• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA. Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

2.1. Secara Umum

Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk menjalankan alat-alat tertentu atau membantu manusia dalam menjalankan pekejaannya sehari-hari, terutama dalam bidang perindustrian

Umumnya motor listrik yang digunakan dalam perindustrian terbagi atas dua jenis, yaitu Motor DC ( Direct Current ) dan Motor AC ( Alternating Current ).Motor AC terdiri dari motor sin kron dan motor asinkron ( motor induksi ).

Karakteristik dari motor DC, yaitu :

• Torsi tinggi pada kecepatan rendah

• Kemampuan pada beban lebih lebih baik

• Lebih mahal dibandingkan dengan motor AC

• Pada daya yang sama ukuran fisik lebih besar daripada motor AC

• Memerlukan perawatan dan perbaikan lebih rutin Karakteristik dari motor induksi, yaitu :

• Kecepatan konstan

• Lebih murah dibandingkan motor DC

• Arah putaran dapat dibalik dengan menukarkan dua dari tiga line daya utama pada motor.

• Sederhana, kuat, dan konstruksinya kuat

Pada Tugas Akhir ini memilih menggunakan motor induksi AC karena

motor ini paling banyak digunakan pada industri, sederhana, kuat, dan murah.

(2)

Motor induksi AC dapat bekerja pada sistcm tegangan suplai satu phasa maupun sistem tegangan suplai tiga phasa. Daya motor induksi satu phasa kurang dari 3 HP dan biasanya digunakan pada lokasi dimana tidak terdapat tegangan suplai tiga phasa. Selain itu pada daya yang sama ukuran fisik dari motor satu phasa lebih besar dibandingkan dengan motor tiga phasa. Sedangkan daya motor induksi tiga phasa dapat lebih dari beberapa ribu HP, ukuran fisiknya lebih kecil daripada yang satu phasa, dan umumnya yang digunakan adalah daya kurang dari 50 HP.

Tugas Akhir ini menggunakan motor induksi tiga phasa karena mempergunakan tegangan suplai tiga phasa dari PLN.

Berdasarkan rotor dari motor induksi terdapt dua jenis motor, yaitu motor sangkar bajing ( squirrel-cage motor ) dan motor rotor-lilitan ( woundrotor induction motor ). Yang dipergunakan dalam Tugas Akhir ini adalah motor sangkar bajing karena murah, mudah perawatannya, sederhana, kuat, dan keandalannya tinggi.

2.2. Pinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

2.2.1. Gambaran Umum Motor Induksi Tiga Fasa

Sebuah motor induksi tiga fasa memiliki konstruksi yang hampir sama

dengan motor listrik jenis lainnya. Pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu

stator, adalah bagian dari motor yang tidak bergerak ( tidak berputar ) dan rotor,

bagian dari motor yang bergerak. Rotor letaknya terpisahkan dari stator dengan

adanya celah udara ( gap ) yang besarnya dari 0,4 mm sampai 4 mm, tergantung

pada daya motor tersebut.

(3)

Penampang potongan motor induksi tiga phasa ditunjukkan pada Gambar 2.1.1

Gambar 2.1.1 Potongan motor induksi 2.2.1.1. Stator

Stator adalah bagian dari motor yang tidak bergerak ( tidak berputar ) dan terdiri dari beberapa bagian. Penampang dari stator motor induksi sangkar bajing ditunjukkan pada Gambar 2.1.2

Gambar 2.1.2 Stator Motor Induksi

(4)

Inti stator lapis-lapis plat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau plat baja yang dipabrikasi. Lilitan lilitan

diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120". Lilitan phasa ini bisa tersambung delta (A ) ataupun star ( Y ).

2.2.1.2. Rotor

Berdasarkan jenis rotor nya, motor induksi tiga fasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yang juga akan menjadi penamaan untuk motor tersebut, yaitu rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar tupai (squirrel cage rotor).

Jenis rotor belitan terdiri dari satu set lengkap belitan tiga fasa yang merupakan bayangan dari belitan pada statornya. Belitan tiga fasa pada rotor belitan biasanya terhubung Y, dan masing-masing ujung dari tiga kawat belitan fasa rotor tersebut dihubungkan pada slip ring yang terdapat pada poros rotor (gambar 2.1.3(a)). Belitan-belitan rotor ini kemudian dihubung singkatkan melalui sikat (brush) yang menempel pada slip ring (perhatikan gambar 2.1.4), dengan menggunakan sebuah perpanjangan kawat untuk tahanan luar.

(a) (b)

Gambar 2.1.3. (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan

(b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

(5)

Gambar 2.1.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan

Dari gambar 2.1.4. dapat dilihat bahwa semata-mata keberadaan slip ring dan sikat hanyalah sebagai penghubung belitan rotor ke tahanan luar (exsternal resistance). Keberadaan tahanan luar disini berfungsi pada saat pengasutan yang berguna untuk membatasi arus mula yang besar. Tahanan luar ini kemudian secara perlahan dikurangi sampai resistansinya nol sebagaimana kecepatan motor

bertambah mencapai kecepatan nominalnya. Ketika motor telah mencapai kecepatan nominalnya, maka tiga buah sikat akan terhubung singkat tanpa tahanan luar sehingga rotor belitan akan bekerja seperti halnya rotor sangkar tupai.

Rotor sangkar mempunyai kumparan yang terdiri atas beberapa batang

konduktor yang disusun sedemikian rupa hingga menyerupai sangkar tupai. Rotor

terdiri dari tumpukan lempengan besi tipis yang dilaminasi dan batang konduktor

yang mengitarinya (perhatikan gambar 2.1.5(a)). Tumpukan besi yang dilaminasi

disatukan untuk membentuk inti rotor. Alumunium (sebagai batang konduktor)

dimasukan ke dalam slot dari inti rotor untuk membentuk serangkaian konduktor

yang mengelilingi inti rotor. Rotor yang terdiri dari sederetan batang-batang

konduktor yang terletak pada alur-alur sekitar permukaan rotor, ujung-ujungnya

(6)

dihubung singkat dengan menggunakan cincin hubung singkat (shorting ring) atau disebut juga dengan end ring.

(a) (b)

Gambar 2.1.5. (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai 2.2.2. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Pada saat terminal tiga fasa stator motor induksi diberi suplai tegangan tiga fasa seimbang, maka akan mengalir arus pada konduktor di tiap belitan fasa stator dan akan menghasilkan fluksi bolak-balik . Amplitudo fluksi per fasa yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan menghasilkan fluks resultan (medan putar) dengan magnitud yang nilainya konstan yang berputar dengan kecepatan sinkron :

ns = 120 f/p ………

(2.1) dimana,

ns = kecepatan sinkron/medan putar (rpm) f = frekuensi sumber daya (Hz)

p = jumlah kutub motor induksi

Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi (ggl

lawan) pada belitan fasa stator. Medan putar tersebut juga akan memotong

(7)

konduktor-konduktor belitan rotor yang diam (perhatikan gambar 2.2.1). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan relatif antara kecepatan fluksi yang berputar dengan konduktor rotor yang diam, yang disebut juga dengan slip (s).

s =

𝑛𝑠−𝑛𝑟

𝑛𝑠

………. (2.2)

Akibat adanya slip, maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada konduktor- konduktor rotor.

Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung (end ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan mengalir pada konduktor- konduktor rotor. Karena konduktor-konduktor rotor yang mengalirkan arus ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang dihasilkan stator, maka akan terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada konduktor-konduktor rotor. Hal ini sesuai dengan hukum gaya lorentz yaitu bila suatu konduktor yang dialiri arus berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka konduktor tersebut akan mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar :

F = B.i.l.sin θ ……… (2.3) dimana,

F = gaya yang bekerja pada konduktor (Newton) B = kerapatan fluks magnetik (Wb/m2)

i = besar arus pada konduktor (A) l = panjang konduktor (m)

θ = sudut antara konduktor dan vektor kerapatan fluks magnetik

Gaya F ini adalah hal yang sangat penting karena merupakan dasar dari

bekerjanya suatu motor listrik.

(8)

Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah tangan kanan (right-hand rule) seperti pada gambar 2.2.1. Kaidah tangan kanan menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah dari vektor arus i dan jari tengah menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan menyatakan arah gaya F yang bekerja pada konduktor tersebut.

Gambar 2.2.1. Kaidah Tangan Kanan (Right Hand Rule)

Gaya F yang dihasilkan pada konduktor-konduktor rotor tersebut akan menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar daripada torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran medan putar stator.

Seperti yang telah disebutkan di atas, motor akan tetap berputar bila kecepatan medan putar lebih besar dari pada kecepatan putaran rotor (ns > nr).

Apabila ns = nr, maka tidak ada perbedaan relatif antara kecepatan medan putar

(ns) dengan putaran rotor (nr), atau dengan kata lain slip (s) adalah nol. Hal ini

menyebabkan tidak adanya ggl terinduksi pada kumparan rotor sehingga tidak ada

arus yang mengalir, dengan demikian tidak akan dihasilkan gaya yang dapat

menghasilkan kopel untuk memutar rotor.

(9)

2.3. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah, karena pada kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada

transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi

dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.

2.3.1 Rangkaian Ekivalen Stator

Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang Ē

1

di dalam fasa-fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator 𝑉�

1

berbeda dengan ggl lawan Ē

1

sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator 𝐼̅

1

(𝑅

1

+ 𝑗𝑋

1

), sehingga dapat

dinyatakan dengan persamaan :

𝑉�

1

= Ē

1

+ 𝐼̅

1

(𝑅

1

+ 𝑗𝑋

1

)………(2.4) dimana,

𝑉�

1

= tegangan terminal stator (Volt)

Ē

1

= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt) 𝐼̅

1

= arus stator (Ampere)

𝑅

1

= tahanan efektif stator (Ohm)

𝑗𝑋

1

= reaktansi bocor stator (Ohm)

(10)

Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator 𝐼̅

1

terdiri dari dua komponen.

Komponen pertama 𝐼̅

2

adalah komponen beban yang akan menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang dihasilkan oleh arus rotor. Komponen lainnya yaitu 𝐼̅

0

, arus 𝐼̅

0

ini terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu komponen rugi-rugi inti 𝐼̅

0

yang sefasa dengan Ē

1

dan komponen magnetisasi 𝐼̅

𝑚

yang menghasilkan fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal 90° dari Ē

1

. Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.3.1

berikut ini.

Gambar 2.3.1. Rangkaian Ekivalen Stator per-Fasa Motor Induksi

2.3.2. Rangkaian Ekivalen Rotor

Reaktansi yang didapat karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi

2

bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron.

Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi

slip sebesar E

2s

dan ggl lawan stator E . Bila bukan karena efek kecepatan,

1

tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik

dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor

(11)

adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:

E

2s

= sE ………...…….(2.5)

1

Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I

2

dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif

I

2s

= I ………...(2.6)

2

Dengan membagi persamaan (2.5) dengan persamaan (2.6) didapatkan:

=

S S

I E

2 2

2 1

I

sE ………...………..(2.7)

Didapat hubungan antara persamaan (2.6) dengan persamaan (2.7), yaitu =

S S

I E

2 2

2 1

I

sE = R +

2

jsX …………...……...……....(2.8)

2

Dengan membagi persamaan (2.8) dengan s, maka didapat

2 1

I E =

s R

2

+ jX

2

………..….………...……(2.9)

Dari persamaan (2.9) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.

Dari persamaan (2.5) dan (2.9) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut :

E2s E1

R2

sX2

X2

s R2

R2

) 1 1

2( − R s

I2 I2

X2

I2

E1

Gambar 2.3.2. Rangkaian Ekivalen Pada Rotor Motor Induksi.

(12)

s R

2

= s R

2

+ R

2

- R

2

s R

2

= R

2

+ 1 1 )

2

( −

R s ………..………...(2.10) Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini.

V

1

R1

X1

I1

Rc Xm IΦ

I

c Im

I2

E1

sX2

I2

R2

sE2

Gambar 2.3.3. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Phasa

Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar 2.3.3 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.

V1

R1 X1

Rc

Xm

'

X2

E1

I1 I0

Ic

Im

'2

I

s R2'

Gambar 2.3.4. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor Induksi

Atau seperti gambar berikut :

(13)

V1

R1 X1

Rc

Xm

'2 ' R

X2

) 1 1

'(

2

R s E1

I1 I0

Ic

Im

2

I'

Gambar 2.3.5. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor Induksi Dimana:

'2

X = a

2

X

2

'2

R = a

2

R

2

Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen R

c

dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut.

V1

R1 X1

Xm

2

R' '

X2

) 1 1

'(

2

R s E1

I1 I0

'2

I

Gambar 2.3.6. Rangkaian Ekivalen Lain Dari Motor Induksi

(14)

2.4. Aliran daya dan Efisiensi Motor Induksi 2.4.1. Aliran Daya

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (P

in

) dirumuskan dengan

P

in

= 3 V

1

I

1

cos θ ( Watt ) ………..;………...( 2.11 )

dimana :

V

1

= tegangan sumber (Volt) I

1

= arus masukan(Ampere)

θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.

Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain :

1. rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari :

 rugi – rugi inti stator ( P

i

)

P

i

= R

C

E

12

.

3 ( Watt ) ………..( 2.12 )

 rugi – rugi gesek dan angin 2. rugi – rugi variabel, terdiri dari :

 rugi – rugi tembaga stator ( P

ts

) P

ts

= 3. I

12

. R

1

( Watt ) ……..……….….……….( 2.13 )

 rugi – rugi tembaga rotor ( P

tr

)

(15)

P

tr

= 3. I

22

. R

2

( Watt ) …..……….………..( 2.14 ) Daya pada celah udara ( P

cu

) dapat dirumuskan dengan :

P

cu

= P

in

– P

ts

– P

i

( Watt ) ……….…………( 2.15 ) Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R

2

/ s. Oleh karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan :

P

cu

= 3. I

22

.

S

R

2

( Watt ) ……….……….………..( 2.16 )

Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik.

Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah :

P

mek

= P

cu

– P

tr

( Watt ) ……...……..………( 2.17 ) P

mek

= 3. I

22

.

S

R

2

- 3. I

22

. R

2

P

mek

= 3. I

22

. R

2

. ( s

s 1 )

P

mek

= P

tr

x ( s

s

1 ) ( Watt ) ………....…( 2.18 )

Dari persamaan ( 2.11 ) dan ( 2.13 ) dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan daya pada celah udara :

P

tr

= s. P

cu

( Watt ) ……….…………( 2.19 ) Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan :

P = P x ( 1 – s ) ( Watt ) ………...…....………( 2.20 )

(16)

Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya :

P

out

= P

mek

– P

a&g

– P

b

( Watt ) ………...………( 2.21 ) Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu :

P

cu

: P

tr

: P

mek

= 1 : s : 1 – s.

Gambar 2.4.1 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa : Energi listrik konversi Energi mekanik

Gambar 2.4.1. Diagram Aliran Daya Motor Induksi

2.4.2. Efisiensi

Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya output ( keluaran ) dengan daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan :

Loss out

out in

loss in in

out

100 % 100 %

(%) P P

x P P

P x P

P P

= +

= −

η = × 100 % ….…..( 2.22 )

Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa & g + Pb ……….…….( 2.23 )

(17)

P

in

= 3 . V

1

. I

1

. Cos………( 2.24 )

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.

dimana :

P

cu

= daya yang diinputkan ke rotor ( Watt ) P

tr

= rugi – rugi tembaga rotor ( Watt )

P

mek

= daya mekanik dalam bentuk putaran ( Watt )

Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh rugi – rugi mekanik dan rugi – rugi inti. Rugi – rugi tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.

2.5. Klasifikasi Desain Motor Induksi

Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas yakni disain A,B,C, dan D.

1. Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan

yang paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip ≤ 5%

2. Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran.

(18)

Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini ≤ 5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin.

3. Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban

seperti konveyor, mesin penghancur (crusher ), komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpaoverload dalam jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya ≤ 5 %.

4. Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 -13 % ),

sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.5.1.

Gambar 2.5.1. Karakteristik Torsi-Kecepatan Motor Induksi Pada Berbagai

Disain

Gambar

Gambar 2.1.1 Potongan motor induksi  2.2.1.1. Stator
Gambar 2.1.3.  (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan        (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan
Gambar 2.1.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan
Gambar 2.1.5. (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya      (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai  2.2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melakukan login sebagai administrator , a dministrator harus memasukkan username dan password agar dapat mengakses sistem informasi akademik yang berupa

Pakan yang diberikan selama pemeliharaan benih ikan Kakap Putih harus sesuai dengan kebutuhan benih yang dipelihara, baik dari segi jumlah, waktu, syarat fisik (ukuran dan bentuk)

Pengaruh adalah suatu daya yang ada atau tumbuh dari suatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Metode adalah cara yang

Peningkatan pemberian berbagai macam urin sapi seperti pada perlakuan pemberian urin sapi sebanyak 40 cc/liter air kecenderungan pertumbuhannya terlihat tidak

1 3C ( CURAT, CURAS DAN CURANMOR ), : JAMBRET, BEGAL, PENODONGAN, PERAMPASAN, PERAMPOKAN DLL. - TEMPAT WISATA PANTAI INDUK, PANTAI CEMARA, PELABUHAN LEMBAR, PASAR – PASAR

efikasi dirinya sendiri. Dukungan sosial diharapkan mampu membantu remaja untuk menumbuhkan efikasi diri guna mencapai keberhasil dalam tugas perkembangannya dan

Dengan berlandaskan Visi Misi Kabupaten Samosir serta Rencana Strategis ( Renstra ) Bappeda tahun 2011-2015 dapat diketahui bagaimana peranan lembaga tersebut dalam

User masuk menu laporan dan memilih menu laporan penerimaan poli, maka akan menampilkan laporan kunjungan pasien pada semua poli dimana tabel tersebut terdapat kode