IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING
DI CV. EMWE RONA J AYA
SKRIPSI
\
OLEH:
WAHYU HERLAMBANG 0932010107
J URUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
SKRIPSI
IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING
DI CV. EMWE RONA J AYA
Disusun Oleh : WAHYU HERLAMBANG
0932010107
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 25 Desember 2013
Dosen Penguji : Dosen Pembimbing :
1. 1.
Ir. Endang P.W, MMT Ir. Nisa Masrur oh, MT
NIP. 19591228 198803 2 001 NIP. 19630125 198803 2 001
2. 2.
Ir. Rus Indiyanto, MT Dr s. Pailan, Mpd
NIP. 19650225 199203 1 001 NIP. 19530504 198303 1 001 3.
Ir. Nisa Masrur oh, MT
NIP. 19630125 198803 2 001
Mengetahui,
Ketua J ur usan Teknik Industri
SKRIPSI
IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 25 Desember 2013
Dosen Penguji : Dosen Pembimbing :
1. 1.
Ir. Endang P.W, MMT Ir. Nisa Masrur oh, MT
NIP. 19591228 198803 2 001 NIP. 19630125 198803 2 001
2. 2.
Ir. Rus Indiyanto, MT Dr s. Pailan, Mpd
NIP. 19650225 199203 1 001 NIP. 19530504 198303 1 001 3.
Ir. Nisa Masrur oh, MT
NIP. 19630125 198803 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Industri
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul :
IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING
DI CV. EMWE RONA J AYA
Penyusunan tugas akhir ini guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan.
Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini banyak bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Gambar ... vi
Daftar Tabel ... vii
Daftar Lampiran ... viii
Abstraksi ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan masalah ... 2
1.4 Asumsi ... 3
1.5 Tujuan Penelitian ... 3
1.6 Manfaat Penelitian ... 3
1.7 Sistemetika Penulisan ... 4
BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Pemborosan (waste)...6
2.2 Konsep Dasar Lean(Lean Phylosophy)...18
2.3 Lean Manufacturing...21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 41
1 Variabel Bebas ... 41
2 Variabel Terikat ... 43
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 43
1 Data Primer ... 44
2 Data Sekunder ... 44
3.4 Metode Pengolahan Data ... 45
1 Pengolahan dengan Big Picture Mapping ... 45
2 Pengolahan data kuisioner ... 45
3 Perhitungan VALSAT ... 46
4 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA) ...47
3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Aliran bahan dan waktu proses ... 54
4.2 Identifikasi waste ... 59
4.3 Value stream analysis tools ... 60
4.4 Process activity mapping ... 63
4.5 Rekomendasi perbaikan ... 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Simbol Big Picture Mapping ... 29
Gambar 2.2 contoh Big Picture Mapping ... 29
Gambar 2.3 Matriks VALSAT ... 26
Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah ... 50
Gambar 4.1 Aliran bahan pembuatan kursi ... 56
Gambar 4.2 Big Picture Mapping ... 58
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 kuisioner ... 30Tabel 2.2 value stream analysis tools ... 31
Tabel 2.3 Skala Penilaian Severity ... 36
Tabel 2.4 Skala Penilaian Occurrence ... 37
Tabel 2.5 Skala Penilaian Detection ... 38
Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools ... 48
Tabel 4.1 Waktu proses pembuatan furniture... 57
Tabel 4.2 Rekap Hasil Waste Dari Kuisioner ... 60
Tabel 4.3 Value stream analysis tools ... 61
Tabel 4.7 Prosentase waktu Aktivitas ... 67 Tabel 4.8 Value stream analysis ... 68 Tabel 4.9 Usulan Rencana Perbaikan ... 76
DAFTAR LAMPIRAN Lmpiran A : Gambaran Umum Perusahaan
Lampiran B : Big picture mapping
Lampiran C : Kuesioner Pembobotan Waste
Lampiran D : Skor Rata- rata tiap jenis waste, Tabel Rekap Hasil Waste
Lampiran E : VALSAT, Tabel Perhitungan Skor VALSAT, Tabel Perhitungan rangking Skor VALSAT, Tabel Penentuan Tools VALSAT, Tabel Penentuan Tools Valsat, Tabel Penentuan Rangking Tools VALSAT
ABSTRAKSI
Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan
manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste).
CV. EMWE RONA JAYA merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur yang melayani pembuatan produk furniture. Pembuatan produk tersebut sering terjadi keterlambatan bahan dari stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja berikutnya dikarenakan dalam proses pendistribusian bahan dari stasiun kerja yang satu ke stasiun kerja berikutnya masih menggunakan tenaga manual dan alat yang sederhana.
Dengan adanya hal seperti ini maka digunakan metode lean manufaktur dimana konsep lean ini merupakan sistem produksi yang senantiasa mengupayakan penekanan pemborosan dengan melibatkan karyawan di dalam perusahaan.
Oleh sebab itu pendekatan Lean Manufacturing diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di CV. EMWE RONA JAYA.Sehingga dapat membantu perusahaan mengatasi permasalahan yang ada di perusahaan.
Penyebab terjadinya pemborosan yang sering terjadi yaitu Waiting karena faktor cuaca yang tidak menentu dan pekerja yang sedikit lamban dalam mengerjakan produksi.Defect karena kurangnya ketrampilan dan ketelitian pekerja dalam mengerjakan produksi.Unnecessary inventory karena terjadinya trouble pada mesin yang membuat terjadinya penumpukan material.
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan untuk respon teknis yang diperlukan melalui tabel FMEA sebagai berikut :
Waste waiting (RPN = 360), dengan usulan perbaikan penambahan pekerja pada stasiun kerja tertentu agar produktivitas perusahaan meningkat,Waste defect (RPN = 228), dengan usulan perbaikan pemilihan tenaga kerja yang mempunyai skil bagus sesuai bidang pekerjaannya dan pembaruan alat/mesin dalam proses produksi, Wasteunnecessary inventory
(RPN = 284), dengan usulan perbaikan meningkatkan koordinasi antar pekerja, lebih teliti dalam mengontrol bahan baku dan mesin yang akan digunakan.
Kata Kunci: lean Manufacturing, current state value stream mapping, VALSAT, Waste
ABSTRACT
Intense competition in the industrial world increasingly spur manufacturing companies to continuously improve their products in terms of their quality , price , quantity of production , delivery on time , with a more realistic goal is to provide satisfaction to the customers . A real effort in the production of goods is to reduce the waste that has no added value in many ways , including the provision of raw materials , materials traffic , operator movement , the movement of the tool and the machine , wait for the process , rework and repair . The main idea is the achievement of overall production efficiency by reducing waste ( waste) .
CV . RONA EMWE JAYA is a company engaged in the manufacturing industries that serve the manufacturing of furniture products . Manufacture of such products often delays materials from one work station to the next work station because in the process of distributing material from one work station to the next work station is still using manual labor and simple tools .
Given this kind of method is used in which the concept of lean manufacturing is the lean production system that is constantly seeking suppression of waste by involving employees in the company .
Therefore Lean Manufacturing approach is expected to resolve the existing problems in the CV . EMWE JAYA.Sehingga RONA can help companies overcome the existing problems in the company .
The causes of waste that often occurs is Waiting for erratic weather factors and workers are a little slow in doing produksi.Defect because of the lack of workers' skills and accuracy in doing produksi.Unnecessary inventory due to the trouble in the engine that makes the buildup of material .
Based on the results obtained it can be concluded for the technical response
FMEA required by the following table :
Waste waiting ( RPN = 360 ) , with the addition of the proposed repair station workers in a particular job in order to increase company productivity , defect Waste ( RPN = 228 ) , with proposed improvements election workers who have good skills for the field work and update the tool / machine in the process production , Waste unnecessary inventory ( RPN = 284 ) , with proposed improvements improve coordination among workers , more thoroughly in control of raw materials and machinery to be used .
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan
manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste).
CV. EMWE RONA JAYA merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur yang melayani pembuatan produk furniture. Pembuatan produk tersebut sering terjadi keterlambatan bahan dari stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja berikutnya dikarenakan dalam proses pendistribusian bahan dari stasiun kerja yang satu ke stasiun kerja berikutnya masih menggunakan tenaga manual dan alat yang sederhana.
Oleh sebab itu pendekatan Lean Manufacturing diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di CV. EMWE RONA JAYA. Sehingga dapat membantu perusahaan mengatasi permasalahan yang ada di perusahaan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas masalah yang dihadapi perusahaan sekarang ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Bagaimana cara mencari dan menganalisa penyebab waste serta
usulan perbaikan untuk mengurangi pemborosan di lantai produksi CV.
EMWE RONA JAYA.”
1.3. Batasan Masalah
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian maka perlu dilakukan pembatasan masalah yang dihadapi, yaitu:
1. Waste yang diteliti adalah seven waste yaitu pemborosan terhadap waktu menunggu, produksi yang berlebihan, transportasi berlebih, persediaan yang berlebih, gerakan yang tidak perlu, serta produk cacat.
Dalam menyelesaikan penelitian untuk mencapai hasil yang diinginkan digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Proses poduksi bejalan normal ketika penelitian dilakukan. 2. Situasi lingkungan intenal bersifat tetap.
3. Kondisi perusahaan berjalan normal dan stabil.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan di CV. EMWE RONA JAYA adalah: 1. Mengetahui penyebab terjadinya waste yang ada pada proses produksi.
2. Memberikan usulan perbaikan dengan FMEA untuk mengurangi pemborosan (waste) yang ada pada lantai produksi.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini baik bagi peneliti / mahasiswa, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :
1. Bagi Perusahaan :
a) Perusahaan mengetahui penyebab terjadinya waste dilantai produksi dan jenis pemborosan (waste).
b) Perusahaan mendapatkan perbaikan dalam meningkatkan produktivitas kerja.
a) Menambah wawasan dan ketrampilan tentang penyebab teori serta penerapan lean manufacturing.
b) Menambah wawasan dan ketrampilan untuk perbaikan teori yang didapat pada waktu perkuliahan dan dapat menerapkan secara nyata.
3. Bagi Perguruan Tinggi
a) Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan penelitian selanjutnya terhadap permasalahan tentang pemborosan (waste)
di CV. EMWE RONA JAYA.
b) Hasil analisa ini dapat digunakan sebagai pembendaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan menambah ilmu pengetahuan.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan penelitian sesuai dengan sistematika penulisan yang ditetapkan oleh pihak fakultas dalam memudahkan penelitian adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, asumsi-asumsi, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
dijadikan acuan dalam melakukan langkah-langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini dibahas tentang lokasi dan waktu penelitian, identifikasi operasional variabel, metode pengumpulan data, pengolahan data dan langkah – langkah pemecahan masalah.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali penjelasan tentang proses produksi di CV. EMWE RONA JAYA secara umum, pembuatan current state value stream mapping, identifikasi waste dengan VALSAT, identifikasi penyebab permasalahan, dan perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan rekomendasi perbaikan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan atas analisa dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Kesimpulan ini akan menjawab tujuan penelitian. Selain itu juga berisi saran penelitian sehingga diharapkan dapat dilanjutkan untuk penelitian yang akan datang.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Pemborosan (waste)
Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses
dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak
memberikan nilai tambah kepada pelanggan (Gaspersz Vincent,2007). Pada saat
melakukan eliminasi terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah
waste itu dan di mana waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya
produk yang dihasilkan berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang
ditemukan di lingkungan manufaktur hampir sama. Menurut Gaspersz Vincent (2007)
terdapat Sembilan waste dalam proses produksi yang didefinisikan dengan istilah
E-DOWNTIME©, yang dijabarkan sebagai berikut:
1. E → Environmental, Health, and Safety
2. D → Defect
3. O → Overproduction
4. W → Waiting
5. N → Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities
6. T → Transportation
7. I → Inventories
9. E → Excess Processing
o Environmental, Health, and Safety, pemborosan yang terjadi akibat kelalaian
pihak – pihak tertenti dalam perusahaan untuk memahami prosedur EHS yang
ada. Dengan sikap seperti ini akan menimbulkan dampak seringnya terjadi
kecelakaan kerja. Jika permasalahan kecelakaan tersebut terjadi, maka akan
tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk mengatasinya. Oleh karena itu, pemborosan dari segi EHS ini sangat
penting untuk dapat dilakukan tindakan preventif sedini mungkin agar dapat
mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
o Defect, berarti adalah produk yang rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi,
hal ini akan menyebabkan proses rework yang kurang efektif. Tingginya
complain dari konsumen, serta inspeksi level yang sangat tinggi.
o Overproduction, pemborosan yang disebabkan produksi yang berlebihan,
maksudnya adalah memproduksi produk yang melebihi yang dibutuhakan atau
memproduksi lebih awal dari jadwal yang sudah dibuat. Bentuk dari
overproduction ini antara lain adalah aliran produksi yang tidak lancar,
tumpukan WIP yang terlalu banyak, target dan pencapaian hasil produksi dari
setiap bagian produksi kurang jelas.
o Waiting, pemborosan karena menunggu untuk proses berikutnya. Waiting
merupakan selang waktu ketika operator tidak menggunakan waktu untuk
proses sebelumnya (upstream). Waiting ini juga mencakup operator dan mesin
seperti kecepatan produksi mesin dalam stasiun kerja lebih cepat atau lambat
daripada stasiun yang lainnya.
o Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities merupakan suatu
kondisi dimana sumber daya yang ada (operator) tidak digunakan secara
maksimal, sehingga terjadi pemborosan. Kinerja operator yang tidak
maksimal ditujukkan dengan tidak adanya aktivitas yang dilakukan operator
(menganggur) atau produktivitas rendah. Selain itu juga bisa diakibatkan
penggunaan operator yang tidak tepat untuk suatu pekerjaan tertentu.
Misalnya pada penempatan karyawan pada posisi tertentu dimana skill atau
riwayat pendidikan yang tidak sesuai dengan bidang kerjanya sehingga di
lapangan operator sering melakukan kesalahan kerja.
o Transportation, merupakan kegiatan yang penting akan tetapi tidak
menambah nilai dari suatu produk. Transport merupakan proses
memindahkan material atau Work In Process dari satu stasiun kerja ke satsiun
kerja yang lainnya. Baik menggunakan forklift maupun conveyor.
o Inventories, berarti persediaan yang kurang perlu. Maksudnya adalah
persediaan material yang terlalu banyak, Work In Process yang terlalu banyak
antara proses satu dengan proses yang lainnya sehingga membutuhkan ruang
yang banyak untuk menyimpannya, kemungkinan pemborosan ini adalah
o Motion, berarti adalah aktivitas atau pergerakan yang kurang perlu yang
dilakukan operator yang tidak menambah nilai dan memperlambat proses
sehingga lead time menjadi lama. Proses mencari komponen karena tidak
terdeteksi tempat penyimpanannya, gerakan tambahan untuk mengoperasikan
suatu mesin. Hal ini juga dapat terjadi dikarenakan layout produksi yang tidak
tepat sehingga sering terjadi pergerakan yang kurang perlu dilakukan oleh
operator.
o Excees Process, terjadi ketika metode kerja atau urutan kerja (proses) yang
digunakan dirasa kurang baik dan fleksibel. Hal ini juga dapat terjadi ketika
proses yang ada belum standar sehingga kemungkinan produk yang rusak
akan tinggi. Selain itu juga ditunjukkan dengan adanya variasi metode yang
dikerjakan operator.
Dalam pemborosan (waste) terdapat seven waste, berikut ini adalah penjelasan
dari seven waste yang diidentifikasikan oleh Dr. Shiego Singo kemudian ditulis
kembali oleh Kilpatrick (2003) :
Tujuh Pemborosan (seven waste)
o Pr oduksi ber lebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang
melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya
terhadap produk.
o Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material,
o Tr anspor tasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang
dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat
mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..
o Pr oses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja
dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang
diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun
kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya
adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek
dan lain-lain.
o Persediaan yang tidak per lu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan
(inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak
karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat
penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor
penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan
lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.
o Gerakan yang tidak per lu (unnecessary motion) adalah gerakan yang
melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan
gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan
kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak
pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang
tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.
o Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas
kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk,
ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan,
adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan
tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.
Dalam kalangan praktisi Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan
pemborosan yang menurut Taiichi Ohno (salah satu pencipta Toyota Production
System) bertanggung jawab dalam sekitar 95% dari semua biaya yang ada dalam
produksi. Delapan pemborosan tersebut adalah :
o Overproduction (produksi berlebih)
Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari
permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan
dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal tersebut
(Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal
tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang
dapat memenuhi keinginan konsumen. Produksi berlebih adalah pemborosan
yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar
sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala
berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena
menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.
o Waiting (menunggu)
Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material,
menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat
organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan.
Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya
terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang
salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah
membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang
diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan
kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan
karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih
cermat dalam menilai situasi.
o Transportation (transportasi yang tidak perlu)
Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa
transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung
menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga
tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu.
Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah pemborosan
ditangani berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah. Perencanaan yang
buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan
barang dilakukan berulang-ulang.
o Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah)
Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan
yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking)
karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila dilakukan proses yang
benar. Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi
tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang
lengkap untuk pekerjaan tersebut dan inspecting (pemeriksaan) karena produk
seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan Statistical Process Control
(SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang
diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.
o Excess inventory (persediaan berlebih)
Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan
persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang
harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :
- Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi
- Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun
penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar
dari biaya pemborosan karena persediaan)
- Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu set-up atau
tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)
o Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan)
Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir
mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang
tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani
biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu,
hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada pelanggan klarena lead time
produksi bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda
dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan
penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh
adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab
untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling
berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat
dikurangi.
o Defect waste (pemborosan karena cacat produksi)
Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya
dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila barang-barang
tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk yang cacat itu harus
dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi maka akan diperlukan untuk
membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga
akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal
produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut.
Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja
sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang
lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk
berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang
harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis
pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah
itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali
cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut.
Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung.
o Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl)
Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan
seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta
skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat
mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan
jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak
mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja
yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan
tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu
tinggi sehingga tidak ada pekerja yang benar-benar mengerti pekerjaan serta
segala detail dari perusahaan untuk berkembang.
Menurut Vincent Gaspersz “Lean Six Sigma” (2011,) pada dasarnya dikenal
dua kategori utama pemborosan, yaitu type one waste dan type two waste.
Type one waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah
dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream, namun
aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan.
Misalnya, aktivitas inspeksi dan penyortiran dari perspektif lean merupakan aktivitas
tidak bernilai tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat sekarang kita
masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan peralatan yang
digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalannya berkurang.
Demikian pula, dengan pengawasan terhadap orang, misalnya,
merupakan aktivitas tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif lean, namun pada
saat sekarang kita masih harus melakukannya, karena orang tersebut baru saja
Dalam jangka panjang type one waste
harus dapat dihilangkan atau dikurangi. Type one waste ini sering disebut sebagai
incidental activity atau incidental work yang termasuk ke dalam aktivitas tidak
bernilai tambah (non-value-adding work or activity).
Type two waste merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan data
dihilangkan dengan segera. Misalnya, menghasilkan produk cacat (defect) atau
melakukan kesalahan (error) yang harus dapat dihilangkan dengan segera. Type two
waste ini sering disebut sebagai waste saja, karena benar-benar merupakan
pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera.
Di dalam proses produksi terdapat tiga tipe operasi yang didefinisikan menurut
Monden (Hines & Rich, 2005). Ketiga tipe operasi atau aktivitas yaitu:
1. Non-Value Adding (NVA)
Non-Value Adding merupakan aktivitas yang tidak menambah nilai dari
sudut pandang customer. Aktivitas ini merupakan waste dan harus dikurangi
atau dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waiting time, menumpuk
work in process, dan double handling.
2. Necessary but Non-Value Adding (NNVA)
Necessary but Non-Value Adding adalah aktivitas yang tidak menambah nilai
akan tetapi penting bagi proses yang ada. Contohnya adalah aktivitas berjalan
untuk mengambil parts, unpacking deliveries, dan memindahkan tool dari
aktivitas ini adalah dengan membuat perubahan pada prosedur operasi
menjadi lebih sederhana dan mudah, seperti membuat layout baru, koordinasi
dengan supplier dan membuat standar aktivitas.
3. Value Adding (VA)
Value Adding merupakan aktivitas yang mampu memberikan nilai tambah di
mata customer pada suatu material atau produk yang diproses. Aktivitas untuk
memproses raw material atau semi-finished product melalui penggunaan
manual labor. Contohnya adalah proses sub-assembly, forging raw material,
dan painting body work.
2.2 Konsep Dasar Lean(Lean Phylosophy)
Lean Manufacturing merupakan konsep untuk mengefisienkan system dengan
mereduksi pemborosan. Pendekatan ini dilakukan dengan memahami gambaran
umum perusahaan melalui aliran informasi dan material di lantai produksi dengan
membuat value stream mapping. Aktivitas ini dikelompokkan dalam value added,
non value added, dan necessary non value added. ([email protected])
Lean pada awalnya merupakan terminologi yang digunakan untuk
mendeskripsikan pendekatan yang dilakukan di industri otomotif Jepang, yaitu
Toyota, untuk membedakannya dengan pendekatan produksi massal yang ada di
barat. Variasi dan ketergantungan merupakan hal yang kadang terabaikan dalam
upaya penerapan lean production. Konsep lean yang dikenalkan oleh Womack et all
mungkin untuk menciptakan output yang sama, sesuai dengan konsep yang diusung
oleh Traditional Mass Production System tetapi memberikan pilihan yang paling
banyak kepada pelanggan (Hines et all, 2005).
Menurut Gaspersz Vincent (2007) Lean adalah suatu upaya terus-menerus
untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value
added) produk barang / jasa agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer
value).
Lean production sangat efektif dan terbukti berhasil untuk menciptakan suatu
proses produksi menjadi lebih lancar, efektif, dan efisien dengan model one piece
flow, continuous improvement, dan pull production. Sedangkan kamus APICS edisi
10 mendefinisikan lean production sebagai sebuah filosofi dalam sistem produksi
yang menitikberatkan pada usaha untuk meminimasi jumlah sumber daya (termasuk
waktu) yang digunakan pada aktivitas produksi di sebuah perusahaan tertentu.
Menurut Womack dan Jones (2003) penerapan dari filosofi lean didasarkan
pada 5 prinsip utama yaitu:
1. Define value from the prespective the customer, value didefinisikan oleh end
customer, artinya identifikasi terhadap kebutuhan customer dan kemampuan
menciptakan nilai dari sudut pandang customer. Hal tersebut merupakan salah
2. Identify value stream, setelah kebutuhan customer sudah didapatkan, maka
proses identifikasi terhadap value stream menjadi hal yang sangat penting.
Dengan valuestream seluruh aktivitas produksi dipahami dan diukur.
3. Continuous flow process, merupakan usaha untuk menghilangkan waste
dengan membuat proses berjalan atau continuous flow process. Konsep dari
Continuous flow process adalah membuat produk pada waktu dibutuhkan
mengalir satu – satu dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya tanpa
adanya waktu tunggu.
4. Pull system, merupakan system yang berfokus pada kebutuhan customer
dimana hanya membuat produk sesuai yang dibutuhkan customer dan pada
waktu yang tepat.
5. Strive to perfection, selalu berusaha mencapai kesempurnaan dengan
menghilangkan waste secara bertahap dan berkelanjutan.
Sebagian besar lean tools dan tekniknya merupakan suatu konsep teknik
industri yang baik yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan berbagai kondisi
tanpa banyak kesulitan. Bagaimanapun dampak aplikasinya akan terasa, jika
diterapkan dengan proses improvement yang berkelanjutan.
Bagian teknik tertentu akan dikembangkan, sehingga tools tersebut akan
memiliki dampak terhadap investasi. Dengan pengembangan ini, akan mengurangi
waktu tunggu, waktu proses, biaya, dana pengiriman material hanya pada waktu dan
2.3 Lean Manufacturing
Pengertian lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau
perbaikan dan pengembangan yang terus menerus dan berkelanjut, berusaha membuat
aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik konsumen
dalam upaya mencapai kesempurnaan (Gaspersz Vincent, 2007). Lean manufacturing
adalah sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang
bertujuan untuk mengurangi waste melalui continous improvement (Womack dan
Jones,2003).
Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,
Mura, Muri, yang berarti :
1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktivitas yang tidak
berguna yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan
untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan
persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.
2. Mura (incinsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau
ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang
terdapat lebih banyak pekerjaan dibanding dengan yang dapat ditangani
oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada sedikit
tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah
internal, seperti kerusakan mesin, kekurangan komponen, dan produk
cacat. Muda berarti akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi
berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang
melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan
rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.
3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi
beban berlebihan kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang
tertentu,hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda.
Muri adalah memanfaatkan orang atau mesin di batas kemampuannya,
membebani orang secara berlebihan akan menimbulkan masalah dalam
keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih
menyebabakan kerusakan dan produk cacat.
James Womack dan Jones Daniel (2003) mendefinisikan Lean manufacturing
sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya adalah :
mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream, membuatnya
“mengalir”, “ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk mencapai yang
terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean diperlukan suatu pola
pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai
tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem “tarik” yang berawal dari permintaan
dalam interval yang singkat dan suatu budaya di mana semua orang berusaha keras
melakukan peningkatan secara terus menerus. ( Jeffry K. Liker, 2006).
Implementasi Lean Manufacturing adalah memfokuskan diri mendapat hal
yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat
untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi
pemborosan (waste) dan menjadi fleksibel (mudah berubah). Implementasi Lean
Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor
Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam improvement.
Leanmanufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia tepat pada waktunya,
dalam jumlah yang tepat pada tempat yang tepat pula. Dengan demikian persediaan
dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi akan menjadi mengalir, dan
tidak tersendat-sendat.
Pendekatan lean bisa dianggap sebagai perpanjangan dan kombinasi dari dua
pendekatan terdahulu yaitu craft production dan mass production. Craft production
pada intinya adalah kegiatan produksi yang dilakukan dalam skala yang sangat kecil.
Karena tidak adanya kamampuan untuk menciptakan standar, tidak ada dua produk
yang identik. Pada perusahaan yang beroperasi dengan model craft production,
tenaga kerja biasanya terampil untuk membuat rancangan produk maupun
memproduksi rancangan tersebut. Untuk mengakomodasikan kebutuhan produksi
yang bervariasi, mesin-mesin dan alat produksi lainnya biasanya bersifat fleksibel dan
Di sisi lain, mass production menekan pentingnya jumlah output per satuan
waktu dan variasi produk bukan merupakan isu yang penting. Pendekatan lean
mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut. Fokus utamanya adalah efisiensi
tanpa mengurangi efektivitas proses. Untuk mendukung tujuan ini tenaga kerja
biasanya memiliki berbagai keahlian. Hierarki management diperpendek sehingga di
samping biaya-biaya berkurang, juga terjadi penurunan waktu koordinasi serta
peningkatan otonomi di level hierarki yang lebih rendah. Pendekatan lean juga
menyadari bahwa penciptaan proses-proses yang efektif dan efisien juga berarti
perusahaan harus melihat sumber-sumber pemborosan ke luar organisasi. Mengurangi
jumlah defect berarti mengajak supplier meningkatkan kualitas material yang dikirim
serta mengajak perusahaan jasa pengiriman untuk menciptakan dan penerapan standar
kualitas pengiriman. Dengan demikian, pihak-pihak di luar organisasi ikut dirangkul
untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Karena tantangan untuk melayani pelanggan yang semakin kritis dan siklus
hidup produk yang semakin pendek, pendekatan lean juga didasari oleh prinsip
fleksibelitas. Salah satu implikasinya, fasilitas produksi harus cukup fleksibel dan bisa
melakukan multifungsi. Tabel berikut meringkas perbedaan karakteristik pendekatan
sistem produksi craft, mass dan lean.
Menurut Womack dan Jones (2003) penerapan dari filsofi lean didasarkan
1. Define value from the prespective the customer, value didefinisikan oleh end
customer, artinya identifikasi terhadap kebutuhan customer dan kemampuan
menciptakan nilai dari sudut pandang customer. Hal tersebut merupakan salah satu
competitive advantage yang harus dimiliki oleh perusahaan.
2. Identify value stream, setelah kebutuhan customer sudah didapatkan, maka proses
identifikasi terhadap valuestream menjadi hal yang sangat penting. Dengan value
stream seluruh aktivitas produksi dipahami dan diukur.
3. Continuous flow process, merupakan usaha untuk menghilangkan waste dengan
membuat proses berjalan atau continuous flow process. Konsep dari Continuous
flow process adalah membuat produk pada waktu dibutuhkan mengalir satu – satu
dari sati stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya tanpa adanya waktu tunggu.
4. Pull system, merupakan system yang berfokus pada kebutuhan customer dimana
hanya membuat produk sesuai yang dibutuhkan customer dan pada waktu yang
tepat.
5. Strive to perfection, selalu berusaha mencapai kesempurnaan dengan
menghilangkan waste secara bertahap dan berkelanjutan.
Sebagian besar lean tools dan tekniknya merupakan suatu konsep teknik
industri yang baik yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan berbagai kondisi
tanpa banyak kesulitan. Bagaimanapun dampak aplikasinya akan terasa, jika
Bagian teknik tertentu akan dikembangkan, sehingga tools tersebut akan
memiliki dampak terhadap investasi. Dengan pengembangan ini, akan mengurangi
waktu tunggu, waktu proses, biaya, dana pengiriman material hanya pada waktu dan
tempat yang dibutuhkan.
Pada lingkungan manufaktur atau logistik dimana yang dominan adalah
aktivitas fisik., aktivitas non-value adding biasanya dominan. Secara umum, menurut
Hines dan Taylor (2000), rasio ketiga jenis aktivitas di atas adalah sebagai berikut :
1. 5% aktivitas yang memberikan nilai tambah
2. 60% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (dan mungkin bisa dikurangi)
3. 35% aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah namun perlu dilakukan
Untuk lingkungan jasa, secara umum ketimpangan antar tiga jenis aktivitas
tersebut ternyata lebih besar lagi. Aktivitas yang memberikan nilai tambah hanya 1%,
sedangkan dua yang berikutnya masing-masing 49% dan 50%. Ini menunjukan
bahwa sektor jasa, upaya penerapan konsep-konsep lean bisa berpotensi
meningkatkan efisiensi atau mengurangi pemborosan secara lebih dramatis.
2.4 Langkah-langkah Lean manufacturing
Menurut (Hines & Rich, 2005), dalam mencari penyebab terjadinya waste ada
beberapa langkah-langkah yang digunakan, yaitu :
Menurut Askin, Ronald.G & Goldberg, Jeffry B,2002 Big Picture Mapping
adalah suatu tool yang digunakan untuk menggambarkan suatu sistem secara
keseluruhan beserta aliran nilai (Value Stream) yang terdapat dalam perusahaan.
Sehingga nantinya diperoleh gambaran mengenai aliran informasi dan aliran fisik dari
sistem yang ada, mengidentifikasi dimana terjadinya waste, serta mnggambarkan lead
time yang dibutuhkan berdasar dari masing-masing karakteristik proses yang terjadi.
. Untuk melakukan pemetaan terhadap aliran informasi dan material atau produk
secara fisik, kita dapat menerapkan big picture mapping dengan 5 fase:
a. Phase 1 : Customer requirements
Menggambarkan kebutuhan konsumen. Mengidentifikasi jenis dan jumlah
produk yang diinginkan customer, timing, munculnya kebutuhan akan produk
tersebut, kapasitas dan frekuensi pengirimannya, packaging serta jumlah
persediaan yang disimpan untuk keperluan customer.
b. Phase 2 : Information flows
Menggambarkan aliran informasi dari konsumen ke supplier yang berisi antara
lain: peramalan dan informasi pembatalan supply oleh customer, orang atau
departemen yang memberi informasi ke perusahaan, berapa lama informasi
muncul sampai diproses, informasi apa yang disampaikan kepada supplier.
c. Phase 3 : Physical flows
Aliran fisik yang berupa langkah-langkah utama aliran material dan aliran
operasi, berapa banyak orang yang bekerja disetiap workplace, berapa lama
waktu berpindah yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu workplace ke
workplace yang lain, berapa jam per hari tiap workplace beroperasi, titik
bottleneck yang terjadi.
d. Phase 4 : Linking physical and information flows
Menghubungkan aliran informasi dan aliran fisik dengan anak panah yang dapat
memberi informasi jadwal yang digunakan, instruksi kerja yang dihasilkan, dari
dan untuk siapa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan dimana biasanya
terjadi masalah dalam aliran fisik.
e. Phase 5 : Complete map
Melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan aliran fisik dilakukan dengan
menambah lead time dan value adding time dari seluruhan proses yang dibuat.
Simbol-simbol yang digunakan Big Picture Mapping adalah sebagai berikut:
Jadwal mingguan
customer I
Q
Supplier / Customer Titik Persediaan Kotak Informasi Aliran Informasi Aliran Fisik
Aliran fisik antar
Perusahaan Kotak Waktu Titik Inspeksi Stasiun Kerja Dengan Waktu
Total production Lead Time = 22.75 jam Value Adding Time (lower line) = 2.25 jam
Contoh gambar sistem secara keseluruhan dengan Big Picture Mapping dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.2 contoh Big Picture Mapping
Sumber : Google.com/ big picture mapping
2 Kuisioner
Kuisioner digunakan untuk mendapatkan ranking dan rata-rata pemborosan
(waste) yang paling berurutan.
Tabel 2.2 Kuisioner
NO TIPE PEMBOROSAN (WA STE) SKOR
1 Kecela kaa n kerja (Environmental, Health, and Safety)
2 Cacat produk (Defects)
3 Produksi berlebih (O verproduction)
4 W a ktu tungg u (W aiting)
5 Not utilizing emp loyee’s knowledge, skill, a nd ab ilities
6 Perpindaha n berlebih (Ex cessive Transportation)
7 Persediaan ya ng tidak perlu (Unnecessary Inventories)
(Sumber: Budi Utomo Rachman,2010)
Keterangan : Tipe pemborosan (waste) yang digunakan telah menjadi
ketetapan, sedangkan skor 0 – 5, kemudian dirangking mana
waste yang terbesar pada perusahaan yang diteliti.
3 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines&Rich (2005) untuk
mempermudah pemahaman terhadap value stream mapping yang ada dan untuk
mempermudah membuat perbaikan berkenaan dengan waste yang terdapat dalam
value stream. VALSAT merupakan sebuah pendekatan yang digunakan dengan
melakukan pembobotan waste, kemudian dari pembobotan tersebut dilakukan
pemilihan terhadap tool dengan menggunakan matrik. Berikutnya ini adalah tools
yang digunakan pada value stream mapping yang akan ditunjukkan pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Value stream analysis Tools
Sumber: Hines dan Rich, “Value stream managemen”2000
Untuk lebih jelasnya, berikut detail dari ketujuh tool yang dikemukakan oleh
a. Proses Activity Mapping
Pada dasarnya tool ini digunakan untuk me-record seluruh aktivitas dari suatu
proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting,
menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi waste. Dalam tool ini aktivitas
dikategorikan dalam beberapa kategori seperti: operation, transport, inspection,
dan storage. Selain aktivitas, tool ini juga me-record mesin dan area yang
digunakan dalam operasi, serta jarak perpindahan, waktu yang dibutuhkan , dan
jumlah operator. Dalam proses penggunaan tool tersebut peneliti harus memahami
dan melakukan studi berkaitan dengan aliran proses, selalu berpikir untuk
mengidentifikasi waste, berpikir untuk tentang aliran proses yang sederhana,
efektif dan smooth dimana hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah urutan
proses atau process rearrangement (Hines&Rich, 2005).
b. Supply Chain Response Matrix
Tool ini merupakan sebuah diagram sederhana yang berusaha menggambarkan the
critical lead time constraint untuk setiap bagian proses dalam supply chain, yaitu
cumulative lead time di dalam distribusi sebuah perusahaan baik supplier-nya dan
downstreamretailer-nya. Diagram ini terdapat dua axis dimana untuk vertical axis
menggambarkan rata – rata jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply
chain. Sedangkan untuk horizontal axis menunjukkan cumulative lead time-nya.
Teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan plot pada sejumlah produk
yang dihasilkan dalam setiap tahap proses manufaktur. Teknik ini dapat digunakan
untuk mengidentifikasi sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk
yang spesifik, dapat menunjukkan area bottleneck pada desain proses.
d. Quality Filter Mapping
Quality filter mapping merupakan tool untuk mengidentifikasidimana terdapat
problem kualitas. Hasil dari pendekatan ini menunjukkan dimana tiga tipe defect
terjadi. Ketiga tipe defect tersebut adalah product defect (cacat fisik produk yang
lolos ke customer), service defect (permasalahan yang dirasakan customer
berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan), dan internal defect (cacat masih
berada dalam internal perusahaan dan berhasil diseleksi di tahap inspeksi). Ketiga
tipe defect tersebut digambarkan secara latotudinaly sepanjang supply chain.
e. Demand Amplification Mapping
Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demad berubah – ubah
sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang
dihasilkan oleh diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi dan
menguranginya., membuat keputusan berkaitan dengan value stream
configuration. Dalam diagram ini vertival axis menggambarkan jumlah demand
dan horizontal axis menggambarkan interval waktu, grafik didapatkan untuk setiap
f. Decision Point Analysis
Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana actual demand
dilakukan dengan system pull sebagai dasar untuk membuat peramalan pada
sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk
dibuat berdasarkan actual demand dan setelah titik ini selanjutnya produk harus
dibuat dengan melakukan peramalan. Dengan tool ini dapat diukur kemampuan
dari porses upstream dan downstream berdasarkan titik tersebut, sehingga dapat
ditentukan filosofi pull atau push yang sesuai. Selain itu juga dapat digunakan
sebagai scenario apabila titiktersebut digeser dalam sebuah value stream mapping.
g. Physical Structure Mapping
Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi – fungsi bagian – bagian
dari supplychain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman tersebut dapat
dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi dan dapat memberikan
perhatian pada level area yang kurang diperhatikan. Untuk level yang lebih kecil
tool ini dapat menggambarkan inbound supply chain di lantai produksi.
Pemahaman terdapat fungsi – fungsi di dalam inbound supply chain tersebut dan
2.5 Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk
mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial kegagalan. (Sumber :
Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).
Definisi FMEA yang lain yaitu suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Mode kegagalan
ini meliputi apa saja yang termasuk dalam kecacatan desain, kondisi di luar batas
spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan-perubahan dalam produk yang
menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi 2 yaitu FMEA Design yang
dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang akan terjadi pada desain proses
produk, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah
dijalankan. Dengan menggunakan FMEA maka akan meningkatkan keandalan dari
suatu produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang
menggunakan produk dan pelayanan tersebut. Tahapan FMEA sendiri adalah :
1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap
define dari proses DMAIC.
2. Melakukan pengamatan terhadap proses yang akan dianalisa.
3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan / defect
4. Mengidentifikasi potensial cause (penyebab dari kesalahan / defect yang
terjadi).
5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.
6. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point :
- Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan
terhadap konsumen (severity).
- Frekuensi terjadinya kesalahan (occurance).
- Alat kontrol akibat potential cause (detection).
7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat
sebelumnya.
8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan
nilai SOD (Severity, Occurance, Detection).
9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan
perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang
diakibatkan.
10.Buat implementation action plan, lalu terapkan.
11.Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah-langkah yang
sama diatas.
12.Apabila ada perubahan maka pusatkan perhatian pada potential cause
yang lain. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan.
a) Saverity
Severity merupakan estimasi atau perkiraan subyektif tentang bagaimana
pengaruh buruk yang dirasakan akibat kegagalan dalam proses produk atau jasa.
Adapun skala yang menggambarkan severity diinterpretasikan pada tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4 Skala Penilaian Severity
Ra ting Kriteria Deskripsi
1 Negligible severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan
2 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit 3 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit
4 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)
5 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)
6 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat (masih berada dalam batas toleransi)
7 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar batas toleransi)
8 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar batas toleransi)
9 Potential safety problem Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya (berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)
b) Occur r ence
Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah terjadi karena
potential cause. Adapun skala menggambarkan occurrence dapat diinterpretasikan
Tabel 2.5 Skala Penilaian Occurrence
Rating Tingkat Kegagalan Deskr ipsi
1 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang menyebabkan mode kegagalan
2 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi
7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
9 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
10 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
c) Detection
Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi potential
cause. Adapun skala yang menggambarkan detection dapat diinterpretasikan dalam
tabel 2.6 berikut :
Tabel 2.6 Skala Penilaian Detection
Rating Degr ee Deskripsi
1 Very high Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi (komputerisasi)
2 Very high Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol (visual pada bentuk barang dan double checking)
3 High Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)
4 High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)
5 Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)
6 Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)
7 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah (pengamatan fisik)
8 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah (perubahan warna)
2.6 Peneliti Ter dahulu
Dari penelitian yang sudah ada dengan menggunakan pendekatan ataupun
penerapan Lean Manufacturing, maka peneliti menggunakan metode ini dengan
melihat peneliti terdahulu sebagai acuan untuk mengerjakan tugas akhir ini,
diantaranya adalah :
Hawien Nishfi L. (2008) dengan judul penelitian mengidentifikasi waste pada
industri sepatu dengan VALSAT, tujuan penelitian yaitu melakukan perbaikan
dengan standar kerja, memberikan rekomendasi perbaikan. Dari hasil penelitian,
didapatkan bahwa waste mulai dari yang sering terjadi sampai yang jarang terjadi
adalah waiting, Defect & Inappropriate processing, Unnecessary Motion,
Transportasi, dan Overproduction & Unncessary Inventory. Usulan perbaikan untuk
mengurangi waste tersebut adalah penggunaan operator yang optimum, Pengurangan
standby stock, Penggunaan sistem kanban, Perbaikan fasilitas kerja, Penentuan waktu
standart dan output sandart operator picking, Training kepada operator dan
meningkatkan pengawasan.
Suhartono,(2007) dengan judul penelitian identifikasi waste dengan VALSAT
meminimasi waste pada lantai produksi di P.T PARIN yang bergerak di bidang
produksi pipe fitting. Tujuan penelitian untuk mengetahui performansi operator,
waktu standar, dan output standar. Implementasi dari alternatif perbaikan
disimulasikan dengan software Arena 5. Dari hasil penelitian di PT.PARIN yang
terjadi adalah unnecessary inventory dan excessive transportation. Usulan perbaikan
untuk mengurangi adanya unnecessary inventory dengan melakukan perancangan
layout, yaitu penggabungan departemen cutting dengan pengeleman menghasilkan
penurunan tingkat work in process sebesar 1413 box per hari dan memperpendek lead
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di CV. EMWE RONA JAYA, yang berlokasi di Jl. Buduran, desa Prasung RT.03 RW.01, Sidoarjo Jawa Timur. Pengambilan data dilaksanakan dibagian produksi pembuatan Furniture pada bulan Februari 2013 sampai data tercukupi.
3.2 Identifikasi dan Definisi Oper asional Var iabel
Dalam identifikasi variabel terdapat variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian. Variabel tersebut yaitu:
1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, variabel tersebut meliputi:
• Innapropriate process (Proses yang tidak tepat)
Proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai,
maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain. • Defect (Kecacatan atau pengulangan kerja)
produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.
• Overproduction (produksi yang berlebih)
Kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.
• Waiting (menunggu proses berikutnya)
Yang dimaksud dengan menuggu adalah menunggu kedatangan material, menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.
• Transportation (transportasi dalam proses produksi)
• Unnescessary Inventories (persediaan yang kurang perlu)
Penyimpanan (inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan,
material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran
batch yang besar.
• Motion (gerakan yang tidak perlu)
Gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.
2. Variabel terikat yaitu variabel yang di pengaruhi oleh variabel bebas. Dalam hal ini variabel terikatnya adalah tingkat pemborosan (waste) yang merupakan aktivitas tidak bernilai tambah (Non Value Added).
3.3 Metode Pengumpulan Data