PENGARUH SUHU REAKSI, KECEPATAN PENGADUKAN DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN SABUN PADAT
DARI MINYAK KELAPA (Cocos nucifera L.)
SKRIPSI OLEH :
FRANSISKA ADVENTI 140405063
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
PENGARUH SUHU REAKSI, KECEPATAN PENGADUKAN DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN SABUN PADAT
DARI MINYAK KELAPA (Cocos nucifera L.)
SKRIPSI OLEH :
FRANSISKA ADVENTI 140405063
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DESEMBER 2018
iv
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul
“Pengaruh Suhu Reaksi, Kecepatan Pengadukan dan Waktu Reaksi pada Pembuatan Sabun Padat dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera L.)”. berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam penulisan proposal penelitian ini.
2. Ir. Bambang Trisakti, M.T. selaku koordinator penelitian.
3. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D, IPM selaku ketua departemen Teknik Kimia.
4. Partner penelitian Rahmad Parsaulian Rtg yang selama ini bekerja sama, bertukar pikiran, dan berjuang bersama dalam penelitian dan penyelesaian skripsi demi meraih gelar sarjana teknik bersama-sama.
5. Royal Family yaitu Dinar Rajagukguk, Elizabeth Christamore, Sicilya Ruth Yudhika, Oktavianna Winda Pakpahan, Yessi Fradika Pakpahan yang banyak memberikan semangat dan dukungan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
6. Sahabat Albert Novian Silaen yang banyak memberikan semangat dan dukungan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuang anangkatan 2014 Teknik Kimia USU Andry Sianturi, Boy Andika Sinaga, Clara Natalia, Herianto Silalahi, Immanuel Putra Riau Hutagaol, Jesica Mentari, Joas Friztalexius Sidauruk, Karla Betmi, Lina Simanjuntak, Indra Jaya, Lies Widya Naibaho, Meirany Sianturi, Monica Nathalia Sihaloho, Regy A Putra Ginting, Sasro Arif Purba, Shelly, Surya Dana Sembiring, Samuel Oktavianus Purba, Sandro Nadeak, Warren Kristoper Sinaga, dll yang banyak memberikan semangat, dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
8. Adik-adik angkatan 2015 secara khusus “tim tor-tor” Apri, Hazimah, Bonita, Desi, Eka, Meysa, Dedi, Irvan, Kasa, Kevin, Markus dan Wijaya serta Elisabeth yang banyak memberikan semangat, dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
9. Adik-adik angkatan 2016 secara khusus Siska Pardede yang banyak memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
10. Adik-adik angkatan 2017 secara khusus “KMK 2017” yang banyak memberikan semangat, dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
11. Sahabat Tetty Marlina Manurung, Sarina Manalu, Melyana Fronika Sinaga, Kristina Maduma Siagian, Veronika Indriani Sitanggang yang banyak memberikan semangat, dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna untuk itu adanya kritik serta saran yang membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi penulis dan para pembaca.
Medan, Desember 2018 Penulis
Fransiska Adventi
vi
DEDIKASI
Skripsi ini kupersembahkan
untuk : Bapak & mamak
Terima kasih sudah menjadi orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik dan mendukungku dengan penuh kesabaran dan kasih
sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada hentinya, yang telah bapak dan mamak berikan kepadaku selama ini
Terima Kasih telah sabar menunggu selesainya skripsi ini
Terimakasihku untuk keluargaku atas segala motivasi, dukungan dan
kasih sayangmu untuk ku
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Fransiska Adventi NIM: 140405063
Tempat/Tanggal Lahir: Bengkulu, 16 Desember 1995
Nama Orangtua: Benardus Simbolon dan Maria R. Sihotang.
Alamat Orangtua:
Pondok Kresek RT 02, Tanjung Medan, Riau.
Asal Sekolah:
SD Negeri 021 Tanjung Medan , Tahun 2002 - 2008
SMP Negeri 1 Bagan Sinembah, Tahun 2008 - 2011
SMAS RK. Lauriensius, Tahun 2011 - 2014 Pengalaman Organisasi/Kerja:
1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2016/2017 sebagai Anggota Bidang Dana dan Usaha.
2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2017/2018 sebagai Sekretaris Bidang Dana dan Usaha.
3. Kerja Praktek di PT. SMART Belawan, tahun 2018.
4. Panitia Natal Teknik Kimia USU tahun 2017 sebagai Sekretaris.
5. Panitia Dies Natalis Teknik Kimia FT USU 2017 sebagai seksi konsumsi.
Artikel yang dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah: Pengaruh Suhu Reaksi, Kecepatan Pengadukan, dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Sabun Padat dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera L,).
viii
ABSTRAK
Sabun adalah pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara natrium hidroksida atau kalium hidroksida dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dapat dibuat dengan beberapa metode yakni metode panas dan dingin, pada penelitian ini dilakukan dengan metode panas. Dalam metode saponifikasi terdapat permasalahan yakni kondisi operasi yang meliputi suhu reaksi, kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan. Oleh karena itu, perlunya dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi terbaik reaksi penyabunan yaitu kecepatan reaksi, suhu operasi dan waktu reaksi dengan menggunakan impeller jenis multiple pitch blade turbine dengan variabel suhu reaksi 60, 70, dan 80 oC, kecepatan pengadukan 300,400 dan 500 rpm dan waktu reaksi 45,60, dan 75 menit. Reaksi saponifikasi dilakukan dengan memanaskan minyak kelapa dan memasukkan NaOH 30% secara perlahan-lahan kemudian diaduk dengan pengaduk multiple pitch blade. Produk akan dianalisa dengan pengujian kadar alkali, kadar air dan pH sabun. Kondisi operasi terbaik yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada suhu suhu 70 oC, waktu reaksi 60 menit, dengan kecepatan pengadukan 400 rpm dengan nilai pH 9,4 dan kadar alkali 0,073 serta kadar air 9,8.
Kata kunci: minyak kelapa, multiple pitch blade, sabun, saponifikasi.
ABSTRACT
Soap is a cleanser made by a chemical reaction between sodium hydroxide or potassium hydroxide with fatty acids from vegetable oils or animal fats. Soap made by several methods, namely the hot and cold method, in this study carried out by the heat method. In the saponification method there are common problems, namely operating conditions which include reaction temperature, stirring speed and stirring time. Therefore, it is necessary to conduct research for determining the best conditions of saponification reaction that consists of reaction speed, operating temperature and reaction time using turbine multiple pitch blade impeller with reaction temperature variables 60, 70 and 80 oC, stirring speed 300, 400 and 500 rpm and time reaction 45, 60 and 75 minutes. The saponification reaction is done by heating coconut oil, adding 30% NaOH slowly and then stirring with multiple blade pitch stirrers. The product will be analyzed by testing the alkali content, water content and pH of the soap. The best operating conditions obtained from this study were at a temperature of 70 oC, a reaction time of 60 minutes, with a stirring speed of 400 rpm, pH value of 9.4, alkaline content of 0.073 and moisture content of 9.8.
Keywords: coconut oil, multiple pitch blade, soap, saponification.
x
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN SKRIPSI ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKATA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR SIMBOL xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 SABUN 6
2.2 JENIS-JENIS SABUN 8
2.3 MINYAK KELAPA 10
2.4 PROSES PEMBUATAN SABUN 12
2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBUATAN SABUN 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14
3.1 LOKASI PENELITIAN 14
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 14
xi
3.2.1 Peralatan Penelitian 14
3.2.2 Bahan Penelitian 15
3.3 TAHAP-TAHAP PENELITIAN 16
3.3.1 Tahap I 16
3.3.1.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan 16
3.3.2 Tahap II 16
3.3.2.1 Pembuatan Sabun 16
3.3.3 Tahap III 16
3.3.3.1 Pemeriksaan Kadar Air pada Sabun 17 3.3.3.2 Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas 17 3.3.3.3 Pengukuran Derajat Keasaman (pH) 18
3.4 Flowchart Penelitian 19
3.4.1 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan 19
3.4.2 Flowchart Pembuatan Sabun 20
3.4.3 Flowchart Perhitungan Kadar Air Sabun 21 3.4.4 Flowchart Perhitungan Kadar Alkali 22 3.4.1 Flowchart Pengukuran Derajat Keasaman 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24
4.1 BILANGAN PENYABUNAN 24
4.2 PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP
DERAJAT KEASAMAN (pH) 24
4.2.1 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Derajat Keasaman (pH) pada Kecepatan Pengadukan 300 rpm 24 4.2.2 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Derajat Keasaman
(pH) pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm 26 4.2.3 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Derajat Keasaman
(pH) pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm 28 4.3 PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP
KADAR ALKALI 29
4.3.1 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Alkali
pada Kecepatan Pengadukan 300 rpm 29 4.3.2 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Alkali
xii
pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm 31 4.3.3 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Alkali
pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm 32 4.4 PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP
KADAR AIR 34
4.4.1 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Air
pada Kecepatan Pengadukan 300 rpm 34 4.4.2 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Air
pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm 35 4.4.3 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Air
pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 38
5.1 KESIMPULAN 38
5.2 SARAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sabun Mandi Padat 8
Gambar 2.2 Sabun Transparan 9
Gambar 2.3 Deodorant Soap 9
Gambar 2.4 Sabun Cair 9
Gambar 2.5 Sabun Kesehatan 10
Gambar 2.6 Kelapa 11
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan 15
Gambar 3.2 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan 19
Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Sabun 20
Gambar 3.4 Flowchart Perhitungan Kadar Air Sabun 21 Gambar 3.5 Flowchart Perhitungan Kadar Alkali 22 Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran Derajat Keasaman 23 Gambar 4.1 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Derajat Keasaman
(pH) pada Kecepatan Pengadukan 300 rpm 24 Gambar 4.2 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Derajat Keasaman
(pH) pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm 26 Gambar 4.3 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Derajat Keasaman
(pH) pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm 28 Gambar 4.4 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Alkali
pada Kecepatan Pengadukan 300 rpm 29 Gambar 4.5 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Alkali
pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm 31 Gambar 4.6 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Alkali
pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm 32 Gambar 4.7 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Air
pada Kecepatan Pengadukan 300 rpm 34 Gambar 4.8 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Air
xiv
Gambar 4.9 Pengaruh Kondisi Operasi terhadap Kadar Air
pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm 36 Gambar D.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Sabun LD - 1 Gambar D.2 Rangkaian Peralatan Pengujian Bilangan Penyabunan LD - 1
Gambar D.3 Pengujian Derajat Keasaman LD - 2
Gambar D.4 Pengujian Kadar Alkali LD - 2
Gambar D.5 Sabun Padar dari Minyak Kelapa LD - 3
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Penelitian- Penelitian Terdahulu Tentang Pembuatan Sabun 3 Tabel 2.1 Produksi Sabun di Indonesia Tahun 2004-2009 9
Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Sabun Mandi Padat 7
Tabel 2.3 Komposisi Minyak Kelapa 11
Tabel 3.1 Urutan Peralatan 14
Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Lanjutan Tahap Amidasi 20
Tabel B.1 Data Hasil Penelitian LB - 1
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A PERHITUNGAN BAHAN BAKU LA - 1
LA.1 Perhitungan Bahan Baku LA - 1
LAMPIRAN B DATA PENELITIAN LB - 1
LB.1 Uji Bilangan Penyabunan LB - 1
LB.2 Data Kualitas Sabun LB - 1
LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN LC - 1
LC.1 Perhitungan Bilangan Penyabunan LC - 1
LC.2 Perhitungan Kadar Alkali LC - 1
LC.3 Perhitungan Kadar Air LC - 1
LAMPIRAN D HASIL UJI LABORATORIUM LD - 1
LD.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Sabun LD - 1 LD.2 Rangkaian Peralatan Pengujian Bilangan Penyabunan LD - 1
LD.3 Pengujian Derajat Keasaman LD - 2
L.D.4 Pengujian Kadar Alkali LD - 2
L.D.5 Sabun Padar dari Minyak Kelapa LD - 3
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
ρ Densitas kg/m3
% Konversi Persen konversi %
A Bilangan asam -
b Volume titrasi blanko Ml
BM Berat Molekul g/mol
N Normalitas N
S Bilangan penyabunan -
s Volume titrasi sampel Ml
V Volume Ml
W Berat sampel gram
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sabun merupakan salah satu produk industri kimia yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia. Proses pembuatan sabun dapat dibuat dengan cara proses saponifikasi. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali yang menghasilkan produk samping berupa gliserol.
Proses pembuatan sabun tidak terlepas dari proses pengadukan (agitasi), Agitasi (pengadukan) merupakan sebuah proses yang menunjukkan gerakan yang terinduksi menurut cara tertentu pada suatu bahan di dalam bejana dimana gerakan itu biasanya mempunyai semacam pola sirkulasi. Aplikasi agitasi bisa dilakukan dalam sebuah tangki berpengaduk. Proses agitasi umumnya bersinergi dengan proses mixing [1].
Prose pengadukan di lakukan dengan menggunakan impeller, Impeller adalah komponen yang berputar dari pompa sentrifugal, biasanya terbuat dari besi, baja, perunggu, kuningan, aluminium atau plastik, yang memindahkan energi dari motor yang menggerakkan pompa yang dipompa dengan mempercepat cairan keluar dari pusat rotasi. Kecepatan yang dicapai oleh transfer impeller ke tekanan saat gerakan luar cairan yang dibatasi oleh casing pompa [2].
Faktor penting yang mempengaruhi mutu dalam operasi pengadukan adalah kecepatan putar impeller yang digunakan selama proses pembuatan sabun dan lama waktu reaksi, Tetapi belum di temukannya kondisi operasi yang tepat untuk pembuatan sabun padat dari minyak kelapa.
Kelapa (Cocos nucifera Linn.) termasuk dalam keluarga Arecaceae dibudidayakan terutama di daerah tropis dengan kelembaban tinggi, curah hujan teratur, dan tanah berpasir. Negara-negara seperti India, Sri Lanka, Indonesia, dan Filipina memiliki andil besar dalam produksi kelapa secara global. India adalah penghasil kelapa terbesar di dunia (produksi tahunan 16.943 juta kacang di 2010-2011), dan varietas pantai Barat yang tinggi merupakan salah satu varietas utama yang dibudidayakan di sana. Kopra
2
adalah kernel kelapa kering dengan kadar air rendah (6-8%) dan digunakan untuk mendapatkan minyak kelapa oleh pelarut dan pelarut organik. Minyak kelapa kaya akan asam lemak rantai sedang dan mudah untuk dicerna [3].
Saat ini, perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar, menghasilkan 3,2 juta ton sebagai kopra, sedangkan lebih dari 90% merupakan pertanian sipil. Luas perkebunan yang tersebar di wilayah Indonesia, Sumatera memiliki luas wilayah sebesar 33,63%, Jawa memiliki 22,75%, Sulawesi memiliki 19,40%, Bali, NTB, dan NTT memiliki 7,70%, Maluku, Papua 8,89% dan Kalimantan 7,26% [4].
Minyak kelapa (Coconut Oil) sebagian besar terdiri dari asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid, SFA), kira-kira 90% dari komposisi totalnya. Dalam hal nutrisi, satu sendok makan minyak kelapa (13 g) mengandung sekitar 120 kkal, 12 g lemak total, 11,2 g SFA, 0,7 g asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid, MUFA) dan 0,2 g asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA).
Asam lemak utama (Fatty Acid, FA) yang ditemukan di CO adalah asam laurat (12: 0), myristic (14: 0) dan palmitic (16: 0), masing-masing mewakili 46%, 17% dan 9% FA [5].
Kelapa dan produk sampingnya telah digunakan selama berabad-abad sebagai kosmetik, obat-obatan dan lainnya [6]. Salah satu yang paling banyak dimanfaatkan dari kelapa adalah minyak kelapa, minyak kelapa didefinisikan sebagai minyak yang dihasilkan dari biji kelapa segar dan matang (Cocos nucifera L.) melalui cara mekanis dan alami, baik dengan penggunaan panas atau tidak asalkan tidak menyebabkan perubahan atau transformasi minyak [7]. Minyak kelapa banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun [8].
Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi dengan bahan baku berupa minyak kelapa untuk mengetahui kondisi operasi terbaik pada reaksi penyabunan.
3
Tabel 1.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Sabun dari Minyak Kelapa
No Sumber Judul Kondisi Operasi Hasil Penelitian
1. Naliawati Prasetya Ningrum, Muhamad Alfin Indra Kusuma.
2013
Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas dan Abu Kulit buah Kapuk Randu (soda Qie) Sebagai Bahan Pembuatan Sabun Mandi Organik Berbasis
Teknologi Ramah Lingkungan
Suhu 30, 60, 90 oC Waktu Pengadukan 30, 60, 90 dan 120 menit
Sabun terbaik di peroleh pada suhu 110 oC, dan waktu 60 menit
2. Sari, Tuti Indah, Herdiana, Evy, dan Amelia, Triana.
2010
Pembuatan VCO dengan Metode Enzimatis dan Konversinya Menjadi Sabun Padat Transparan
Kecepatan pengadukan 500 – 700 rpm
Jumlah sabun yang dihasilkan secara kulitas mencapai maksimal pada kecepatan mixing 600 rpm dan jumlah minimum pada kecepatan mixing 500 rpm.
3. Wijana, Susinggih, Soemarjo dan Harnawi.
2009.
The Study on Liquid Soap Production from Recycled Frying Oil (The Effect of Mixing Time and Water:Soap Ratio on the Quality)
Lama waktu pengadukan 60, 90 dan 120 menit
Hasil analisis dengan metode indeks efektifitas menunjukkan bahwa perlakuan terbaik yang didapatkan pada pengadukan 90 menit
4. Sari, Tuti Indah, Kasih, Julianti Perdana, Sari, Tri Jayanti Ninda. 2010.
Pembuatan sabun padat dan sabun cair dari minyak jarak
Kecepatan 250, 300, 350 dan 400 rpm
Sabun terbaik yang dihasilkan pada kecepatan 400 rpm
4
1.2 Perumusan Masalah
Produk home industri yang saat ini sedang berkembang adalah sabun tetapi dalam proses pembuatannya pada home industri belum ditemukan kondisi operasi yang tepat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi terbaik reaksi penyabunan yaitu kecepatan pengadukan, suhu operasi dan waktu reaksi dengan menggunakan impeller jenis multiple pitch blade turbine.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan kondisi suhu operasi terbaik pada proses pembuatan sabun 2. Mendapatkan kondisi kecepatan pengadukan terbaik pada proses pembuatan
sabun
3. Mendapatkan kondisi waktu pengadukan terbaik pada proses pembuatan sabun
4. Meningkatkan nilai produk tanaman kelapa sebagai bahan baku pada pembuatan sabun
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang suhu terbaik pada proses pembuatan sabun 2. Memberikan informasi tentang kecepatan pengadukan terbaik pada proses
pembuatan sabun
3. Memberikan informasi pengaruh waktu pengadukan terbaik pada proses pembuatan sabun
4. Memanfaatkan minyak kelapa sebagai bahan baku yang bernilai lebih pada pembuatan sabun.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas Teknik,
5
Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Tetap
- Formula sabun = 1,1 : 1 (Minyak : NaOH) - Tinggi pengaduk 1/6 dari diameter
- Jenis pengaduk multiple pitch blade - Tinggi cairan = 13 cm
2. Variabel Bebas
- Suhu : 60, 70 dan 80 oC
- kecepatan pengadukan : 300, 400 dan 500 rpm - Waktu reaksi :45, 60, dan 75 menit
Uji-uji yang akan dilakukan :
1. Bilangan penyabunan bahan baku 2. Kadar air
3. Kadar alkali bebas 4. Derajat keasaman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SABUN
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan atau pakaian [9] Molekul sabun memiliki rantai hidrokarbon yang panjang dengan gugus asam karboksilat pada satu ujung, yang memiliki ikatan ion dengan ion logam, biasanya natrium atau kalium. Ujung hidrokarbon tidak polar yang larut dalam zat non polar dan ujung ionik larut dalam air [10].
Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali [11].
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri.
Banyaknya prosuksi sabun di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Produksi Sabun di Indonesia Tahun 2004-2009
No. Tahun Produksi (Ton) Konsumsi (Ton)
1. 2004 54.791,57 55.832,930
2. 2005 62.611,25 65.013,600
3. 2006 65.841,33 70.138,500
4. 2007 79.322,44 85.045,930
5. 2008 89.750,82 96.246,210
6. 2009 93.053,60 101.631,090
Rata-rata 74.228,50 78.984,71
[12].
Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa kebutuhan akan sabun di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data yang tersedia kebutuhan
7
rata-rata tiap tahunnya sekitar 78.984,71 ton sementara itu produksi rata-rata tiap tahunnya selama 6 tahun adalah 74.228,50 ton. Hal ini meunjukkan bahwa produksi sabun belum memenuhi kebutuhan konsumen sabun.
Sabun yang baik adalah sabun yang memenuhi spesifikasi mutu sabun mandi padat bedasarkan SNI 06 – 3532 – 1994 yang dapat di lihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Sabun Mandi Padat Berdasarkan SNI 06 – 3532 - 1994
No. Uraian Tipe 1 Tipe 2 Seperfat
1. Kadar air (%) Maks. 15 Maks. 15 Maks. 15
2. Jumlah asam lemak (%) >70 64-70 >70 3. Alkai bebas
Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks. 0,1
Dihitung sebagai NaOH
Dihitung sebagai KOH
Maks. 0,14 Maks. 0,14 Maks. 0,14
4. Asam lemak bebas (%) <2,5 <2,5 2,5-7,5
5. Minyak mineral - - -
[13].
Bedasarkan tabel 2.2 dapat dilihat bahwa kadar air maksimum untuk tipe 1, 2, dan seperfat adalah 15%, jumlah asam lemak untuk tipe 1 dan seperfat yaitu lebih dari 70%, untuk tipe 2 diantara 64-70%, untuk kadar alkali bebas sabun padat (NaOH) maksimum adalah 0,1 dan sabun cair adalah 0,14 sedangkan untuk asam lemak bebas tipe 1 dan 2 adalah lebih dari 2,5 % sedangkan untuk tipe 3 adalah 2,5- 7,5 %. Sabun yang baik adalah sabun yang memenuhi spesifikasi mutu sabun.
Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaoH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH) [14].
Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
8
Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat-zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya.
Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 – C18.
Hal ini dikarekan jika jumlah < C12 dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan jika >
C20 bahan dasar yang digunakan kurang larut dalam prose pembuatan sabun.
Pada pembuatan sabun terdiri dari bahan baku, bahan penolong dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan bahan penolong pada pembuatan sabun adalah senyawa alkali (basa) serta bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, parfum, dan pewarna [15].
2.2 JENIS – JENIS SABUN
Sabun merupakan salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari lemak dan minyak.
Surfaktan memiliki sifat bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofobik dan bagian ekor bersifat hidrofilik. Karena sifat inilah sabun dapat mengangkat kotoran [14].
Adapun jenis-jenis sabun dan fungsinya adalah sebagai berikut [14] : 1. Sabun mandi Padat
Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit [15].
Gambar 2.1 Sabun Mandi Padat
9
2. Sabun Transaparan
Sabun ini adalah sabun yang tembus andang dan memiliki penampilan yang tembus pandang. Sabun ini memiliki kadar yang ringan dan juga mudah larut dalam air [15]. Sabun transparant yang bagus harus memiliki nilai transparansi mendekati 1.00 [16].
Gambar 2.2 Sabun Transparan
3. Deodorant Soap
Sabun deodorant adalah sabun yang digunakan untuk menghilangkan bau yang disebabkan oleh bakteri [10].
Gambar 2.3 Deodorant Soap
4. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak nabati serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol.
Gambar 2.4 Sabun Cair
10
5. Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp 300 dan sulfur.
Gambar 2.5 Sabun Kesehatan 2.3 MINYAK KELAPA
Minyak kelapa didefinisikan sebagai minyak yang dihasilkan dari biji kelapa segar dan matang (Cocos nucifera L.) melalui cara mekanis dan alami, baik dengan penggunaan panas atau tidak asalkan tidak menyebabkan perubahan atau transformasi minyak [7].
Biasanya ada tiga jenis minyak kelapa yang tersedia di pasaran, yaitu :
1. Pure coconut oil diekstraksi dari biji kelapa kering (kopra) dengan cara kompresi. Ini mentah, tidak dimurnikan dan tanpa aditif [17].
2. Refined coconut oil yang diperoleh dengan pemurnian secara mekanis dan kimiawi, pemutihan dan penghilang bau minyak kelapa mentah sehingga encer, tidak berwarna, tidak berbau dan tanpa ada jenis partikel (seperti protein) yang tersuspensi di dalamnya, karena hanya mterdapat lemak jenuh murni [17].
3. Virgin coconut oil (VCO) yang berasal dari santan yang diekstraksi dari daging kelapa yang telah diparut dan bukan dari kopra dengan proses seperti fermentasi, pemisahan sentrifugal dan tindakan enzimatik, sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan
11
Gambar 2.6 Kelapa
Kandungan asam lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat (C12H
24COOH) sebanyak 42-52 % [18]. Untuk melihat kandungan asam lemak kelapa dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi Minyak Kelapa
No Asam lemak Rumus kimia Jumlah ( % )
1. Air H2O 0,5
2. Asam lemak jenuh
Asam kaproat C
6H
12COOH Tidak ada
Asam kaprilat C
8H
16COOH 8 – 9
Asam kaprat C
10H
20COOH 5 – 8
Asam laurat C
12H
24COOH 45 – 52
Asam miristat C
14H
28COOH 17 – 18
Asaam palmitat C
16H
32 8 – 10
Asam stearat C
18H
36 1 – 3
3. Asam lemak tidak jenuh
Asam palmitoleat C
16H
32COOH 0 – 1
Asam oleat C
18H
34COOH 5 – 8
Asam linoleat C
18H
32 1 – 2
[18]
Dari tabel 2.3 juga dapat dilihat komposisi dari minyak kelapa pada umumnya, yang terdiri dari tiga bagian utama yakni air, asam lemak jenuh, dan asam lemak tak jenuh.
Minyak kelapa dapat diproduksi dengan proses kering atau basah. Dalam proses kering, daging kelapa segar di potong-potong dan dikeringkan kemudian daging kelapa di ekstraksi menjadi minyak kelapa. Pada proses basah, air ditambahkan ke daging kelapa yang diparut kemudian diektraksi. Campuran minyak / susu yang dihasilkan dapat dipisahkan dengan fermentasi atau dengan memanaskan campuran minyak kelapa untuk mendapatkan minyak kelapa [19].
Kulit Kelapa
Daging Buah Kelapa
12
2.4 PROSES PEMBUATAN SABUN
Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun maka proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu proses saponifikasi trigliserida dan netralisassi asam lemak.
2.4.1 Proses Saponifikasi Trigliserida
Proses ini merupakan proses yang paling tua diantara proses – proses yang ada, karena bahan baku untuk proses ini sangat mudah diperoleh.
Trigliserida yang digunakan untuk proses ini dapat berupa minyak hewan, nabati maupun minyak ikan laut [20]. Reaksi saponifikasi trigliserida sebagai berikut [21] :
CH3COOC2H5 + NaOH → CH3COONa + C2H5OH Gambar 2.7 Reaksi Saponifikasi Trigliserida
Tahap pertama dari proses ini adalah mereaksikan trigliserida dengan basa alkali sehingga akan menghasilkan sabun dan gliserol sebagai produk samping. Lebih dari 99,5 % lemak dapat disaponifikasi pada proses ini [20].
2.4.2 Netralisasi Asam Lemak
Proses ini hampir sama dengan proses saponifikasi trigliserida hanya saja pada proses ini menggunakan bahan baku metil ester dan basa alkali, selain itu proses ini uga menghasilkan metanol sebagai produk sampingnya.
Metil ester yang telah diperoleh direaksikan dengan basa NaOH akan menghasilkan sabun dan metanol sebagai produk samping [20].
13
2.5 FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES SAPONIFIKASI
1. Suhu Operasi
suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan bertambah besar, begitu pun sebaliknya [22].
2. Pengadukan
semakin tinggi kecepatan pengadukan maka semakin banyak jumlah sabun yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengadukan, tumbukan antar reaktan terjadi sehingga energi aktivasi reaksi tercapai dengan cepat. Begitu pula dengan jumlah NaOH yang ditambahkan ke dalam minyak pada proses penyabunan. Semakin banyak jumlah NaOH yang ditambahkan, maka semakin banyak pula jumlah sabun yang dihasilkan [22].
3. Konsentrasi Reaktan
Dalam reaksi kimia, reaksi yang berlangsung cepat adalah pada saat awal terjadinya reaksi, karena terdapat banyak reaktan dan produk yang masih sedikit.
Karena pada reaksi saponifikasi menghasilkan air sebagai produk samping yang dapat membuat laju reaksi akan semakin kecil, maka untuk menghindari hal tersebut dilakukan dengan cara melarutkan basa alkali dengan air yang secukupnya sehingga menghasilkan larutan basa yang pekat [22].
4. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan karena keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi, melainkan dapat menyebabkan produk berkurang karena adanya reaksi balik [22].
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan.
Tabel 3.1 Urutan Pelaksanaan Penelitian
No. Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 1. Persiapan Penelitian
2. Survei dan Pembuatan Alat
3. Pelaksanaan Penelitian dan pengumpulan data 4. Kompilasi data dan penarikan kesimpulan 5. Penulisan karya ilmiah
6. Penyusunan dan penyerahan laporan akhir
3.2 PERALATAN DAN BAHAN 3.2.1 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan yaitu:
1. Beaker glass 2. Cawan petri 3. Erlenmeyer 4. Hot plate
5. Klem + statif + buret 6. Beaker glass
7. Pengaduk multiple pitch blade turbine 8. Neraca digital
9. Oven
10. Refluks Kondensor 11. Termometer
12. Labu leher tiga
15
(a) (b)
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan (a) Tangki dan (b) Pengaduk multiple pitch blade turbine
Keterangan gambar :
(a) (b)
H : tinggi cairan multiple pitch blade turbine Dt : diameter tangki
d : diameter impeller
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan antara lain : 1. Aquadest
2. Alkohol 3. KOH
4. Asam klorida 5. Asam sulfat
6. Indikator jingga metil 7. Indikator phenolfthalein 8. Minyak kelapa
9. NaOH Tangki
Motor pengaduk
D
t
d H/2 H d/8
Hot Plate Impeller
D
16
3.3 TAHAP-TAHAP PENELITIAN 3.3.1 Tahap I
3.3.1.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan
Analisis bilangan penyabunan dilakukan dengan
1. Sampel minyak ditimbang sebanyak ± 2 gram dan ditambahkan 25 mL KOH alkoholis 0,5 N.
2. Campuran dimasukkan kedalam labu leher tiga yang dihubungkan dengan refluks condensor dan dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk menggunakan stirer selama 60 menit.
3. Selanjutnya, larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 4. Indikator phenolfthalein di tambah sebanyak 2 tetes
5. Larutan diititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna berubah menjadi tidak berwarna.
Bilangan penyabunan dihitung dengan rumus:
Bilangan penyabunan =
[13]
Keterangan:
V0 = volume titrasi blanko V1 = volume titrasi sampel N = normalitas HCl BM = berat molekul KOH M = berat sampel
3.3.2 TAHAP II
3.3.2.1 Pembuatan Sabun Proses pembuatan sabun
1. Minyak kelapa sebanyak 1118 gram di panaskan pada suhu 60,70 dan 80
oC
2. Larutan NaOH 30% dibuat sebanyak 556,68 gram.
3. Larutan NaOH ditambahkan dalam minyak kelapa yang telah di panaskan secara perlahan-lahan.
4. Larutan diaduk menggunakan multiple pitch blade turbine dengan
17
3.3.3 Tahap III (Analisa Sabun)
3.3.3.1 Pemeriksaan Kadar Air pada Sabun
1. Cawan petri kosong ditimbang sehingga didapatkan beratnya
2. 5 gram sabun dimasukkan dan dioven pada suhu 105oC selama 1 jam 3. Dilakukan penimbangan setiap 5 menit untuk memastikan bahwa
kandungan air telah sepenuhnya menguap yang ditandai dengan berat sabun yang konstan.
4. Langkah selanjutnya adalah menimbang cawan petri yang berisi sabun 5. yang telah kering agar didapatkan beratnya.
Kadar air dhitung dengan rumus:
x 100%
[13]
Kadar air (%) =
Keterangan :
W1 = Berat sabun setelah pengeringan
W2 = Berat sabun + cawan sebelum pengeringan
3.3.3.2 Perhitungan Kadar Alkali Bebas Perhitungan alkali bebas dengan:
1. 5 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2. Alkohol netral ditambahkan sebanyak 25 ml dan diaduk hingga homogen 3. Phenolfthalein ditambahkan sebanyak 3 tetes.
4. Larutan tersebut dititrasi menggunakan larutan HCl 0,1 N hingga warna merah jambunya hilang.
Kadar alkali bebas dihitung dengan rumus:
% alkali bebas = [13]
Keterangan:
V = volume titrasi HCl (ml) N = normalitas HCl (N)
BM = berat molekul NaOH (40 g/mol) M = berat sabun (g)
18
3.3.3.3 Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran derajat keasaman (pH) dapat dilihat sebagai berikiut:
1. Sabun sebanyak 10 gram ditimbang dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
2. Kemudian pH meter yang telah dikalibrasi/dinetralkan dicelupkan dalam larutan sabun. Hasil yang muncul dicatat.
[13].
19
3.4 Flowchart Penelitian
3.4.1 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan
Gambar 3.4 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan
Gambar 3.2 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan Mulai
Sampel minyak ditimbang sebanyak 2 gram dan ditambahkan 25 mL KOH alkoholis 0,5 N
Campuran dimasukkan kedalam labu leher tiga yang dihubungkan dengan refluks condensor dan dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk menggunakan stirer selama
60 menit.
Larutan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Indikator phenolfthalein ditambahkan sebanyak 2 tetes
Larutan di titrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna berubah menjadi tidak berwarna
Bilangan penyabunan di hitung
Selesai
Prosedur di lakukan untuk titrasi blanko
20
3.4.2 Flowchart Pembuatan Sabun Padat
Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Sabun Padat Mulai
Minyak kelapa sebanyak 1118 gram di panaskan pada suhu 60,70 dan 80 oC
Larutan NaOH ditambahkan dalam minyak kelapa yang telah di panaskan secara perlahan-lahan
Selesai
Larutan diaduk menggunakan multiple pitch blade turbine dengan kecepatan 300, 400, dan 500 rpm dengan waktu reaksi 45, 60 dan 75
menit
Larutan NaOH 30% dibuat sebanyak 556,68 gram
21
3.4.3 Flowchart Perhitungan Kadar Air Sabun
Gambar 3.4 Flowchart Perhitungan Kadar Air Mulai
Cawan petri kosong ditimbang sehingga didapatkan beratnya
5 gram sabun dimasukkan dan dioven pada suhu 105oC selama 1 jam
Kadar air dihitung
Selesai
Dilakukan penimbangan setiap 5 menit untuk memastikan bahwa kandungan air telah sepenuhnya menguap yang ditandai dengan berat
sabun yang konstan
Langkah selanjutnya adalah menimbang cawan petri yang berisi sabun yang telah kering agar didapatkan beratnya
22
3.4.4 Flowchart Perhitungan Kadar Alkali
Gambar 3.5 Flowwchart Perhitungan Kadar Alkali Mulai
Sabun sebanyak 10 gram ditimbang dan dimasukkan pada erlenmeyer 250 ml
Alkohol netral ditambahkan sebanyak 25 ml
Phenolfthalein ditambahkan sebanyak 3 tetes
Larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga warna berubah menjadi tidak berwarna
Kadar alkali bebas dihitung
Selesai
23
3.4.5 Flowchart Perhitungan Derajat Keasaman (pH)
Gambar 3.6 Flowwchart Perhitungan Derajat Keasaman (pH) Mulai
Sabun sebanyak 10 gram ditimbang dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
Kemudian pH meter yang telah dikalibrasi/dinetralkan dicelupkan dalam larutan sabun. Hasil yang muncul
dicatat
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Bilangan Penyabunan
Bedasarkan pengujian yang dilakukan untuk mengetahi kelakayakan dari bahan baku yang digunakan di peroleh bilangan penyabunan minyak kelapa adalah 256,2 .
Bilangan penyabunan adalah banyaknya alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah minyak. Semakin tinggi bilangan penyabunan menunjukkan semakin tinggi pula kadar asam lemak bebas pada minyak sehingga alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak tersebut juga akan semakin banyak [7].
Sehingga semakin besar angka penyabunan maka asam lemak akan semakin kecil dan kualitas minyak akan semakin bagus, sebaliknya jika angka penyabunan kecil maka asam lemak besar dan kualitas menurun [23].
4.2 PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP DERAJAT KEASAMAN (pH)
4.2.1 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Derajat Keasaman (pH) pada Kecepatan Pengadukan 300 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu
Pengadukan pada kecepatan pengadukan 300 rpm terhadap pH sabun padat yang dihasilkan:
8 9 10 11 12 13
60 70 80
pH
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
25
Dari gambar 4.1 dapat dilihat adanya pengaruh waktu pengadukan dan suhu reaksi pada kecepatan pengadukan 300 rpm terhadap pH sabun yang dihasilkan.
Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya pH sabun yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Wijaya, 2009), nilai pH memiliki kecenderungan yang semakin menurun dengan semakin lamanya pengadukan [26]. Dan pengaruh suhu reaksi terhadap nilai pH sabun akan semakin turun seiring dengan semakin besar suhu reaksi. Pada kisaran suhu tertentu , kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang[27][28].
pH merupakan indikator potensi iritasi pada sabun. pH sabun yang relatif basa dapat membantu kulit membuka pori-porinya kemudian busa dari sabun mengikat sabun dan kotoran lain yang menempel di kulit [29]. Sabun yang memiliki pH tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri Propionibacterium dan membuat kering kulit. Hal ini terjadi karena sabun dengan pH tinggi dapat membengkakan keratin sehingga memudahkan masuknya bakteri yang menyebabkan kulit menjadi kering dan pecah-pecah, sementara sabun dengan pH terlalu rendah dapat menyebabkan iritasi pada kulit [30].
pH merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki pH antara 9,1 – 9,5.
dan menurut SNI pH sabun padat berkisar antara 9 – 11. Jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
pH merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki pH antara 10,1 – 10,8. dan menurut SNI pH sabun padat berkisar antara 9 – 11. Jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi dan waktu reaksi terhadap pH sabun padat dari minyak kelapa telah sesuai teori.
26
4.2.2 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Derajat Keasaman (pH) pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu
Pengadukan pada kecepatan pengadukan 400 rpm terhadap pH sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi dan Waktu Reaksi terhadap pH Sabun
Dari gambar 4.2 dapat dilihat adanya pengaruh waktu pengadukan dan suhu reaksi pada kecepatan pengadukan 400 rpm terhadap pH sabun yang dihasilkan.
Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya pH sabun yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Wijaya, 2009), nilai pH memiliki kecenderungan yang semakin menurun dengan semakin lamanya pengadukan [26]. Dan pengaruh suhu reaksi terhadap nilai pH sabun akan semakin turun seiring dengan semakin besar suhu reaksi. Pada kisaran suhu tertentu , kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang[27][28].
pH merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki pH antara 9,1
8 9 10 11 12 13
60 70 80
pH
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
27
– 9,7. dan menurut SNI pH sabun padat berkisar antara 9 – 11. Jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi dan waktu reaksi terhadap pH sabun padat dari minyak kelapa pada suhu 60oC waktu pengadukan 60 dan 75 menit memiliki nilai pH yang sama dengan suhu 80 oC waktu pengadukan 45 dan 60 menit hal ini dikarenakan suhu yang tidak konstan.
28
4.2.3 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Derajat Keasaman (pH) pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu
Pengadukan pada kecepatan pengadukan 500 rpm terhadap pH sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi dan Waktu Reaksi terhadap pH Sabun
Dari gambar 4.3 dapat dilihat adanya pengaruh waktu pengadukan dan suhu reaksi pada kecepatan pengadukan 500 rpm terhadap pH sabun yang dihasilkan.
Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya pH sabun yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Wijaya, 2009), nilai pH memiliki kecenderungan yang semakin menurun dengan semakin lamanya pengadukan [26]. Dan pengaruh suhu reaksi terhadap nilai pH sabun akan semakin turun seiring dengan semakin besar suhu reaksi. Pada kisaran suhu tertentu , kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang[27][28].
pH merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki pH antara 9,1 – 9,5.
8 9 10 11 12 13
60 70 80
pH
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
29
dan menurut SNI pH sabun padat berkisar antara 9 – 11. Jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi dan waktu reaksi terhadap pH sabun padat dari minyak kelapa pada suhu 60oC, 70 oC dan 80 oC waktu pengadukan 75 menit memiliki nilai pH yang konstan, hal ini dikarenakan pada kecepatan 500 rpm dan waktu pengadukan 75 menit telah mencapai titik optimum dari reaksi penyabunan.
4.3 PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP KADAR ALKALI 4.3.1 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Kadar Alkali pada
Kecepatan 300 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu Reaksi pada kecepatan pengadukan 300 rpm terhadap kadar alkali sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi dan Waktu Pengadukan terhadap Kadar Alkali Sabun Padat
Dari gambar 4.4 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas. Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya kadar kadar alkali bebas pada sabun yang dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya suhu reaksi penyabunan menyebabkan kadar alkali bebas pada sabun menurun sampai pada titik optimum.
Hal ini disebabkan oleh semakin lamanya pengadukan maka waktu interaksi antara minyak dengan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati
0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1
60 70 80
Kadar Alkali (%)
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
30
kesetimbangan sehingga kadar alkali bebas pada sabun akan berkurang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Wijaya,2009), kadar alkali bebas memiliki kecenderungan akan semakin menurun akibat semakin besar nya suhu reaksi dan waktu pengadukan pada proses pembuatan sabun [26]. Pada kisaran suhu tertentu , kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang [26] [27]. Kecepatan mixing memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan sabun. Hal ini dikarenakan semakin cepat pengadukan yang dilakukan maka akan menggeser kesetimbangan reaksi kekanan yang akan semakin meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan [29].
Kadar alkali merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena kadar alkali menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar alkali antara 0,03 – 0,095. Bedasarkan SNI nilai maksimum untuk kadar alkali sabun padat adalah 0,1, jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi, waktu reaksi terhadap kadar alkali sabun padat dari minyak kelapa telah sesuai dengan teori.
31
4.3.2 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Kadar Alkali pada Kecepatan 400 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu Reaksi pada kecepatan pengadukan 400 rpm terhadap kadar alkali sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi dan Waktu Pengadukan terhadap Kadar Alkali Sabun Padat
Dari gambar 4.5 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas. Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya kadar kadar alkali bebas pada sabun yang dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya suhu reaksi penyabunan menyebabkan kadar alkali bebas pada sabun menurun sampai pada titik optimum.
Hal ini disebabkan oleh semakin lamanya pengadukan maka waktu interaksi antara minyak dengan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga kadar alkali bebas pada sabun akan berkurang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Wijaya,2009), kadar alkali bebas memiliki kecenderungan akan semakin menurun akibat semakin besar nya suhu reaksi dan waktu pengadukan pada proses pembuatan sabun [26]. Pada kisaran suhu tertentu , kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang [26] [27]. Kecepatan mixing memiliki
0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
60 70 80
Kadar Alkali (%)
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
32
pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan sabun. Hal ini dikarenakan semakin cepat pengadukan yang dilakukan maka akan menggeser kesetimbangan reaksi kekanan yang akan semakin meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan [29].
Kadar alkali merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena kadar alkali menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar alkali antara 0,03 – 0,095. Bedasarkan SNI nilai maksimum untuk kadar alkali sabun padat adalah 0,1, jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi, waktu reaksi terhadap kadar alkali sabun padat dari minyak kelapa telah sesuai dengan teori.
4.3.3 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Kadar Alkali pada Kecepatan 500 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu Reaksi pada kecepatan pengadukan 500 rpm terhadap kadar alkali sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi dan Waktu Pengadukan terhadap Kadar Alkali Sabun Padat
Dari gambar 4.6 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas. Dengan semakin bertambahnya waktu
0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
60 70 80
Kadar Alkali (%)
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
33
dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya suhu reaksi penyabunan menyebabkan kadar alkali bebas pada sabun menurun sampai pada titik optimum.
Hal ini disebabkan oleh semakin lamanya pengadukan maka waktu interaksi antara minyak dengan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga kadar alkali bebas pada sabun akan berkurang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Wijaya,2009), kadar alkali bebas memiliki kecenderungan akan semakin menurun akibat semakin besar nya suhu reaksi dan waktu pengadukan pada proses pembuatan sabun [26]. Pada kisaran suhu tertentu , kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang [26] [27]. Kecepatan mixing memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan sabun. Hal ini dikarenakan semakin cepat pengadukan yang dilakukan maka akan menggeser kesetimbangan reaksi kekanan yang akan semakin meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan [29].
Kadar alkali merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena kadar alkali menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar alkali antara 0,03 – 0,095. Bedasarkan SNI nilai maksimum untuk kadar alkali sabun padat adalah 0,1, jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi, waktu reaksi terhadap kadar alkali sabun padat dari minyak kelapa telah sesuai dengan teori.
34
4.4 PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP KADAR AIR 4.4.1 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Kadar Air pada
Kecepatan Pengadukan 300 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu Reaksi pada kecepatan pengadukan 300 rpm terhadap kadar air sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi, Waktu Pengadukan terhadap Kadar Air
Dari gambar 4.7 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar air. Dengan semakin lama waktu pengadukan maka semakin rendah kadar air yang dihasilkan [31]. Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kandungan air menguap, air yang menguap menyebabkan sabun menjadi kering [33].
Kecepatan mixing memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan sabun. Hal ini dikarenakan semakin cepat pengadukan yang dilakukan maka akan menggeser kesetimbangan reaksi kekanan yang akan semakin meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan [29]. Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kandungan air menguap, air yang menguap menyebabkan sabun menjadi kering [32].
Kadar air mempengaruhi kekerasan sabun, sabun dengan kadar air rendah akan sukar larut dan dapat merusak kulit [33] dan Banyaknya kadar air dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Apabila kandungan air pada sabun terlalu tinggi akan menyebabkan sabun mudah menyusut dan tidak nyaman saat digunakan [34].
0,02 0,025 0,03 0,035 0,04 0,045 0,05 0,055
60 70 80
Kadar Air (%)
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
35
Kadar air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan.
Menurut standar SNI bahwa jumlah kadar air yang diperbolehkan maksimal 15%, kadar air merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena kadar alkali menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar air antara 6,12-12,10. Maka, sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi, waktu reaksi terhadap kadar air sabun padat dari minyak kelapa telah sesuai dengan teori.
4.4.2 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Kadar Air Pada Kecepatan Pengadukan 400 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu Reaksi pada kecepatan pengadukan 400 rpm terhadap kadar air sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi, Waktu Pengadukan terhadap Kadar Air
Dari gambar 4.8 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar air. Dengan semakin lama waktu pengadukan maka semakin rendah kadar air yang dihasilkan [31]. Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kandungan air menguap, air yang menguap menyebabkan sabun menjadi kering [33].
Kecepatan mixing memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan sabun. Hal ini dikarenakan semakin cepat pengadukan yang dilakukan
0,02 2,02 4,02 6,02 8,02 10,02 12,02 14,02
60 70 80
Kadar Air (%)
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
36
maka akan menggeser kesetimbangan reaksi kekanan yang akan semakin meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan [29]. Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kandungan air menguap, air yang menguap menyebabkan sabun menjadi kering [32].
Kadar air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan.
Menurut standar SNI bahwa jumlah kadar air yang diperbolehkan maksimal 15%, kadar air merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena kadar alkali menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar air antara 5,3-11. Maka, sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi, waktu reaksi terhadap kadar air sabun padat dari minyak kelapa telah sesuai dengan teori.
4.4.3 Pengaruh Waktu Pengadukan dan Suhu terhadap Kadar Air pada Kecepatan Pengadukan 500 rpm
Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu Reaksi pada kecepatan pengadukan 500 rpm terhadap kadar air sabun padat yang dihasilkan:
Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Suhu Reaksi, Waktu Pengadukan terhadap Kadar Air
Dari gambar 4.9 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar air. Dengan semakin lama waktu pengadukan maka
0,02 1,02 2,02 3,02 4,02 5,02 6,02 7,02 8,02 9,02 10,02
60 70 80
Kadar Air (%)
Suhu (ºC)
45 Menit 60 Menit 75 Menit
37
menyebabkan kandungan air menguap, air yang menguap menyebabkan sabun menjadi kering [33]. Kecepatan mixing memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan sabun. Hal ini dikarenakan semakin cepat pengadukan yang dilakukan maka akan menggeser kesetimbangan reaksi kekanan yang akan semakin meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan [29]. Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kandungan air menguap, air yang menguap menyebabkan sabun menjadi kering [32].
Kadar air mempengaruhi kekerasan sabun, sabun dengan kadar air rendah akan sukar larut dan dapat merusak kulit [33] dan Banyaknya kadar air dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Apabila kandungan air pada sabun terlalu tinggi akan menyebabkan sabun mudah menyusut dan tidak nyaman saat digunakan [34].
Kadar air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan.
Menurut standar SNI bahwa jumlah kadar air yang diperbolehkan maksimal 15%, kadar air merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan mutu sabun padat, karena kadar alkali menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun padat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar air antara 4,53-9,37. Maka, sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.
Bedasarkan grafik hasil penilitian pengaruh suhu reaksi, waktu reaksi terhadap kadar air sabun padat dari minyak kelapa telah sesuai dengan teori.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :
Kondisi operasi terbaik yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada :
Suhu 70 oC
waktu reaksi 60 menit
kecepatan pengadukan 400 rpm Nilai yang di peroleh :
pH 9,4
kadar alkali 0,073
kadar air 9,8
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukanadalah:
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memodifikasi bahan baku dan bahan tambahan dengan menggunakan kondisi operasi terbaik dari penelitian ini.
2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan mebuat jenis sabun padat lainnya seperti sabun transparan.