereka dalam berinteraksi, mereka bisa memilih tindakan yang lebih raasional. Kemudian, fenomena Festival Palang Pintu yang diselenggarakan di Kemang menunjukan bahwa terdapat suatu bentuk komodifikasi yang dimana dilakukan oleh aktor pelaksanaan dalam rangka guna memproduksi budaya sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakaat pada saat ini yang mengarah pada nilai modernisasi dengan mendapatkan suatu manfaat serta keuntungan bagi penyelenggara maupun masyarakat yaitu terdapat suatu nilai komoditas bagi penggiat seni kesenian palang pintu serta masyarakat dapat menjalankan perputaran ekonomi nya dalam Festival Palang Pintu Kemang melalui stand – stand bazzar yang disediakan.

Kata kunci : rekacipta tradisi, komodifikasi, pelestarian budaya

(6)

v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia – Nya kepada peenulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke Zaman terang benderang ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada program studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Komodifikasi Budaya : Rekacipta Tradisi Palang Pintu Betawi (Studi Kasus Festival Palang Pintu Kemang) “

Skripsi ini, penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam melakukan penelitian dan terselesaikannya skripsi ini, penulis meyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan pihak baik moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, Lc, Ma selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Ali Munhanif, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

vi

3. Bapak Dr. Muhammad Adlin Sila, M.A.,Ph.D Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyalurkan ilmu serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis, ditengah – tengah kesibuk pun tetap sabar dan ikhlas membimbing penulis, sehingga membuat penulis semangat dalam mengerjakan skripsi ini sampai selesai. Semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan kemudahan serta kesehatan Jasmani maupun Rohani kepadanya.

4. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku ketua program studi Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Joharatul Jamilah, S.Ag., M.Si selaku sekertaris jurusan program studi Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Prof. Dr. H. Yusron Razak , MA, Kasyfiyullah, M.Si selaku dosen peguji yang telah memberikan waktu dan masukan dalam perbaikan skripsi ini, semoga senantiasa dilindungi oleh Allah S.W.T.

7. Bapak Kasyfiyullah Selaku dosen Pembimbing kedua yang telah memberikan waktu serta siap sedia mendengarkan keluh kesah, memberikan arahan, jalan keluar ketika sedang suntuk disaat proses skripsi ini berlangsung.

8. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Prodi Sosiologi, FISIP, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberrikan banyak illmu, motivasi, inspirasi, dan bimbingannya selama masa perkuliahan.

9. Surga dan ridho dari Sang Rahman teruntuk Kedua orangtua penulis yang tercinta Bapak M.Yamin dan Ibu Rochmani yang telah mendidik, merawat,

(8)

vii

memberikan semangat, selalu mendukung, memberi motivasi, materi serta doa, semoga amal perbutan keduanya medapat balasan dari Allah SWT, Adikku tercinta Hasyifa Isna semoga kelak bisa menjadi harapan yang diinginkan kedua orang tua.

10. Keluarga Besar Sanggar Manggar Kelape Kemang, Bapak H. Eddy Mulyadi selaku pemilik sangggar, Bang Alwi Rizky selaku ketua sanggar manggar kelape, Bang Barok selaku sekertaris sekaligus pembimbing penulis disanggar, Bang Ahmad fauzi selaku orang yang memperkenalkan penulis dan pengurus sanggar yang lain, penulis tidak bisa sebutkan satu – persatu tanpa menghilangkan rasa hormat penulis ucapkan ribuan terimakasih atas waktu, kesabaranm bimbingan, Informasi dan juga saran untuk penulis tanpa kalian penulis tidak akan bisa menyelesaikan Skripsi ini.

11. Terkasih Farah Nur Azizah selaku teman penulis yang teristimewa yang telah meluangkan waktu, tak henti – hentinya memberikan dukungan, menemani tanpa rasa lelah, mendengarkan keluh kesah yang peneliti hadapi sehingga penulis mempunyai kekuatan dan semangat yag ekstra dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teteh Novi selaku senior yang ikut berkontribusi membimbing penulis, memberikan semangat yang lebih kepada penulis semoga mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT.

13. Seluruh Kerabat Coffe Jahe yang tidak penah lelah memberikan dukungan serta motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(9)

viii

14. Teman-teman Avenger: Rifna, Jaunt, Abdillah, Riri, Dodi, Firas, Hanif, atas pertemanan yang penuh dengan berbagai cerita selama ini.

15. Sehabat sepermainan, Tyas, Inas, Imam, Dedeh, Rafli, Azub, Helma. Serta segenap Kelompok Bermain. Terimakasih atas kenangan yang takan terlupakan semasa perkuliahan.

16. Segenap teman – teman mahasiswa Sosiologi angkatan 2015, yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Terimakasih atas cerita, perjuangan dan juga pengalaman yang telah dibuat.

Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum. Wr. Wb Jakarta, 22 Januari 2020

Muhammad Shafly Alaudin

(10)

ix DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

BAB I A. Pernyataan Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... ...6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 6

E. Kerangka Teori ... 13

1. Teori Interaksionisme Simbolik... 13

2. Teori komodifikasi ... 17

F. Metode Penelitian ... 20

1. Pendekatan Penelitian ... 20

2. Metode Penentuan Informan ... 21

3. Lokasi Penelitian ... 23

(11)

x

4. Metode Pengumpulan Data ... 23

a) Observasi ... 23

b) Wawancara ... 24

c) Dokumentasi ... 25

5. Metode Analisis Data ... 25

G. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II Gambaran Umum A. Etnis Betawi ... 29

B. Tradisi Kesenian Palang Pintu... 34

1. Tahapan Prosesi Palang Pintu ... 36

2. Kelengkapan Tradisi Palang Pintu... 38

C. Festival Palang Pintu Kemang ... 42

BAB III Temuan Data Dan Hasil Penelitian Komodifikasi Budaya : Rekacipta Tradisi Palang Pintu Betawi ………46

A. Makna Simbolik Tradisi Palang Pintu ... 47

B. Rekacipta Tradisi Palang Pintu ... 56

C. Bentuk Komodifikasi Festival Palang Pintu Kemang ... 69

BAB IV Penutup A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

(12)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... xiii

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 ... 11

Tabel 1.2 ... 22

Tabel 2.1 ... 30

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 ... 34

Gambar 2.2 ... 42

Gambar 2.3 ... 44

Gambar 3.1 ... 68

Gambar 3.2 ... 69

Gambar 3.3 ... 80

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Transkrip Wawancara ... xiii

Lampiran 2. Dokumentasi ... ixxx

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Fokus penelitian yang diangkat dalam skripsi ini berkaitan dengan budaya Betawi mengenai tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Betawi, salah satunya adalah kesenian tradisi palang pintu yang sampai saat ini pun masih terus dilaksanakan di beberapa acara. Maka yang akan menjadi kajian penelitian ini adalah modifikasi budaya yang merupakan upaya untuk membuat ulang suatu produk yang dimana merupakan sebuah bentuk perubahan serta perkembangan zaman dimana budaya pun ikut mengiringi.

Di Indonesia keanekaragaman budaya sangatlah bervariasi karena melihat Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang di dalamnya pun banyak budaya yang dimiliki. Salah satunya budaya yang senantiasa mengikuti arus modernisasi yaitu budaya dari etnis Betawi yang dikarenakan letak wilayah dari masyarakat etnis Betawi berada di pusat kota maka perkembangan budaya pun mengiringi. Tradisi Budaya dari Etnis Betawi sangatlah beragam, baik dalam tradisi upacara pernikahan masyarakatnya, makanan, pakaian, seni tari, musik dan lain sebagainya.

Budaya Betawi sendiri hadir karena percampuran Budaya pada saat perjuangan bangsa Indonesia yang dipengaruhi oleh orang Eropa dan Cina.

Menurut ( Yahya, 2009 : 3 ) “Jakarta kemudian dihuni oleh orang – orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu Serta orang – orang Cina, Belanda, Arab, Portugis dan beberapa daerah lainnya. Berjalannya waktu, Jakarta menjadi

(15)

2

muara mengalirnya pendatang baru dari berbagai penjuru nusantara dan dunia.

Kondisi seperti itu pun sudah terjadi sejak zaman dulu, bahkan telah mendorong terjadinya proses akulturasi yang melahirkan kesatuan sosial dengan identitas yang baru, yakni masyarakat Betawi, etnik yang identik dengan Jakarta. Selain itu, Jakarta dijadikan sebagai bagian dari pusat Pemerintahan Indonesia, pusat perkonomian, pusat perindustrian, pusat pendidikan dan pusat hiburan serta menjadi pusat administrasi, tentunya menjadikan Jakarta sebagai pusat lajunya perkembangan dari suatu peradaban manusia. Selain itu juga, ibu kota Jakarta dijadikan tempat atau kantor – kantor kedutaan Negara – Negara lain.

Perkembangan Budaya Betawi pun dipengaruhi oleh masing – masing dari tempat tinggal masyarakatnya dikarenakan tata letak Provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi pusat kota sampai pinggiran. Dengan demikian, laju perkembangan kota Jakarta yang menyebabkan orang – orang asli Betawi memiliki perbedaan dalam pendidikan, pekerjaan, gaya hidup serta dalam memaknai budaya. Walaupun terdapat variasi dalam kebudayaan lokal etnis Betawi, baik dari kesenian, dialek, upacara, dan sebagainya tetap berlandaskan agama Islam. Agama islam dalam masyarakat Betawi adalah sistem keyakinan, nilai serta kaidah yang mempengaruhi disetiap budaya Betawi.

Menurut Pradipta ( 2005 ) Budaya Betawi terbentuk oleh hasil cipta rasa, karsa dan sikap kata perbuatan orang-orang Betawi yang tersusun menjadi kebiasaan dan sistem hidup dalam perspektif sejarahnya. Budaya terbentuk dari beberapa unsur, termasuk di dalamnya adalah bahasa, sistem kepercayaan, adat – istiadat, kuliner, pakaian, bangunan, dan karya seni. Adapun produk Betawi

(16)

3

adalah seperti bidang kesenian tari seperti : Lenong, Tari topeng, Ondel – ondel, Palang pintu dan lain sebagainya. Adapun pada seni musikya seperti : Rebana, Gambang kromong, Tanjidor, Marawis. Dari masing – masing kesenian tersebut tentunya memiliki sejarah dan juga memiliki keunggulan yang menjadikan seni tersebut bisa dikenal di Indonesia. Dengan demikian, kebudayaan masyarakat Betawi juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan–

kebudayaan asing yang datang ke Jakarta. Kesenian Betawi lahir dari berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi. Seni Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan pengaruh Eropa, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda.

Salah satu yang menjadi kebanggaan masyarakat Betawi adalah tradisi kesenian palang pintu. Secara umum, palang pintu merupakan sebuah aktivitas perkelahian atau maen pukul simbolik, namun sesungguhnya memiliki makna yang dalam dan luhur terutama saat dijadikan bagian dalam prosesi pernikahan adat Betawi. Prosesi palang pintu diibaratkan adalah untuk membuka pintu bagi tamu yang akan masuk, atau dalam prosesi pernikahan adalah adat untuk membuka tamu pengantin laki – laki yang akan menikahi mempelai perempuannya, tamu atau pengantin laki – laki pun membawa jawara yang akan bertarung melawan jawara tuan rumah, jika jawara tuan rumah kalah maka sang tamu dipersilahkan untuk masuk. Biasanya pada prosesi pertarungan di selingi pantun yang dimana itu juga merupakan bagian khas dari masyarakat Betawi.

Dahulu, palang pintu hanya dapat dijumpai dalam upacara pernikahan masyarakat Betawi. Kemudian, pada saat ini banyak dari tradisi budaya

(17)

4

bertransformasi menjadi bentuk yang berbeda, salah satunya yaitu kesenian Palang Pintu yang dilaksanakan di wilayah Kemang, Jakarta Selatan. Event tersebut mengambil tema keBetawian. Dengan adanya event keBetawian juga memiliki fungsi lain seperti mensosialisasikan kembali Budaya tradisional Betawi serta menjadi ajang untuk dapat melestarikan dan mempertahankan budaya Betawi. Tanpa disadari dengan adanya acara tersebut juga dapat memperkuat tali silaturahmi antar sesama budayawan Betawi, anak – anak keturunan Betawi agar tetap cinta akan budayanya. Melalui Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, 2012 : 2 ) telah menghimpun data kesenian Betawi, yang dilakukan pada tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan bahwa “ beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan blantek. Selain itu seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada seniman generasi muda dibawahnya. Kondisi itu dikhawatirkan akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi tersapu oleh perkembangan kehidupan metropolitan Jakarta. “

Dengan demikian, untuk menghindari tergerusnya zaman dan semakin hilang nya kekayaan budaya Betawi maka dilakukannya trasformasi budaya atau modifikasi budaya khusunya dalam kesenian yang dimana tujuan tersebut agar generasi muda semakin cinta dengan budaya asli Betawi atau budaya masyarakat “Jakarte” serta nilai jual pun mengiringi. Hal tersebut kini tradisi kesenian palang pintu dapat dinikmati oleh semua kalangan tak hanya dalam upacara pernikahan saja melaikan sudah dijadikan sebuah festival yang disebut dengan “ Festival Palang Pintu Kemang “. Selain dari mempertahankan

(18)

5

kesenian, dalam suatu festival yang saat ini tentu menghasilkan suatu fungsi baru yaitu menjadi hiburan dan sarat akan nilai jual yang mengiringi.

Festival palang Pintu Kemang merupakan hasil rekacipta yang diprakarsai oleh sejumlah pihak sebagai bentuk penciptaan kembali tradisi budaya Betawi serta melestarikan budaya Betawi dengan menyesuaikan dengan kondisi kota jakarta. Pihak yang memprakarsai festival palang Pintu Kemang adalah “ Pedepokan Budaya Betawi Sanggar Manggar Kelape Kemang “ yang dibantu oleh beberapa pihak hinggga kini terselenggarakannya sampai festival palang pintu ke- 14 yang diadakan sepanjang jalan Kemang Raya, Jakarta – Selatan. Khususnya di wilayah Kemang dianggap daerah elit dengan pembangunan daerah tersebut sangat maju.

Dengan demikian, fokus penelitian dalam skripsi ini mengenai modifikasi budaya yang dilakukan oleh “Pedepokan Budaya Betawi Sanggar Manggar Kelape Kemang “. Judul dalam penelitian ini adalah “Komodifikasi Budaya : Rekacipta Tradisi Palang Pintu Betawi : (Studi Kasus Festival Palang Pintu Kemang) ”

B. Pertanyaan Penelitian

Adapun yang diajukan dalam pertanyaan penelitian, diantaranya:

1. Bagaimana Makna Simbolik Dalam Tradisi Palang Pintu?

2. Bagaimana Rekacipta Tradisi Palang Pintu Serta Bentuk Komodifikasi Tradisi Upacara Pernikahan Menjadi Sebuah Festival Palang Pintu Kemang?

(19)

6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menjelaskan Makna Simbolik Dalam Tradisi Palang Pintu melalui teori interaksionisme simbolik yang menghasilkan suatu rekacipta tradisi palang pintu serta bentuk komodifikasi tradisi upacara pernikahan menjadi sebuah festival palang pintu Kemang.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan dalam disiplin ilmu sosiologi budaya untuk memperkaya khasanah keilmuan yang berkaitan dengan rekacipta tradisi budaya pada tradisi Kesenian Palang Pintu Betawi.

2. Manfaat Praktis

Bagi mahasiswa, masyarakat dan pemerintah : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan rekacipta tradisi palang pintu serta bentuk komodifikasi tradisi upacara pernikahan menjadi sebuah festival palang pintu Kemang. Serta diharapkan menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk terus melestarikan budaya palang pintu sebagai salah satu kekayaan bangsa Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian yang terkait dengan rekacipta tradisi, antara lain:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Anggi Melinda, DKK yang berjudul

(20)

7

“ Makna Simbolik Palang Pintu Pada Pernikahan Etnis Betawi di Setu Babakan

“ penelitian ini membahas mengenai palang pintu pada pernikahan etnis Betawi setu babakan melihat dengan mengunakan pandangan interaksionisme simbolik dan penelitian ini memiliki tujuan agar mengetahui proses membangun makna simbolik palang pintu pada pernikahan etnis Betawi di setu babakan. Penelitian ini dianalisis menggunakan makna simbolik dalam dalam simbol – simbol budaya dan religi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif dengan metode penjaringan data bersifat fenomenologi.

Hasil yang diperoleh adalah ditemukan bahwa terdapat filosofi yang mendasari palang pintu adalah menandakan bahwa etnis Betawi mampu dalam hal menjaga tanah kelahirannya, membela dirinya dan masyarakatnya. Selain itu palang pintu juga merupakan makna dari wujud solidaritas etnis Betawi dalam menjaga silaturahmi.

Penelitian kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ita Suryani Dkk yang berjudul “ Strategi Komunitas Betawi Dalam Mempromosikan Tradisi Palang Pintu “ penelitian ini membahas mengenai bagaimana komunitas Betawi Dalam mempromosikan tradisi palang pintu, pada event palang pintu XI. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang fokus pada strategi komunitas Betawi dalam mempromosikan tradisi palang pintu melalui event Festival palang pintu kemang XI.

Hasil yang diperoleh adalah strategi promosi event festival palang pintu kemang ke XI yang dilakukan oleh komunitas Betawi yaitu dengan

(21)

8

menggunakan taktik komunifikasi interpersonal communication, organizational dan promotional media. Event festival palang pintu bukan hanya perhelatan dan pertemuan artistik, tapi guna menggali kembali semangat budaya dalam memori kolektif masyarakat. Dari festival palang pintu dapat diharapkan memiliki dampak yang signifikan dalam upaya melestarikan Budaya Betawi.

Penelitian Ketiga, penelitian ini dilakukan oleh Devi Roswita (2013) yang berjudul “Tradisi Buka Palang Pintu : Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas “ didalam penelitian ini membahas mengenai Transformasi dan komodifikasi tradisi Bukaan Palang Pintu sebagai kebudayaan asli Betawi yang dimana ada dua elemen yang harus disajikan dalam tradisi ini diantaranya Pencak Silat dan Sike. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjelaskan perubahan kemasan dan fungsi tradisi buka palang pintu dari tradisi upacara menjadi suatu komoditas.

Hasil yang didapatkan oleh Devi Roswita adalah tradisi Buka Palang Pintu awalnya adalah tradisi ritual yang kaya akan unsur – unsur agama, yang dulunya hanya diterapkan pada pernikahan upacara orang Betawi. Jawara sebagai penjaga Desa memiliki arti penting yang berperan sebagai aktor dalam tradisi ini. Tetapi seiring berjalannya waktu, tradisi Buka Palang Pintu sekarang telah berubah menjadi komoditas tradisi yang juga disajikan dalam setiap acara di samping pernikahan upacara. komodifikasi tradisi buka Palang Pintu itu disajikan oleh agen memiliki ‘ nilai jual ‘ yang akan dapat mencapai ekonomi tujuan tujuan itu juga menjadikan eksistensi tradisi Buka Palang Pintu itu

(22)

9

bertahan lama. Hal itu bisa mendapatkan penghasilan finansial untuk beberapa agen dengan paket yang lebih menghibur.

Penelitian Keempat, yang diteliti oleh Sinta Paramita (2018), yang berjudul “ Pergeseran Makna Budaya Ondel – Ondel Pada Masyarakat Betawi Modern “ . Penelitian ini membahas mengenai ondel – ondel saat ini telah mengalami pergeseran dari berbagai aspek, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan study kasus.

Hasil yang diperoleh adalah bahwa ondel – ondel saat ini telah mengalami pergeseran makna. Hal ini dapat dilihat dari kegunaan ondel – ondel saat ini dalam acara pernikahan adat Betawi hanya berupa hiasan saja. Padahal jaman dahulu ondel – ondel ikut menyemarakkan acara dengan mengiringi calon pengantin. Dan jika ditinjau dari tradisinya, pada jaman dahulu sebelum pertunjukkan ondel – ondel dimulai, para pemain harus menyiapkan sesajen untuk memanggil roh – roh leluhur untuk memanggil roh – roh leluhur yang dapat memberi kekuatan bagi pemain yang menopang rangka ondel – ondel tersebut, dan pada jaman modern para pemain tidak perlu lagi menyiapkan sesajen untuk memanggil roh – roh para leluhur mereka.

Penelitian kelima, penelitian yang dilaukukan oleh Dewi Anggraeni, DKK ( 2019 ). Yang Berjudul “ Membangun Peradaban Bangsa Melalui Religiusitas Berbasis Budaya Lokal (Analisis Tradisi Palang Pintu Pada Budaya Batawi ) “.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengembangkan nilai – nilai religiusitas yang terdapat Pada tradisi palang pintu yang dapat digunakan guna membangun

(23)

10

peradaban. Dengan pendekatan teori agama dan budaya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis etnografi.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tradisi palang pintu pada budaya Betawi kaya akan nilai religius dan bersumber dari ajaran islam. Nilai – nilai religiusitas tersebut seperti memuliakan Nabi Muhammad Saw, silaturahmi, melindungi diri atau sopan santun. Selanjutnya mampu memformulasikan sistem nilai yang terdapat dalam tradisi. Budaya lokal dapat mebangun peradaban bangsa ketika budaya lokal tersebut diformulasikan pada tataran ontologis budaya.

Penelitian keenam, penelitian yang dilakukan oleh Tessaniva Agusta, DKK (2017). Berjudul “ Dampak Komodifikasi Terhadap Perubahan Identitas Tari Topeng Hitam “. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah komodifikasi yang terjadi dari tahun 2012 dilakukan oleh beberapa pihak yang mempunyai kepentingan untuk mengembangkan Tari Topeng Hitam menjadi sebuah aset berbentuk produk wisata budaya. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode analisis dari observasi, wawancara mendalam, dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori komodifikasi dan Strukturasi, yang mana digunakan untuk melihat bagaimana pola perilaku dari kehidupan masyarakat di Desa Ngrawan yang berkaitan dengan terjadinya perubahan dari nilai – nilai yang ada didalam tari topeng hitam.

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa adanya komodifikasi Tari Topeng Hitam di Desa Ngrawan merupakan gejala sosial masyarakat yang dipengaruhi oleh tuntutan ekonomi. Adapun faktor yang menjadikan penyebab

(24)

11

terjadinya komodifikasi pada Tari Topeng Hitam diantaranya, pengembangan kreatifitas dan juga aspek komersial. Dengan adanya pengembangan tari topeng hitam menjadikan tari tersebut memiliki nilai jual. Seiring berjalannya waktu, kreatifitas yang dihasilkan masyarakat banyak ditentukkan oleh adanya penguasaan ekonomi dan poliktik yang semuanya memiliki kepentingan.

Beberapa penelitian yang sudah dipaparkan diatas mempunyai persamaan maupun perbedaan pada skripsi ini. Adapun persamaan dengan penelitian yang penulis teliti yaitu menggunakan metode kualitatif serta membahas mengenai perkembangan budaya Betawi pada saat ini. Hal tersebut dikarenakan perkembangan sosial budaya akan terus berubah seiring dengan terjadinya perkembangan zaman serta, menghadapi masuknya budaya – budaya luar.

Kemudian perbedaan dalam penelitian ini pada padepokan budaya Betawi Sanggar Manggar Kelape Kemang. Selain itu dalam penelitian ini didukung oleh teori interaksionisme simbolik Goerge H. Blumer serta teori komodifikasi dalam melihat fenomena perkembangan kesenian Palang Pintu dalam Festival Palang Pintu ke – 14. Informasi dan temuan data dalam penelitian ini memiliki keunikannya tersendiri.

Tabel 1.1 Tinjauan Pustaka

No Judul Teori Metodelogi Hasil

Penelitian 1 Makna Simbolik

Palang Pintu Pada Pernikahan Etnis Betawi di Setu Babakan

Teori

Interiksonisme simbolik

metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif dengan metode

ditemukan bahwa terdapat filosofi yang mendasari palang pintu adalah

menandakan

(25)

12

penjaringan data bersifatb fenomenologi.

bahwa etnis Betawi mampu dalam hal menjaga tanah kelahirannya, membela dirinya dan masyarakatnya.

2 Strategi Komunitas Betawi Dalam Mempromosikan Tradisi Palang Pintu

- Penelitian

kualitatif dengan pendekatan deskriptif.

strategi

promosi event festival palang pintu kemang ke XI yang dilakukan oleh komunitas Betawi yaitu dengan

3 Tradisi Buka Palang Pintu : Transformasi Tradisi Upacara Menuju

Komoditas

- Penelitian

kualitatif dengan teknik Purposive

tradisi Buka Palang Pintu awalnya adalah tradisi ritual yang kaya akan unsur – unsur agama, yang dulunya hanya diterapkan pada 4 Pergeseran

Makna Budaya Ondel – Ondel Pada Masyarakat Betawi Modern

- Kualitatif

study kasus

Hasil observasi dan diskusi dalam

penelitian ini adalah

masyarakat Betawi mengalami permasalahan dibidang sosial dan ekonomi yang menimpa mereka. Oleh sebab itu mereka berfikir kreatif, salah satunya dengan mengemas

(26)

13

ondel – ondel menjadi

sesuatu yang menarik untuk masyarakat luas.

5 Membangun Peradaban Bangsa Melalui Religiusitas Berbasis Budaya Lokal (Analisis Tradisi Palang Pintu Pada Budaya Batawi )

Teori agama dan budaya

Kualitatif dengan jenis etnografi

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa tradisi palang pintu pada budaya Betawi kayak akan nilai – nilai religious yang

bersumber dari ajaran islam.

6 Dampak Komodifikasi Terhadap Perubahan Identitas Tari Topeng Hitam

teori komodifikasi dan Strukturasi

kualitatif dengan metode

analisis dari observasi, wawancara mendalam, dokumentasi

adanya komodifikasi Tari Topeng Hitam di Desa Ngrawan merupakan gejala sosial masyarakat yang

dipengaruhi oleh tuntutan ekonomi.

E. Kerangka Teoritis

1. Teori Interaksionisme Simbolik

Dalam penjelasan konsepnya tentang interaksionisme simbolik, Blummer menunjuk kepada sifat khas dari tindakan atau interaksi antar manusia. Kekhasannya bahwa manusia saling menerjemahkan, memaknai

(27)

14

serta mendefinisikan tindakannya, bukan hanya reaksi dari tindakan seseorang terhadap orang lain, tanggapan seseorang, tidak dibuat secara langsung atas tindakan itu, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan.

Sebagai manusia, diri tidak dapat memaknai suatu simbol tanpa adanya individu lain yang berperan sebagai cermin untuk melihat diri sendiri (Arrianie, 2008: . 35). Jadi untuk dapat mengartikan dan menciptakan sebuah simbol membutuhkan individu lain dalam menginterprestasikannya.

Menurut Laksmi ( 2017: 124 ) Dalam kehidupan sosial, manusia menggunakan simbol untuk mempresentasikan maksud mereka, demikian juga sebaliknya. Dalam teori atau paham Interaksi Simbolik Blumer menunjuk pada “komunikasi” atau “simbol-simbol” sebagai kunci untuk memahami kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang didalmnya tentu saja terjadi interaksi.interaksi terbentuk secara simbolik baik melalui bahasa, objek sosial, lambang-lambang, dan berbagai pandangan. Dengan demikian, manusia saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya, baik dalam interaksi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Oleh karenanya, interaksi dijembatani oleh penggunaan simbol, penafsiran, dan penemuan makna tindakan orang lain.

Dalam ( Blummer, 1969; Manis dan Meltzer, 1978; A. Rose, 1962;

snow, 2011 ) dalam karyanya mereka telah mencoba menyebutkan prinsip dasar teori interaksionisme simbolik. Prinsip dasar tersebut meliputi;

1. Manusia tidaklah sama halnya seperti binatang, mereka diberkati kapasitas untuk berfikir.

(28)

15

2. Kapasitas berfikir tersebut dibentuk oleh interaksi sosial, yang artinya bahwa interaksi sosial merupakan pembentuk dari kapasitas berfikir dari manusia.

3. Dalam interaksi sosial orang – orang belajar tentang makna dan simbol yang membedakan kapasitas berfikir dari manusia.

4. Makna dan simbol membiarkan seseorang melakukan / membawa tidakan manusia dan interaksi mereka yang berbeda – beda, maksudnya ialah dalam interaksi tersebut akan mengarahkan mereka kedalam memaknai sesuatu simbol, dan dalam pemaknaan simbol terkadang manusia mempunyai penafsiran yang berbeda – beda.

5. Orang – orang yang bisa memodifikasi dan mengubah makna dan simbol untuk mereka bertindak dan berinteraksi sesuai dengan situasinya. Dalam hal ini menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang melakukan interaksi dapat mengubah simbol maupun makna yang sudah mereka sepakati terlebih dahulu untuk memaknai tindakan dan interaksi mereka sesuai dengan situasi.

6. Mereka dapat mengubah makna dan simbol mereka karena kemampuan mereka dalam berinteraksi, mereka bisa memilih tindakan mana yang lebih menguntungkan untuk mereka.

7. Pola yang terjalin antara tindakan dan interaksi membentuk grup dalam kelompok masyarakat.

(29)

16

Melihat prinsip dasar dari teori interaksionisme yang dibahas oleh Ritzer dari beberapa tokoh tersebut, adapun premis – premis yang dibentuk Herbert Blummer mengenai pemikirannya tentang teori tersebut. Pemikiran interaksionisme simbolik menurut Herbert Blummer yang dijelaskan dalam jurnal keputustakaan milik Soeprapto (2002; 123 – 124 ) didasari dari tiga premis mendasar, dan dijadikan penulis sebagai landasan dasar teori untuk penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Premis pertama, manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki objek / benda itu bagi mereka. Hal ini memberikan pengertian bahwa tindakan manusia akan sangat bergantung terhadap makna yang mereka berikan kepada suatu objek yang berada di lingkungan mereka dengan melihat lingkungan dan situasi yang ada.

2. Premis kedua, makna – makna tersebut merupakan hasil dari interaksi sosial yang dilakukan secara terus – menerus dan terjadi berulang – ulang dalam suatu masyarakat. Bahwa makna muncul dalam diri seseorang dengan adanya interaksi dengan orang lain, walaupun makna muncul dari pemikiran masing – masing individu, tetapi hal itu tidak ada atau muncul begitu saja, melainkan melalui proses pengamatan kepada individu lain yang sudah lebih dahulu mengetahui tentang makna tersebut.

3. Premis ketiga, makna – makna tersebut diperbaharui dan disempurnakan disaat proses sosial sedang berlangsung, melalui

(30)

17

suatu penafsiran masing – masing individu dalam keterlibatannya dengan objek yang dihadapinya. Berdasarkan premis tersebut, maka makna yang diperoleh dari setiap penafsiran individu dapat berubah sesuai dengan konteks dalam ruang dan waktu yang membingkai interaksi mereka, karena makna bukanlah suatu hasil yang final, melainkan proses penafsiran.

Simbol yang sering diartikan sebagai sesuatu perlambangan terhadap apa yang dijadikan sebagai media penyampaian pesan ini dibentuk atas dasar kesepakatan bersama tentang benda / objek, pengalaman, situasi yang ada dilingkungan mereka saat pembentukan simbol itu berlangsung. Serta simbol yang telah dibentuk dan ditentukan tersebut diartikan dalam perlambangan segala sesuatu baik objek materil ataupun non material kerap kali memiliki makna tertentu yang dapat diartikan oleh mereka para penganutnya.

2. Teori Komodifikasi

Vincent Mosco dalam “The Political Economy of Communication”, mengemukakan komodifikasi sebagai proses mengubah nilai pada suatu produk yang tadinya hanya memiliki nilai guna kemudian menjadi nilai tukar (nilai jual). Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan komoditas yang sangat besar pengaruhnya karena yang terjadi bukan hanya komodifikasi untuk mendapatkan surplus value, tapi juga karena pesan yang disampaikan mengandung simbol dan citra yang bisa dimanfaatkan untuk mempertajam kesadaran penerima pesan (As’ad Musthofa:2012).

(31)

18

Dalam ( Sigit Surahmman: 2019) Teori Komodifikasi ini berasal dari gagasan Marx tentang menemukan sistem kapitalis dalam suatu media yang menggambarkan bentuk dan arah media. Dengan kata lain, media akan mendapat keuntungan besar jika mampu membuat komoditas barang atau jasa menjadikomoditi besar-besaran dengan nilai tukar besar (Adila, 2011).

Teori ini menjadi titik awal untuk masuk ke studi ekonomi politik media kritis.

Makna dalam komodifikasi tidak hanya bertolak pada produksi komoditas barang dan jasa yang diperjual-belikan, namun bagaimana distribusi dan konsumsi barang, seperti yang diungkapkan Fairclough.

(Evans, 2004 : 16) “ komodifikasi adalah proses Domain – domain dan institusi – institusi sosial yang perhatiannya tidak hanya memproduksi komoditas dalam pengertian ekonomi yang sempit mengenai barang – barang yang akan dijual, tetapi bagaimana diorganisasikan dan dikonseptualisasikan dari segi produksi, distribusi, dan konsumsi komoditas.” Komodifikasi merupakan kata kunci yang dikemukakan Karl Marx sebagai ‘ideologi’ yang bersemayam dibalik media. Menurutnya, kata itu bisa dimaknai sebagai upaya mendahulukan peraihan keuntungan dibandingkan tujuan – tujuan lain. (Graeme, 2008 : 198)

Pengertian komodifikasi menurut the free dictionary adalah inappropriate treatment of something as if it can be acquired or marketed like other commodities, dengan kata lain komodifikasi adalah suatu bentuk transformasi dan hal – hal yang seharusnya terbebas dari unsur – unsur

(32)

19

komersil menjadi suatu hal yang dapat diperdagangkan. (Reza, 2013 : 22) secara umum menurut Vincent Mosco (1996), teori ekonomi politik adalah sebuah study yang mengkaji tentang hubungan sosial, terutama kekuatan dari hubungan tersebut yang secara timbal balik meliputi proses produksi, distribusi dan konsumsi dari produk yang telah dihasilkan. Awal kemunculan teori ini didasari pada besarnya pengaruh media massa terhadap perubahan kehidupan masyarakat. Dengan kekuatan penyebarannya yang begitu luas, media massa kemudian dianggap tidak hanya mampu menentukan dinamika sosial, politik dan budaya baik dalam tingkat lokal, maupun global akan tetapi media massa juga mempunyai peran yang sangat signifikan dalam peningkatan surplus secara ekonomi.

Hal ini berangkat dari asumsi bahwa media massa berperan sebagai penghubung antara dunia produksi dan konsumsi. Melalui pesan – pesan yang disebarkan lewat iklan didunia massa, peningkatan penjualan produk dan jasa sangat memungkinkan untuk terjadi ketika audiens terpengaruh terhadap pesan yang ditampilkan melalui media massa tersebut.

Terdapat beberapa bentuk komodifikasi menurut Mosco, yakni komodifikasi isi, komodifikasi audiens/khalayak dan komodifikasi pekerja, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Komodifikasi isi atau content:

Bentuk pertama yang tentu kita kenali adalah komodifikasi isi media komunikasi. Komoditas pertama dari sebuah media massa yang paling pertama adalah content media. Proses komodifikasi ini dimulai ketika

(33)

20

pelaku media mengubah pesan melalui teknologi yang ada menuju sistem interpretasi yang penuh makna hingga menjadi pesan yang menjual atau marketable.

2. Komodifikasi Khalayak atau Audiens

Salah satu prinsip dimensi komodifikasi media massa menurut Gamham dalam buku yang ditulis Mosco menyebutkan bahwa pengguna periklanan merupakan penyempurnaan dalam proses komodifikasi media secara ekonomi. Audiens merupakan komoditi penting untuk media massa dalam mendapatkan iklan dan pemasukan.

Media dapat menciptakan khalayaknya sendiri dengan membuat program semenarik mungkin dan kemudian khalayak yang tertarik tersebut dikirimkan kepada para pengiklan.

3. Komodifikasi Pekerja atau Labour

Pekerja merupakan penggerak kegiatan produksi. Bukan hanya produksi sebenarnya, tapi juga distribusi. Pemanfaatan tenaga dan pikiran mereka secara optimal dengan cara mengkonstruksi pikiran mereka tentang bagaimana menyenangkannya jika bekerja dalam sebuah institusi media massa, walaupun dengan upah yang tak seharusnya.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini ditunjukkan untuk memahami suatu

(34)

21

fenomena – fenomena sosial dari sudut pandang para informan. Menurut Koentjaraningrat (1997: 29) “penelitian bersifat deskriptif memberikan gambaran secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala ataupun kelompok tertentu.” Pendekatan kualitatif deskriptif ini ditujukan untuk menggambarkan tradisi kesenian Palang Pintu Betawi pada perkembangaan saat ini. Sehingga dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini, peneliti mendapatkan informasi mengenai pandangan – pandangan para informan mengenai fenomena sosial yang terkait.

2. Strategi Penentuan Informan

Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan teknik purposive.

Teknik Purposive menurut Notoatmodjo ( 2010 ) adalah pengambilan sampel atau informan yang dinilai sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian. Jadi dalam studi kasus penelitian ini teknik yang digunakan dalam menentukan informan tidak secara acak yaitu langsung tertuju pada Padepokan Budaya Betawi Sanggar Manggar Kelape Kemang, yang dimana hal tersebut berdasarkan kriteria tujuan. Penyampelan di lakukan dengan menggunakan asumsi, gagasan, tujuan, manfaat yang ingin di capai oleh si peneliti” (Endraswara, 2006: 115). Pengambilan sampel dilakukan dengan menentukan seseorang yang diyakini sebagai orang yang memahami atau mengerti mengenai kesenian Palang Pintu.

Dalam strategi penentuan informan, peneliti memfokuskan pada Padepokan Sanggar Manggar Kelape, yang diantaranya terdiri dari Informan Kunci, informan utama serta informan tambahan. Adapun

(35)

22

terdapat enam informan yang penulis ambil sesuai dengan kriteria yang dimana subjek tersebut dianggap posisi terbaik dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Kemudian informan yang penulis tentukan berdasarkaan peran yang dijalankan seta terlibat langsung dalam kegiatan Festival Palang Pintu Kemang ke – 14.

Tabel 1.2 Daftar Nama Informan

Profil Infornan

NO Nama Jenis

Kelamin

Usia Status

1. Bpk. H Eddy. Sag L 48 Pemilik Sanggar Manggar Kelape / Tokoh Budaya Di Wilayah Kemang 2 Sdr. Mubarok.

S.Kom

L 24 Sekertaris Sanggar Manggar Kelape Kemang / Penggiat Seni Budaya Betawi 3 Bpk. H.Buchori

SH.MH

L 56 Bidang Teknis

Informasi Kebudayaan

Kampung Setu Babakan / Ketua Bidang Pariwisata Dan Kebudayaan Bamus Betawi

(36)

23

4 Sdr.Alwi Rizky L 22 Ketua Sanggar

Manggar Kelape Periode Ke – 3

5 Sdr. Ferry L 22 Pemuda Sanggar

Manggar Kelape / Penggiat Seni Budaya Betawi

6 Sdr. Qidam L 21 Pemuda Sanggar

Manggar Kelape / Penggiat Seni Budaya Betawi

3. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi fokus penelitian yaitu pada “ Padepokan Budaya Betawi Sanggat Manggar Kelape, Kemang” yang bertempat Jl.

Kemang Selatan X A No.10, RT.3/RW.2, Bangka, Kec. Mampang Prpt, Kota Jakarta Selatan. Penulis melakukan penelitian di Sanggar Manggar Kelape Kemang dikarenakan Sanggar Manggar Kelape, Kemang yang memprakarsai Kegiatan Festival Palang Pintu Kemang hingga ke – 14, sesuai dengan visi misi sanggar ini adalah menciptakan masyarakat Betawi yang cinta pada Kebudayaan Betawi.

4. Metode Pengumpulan Data

A. Observasi

(Herdiansyah,2010) Observasi didefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta “merekam”

(37)

24

perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi merupakan suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis (Haris, 2015 : 29). “ Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik kejadian – kejadian, perilaku, obyek – obyek yang dilihat dan hal – hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan “ (Jonathan, 2006 : 224).

Dalam kegiatan observasi, peneliti melakukan observasi disebuah sanggar ternama “ Sanggar Manggar Kelape, Kemang “ yang dimana menyaksikan anggota sanggar latihan silat, serta meninjau langsung kegiatan acara Festival Palang Pintu Kemang.

Selain itu peneliti melakukan observasi baik dalam acara pernikahan masyarakat Betawi yang menggunakan tradisi palang pintu. (Observasi pada tanggal 27-28 April)

B. Wawancara

“ Metode wawancara atau metode interview, mencangkup cara yang dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden ” (Koentjaraningrat, 1986 : 129).

Menurut tokoh yang lainnya yaitu M.Nazir yang “ menyebutkan bahwa wawancara merupakan proses tatap muka antara penanya atau pewawancara, penjawab atau responden dengan fenomena dan

(38)

25

situasi yang terjadi menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) untuk memperoleh keterangan yang memiliki tujuan penelitian dengan menggunakan cara tanya jawab”

(M. Nazir, 1888 : 234). Menurut Moleong (2005), wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. “ Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang juga memberikan jawaban atas pertanyaan “ (Haris, 2015 : 29 ).

Wawancara ini disusun dalam bentuk pertanyaan terbuka dengan wawancara secara mendalam. Wawancara dilakukan terhadap 6 orang informan yang dirasa tepat untuk memberikan informasi mengenai bentuk modifikasi budaya pada tradisi palang pintu dalam festival palang pintu Kemang.

C. Dokumentasi

Dokumen menurut Sugiyono, (2009:240) “ merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, bisa dalam bentuk tulisan, gambar atau foto maupun karya – karya monumental seseorang”.

Dalam penelitian ini dokumentasi yang dilakukan berupa foto prosesei kesenian palang pintu di acara – acara pernikahan maupun disebuah event – event yang bertemakan palang pintu.

5. Metode Analisis Data

Setelah memperoleh data dilapangan maupun dari studi kepustakaan. Data tersebut kemudian ditelaah dan dianalisis yang disebut

(39)

26

dengan analisa data. “ Analisa data berarti mengolah data, mengorganisir data, memecahkannya dalam unit – unit yang lebih kecil, mencari pola – pola dan tema – tema yang sama “ (Dr. J. R. Raco, 2010 : 122). Analisis dan penafsiran selalu berjalan beriringan. Yang dengan demikian pada saat peneliti menganalisis data, pada saat yang bersamaan penelitki nya pun menafsirkan hasil pengumpulan data tersebut.

Dalam proses analisa data diawali dengan pengumpulan data seperti hasil wawancara, hasil observasi, studi kepustakaan maupun dokumentasi. Pada saat peneliti melakukan transkrip wawancara yang merupakan hasil pengumpulan data, selanjutnya peneliti harus membaca secara teliti yang kemudian dilakukannya Reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting serta dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya jika diperlukan. Proses reduksi data dalam penelitian adalah merangkum hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi sesuai dengan rumusan masalah, fokus penelitian dan pertanyaan penelitian (Sugiono, 2009 : 338).Setelah dilakukaannya reduksi data kemudian ada Data Display / Penyajian data.

Dalam data kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, Bagan, hubungan antar kategori, flowchart, matriks dan sejenisnya agar mudah dipahami.” Bentuk yang paling sering digunakan dalam penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

(40)

27

naratif “(Sugiono, 2009 : 341). Setelah penyajian data kemudian ada alur terakhir yaitu Penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti – bukti yang kuat untuk mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. “ Akan tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti – bukti yang valid dan konsisten selama penngumpulan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel “ (Sugiono, 2009 : 345).

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah untuk memahami isi penelitian ini, maka penulis membuat sistematika khusus yang terdiri atas empat bab. Adapun Sistematika penelitian tersebut sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan : Di dalam Bab pendahuluan ini penulis memaparkan mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori , metode penelitian, teknik pengumpulan data, metode analisis data dan sistematika penulisan.

BAB II Gambaran Umum Lokasi Penelitian: Dalam Bab Gambaran Umum dan lokasi penelitian ini akan dipaparkan mengenai masyarakat etnis Betawi, prosesi palang pintu yang dimana adanya tahapan dan makna kelengkapan tradisi palang pintu, menjelaskan gambaran mengenai event palang pintu kemang dan setelah itu menggambarkan mengenai sanggar manggar kelape kemang yang terdiri dari : latar Belakang / visi – misi

(41)

28

sanggar manggar kelape kemang, struktur organisai, bentuk kegiatan sanggar dan prestasi sanggar.

BAB III Temuan data Dan Hasil penelitian : peneliti menjelaskan mengenai rekacipta tradisi Dari Tradisi Upacara Pernikahan Menjadi Sebuah Festival Palang Pintu Kemang serta dianalisis melalui teori interaksionisme simbolik dan komodifikasi.

BAB IV Kesimpulan dan Saran : Dalam Bagian Penutup Ini Berisikan mengenai kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang menjelaskan ringkasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta saran dari peneliti mengenai hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

(42)

29 BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Etnis Betawi

Etnis Betawi merupakan etnis yang diisi atau ditempati oleh kelompok masyarakat pribumi di wilayah DKI Jakarta. Perkembangan suatu etnis tidak dapat terlepas dari adanya catatan sejarah. Awal mula hadirnya etnis Betawi dikarenakan proses sejarah wilayah DKI Jakarta. Sejak dahulu Kota Jakarta menjadi tempat pertemuan kelompok-kelompok etnis dari berbagai kawasan Nusantara yang ikut mewarnai dan memengaruhi pertumbuhan kota, baik pada zaman prakolonial, kolonial, maupun sesudahnya. Kata Betawi sendiri merupakan kata yang berasal dari kata “ Batavia “, yaitu nama kuno yang diberikan oleh bangsa Belanda pada masa penjajahan.

Jakarta yang dulu bernama Batavia sebagai kota multietnis, tidak lepas dari letaknya yang strategis, yaitu dekat dengan pelabuhan, dimana saat itu laut menjadi sarana transportasi utama para pedagang dari seluruh dunia. Dalam sensus yang dilakukan tahun 1673, keberadaan orang Betawi belum ada di wilayah Batavia, seperti yang diungkapkan Castle (1967) yang menyatakan tentang ragam etnik yang ada di Batavia pada tahun 1673, sebagaimana digambarkan dalam tabel di bawah ini:

(43)

30

Tabel 2.1 : Etnis di Jakarta Masa Kolonial

Golongan Tahun

1673 1815 1893

Belanda Dan Indo 2750 2028 9017

Cina ( termasuk peranakan ) 2747 11854 26569

Mardjikers 5362

Arab 318

“Moors” 6339 119 2842

Jawa ( Termasuk Sunda ) 3331

Sulawesi Selatan 4139

Bali 981 7720 72241

Sumbawa 232

Ambon dan Banda 82

Melayu 611 3155

Budak ( lainnya ) 13278 14249

Sumber : Castle ( 1967) dalam Suparlan, Parsudi (2004: 145 ) Etnik-etnik tersebut didatangkan dan dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja murah untuk mendukung kekuatan kolonial, sesuai dengan motif imperialism. Cina merupakan etnik dengan jumlah paling besar disusul dari Bali, Jawa karena mereka dikenal sebagai pekerja yang tekun, rajin dan ulet.

Budak menduduki jumlah yang besar yang didatangkan oleh Jan Peterszoon Coen. Namun demikian pada tahun 1893 ada beberapa kelompok etnik yang mulai hilang dan disusul dengan dominasi etnik yang sudah ada. Kelompok Etnik yang hilang di sensus 1893 disimpulkan oleh Castles (2007) sebagai kelompok yang melahirkan etnik Betawi dengan jumlah 75.083 orang.

Beberapa pengamat dan peneliti etnik Betawi yang senada dengan pandangan Castles seperti Koentjaraningrat (1975), Amri Marzali (1983), Probonegoro (1987), Shahab (1994) dan Mona Lohanda (2001), tentang awal mula etnik Betawi.

(44)

31

Etnis Betawi atau masyarakat suku Betawi pun hadir karena percampuran dari perkawinan antar etnis dan bangsa dimasa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia pada masa itu. Hasil perkawinan itulah yang disebut sebagai etnis Betawi yang bermukim di DKI Jakarta. perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa.

Etnis Betawi Dalam dinamikanya terlahir sebagai akibat pusat-pusat politik tradisional seperti istana kerajaan, pusat-pusat perdagangan, pusat kekuasaan administrasi, politik, keamanan, ekonomi dan kebudayaan. Kota Jakarta mengalami perkembangan sebagai kota, sejak kekuasaan Belanda, yang kala itu kota dibangun sesuai dengan kepentingan Belanda. Ruang-ruang yang tersedia di Kota Jakarta (Batavia), adalah di daerah berawa-rawa di pinggir dataran aluvial, yang dilintasi beberapa sungai yang membelah kota seperti sungai Ciliwung, Citarum, Cisadane.

Pada tahun 1893 terjadi penyederhanaan golongan etnis di Batavia menjadi empat golongan, yaitu orang Eropa dan Indo, orang Cina (termasuk peranakan), orang Arab dan ―Moors, serta orang Betawi. Penggolongan ini berlangsung hingga tahun 1942 dan diatur secara hierarki oleh pemerintah formal (pemerintah Hindia Belanda), serta masing-masing hidup terpisah satu sama lain. Meskipun demikian, mereka tetap dipersatukan oleh sistem nasional Hindia Belanda dan dijembatani oleh keberadaan pasar. Pasar oleh Furnivall

(45)

32

memang menjadi jembatan pertemuan antara orang Eropa dengan orang pribumi, dimana dalam pasar tersebut orang Eropa menjadi pemain dalam pasar internasional, sedangkan orang pribumi bermain dalam pasar lokal. Data ini diperkuat oleh arsip dari ANRI mengenai populasi Batavia pada tahun 1679, yang pada saat itu dihimpun untuk keperluan laporan tahunan dewan direksi VOC mengenai kemajuan kota (Suswandari,2016 : 43)

Istilah Betawi berasal dari kata Batavia sebagai nama kota Jakarta pada saat itu, yang didikan oleh Gubernur Jendral JP Coen. Kata Batavia berasal dari bahasa bangsa Belanda purba. Dahulu nama kota DKI Jakarta ini adalah sunda kelapa, kemudian menjadi Jayakarta dan setelah itu menjadi Batavia. Pendiri Jayakarta adalah Raden Fatahillah pada tanggal 22 Juni 1527, yang dimana pada saat itu Fatahillah merupakan utusan dari kesultanan demak yang ditugaskan untuk menaklukan sunda kelapa untuk mendapatkan wilayah kekuasaan.

Sumber lain dari Budayawan Jakarta menyatakan bahwa “ masyarakat dan budaya Betawi sudah ada dari sononye “ menurutnya, etnis Betawi sudah ada sejak abad – abad pertama masehi yaitu sebelum kedatangan bangsa Cina, Hindu, Islam, Eropa, dan orang – orang yang berasal dari luar daerah Jakarta.

Pendapat ini diperkuat oleh temuan – temuan arkeologis, seperti gerabah dan alat – alat produksi di Kelapa Dua, Condet dan Kali Ciliwung.

Masyarakat dari etnis Betawi mayoritas agama Islam. Dilihat dari logat bicaranya, Bahasa Melayu dan agama Islam yang menjadi ciri utama orang Jakarta serta pengikat antar kesatuan etnis Betawi. Menurut Ridwan Saidi, “ Betawi merupakan mosaik kebudayaan yang memiliki tekstur islami tanpa

(46)

33

kehilangan nuansa tradisionalnya ( Ridwan Saidi, 2001 : 219 ) Sebagai etnik asli Jakarta, etnik Betawi memiliki aneka ragam budaya dan kearifan lokal yang dimana setiap kesenian, tradisi, makanan pun memiliki nilai dan makna budaya dalam kehidupan sehari – hari. Orang Betawi yang asli daerah Jakarta sudah tidak jelas lagi keturunannya. Dikarenakan etnis Betawi dari zaman dahulu merupakan perpaduan atau hasil asimilasi antar penduduk yang sudah lama tinggal di Jakarta dengan masyarakat pendatang Jakarta seperti, orang Banten, Jawa, Bugis, serta perpaduan dengan bangsa – bangsa lain seperti Cina, Portugis, Arab, dan lainnya membuat etnis Betawi tidak memiliki keturunan yang jelas.

Perpindahan penduduk dari berbagai belahan dunia menuju pusat ibu kota Republik Indonesia pun kini membawa pengaruh besar terhadap keberlangsungan budaya pada suku Betawi. Modernisasi zaman ikut mengubah keberadaan suku Betawi asli. Banyak pengaruh yang datang dengan membawa dampak yang besar terhadap keberadaan budaya suku Betawi. Adat dan tradisi dari suku Betawi semakin jarang, tergantikan oleh kemajuan waktu. Kini perkembangan Jakarta menjadi semakin menonjol karena kedudukannya sebagai ibukota Negara Indonesia, yang mempunyai corak dan kebudayaan yang majemuk, penuh kontras dan kosmopolitan. Selain itu, Saat ini Jakarta mempunyai ciri kehidupan perkotaan yang berorientasi pada ekonomi kapitalistik, yang berorientasi pada pasar

(47)

34 B. Tradisi Kesenian Palang Pintu

Gambar 2.1 kesenian palang pintu

Sumber : Dokumentasi Sanggar Manggar Kelape Kemang

Tradisi menurut kamus bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang turun – temurun dari nenek moyang (Wallach, J 2014 : 1088). Dalam kamus antropologi, tradisi merupakan adat istiadat atau kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan penduduk asli yang meliputi nilai budaya, norma, hukum dan aturan yang berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem, atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial(Ariyono, 1985).

sedangkan menurut kamus Sosiologi tradisi diartikan sebagai kepercayaan dengan cara turun – temurun yang dapat dipelihara(Soekanto, 1993 : 459).

Tradisi buka palang pintu merupakan sebuah kebudayaan masyarakat Betawi yang hingga kini masih terus dipertahankan keberlangsungannya. Biasanya tradisi buka palang pintu ini hadir atau dilakukan pada prosesi pernikahan adat

(48)

35

Betawi. Tradisi kesenian palang pintu merupakan serangkaian acara pada prosesi pernikahan Betawi yang dilakukan ketika mempelai pria dengan rombongannya mendatangi kediaman mempelai perempuan untuk melaksanakan akad pernikahan.

Palang pintu menurut bahasa mempunyai arti “ palang “ dan “ pintu “ . palang artinya penghalang atau tidak sembarangan orang bisa lewat atau masuk dan pintu adalah pintu. Jadi dapat diartikan palang pintu adalah tradisi masyarakat Betawi untuk membuka penghalang orang lain untuk masuk kedaerah tertentu yang dimana di daerah tersebut memiliki jawara yang biasa dipakai dalam acara pernikahan.

Meskipun dalam sejarahnya tidak ada catatan yang pasti sejak kapan tradisi keseniana palang pintu dimulai, namun jawara si pitung atau tokoh legenda Betawi ( 1874 – 1903) sudah menjalani tradisi ini, tepatnya pada saat memperisteri Aisyah ( puteri jawara macan kemayoran Murtadho) konon dalam sejarahnya si Pitung berhasil menundukan lawan dari jawara Murtadho dalam pernikahannya (Bachtiar, 2013 : 42).

Tradisi Palang pintu biasanya digelar pada acara pernikahan atau besanan dengan saling adu seni beladiri antara jawara pihak laki – laki dan perempuan.

Hakikatnya Palang Pintu dilakukan untuk menghalangi mempelai laki – laki agar memperhatikan norma adat mempelai perempuan dan mampu menguasai nilai agama khususnya mengaji. Awal mula atau tanda buka palang pintu dimulai dengan petasan yang dipasang tanda calon pengantin pria mau bersiap berangkat . setelah itu diawali upacara pemberangkatan calon pengantin laki – laki dengan iringan do’a dan shalawat Dustur, kemudian sang pengantin pria mencium tangan kepada orang tua serta keluarga untuk memohon do’a dan restu dan keberkahannya. Ketika

(49)

36

pengantin pria berjalan menuju rumah pengantin perempuan diiringi dengan rebana khas Betawi yaitu rebana ketimpring (Bachtiar, 2013 : 42).

Rangkaian upacara pernikahan Betawi dengan adanya prosesi palang pintu dimaksudkan untuk memberi pesan tersurat bahwa pernikahan merupakan upacara atau ritual yang khidmat dan dilaksanakan seumur hidup sekali. Oleh sebab itu ,akan diperlukan beberapa rangkaian dalam upacara pernikahan termasuk didalamnya ada kesenian palang pintu. Hal ini juga bermakna bahwa pihak laki – laki tidak bisa dengan mudahnya meminang dan memasuki kediaman mempelai perempuan maka pihak laki – laki harus melewati beberapa tahapan atau persyaratan oleh pihak mempelai perempuan. Umumnya tradisi palang pintu ini dilaksanakan pada hari akad tepatnya setelah akad nikah atau sebelum resepsi dimulai.

Tahapan Prosesi Palang Pintu

Adapun tahapan yang dilakukan oleh pihak pengantin laki – laki sebagai berikut:

 Diawali dengan bunyi petasan

 Calon pengantin laki – laki dan kedua orang tuanya diposisikan pintu.

Disiapkan 3 bangku, bapak sebelah kiri, calon pengantin pria ditengah, ibu disebelah kanan.Lihat juga keadaan tempat, bila tidak memungkinkan duduk, posisi berdiri juga boleh.

 Setelah itu, dibacakan doa dan dibacakan sholawat Dustur, setelah selesai.

(50)

37

 Baru kemudian, calon pengantin pria mencium kedua tangan orang tuanya meminta do’a dan berkahnya, juga kepada kakek neneknya dan sanak saudara.

 Baru setelah itu barisan diatur dalam posisi berdiri orang tua laki – laki di sebelah kiri, calon pengantin laki – laki ditengah, ibu disebelah kanan, diapit sama pasangan 1 kembang kelapa dan dibelakang pengantin, rombongan rebana ketimpring. Calon penganten laki – laki memegang sirih dare, sepanjang jalan sampai mempelai wanita.

 Dibelakang rebana ketimpring, rombongan keluarga inti dan besan membawa barang – barang berupa roti buaya, geplak, wajik, dodol, buah – buahan, buket kosmetik , perlengkapan sholat, buket burung – burungan, ules – ulesan dan lain – lain

 Rombongan calon pengantin laki – laki berjalan menuju ke tempat calon pengantin wanita diiringi dengan rebana ketimpring, didampingi tukang pantun, tukang silat sama tukang sike sampai ditempat tujuan calon pengantin perempuan.

 Disambut dengan bunyi petasan dan setelah itu kedatangan dihalangi dengan tim Palang pintu Betawi calon pengantin wanita yang sudah disiapkan. Ada juru bicaranya tukang pantun, ada jawaranya, yang intinya jika mau masuk nikah kudu ada syaratnya yang harus dipenuhi.

 Syarat pertama, sebagai simbol keberanian sebagai kesiapan mental didalam berumah tangga, kudu berkelahi dan bisa mengalahkan jawara dari calon pengantin wanita

(51)

38

 Syarat yang kedua, sebagai simbol orang yang taat agama dan bukan islam KTP. Kudu bisa ngaji dan tarikin lagu sikeh,

 Setelah terjadi berbalas pantun dan adu kebolehan didalam maen pukul (silat) dan di tes ilmu ngaji, ditarikin lagu sikeh semua sudah dipenuhi, baru kemudian calon mempelai laki – laki dipersilahkan masuk. Hal tersebut bermakna laki – laki harus bisa silat dan diakui dengan jawara perempuan setelah itu kemudian pihak laki – laki dilihat ketaatan agamanya dalam mengaji hal ini juga bermakna bahwa didalam kehidupan keluarga nantinya laki –laki adalah pemimpin keluarga, oleh karena itu pembaca Al – qur’an dijadikan syarat penting dalam masyarakat Betawi yang kental dengan budaya dan keislamannya. Kemudian sholawat atau lagu sikeh untuk mengiringi prosesi tradisi palang pintu.

 Sebagai tanda penghormatan kepada calon pengantin laki –laki, maka dikalungi bunga melati, walaupun di budaya Betawi tidak lazim pengalungan bunga melati.

 Calon pengantin laki – laki mencium tangan kedua orang tua calon perempuan, kemudian posisi orang tua calon pengantin perempuan, digandeng kedalam menuju tempat duduk nikah.

Kelengkapan Tradisi Palang Pintu

Adapun didalam prosesi tradasi kesenian palang pintu terdapat instrument pembantu atau kelengkapan, diantaranya:

 Ketimpring

(52)

39

Salah satu rebana Betawi asli yang biasa dipergunakan untuk mengiringi pengantin Betawi. Rabana ketimpring berjumlah 3 buah dan mempunyai istilah

“ Ngempat, Ngelime, Ngenem posisi rebana ketimpring ada dibelakang pengantin, selain mengarak pengantin, terkadang rebana ketimpring ikut juga didalam pembacaan maulid.

 Kembang Kelape

kembang kelape salah satu simbol benda yang banyak bermanfaat dan serba guna, salah satu pohon yang tidak terbuang percuma adalah pohon kelapa yang dimana seluruhnya dari mulai daun, batang hingga buahnya bisa bermanfaat dan berguna. Demikian juga dengan simbol tadi dan dengan harapan mudah – mudahan calon pengantin seperti pohon kelapa, banyak manfaatnya berguna bagi keluarganya nusa dan bangsa, sepasang kembang kelape posisinya mengapit pengantin berada disebelah kiri dan kanan.

 Petasan

Bagian dari budaya Betawi yang hampir tidak bisa dipisahkan. Petasan fungsinya sebagai alat informasi atau pengabaran kepada tetangga. Petasan juga diartikan sebagai alat pemberitahuan serta alat untuk mengundang para tetangga untuk hadir dikarenakan zaman dahulu tetangga yang satu dengan tetangga lainnya mempunyai jarak yang berjauhan. Zaman dahulu petasan sangat berperan dalam acara- acara penting seperti mengumpulkan tetangga untuk besanan, menginformasikan besan sudah datang, berangkat haji serta sunatan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas agar masyarakat mengenal kesenian budaya Betawi, maka peneliti tertarik untuk mendalami salah satu tradisi kebudayaan Betawi pada acara