• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN 3D SKETCHUP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE SISWA SMA : Penelitian kuasi eksperimen terhadap siswa kelas X di SMA Negeri 4 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN 3D SKETCHUP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPATIAL SENSE SISWA SMA : Penelitian kuasi eksperimen terhadap siswa kelas X di SMA Negeri 4 Bandung."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Widia Ayu Juhara 1006413

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Oleh: Widia Ayu Juhara

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Widia Ayu Juhara 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

KEMAMPUAN SPATIAL SENSE SISWA SMA

(Penelitian kuasi eksperimen terhadap siswa kelas X di SMA Negeri 4 Bandung)

Oleh:

Widia Ayu Juhara

NIM. 1006413

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I,

Drs. Nar Herrhyanto, M.Pd

NIP. 196106181987031001

Pembimbing II,

Dra. Hj. Rini Marwati, M.Si

NIP. 196606251990012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi M.Ed., M.Sc., Ph.D

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa kemampuan

spatial sense di Indonesia masih tergolong rendah. Kemampuan ini dapat

menunjang kemampuan dalam membayangkan, menelaah, dan menganalisis ruang. Pendekatan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan spatial

sense adalah pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp. Berdasarkan alasan tersebut penelitian ini diberi judul “Implementasi Pendekatan Problem Based Learning Berbantuan 3D SketchUp untuk Meningkatkan

Kemampuan Spatial Sense Siswa SMA”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan spatial sense antara siswa SMA yang menggunakan pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp dan siswa SMA yang menggunakan pendekatan konvensional. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem based learning berbantuan 3D

SketchUp. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X di salah satu SMA Negeri

di Kota Bandung. Pokok bahasan yang dijadikan bahan ajar penelitian adalah materi geometri ruang. Metode penelitian yang dipilih adalah kuasi eksperimen dengan teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes (pretest dan posttest) dan non tes (angket dan lembar observasi). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan spatial sense siswa SMA yang menggunakan pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp lebih tinggi daripada kemampuan spatial sense siswa yang menggunakan pendekatan konvensional. Selain itu, sikap yang diberikan siswa terhadap kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan problem based learning berbantuan 3D

SketchUp adalah positif.

(5)

ABSTRACT

This research is based on the fact that Indonesia has a low spatial sense ability. These supports the ability to imagine, studying, and analyzing space. The approach that is expected to improve the ability of spatial sense is problem based learning approach with the help of 3D SketchUp. Based on these reasons, this

research entitled “Implementation of Problem Based Learning Approach with the Help of 3D SketchUp to Improve Spatial Sense Ability of High School Students”. This research aims to determine the difference in improvement between spatial sense abilities of high school students using problem based learning approach with the help of 3D SketchUp and high school students using the conventional approach. This research also aims to determine students’ attitude towards mathematics learning activities using problem based learning approach with the help of 3D SketchUp. The research is performed in class X in one of high schools in Bandung. The subject that is used as the teaching materials is geometry of space. The research method is quasi experiment with quantitative and qualitative data analysis. The instrument used are test (pretest and posttest) and non-test (questionnaire and observation sheet). Based on the research results, it is concluded that spatial sense abilities of high school students using problem based learning approach with the help of 3D SketchUp is higher than high school students using the conventional approach. In addition, the studensts’ attitude towards learning activities using problem based learning with the help of 3D SketchUp is positive.

(6)

Widia Ayu Juhara, 2014

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C.Batasan Masalah ... 7

D.Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Definisi Operasional... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Problem Based Learning ... 10

B. 3D SketchUp ... 12

C.Kemampuan Spatial Sense ... 13

D.Hubungan antara Pendekatan Problem Based Learning Berbantuan 3D SketchUp dan Kemampuan Spatial Sense... 16

E. Pendekatan Konvensional ... 16

F. Hipotesis Penelitian ... 17

BAB III METODE PENELITIAN A.Metode dan Desain Penelitian ... 19

(7)

Widia Ayu Juhara, 2014

C.Populasi dan Sampel ... 20

D.Perangkat Pembelajaran ... 20

E. Instrumen Penelitian ... 21

F. Teknik Analisis Data ... 30

G.Prosedur Penelitian ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian... 40

B. Pembahasan ... 57

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pembelajaran matematika sebagai salah satu komponen dari pendidikan

mempunyai peranan yang sangat penting bagi kualitas sumber daya manusia yang

mampu bertindak atas dasar pemikiran matematis yaitu secara logis, rasional,

kritis, dan sistematis guna membantu permasalahan sehari-hari atau dalam

mempelajari ilmu yang lain. Oleh karena itu, pembelajaran matematika layak

diberikan kepada setiap manusia sejak usia dini agar terciptanya sumber daya

manusia yang berkualitas dan mampu bersaing pada tingkat global. Menurut

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BNSP, 2006: 4) yang berlaku saat ini,

kecakapan matematika yang diharapkan dapat tercapai oleh siswa selama

mengenyam pendidikan di sekolah, yaitu:

1. Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika.

Untuk mencapai kecakapan matematika, salah satu cabang ilmu

matematika yang dapat digunakan adalah geometri. Geometri merupakan salah

satu cabang matematika yang dekat dengan lingkungan. Bahkan, bentuk-bentuk

(9)

Oleh karena itu, geometri mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat

dipahami.

Dalam NCTM (2000), dijelaskan bahwa ada empat kemampuan yang harus

dimiliki dalam mempelajari geometri, yaitu 1) mampu menganalisis karakter dan

sifat dari bentuk geometri baik dua dimensi maupun tiga dimensi, dan mampu

membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan

yang lainnya, 2) mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik

dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta

menghubungkannya dengan sistem yang lain, 3) aplikasi transformasi dan

menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika, 4)

menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk

memecahkan masalah. Walle (dalam Nurkholis, 2012: 2) mengungkap lima alasan

mengapa geometri sangat penting untuk dipelajari sebagai berikut:

1. Geometri membantu manusia memiliki apresiasi yang utuh tentang dunianya, dijumpai dalam sistem tata surya, formasi geologi, kristal, tumbuhan dan binatang, karya seni arsitektur dan hasil kerja mesin. 2. Eksplorasi geometrik dapat membantu mengembangkan

keterampilan pemecahan masalah.

3. Geometri memainkan peranan utama dalam bidang matematika lainnya.

4. Geometri digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari. 5. Geometri penuh dengan tantangan dan menarik.

Namun, masih banyak siswa yang beranggapan bahwa geometri

merupakan pelajaran yang sulit. Hal ini didukung oleh hasil survey yang dilakukan

Departemen Pendidikan Perancis yang menyatakan bahwa:

(10)

Pernyataan diatas bermakna bahwa pokok bahasan yang paling tidak

menyenangkan dalam pelajaran matematika bagi banyak siswa berusia lima belas

tahun adalah geometri ruang dan statistika. Hanya sepuluh persen guru-guru yang

mengajarkan geometri ruang. Para guru mengatakan bahwa mereka tidak

mempunyai cukup waktu untuk mengajarkan geometri ruang, namun pada

kenyataannya adalah bahwa banyak siswa „tidak bisa membayangkan kondisi tiga dimensi‟. Kami artikan ini bahwa, banyak siswa yang tidak bisa membayangkan

kondisi tiga dimensi yang tergambar di dalam papan tulis hitam gurunya.

Untuk mengetahui tinggi atau rendahnya kemampuan spatial sense siswa

di SMA Negeri 4 Bandung, peneliti melakukan studi pendahuluan kepada 41 siswa

kelas XI. Studi pendahuluan ini berbentuk tes tertulis mengenai materi geometri

dan dibuat berdasarkan indikator-indikator spatial sense menurut Bartman (Tt)

sebagai berikut 1) menginterpretasikan dan menggambarkan benda-benda tiga

dimensi, 2) menerapkan dan memecahkan masalah dengan menggunakan model

geometrik dan sifat-sifatnya, 3) mengidentifikasi kekongruenan dan kesamaan

objek, 4) menerapkan pemahaman tentang keliling, luas, volume, dan ukuran

sudut, dan 5) mengenali dan menerapkan trigonometri kedalam situasi

permasalahan. Berdasarkan tiga sampel jawaban siswa yang mewakili kelas

tersebut (dapat dilihat pada lampiran E.7), soal nomor 1, 3, 4, dan 5 dengan

indikator 1), 3), 4), dan 5) berturut-turut, hanya sebagian kecil dari siswa yang

menjawab benar. Sedangkan pada soal nomor 2 dengan indikator 2), hanya

setengah dari siswa yang menjawab benar. Kebanyakan siswa masih belum bisa

membayangkan benda-benda tiga dimensi, sehingga siswa masih belum bisa

menemukan pesan tersirat yang terdapat pada soal. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan ini, dapat disimpulkan bahwa kemampuan spatial sense siswa

rendah.

Selain itu menurut Madja (Abdussakir, 2010), hasil belajar geometri masih

belum menggembirakan dibandingkan dengan materi matematika yang lain. Masih

(11)

geometri ruang. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi PISA (Progamme for

International Student Assesment), bahwa hanya 33,4% siswa peserta Indonesia

yang menjawab benar berkaitan dengan soal menghitung banyaknya kubus kecil

yang berada di dalam kubus besar (Wardhani dan Rumiati, 2011). Selain itu,

Madja (dalam Novia, 2010: 5) menyatakan bahwa siswa SMU mengalami

kesulitan melihat gambar bangun ruang. Hal ini didukung oleh pendapat Elliott

(Ruseffendi, 1990) yang menyatakan bahwa hanya 5% siswa SMU yang dapat

memahami geometri aksiomatik. Bahkan dari berbagai penelitian di perguruan

tinggi pun, menurut Budiarto (Abdussakir, 2010), masih ditemukan mahasiswa

yang menganggap gambar bangun ruang sebagai bangun datar, mahasiswa masih

sulit menentukan garis bersilangan atau berpotongan, serta mahasiswa belum

mampu menggunakan perolehan geometri SMU untuk menyelesaikan

permasalahan geometri ruang.

Lam (dalam Novia, 2010: 4) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang

sangat erat antara prestasi belajar geometri dan kemampuan spatial sense. Piaget

dan Inhelder (Tambunan, 2006) menyatakan bahwa kemampuan spatial sense

sebagai konsep abstrak meliputi hubungan spatial, kerangka acuan, hubungan

proyektif, konversi jarak, representasi spatial, dan rotasi mental. Menurut

Thurstone (Russefendi, 1991), kemampuan spatial dapat diperoleh melalui alur

perkembangan berdasarkan hubungan spatial topologi (meniru gambar, persepsi

posisi spatial), proyektif (kemampuan mengkoordinasikan sejumlah sudut pandang

yang berbeda), dan euclidis (kemampuan mengkoordinasikan salib sumbu

pasangan titik, rotasi gambar geometri dua dimensi). Secara tidak langsung,

kemampuan spatial sense mengarah pada tujuan pencapaian hasil belajar geometri.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan spatial sense siswa

lemah.

Dewasa ini, perkembangan teknologi telah terjadi dengan sangat pesat.

Salah satu perkembangan teknologi yang bisa digunakan dalam pembelajaran

(12)

dalam belajar matematika, khususnya pada materi-materi yang tidak mudah untuk

diajarkan oleh alat bantu biasa. Hal ini disebabkan komputer dapat menampilkan

pesan secara visual, audio, dan bahkan audio-visual. Menurut Coburn (1985),

penggunaan komputer dapat diklasifikasikan kedalam lima jenis. Pertama,

program latihan (drill and practice), yaitu program yang dirancang untuk

digunakan siswa dalam melakukan latihan-latihan soal. Kedua, program tutorial,

yaitu program yang dirancang agar komputer dapat digunakan sebagai tutor dalam

proses pembelajaran. Ketiga, program demonstrasi, yaitu program yang digunakan

untuk memvisualisasikan konsep yang abstrak. Keempat, program simulasi, yaitu

program yang digunakan untuk memvisualisasikan proses yang dinamik. Kelima,

program permainan instruksional, yaitu program yang digunakan untuk permainan

dengan menggunakan instruksi-instruksi komputer dengan tujuan untuk

meningkatkan pemahaman materi yang diajarkan.

Akibat perkembangan teknologi ini, banyak produk rekayasa komputer

(software) yang telah diciptakan. Menurut Fey dan Heid (dalam Novia, 2010: 6),

penggunaan software komputer untuk kegiatan pembelajaran sangat tidak terbatas,

beberapa software komputer dapat mengkonstruksi bangun-bangun geometri,

melatih kemampuan spatial sense, dan melatih kemampuan pemecahan masalah.

Dari sekian banyak software yang ada, terdapat software yang dapat digunakan

untuk pembelajaran geometri, salah satunya adalah 3D SketchUp. Keunggulan 3D

SketchUp, yaitu 1) objek tiga dimensi yang terlihat realistik, 2) tools yang beragam

yang memudahkan pengguna untuk membuat objek tiga dimensi, dan 3) tampilan

sederhana yang memudahkan pengguna dalam memanipulasi objek tiga dimensi.

Keunggulan-keunggulan ini diharapkan dapat menjadikan 3D SketchUp sebagai

salah satu software yang cocok dan dapat digunakan dalam pembelajaran

geometri.

Saat ini, jenis pembelajaran yang sering digunakan adalah pembelajaran

konvensional. Pembelajaran ini mudah diterapkan di dalam proses belajar

(13)

secara cepat. Namun pada pembelajaran ini aktivitas siswa bersifat pasif dan tidak

semua siswa memiliki cara belajar dengan hanya mendengarkan saja. Untuk dapat

mengembangkan potensi belajar siswa sesuai dengan gaya dan kapasitas belajar,

diperlukan model dan pendekatan yang bervariatif. Salah satu pendekatan yang

dapat digunakan adalah Problem Based Learning (PBL). Ciri-ciri yang dimiliki

oleh Problem based learning menurut Tan, Wee & Kek yaitu (dalam Nurkholis,

2012: 8) pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, masalah memiliki

konteks dengan dunia nyata, siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah

dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari dan mencari

sendiri materi yang terkait dengan masalah dan melaporkan solusi dari masalah,

sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi dan menggiring siswa menemukan

konsep sendiri (reinvention). Pembelajaran menggunakan pendekatan ini, terutama

pada aktivitas pemberian masalah, diduga dapat meningkatkan kemampuan spatial

sense siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Bishop, Benbow, dan

McGuiness (Tambunan, 2006) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

pemecahan masalah matematika dengan kemampuan visuo-spatial.

Selain itu, sikap siswa terhadap matematika juga perlu diperhatikan.

Menurut Asante (2012: 2), siswa yang berkemampuan matematika rendah

cenderung memiliki sikap negatif terhadap matematika. Namun, penelitian Brown

(Asante, 2012: 2) menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan yang

signifikan antara sikap siswa terhadap matematika dan prestasi matematika.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Uusimaki dkk.,

Beswick, Harkness dkk., Schweinle dkk., Anderson, Kinney, Whitin, Hannula,

Tapia dkk. Papanastatsiou, Wong, Fisher dkk., dan Forgasz dkk., Asante (2012: 3)

mengemukakan enam hal yang mempengaruhi sikap siswa terhadap matematika

sebagai berikut: 1) sikap dan keyakinan guru, 2) cara mengajar dan tingkah laku,

3) teknik mengajar, 4) pencapaian, 5) sikap dan keyakinan orang tua, dan 6)

(14)

sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan problem based

learning berbantuan 3D SketchUp.

Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Implementasi Pendekatan Problem Based Learning

Berbantuan 3D SketchUp untuk Meningkatkan Kemampuan Spatial Sense Siswa

SMA”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan spatial sense siswa yang mendapat

pembelajaran dengan pendekatan problem based learning berbantuan 3D

SketchUp lebih besar daripada kemampuan spatial sense siswa yang

mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

2. Bagaimana perbandingan kualitas peningkatan kemampuan spatial sense

kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapat

pembelajaran dengan pendekatan problem based learning berbantuan 3D

SketchUp dengan kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah

yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan

problem based learning berbantuan 3D SketchUp?

C.Batasan Masalah

Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini dibatasi pada materi geometri

yaitu geometri ruang meliputi kubus, balok, prisma, dan limas. Materi ini terdapat

(15)

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan spatial sense siswa yang

mendapat pembelajaran dengan pendekatan problem based learning

berbantuan 3D SketchUp lebih besar daripada kemampuan spatial sense

siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

2. Mengetahui perbandingan kualitas peningkatan kemampuan spatial sense

kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang mendapat

pembelajaran dengan pendekatan problem based learning berbantuan 3D

SketchUp dengan kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah

yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan

problem based learning berbantuan 3D SketchUp.

E.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi berbagai manfaat, yaitu:

1. Bagi siswa, penelitian ini berguna untuk memberikan satu alternatif

pemecahan masalah kesulitan siswa dalam memahami matematika sehingga

hasil belajarnya juga dapat meningkat.

2. Bagi guru, penelitian ini bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran

untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang menarik dalam

rangka meningkatkan hasil belajar matematika.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

pembelajaran matematika dengan pendekatan problem based learning

(16)

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai

berikut:

1. Problem based learning berbantuan 3D SketchUp adalah pembelajaran yang

diawali dengan pemberian masalah yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari sehingga siswa berperan aktif dan mandiri dalam pembelajaran

dengan guru hanya sebagai fasilitator, berbantuan software komputer 3D

SketchUp.

2. Kemampuan spatial sense adalah kemampuan dalam membayangkan,

menelaah, dan menganalisis ruang. Indikator kemampuan spatial sense

dalam penelitian ini adalah 1) menginterpretasikan dan menggambarkan

benda-benda tiga dimensi, 2) menerapkan dan memecahkan masalah dengan

menggunakan model geometrik dan sifat-sifatnya, 3) mengidentifikasi

kekongruenan dan kesamaan objek, 4) menerapkan pemahaman tentang

keliling, luas, volume, dan ukuran sudut, dan 5) mengenali dan menerapkan

trigonometri kedalam situasi permasalahan.

3. Pendekatan konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang

bersifat ekspositori, yaitu metode pembelajaran yang menekankan pada

proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada siswa namun

dominasi guru banyak berkurang.

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah pada

pendidikan formal di Indonesia setelah lulus dari Sekolah Menengah

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian

Kuasi eksperimen adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini.

Metode ini digunakan karena peneliti tidak memilih siswa untuk menjadi kelas

eksperimen dan kelas kontrol, tetapi peneliti memilih menggunakan kelas yang

ada. Penggunaan metode ini bertujuan untuk memprediksi keadaan yang dapat

dicapai melalui eksperimen yang sebenarnya, tetapi tidak ada pengontrolan

dan/atau manipulasi terhadap seluruh variabel yang relevan (Arifin, 2011). Pada

metode ini terdapat dua kelompok (berupa kelas) yang akan terlibat, yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran

menggunakan pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp,

sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan

konvensional. Hasil pembelajaran tersebut kemudian dibandingkan untuk

mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh pembelajaran menggunakan

pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp terhadap

kemampuan spatial sense.

Pretest-posttest control group design adalah desain yang digunakan dalam

penelitian ini. Menurut Sugiyono (2013), dalam desain ini terdapat dua kelompok

yang kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan

antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pretest dikatakan baik

apabila nilai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak berbeda secara

signifikan. Berikut desain dalam penelitian ini:

O1 X O2

(18)

Keterangan:

X : Pembelajaran menggunakan pendekatan problem based learning berbantuan

3D SketchUp

O1 : Pretest O2 : Posttest

B.Variabel Penelitian

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan

variabel terikat. Pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp

adalah variabel bebas, sedangkan kemampuan spatial sense adalah variabel terikat

dalam penelitian ini.

C.Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri

4 Bandung. Dari populasi tersebut diambil kelas X IPA 1 dan X IPA 4 sebagai

sampel penelitian. Kelas X IPA 1 dijadikan sebagai kelas eksperimen, sedangkan

kelas X IPA 4 dijadikan sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen

dilaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan problem based learning

berbantuan 3D SketchUp, sedangkan pada kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

D.Perangkat Pembelajaran

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Menurut Mulyasa (2007: 212), RPP adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu

atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan

dalam silabus. RPP disusun untuk mendukung terlaksananya pembelajaran di

kelas. Langkah-langkah pembelajaran dalam RPP pada kelas eksperimen

(19)

SketchUp, sedangkan pada kelas kontrol RPP dirancang menggunakan

pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Menurut Inra (2010), LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

harus dikerjakan oleh siswa, biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah

untuk menyelesaikan tugas tersebut. LKS disusun sesuai dengan prinsip-prinsip

pembelajaran dengan pendekatan problem based learning berbantuan 3D

SekcthUp dan indikator kemampuan spatial sense. LKS diberikan pada kelas

eksperimen, sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan LKS melainkan hanya

buku sumber.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan

non tes. Instrumen tes terdiri atas pretest dan posttest, sedangkan instrumen non

tes terdiri atas angket dan lembar observasi.

1. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest dan

posttest mengenai kemampuan spatial sense. Pretest diberikan sebelum

pembelajaran dilaksanakan, sedangkan posttest diberikan sesudah pembelajaran

dilaksanakan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Bentuk tes yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian. Hal ini dimaksudkan agar

siswa mampu mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan (Sudjana,

2011).

Adapun pemberian skor tes kemampuan spatial sense berpedoman pada

kriteria yang dikemukakan oleh Charles, dkk. (1994) yaitu focused holistic

(20)

Tabel 3.1

Kriteria Skor Kemampuan Spatial Sense

Respon Siswa Skor

 Tidak ada jawaban

 Siswa salah menginterpretasikan masalah

 Jawaban tidak ada yang benar dan tidak ada penyelesaian

0

 Ada langkah awal terhadap penyelesaian suatu masalah yang hanya sekedar menyalin data dan sudah menggambarkan beberapa pemahaman, tetapi pendekatan yang digunakan tidak akan menemukan solusi yang tepat

 Siswa memulai dengan strategi yang tidak tepat, dan tidak mencoba strategi lain. Tampak bahwa siswa mencoba salah satu pendekatan yang tidak dikerjakan dan kemudian menyerah

 Siswa mencoba menyelesaikan permasalahan namun tidak dilakukan

1

 Strategi yang digunakan siswa tidak tepat dan jawabannya pun salah, tetapi pekerjaan siswa menunjukkan gambaran

permasalahan

 Siswa menggunakan strategi yang tepat namun pekerjaan tidak dilanjutkan atau salah menerapkan strategi sehingga tidak mendapatkan jawaban yang tepat/jawaban salah.

 Siswa berhasil menyelesaikan permasalahan tetapi jawaban tidak sesuai

 Siswa menunjukkan jawaban yang benar, namun proses penyelesaian tidak jelas atau tidak ada proses penyelesaian.

2

 Siswa menerapkan strategi yang hampir tepat, namun masih ada kekeliruan dalam menginterpretasi masalah

 Siswa menerapkan strategi yang tepat, namun jawaban siswa salah tanpa adanya alasan yang jelas, perhitungan siswa benar namun tidak ada lambang/simbol atau lambang/simbol salah, dan tidak ada jawaban yang diberikan

 Siswa memberikan jawaban yang benar, dan strategi yang dipilihnya tepat namun pekerjaannya tidak sepenuhnya jelas.

3

 Siswa melakukan kesalahan dalam menerapkan strategi, namun tidak menyebabkan kesalahpahaman, melainkan hanya kesalahan menulis atau menghitung.

 Siswa memilih dan menerapkan strategi yang tepat. Siswa menjawab dengan benar dalam penyelesaian masalah.

(21)

Sebelum instrumen tes digunakan, instrumen tersebut terlebih dahulu

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Setelah disetujui, instrumen tes

diujicobakan kepada siswa di luar sampel. Uji coba dilakukan untuk

mengetahui kualitas dan kelayakan instrumen tes. Perhitungan ini dilakukan

menggunakan bantuan program Anates Ver. 4.0.5. Unsur-unsur yang perlu

diperhatikan dalam menentukan kualitas dan kelayakan instrumen tes adalah

sebagai berikut:

a. Validitas

Menurut Suherman (2003: 102), suatu alat evaluasi disebut valid

apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.

Validitas butir soal dapat dihitung dengan menggunakan koefisien korelasi

berdasarkan rumus Product Moment dari Pearson (dalam Suherman, 2003:

119) sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan:

rxy : koefisien korelasi tiap butir soal N : banyaknya responden

X : skor tiap butir soal Y : skor total

Interpretasi nilai rxy (koefisien korelasi) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Validitas

(22)

Selanjutnya dengan menggunakan program Anates Ver. 4.0.5,

diperoleh nilai validitas tiap butir soal sebagai berikut:

Tabel 3.3 Validitas Butir Soal

No. Soal Koefisien Validitas Interpretasi

1 0,589 Sedang

2 0,712 Tinggi

3 0,693 Sedang

4 0,807 Tinggi

5 0,757 Tinggi

Berdasarkan tabel 3.3 di atas, diperoleh bahwa hasil pengolahan data

untuk butir soal nomor 2, 4, dan 5 berkolerasi tinggi, artinya butir soal

nomor 2, 4, dan 5 validitasnya tinggi. Sedangkan untuk butir soal nomor 1

dan 3 berkolerasi sedang, artinya butir soal nomor 1 dan 3 validitasnya

sedang.

Setelah harga koefisien validitas tiap butir soal diperoleh, perlu

dilakukan uji signifikansi untuk mengukur keberartian koefisien korelasi

dengan menggunakan statistik uji (Sudjana, 2005: 380):

Keterangan:

t : nilai hitung koefisien validitas rxy : koefisien korelasi

n : banyaknya responden

Kemudian dengan mengambil taraf nyata (α), validitas tiap butir soal

tidak berarti jika:

(23)

1) Butir soal 1

Perumusan hipotesis:

Ho : Validitas butir soal 1 tidak berarti

H1 : Validitas butir soal 1 berarti

Kemudian dengan mengambil taraf nyata α = 5% dan melakukan

perhitungan, dari tabel distribusi t diperoleh t0,975;39 = 2,02. Selanjutnya,

karena 4,55 > 2,02 maka H0 ditolak. Berdasarkan hal tersebut, dapat

disimpulkan bahwa validitas butir soal 1 berarti.

Dengan cara yang sama, hasil pengujian keberartian dari validitas

semua butir soal dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.4

Uji Keberartian Butir Soal

Butir Soal t Hitung t Tabel Keberartian

1 4,55

2,02

Berarti

2 6,33 Berarti

3 6,00 Berarti

4 8,53 Berarti

5 7,24 Berarti

Dari hasil uji keberartian, ternyata semua validitas butir soal

memiliki keberartian berarti sehingga dapat digunakan. Hasil perhitungan

selengkapnya menggunakan bantuan Microsoft Excel dapat dilihat pada

lampiran C.6.

b. Reliabilitas

Menurut Suherman (2003: 131), suatu alat evaluasi disebut reliabel

jika hasil evaluasi tersebut relatif sama (konsisten atau ajeg) jika digunakan

(24)

dihitung dengan menggunakan rumus Alpha (Suherman 2003: 154) sebagai

berikut:

r11

=

Keterangan:

r11 : koefisien reliabilitas instrumen k : banyaknya butir soal

Si2 : varians skor tiap butir soal St2 : varians skor total

Skala penilaian reliabilitas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5

Klasifikasi Derajat Reliabilitas

Koefisien Reabilitas Interpretasi 0,90 ≤ r11 < 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ r11 < 0,90 Tinggi 0,40 ≤ r11 < 0,70 Sedang 0,20 ≤ r11 < 0,40 Rendah

r11 < 0,20 Sangat rendah

(Suherman, 2003: 139)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Ver.

4.0.5, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,69. Dengan demikian dapat

diambil kesimpulan bahwa soal tes kemampuan spatial sense memiliki

derajat reliabilitas yang termasuk kategori sedang atau secara keseluruhan

butir soal memiliki derajat reliabilitas yang termasuk kategori sedang.

c. Daya Pembeda

Dalam Suherman (2003:159) dijelaskan bahwa daya pembeda sebuah

butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa

(25)

Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda tiap butir soal

Skala penilaian daya pembeda adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Koefisien Daya Pembeda Interpretasi 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

Selanjutnya dengan menggunakan program Anates Ver. 4.0.5,

diperoleh daya pembeda tiap butir soal sebagai berikut:

Tabel 3.7

Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

(26)

untuk butir soal nomor 4 dan 5 memiliki daya pembeda baik. Selanjutnya

untuk butir soal nomor 1 dan 3 memiliki daya pembeda cukup.

d. Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang

disebut indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada

interval 0,00 sampai dengan 1,00. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan

berupa tes uraian. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks

kesukaran adalah:

IK = ̅

Keterangan:

IK : indeks kesukaran ̅ : rata- rata skor tiap soal SMI : skor maksimal ideal

Skala penilaian indeks kesukaran adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Koefisien Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 1,00 Sangat mudah

0,70 < IK < 1,00 Mudah

0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar

IK = 0,00 Sangat sukar

(Suherman, 2003: 170)

Selanjutnya dengan menggunakan program Anates Ver. 4.0.5,

(27)

Tabel 3.9

Indeks Kesukaran Butir Soal

No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,34 Sedang

Berikut ini ditampilkan secara keseluruhan analisis tiap butir soal

sebagai berikut:

Tabel 3.10 Analisis Butir Soal

No. Soal

Validitas Daya Pembeda Indeks Kesukaran

Ket. Koefisien

Validitas Interpretasi DP Klasifikasi IK Klasifikasi

1 0,589 Sedang 0,33 Cukup 0,34 Sedang Digunakan

dan lembar observasi sebagai berikut:

a. Angket

Dalam penelitian ini, angket diberikan kepada kelompok eksperimen

untuk mengetahui sikap terhadap pembelajaran matematika menggunakan

pendekatan problem based learning berbantuan 3D SkecthUp. Model angket

(28)

ini bertujuan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala ini terdiri atas lima pilihan

jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju),

dan STS (Sangat Tidak Setuju). Namun dalam penelitian ini, pilihan

jawaban N (Netral) tidak digunakan, karena siswa yang ragu-ragu dalam

mengisi pilihan jawaban mempunyai kecenderungan yang sangat besar

untuk memilih jawaban N (Netral).

b. Lembar Observasi

Dalam penelitian ini, lembar observasi digunakan untuk memperoleh

data yang berhubungan dengan aktivitas pembelajaran pada kelas

eksperimen. Aktivitas pembelajaran tersebut terdiri atas aktivitas guru,

aktivitas siswa, dan kondisi kelas.

F. Teknik Analisis Data

Terdapat dua jenis data yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu data

kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif didapat dari hasil pretest dan posttest,

sedangkan data kualitatif didapat dari hasil angket dan lembar observasi.

1. Teknik Analisis Data Kuantitatif

Teknik analisis data dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

apakah peningkatan kemampuan spatial sense siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan problem based learning berbantuan 3D

SketchUp lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

pendekatan konvensional. Sebelum dilakukan pengujian terhadap data

kuantitatif, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang

meliputi rata-rata, simpangan baku, skor maksimum, dan skor minimum

menggunakan bantuan Microsoft Excel. Hal ini dilakukan untuk memperoleh

gambaran mengenai data yang akan diuji. Selanjutnya, analisis pengujian data

statistika dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 15.0

(29)

a. Analisis Data Pretest

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pretest

dari kedua kelas penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji

normalitas ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan perumusan

hipotesis sebagai berikut:

H0: Data pretest berdistribusi normal

H1: Data pretest berdistribusi tidak normal

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan

menolak H0jika nilai signifikansi lebih kecil α.

Dari hasil pengujian tersebut, jika kedua kelas penelitian

berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians.

Namun jika minimal satu kelas penelitian berdistribusi tidak normal,

maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistika

nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney.

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data

pretest dari kedua kelas penelitian mempunyai varians yang homogen

atau tidak. Dalam uji homogenitas varians ini digunakan uji Levene

dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang homogen

H1: Data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang tidak homogen

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan

(30)

3) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah

data pretest dari kedua kelas penelitian memiliki rata-rata kemampuan

spatial sense yang sama atau berbeda. Jika data pretest berdistribusi

normal dan memiliki varians yang homogen, maka pengujian dilakukan

menggunakan uji t. Sedangkan jika data pretest berdistribusi normal dan

memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujian dilakukan

menggunakan uji t dengan varians yang tidak homogen. Namun jika data

pretest tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan menggunakan uji nonparametrik, yaitu uji Mann Whitney. Perumusan

hipotesis uji adalah sebagai berikut:

H0: Rata-rata data pretest kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol

H1: Rata-rata data pretest kelas eksperimen tidak sama dengan kelas

kontrol

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan

menolak H0jika nilai signifikansi lebih kecil α.

b. Analisis Data Posttest

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data posttest

dari kedua kelas penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji

normalitas ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan perumusan

hipotesis sebagai berikut:

H0: Data posttest berdistribusi normal

H1: Data posttest berdistribusi tidak normal

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan

(31)

Dari hasil pengujian tersebut, jika kedua kelas penelitian

berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians.

Namun jika minimal satu kelas penelitian berdistribusi tidak normal,

maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistika

nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney.

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data

posttest dari kedua kelas penelitian mempunyai varians yang homogen

atau tidak. Dalam uji homogenitas varians ini digunakan uji Levene

dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang homogen

H1: Data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians

yang tidak homogen

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan

menolak H0jika nilai signifikansi lebih kecil α.

3) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah

rata-rata kemampuan spatial sense pada kelas eksperimen lebih besar

daripada kelas kontrol. Jika data posttest berdistribusi normal dan

memiliki varians yang homogen, maka pengujian dilakukan

menggunakan uji t. Sedangkan jika data posttest berdistribusi normal dan

memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujian dilakukan

menggunakan uji t dengan varians yang tidak homogen. Namun jika data

posttest tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan menggunakan uji nonparametrik, yaitu menggunakan uji Mann-Whitney.

(32)

H0: Rata-rata data posttest kelas eksperimen tidak lebih besar daripada

kelas kontrol

H1: Rata-rata data posttest kelas eksperimen lebih besar daripada kelas

kontrol

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika setengah dari nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan menolak H0 jika setengah dari nilai signifikansi lebih kecil α.

c. Analisis Data Gain Ternormalisasi

Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan spatial sense,

maka dilakukan analisis terhadap indeks gain. Indeks gain adalah gain

ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data indeks

gain dari kedua kelas penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji

normalitas ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan perumusan

hipotesis sebagai berikut:

H0: Data indeks gain berdistribusi normal

H1: Data indeks gain berdistribusi tidak normal

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian adalah menerima H0 jika nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan

menolak H0jika nilai signifikansi lebih kecil α.

Dari hasil pengujian tersebut, jika kedua kelas penelitian

berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians.

(33)

maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan statistika

nonparametrik, yaitu uji Mann Whitney.

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data

indeks gain dari kedua kelas penelitian mempunyai varians yang

homogen atau tidak. Dalam uji homogenitas varians ini digunakan uji

Levene dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:

H0: Data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki

varians yang homogen

H1: Data indeks gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki

varians yang tidak homogen

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan

menolak H0jika nilai signifikansi lebih kecil α.

3) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah

peningkatan kemampuan spatial sense pada kelas eksperimen lebih besar

daripada kelas kontrol. Jika data indeks gain berdistribusi normal dan

memiliki varians yang homogen, maka pengujian dilakukan

menggunakan uji t. Sedangkan jika data indeks gain berdistribusi normal

dan memiliki varians yang tidak homogen, maka pengujian dilakukan

menggunakan uji t dengan varians yang tidak homogen. Namun jika data

indeks gain tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan

menggunakan uji nonparametrik yaitu menggunakan uji Mann-Whitney.

(34)

H0: Peningkatan rata-rata kemampuan spatial sense siswa SMA yang

mendapat pembelajaran PBL berbantuan 3D SketchUp tidak lebih

besar daripada siswa SMA yang mendapat pembelajaran dengan

pendekatan konvensional

H1: Peningkatan rata-rata kemampuan spatial sense siswa SMA yang

mendapat pembelajaran PBL berbantuan 3D SketchUp lebih besar

daripada siswa SMA yang mendapat pembelajaran dengan

pendekatan konvensional

Dengan mengambil taraf nyata α = 5%, maka kriteria pengujian

adalah menerima H0 jika setengah dari nilai signifikansi lebih besar sama dengan α, dan menolak H0 jika setengah dari nilai signifikansi lebih kecil α.

d. Analisis Peningkatan Kemampuan Spatial Sense

Kualitas peningkatan kemampuan spatial sense dapat dilihat seperti

pada tabel berikut (Meltzer, 2002):

Tabel 3.11 Kriteria Indeks Gain Indeks Gain Kriteria

g > 0,7 Tinggi 0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

Selain melihat peningkatan kemampuan spatial sense pada kedua

kelas, dilakukan pula perbandingan peningkatan kemampuan spatial sense

pada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada kelas

eksperimen dan kontrol. Pengelompokan siswa berkemampuan tinggi,

sedang, dan rendah didasarkan pada tabel distribusi data hasil nilai Ujian

(35)

2. Teknik Analisis Data Kualitatif

Teknik analisis data ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa

terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan problem based learning

berbantuan 3D SketchUp.

a. Angket

Angket diberikan kepada kelas eksperimen setelah pembelajaran

selesai. Model skala sikap yang akan digunakan adalah model skala Likert

yang terdiri dari lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju),

N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).

Dalam Suherman (2003: 191), dijelaskan bahwa untuk pernyataan

yang bersifat positif, jawaban SS diberi skor 5, S diberi skor 4, N diberi

skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan

yang bersifat negatif, jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor

3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5. Namun dalam penelitian ini,

pilihan jawaban N (Netral) tidak digunakan karena siswa yang ragu-ragu

dalam mengisi pilihan jawaban mempunyai kecendrungan yang sangat besar

untuk memilih jawaban N (Netral).

Untuk mengetahui sikap siswa, subjek dapat digolongkan menjadi

kelompok yang memiliki sikap positif dan sikap negatif. Penggolongan

dapat dilakukan dengan menghitung rata-rata skor subjek. Jika nilainya lebih

besar dari 3, maka subjek memiliki sikap positif. Sedangkan jika nilainya

lebih kecil dari 3, maka subjek memiliki sikap negatif. Namun jika nilainya

sama dengan 3, maka subjek memiliki sikap netral.

b. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data yang

berhubungan dengan aktivitas pembelajaran pada kelas eksperimen.

Aktivitas pembelajaran tersebut terdiri atas aktivitas guru, aktivitas siswa,

dan kondisi kelas. Penilaian terhadap aktivitas pembelajaran diamati selama

(36)

G.Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Menyusun proposal penelitian.

b. Melaksanakan seminar proposal penelitian.

c. Melakukan revisi terhadap proposal penelitian berdasarkan hasil seminar

proposal penelitian.

d. Membuat instrumen penelitian.

e. Membuat Rencana Pelaksanaan Penelitian (RPP) dan Lembar Kerja Siswa

(LKS).

f. Melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing guna meminta masukan

terkait RPP dan LKS yang akan digunakan dalam penelitian.

g. Membuat surat perizinan untuk uji instrumen penelitian.

h. Melakukan uji instrumen penelitian.

i. Melakukan revisi terhadap instrumen penelitian berdasarkan hasil uji coba

instrumen.

j. Menentukan sampel penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melakukan pembelajaran menggunakan pendekatan problem based learning

berbantuan 3D SketchUp pada kelas eksperimen, sedangkan pembelajaran

dengan pendekatan konvensional pada kelas kontrol.

c. Melakukan observasi selama proses pembelajaran berlangsung.

d. Melakukan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

e. Memberikan angket kepada siswa kelas eksperimen untuk mengetahui sikap

siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan problem based

(37)

3. Tahap Analisis Data

a. Mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif.

b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif dan kualitatif yang telah

dikumpulkan.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Pada tahap ini dilakukan penyimpulan terhadap penelitian yang telah

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan mengenai pendekatan

problem based learning berbantuan 3D SketchUp untuk meningkatkan

kemampuan spatial sense siswa SMA, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan spatial sense siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan problem based learning berbantuan 3D

SketchUp lebih besar daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

menggunakan pendekatan konvensional. Namun, kualitas peningkatan

kemampuan spatial sense pada kedua kelas termasuk kedalam kategori

sedang.

2. Peningkatan kemampuan spatial sense kelompok siswa berkemampuan

tinggi pada kelas eksperimen termasuk kedalam kategori tinggi,

sedangkan kelompok siswa berkemampuan tinggi pada kelas kontrol

termasuk kedalam kategori sedang. Namun, peningkatan kemampuan

spatial sense kelompok siswa berkemampuan sedang dan rendah pada

kedua kelas termasuk kedalam kategori sedang.

3. Sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan problem

based learning berbantuan 3D SketchUp menunjukkan sikap yang positif.

B.Saran

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya mengenai pendekatan

problem based learning berbantuan 3D SketchUp untuk meningkatkan

kemampuan spatial sense siswa SMA, saran yang dapat disampaikan adalah

sebagai berikut:

1. Pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp dapat

dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk

(39)

2. Sebelum melaksanakan penelitian menggunakan pendekatan problem

based learning berbantuan 3D SketchUp, disarankan untuk melakukan uji

coba terlebih dahulu pada kelas yang berbeda agar proses pembelajaran

dapat dikuasai dengan baik.

3. Estimasi waktu yang tepat dibutuhkan pada pembelajaran menggunakan

pendekatan problem based learning berbantuan 3D SketchUp.

Diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang agar dapat

memanfaatkan waktu secara efektif sehingga proses pembelajaran pun

optimal.

4. Mengingat pentingnya kemampuan spatial sense, maka perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai model atau pendekatan pembelajaran

lainnya untuk mengembangkan potensi kemampuan spatial sense yang

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. (2010). “Pembelajaran Geometri Sesuai Teori van Hiele”. El-Hikmah: Jurnal Kependidikan dan Keagamaan, Vol. VII Nomor 2, Januari 2010, ISSN 1693-1499.

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Asante K. O. (2012). Secondary Students’ Attitudes Towards Mathematics. Ife Psychologia. Vol. 20, Issue 1, p. 121. [Online]. Tersedia: http://e-resources.pnri.go.id. [3 Juli 2014]

Bartman, R. E. (Tt). Assessment Annotation for the Curriculum Frameworks

Mathematics Grades 4, 8, 10. Missouri Department of Elementary and

Secondary Education.

Bennie, K. (1998). "Shape and Space" An Approach To the Study of Geometry In the Intermediate Phase. Paper presented at the 4th Anual Congress of the

Association for Mathematics Education of South Africa (AMES), Pietersburg, July 1998.

BNSP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BNSP.

Charles, R., Lester, F., dan O’Daffer, P. (1994). How to Evaluate Progress in

Problem Solving. Virgina: NCTM.

Coburn, P., et al. (1985). Practical Guide to Computer in Education 2nd. California: Addison-Wesley Publication Company Inc.

Guiterrez, A. (1997). Visualization in 3-Dimensional Geometry. Proceeding of the

20th Conference of the International Group for the Psycology of Mathematics Education I, 3-20.

Handayani, S. P. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Interaktif

Berbasis Komputer Tipe Tutorial untuk Meningkatkan Kemampuan Spatial Sense. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Inra, A. R. (2010). Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar. [Online]. Tersedia:

http://adikasimbar.wordpress.com/2010/08/31/pedoman-umum-pengembangan-bahan-ajar/ [8 Mei 2013]

(41)

Komala. (2006). Implementasi Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak

diterbitkan.

Lang, H. R., & Evans, D. N. (2006). Models, Strategies, and Methods for Effective

Teaching. USA: Pearson Education, Inc.

Maier. (1996). Spatial Geometry and Spatial Ability-How to Make Solid Geometry Solid. Praxis Schule 5-10, 22-27.

Meltzer, D. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: Advance Organizer Possible “hidden variable” in Diagnostic Pretest Score. American Journal Physics. Vol 70, 12 Desember 2002, 1259-1268.

Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Virginia: NCTM (VA 20191-9988).

Novia, S. (2010). Penggunaan Multimedia Interaktif pada Model Pembelajaran SAVI

(Somatic, Auditory, Visual, Intelektual) dalam Materi Geometri untuk Meningkatkan Kemampuan Spatial Sense (Tilikan Ruang). Skripsi UPI.

Tidak diterbitkan.

Nurhasanah, A. (2005). Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa SMA. Skripsi

UPI.Tidak diterbitkan.

Nurkholis, E. (2012). Meningkatkan Kemampuan Spatial Sense dan Pemecahan

Masalah Matematik Siswa SMA Melalui Pendekatan Berbasis Masalah Berbantuan Komputer. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Rachmawati, W. (2008). Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning dalam

Pembelajaran Matematika Terhadap Kemampuan Komunik asi Matematik Siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E. T. (1990). Pengajaran Matematika Masa Kini. Bandung: Tarsito.

Russefendi, E. T. (1991). Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya

dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:

Tarsito.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

(42)

Sugianto. (2010). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan

Pendekatan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Higher Order Thinking. [Online]. Tersedia: http://journal.unnes.ac.id/. [28

April 2013].

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharto. (2009). Perbedaan Pengaruh Antara Pendekatan Kooperatif dan

Konvensional terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa. Tesis Universitas Sebelas Maret. [Online]. Tersedia:

eprints.uns.ac.id/4844/1/143321208201003111.pdf [9 Juli 2014].

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI.

Suherman, H. (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interview

dengan Pendekatan Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan. Tambunan, S. (2006). “Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar

Matematika”. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 27-32.

Tan, S. (2003). Problem Based Learning Innovation: Using Problem to Power

Learning in 21 Century, Thompson Learning.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik . Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wardhani, S. dan Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika

SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Kemendiknas. PPPPTK.

Wee. (2000). Authentic Problem Based Learning; Rewriting Business Education,

Practise Hall, Singapore.

Woolfolk, A. E. & Nicolich, L. M. (1984). Educational Psychology for Teaching.

Englewoods Cliffs. New Jersey: Prentice Hall.

Yulianti, D. N. (2006). Efektifitas Pembelajaran Matematika Berbasis Animasi

Komputer dalam Upaya Meningkatkan Spatial Intelligence Siswa SMA.

Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Yuliardi, R. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Interaktif Berbasis

Komputer Tipe Drill untuk Meningkatkan Kemampuan Spatial Sense Siswa SMP dalam Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Skripsi UPI. Tidak

diterbitkan.

Zumiroh, S. A. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning) untuk Meningkatkan Penalaran Logis Siswa SMP. Skripsi

Gambar

Tabel 3.1 Kriteria Skor Kemampuan
Tabel 3.3 Validitas Butir Soal
Tabel 3.4 Uji Keberartian Butir Soal
Tabel 3.5 Klasifikasi Derajat Reliabilitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah : (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh model problem based learning

KEEFEKTIFAN STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MENGUNGKAPKAN KRITIK PADA PEMBELAJARAN BERBICARA : Penelitian Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri

2.3.3 Pendekatan Problem Based Learning berbantuan CD Pembelajaran Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah disebutkan sebelumnya, pendekatan problem based learning

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) capaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti Problem Based Learning berbantuan Geogebra, 2)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketrampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa melalui problem based learning (PBL) berbantuan real-virtual

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa, perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model

Siswa yang masuk dalam kualifikasi Spatial Sense Sangat Baik adalah 33% sedangkan siswa yang dinyatakan pada kualifikasi Spatial Sense Baik adalah 50%, sekitar 17%

Hal itu bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open ended dan