• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas."

Copied!
283
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Mili, Antonius. 2017. Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatiknya atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dua persoalan utama, yakni (1) jenis-jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas?, (2) Makna pragmatik apa sajakah yang terdapat dalam setiap jenis tindak tutur dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas? Adapun data penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang diperoleh dan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Sumber data penelitian ini diperoleh dari sabda-sabda Yesus yang terdapat dalam Injil Santo Lukas pada Kitab Suci Perjanjian Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Metode pengumpulan data penelitian ini adalah menggunakan metode simak dan cakap. Peneliti mengumpulkan tuturan-tuturan Yesus dalam Injil Santo Lukas dan kemudian melakukan klasifikasi atau pengelompokan berdasarkan jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya.

Hasil penelitian ditemukan jenis-jenis tindak tutur atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur langsung, tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal, dan tindak tutur literal. Adapun dalam penelitian ini ditemukan makna pragmatik dari setiap jenis tindak tutur atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu makna pragmatik perintah, nasihat, pemberitahuan, teguran, peringatan, menyindir, larangan, kecaman, penolakan, pengujian, penguatan, pujian, kekaguman, syukur, permohonan, penyerahan, pengampunan, dan kecaman.

Hasil penelitian ini ditemukan jenis-jenis tindak tutur atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas yang paling dominan, yaitu tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak literal dan tindak tutur tidak langsung. Adapun tindak tutur yang paling sedikit digunakan atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu tindak tutur tidak langsung tidak literal dan tindak tutur literal. Yesus dalam mewartakan sabda-Nya kepada umat manusia, kerap kali memakai perumpamaan, ilustrasi, pepatah, dan istilah untuk memberi pemahaman akan keselamatan.

Hasil penelitian ini, ditemukan makna pragmatik yang paling menonjol atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu makna pragmatik perintah, nasihat, pemberitahuan, teguran, dan peringatan. Adapun makna pragmatik yang paling sedikit muncul adalah makna pragmatik kekaguman, syukur, permohonan, penyerahan, pengampunan, dan kecaman. Dalam tugas perutusan, Yesus hadir sebagai pemimpin dan pengajar di tengah umat manusia. Dalam pengajaran-Nya, Yesus memerintah, memberitahu, mengingatkan, menegur, menasihati, dan mengecam, baik para murid-Nya maupun orang-orang yang menolak-Nya.

(2)

ix ABSTRACT

Mili, Antonius. 2017. The Types of Speech Acts and Pragmatic Purpose on the Utterences of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Thesis.Yogyakarta: PBSI, JPBSI, FKIP, USD.

The purpose of this research is to describe two main problems. They are (1) what are the types of speech acts of Jesus in the Gospel of Saint Luke? and (2) what are the pragmatic meaning contained in speech acts of Jesus in the Gospel of Saint Luke? As for this research data is secondary data. Secondary data is retrieved and used as the object of research is the types of speech acts and pragmatic purpose on the utterences of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Source of research data was obtained from the speech acts of Jesus found in the Gospel of Saint Luke in the New Testament Bible of Lembaga Alkitab Indonesia edition.

This type of this research is qualitative. Data collection methods the research is using the method refer and ably. Reserarchers collet speechs of Jesus in the Gospel of Saint Luke and then do a classification or gruping based on the type of speech acts and pragmatic meanings said.

The results were found ranging from the most, that was literal indirect speech acts comprising utterences, nonliteral speech acts , indirect speech acts, direct speech acts, literal speech acts, nonliteral direct speech acts, nonliteral indirect acts speech acts and literal speech act. The research discovered the meaning of pragmatic, namely the meaning of pragmatic instruction, advice, notice, admonition, warning, quipped, ban, satire, rejection, testing, reinforcement, praise, admiration, gratitude, petition, surrender, forgiveness, and criticism.

The result showed that there were three dominant types of speech acts of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Those were literal indirect speech acts, nonliteral speech acts, and indirect speech acts. The least speech acts of Jesus used in the Gospel of Saint Luke were nonliteral indirect speech acts and literal speech acts. He spread His words using parables, illustrations, sayings, and terms to give understanding of the salvation.

The result also showed the pragmatic meanings which were dominant from the Words of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Those were pragmatic instruction, pragmatic advice, pragmatic notice, pragmatic admonition, and pragmatic warning. The meaning of pragmatic admiration, greeting, gratitude, petition, surrender, forgiveness, and criticism were least exist. In His teaching, Jesus instruction, notice, warning, admonition, advice, and criticism, bot to His disciples and the people His refuse.

(3)

i

JENIS-JENIS TINDAK TUTUR

DAN MAKNA PRAGMATIKNYA ATAS SABDA-SABDA YESUS

DALAM INJIL SANTO LUKAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh: Antonius Mili NIM: 131224059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENIDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv MOTTO

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan sebagai ungkapan tanda bakti, hormat, syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menjadikan segala sesuatu

benar adanya. Persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) yang telah memberi dukungan, perhatian, kepercayaan, doa serta ketulusan cintanya kepada

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Mili, Antonius. 2017. Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatiknya atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dua persoalan utama, yakni (1) jenis-jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas?, (2) Makna pragmatik apa sajakah yang terdapat dalam setiap jenis tindak tutur dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas? Adapun data penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang diperoleh dan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Sumber data penelitian ini diperoleh dari sabda-sabda Yesus yang terdapat dalam Injil Santo Lukas pada Kitab Suci Perjanjian Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Metode pengumpulan data penelitian ini adalah menggunakan metode simak dan cakap. Peneliti mengumpulkan tuturan-tuturan Yesus dalam Injil Santo Lukas dan kemudian melakukan klasifikasi atau pengelompokan berdasarkan jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya.

Hasil penelitian ditemukan jenis-jenis tindak tutur atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur langsung, tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung tidak literal, dan tindak tutur literal. Adapun dalam penelitian ini ditemukan makna pragmatik dari setiap jenis tindak tutur atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu makna pragmatik perintah, nasihat, pemberitahuan, teguran, peringatan, menyindir, larangan, kecaman, penolakan, pengujian, penguatan, pujian, kekaguman, syukur, permohonan, penyerahan, pengampunan, dan kecaman.

Hasil penelitian ini ditemukan jenis-jenis tindak tutur atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas yang paling dominan, yaitu tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur tidak literal dan tindak tutur tidak langsung. Adapun tindak tutur yang paling sedikit digunakan atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu tindak tutur tidak langsung tidak literal dan tindak tutur literal. Yesus dalam mewartakan sabda-Nya kepada umat manusia, kerap kali memakai perumpamaan, ilustrasi, pepatah, dan istilah untuk memberi pemahaman akan keselamatan.

Hasil penelitian ini, ditemukan makna pragmatik yang paling menonjol atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas, yaitu makna pragmatik perintah, nasihat, pemberitahuan, teguran, dan peringatan. Adapun makna pragmatik yang paling sedikit muncul adalah makna pragmatik kekaguman, syukur, permohonan, penyerahan, pengampunan, dan kecaman. Dalam tugas perutusan, Yesus hadir sebagai pemimpin dan pengajar di tengah umat manusia. Dalam pengajaran-Nya, Yesus memerintah, memberitahu, mengingatkan, menegur, menasihati, dan mengecam, baik para murid-Nya maupun orang-orang yang menolak-Nya.

(11)

ix ABSTRACT

Mili, Antonius. 2017. The Types of Speech Acts and Pragmatic Purpose on the Utterences of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Thesis.Yogyakarta: PBSI, JPBSI, FKIP, USD.

The purpose of this research is to describe two main problems. They are (1) what are the types of speech acts of Jesus in the Gospel of Saint Luke? and (2) what are the pragmatic meaning contained in speech acts of Jesus in the Gospel of Saint Luke? As for this research data is secondary data. Secondary data is retrieved and used as the object of research is the types of speech acts and pragmatic purpose on the utterences of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Source of research data was obtained from the speech acts of Jesus found in the Gospel of Saint Luke in the New Testament Bible of Lembaga Alkitab Indonesia edition.

This type of this research is qualitative. Data collection methods the research is using the method refer and ably. Reserarchers collet speechs of Jesus in the Gospel of Saint Luke and then do a classification or gruping based on the type of speech acts and pragmatic meanings said.

The results were found ranging from the most, that was literal indirect speech acts comprising utterences, nonliteral speech acts , indirect speech acts, direct speech acts, literal speech acts, nonliteral direct speech acts, nonliteral indirect acts speech acts and literal speech act. The research discovered the meaning of pragmatic, namely the meaning of pragmatic instruction, advice, notice, admonition, warning, quipped, ban, satire, rejection, testing, reinforcement, praise, admiration, gratitude, petition, surrender, forgiveness, and criticism.

The result showed that there were three dominant types of speech acts of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Those were literal indirect speech acts, nonliteral speech acts, and indirect speech acts. The least speech acts of Jesus used in the Gospel of Saint Luke were nonliteral indirect speech acts and literal speech acts. He spread His words using parables, illustrations, sayings, and terms to give understanding of the salvation.

The result also showed the pragmatic meanings which were dominant from the Words of Jesus in the Gospel of Saint Luke. Those were pragmatic instruction, pragmatic advice, pragmatic notice, pragmatic admonition, and pragmatic warning. The meaning of pragmatic admiration, greeting, gratitude, petition, surrender, forgiveness, and criticism were least exist. In His teaching, Jesus instruction, notice, warning, admonition, advice, and criticism, bot to His disciples and the people His refuse.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Yang Mahakuasa atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatiknya atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Penelitian ini disusun demi menelaah dan mengkaji tindak tutur dan makna atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas yang sulit ditangkap dari maksud atau maknanya. Maka dari itu, penulis memecahkan atau menjawab permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian menggunakan ilmu pragmatik Bahasa Indonesia tanpa terkungkung pada ilmu teologis untuk menangkap maksud dan makna dari tuturan-tuturan atau sabda-sabda Yesus.

Penulis mengakui bahwa perkuliahan pragmatik Bahasa Indonesia menambah pengetahuan dan memberi banyak pengalaman nyata bagi penulis, khususnya dalam menangkap maksud dan makna dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Selama ini, penulis memahami, menangkap maksud atau makna dari sabda-sabda Yesus dari sisi ilmu teologi atau dibantu oleh buku-buku tafsiran yang bertolak dari ilmu teologi. Adanya ilmu pragmatik Bahasa Indonesia, membuat penulis tidak terkungkung pada ilmu teologis dalam menangkap maksud atau makna atas sabda-sabda Yesus.

Skripsi ini selesai berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pantaslah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa Indonesia Universitas Sanata Dharma dan selaku triangulator dari data-data penelitian penulis.

(13)

xi

4. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, mengoreksi, memberi masukan, ide-ide, dan selalu memotivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Para dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberi dan mengajarkan banyak ilmu bahasa Indonesia kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

6. R. Marsidiq, pegawai sekretariat Program Studi PBSI yang telah membantu dan melayani penulis dalam mengurusi berbagai hal yang berhubungan dengan skripsi ini.

7. Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) yang telah mengutus penulis untuk studi pada Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma dan mendukung dalam berbagai hal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

8. Para saudara sekomunitas: Br. Flavianus Ngardi, MTB., selaku pemimpin komunitas Alverna MTB Kotabaru, Yogyakarta dan para saudara: Br. Mikael, MTB, Br. Bonifasius, MTB, dan Br. Ferdianus Jelahu, MTB yang selalu mendukung, memotivasi, dan mendoakan penulis selama studi dan selesainya penulisan skripsi ini.

9. Para saudara komunitas Novisiat Alverna Bruder MTB Banguntapan-Bantul yang juga berperan serta dalam memberi dukungan dan doa bagi penulis selama studi hingga penyelesaian skripsi ini.

10.Romo Antonius Padua Danang Bramasti, S.J., yang ikut serta mendukung, memberi saran dan solusi kepada penulis dalam merampungkan penulisan skripsi ini.

11.Romo N. Devianto Fajar T., S.J., yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………..………ii

HALAMAN PENGESAHAN……….…….iii

MOTO………....………iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS………..………...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBILKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ….………...vii

ABSTRAK………...viii

ABSTRACT……….………ix

KATA PENGANTAR………....x

DAFTAR ISI...………....…………xiii

BAB I PENDAHULUAN………...………....1

1.1Latar Belakang Masalah………..…….…..…………1

1.2Perumusan Masalah……….…..…………7

1.3Tujuan Penelitian……….…..………..………..7

1.4Manfaat Penelitian………...7

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN………..………..9

2.1Penelitian Terdahulu yang Relevan………..………9

2.2Landasan Teori………...13

2.2.1 Pragmatik...……….………...14

2.2.2 Lingkup Pragmatik……..……….……….16

a) Praanggapan………...16

b)Tindak Tutur……….……….17

c) Entailment..………19

2.2.3 Tindak Tutur dalam Pragmatik……….………19

(16)

xiv

2.2.4.1Tindak Tutur Langsung ………22

2.2.4.2Tindak Tutur Tidak Langsung………...23

2.2.4.3Tindak Tutur Literal………..25

2.2.4.4Tindak Tutur Tidak Literal………26

2.2.4.5Tindak Tutur Langsung Literal……….26

2.2.4.6Tindak Tutur Tidak Langsung Literal………...27

2.2.4.7Tindak Tutur Langsung Tidak Literal………...27

2.2.4.8Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal………...28

2.2.5 Konteks Intralinguistik………..29

2.2.6 Konteks Ekstralinguistik………....34

2.2.7 Injil Lukas………..40

2.2.8 Kerangka Berpikir………..45

BAB III METODE PENELITIAN……….49

3.1Pendekatan Penelitian……….……...49

3.2Data dan Sumber Data……..………..……….50

3.3Metode dan Teknik Pengumpulan Data………..51

3.4Teknik Analisis Data………..……….52

3.5Triangulasi Data………...53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA……….54

4.1 Deskripsi Data……….54

4.2 Hasil Analisis Data………..67

4.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas………..………...68

4.2.1.2Tindak Tutur Langsung……….68

4.2.1.2 Tindak Tutur Tidak Langsung………...72

4.2.1.3Tindak Tutur Literal………..76

4.2.1.4Tindak Tutur Tidak Literal………76

4.2.1.5Tindak Tutur Langsung Literal……….……….80

4.2.1.6Tindak Tutur Tidak Langsung Literal………...82

(17)

xv

4.2.1.8 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal……….89

4.2.2 Makna Pragmatik dalam Jenis-jenis Tindak Tutur atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas……….92

4.2.2.1 Makna Pragmatik Perintah………93

4.2.2.2 Makna Pragmatik Pemberitahuan……….96

4.2.2.3 Makna Pragmatik Larangan………..99

4.2.2.4 Makna Pragmatik Nasihat………...100

4.2.2.5 Makna Pragmatik Menyindir………..104

4.2.2.6 Makna Pragmatik Peringatan………..107

4.2.2.7 Makna Pragmatik Penguatan………..110

4.2.2.8 Makna Pragmatik Syukur ………111

4.2.2.9 Makna Pragmatik Teguran ………..112

4.2.2.10 Makna Pragmatik Permohonan ……….116

4.2.2.11 Makna Pragmatik Penyerahan ………..117

4.2.2.12 Makna Pragmatik Pengampunan ………..118

4.2.2.13 Makna Pragmatik Pujian ………...120

4.2.2.14 Makna Pragmatik Penolakan……….121

4.2.2.15 Makna Pragmatik Kekaguman ………..122

4.2.2.16 Makna Pragmatik Pengujian………..…123

4.2.2.17 Makna Pragmatik Kecaman……….…..125

4.2.2.18 Makna Pragmatik Anjuran ………128

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian……….128

4.3.1 Jenis-jenis Tindak Tutur atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas……….128

4.3.2 Makna Pragmatik atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas…….136

BAB V PENUTUP………..147

5.1 Kesimpulan………147

5.2 Saran………...150

DAFTAR PUSTAKA……….…………152

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tindak tutur merupakan bagian dari cabang ilmu bahasa yang disebut pragmatik. Dalam memahami tindak tutur harus didasarkan pada pengertian dari pragmatik. Menurut Wijana (1996:1-2) pragmatik adalah ilmu bahasa yang mengkaji tentang makna secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Beranjak dari pengertian pragmatik menurut Wijana, masyarakat diberi pemahaman bahwa untuk mendalami tindak tutur seseorang harus didasarkan pada makna atau maksud dan struktur kebahasaan yang digunakan oleh penutur.

Memahami tindak tutur seseorang merupakan bagian terpenting dalam berkomunikasi. Semua orang melakukan hal untuk memahami dan mengerti tidak tutur, terutama mitra tutur dalam menangkap maksud penutur. Jika penutur dalam penyampaian sebuah tuturan tidak dengan jelas secara gramatikal dan tidak secara langsung, maka mitra tutur dapat saja tidak mengerti, salah menanggapi dan dapat menimbulkan persepsi yang salah dari mitra tutur.

Hal untuk memahami dan mengerti tindak tutur tidak serta merta dapat dengan mudah ditangkap oleh mitra tutur. Hal tersebut harus didukung oleh konteks. Lebih eksplisit dari aspek konteks adalah konteks intralinguistik dan ektralinguistik. Adapun konteks intralinguistik bertolak dari pilihan kata dan gaya bahasa. Hal tersebut dikarenakan bahwa bahasa tulis, hanya dapat dipahami

(19)

Keraf (1984:22) mengenai diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

Sementara itu, dalam Rahardi (2003:18) bertolak dari pendapat Leech yang dikutip dari Wijana (1996), konteks ekstralinguistik (aspek-aspek luar kebahasaan) mencakup penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai bentuk tindak verbal.

(20)

Adapun tindak tutur yang dilakukan oleh masyarakat dalam berkomunikasi terdapat berbagai macam jenis tindak tutur. Jenis-jenis tindak tutur dalam Wijana (1996), yaitu tidak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Sementara itu, interseksi berbagai jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung literal dan tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Berbagai macam jenis tidak tutur ini dimaksudkan sebagai realita aktivitas di masyarakat dalam berkomunikasi dan sebagai bentuk bahwa berbagai macam cara pula yang dapat digunakan masyarakat untuk melakukan aktivitas berkomunikasi kepada sesama di lingkungan masing-masing. Tergantung kebutuhan dan konteks yang menentukan saat melakukan aktivitas komunikasi. Terdapat berbagai macam jenis tindak tutur juga menuntut masyarakat penutur dan mitra tutur harus memahaminya dari berbagai aspek guna memperlancar arus komunikasi, menciptakan situasi komunikasi yang kondusif, terbebas dari konflik dan kesalahpahaman.

(21)

Chaer (2007:43) menyatakan bahwa bahasa tulisan sebenarnya hanyalah “rekaman” dari bahasa lisan. Jadi, bahasa yang seharusnya dilisankan atau

diucapkan, dalam bahasa tulisan diganti dengan huruf-huruf dan tanda-tanda lain menurut suatu sistem aksara. Dengan demikian, memahami dan menangkap maksud tuturan dari sebuah bacaan harus didasarkan pada gaya penulis dalam karya yang ditulisnya, salah-satunya adalah gaya bahasa. Haryanta (2012:78) mengatakan bahwa gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur dan menulis. Bertolak dari pendapat Haryanta, dapat diartikan bahwa gaya bahasa juga menjadi salah satu titik tolak untuk melihat konteks intralingusitik sebuah tuturan.

Tuturan dari sebuah bacaan yang merupakan data sekunder inilah yang akan mengantar peneliti untuk menemukan jenis-jenis tindak tutur dan maksud melalui sabda-sabda Yesus yang terdapat dalam Injil Santo Lukas menggunakan kajian pragmatik. Bacaan Injil Santo Lukas ini yang terdapat 24 bab yang dimulai dari bab 4 yang terdapat tuturan Yesus. Dalam Injil Santo Lukas ini dikisahkan bahwa Yesus banyak berjumpa dan berinteraksi dengan orang-orang pada zaman-Nya, baik orang berdosa, orang yang dipandang baik, orang munafik seperti orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, orang miskin, orang kaya, dan Bapa-Nya.

(22)

orang berdosa pada zaman itu. Adanya perbedaan tuturan Yesus ini karena disesuaikan pula dengan konteks dan maksud.

Pada umumnya untuk memahami maksud dan pesan Injil Yesus Kristus bagi umat Kristiani dipahami dari sisi teologi. Teologi yang berarti pembicaraan tentang Allah. Menurut Gutierrez, teologi bertolak dari praksis, yakni pengalaman akan Allah dalam kontemplasi (ibadat/mistik) dan aksi/komitmen (Chen, 2002:32). Usaha tersebut berarti menangkap dan memahami maksud dari Injil berdasarkan pengalaman seseorang melalui doa dan tindak nyata dari doa (ujud doa). Umat Kristiani melakukan pendalaman iman juga merupakan usaha memahami maksud atau pesan dari perikop Kitab Suci yang menjadi bahan pendalaman. Banyak juga para pemuka agama dengan berbagai teknik memahami dan menangkap pesan Injil pada saat hendak berkhotbah dan berbagai macam cara pula para pemuka agama menyampaikan pesan Injil kepada umat.

Semua yang dilakukan dalam pendalaman dan persiapan homili, baik umat dan para pemuka agama untuk menangkap pesan Injil. Dalam menafsirkan pesan yang terkandung dalam Injil juga tidak dapat ditafsirkan sesuka hati. Banyak pula para pemuka agama menulis dan menerbitkan buku-buku homili atau tafsiran yang dapat membantu memahami maksud atau pesan dari bacaan Injil.

(23)

dari tuturan-tuturan Yesus karena peneliti ingin menemukan jenis-jenis tindak tutur Yesus dan mengartikan maksud dari tuturan yang digambarkan oleh Santo Lukas ketika Yesus berhadapan dengan murid-murid-Nya, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, orang kaya dan miskin, orang-orang berdosa dan orang-orang yang mendapat penyembuhan dari-Nya, dan ketika Yesus berhadapan dengan Bapa-Nya. Tentunya, tindak tutur Yesus yang digambarkan Santo Lukas dalam karangan Injil bertolak juga dari latar belakang atau profesi Santo Lukas yang merupakan seorang dokter, ahli sejarah dan penulis yang mempengaruhi pula karya tulisannya yang dianggap suatu karya sastra yang hebat, penginjil, dan teman sekerja Rasul Paulus.

Kembali lagi, beranjak dari pendapat Searle (dalam Rohmadi, 2010:31-32) bahwa tindak tutur merupakan produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah, atau yang lainnya. Begitu juga tindak tutur Yesus yang sebenarnya produk atau hasil dari tuturan Yesus adalah „Keselamatan Bagi Umat Manusia‟ yang didukung berbagai macam jenis tindak tutur yang dilakukan oleh Yesus untuk mewartakan keselamatan bagi umat manusia dengan memerhatikan siapa lawan tutur-Nya, konteks, dan maksud.

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Jenis-jenis tindak tutur apa sajakah yang terdapat dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas?

2. Makna pragmatik apa sajakah yang terdapat dalam setiap jenis tindak tutur dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas?

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur yang terdapat dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas.

2. Mendeskripsikan makna pragmatik setiap jenis tindak tutur dari sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang tindak tutur Yesus dalam Injil Santo Lukas bermanfaat secara teoretis dan praktis dalam beberapa hal di bawah ini:

1. Manfaat secara teoretis

(25)

b) Penelitian ini juga dapat memberi tambahan khazanah bagi perkembangan ilmu bahasa pada Prodi PBSI, khususnya jenis-jenis tindak tutur kajian pragmatik.

2. Manfaat praktis

a) Hasil penelititan ini dapat memberi acuan kepada pembaca, khususnya umat Kristiani tentang jenis-jenis tindak tutur Yesus dan maksud dari sisi kajian ilmu pragmatik.

(26)

9 BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Telah banyak penelitian yang mengkaji tindak tutur dengan pendekatan pragmatik. Namun, yang meneliti jenis-jenis tindak tutur dan maknanya atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Lukas menggunakan kajian pragmatik belum ada yang melakukannya. Namun, penelitian yang sama dengan sumber data dari Injil Lukas sudah ada yang melakukannya. Berikut peneliti menampilkan dua penelitian yang memilih sumber data dari Injil Lukas,

Pertama, penelitian FX. Handy Kristian Adi Putra (2005) dalam

skripsinya yang berjudul Kritik Naratif atas Teks Lukas 15:11-32 (Kisah Anak yang Hilang) Program Studi Ilmu Teologi Jurusan Teologi Fakultas Teologi,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, berusaha menganalisis dan menguraikan teks perumpamaan dalam Injil Lukas, yakni Kisah Anak yang Hilang dengan menggunakan metode kritik naratif. Kritik naratif teks hanyalah salah satu cara untuk mendalami suatu kisah yang terdapat dalam Kitab Suci. Penelitian kritik naratif teks perumpamaan Kisah Anak yang Hilang untuk menangkap isi atau pesan teks. Sesudah teks Kisah Anak yang Hilang dianalisis dengan metode kritik naratif, teks tersebut ditinjau kembali dengan sudut pandang teologis.

(27)

Kisah ini adalah cermin kehidupan manusia di hadapan Allah. Cermin yang memantulkan gambaran akan betapa agungnya cinta Allah agar anak-anak-Nya mencapai kedamaian hidup yang sejati (keselamatan kekal bersama Allah). Peneliti mengambil 3 butir nasihat yang tersimpan dalam kisah ini. Tiga butir nasihat tersebut bukanlah diambil karena pertimbangan kesahihan tafsir atau teologis semata. Melainkan hasil dari mencecap kisah sebagai sabda dan menangkap maksud kisah sebagai kehendak baik Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Adapun tiga hal tersebut: (1) Sesuatu yang hilang (kedosaan), (2) Kesadaran akan kekhilafan dan dosa (pertobatan), dan (3) Kembalinya yang hilang (pengampunan dan belas kasih Allah).

Kedua, Bonifatius Dwi Yuniarto Nugroho (2009) dalam skripsinya yang

berjudul Menjadi Manusia Baru Kritik Naratif atas Teks Lukas 19:1-10, Program Studi Ilmu Teologi Jurusan Teologi Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta , berusaha menganalisis dan menguraikan teks Lukas 19:1-10 dengan menggunakan metode kritik naratif. Teks Lukas 19:1-10 dianalisis menggunakan metode kritik naratif karena berbentuk kisah. Tentu saja cara lain bisa dipakai untuk menganalisis teks Lukas 19:1-10. Kritik naratif kisah Zakeus dapat membantu pembaca untuk menemukan makna-makna yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kritik naratif kisah Zakeus ini lebih menyoroti bagaimana dinamika proses perubahan diri Zakeus sebelum dan setelah bertemu dengan Yesus.

(28)

dunia. Kisah Zakeus merupakan kisah salah satu teks khas yang hanya terdapat dalam Injil Lukas. Melalui kisah ini, Lukas ingin berbicara tentang lingkup keselamatan.

Peneliti juga menampilkan penelitian yang hampir sama, yaitu tentang jenis-jenis tindak tutur dalam kajian pragmatik, yaitu Beata Prima Equatoria Panuntun (2011), Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Beata Prima Equatoria Panuntun (2011) dalam skripsinya yang berjudul Jenis-jenis Tindak Tutur dan Pola Kesantunan dalam Novel 9 Matarhari: Suatu Tinjauan Pragmatik, berusaha menemukan,

mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur dalam novel 9 Matahari dan menganalisis pola kesantunan yang terdapat dalam novel 9Matahari. Beata Prima Equatoria Panuntun harus dapat menjawab dua pertanyaan, yaitu mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur dalam novel 9 Matahari dan menganalisis pola kesantunan yang terdapat dalam novel 9Matahari. Beata Prima Equatoria Panuntun menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data berupa jenis-jenis tindak tutur dan pola kesantunan yang berupa kata-kata dari novel 9 Matahari.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Beata Prima Equatoria Panuntun adalah jenis tindak tutur yang terdapat dala novel 9 Matahari, yakni tindak tutur langsung literal dan tindak tutur tidak langsung literal. Tindak tutur langsung

literal diungkapkan dengan kalimat berita dan tanya, gabungan kalimat berita dan

(29)

data, simpulan dari Beata Prima Equatoria Panuntun bahwa pola kesantunan yang terdapat dalam tuturan-tuturan novel 9 Matahari adalah pola kesantunan yang telah memenuhi enam maksim kesantunan, yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kerendahan hati, maksim

permufakatan, dan maksim simpati.

Penelitian “Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatiknya atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas” berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Penelitian FX. Handy Kristian Adi Putra (2005) yang berjudul Kritik Naratif atas Teks Lukas 15:11-32 (Kisah Anak yang Hilang) menggunakan kajian teologis

dan datanya hanya perikop Lukas 15:11-32. Penelititan Bonifatius Dwi Yuniarto Nugroho (2009) dalam skripsinya yang berjudul Menjadi Manusia Baru Kritik Naratif atas Teks Lukas 19:1-10 juga menggunakan kajian teologis dan datanya

hanya perikop Lukas 19:1-10. Sementara itu, penelitian “Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatiknya atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas” menggunakan kajian pragmatik dan datanya merupakan jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya berdasarkan konteks dari bab 4 sampai bab 24 yang terdapat tuturan Yesus dalam Injil Santo Lukas. Sementara itu, perbedaan dengan penelitian yang ketiga oleh Beata Prima Equatoria Panuntun (2011) dalam skripsinya yang berjudul Jenis-Jenis Tindak Tutur dan Pola Kesantunan dalam Novel 9 Matarhari: Suatu Tinjauan Pragmatik adalah terletak pada data, yaitu

(30)

pragmatiknya berdasarkan konteks atas sabda-sabda Yesus yang terdapat dalam Injil Santo Lukas. Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu tersebut, peneliti tertarik menelaah jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas.

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya dengan menggunakan metode dan teknik yang berbeda. Penelitian ini menggunakan sumber data dari Kitab Suci Perjanjian Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia. Sementara itu, data dari penelitian ini adalah jenis-jenis tindak

tutur dan makna pragmatiknya beserta konteks atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas yang dimulai dari bab 4 sampai bab 24 yang terdapat tuturan Yesus. Tentu saja sumber data, data, dan objek penelitian ini belum banyak digunakan. Penelitian ini berfokus pada menemukan jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas berdasarkan konteks. Dengan demikian, penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, terutama dalam metode dan teknik penelitian.

2.2 Landasan Teori

(31)

pragmatik, lingkup pragmatik: praanggapan, entailment, tindak tutur, tindak tutur dalam pragmatik, jenis-jenis tindak tutur, konteks intralinguistik, konteks ekstralinguistik, dan Injil Santo Lukas. Berikut akan dijelaskan teori-teori yang terkait dengan kajian ilmiah yang mendasarinya.

2.2.1 Pragmatik

Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996: 1-2). Wijana memosisikan pragmatik mempelajari struktur bahasa secara eksternal dalam berkomunikasi, yang berarti struktur kebahasaan yang bersifat luar bahasa atau esktralinguistik. Senada dengan hal tersebut, Kridalaksana (2001:176) menyatakan pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari isyarat-isyarat bahasa yang mengakibatkan keserasian pemakaian bahasa dalam komunikasi. Kridalaksana lebih menekankan pragmatik sebagai ilmu bahasa yang mempelajari keserasian isyarat-isyarat bahasa dalam berkomunikasi. Hal ini berarti, isyarat bahasa tidak dapat ditangkap secara internal tetapi secara eksternal. Dalam berkomunikasi, adanya keterkaitan antara isyarat bahasa dengan keserasian bahasa. Di sisi lain Parker berpendapat bahwa pragmatics is the study of how language is used to communicate. Pragmatics is

distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language

(Parker, 1986:11). Parker dengan tegas mengatakan bahwa pragmatik bukan

(32)

Adapun pendapat Yule mengenai ilmu bahasa pragmatik, yaitu pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis-analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Dengan kata lain, pragmatik adalah studi tentang maksud penutur (Yule, 2006: 3). Pendapat Yule menambahkan pendapat dari Parker yang mengatakan bahwa pragmatik mempelajari bahasa dalam komunikasi yang tidak terlepas dari konteks tuturan. Yule menambahkan bahwa ilmu bahasa pragmatik mempelajari tentang maksud atau makna dari sebuah tuturan. Hal tersebut berarti belajar dan memahami pragmatik yang harus ditekankan adalah makna atau maksud dari sebuah tuturan.

(33)

tergantung pada kondisi-kondisi suatu penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks. Hal tersebut berarti bahwa konteks penting dalam berkomunikasi. Kasher berpendapat tidak jauh berbeda dengan pendapat para ahli sebelumnya. Kasher (1998) dalam Ida Bagus (2014:1) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan ke dalam konteks. Hal tersebut berarti bahwa pragmatik ilmu bahasa yang terikat konteks.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk tindak tutur antara penutur dan mitra tutur dengan memerhatikan aspek pendukung, yaitu konteks ekstralinguistik yang meliputi: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, waktu dan tempat pertuturan itu terjadi.

2.2.2 Lingkup Pragmatik

Sebelum mengenal ilmu pragmatik lebih jauh atau lebih spesifik yang bertitik tolak dari tindak tutur sebagai aspek utama penelitian yang dilaksanakan, perlu juga mengetahui dan mempelajari lingkup ilmu pragmatik, yaitu: (a) Praanggapan, (b) Implikatur, (c) Tindak tutur. Adapun di bawah ini beberapa definisi dari beberapa ahli mengenai tiga lingkup pragmatik tersebut.

a) Praanggapan

(34)

Wijana lebih menitikberatkan pada posisi kalimat yang kedua adanya kebenaran atau tidak, guna memosisikan kebenaran kalimat yang pertama. Ida Bagus (2014:16) dalam buku Pragmatik mengatakan praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan tuturan. Yang memiliki praanggapan adalah penutur, bukan kalimat.

Pendapat Ida Bagus sedikit berbeda dengan Wijana. Ida Bagus mengatakan bahwa yang memiliki praanggapan adalah penutur bukan kalimat. Sementara itu, Wijana lebih menitikberatkan presuposisi pada kalimat dan tidak menyebut penutur. Adapun Rahardi (2003:83) dalam buku Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik mengatakan sebuah tuturan dapat dikatakan

presuposisikan atau mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali. Pendapat Rahardi senada dengan pendapat Wijana, yaitu sebuah tuturan dianggap presuposisi adalah apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa praanggapan, yaitu sesuatu yang diasumsikan oleh penutur, bahwa yang dikatakan penutur sudah diketahui oleh mitra tutur.

b) Tindak Tutur

(35)

Hudson dalam Alwasilah (1993) mengatakan tindak tutur adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial (Ida Bagus, 2014:85). Chaer (1995) menyatakan tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindakan dalam tuturan akan terlihat dari makna tuturan (Rohmadi, 2010:33).

(36)

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan pengertian dari tindak tutur, yaitu prilaku seseorang dalam bertutur bersifat psikologis yang dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa.

c) Entailment

Rahardi (2003:86) berpendapat bahwa entailment adalah hubungan antara tuturan dan maksudnya bersifat mutlak atau menjadi keharusan. Tuturan yang berbunyi Eli hamil muda, mengindikasikan bahwa wanita yang bernama Eli itu sudah pernah berhubungan sebadan dengan seorang pria tertentu, sehingga dia sekarang dalam keadaan hamil muda. Dengan demikian, Rahardi menegaskan bahwa hubungan antara tuturan dengan maksud tuturan pada entailment itu bersifat mutlak dan harus ada (necessary consequence).

Beranjak dari pendapat Rahardi di atas, Ida Bagus (2014:83) juga berpendapat serupa dengan Rahardi, yaitu entailment dalam hubungan antara tuturan dan maksudnya bersifat mutlak atau menjadi keharusan. Ida Bagus mengatakan bahwa penafsirannya harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang sama (the same back-ground knowledge) antara penutur dan mitra tutur tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu.

Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa entailment adalah hubungan antara tuturan dan maksud tuturan bersifat mutlak atau menjadi keharusan.

2.2.3 Tindak Tutur dalam Pragmatik

(37)

tindak tutur diklasifikasi menjadi tiga dimensi tindakan yang dapat diwujudkan oleh penutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Ketiga jenis tindakan ini juga menjadi titik tolak dari penelitian yang akan dilakukan. Berikut dijelaskan beberapa pengertian tentang lokusi, ilokusi, dan perlokusi dari beberapa ahli.

Searle (1969) dalam Wijana (1996:18-20) secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi adalah tuturan yang berfungsi untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang dapat mempengaruhi lawan tutur.

(38)

Rahardi (2003:71-72) bertolak dari pendapat Searle (1983) menyatakan tindak lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak ilokusioner tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi yang tertentu pula. Tindak perlokusioner adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect) kepada diri sang mitra tutur.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tindak lokusi adalah hanya sebatas kalimat dari sebuah tuturan yang dituturkan oleh penutur atau bunyi dari kalimat yang dituturkan oleh penutur, tindak ilokusi adalah maksud yang ingin disampaikan oleh penutur dalam tuturannya kepada mitra tutur, dan tindak perlokusi adalah maksud yang ditangkap oleh mitra tutur dari tuturan yang dituturkan oleh penutur.

2.2.4 Jenis-Jenis Tindak Tutur

(39)

2.2.4.1Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur langsung adalah kalimat berita yang difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, dan memohon (Wijana, 1996:31). Berdasarkan pendapat Wijana dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung suatu tuturan yang bersifat umum dan tidak bersifat tersirat. Adapun Yule (2006:95) mengatakan tindak tutur langsung adalah ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi. Berdasarkan pendapat Yule, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung adalah adanya hubungan struktur dan fungsi dalam berkomunikasi. Struktur yang dimaksud adalah bahasa dan fungsi adalah tujuan penuturan. Tindak tutur langsung adalah tindakan yang dinyatakan langsung oleh isi kalimatnya (Rahardi dan Cummings dalam Ida Bagus, 2014:92).

(40)

Rahardi, tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang memiliki jarak tempuh yang dekat antara titik tolak ilokusi dan titik tujuan ilokusi.

Selain itu, Rahardi (2003:75) berpendapat bahwa tingkat kelangsungan sebuah tuturan dapat pula diukur berdasarkan kejelasan pragmatiknya. Adapun kejelasan pragmatiknya adalah kenyataan bahwa semakin tembus pandang maksud sebuah tuturan akan semakin langsunglah maksud tuturan yang dimunculkan. Rahardi menegaskan kembali bahwa kelangsungan dan tidak langsung sebuah tuturan tergantung kejelasan pragmatik, yaitu semakin tembus pandang maksud, semakin langsunglah sifat tuturan tersebut. Sementara semakin tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan, semakin tidak langsunglah sifat tuturan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang tindak tutur langsung, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dalam pengungkapannya secara langsung tanpa mengandung kata-kata tersirat seperti perumpamaan, peribahasa atau kata yang mengandung kiasan dalam bertutur.

2.2.4.2Tindak Tutur Tidak Langsung

(41)

Yule (2006:95) mengatakan tindak tutur tidak langsung adalah apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi. Berdasarkan pendapat Yule, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung adalah tidak adanya hubungan struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksud adalah bahasa dan fungsi adalah tujuan penuturan. Tindak tutur tidak langsung itu harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang terimplikasi di dalamnya. Makna yang demikian itu dapat diperoleh hanya dengan melibatkan konteks situasi (Rahardi dan Cummings dalam Ida Bagus, 2014:92). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan langsung dinyatakan secara langsung tanpa mengandung kata atau kalimat tersirat dan tuturan tidak langsung bersifat tersirat. Seorang mitra tutur harus melihat konteks dan implikasi dari tuturan untuk menangkap maksud tuturan.

(42)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan tidak langsung adalah tuturan yang jarak tempuhnya jauh antara titik tolak ilokusi dan titik tujuan ilokusi yang terdapat dari dalam diri si penutur.

Selain itu, Rahardi (2003:75) berpendapat bahwa tingkat kelangsungan sebuah tuturan dapat pula diukur berdasarkan kejelasan pragmatiknya. Adapun kejelasan pragmatiknya adalah semakin tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan akan semakin tidak langsunglah maksud dari tuturan itu. Rahardi menegaskan kembali bahwa kelangsungan dan tidak langsung sebuah tuturan tergantung kejelasan pragmatik, yaitu semakin tembus pandang maksud, semakin langsunglah sifat tuturan tersebut. Sementara semakin tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan, semakin tidak langsunglah sifat tuturan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang tindak tindak tutur tidak langsung, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung merupakan tindak tutur yang dalam pengungkapannya secara tidak langsung dan mengandung kata-kata tersirat seperti menggunakan peribahasa, kiasan, atau perumpamaan dalam bertutur, sehingga mitra tutur tidak serta-merta bisa menangkap langsung maksud tuturan dari penutur.

2.2.4.3Tindak Tutur Literal

(43)

Berdasarkan pendapat Wijana mengenai tindak tutur literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur literal adalah tindak tutur antara maksud dan makna kata yang menyusunya sama.

2.2.4.4Tindak Tutur Tidak Literal

Wijana (1996:32) mengatakan tindak tutur tidak literal adalah (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau

berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh: Suaramu bagus, (tapi tak usah nanyi saja). Maksudnya, penutur mau mengatakan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus (tindak tutur tidak literal).

Berdasarkan pendapat Wijana mengenai tindak tutur tidak literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur antara maksud dan makna kata-kata yang menyusunnya tidak sama.

2.2.4.5 Tindak Tutur Langsung Literal

Wijana (1996:33) berpendapat bahwa tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan

(44)

tutur langsung literal adalah adanya kesesuaian antara modus tuturan, makna dan maksud pengutaraannya.

2.2.4.6 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

Wijana (1996:34) berpendapat bahwa tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diucapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur. Adapun contohnya: (a) “Lantainya kotor sekali.” Maksudnya, tuturan ini tidak hanya sekedar menginformasikan tetapi terkandung maksud memerintah yang secara tidak langsung dengan kalimat berita. (b) “Di mana handuknya?” Maksudnya, memerintah untuk mengambil handuk diungkapkan dengan kalimat Tanya. Wijana menekankan tindak tutur langsung tidak literal pada modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sama dengan maksud tuturan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung literal merupakan tuturan yang dituturkan dengan bentuk yang tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan tetapi ada kesamaan antara makna literal dengan tindakan yang diharapkan.

2.2.4.7 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

(45)

tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Adapun contohnya adalah: (a) “Suaramu bagus kok.” Maksudnya, suara lawan tuturnya tidak bagus. (b) “Kalau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu!” Maksudnya, menyuruh lawan tuturnya yang mungkin dalam hal ini anak, atau adiknya untuk menutup mulut sewaktu makan agar terlihat sopan. Kembali Wijana membalikan dari arti tindak tutur tidak langsung literal, yaitu jika tindak tutur tidak langsung literal tidak sesuai antara modus tuturan dan maksud tetapi makna kata-katanya sama dengan maksud tuturan. Sebaliknya, tindak tutur langsung tidak literal, yaitu kesesuaian antara modus tuturan dengan maksud. Namun, makna kata-kata yang menyusunnya tidak sama dengan maksud.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diungkapkan sesuai dengan tindakan, tetapi mempunyai maksud lain dari ungkapan yang dituturkan.

2.2.4.8 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

(46)

Berdasarkan pendapat di atas mengenai tindak tutur tidak langsung tidak literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang tidak sesuai antara bentuk dan makna literal dengan tindakan atau maksud yang diharapkan.

2.2.5 Konteks Intralinguistik

Adapun konteks linguistik yang akan menjadi bahan yang mendukung penelitian ini adalah pilihan kata dan gaya bahasa. Adapun penjelasan mengenai pilihan kata dan gaya bahasa dapat dilihat di bawah ini.

2.2.5.1Pilihan Kata

Gorys Keraf (1984:22) menyatakan bahwa pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karateristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.

(47)

maksudnya dan sangat miskin variasi bahasanya. Namun, terkadang juga kita berjumpa dengan orang-orang yang sangat boros dan mewah mengobralkan perbendaharaan katanya dan tidak ada isi yang tersirat di balik kata-kata itu.

Dengan demikian, tiap anggota masyarakat harus mengetahui bagaimana pentingnya peranan kata dalam komunikasi sehari-hari. Selain itu, masyarakat juga harus memiliki kosa kata yang luas. Masyarakat yang memiliki kosa kata yang luas maka akan memiliki kemampuan yang tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk memwakili maksud atau gagasannya.

Gorys Keraf memberi tiga kesimpulan mengenai pilihan kata (diksi). Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang

dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan untuk membedakan secara tepat

nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.

(48)

kemampuan sejumlah besar dalam penguasaan kosa kata seseorang dalam berkomunikasi.

2.2.5.2Gaya Bahasa

Beranjak dari pilihan kata atau diksi yang telah dipaparkan di atas maka perlu juga memaparkan gaya bahasa dalam penelitian „Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatiknya atas Sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas. Namun, tidak semua gaya bahasa dipaparkan oleh peneliti karena yang dipaparkan hanya yang ada kaitannya dengan penelitian. Adapun pemaparan gaya bahasa tersebut sebagai berikut.

Sudaryat dan Natasasmita dalam buku yang berjudul Ringkasan Bahasa dan Sastra Indonesia (hlm. 135) mengatakan bahwa gaya bahasa adalah

pemakaian kata-kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk melukiskan sesuatu maksud untuk membentuk plastik bahasa. Yang dimaksud dengan plastik bahasa ialah daya cipta pengarang dalam membuat cipta sastra dengan mengemukakan pemilihan kata yang tepat memungkinkan “tenaga” yang sesuai dengan buah pikiran dan perasaan yang terkandung dalam karya itu.

(49)

berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya guna meredahkan diri. Contoh: Datanglah ke gubuk orang tuaku. (3) Antonomasia adalah gaya bahasa perbandingan dengan menyebutkan nama lain terhadap seseorang yang sesuai dengan sifat orang tersebut. Contoh; Si Pincang itu kini telah tiada.

Gaya bahasa penegasan meliputi: (1) Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa penegasan dengan mempergunakan yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban. Contoh: Mana mungkin orang mati hidup kembali? (2) Gaya bahasa repetsi adalah gaya bahasa penegasan dengan mengulang sepatah kata berkali-kali dalam kalimat yang lain dan biasanya dipergunakan oleh ahli pidato. Contoh: Cinta adalah keindahan. Cinta adalah kebahagiaan. Cinta adalah pengorbanan.

Gaya bahasa pertentangan meliputi: Paradoks adalah gaya bahasa pertentangan yang hanya kelihatan pada arti kata yang berlawanan, padahal maksud sesungguhnya tidak karena obyeknya berlainan. Contoh: Hatinya sunyi tinggal di kota Jakarta yang ramai ini. Gaya bahasa sindiran meliputi: (1) Ironi adalah gaya bahasa sindiran yang menyatakan sebaliknya dengan maksud menyindir. Contoh: merdu benar suaramu, hingga terbangun aku.

(50)

bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa. Contoh: Dia dan istrinya ke Jakarta minggu lalu (Penghilangan predikat: pergi, berangkat).

Adapun Ratna (2013:171) memaparkan salah satu gaya bahasa perbandingan simbol. Gaya bahasa simbol menurut Ratna adalah (Symballein, Yunani) berarti memasukkan, mencampurkan, dan membandingkan secara bersama-sama, sehingga terjadi analogi antara benda dengan objeknya. Oleh karena itulah, Ratna mengutip pendapat Wellek dan Warren (1989) mengatakan bahwa pada dasarnya simbol mengandung unsur kata kerja. Simbol bunga mawar, pakaian warna hitam, di samping bunga mawar itu sendiri, dengan warnannya yang cerah dan baunya yang harum, juga menunjuk seseorang gadis remaja, wanita cantik sebagai idaman banyak pemuda. Demikian juga pakaian hitam, di samping warnanya gelap, yang lebih penting adalah maknanya sebagai tanda berduka cita. Baik bunga mawar dan gadis remaja maupun warna hitam dan suasana berduka cita memasukan makna secara bersama-sama ke dalam sistem simbol, sehingga salah satu mewakili yang lain.

Sementara itu, Waridah (2014:26) menambahkan salah satu gaya bahasa penegasan, yaitu gaya bahasa ekslamasio. Gaya bahasa ekslamasio adalah gaya bahasa yang menggunakan kata seru. Contoh: “Amboi indah sekali pantai ini!”

Adapun Haryanta (2012:19) menambahkan salah satu gaya bahasa sindiran, yaitu antifrasis. Gaya bahasa antifrasis adalah gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang bermakna kebalikannya dan bernada ironis.

(51)

dimaksudkan memberi warna pada aktivitas berkomunikasi. Sementara itu, cara berkomunikasi juga demikian, yaitu seorang penutur dan mitra tutur memiliki cara masing-masing dalam melakukan aktivitas komunikasi. Baik warna maupun cara terutama yang berkaitan dengan gaya bahasa, penggunaannya tergantung siapa penuturnya dan lawan tuturnya dan tidak terlepas pula dari konteks situasi tuturan yang diciptakan oleh penutur dan mitra tutur pada saat berinteraksi.

2.2.6 Konteks Ekstralinguistik

Dalam buku Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik (Rahardi, 2003:18) menyatakan konteks situasi tuturan yang dimaksud menunjuk pada aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh si penutur maupun oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah penuturan tertentu. Maka dengan mendasarkan pada gagasan Leech tersebut, Wijana (1996) dengan tegas menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut juga konteks situasi pertuturan (speech situational context).

(52)

1. Penutur dan Lawan Tutur

Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb (Wijana, 1996:10). Rahardi (2003:19) menambahkan bahwa aspek-aspek yang mesti dicermati pada diri penutur maupun mitra tutur di antaranya adalah jenis kelamin, umur, daerah asal, dan latar belakang keluarga serta latar belakang sosial-budaya lainnya yang dimungkinkan akan menjadi penentu hadirnya makna sebuah tuturan. Dari kedua pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penutur dan lawan tutur dalam berkomunkasi tidak terlepas oleh latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban. Walau tidak menutup kemungkinan dapat juga aktivitas komunikasi tidak terikat dari tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban. Tergantung situasi tuturan pada saat itu.

2. Konteks Tuturan

(53)

Adapun Rahardi (2003:20) menambahkan dengan menyatakan konteks tuturan dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan bersama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu dalam keseluruhan proses bertutur. Geoffrey N. Leech (1983) dalam Rahardi (2003:20) telah menyatakan pandangannya sebagai berikut. “I shall consider context to be any background knowledge assumed to be shared by S dan H and which contributes to H’s

interpretation of what S means by a given utterance.” Pengetahuan dan pemahaman jati dirinya adalah semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh pelibat pertuturan, jelas-jelas akan dapat membantu para pelibat pertuturan itu untuk menafsirkan kandungan pesan atau maksud yang hendak disampaikan di dalam setiap pertuturan. Maksud dari pendapat Rahardi adalah kelancaran dalam interpretasi dari sebuah tuturan baik dari penutur kepada mitra tutur maupun mitra tutur kepada penutur, dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan masing-masing.

(54)

Kridalaksana bertolak dari Leech (1991) dalam Ida Bagus (2014:94) menyatakan bahwa konteks adalah sebagai latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu. Kridalaksana (1983:103) mengatakan makna adalah maksud pembicara atau pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman, hubungan, dalam arti kesepadanan dan ketidaksepadanan, antara bahasa dan alam luar bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditujunya. Inti dari pendapat Kridalaksana ini adalah alam luar bahasa yang disebut konteks ekstralinguistik. Pendapat Kridalaksana sangat jelas bahwa konteks mendukung sesorang dalam memahami makna dari sebuah tuturan. Alwasilah (1993) dalam Ida Bagus (2014:85) juga berpendapat bahwa ujaran bersifat context dependent (tergantung konteks). Hal tersebut berarti konteks merupakan syarat utama dalam memahami makna tuturan. Ida Bagus (2014:85) juga menyatakan bahwa ujaran atau tindak tutur sangat tergantung dengan konteks ketika penutur bertutur. Tuturan-tuturan baru dapat dimengerti hanya dalam kaitannya dengan kegiatan yang menjadi konteks dan tempat itu terjadi.

(55)

3. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities) (Wijana, 1996:11). Berdasarkan pendapat Wijana, Rahardi (2003:21) menambahkan dengan menyatakan ihwal tujuan tutur berkaitan sangat erat dengan bentuk-bentuk tuturan yang digunakan seseorang. Dikatakan demikian, pada dasarnya tuturan dari seseorang akan dapat muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang sudah jelas dan amat tertentu sifatnya. Berdasarkan pendapat Wijana dan Rahardi menekankan pada sebuah maksud. Adanya sebuah tuturan pasti dilatarbelakangi oleh maksud dari tuturan tersebut. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan tuturan adalah buah atau produk akhir dari sebuah tuturan yang didasari oleh maksud. Tidak mungkin seseorang bertutur tanpa adanya tujuan dan tujuannya pun bermacam-macam.

4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan

(56)

dibandingkan dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya (Wijana, 1996:12). Rahardi (2003:21) menambahkan bahwa tuturan sebagai bentuk tindakan atau wujud dari sebuah aktivitas linguistik, merupakan bidang pokok yang dikaji di dalam ilmu bahasa pragmatik. Karena pragmatik mempelajari tindak verbal yang sungguh-sungguh terdapat dalam situasi dan suasana pertuturan tertentu, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya yang dibicarakan di dalam ilmu bahasa pragmatik bersifat konkret-aktual. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah tuturan menghasilkan tindakan atau sebuah tuturan merupakan bentuk tindakan karena ketika seorang penutur dan lawan tutur dalam bertutur pasti menghasilkan tindakan, baik secara suara, mimik, dan gaya tubuh.

5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal

(57)

Bertolak dari pendapat kedua ahli di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa tuturan sebagai produk tindak verbal seperti memerintah, menyuruh, memperingatkan, memberitahu, menyindir, dan menyarankan. Adanya tindak verbal, penutur dan mitra tutur telah melakukan selayaknya aktivitas berkomunikasi.

2.2.7 Injil Lukas

Penelitian yang dilaksanakan ini, datanya dari teks Injil Santo Lukas, yaitu menemukan jenis-jenis tindak tutur atas sabda-sabda Yesus dalam Injil Santo Lukas dan makna pragmatiknya. Maka, peneliti memaparkan secara singkat mengenai Injil Lukas dan pengarang Injil Lukas, yaitu Santo Lukas. Peneliti memaparkan secara singkat tentang Injil Lukas dan Santo Lukas bertolak dari buku yang ditulis oleh Jansen (1970) dan Stefan Leks (2003). Berikut pemaparan mengenai Injil Lukas terlebih pengarangnya, yaitu Santo Lukas.

Leks (2003:13) berpendapat bahwa di antara keempat Kitab Injil, hanya Injil Lukas saja didahului dengan sebuah prolog yang disusun menurut patokan-patokan sastra Yunani zaman itu. Prolog itu ditujukan kepada seorang bernama Teofilus yang tampaknya seorang tokoh. Kisah Para Rasul juga dibuka dengan

sebuah prolog dan ditujukan kepada orang yang sama. Kisah Para Rasul malah mengacu kepada Injil sebagai “bukuku yang pertama aku menulis tentang segala

sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus sampai pada hari Ia diangkat ke surgA” (Kis 1:1).

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis dan Jumlah Tindak Tutur atas Sabda-sabda Yesus
Tabel 2. Makna-Makna Pragmatik Secara Keseluruhan pada Jenis-jenis

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan SK Rektor mengenai KTR UI masih belum efektif di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Indonesia karena tidak adanya masa transisi yang ditandai dengan adanya

Saturasi adalah perbandingan antara volume pori-pori batuan yang terisi fluida formasi tertentu terhadap total volume pori-pori batuan yang terisi fluida atau jumlah kejenuhan

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

Meskipun kedua indikator tersebut berada di posisi yang paling rendah namun berdasarkan klasifikasi hasil persentase skor motivasi belajar siswa dapat dikatakan

Produk bambu yang dikembangkan oleh anak Nagari Kumanis Sijunjung berawal dari adanya pelatihan pengabdian kepada masyarakat tentang pengolahan dan pengembangan produk

Semakin tinggi penambahan konsentrasi garam dan konsentrasi asam cuka makanilai pH rusip semakin turun.Kedua perlakuan mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat yang

1) liquid radioactive waste containing detergents and thorium can be processed biochemically using SGB 103 bacteria. 2) Through a biochemical treatment processes

Pada penelitian sebelumnya juga mengalami hal serupa, dimana nilai kadar air semakin rendah terdapat pada bakso ayam yang menggunakan tepung biji nangka lebih