• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB 2 MELALUI PROSES IN-SITU COLD ROLLING DENGAN JENIS PERLAKUAN SELUBUNG SS 316L DAN REDUKSI UKURAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB 2 MELALUI PROSES IN-SITU COLD ROLLING DENGAN JENIS PERLAKUAN SELUBUNG SS 316L DAN REDUKSI UKURAN SKRIPSI"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB

2

MELALUI PROSES IN-SITU COLD ROLLING DENGAN JENIS

PERLAKUAN SELUBUNG SS 316L DAN REDUKSI UKURAN

SKRIPSI

DEWI FERONIKA TINAMBUNAN 170801069

PROGRAM STUDI FISIKA S-1

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

PEMBUATAN KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB

2

MELALUI PROSES IN-SITU COLD ROLLING DENGAN JENIS

PERLAKUAN SELUBUNG SS 316L DAN REDUKSI UKURAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DEWI FERONIKA TINAMBUNAN 170801069

PROGRAM STUDI FISIKA S-1

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB

2

MELALUI PROSES IN-SITU COLD ROLLING DENGAN JENIS

PERLAKUAN SELUBUNG SS 316L DAN REDUKSI UKURAN

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

.

Medan, September 2021

Dewi Feronika Tinambunan 170801069

(4)
(5)
(6)

PEMBUATAN KAWAT SUPERKONDUKTOR MgB

2

MELALUI PROSES IN-SITU COLD ROLLING DENGAN JENIS

PERLAKUAN SELUBUNG SS 316L DAN REDUKSI UKURAN

ABSTRAK

Magnesium Diborida (MgB2) adalah material superkonduktor berpotensi tinggi yang memiliki efisiensi tinggi karena mampu memiliki hambatan nol. Bahan baku berupa serbuk Mg dengan kemurnian 98 % dan Bamorphous dengan kemurnian 95

%, melalui rasio 1:2 ditimbang sesuai perhitungan stoikiometri. Pada selubung SS 316L diberi perlakuan annealing dan non annealing pada suhu 900 °C. Kemudian Bahan-bahan digerus selama 2 jam menggunakan mortar agate kemudian dimasukkan kedalam tabung stainless steel tipe 316L dan dilakukan kompaksi secara Powder In Tube (PIT), selanjutnya dilakukan proses sintering menggunakan muffle furnace dengan temperatur 800 °C selama 1 jam. Sampel dikarakterisasi dengan menggunakan alat XRD, SEM-EDS, Cryogenic Magnet, dan kekuatam mekanik (Hardness & Stress-Strain). Hasil identifikasi fasa melalui XRD menunjukkan fasa MgB2, MgO dan Fe. Dan crystallite size yang lebih besar pada kawat superkonduktor MgB2 yang diberi perlakuan non annealing dan 30 % reduksi yaitu 370 Å dan yang paling kecil yang diberi perlakuan annealing dan 40 % reduksi yaitu 332 Å. Hasil uji SEM-EDS memperlihatkan morfologi permukaan berbentuk aglomerasi partikel pada morfologi sampel. Dari pengujian cryogenic magnet memiliki sifat superkonduktivitas. Pada kawat MgB2 yang diberi perlakuan dengan annealing dan 40 % reduksi didapat Tconset sebesar 39,25 K dan Tczero sebesar 35,16 K. Dengan annealing dan 30 % reduksi didapat Tconset sebesar 39,25 K dan tidak ada Tczero. Dengan non annealing dan 40 % reduksi didapat Tconset sebesar 39,02 K dan tidak ada Tczero. Dengan non annealing dan 30 % reduksi didapat Tconset sebesar 39,44 K dan Tczero sebesar 33,40 K. Berdasarkan hasil uji mekanik pada uji kekerasan nilai kekerasan yang lebih tinggi adalah pada sampel kawat MgB2 yang diberi perlakuan annealing dan 40 % reduksi yaitu 373 HV dan yang lebih rendah adalah yang diberi perlakuan non annealing dan 30 % reduksi yaitu 345,1 HV. Dan hasil pengujian uji tarik menunjukkan nilai kekuatan tarik yang lebih besar adalah pada kawat yang diberi perlakuan non annealing dan 40 % reduksi dan yang lebih kecil pada kawat yang diberi perlakuan annealing dan 30 % reduksi.

Kata Kunci : Kawat Superkonduktor, Magnesium Diboride, In-Situ Cold Rolling,

Powder In Tube (PIT)

(7)

MANUFACTURING OF MgB

2

SUPERCONDUCTOR WIRE THROUGH IN-SITU COLD ROLLING PROCESS WITH SS 316L

TYPE OF SHEETING TREATMENT AND SIZE REDUCTION

ABSTRACT

Magnesium Diboride (MgB2) is a high-potential superconducting material that has high efficiency due to its ability to have zero resistance. Raw materials in the form of Mg powder with a purity of 98 % and Bamorphous with a purity of 95 %, through a ratio of 1:2 were weighed according to stoichiometric calculations. The SS 316L sheath was treated with annealing and non-annealing at a temperature of 900

°C. Then the materials were ground for 2 hours using an agate mortar then put into a stainless steel tube of type 316L and compacted by Powder In Tube (PIT), then the sintering process was carried out using a muffle furnace at a temperature of 800 °C for 1 hour. Samples were characterized using XRD, SEM-EDS, Cryogenic Magnet, and mechanical strength (Hardness & Stress-Strain) tools. The results of phase identification through XRD showed the MgB2, MgO and Fe phases. And the larger crystallite size in the MgB2 superconducting wire which was treated with non annealing and 30 % reduction was 370 Å and the smallest was given annealing treatment and 40 % reduction was 332 Å . The results of the SEM-EDS test showed that the surface morphology was in the form of agglomeration of particles in the sample morphology. From the cryogenic magnet test it has superconductivity properties. On MgB2 wire which was treated with annealing and 40 % reduction, the Tconset was 39.25 K and Tczero was 35.16 K. With annealing and 30 % reduction, the Tconset was 39.25 K and no Tczero. With non annealing and 40 % reduction, the TcOnset was 39.02 K and there was no Tczero. With non annealing and 30 % reduction, the Tconset was 39.44 K and Tczero was 33.40 K. Based on the results of the mechanical test on the hardness test, the higher hardness value was in the MgB2 wire sample which was treated with annealing and 40 % reduction was 373 HV. and the lower one was treated with non annealing and 30 % reduction, namely 345.1 HV. And the results of the tensile test show that the higher tensile strength value is on the wire which is treated with non annealing and 40 % reduction and the smaller one is on the wire which is treated with annealing and 30 % reduction

Keywords : Superconducting Wire, Magnesium Diboride, In-Situ Cold Rolling, Powder In Tube (PIT)

(8)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skiripsi ini dengan judul “Pembuatan Kawat Superkonduktor MgB2 Melalui Proses In-Situ Cold Rolling Dengan Jenis Perlakuan Selubung SS 316L Dan Reduksi Ukuran”

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

 Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

 Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumaterea Utara

 Alm. Prof. Dr. Kerista Sebayang, MS selaku pembimbing I terdahulu yang telah sempat bersedia membimbing, meluangkan waktu, serta memberikan arahannya kepada penulis

 Dr. Perdinan Sinuhaji, MS selaku Ketua jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembimbing I yang telah bersedia membimbing, meluangkan waktu serta memberikan arahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat diseselesaikan dengan baik dan tepat waktu

 Edy Priyanto Utomo, M.Si selaku pembimbing II dari LIPI yang telah bersedia membimbing, meluangkan waktu serta memberikan arahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu

 Satrio Herbirowo, S.T., M.T selaku pembimbing lapangan yang telah bersedia membimbing dan meluangkan banyak waktu dan tenaga serta memberikan arahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu

 Dr. Agung Imaddudin, M.Eng. selaku ketua Tim Superkonduktor yang telah banyak memberikan arahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

 Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc., dan Dr. Muhammad Sontang Sihotang, S.Si., M.Si selaku penguji yang telah banyak memberikan saran dalam penulisan skripsi ini

 Seluruh pihak Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI yang telah banyak membantu dalam penelitian ini

 Seluruh dosen dan staff jurusan Fisika FMIPA USU yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada penulis

 Teristimewa penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada orangtua terkasih Bapak Hotasi Tinambunan dan Umak Redima Padang serta ito Haposan, Leonardo, Darto, Eda Chyka, Lamtiur, Ana, Ka Sariani, Tiodora, Bena Derta, Flora, Akkang Aster, Donion, Landong, Tumbur, adek Reka yang tiada hentinya memberikan doa, kasih sayang yang tulus, motivasi dan semangat serta bantuan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah serta tugas akhir ini dengan tepat waktu

 Kepada teman seperjuangan Nada, Mitha, Angel, Lismita, Ningsih penulis mengucapkan terima kasih untuk semua kisah yang terukir hingga saat ini

(9)

 Kepada teman girls squad Jusnartik, Mitra, Laurencia, Leyoni, Hardianti, Mayta penulis mengucapkan terima kasih untuk semua kisah yang terukir selama perkuliahan

 Kepada teman seperjuangan serta tim dalam penelitian ini Alex yang telah memberikan kerja sama yang baik, dan juga teman-teman di P2MM Maria, Rizky, Tasya, Hanin, Ridwan, Ismail yang telah menemani selama penelitian

 Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar Laboratorium Fisika Inti, Physics Infinity, Ikatan Mahasiswa Fisika USU, Ikatan Mahasiswa Humbang Hasundutan USU, dan Parlilitan Changemakers untuk semua kisah yang terukir hingga saat ini

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis megharapkan saran dan masukan yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.

Medan, September 2021

Dewi Feronika Tinambunan

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

PERSETUJUAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya 6

2.2 Kerangka Berpikir 8

2.3 Hipotesis Penelitian 9

2.4 Pertanyaan Penelitian 10

2.5 Pengertian Superkonduktor 10

2.6 Perkembangan Superkonduktor 11

2.7 Suhu Kritis (Tc) 13

2.8 Efek Meissner 14

2.9 Tipe-Tipe Superkonduktor 15

2.9.1 Superkonduktor tipe I 15 2.9.2 Superkonduktor tipe II 15

2.10 Kelompok Superkonduktor 15

2.10.1 Superkonduktor bersuhu kritis rendah (LTS) 15 2.10.2 Superkonduktor bersuhu kritis tinggi (HTS) 16

2.11 Sifat Kelistrikan Superkonduktor 16

2.12 Magnesium Diboride (MgB2) 16

2.13 Powder In Tube (PIT) 18

2.14 Perlakuan Panas (Heat Treatment) 18

2.15 Penekanan (Pressing) 19

2.16 Pengerolan (Rolling) 19

2.17 Karakterisasi Pada Kawat Superkonduktor 20

(11)

2.17.1 Cryogenic resistance measurement 21

2.17.2 X-Ray Diffraction (XRD) 22

2.17.3 Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-ray

Spectroscopy (SEM-EDS) 24

2.17.4 Pengujian Sifat Mekanik 25

2.17.4.1 Uji kekerasan 25

2.17.4.2 Uji tarik 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian 27

3.1.1 Tempat penelitian 27

3.1.2 Waktu penelitian 27

3.2 Alat Dan Bahan Penelitian 27

3.2.1 Alat dan fungsi 27

3.2.2 Bahan penelitian 29

3.3 Prosedur Penelitian 30

3.3.1 Persiapan tube 31

3.3.2 Proses annealing 31

3.3.3 Penimbangan bahan 32

3.3.4 Penggerusan 33

3.3.5 Proses kompaksi dengan metode Powder in Tube (PIT) 34

3.3.6 Proses sintering 34

3.3.7 Proses pengerolan 35

3.3.8 Karakterisasi Sampel 36

3.3.8.1 Uji cryogenic 36

3.3.8.2 Uji X-Ray Diffraction (XRD) 37 3.3.8.3 Uji Scanning Electon Microscopy-Energy Dispersive

X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS) 38 3.3.8.4 Uji mekanik 39

3.3.8.4.1 Uji kekerasan 39 3.3.8.4.2 Uji tarik 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Thermogravimetric Analysis (TGA) 43 4.2 Hasil Analisis Sifat Sifat Superkonduktor 43 4.2.1 Sampel MgB2 dengan annealing dan 40 % reduksi 44 4.2.2 Sampel MgB2 dengan annealing dan 30 % reduksi 45 4.2.3 Sampel MgB2 dengan non annealing dan 40 % reduksi 46 4.2.4 Sampel MgB2 dengan non annealing dan 30 % reduksi 47

4.3 Hasil Analisis Senyawa Dan Fasa 49

4.3.1 Sampel MgB2 dengan annealing dan 40 % reduksi 49 4.3.2 Sampel MgB2 dengan annealing dan 30 % reduksi 51 4.3.3 Sampel MgB2 dengan non annealing dan 40 % reduksi 52 4.3.4 Sampel MgB2 dengan non annealing dan 30 % reduksi 55 4.4 Hasil Analisis Mikrostruktur Sampel MgB2 Dengan Menggunakan

SEM-EDS 57

4.4.1 Sampel MgB2 dengan annealing dan 40 % reduksi 57

(12)

4.4.3 Sampel MgB2 dengan non annealing dan 40 % reduksi 59 4.4.4 Sampel MgB2 dengan non annealing dan 30 % reduksi 61

4.6 Hasil Analisis Mekanik 65

4.6.1 Analisis uji kekerasan (Hardness Vickers) 65

4.6.2 Analisis uji tarik 66

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 67

5.2 Saran 68

DAFTAR PUSTAKA 69

LAMPIRAN 72

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1 Perbandingan penelitian sebelumnya dan penelitian sekarang 7

3.1 Komposisi Mg dan B 32

4.1 Kode sampel 42

4.2 Data temperatur kritis pada masing-masing sampel 50 4.3 Perbandingan crystallite size sampel kawat superkonduktor

MgB2 dengan annealing dan non annealing dan variasi reduksi 58 4.4 Hasil SEM-EDS pada masing-masing sampel 64 4.5 Data pengujian Hardness Vickerss (HV) 65

4.6 Data uji tarik 66

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1 Kerangka berfikir secara skematik 9

2.2 Grafik hubungan suhu dan resistivitas pada logam dan

superkonduktor 11

2.3 Perkembangan superkonduktor konvensional terhadap

temperatur 13

2.4 Grafik hubungan resistivitas terhadap temperatur bahan

superkonduktor 13

2.5 (a) Efek Meissner dan (b) Material superkonduktor dapat

melayangkan magnet diatasnya 14

2.6 Struktur kristal MgB2 17

2.7 Diagram fasa MgB2 18

2.8 (a) Tahap awal sintering dan (b) Tahap akhir sintering 19

2.9 Rolling 20

2.10 Skema pengukuran resitivitas metode Four-Point Probe 21

2.11 Skema difraksi sinar-X 23

2.12 Skema pengujian SEM 25

2.13 Kurva tegangan regangan 26

3.1 Diagram alir percobaan 30

3.2 (a) Pengukuran tube, (b) Proses pemotongan tube dan

(c) Tube yang sudah dipotong 31

3.3 (a) Tube yang diletakkan kewadah dan ditambah arang karbon, (b) Tube yang akan di annealing dan (c) Tube yang

sudah di annealing 32

3.4 Proses penimbangan bahan 33

3.5 (a) Serbuk Magnesium (Mg), (b) Serbuk Boronamorphous dan

(c) Proses penggerusan 33

3.6 (a) Tahap awal kompaksi tube dan (b) Tahap akhir kompaksi

Tube 34

3.7 Diagram prose sintering T=800 °C 35

3.8 Proses rolling 35

3.9 (a) Proses mounting, (b) Proses grinding dan (c) Proses

polishing 36

3.10 Alat uji cryogenic P2MM LIPI (a) Crogenic magnet; (b) Compressor gas helium; (c) Circulation pump dan (d)

Temperature and magnet controller 37

3.11 Seperangkat alat uji X-Ray Diffraction (XRD) PHILLIPS

Panalytical Empyean PW 1710 P2F LIPI 38

3.12 Alat uji Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive

X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS) 39

(15)

3.13 Proses uji hardness testing machine P2MM LIPI 39 3.14 Alat uji tarik test machine UPM 1000 B2TKS-BPPT 40

4.1 (a) Sampel sebelum dilakuan proses sintering dan sebelum rolling

dan (b) Sampel setelah dilakukan proses sintering dan di rolling 41

4.2 Hasil uji TGA 43

4.3 Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur pada sampel

kawat superkonduktor MgB2 dengan annealing dan 40 % reduksi 44 4.4 Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur pada sampel

kawat superkonduktor MgB2 dengan annealing dan 30 % reduksi 45 4.5 Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur pada sampel

Kawat superkonduktor MgB2 dengan non annealing dan 40 %

Reduksi 46

4.6 Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur pada sampel kawat superkonduktor MgB2 dengan non annealing dan 30 %

Reduksi 47

4.7 4.8

Grafik gabungan hubungan antara resistivitas terhadap temperatur pada masing-masing sampel

Pola XRD sampel kawat superkonduktor MgB2 dengan annealing dan 40 % reduksi

48 50 4.9 Pola XRD sampel kawat superkonduktor MgB2 dengan annealing

dan 30 % reduksi 51

4.10 4.11

Pola XRD sampel kawat superkonduktor MgB2 dengan non nnealing dan 40 % reduksi

Pola XRD sampel kawat superkonduktor MgB2 dengan annealing dan 30 % reduksi

52 54 4.12

4.13

Gabungan pola difraksi hasil pengujian XRD pada kawat

superkonduktor MgB2 dengan annealing, non annealing dan variasi reduksi

Hasil uji SEM sampel MgB2 dengan annealing dan 40 % reduksi (a) Perbesaran 20 kali ; (b) Perbesaran 50 kali; (c) Perbesaran 10.000 kali

55

57 4.14

4.15 4.16

Hasil uji SEM sampel MgB2 dengan annealing dan 30 % reduksi (a) Perbesaran 20 kali; (b) Perbesaran 50 kali; (c) Perbesaran 10.000 kali

Hasil mapping perbesaran 10.000 kali

Hasil uji SEM sampel MgB2 dengan non annealing dan 40 % reduksi (a) Perbesaran 20 kali; (b) Perbesaran 50 kali; (c) Perbesaran 10.000 kali

58 59

60 4.17

4.18

Hasil mapping perbesaran 10.000 kali

Hasil uji SEM Sampel MgB2 dengan non annealing dan 30 %

reduksi (a) Perbesaran 20 kali; (b) Perbesaran 50 kali; (c) Perbesaran 10.000 kali

61

62

4.19 Hasil mapping perbesaran 10.000 kali 63

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1 Gambar bahan dan alat penelitian 72

2 Perhitungan data pengujian 77

3 Hasil XRD highscore plus 78

4 Hasil SEM-EDS 82

5 Hasil uji cryogenic 86

6 Hasil uji mekanik 88

7 Glosarium 90

(17)

DAFTAR SINGKATAN

B = Boron

B2TKS = Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur BPPT = Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

DSMES = Distributed Superconducting Magnetic Energy Storage System

EDS = Energy Dispersive Spectroscopy FPP = Four Point Probe

FWHM = Full Witdh at Half Maximum Hc = Critical Magnetic Field

HTS = High Temperature Superconductor HV = Hardness Vickers

LTS = Low Temperature Superconductor

Mg = Magnesium

MgB2 = Magnesium Diboride

MRI = Magnetic Resonance Imaging PIT = Powder In Tube

P2F = Pusat Penelitian Fisika

P2MM = Pusat Penelitian Metalurgi dan Material RRR = Hardness Vickers

SEM = Scanning Electron Microscope SS = Stainless Steel

Tc = Critical Temperature

TGA = Thermogravimetric Analysis XRD = X-Ray Diffraction

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, kebutuhan akan tenaga listrik dalam melakukan berbagai kegiatan sehari-hari semakin meningkat dan juga perkembangan teknologi yang semakin canggih (Sofyan, 2015). Peningkatan jumlah ketersediaan energi listrik yang dilakukan melalui pengembangan dan penelitian terkait sumber energi alternatif tidaklah cukup. Selain mencari sumber energi baru untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik, hal yang penting diperhatikan adalah terkait efisiensi penggunaan dan efisiensi penyaluran energi listrik dari sumber energi ke pemakai. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan superkonduktor. Material superkonduktor merupakan salah satu material yang masih memiliki daya tarik yang sangat tinggi untuk dikembangkan. Karena superkonduktor adalah material yang memiliki hambatan listrik bernilai nol pada suhu yang sangat rendah yang disebut dengan suhu kritis (Tc), sehingga dapat menghantarkan arus listik tanpa kehilangan daya, dan mempunyai efisiensi listrik yang sangat tinggi (Nurmalita, 2013).

Secara umum salah satu karakteristik superkonduktor yang menarik dikaji berdasarkan hasil research superkonduktor yaitu sifat resistivitas suatu bahan, dimana resistivitas suatu bahan bernilai nol pada temperatur dibawah temperatur kritis (Tc). Keadaan ini diartikan bahwa superkonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik meskipun tanpa adanya sumber tegangan (Kopnin, 2006). Dalam pengaplikasiannya, superkonduktor dapat diaplikasikan dalam bentuk kawat. Kawat superkonduktor dapat dijadikan penghantar arus listrik sebagai alternatif pengganti kawat tembaga yang sampai sekarang masih banyak dipakai untuk menghantarkan arus listrik yang memiliki efisiensi tinggi (Nagamatsu, 2001).

Seiring dengan perkembangan teknologi, superkonduktor semakin banyak digunakan, misalnya dalam bidang perkeretaapian yaitu kereta api super cepat di Jepang yang dikenal dengan magnetic levitation (Maglev) yang mampu melaju dengan kecepatan sampai 600 km/jam (Wang, 2010). Selain maglev penggunaan

(19)

superkonduktor lainnya adalah kabel superkonduktor dengan pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel listrik bawah tanah yang terbuat dari tembaga (Harsojo, 1998).

Material ini juga merupakan salah satu dari perkembangan teknologi yang paling populer dikalangan peneliti karena material ini menawarkan sejumlah keunggulan ketika diaplikasikan seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), sistem penstabil listrik Distributed Superconducting Magnetic Energy Storage System (DSMES), dan transmisi listrik yang efisien berbahan kawat superkonduktor.

Penelitian tentang superkonduktivitas saat ini banyak dilakukan pada material superkonduktor dari senyawa intermatalik seperti MgB2 yang merupakan material superkonduktor baru dengan Tc 39 K dan berpotensi dengan nilai medan magnet tinggi (Nagamatsu, 2001). Hingga kini para peneliti berusaha menemukan material superkonduktor yang memiliki suhu transisi kritis sama dengan suhu ruang. Salah satu superkonduktor ini adalah MgB2 Magnesium Diboride (MgB2) adalah superkonduktor yang murah dan sederhana (Souta, 2009).

Yang membuat MgB2 sangat baik yaitu karena Tc-nya tinggi, struktur kristal sederhana, panjang koherensi besar, tinggi kepadatan dan bidang arus kritis, dan transparansi sampai saat ini bahwa MgB2 akan menjadi material yang baik untuk skala besar aplikasi dan perangkat elektronik (Buzea, 2001). Salah satu keuntungan dari pembuatan superkonduktor MgB2 dibandingkan dengan superkonduktor lain adalah fasa MgB2 terbentuk pada suhu yang lebih rendah dan konektivitas butir yang lebih tinggi, dan sifat superkonduktor yang lebih baik dapat dicapai dengan durasi perlakuan panas yang singkat (Varghese, 2007).

Untuk mendukung perkembangan kawat superkonduktor, dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan material superkonduktor MgB2 melalui proses in-situ cold rolling dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran dengan metode Powder In Tube yang cenderung murah dan tidak reaktif saat dilakukan sintesis dan manufaktur.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diselesaikan, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pembuatan kawat superkonduktor MgB2 dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran pada sifat superkonduktivitas melalui uji cryogenic

2. Bagaimana fasa yang terbentuk dan ukuran kristalit pada kawat superkonduktor MgB2 dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran melalui uji X- Ray Diffraction (XRD)

3. Bagaimana morfologi sintesis dan fabrikasi kawat superkonduktor MgB2 terhadap variasi reduksi ukuran melalui uji Scanning Electron Microscopy- Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS)

4. Bagaimana pengaruh jenis perlakuan annealing/non annealing dan reduksi ukuran terhadap kekerasan dan kuat tarik dari kawat superkonduktor MgB2 berdasarkan uji mekanik (Hardness dan Stress-Strain analysis)

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang telah ditentukan diperlukan batasan masalah dari sebuah penelitian

Adapun batasan masalah sebagai berikut:

1. Pembuatan kawat superkonduktor MgB2 dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran

2. Material superkonduktor yang digunakan adalah Mg dan B dengan rasio stoikiometri adalah 1:2

3. Sintering 800 °C dan holding time 1 jam pada kawat superkonduktor MgB2 dengan metode Powder In Tube (PIT)

4. Pengerolan sampel dua variasi reduksi, yaitu 40 % dan 30 %

5. Pengujian yang dilakukan yaitu cryogenic magnet sebagai pengamatan nilai resitivitas sampel, X-Ray Diffraction (XRD) sebagai analisis senyawa dan fasa, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Specroscopy (SEM- EDS) sebagai pengamatan struktur mikro dan Mekanik (Hardness & Stress-

(21)

Strain) sebagai analisis sifat kekerasan dan kuat tarik dari kawat superkonduktor MgB2

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Untuk menganalisis bagaimana pembuatan kawat superkonduktor MgB2 melalui proses in-situ cold rolling dengan annealing/non annealing treatment SS 316L dan variasi reduksi ukuran pada sifat superkonduktivitas melalui uji cryogenic

2. Untuk menganalisis pembentukan fasa dan ukuran kristalit pada kawat superkonduktor MgB2 melalui uji X-Ray Diffraction (XRD)

3. Untuk menganalisis morfologi sintesis dan fabrikasi kawat superkonduktor MgB2 terhadap variasi reduksi ukuran melalui uji Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Specroscopy (SEM-EDS)

4. Untuk menganalisis karakteristik mekanik kawat superkonduktor MgB2

antara lain sifat kekerasan dan kuat tarik dari kawat superkonduktor MgB2

berdasarkan uji mekanik (Hardness dan Stress-Strain)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan riset penelitian ini mampu memberikan informasi dalam pembuatan kawat superkonduktor MgB2 yang bermanfaat pada penggunaan di bidang kesehatan maupun elektrikal

2. Pemahaman teknologi baru akan efisiensi listrik tinggi dan subsitusi kawat superkonduktor

(22)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang penelitian sebelumnya, kerangka berpikir, variabel (yang sudah mencakup dimensi, indikator, item), hipotesis penelitian serta studi literature mengenai pembuatan kawat superkonduktor MgB2 melalui proses in-situ cold rolling dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran yang menjadi acuan untuk penelitian tugas akhir ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode dan proses penelitian tugas akhir yang dilakukan ataupun penjelasan pada diagram alir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang analisis dan hasil yang diperoleh pada penelitian tugas akhir beserta uraian pembahasannya

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan dan untuk menjawab tujuan dari penelitian ini serta memberikan saran untuk penelitian pembuatan kawat superkonduktor MgB2 melalui proses in-situ cold rolling dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran selanjutnya

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya

Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan acuan pada penelitian ini. Maka dalam tinjauan pustaka ini penulis mencantumkan penelitian terdahulu sebagai berikut:

1. Hasil Penelitian Erhan Hatsu, dkk. (2013)

Penelitian Erhan Hatsu, dkk., (2013) berjudul “Study of MgB2 phase formation by using XRD, SEM, thermal and magnetic measurements”. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode Powder In Tube (PIT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimal suhu untuk pembentukan MgB2.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, optimal suhu untuk pembentukan MgB2. ada pada suhu 750-900 ºC, namun untuk suhu lebih tinggi dari 900 ºC peningkatan suhu menyebabkan pembentukan Mg dengan fasa lainnya dan fasa lain bersama dengan fase MgB2.

2. Hasil Penelitian Mustafa Akdogan, dkk (2017)

Penelitian Mustafa Akdogan, dkk., (2017) berjudul “Use of amorphous boron and amorphous nano boron powder mixture in fabrication of long in-situ MgB2/Fe wires”. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode Powder In Tube (PIT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi dan kekerasan dari kawat superkonduktor.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, diameter tabung yang lebih kecil mengakibatkan ketidakberaturan permukaan MgB2 dengan selubungnya.

3. Hasil Penelitian Karaboga, dkk (2018)

Penelitian Karaboga, dkk (2018) berjudul “Mechanical properties and uniformity of Fe-MgB2 wires upon various wire drawing steps”. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode Powder In Tube (PIT). Penelitian

(24)

ini bertujuan untuk mengetahui mikrostruktur dan kuat tarik dari kawat superkonduktor MgB2.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, diameter tabung yang lebih kecil mengakibatkan ketidakberaturan permukaan MgB2 dengan selubungnya serta kekerasan dan kuat tarik semakin meningkat hingga diameter yang lebih kecil.

Tabe 2.1 Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang

No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan

1 Erhan Hatsu (2013)

Study of MgB2 phase formation by using XRD, SEM, thermal and magnetic measurements

Menggunakan metode Powder In Tube

Proses sintering

2 Mustafa Akdogan (2017)

Use of amorphous boron and amorphous nano boron powder mixture in fabrication of long in-situ MgB2/Fe wires

Menggunakan metode Powder In Tube

Rolling Kawat

3 Karaboga (2018)

Mechanical properties and uniformity of Fe-MgB2 wires upon various wire drawing steps

Menggunakan metode Powder In Tube

Kuat tarik dan kekerasan dari kawat

Dari ketiga penelitian tersebut dapat diketahui persamaan dan perbedaannya pada penelitian yang dilakukan sekarang dimana persamaannya sama sam menggunakan metode Powder In Tube (PIT), dan perbedaannya dengan penelitian Erhan Hatsu adalah pada proses sintering, dimana pada peningkatan suhu menyebabkan pembentukan Mg dengan fasa lainnya dan fasa lain bersama dengan fasa MgB2. Dan penelitian Akdogan adalah pada rolling kawat dimana diameter tabung yang lebih kecil mengakibatkan ketidakberaturan permukaan MgB2 dengan selubungnya. Dan pada penelitian Karaboga pada kuat tarik dan kekerasan kawat dimana diameter tabung yang lebih kecil mengakibatkan ketidakberaturan permukaan MgB2 dengan selubungnya. Serta kekerasan dan kuat tarik semakin meningkat hingga diameter lebih kecil.

(25)

Sedangkan untuk penelitian yang sekarang dilakukan adalah untuk menganalisis bagaimana pembuatan kawat superkonduktor MgB2 melalui proses in- situ cold rolling dengan annealing/non annealing treatment SS 316L dan variasi reduksi ukuran pada sifat superkonduktivitas melalui uji cryogenic. Untuk menganalisis pembentukan fasa dan ukuran kristalit pada kawat superkonduktor MgB2 melalui uji X-Ray Diffraction (XRD). Untuk menganalisis morfologi sintesis dan fabrikasi kawat superkonduktor MgB2 terhadap variasi reduksi ukuran melalui uji Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Specroscopy (SEM- EDS). Untuk menganalisis karakteristik mekanik kawat superkonduktor MgB2 antara lain sifat kekerasan dan kuat tarik dari kawat superkonduktor MgB2 berdasarkan uji Mekanik (Hardness dan Stress-Strain). Dan kelebihan penelitian sekarang adalah proses rolling kawat dengan diameter yang lebih kecil dan jenis perlakuan selubung SS 316L dimana ada proses annealing dan non annealing pada selubung SS 316L sebelum bahan dimasukkan kedalam selubung SS 316L tersebut.

2.2 Kerangka Berpikir

Superkonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik meskipun tanpa adanya sumber tegangan (Kopnin, 2006). Dalam pengaplikasiannya, superkonduktor dapat diaplikasikan dalam bentuk kawat. Kawat superkonduktor dapat dijadikan penghantar arus listrik sebagai alternatif pengganti kawat tembaga yang sampai sekarang masih banyak dipakai untuk menghantarkan arus listrik yang memiliki efisiensi tinggi (Nagamatsu, 2001). Untuk mendukung perkembangan kawat superkonduktor, dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan material superkonduktor MgB2 melalui proses in situ cold roling dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran dengan metode Powder In Tube yang cenderung murah dan tidak reaktif saat dilakukan sintesis dan manufaktur.

(26)

Intervenig Jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran

Variabel Masalah

Bagaimana proses pembuatan kawat superkonduktor MgB2 dengan jenis perlakuan

selubung SS 316L dan reduksi ukuran

Dependen Kawat suerkonduktor

Moderator Proses in-situ

cold rolling Independen

Jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran

Variabel kontrol Pembuatan kawat superkonduktor MgB2

Hipotesis

Konsep

Teori

Yang akan membahas tentang pembuatan kawat superkonduktor MgB2 melalui proses

in-situ cold rolling dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran

Adanya pengaruh jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran Superkonduktor adalah material

dengan ketahan nol pada temperatur yang sangat rendah sehingga dapat menghantarkan arus tanpa sumber tegangan.

Gambar 2.1 Kerangka berfikir secara skematik

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran diatas dapat diambil hipotesis yaitu adanya pengaruh jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran dimana dilakukan proses annealing dan non annealing dan reduksi ukuran.

Dan adanya pengaruh jenis perlakuan selubung tersebut terhadap kekerasan dan kuat tarik dari kawat superkonduktor MgB2 berdasarkan uji mekanik (Hardness dan Stress-Strain analysis), juga mengetahui bagaimana morfologi dari kawat superkonduktor MgB2 serta bagaimana fasa yang terbentuk dan ukuran kristalit pada kawat superkonduktor MgB2.

(27)

2.4 Pertanyaan Penelitian

Untuk lebih memudahkan dalam penelitian ini maka dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan dalan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembuatan kawat superkonduktor MgB2 dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran pada sifat superkonduktivitas melalui uji cryogenic

2. Bagaimana fasa yang terbentuk dan ukuran kristalit pada kawat superkonduktor MgB2 dengan jenis perlakuan selubung SS 316L dan reduksi ukuran melalui uji X- Ray Diffraction (XRD)

3. Bagaimana morfologi sintesis dan fabrikasi kawat superkonduktor MgB2 terhadap variasi reduksi ukuran melalui uji Scanning Electron Microscopy- Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS)

4. Bagaimana pengaruh jenis perlakuan annealing/non annealing dan reduksi ukuran terhadap kekerasan dan kuat tarik dari kawat superkonduktor MgB2 berdasarkan uji mekanik (Hardness dan Stress-Strain analysis)

2.5 Pengertian Superkonduktor

Superkonduktor adalah material dengan ketahanan nol pada temperatur yang sangat rendah, sehingga dapat menghantarkan arus bahkan tanpa sumber tegangan.

Dengan tidak adanya hambatan, arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Suhu di mana resistansinya atau hambatan nol disebut suhu kritis (Tc). Karakteristik material superkonduktor adalah medan magnet pada superkonduktor bernilai nol dan mengalami efek meissner. Jika resistivitas material berada di bawah suhu kritisnya, resistivitasnya nol. Resistivitas suatu bahan bernilai nol jika dibawah suhu kritisnya.

Hubungan temperatur dan resistivitas untuk superkonduktor dan logam ditunjukkan seperti pada Gambar 2.2 (Callister, 2007).

(28)

Gambar 2.2 Grafik hubungan suhu dan resistivitas pada logam dan superkonduktor (Callister, 2007)

Resistivitas pada logam mengalami penurunan yang linear jika didinginkan hingga mendekati suhu mutlak, sedangkan resistivitas pada superkonduktor juga mengalami penurunan, namun pada suhu mendekati suhu mutlak terjadi penurunan resistivitas yang drastis hingga bernilai nol (Akmal, 2017).

2.6 Perkembangan Superkonduktor

Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh fisikawan Belanda Heike Kamerlingh Onnes pada tahun 1911. (Qureshi, 2010) Pada tanggal 10 Juli 1908, Onnes mencairkan helium dengan cara mendinginkannya hingga suhu 4 K atau – 269

°C. Kemudian pada tahun 1911, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada saat itu diketahui bahwa hambatan dari suatu logam akan menurun ketika didinginkan di bawah suhu ruang (Suprihatin, 2017). Pada saat itu diketahui bahwa hambatan dari suatu logam akan menurun ketika didinginkan dibawah suhu ruang, tetapi belum ada yang dapat mengetahui berapa batas bawah hambatan yang dicapai ketika temperatur logam mendekati 0 K atau nol mutlak. Beberapa ilmuwan lainnya, William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak.

Sedangkan ilmuwan yang lain termasuk Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan menghilang pada suhu mencapai nol mutlak. Untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi, kemudian Onnes mengalirkan arus pada kawat merkuri yang

(29)

sangat murni dan sambil menurunkan suhunya Onnes mengukur hambatannya.

Ketika pada suhu 4,2 K, Onnes melihat hambatannya tiba-tiba menjadi hilang tetapi arusnya mengalir melalui kawat merkuri terus-menerus. Pada keadaan tidak adanya hambatan, maka arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi sedikit pun. Onnes dengan percobaannya yaitu mengalirkan arus pada suatu kumparan superkonduktor dalam suatu rangkaian tertutup dan kemudian sumber arusnya dicabut. Satu tahun kemudian, Onnes mengukur arusnya ternyata arus masih tetap mengalir. Kemudian oleh Onnes fenomena ini diberi nama superkondutivitas. Atas penemuannya itu, Onnes dianugerahi Nobel Fisika pada tahun 1913 (Ismunandar, 2002).

Superkonduktor kini telah banyak digunakan dalam berbagai bidang.

Penggunaan superkonduktor dibidang transportasi memanfaatkan efek Meissner yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor. Hal ini diterapkan pada kereta api super cepat di jepang yang diberi nama The Yamanashi MLX01 Maglev train. Kereta api ini melayang diatas magnet superkonduktor. Dengan melayang, maka gesekan antara roda dengan rel dapat dihilangkan dan aibatnya kereta dapat berjalan dengan sangat cepat sekitar 550 km/jam. Di dalam bidang kedokteran, bahan - bahan yang bersifat superkonduktor dipakai pada peralatan MRI (Magnetik Resonance Imager) untuk mendeteksi sistem tubuh manusia. Penggunaan bahan superkonduktor dapat menyebabkan ukuran peralatan semakin kecil, seperti penggunaan komputer dimana kerangka utama dapat dikecilkan hingga ukuran tas tangan. Bahan–bahan superkonduktor kemungkinan akan meanggantikan pemakaian dan penggunaan bahan- bahan konduktor listrik biasa dan ia akan menjadi bahan yang paling penting di masa depan (Susanti, 2010). Perkembangan material superkonduktor logam dan paduannya dari tahun ke tahun ditunjukkan pada Gambar 2.3.

(30)

Gambar 2.3 Perkembangan superkonduktor logam dan paduannya terhadap temperatur kritis (Yudanto et al., 2015)

2.7 Suhu Kritis (Tc)

Pada suhu rendah bahan superkonduktor memiliki resitivitas sama dengan nol.

Pada suhu tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol. Suhu dimana resitivitas material turun drastis menjadi nol ini disebut dengan suhu kritis (TC) (Pikatan, 1989). Temperatur kritis superkonduktor dikenal dengan Tconset dan Tczero yang ditunjukkan pada gambar 2.4. Tconset merupakan temperatur kritis awal superkonduktor yaitu temperatur ketika mulai terjadinya penurunan resistivitas dengan tajam. Sedangkan Tczero merupakan temperatur kritis akhir superkonduktor yaitu temperatur ketika resistivitas mulai bernilai nol.

Gambar 2.4 Grafik hubungan resistivitas terhadap temperatur bahan superkonduktor (Pikatan, 1989)

(31)

2.8 Efek Meissner

Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld menemukan bahwa suatu superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila suatu konduktor digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut. Akan tetapi, dalam superkonduktor arus yang dihasilkan tepat berlawanan dengan medan tersebut sehingga medan tersebut tidak dapat menembus material superkonduktor tersebut. Hal ini akan menyebabkan magnet tersebut ditolak. Fenomena ini dikenal dengan istilah diamagnetisme dan kemudian dikenal dengan efek Meissner. Apabila efek Meissner ini sangat kuat maka sebuah magnet dapat melayang karena ditolak oleh superkonduktor. Tetapi medan magnet ini juga tidak boleh terlalu besar. Karena apabila medan magnetnya terlalu besar, maka efek meissner akan hilang dan material akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya (Windartun, 2010).

Jika material non superkonduktor diletakkan di atas suatu medan magnet, maka fluks magnet akan menerobos ke dalam material, sehingga terjadi induksi magnet di dalam material. Sebaliknya, jika material superkonduktor yang berada di bawah suhu kritisnya dikenai medan magnet, maka superkonduktor akan menolak fluks magnet yang mengenainya. Perbedaan dan persamaan antara konduktor yang baik dengan superkonduktor adalah dalam hal resistivitas (ρ) dan efek Meissner.

Persamaannya adalah bahwa kedua kelompok material ini memiliki resistivitas nol (ρ

= 0), sehingga nilai hambatan (R) listriknya pun nol. Perbedaannya adalah bahwa konduktor yang unggul tidak memiliki efek Meissner, sedangkan superkonduktor memiliki efek Meissner (Wang, 2013).

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Efek Meissner (b) Material superkonduktor dapat melayangkan magnet diatasnya (Wang, 2013)

(32)

2.9 Tipe-Tipe Superkonduktor

Tipe–tipe Superkonduktor berdasarkan medan magnet kritis, superkonduktor dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu superkonduktor tipe I dan superkonduktor tipe II.

2.9.1 Superkonduktor Tipe I

Superkonduktor tipe I hanya mempunyai satu harga medan kritis Hc. Jika medan magnet luar H yang dikenakan pada superkonduktor berharga H < Hc, maka terjadi Efek Meissner sempurna dan jika H > Hc, maka fluks magnet luar akan menerobos masuk ke dalam bahan superkonduktor sehingga fenomena superkonduktivitas menghilang (Buckel, 2004).

2.9.2 Superkonduktor Tipe II

Superkonduktor tipe II mempunyai dua harga medan kritis, yaitu Hc1 atau medan kritis rendah dan Hc2 atau medan kritis tinggi. Superkonduktor tipe II akan bersifat sama dengan superkonduktor tipe I ketika medan magnet luar berharga H <

Hc1. Jika medan magnet luar berharga antara Hc1 dan Hc2, maka sebagian fluks magnet akan menerobos ke dalam bahan superkonduktor, sehingga superkonduktor dikatakan berada dalam keadaan campuran (mixed state). Selanjutnya, bahan akan kehilangan sifat superkonduktifnya ketika medan magnet luar berharga H > Hc2

(Buckel, 2004).

2.10 Kelompok Superkonduktor

Berdasarkan nilai suhu kritisnya, superkonduktor dibagi menjadi dua, yaitu:

2.10.1 Superkonduktor bersuhu kritis rendah (LTS)

Superkonduktor bersuhu kritis rendah memiliki suhu kritis di bawah suhu nitrogen cair (23 K) sehingga untuk pendinginannya menggunakan helium cair (Akmal, 2017).

2.10.2 Superkonduktor bersuhu kritis tinggi (HTS)

Superkonduktor temperatur tinggi adalah superkonduktor yang mempunyai temperatur kritis diatas temperatur hidrogen cair (77 K), sehingga untuk

(33)

menimbulkan superkonduktivitasnya, material tersebut harus menggunakan nitrogen cair sebagai pendingin. Hampir seluruh superkonduktor temperatur tinggi adalah senyawa cuprate (Siregar, 2017).

2.11 Sifat Kelistrikan Superkonduktor

Bahan logam tersusun dari kisi-kisi dan basis serta elektron bebas. Ketika medan listrik diberikan pada bahan, elektron akan mendapat percepatan. Medan listrik akan menghamburkan elektron ke segala arah dan menumbuk atom-atom pada kisi. Hal ini menyebabkan adanya hambatan listrik pada logam konduktor.

Pada superkonduktor elektron membentuk pasangan Cooper (Cooper pair) dalam satu keadaan kuantum pada tingkat energi terendah. Proses ini dikenal sebagai Kondensasi Bose-Einstein. Aliran Cooper pair ini bergerak sebagai satu entitas.

Untuk mengeluarkan satu Cooper pair dari aliran ini, elektron harus didorong ke energy quantum state yang lebih tinggi. Sementara, tabrakan dengan ion logam tidak melibatkan cukup energi untuk melakukannya. Oleh karena itu, arus listrik dapat mengalir tanpa kehilangan energi (Nurzaman, 2012).

2.12 Magnesium Diboride (MgB2)

Magnesium Diboride (MgB2) ditemukan oleh Akimitsu Jun dan timnya pada tahun 2001 meskipun MgB2 dikenal sejak tahun 1950. MgB2 adalah senyawa yang memiliki suhu kritis 39 K (Wang, 2012). Menurut Nagamatsu, dkk., MgB2 adalah senyawa sederhana yang terdiri dari dua unsur logam yang mempunyai perilaku superkonduktor, sehingga membuat para peneliti tertarik untuk mengembangkan material superkonduktor paduan logam tersebut. Selain mempunyai suhu kritis ~39 K (diatas helium cair), MgB2 mempunyai rapat arus kritis yang tinggi, yaitu sebesar 106-107 A/cm2 dan medan magnet 0 pada suhu rendah (Nagamatsu, 2001).

Ikatan antara MgB2 merupakan ikatan campuran antara atom Mg dan B yang berikatan secara ionik, antar atom B yang berikatan secara kovalen dan antar atom Mg yang berikatan logam. Superkonduktor MgB2 akan menjadi material yang mempunyai kualitas tinggi dalam aplikasi tingkat besar dan alat-alat elektronik dikarenakan suhu kritisnya yang tinggi (Tc), rapat arus kritis yang tinggi (Jc),

(34)

struktur kritalnya yang sederhana, dan besarnya medan magnet kritis tinggi Hc2

(Larbalestier, 2001).

Gambar 2.6 Struktur kristal MgB2 (Christina, 2001)

Bila dibandingkan dengan superkonduktor temperatur rendah (LTS) dan superkonduktor oksida tembaga temperatur tinggi (HTS), karakteristik MgB2 memiliki temperatur kritis lebih tinggi dari pada temperatur rendah (LTS). Atom boron membentuk grafit seperti sarang lebah dan atom Mg terletak pada poros segienam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim S., et al., 2008 mengungkapkan perbedaan yang siginifikan dalam temperatur penguraian fasa magnesium diboride dibandingkan dengan temperatur pada literatur.

Penguraian fasa MgB2, MgB4 dan MgB7 yang awalnya diperkirakan masing-masing berada pada temperatur 1550 °C, 1830 °C dan 2150 °C. Untuk reaksi penguraian fasa boride: 2MgB2 ⇒MgB4+ Mg (g) dan 7MgB4 ⇒ 4MgB7 + 3 Mg(g), batas tertinggi dan terendah untuk temperatur penguraian pada literatur untuk MgB2

sebesar 850 °C ≤ Tdecomp (MgB2) ≤ 1550 °C dan untuk MgB4 sebesar 1020 °C ≤ Tdecomp (MgB4) ≤ 1827 °C. Sehingga menurut hasil penelitian memperkirakan temperatur penguraian MgB2 sebesar 1174 °C, MgB4 sebesar 1273 °C dan MgB7

sebesar 2509 °C, dapat dilihat pada gambar 2.7 (Kim S, et al., 2008).

(35)

Gambar 2.7 Diagram Fasa MgB2 (Kim S., et al., 2008)

2.13 Powder In Tube (PIT)

Powder In Tube (PIT) merupakan suatu metode untuk membuat superkonduktor jenis kawat dengan memasukkan serbuk superkonduktor ke dalam tabung logam kemudian ditarik. Ada dua cara yang dapat dilakukan pada PIT yaitu secara in-situ dan ex-situ. Secara in-situ MgB2 dibentuk dengan mencampur dan mereaksikan Mg+2B didalam tabung, sedangkan ex-situ mereaksikan Mg+2B diluar kemudian hasil reaksi yang berbentuk serbuk dimasukkan ke dalam tabung.

Proses PIT merupakan proses yang menjanjikan dan sering dipakai untuk membuat MgB2 (Braccini et al, 2007). Keuntungan dari metode PIT ini adalah pemanasan dapat dilakukan pada kondisi atmosferik tanpa pengondisian dengan menggunakan gas inert serta tidak perlu divakumkan. Metode ini murah dan sederhana jika dibandingkan dengan metode-metode lain (Suo et al., 2003).

2.14 Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan material yang terkontrol dengan tujuan mengubah sifat fisiknya untuk tujuan tertentu. Perlakuan panas mencakup beberapa jenis perlakuan. Salah satunya adalah sintering. Proses sintering adalah proses dimana partikel material dan padatan berdifusi dan digabungkan, kemudian material diubah dari bubuk dengan luas permukaan spesifik yang lebih besar menjadi padat tanpa mencapai titik leleh. Perubahan bentuk partikel

(36)

pada proses sintering melewati dua tahap berbeda, yaitu tahap awal dan tahap akhir seperti pada Gambar 2.8.

(a) (b)

Gambar 2.8 (a) Tahap awal sintering; (b) Tahap akhir sintering (Akmal, 2017)

Pada tahap awal terjadi ikatan antara partikel yang berdekatan dan tahap akhir dengan pembulatan pori dan penyusutan pori. Dalam kedua tahapan, penyusutan volume partikel terbesar pada proses sintering terjadi pada tahap awal dan jarak antara partikel yang berdekatan akan berkurang. Pada tahap akhir, total volume pori akan membulat dan menyusut (Akmal, 2017).

2.15 Penekanan (Pressing)

Penekanan (pressing) merupakan kompaksi secara serentak yang terjadi di dalam die atau mold terhadap pencetakan dari bubuk atau granular. Cara penekan dibagi menjadi dua yaitu, penekanan dingin (cold compaction) dan penekanan panas (hot compaction). Selama penekanan akan terjadi pergerakan antar partikel maupun partikel dingin cetakan, oleh karena itu distribusi tekanan tidak merata keseluruh padatan sampel. Akibatnya akan mempengaruhi hasil yang diperoleh setelah dikeluarkan dari cetakan (Oktara et al., 2007).

2.16 Pengerolan (Rolling)

Rolling atau pengerolan adalah proses pengurangan ketebalan atau proses pembentukan pada benda kerja yang panjang. Proses rolling dilakukan dengan satu set rol yang berputar dan menekan benda kerja supaya terjadi perubahan bentuk. Rolling pertama kali dikembangkan pada tahun 1500-an (Groover, 2010).

Definisi rolling secara sederhana yaitu melewatkan kawat diantara dua roda atau lebih dan dikenai gaya tekan yang tinggi sehingga terjadi deformasi plastis pada kawat. Proses ini merupakan proses pembentukan kawat yang umum digunakan

(37)

karena kemudahannya dalam mengontrol dan menghasilkan bentuk yang presisi serta produktifitas yang tinggi. Dalam prosesnya jumlah deformasi yang dapat dikenakan tergantung dari koefisien friksi dari permukaan kawat dengan permukaan roda roll.

Terlalu banyak deformasi akan menyebabkan bidang kontak menjadi selip, dan jika terlalu sedikit akan menyebabkan biaya produksi yang tinggi.

Gambar 2.9 Rolling (Grote dan Antonsson, 2008)

Rolling dingin dilakukan pada temperatur kamar atau di bawah temperatur rekristalisasi. Rolling dingin menyebabkan adanya mekanisme penguatan seiring dengan menurunnya keuletan. Benda kerja akan menjadi lebih kuat, lebih keras tetapi rapuh (brittle). Hal ini disebabkan oleh tegangan alir benda kerja semakin tinggi dengan adanya penumpukan dislokasi yang mempunyai energi dalam yang besar.

Bentuk produk dari proses pengerolan dingin antara lain sheet, strip, dan foil.

Sebagian besar produk hasil pengerolan dingin dilakukan proses lanjutan yaitu pemanasan untuk mendapatkan sifat-sifat yang sesuai aplikasi dan spesifikasinya.

Biasanya dengan dianil agar sesuai dengan aplikasi dan spesifikasinya (Yoddy, 2015).

2.17 Karakterisasi Pada Kawat Superkonduktor

Karakteristik sampel dilakukan untuk mengetahui adanya sifat superkonduktivitas, fasa-fasa yang terbentuk, morfologi permukaan MgB2, uji kekerasan dan kuat tarik dari kawat MgB2. Karakterisasi dilakukan dengan empat tahap pengujian.

(38)

2.17.1 Cryogenic Resistance Measurement

Setiap benda padat mempunyai sifat spin elektron yang menentukan sifat magnetik benda tersebut. Dengan memberi medan magnet, spin elektron dipaksa mengikuti arah medan magnet luar. Dari sifat perubahan arah spin tersebut terhadap medan magnet luar, sifat magnetik pada material tersebut dapat diketahui. Alat yang dapat digunakan pada pengujian dengan metode seperti ini adalah cryogenic magnet.

Alat ini dapat digunakan untuk analisis resistivitas material. Parameter perubahan yang dapat dilakukan alat ini yaitu mengubah temperatur (1.5 K-300 K), medan magnet (0–8 T), dan sudut sampel terhadap medan magnet (0-180⁰) (Imaduddin dkk., 2014).

Peralatan cryogenic ini menggunakan sistem Pulse Tube Crycooler untuk mendinginkan gas Helium. Sistem pendinginan ini tidak memerlukan penanganan cairan Helium yang disiapkan untuk pendinginan, namun hanya memerlukan gas Helium yang akan diekspan/dimampatkan oleh kompresor sehingga temperatur gas Helium akan turun. Pengukuran nilai resistivitas material dilakukan dengan metode FPP (Four-Point Probe), dengan skema pengukurannya seperti gambar 2.10 berikut.

Gambar 2.10 Skema pengukuran resistivitas metode Four-Point Probe (Imaduddin dkk., 2014)

R = (2.1) Di mana, R = Resistance (Ohm)

V = Voltage (Volt) I = Current (Ampere)

(39)

Sedangkan untuk menghitung nilai resistivity pada sampel material nya, maka digunakan perhitungan menggunakan persamaan seperti yang tertera dibawah sebagai berikut.

𝜌 = 𝑅 (2.2) Dimana: ρ = Resistivity (Ohm.m)

A = Luas Penampang (m2) l = Panjang (m)

Pengujian temperatur kritis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara resistivitas dengan temperatur, dimana dari grafik dapat diketahui nilai temperatur kritisnya.

Resistivitas material akan turun seiring dengan penurunan temperatur. Pada temperatur tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol, sehingga material tersebut dapat berubah dari sifat konduktor menjadi bersifat material superkonduktor. Dalam keadaan temperatur yang mendekati 0 K, nilai resistivitas suatu material mendekati nilai 0, akibat hilangnya interaksi elektron didalam atom. Oleh sebab itu, perbandingan nilai resistivitas pada temperatur ruangan dibagi resistivitas pada temperatur rendah digunakan untuk menentukan kemurnian logam. Nilai perbandingan tersebut dinyatakan dalam RRR (Resudal Resistivity Ratio). Semakin tinggi nilai RRR maka sifat konduktivitas logam semakin murni (Imaduddin, dkk., 2014).

2.17.2 X-Ray Diffraction (XRD)

Difraksi sinar-X merupakan metode analisa yang memanfaatkan interaksi antara sinar-x dengan atom yang tersusun dalam sebuah sistem kristal. (Muzakir, 2012). Tujuan dilakukan pengujian ini adalah untuk mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji.

Apabila suatu bahan dikenai sinar-X maka intensitas sinar-X yang ditransmisikan lebih kecil dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh bahan dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihantarkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya sama.

Berkas sinar-X yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi. Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan merupakan berkas

(40)

difraksi dikenal sebagai hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan bahwa perbedaan lintasan berkas difrasi sinar-X harus merupakan kelipatan panjang gelombang, secara matematis dirumuskan:

n λ = d sin θ (2.3)

dengan : λ = panjang gelombang sinar x d = jarak antar kisi kristal θ = sudut datang sinar

n = orde difraksi (1,2,3 dan seterusnya)

Keadaan ini membentuk pola interferensi yang saling menguatkan untuk sudut-sudut yang memenuhi hukum Brag. Gejala ini dapat diamati pada grafik hubungan antara intensitas spektrum karakteristik sebagai fungsi sudut 2θ. Untuk menentukan sudut θ dalam kristal/anoda adalah sistem kristal/atom dan parameter atau arah difraksi ditentukan oleh bentuk dan ukuran sel satuannya. (Jamaluddin, 2010).

Prinsip dasar XRD adalah apabila seberkas sinar dijatuhkan pada sampel kristal maka bidang kristal akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang dengan jarak antar kisi di dalam kristal selanjutnya sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai puncak difraksi.

(Samsulluddin, 2019).

Gambar 2.11 Skema difraksi sinar-X (Ismunandar, 2006)

(41)

2.17.3 Scanning Electron Microscope- Energy Disersive Spectroscopy (SEM- EDS)

Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang menggunakan elektron untuk menghasilkan citra dalam bentuk gambar dari sampel dengan scanning sinar elektron yang terfokus. Elektron dari SEM berinteraksi dengan elektron dalam sampel yang menghasilkan berbagai sinyal yang dapat dideteksi dan yang berisi informasi tentang topografi permukaan sampel dan komposisi sampel. Berkas elektron umumnya di scan dalam pola scan raster, dan posisi balok ini dikombinasikan dengan sinyal terdeteksi untuk menghasilkan gambar (Zakaria, 2003).

Prinsip kerja dari SEM berupa suatu sumber elektron dari filament yang terbuat dari tungsten memancarkan elektron. Tungsten biasanya digunakan pada elektron gun karena memiliki titik lebur tertinggi dan tekanan uap terendah dari semua logam, sehingga memungkinkan dipanaskan untuk emisi elektron. Berkas electron difokuskan oleh satu atau dua lensa kondensor ke titik yang diameternya 0,4 nm sampai 5 nm. Permukaan bahan yang dikenai berkas elektron akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder kesegala arah.

Scanning pada permukaan bahan yang dikehendaki dapat dilakkukan dengan mengatur scanning generator dan scanning coils.

Elektron sekunder hasil interaksi antara elektron dengan permukaan spesimen ditangkap oleh detector SE (Secondary Electron) yang kemudian diolah dan diperkuat oleh amplifier dan kemudian divisualisasikan dala monitor sinar katoda (CRT). Skema dasar SEM disajikan pada gambar 2.12 (Samsulluddin, 2019)

Energy Disersive Spectroscopy (EDS) merupakan suatu teknik X-Ray Fluoresescence Spectrometry yang mendeteksi karakteristik sinar-X yang dipancarkan dari specimen setelah radiasi dengan sinar-X primer berenergi tinggi.

EDS adalah teknik analisis kualitatif sebeuah elemen. Spektrum EDS menampilkan intensitas karakteristik garis sinar-X sepanjang jarak energi sinar-X. EDS dapat dilakukan pada daerah yang kecil selain itu dapat digunakan untuk mengetahui sebaran unsur (mapping) pada sampel (Leng, 2013).

(42)

Gambar 2.12 Skema pengujian SEM (Hidayati, 2018)

2.17.4 Pengujian Sifat Mekanik

Pengujian sifat mekanik adalah hubungan antara deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanakik berkaitan dengan kekuatan kekerasan dan uji tarik yang bertujuan untuk mengetahui sifat kekerasan dan kuat tarik dari suatu bahan.

2.17.4.1 Uji Kekerasan

Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi atau penetrasi, tahan terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan (abrasi). Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat – sifat mekanik yang lain, yaitu kekuatan (strength). Bahkan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat dikonversi dari kekerasanya (Callister, 2007). Faktor peningkatan kekerasan dipengaruhi oleh kandungan ferrite, semakin tinggi ferrite maka nilai kekerasan akan semakin tinggi (Wing, 2009).

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka berfikir secara skematik
Gambar 2.2  Grafik hubungan suhu dan resistivitas pada logam dan superkonduktor            (Callister, 2007)
Gambar 2.3  Perkembangan superkonduktor logam dan paduannya terhadap            temperatur kritis (Yudanto et al., 2015)
Gambar 2.7  Diagram Fasa MgB 2  (Kim S., et al., 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Contoh, siswa membuat soal yang berkaitan dengan pesawat sederhana, kemudian dari soal tersebut siswa menjawab dengan caranya sendiri, dari jawaban tersebut

Proses perencanaan di Puskesmas Piyungan juga kurang sesuai dengan prinsip perencanaan dan penganggaran terpadu yang menyatakan bahwa proses perencanaan sebaiknya dilakukan

12) Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah. Kemampuan berpikir kritis matematika adalah suatu proses penggunaan kemampuan berpikir

Melanin, non hemoglobin yang berasal dari pigmen coklat, adalah pigmen Melanin, non hemoglobin yang berasal dari pigmen coklat, adalah pigmen endogen yang paling umum yang

kekhawatiran ASEAN terhadap adanya persaingan dagang dengan pemberian akses khusus ASEAN ke pasar China. China juga menyetujui “ early harvest arrangement ” yang akan

Mereka juga sangat percaya jika semua tahapan-tahap secara adat maupun agama tidak dilakukan dengan sempurna serta terjadi pertengakaran atau perselisihan maka dalam aktivitas

Melalui penelitian ini, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun mata pelajaran lainnya dapat memperoleh informasi dalam memilih model pembelajaran yang tepat