SERIAL PEDOMAN TEKNIS
Penyusunan Rencana Aksi Percepatan
Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah
DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR MDGs
KEM
EN
TER
IA
N
PER
EN
CA
N
A
A
N
PEM
B
A
N
G
U
N
A
N
N
A
SIO
N
A
L /
B
A
D
A
N
PER
EN
CA
N
A
A
N
PEM
B
A
N
G
U
N
A
N
N
A
SIO
N
A
L
TA
H
U
N
2011
KEMENTERIAN PPN / BAPPENAS dan BADAN PUSAT STATISTIK
Tahun 2011
Kata Pengantar
Sebagai implementasi Inpres No.3 Tahun 2010, maka seluruh daerah menyusun Rencana Aksi Daerah untuk Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs (RAD MDGs). Sejalan dengan hal tersebut, maka Bappenas telah menyusun dan mensosialisasikan pedoman penyusunan RAD pada akhir tahun 2010 dan melakukan fasilitasi secara komprehensif kepada daerah. Berdasarkan berbagai masukan dalam proses fasilitasi ke daerah, maka untuk memudahkan daerah dalam penyusunan RAD, Bappenas perlu memberikan berbagai petunjuk teknis.
Dokumen ini merupakan salah satu serial dari pedoman teknis bagi daerah, terutama untuk memahami lebih jauh definisi operasional dari setiap indikator MDGs, termasuk bagaimana melakukan pemantauannya baik ditingkat nasional maupun daerah.
Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari seluruh kementerian lembaga yang bekerjasama dalam memberikan masukan untuk penyusunan dokumen ini. Kami sampaikan terima kasih secara khusus kepada BPS yang telah menyiapkan draft awal dokumen ini dengan dukungan CIDA dan UNICEF, sehingga selanjutnya kami dapat mengembangkan versi yang lebih lengkap.
Kami harapkan pedoman ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para pengambil kebijakan dan perencana program baik di tingkat nasional dan daerah, terutama dalam menjamin ketersediaan dan kelengkapan data untuk pemantauan indikator MDGs, yang setiap tahunnya dilaporkan kepada PBB.
Jakarta, September 2011
Dra. Nina Sardjunani, MA
Deputy SDM dan Kebudayaan Kementerian PPN / Bappenas selaku Sekretaris Tim Koordinasi Nasional MDGs
Daftar Isi
Kata Pengantar……… Daftar Isi……… Daftar Rumus……… Daftar Singkatan………. PENDAHULUAN……….… A. Latar Belakang……….…… B. Tujuan……….….. C. Ruang Lingkup………. D. Landasan Hukum……….. Indikator Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs)……….Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan….……… Target 1 A
Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 (PPP) per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015………. TARGET 1B
Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda………. TARGET 1C
Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara 1990-2015………. Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua……….…
Target 2A Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar……….. Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan……….………
Target 3A. Menghilangkan Ketimpangan Gender di Tingkat Pendidikan Dasar dan Lanjutan pada 2005 dan di Semua Jenjang Pendidikan Tidak Lebih dari Tahun 2015……….. Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak….………..
Target 4A Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga Dua Pertiga, dalam kurun waktu 1990-2015………. Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu…..……….
Target 5A Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar Tiga Perempat dalam kurun waktu tahun 1990-2015………. Target 5B Mewujudkan Akses Kesehatan Reproduksi bagi Semua pada Tahun 2015……..….. Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, & Penyakit Menular Lainnya………..……..
Target 6A: Mengendalikan Penyebaran HIV/AIDS dan Mulai Menurunnya Jumlah Kasus Baru hingga Tahun 2015………. Target 6B: Mewujudkan Akses Terhadap Pengobatan HIV/AIDS bagi Semua yang
Membutuhkan sampai dengan Tahun 2015………. Target 6C: Mengendalikan Penyebaran dan Mulai Menurunkan Jumlah Kasus Baru Malaria dan Penyakit Utama Lainnya Hingga Tahun 2015……….
i ii iv vi 1 1 1 2 2 3 6 6 8 11 13 13 16 16 19 19 22 22 24 26 26 29 30
Target 7.B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2010……… Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses
berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015……… Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020………. Tujuan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan………..
Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif………...
Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun
internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang……… Target 8.F: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi……….. Lampiran Susunan Keanggotaan Penyusunan Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs……. Daftar Pustaka………. 40 41 43 44 44 46 48 51 55
Daftar Rumus
Rumus 1.1. Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per
hari 6
Rumus 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan 7
Rumus 1.3. Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional 8
Rumus 1.4. Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 9
Rumus 1.5. Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk Usia
Kerja) 9
Rumus 1.6. Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga
terhadap total kesempatan kerja 10
Rumus 1.7. Prevalensi balita kurang gizi (BKG) 11
Rumus 1.8. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum 12
Rumus 2.1. Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar 13
Rumus 2.2. Angka partisipasi murni di sekolah menengah pertama (APM-SMP) 14 Rumus 2.3. Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) Sekolah Dasar 14
Rumus 2.4. Angka melek huruf (AMH) penduduk usia 15-24 tahun 15
Rumus 3.1. Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan
perguruan tinggi 17
Rumus 3.2. Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP) 18
Rumus 3.3. Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR 18
Rumus 4.1 Angka Kematian Balita (AKBA) per 1000 kelahiran hidup 19
Rumus 4.2. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 20
Rumus 4.3 Presentase anak berusia 1 tahun yang diimunisasi campak 21
Rumus 5.1. Angka kematian ibu per 100,000 kelahiran hidup 22
Rumus 5.2. Proporsi kelahiran yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih 23 Rumus 5.3. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraseptive Prevalence Rate / CPR) bagi Pasangan
Usia Subur (PUS) usia 15-49 tahun semua cara. 24
Rumus 5.4. Angka kelahiran pada remaja (perempuan usia 15-19 tahun/Age Specific Fertitility
Rate-ASFR) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun 24
Rumus 5.5. Cakupan Pelayanan Antenatal satu kali 25
Rumus 5.6. Unmet need (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB) yang tidak terpenuhi 25 Rumus 6.1. Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi terakhir 27 Rumus 6.2. Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan
komprehensif tentang HIV/AIDS (PPK-HIV/AIDS) 29
Rumus 6.3. Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat antiretroviral
(persen) 29
Rumus 6.4. Angka kejadian dan tingkat kematian malaria 30
Rumus 6.5. Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinteksida 31 Rumus 6.6. Angka kejadian, prevalensi, dan tingkat kematian akibat tuberkulosis 32 Rumus 6.7. Proporsi jumlah kasus tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS 32 Rumus 6.8. Proporsi kasus tuberkulosis yang diobati dan sembuh dalam program DOTS 33 Rumus 7.1. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit
Rumus 7.5. Rasio kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap
total luas kawasan hutan 38
Rumus 7.6. Rasio kawasan konservasi perairan terhadap total luas perairan territorial 39
Rumus 7.7. Rasio kawasan lindung (RKL) terhadap luas wilayah 40
Rumus 7.8. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak,
perkotaan dan perdesaan 41
Rumus 7.9. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar,
perkotaan dan perdesaan 42
Rumus 7.10. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan 43
Rumus 8.1. Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB 44
Rumus 8.2. Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Umum 45
Rumus 8.3. Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 45 Rumus 8.4. Rasio Pinjaman Luar Negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 46 Rumus 8.5. Rasio Pembayaran Pokok Utang dan Bunga Utang Luar Negeri terhadap Penerimaan
Hasil Ekspor (Debt Service Ratio/DSR) 47
Rumus 8.6. Tingkat penetrasi telpon tetap 48
Rumus 8.7. Tingkat penetrasi telpon bergerak 48
Rumus 8.8. Tingkat penetrasi pengguna internet 49
Daftar Singkatan
AKB Angka Kematian Bayi
AKBA Angka Kematian Balita
AKG Angka Kecukupan Gizi
AKI Angka Kematian Ibu
AKM Angka Kematian Malaria
AKTB Angka Kematian karena Tuberkulosis
AMH 15-24 Angka Melek Huruf penduduk usia 15-24 tahun APM-SD Angka Partisipasi Murni-Sekolah Dasar
APM-SMP Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah Pertama APS Angka Partisipasi Sekolah
AP TB Angka Proporsi Tuberkulosis ARV Antiretroviral
ASFR Age Specific Fertitility Rate
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
BKG Balita Kurang Gizi
BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPO Bahan Perusak Ozon
BPR Badan Perkreditan Rakyat BPS Badan Pusat Statistik
BU Berusaha Sendiri
BTA Positif Batang Tahan Asam Positif CFCs Chlorofluorocarbons
CIDA Canadian International Development Agency
CO2 Karbon Dioksida
CPR Contraceptive Prevalence Rate
DAS Daerah Aliran Sungai
DPD Dewan Perwakilan Daerah
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DOTS Directly Observed Treatment, Short-course DSR Debt Service Ratio
GRK Gas Rumah Kaca
HIV/AIDS Human Immuno-defisiency Virus / Acquired Immuno-deficiency Syndrome HBFC Hidrobromofluorocarbon
HCFC Hydrochlorofluorocarbon IMS Infeksi Menular Seksual
IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change
KB Keluarga Berencana
KBLI Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Kemdiknas Kementerian Pendidikan Nasional
Kemkes Kementerian Kesehatan
Kemkominfo Kementerian Komunikasi dan Informatika Kemtan Kementerian Pertanian
KepMen Keputusan Menteri
KKP Kementerian Kelautan dan Perikanan KLB Kejadian Luar Biasa
KLH Kementerian Lingkungan Hidup
Km Kuantil termiskin
KMNLH Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
KPAN Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
KPPNP Kontribusi Perempuan Dalam Pekerjaan Upahan Di Sektor Non Pertanian
LN Luar Negeri
MDGs Millenium Development Goals
MI Madrasah Ibtidaiyah
MSY Maximum Sustainable Yield
MTs Madrasah Tsanawiyah
ODHA Orang Dengan HIV/AIDS PAH Penampungan Air Hujan PAKG Proporsi Angka Kecukupan Gizi
P-ARV Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat Antiretroviral
PB Pekerja Bebas
PC Personal Computer
PDB ADHK Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan
PDBCAPTKt Produk Domestik Bruto per kapita Tenaga kerja pada periode t
PDBCAPTKt-1 Produk Domestik Bruto per kapita Tenaga kerja pada periode t-1
PDRB Produk Domestik Regional Bruto
PDKM Proporsi Penduduk yang Berada Di Bawah Garis Konsumsi Minimum
PG Poverty Gap
PK Pekerja Keluarga
PK-HSB Penggunaan Kondom pada Hubungan Seks Berisiko PLH Pendidikan Lingkungan Hidup
P-M Penemuan Malaria
PMT-SD Proporsi Murid Kelas 1 yang Berhasil Mencapai Kelas Akhir (kelas 6) Sekolah Dasar PPP Purchasing Power Parity
PPK Proporsi Pertolongan Kelahiran
PPK-HIV/AIDS Persentase Pengetahuan Komprehensif Human Immuno-defisiency Virus / Acquired Immuno-defisiency Syndrome
PSTN Public-Swithced Telephone Network PTB Prevalensi Tuberkulosis
PUS Pasangan Usia Subur
RAMOS Reproductive Age Mortality Survey RAPM Rasio Angka Partisipasi Murni
RAPM-SD Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Dasar
RAPM-SM Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah (SMA, SMK, MA, Salafiah Ulya, dan paket C setara SM)
RAPM-SMP Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah Pertama RAPM-PT Rasio Angka Partisipasi Murni-Perguruan Tinggi
Riskerdas Riset Kesehatan Dasar
RT Rumah Tangga
Sakernas Survei Angkatan Kerja Nasional
SDKI Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
SDM Sumber Daya Manusia
SP Sensus Penduduk
SPAL Sistem Pengolahan Air Limbah SUPAS Survei Penduduk Antar Sensus
Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional
TB Tuberkulosis
TKT Tenaga Kesehatan Terlatih
UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change
UU Undang-Undang
WHO World Health Organization
WPS Wanita Penjaja Seks
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sepuluh tahun yang lalu, pada bulan September tahun 2000, saat berlangsungnya pertemuan Persatuan Bangsa-Bangsa di New York, Kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara menyepakati Deklarasi Milenium yang menegaskan kepedulian utama secara global terhadap kesejahteraan masyarakat dunia. Tujuan Deklarasi yang disebut Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals-MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan dan
mengartikulasi satu gugus tujuan yang berkaitan satu sama lain ke dalam agenda pembangunan dan kemitraan global. Setiap tujuan dijabarkan ke dalam satu sasaran atau lebih dengan indikator yang terukur yaitu: terkait pengurangan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, perbaikan kesehatan ibu dan anak, pengurangan prevalensi penyakit menular, pelestarian lingkungan hidup, dan kerjasama global. MDGs yang didasarkan pada konsensus dan kemitraan global ini, juga menekankan kewajiban negara maju untuk mendukung penuh upaya tersebut.
Sebagai upaya dalam pencapaian target-target MDGs, maka pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan prioritas MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2005-2009 dan 2010-2014), Rencana Pembangunan Tahunan Nasional (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai realisasinya, maka melalui Instruksi Presiden No.3 Tahun 2010 telah ditetapkan tujuan prioritas pembangunan yang berkeadilan yang berpihak pada pencapaian MDGs. Sebagai salah satu bentuk implementasi dari Inpres No.3 Tahun 2010, maka Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun Peta Jalan (Road Map) pencapaian tujuan pembangunan MDGs yang diikuti dengan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk percepatan pencapaian MDGs yang difasilitasi langsung oleh Bappenas dan Bappeda. Selanjutnya masing-masing Kepala Daerah akan mengesahkan Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs tersebut.
B. TUJUAN
Tujuan diterbitkannya pedoman teknis ini adalah untuk acuan Tim MDGs Nasional dan Tim MDGs Provinsi untuk menyamakan persepsi dan metode untuk kelancaran dan keseragaman kelancaran pelaksanaan percepatan pencapaian MDGs di Indonesia serta untuk dijadikan acuan bagi para pengumpul data dan pemantauan indikator MDGs.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari pedoman ini meliputi penjelasan tentang: 1. Konsep dan definisi tujuan, target dan indikator MDGs 2. Manfaat tujuan, target dan indikator MDGs
3. Metode Perhitungan tujuan, target dan indikator MDGs
4. Sumber data untuk mendapatkan tujuan, target dan indikator MDGs
D. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum yang dipakai sebagai acuan adalah:
1. Perpes No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 terkait dengan Prioritas Pembangunan;
2. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, yang meliputi substansi Pro Rakyat, keadilan untuk semua dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs);
3. Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep.47/M.PPN/HK/03/2011 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Nasional Percepatan Pencapaian MDGs 2011-2015;
4. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah (RAD MDGs), Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2010;
Indikator Sasaran Pembangunan Milenium
(Millennium Development Goals-MDGs)
Tujuan dan Target Indikator capaian yang dimonitor
Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Target 1A: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari US$ 1 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015
1.1 Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari
1.2 Rasio kesenjangan kemiskinan
1.3 Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional
Target 1B: Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda
1.4 Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja
1.5 Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas
1.7. Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja
Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015
1.8. Prevalensi balita dengan berat badan rendah / kekurangan gizi
1.9. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum
Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 2A: Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan dimanapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar
2.1 Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar 2.2 Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan
sekolah dasar
2.3 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki
Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat
pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015
3.1 Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat
pendidikan dasar, menengah atas dan perguruan tinggi 3.2 Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di
sektor non-pertanian
3.3 Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR
Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak
Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015
4.1 Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup 4.2 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 4.3 Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak
Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu
Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015
5.1 Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup 5.2 Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan
terlatih
Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015
5.3 Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49, semua cara
5.4 Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun
5.5 Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan)
5.6 Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/KB yang tidak terpenuhi)
Tujuan dan Target Indikator capaian yang dimonitor Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya
Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015
6.1 Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total populasi 6.2 Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko
tinggi terakhir
6.3 Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS
Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010
6.5. Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan antiretroviral
Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015
6.6. Angka kejadian dan tingkat kematian Malaria 6.7. Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu
berinsektisida
6.9. Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis
6.10.Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS
Tujuan 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumber daya lingkungan Target 7.B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2010
7.1. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan
7.2. Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) 7.3. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) 7.4. Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan
biologis yang aman
7.5. Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan
7.6. Rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan territorial
7.7. Proporsi spesies yang hampir punah
Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015
7.8. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan 7.9. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan
terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan
Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020
7.10. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan
Tujuan 8: Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan
perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat
8.6a. Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB
8.6b. Rasio pinjaman terhadap simpanan di bank umum 8.6c. Rasio pinjaman terhadap simpanan di BPR
Tujuan dan Target Indikator capaian yang dimonitor
tingkat nasional maupun internasional
Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang
8.12.Rasio pembayaran pokok utang dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor (DSR)
Target 8.F: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi
8.14.Tingkat penetrasi telpon tetap 8.15.Tingkat penetrasi telpon bergerak 8.16.Tingat penetrasi pengguna internet
8.16a.Proporsi rumah tangga yang memiliki komputer pribadi
Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
Target 1 A
Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 (PPP) per
hari menjadi setengahnya antara 1990-2015
1.1. Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan
1.3. Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional
Indikator 1.1
Proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari $1 (PPP) per hari
Konsep dan definisi Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $1 per kapita per hari adalah persentase penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Nilai dolar dimaksud adalah nilai dolar berdasarkan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity (PPP) yang konversinya denganmata uang lokal berdasarkan harga tahun 1993.
Manfaat Indikator ini dipakai untuk memonitor kemajuan upaya pengentasan kemiskinan setiap negara serta untuk memonitor tren kemiskinan pada tingkat global.
Metode Perhitungan Penghitungannya menggunakan rumus 1.1. sebagai berikut:
Po (dolar PPP) =
Banyaknya penduduk miskin dengan
pendapatan di bawah $ 1 PPP X 100%
Jumlah penduduk
Sumber data: Dihitung oleh Bank Dunia berdasarkan hasil survei dari setiap negara Catatan:
Indikator ini dapat dihitung di tingkat provinsi sesuai dengan metode perhitungan yang ditetapkan
Indikator 1.2.
Rasio kesenjangan kemiskinan
Konsep dan definisi Rasio kesenjangan kemiskinan adalah jumlah rasio antara selisih pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan terhadap garis kemiskinan itu sendiri, dibagi dengan jumlah penduduk.
Manfaat Indikator ini digunakan untuk mengukur "defisit kemiskinan" sehingga dapat diketahui besar dana per kapita yang diperlukan untuk mengangkat penduduk miskin ke garis kemiskinan.
Metode Perhitungan Rumus 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan:
Po = dimana:
PG = Rasio kesenjangan kemiskinan (proverty gap) Z = garis kemiskinan
q = jumlah penduduk miskin
Y1 = pendapatan individu penduduk miskin n = jumlah penduduk
Sumber data: BPS (Modul Susenas) Catatan:
Indikator ini dapat dihitung di tingkat provinsi sesuai dengan metode perhitungan yang ditetapkan
Indikator 1.3
Kontribusi kuantil termiskin terhadap konsumsi nasional
Konsep dan definisi Kontribusi penduduk kuantil termiskin (Km) adalah proporsi konsumsi dari 20 persen lapisan penduduk berpendapatan terendah terhadap konsumsi nasional
Manfaat Indikator ini memberikan informasi mengenai ketimpangan pendapatan dalam masyarakat, dan disebut juga "ukuran" ketimpangan relatif.
Metode Perhitungan Pendapatan (konsumsi) setiap rumah tangga diperoleh dari survei. Pendapatan ini dibagi dengan banyaknya anggota setiap rumah tangga untuk mendapatkan pendapatan (konsumsi) per kapita. Selanjutnya penduduk diurutkan menurut besarnya pendapatan per kapita. Pendapatan 20 persen penduduk paling rendah dijumlahkan dan dihitung persentasenya terhadap total pendapatan (konsumsi). Rumus 1.3. yang digunakan:
K m =
Jumlah pendapatan (konsumsi) penduduk kuantil termiskin (20 persen
terendah) X 100%
Total pendapatan (konsumsi) penduduk Sumber data: BPS (Susenas)
TARGET 1B
Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk
semua, termasuk perempuan dan kaum muda
1.4. Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja
1.5. Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas
1.7 Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja
Indikator 1.4
Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja
Konsep dan definisi Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja adalah rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita tenaga kerja dalam periode waktu tertentu.
PDB yang dipergunakan adalah PDB atas dasar harga konstan, sedangkan data tenaga kerja yang diperlukan adalah jumlah orang yang bekerja.
Manfaat Indikator ini dipergunakan untuk memonitor tingkat produktifitas tenaga kerja.
Metode Perhitungan Perhitungan menggunakan rumus 1.4. sebagai berikut : % 100 1 1 X PDBCAPTK PDBCAPTK r t t Keterangan:
r : Laju pertumbuhan PDB per kapita Tenaga Kerja PDBCAPTKt : PDB per kapita Tenaga Kerja pada periode t
PDBCAPTKt-1 : PDB per kapita Tenaga Kerja pada periode t-1
t : Periode waktu (tahun) rumus awal PDBCPATK dimasukkan lagi
Sumber data: BPS (PDB ADHK dan Sakernas) Catatan:
1. Indikator dapat dihitung ditingkat provinsi dan kab/kota
2. Istilah PDB dalam provinsi dan kab/kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Indikator 1.5
Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk Usia Kerja)
Konsep dan definisi Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) adalah perbandingan kesempatan kerja penduduk terhadap total penduduk usia kerja (penduduk 15 tahun ke atas).
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung kesempatan kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja (supply side). Dengan asumsi bahwa jumlah penduduk yang bekerja sama dengan jumlah kesempatan kerja yang tersedia. Kelebihan dari sisi supply dikurangi dengan demmand adalah penganggur.
Manfaat Indikator ini dipergunakan untuk melihat tingkat penyerapan tenaga kerja terhadap total penduduk usia kerja.
Metode Perhitungan Rumus 1.5. yang digunakan adalah:
Rasio kesempatan =
kerja
Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja
X 100% Jumlah penduduk usia kerja (15 tahun
keatas) Sumber data: BPS (Sakernas)
Catatan:
Indikator 1.6
Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja
Konsep dan definisi Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja adalah proporsi penduduk usia 15+ yang bekerja yang berstatus berusaha sendiri,pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total penduduk 15+ yang bekerja, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini dipergunakan untuk melihat proporsi penduduk bekerja yang memiliki pekerjaan pada kegiatan informal.
Metode Perhitungan Rumus 1.6. yang digunakan adalah:
Rasio Bekerja sendiri dan=
pekerja keluarga
Jumlah tenaga kerja BU+ PB + PK X 100% Jumlah penduduk 15 tahun keatas yang
bekerja
BU = Berusaha sendiri PB = Pekerja bebas PK = Pekerja keluarga
Sumber data: BPS (Sakernas) Catatan:
TARGET 1C
Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya
antara 1990-2015
Indikator 5
Prevalensi balita kurang gizi (BKG)
Konsep dan definisi BKG adalah perbandingan antara balita berstatus kurang gizi dengan balita seluruhnya. Prevalensi status gizi balita diperoleh melalui indeks berat badan, umur, dan jenis kelamin. Kategori status gizi ditentukan dengan menggunakan standar WHO Tahun 2005 yang telah diadopsi oleh kementerian kesehatan melalui KepMen No.1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, yang dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan Z-score yaitu:
(1) gizi lebih (Z-score >= +2) (2) gizi baik (-2 < Z-score < +2) (3) gizi kurang (-3 < Z-score < -2) (4) gizi buruk (Z-score <= -3)
Manfaat Anak kurang gizi memiliki kemungkinan risiko kematian yang tinggi, menghambat pertumbuhan dan mempengaruhi status kesehatannya dikemudian hari. Prevalensi balita kurang gizi secara universal digunakan sebagai indikator untuk memonitor status ketahanan pangan dan kesehatan penduduk.
Metode Perhitungan Rumus 1.7. yang digunakan:
BKG = Banyaknya balita kurang gizi Jumlah balita X 100% Sumber data: BPS (Susenas) dan Kemkes (Riskesdas)
Indikator 6
Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum
Konsep dan definisi Konsumsi rata-rata energi yang dianjurkan 2000 kkal per kapita per hari (AKG=Angka kecukupan gizi ). Tingkat konsumsi minimum adalah tingkat konsumsi energi yang besarnya 70% dari angka yang dianjurkan (1400 kalori per kapita per hari).
Proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimum (PDKM) adalah perbandingan banyaknya penduduk yang tingkat konsumsinya berada di bawah tingkat konsumsi minimum nasional yang dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini digunakan untuk mengukur besarnya penduduk yang mempunyai konsumsi energy yang sangat rendah sehingga memerlukan prioritas di dalam upaya perbaikan pangan dan gizi. Pembangunan berkelanjutan memerlukan usaha konkrit untuk mengurangi kemiskinan serta mencari solusi menghilangkan kelaparan dan kekurangan gizi.
Metode Perhitungan Rumus 1.8. yang digunakan:
PAKG = Banyaknya penduduk yang tingkat konsumsi energinya 2000 kkal X 100% Jumlah penduduk
Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
Target 2A
Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan
dapat menyelesaikan pendidikan dasar
2.1 Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar
2.2 Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar 2.3 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki
Indikator 2.1.
Angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar
Konsep dan definisi Angka partisipasi murni sekolah dasar adalah perbandingan antara murid sekolah dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Salafiah Ula dan paket A setara SD, usia 7-12 tahun, dengan penduduk usia 7-12 tahun, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini dipakai untuk memonitor pencapaian tujuan pendidikan dasar yang diidentifikasi oleh MDGs, meliputi pendidikan sekolah dasar, MI, Salafiah Ula dan paket A setara SD
Metode Perhitungan Rumus 2.1. yang digunakan:
APM-SD =
Banyaknya murid tingkat SD usia 7-12
tahun X 100% Banyaknya penduduk usia 7-12 tahun
Sumber data: BPS, Kemdiknas, Kemenag. Catatan:
1. Pemantauan indikator ini diikuti dengan pemantauan Angka Partisipasi Sekolah (APS) bersumber dari BPS, untuk melihat fenomena early entry
2. Laporan MDGs tahun 2010, indikator ini tidak termasuk Salafiah Ula. Tahun 2011 akan diperhitungkan
3. APM tingkat SD nasional bersumber dari Kemdiknas dan Kemenag, sedangkan APM tingkat SD provinsi bersumber dari BPS dan Kemenag.
Indikator 1.1.1
Angka partisipasi murni di sekolah menengah pertama (APM-SMP)
Konsep dan definisi APM di SMP adalah perbandingan antara murid SMP, Madrasah Tsanawiyah (MTs), Salafiah Wustho, Paket B setara SMP, usia 13-15 tahun termasuk dengan penduduk usia 13-15 tahun, dinyatakan dalam persentase
Manfaat Indikator ini digunakan untuk memonitor pencapaian tujuan pendidikan dasar yang diidentifikasi dalam MDGs khususnya pendidikan tingkat SMP dalam program nasional (Indonesia).
Metode Perhitungan Rumus 2.2. yang digunakan:
APM-SMP =
Banyaknya murid tingkat SMP usia
13-15 tahun X 100% Banyaknya penduduk usia
13-15 tahun Sumber data: BPS, Kemendiknas, Kemenag
Catatan:
1. Pemantauan indikator ini diikuti dengan pemantauan Angka Partisipasi Sekolah (APS) bersumber dari BPS, untuk melihat fenomena early entry
2. Laporan MDGs tahun 2010, indikator ini tidak termasuk Salafiah Wustho. Tahun 2011 akan diperhitungkan
3. APM tingkat SMP nasional bersumber dari Kemdiknas dan Kemenag, sedangkan APM tingkat SMP provinsi bersumber dari BPS dan Kemenag
Indikator 2.2.
Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) Sekolah Dasar
Konsep dan definisi Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) tingkat Sekolah Dasar adalah banyaknya murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) pendidikannya di tingkat sekolah dasar pada tahun tertentu terhadap jumlah murid kelas 1 lima tahun sebelumnya, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini digunakan untuk memonitor cakupan pendidikan dan kemajuan murid untuk mencapai kelas akhir (kelas 6) tingkat sekolah dasar tanpa memperhatikan apakah pernah mengulang di suatu kelas
Metode Perhitungan Rumus 2.3. yang digunakan:
PMT-SD =
Banyaknya murid kelas akhir (kelas 6)
tingkat SD X 100% Banyaknya murid kelas 1, lima tahun
Indikator 2.3.
Angka melek huruf (AMH) penduduk usia 15-24 tahun
Konsep dan definisi AMH penduduk usia 15-24 tahun adalah perbandingan jumlah penduduk berusia 15-24 tahun yang dapat membaca dan menulis kalimat sederhana dengan huruf latin dan atau huruf lainnya, dengan jumlah penduduk usia 15-24 tahun.
Manfaat AMH merefleksikan out come pendidikan dasar sejak 10 tahun terakhir sebagai ukuran efektifnya sistem pendidikan dasar. Indikator ini kerap dilihat sebagai proksi untuk mengukur kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi
Metode Perhitungan Rumus 2.4. yang digunakan:
AMH 15-24 = Banyaknya penduduk usia 15-24 tahun yang melek huruf X 100% Jumlah penduduk usia 15-24 tahun
Tujuan 3.
Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan
Perempuan
Target 3A.
Menghilangkan Ketimpangan Gender di Tingkat Pendidikan Dasar dan Lanjutan pada
2005 dan di Semua Jenjang Pendidikan Tidak Lebih dari Tahun 2015
3.1.Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan perguruan tinggi
3.2.Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non-pertanian 3.3.Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR
Indikator 3.1
Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi Konsep dan definisi Rasio Angka Partisipasi Murni (RAPM) anak perempuan terhadap anak
laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi adalah perbandingan APM murid/mahasiswa perempuan terhadap APM murid/mahasiswa laki-laki pada setiap jenjang dan jalur pendidikan, dinyatakan dalam persentase.
RAPM meliputi jenjang pendidikan:
a. Rasio perempuan terhadap laki-laki ditingkat pendidikan dasar: o RAPM-SD adalah perbandingan antara APM tingkat SD (SD, MI,
Salafiah Ula, dan paket A setara SD) perempuan terhadap APM tingkat SD laki-laki, dinyatakan dalam persentase
o RAPM-SMP adalah perbandingan antara APM tingkat SMP (SMP, MTs, Salafiah wustha, dan paket B setara SMP) perempuan terhadap APM tingkat SMP laki-laki, dinyatakan dalam persentase
b.Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan menengah (RAPM-SM) adalah perbandingan antara APM tingkat menengah (SMA, SMK, MA, Salafiah Ulya dan paket C setara SM) perempuan terhadap APM tingkat menengah laki-laki, dinyatakan dalam persentase
Manfaat Indikator kesempatan memperoleh pendidikan antara perempuan dan laki-laki diukur dari rasio APM yang menunjukkan kesetaraan dan keadilan gender di bidang pendidikan. Pendidikan adalah salah satu aspek penting dari pembangunan manusia. Menghilangkan ketimpangan gender di semua jenjang pendidikan akan meningkatkan status dan kemampuan perempuan dan laki-laki. Jumlah penduduk perempuan adalah separuh dari seluruh jumlah penduduk, kesetaraan pendidikan perempuan akan memberikan peran aktif perempuan dalam pembangunan dan merupakan determinan yang penting dalam pembangunan ekonomi
Metode Perhitungan Rumus 3.1. yang digunakan:
RAPM-Tingkat SD = APM SD - PerempuanAPM SD- Laki-laki X 100% RAPM – Tingkat SMP = APM SMP -PerempuanAPM SMP- Laki-laki X 100% RAPM – Tingkat SM = APM SM - PerempuanAPM SM- Laki-laki X 100% RAPM – Tingkat PT = APM PT - PerempuanAPM PT- Laki-laki X 100% Sumber data: BPS , Kemendiknas, Kemenag
Indikator 3.2
Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP)
Konsep dan definisi KPPNP adalah perbandingan antara pekerja upahan perempuan di sektor non pertanian terhadap total pekerja upahan di sektor tersebut, dan dinyatakan dalam persentase. Sektor non pertanian adalah semua sektor kegiatan ekonomi di luar pertanian sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Sektor non pertanian yaitu pertambangan & penggalian, industri pengolahan, listrik & gas, konstruksi/bangunan, perdagangan, hotel & rumah makan, transportasi & pergudangan, informasi & komunikasi, keuangan & asuransi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa kemasyarakatan, pemerintahan & perorangan, dan lainnya (real estat, penyedia air, dll).
Manfaat Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat keterbukaan pasar kerja bagi perempuan di sektor non pertanian, yang tidak hanya mengetahui pengaruh kesempatan kerja yang adil tetapi juga untuk mengetahui efisiensi ekonomi melalui fleksibelitas pasar kerja serta mengatur kemampuan ekonomi untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Indikator ini merupakan salah satu aspek partisipasi perempuan dalam kehidupan publik
Metode Perhitungan Rumus 3.2. yang digunakan:
KPPNP =
Banyaknya pekerja upahan perempuan di
sektor non pertanian X 100% Banyaknya pekerja upahan di sektor non
pertanian
Catatan:
Pekerja upahan disini adalah pekerja usia 15 tahun ke atas
Sumber data: BPS
Indikator 3.3.
Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR
Konsep dan definisi Proporsi kursi DPR atau DPRD yang diduduki perempuan adalah perbandingan banyaknya kursi DPR atau DPRD yang diduduki perempuan terhadap total kursi DPR atau DPRD, dan dinyatakan dalam persentase
Manfaat Perwakilan perempuan di legislatif merupakan salah satu aspek kesempatan perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik untuk mencapai persamaan dan keadilan
Metode Perhitungan Rumus 3.3. yang digunakan:
P Perempuan–Legislatif =
Banyaknya anggota
Legislatif perempuan X 100% Jumlah anggota Legislatif
P Perempuan– DPRD =
Banyaknya anggota DPRD
perempuan X 100% Jumlah anggota DPRD
Catatan:
Legislatif ditingkat pusat terdiri dari DPR dan DPD
Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak
Target 4A
Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga Dua Pertiga, dalam kurun waktu
1990-2015
4.1. Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup 4.2. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 4.3. Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak
Indikator 4.1.
Angka Kematian Balita (AKBA)
Konsep dan definisi Akaba adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup.
Nilai normatif Akaba adalah sebagai berikut: > 140 sangat tinggi,
antara 71 – 140 tinggi, 20-70 sedang, < 20 rendah.
Manfaat Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Akba kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum dapat dipakai untuk menghitung Akaba. Sebagai gantinya Akaba dihitung berdasarkan estimasi tidak langsung dari berbagai survei.
Metode Perhitungan Rumusan perkiraan Akaba berdasarkan hasil perkiraan dari BPS dengan menggunakan data SDKI, pemetaan dilakukan sampai tingkat provinsi Rumus 4.1. yang digunakan:
Akaba =
Banyaknya penduduk yang meninggal pada usia kurang dari 5 tahun dalam tahun
tertentu X 1000 Banyaknya kelahiran hidup pada periode
Sumber data: BPS (SDKI, Sensus, SUPAS), Kemkes Catatan:
Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten.
Indikator 4.2
Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup
Konsep dan definisi Angka Kematian Bayi atau AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Nilai normatif AKB adalah sebagai berikut: > 70 Sangat tinggi,
40 – 70 Tinggi, 20-39 sedang, dan <20 rendah,
Manfaat Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak, termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. AKB terutama terjadi pada usia 0-28 hari, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada saat hamil, bersalin dan perawatan bayi baru lahir.
Metode Perhitungan Rumus 4.2. yang digunakan untuk perhitungan AKB:
AKB = Banyaknya kematian bayi (di bawah 1 tahun) selama tahun tertentu X 1000 Banyaknya kelahiran hidup pada tahun yang sama Sumber data: BPS (SP, SDKI, SUPAS) dan Kemkes (Riskesdas)
Catatan:
Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten.
Indikator 4.3
Persentase anak berusia 1 tahun yang di imunisasi campak
Konsep dan definisi Persentase Imunisasi Campak adalah perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima minimal satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan dinyatakan dalam persentase.
Anak berumur usia 1 tahun adalah anak usia 12-23 bulan.
Manfaat Indikator ini merupakan ukuran pemantauan untuk cakupan imunisasi dasar. Karena imunisasi campak diberikan pada usia 9-11 bulan, sehingga dapat menunjukkan kelengkapan imunisasi anak. Disamping itu imunisasi campak yang diberikan kepada anak, dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit campak, yang dapat memberikan dampak terhadap penurunan angka kematian balita. Cakupan imunisasi campak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan tenaga kesehatan berkompeten, kualitas sistem pelayanan kesehatan anak, partisipasi masyarakat di suatu wilayah.
Metode Perhitungan Rumus 4.3. yang digunakan:
Persentase Imunisasi Campak =
Banyaknya anak usia 1 tahun (12-23 bulan) yang telah diimunisasi campak
sekurang-kurangnya 1 kali pada periode waktu
tertentu X 100% Jumlah anak yang berumur 1 tahun (12-23
bulan) pada periode waktu yang sama Sumber data: BPS (SDKI, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas)
Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Target 5A
Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar Tiga Perempat dalam kurun waktu tahun
1990-2015
5.1.Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup
5.2.Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih
Indikator 5.1.
Angka Kematian Ibu (AKI) per 100,000 kelahiran hidup
Konsep dan definisi Angka Kematian Ibu atau AKI adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100 000 kelahiran hidup.
AKI memperhitungkan juga kematian ibu pada jangka waktu 6 minggu hingga setahun setelah melahirkan.
Manfaat Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan secara umum, pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan pelayanan kesehatan selama kehamilan dan melahirkan.
Metode Perhitungan Rumus 5.1. yang digunakan:
AKI =
Banyaknya kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa
nifas pada tahun tertentu X 100 000 Jumlah kelahiran hidup pada periode yang
sama
Metode alternatif adalah mereview semua kematian wanita pada usia reproduksi (Reproductive Age Mortality Survei atau RAMOS).
Indikator 5.2
Proporsi Kelahiran yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih
Konsep dan definisi Proporsi Pertolongan Kelahiran (PPK) oleh Tenaga Kesehatan Terlatih (TKT) adalah perbandingan antara persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, seperti dokter, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya dengan jumlah persalinan seluruhnya, dan dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Mengukur kematian ibu secara akurat tergolong sulit, kecuali tersedia data registrasi yang sempurna tentang kematian dan penyebab kematian. Oleh karena itu sebagai proksi indikator digunakan proporsi pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih
Metode Perhitungan Rumus 5.2. yang digunakan:
PPK-TKT =
Banyaknya kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
X 100% Jumlah persalinan seluruhnya pada
periode yang sama Sumber data: BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas)
Target 5B
Mewujudkan Akses Kesehatan Reproduksi bagi Semua pada Tahun 2015
5.3.Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49, semua cara5.4.Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun 5.5.Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan 5.6.Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/KB yang tidak terpenuhi)
Indikator 5.3
Angka pemakaian kontrasepsi (Contraseptive Prevalence Rate / CPR) bagi Pasangan Usia Subur (PUS) usia 15-49 tahun semua cara.
Konsep dan definisi Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) adalah perbandingan antara PUS yang menjadi peserta KB aktif (peserta KB yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi) dengan jumlah PUS, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini berguna untuk mengukur perbaikan kesehatan ibu melalui pengaturan kelahiran. Indikator ini juga digunakan sebagai proksi untuk mengukur akses terhadap pelayanan reproduksi kesehatan yang sangat esensial
Metode Perhitungan Rumus 5.3. yang digunakan:
CPR = Banyaknya PUS Peserta KB aktif Jumlah PUS X 100% Sumber data: BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas)
Indikator 5.4
Angka kelahiran pada remaja (perempuan usia 15-19 tahun /Age Specific Fertitility Rate-ASFR) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun
Konsep dan definisi Banyaknya kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun pada periode tertentu, dibagi jumlah penduduk perempuan usia 15-19 tahun pada periode yang sama, yang dinyatakan dalam 1000 perempuan 15-19 tahun.
Manfaat Angka ini diperlukan untuk memantau besarnya masalah kelahiran remaja. Semakin tingi angka kelahiran remaja maka akan semakin tinggi resiko kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir
Metode Perhitungan Rumus 5.4. yang digunakan:
Banyaknya Kelahiran pada Remaja usia 15-19 tahun periode
Indikator 5.5
Cakupan Pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan)
Konsep dan definisi Cakupan pelayanan antenatal satu kali (K1) adalah jumlah kunjungan layanan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih sebanyak 1 kali pada trimester pertama,
Cakupan pelayanan antenatal empat kali (K4) adalah jumlah kunjungan layanan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih sebanyak 4 dengan frekuensi 1 kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga.
Manfaat Manfaat dari pemantauan cakupan layanan antenatal adalah untuk menurunkan resiko kematian ibu pada ibu dan bayi baru lahir, dan menyediakan layanan kesehatan yang standar dan peningkatan cakupan KB paska persalinan.
Metode Perhitungan Rumus 5.5. yang digunakan:
K-1 =
Jumlah Ibu Hamil yang mendapat layanan satu kali pada trimester pertama periode
waktu tertentu X 100% Jumlah Ibu Hamil pada periode yang sama
K-4 =
Jumlah Ibu Hamil yang mendapat layanan 4
kali, periode waktu tertentu X 100% Jumlah Ibu Hamil pada periode yang sama
Sumber data: BPS (SDKI), Kementerian Kesehatan (Riskesdas)
Indikator 5.6
Unmet need (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB) yang tidak terpenuhi
Konsep dan definisi Proporsi wanita usia subur (WUS) dalam status kawin yang tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun mereka menyatakan ingin menunda atau menjarangkan anak.
Manfaat Untuk mengetahui sejauh mana program KB telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin rendah angka unmeet need, menjelaskan bahwa pelayanan KB telah memenuhi kebutuhan masyarakat.
Metode Perhitungan Rumus 5.6. yang digunakan:
Unmet Need KB =
Jumlah PUS bukan peserta KB – Jumlah PUS Hamil – Jumlah PUS ingin anak
segera, pada periode waktu tertentu X 100% Jumlah PUS pada periode yang sama
Tujuan 6.
Memerangi HIV/AIDS, Malaria, & Penyakit Menular Lainnya
Target 6A: Mengendalikan Penyebaran HIV/AIDS dan Mulai Menurunnya Jumlah
Kasus Baru hingga Tahun 2015
6.1. Prevalensi HIV dari total populasi (persen)
6.2. Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir
6.3. Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS
Indikator 6.1.
Prevalensi kasus HIV dari total populasi (persen)
Konsep dan definisi Prevalensi HIV adalah jumlah pendudul laki – laki dan perempuan yang berusia 15-49 tahun yang positif HIV dibagi dengan jumlah penduduk laki – laki dan perempuan pada usia yang sama (yaitu 15-49 tahun), dikalikan dengan 100%.
Manfaat Untuk mendapatkan angka ini, idealnya dilakukan dengan survey, namun mengingat untuk pelaksanaan survey ini memerlukan penyiapan yang cukup rumit dan adanya keterbatasan sumberdaya dukung. Saat ini angka prevalensi HIV didapatkan dengan menggunakan pemodelan matematika.
Pemodelan matematika dilaksanakan pada Desember 2008 yang lalu, dan pada tahun 2011 ini dengan adanya data input baru dari berbagai sumber maka pemodelan matematika akan dilakukan kembali. Pemodelan matematikan dilakukan dengan memasukan variabel-variabel input yaitu meliputi data terkait dengan aspek demografi, perilaku beresiko, prevalensi HIV pada kelompok rawan, data capaian program pengendalian HIV, dan upaya – upaya pencegahan yang terjadi di masyarakat yang didapat dari hasil – hasil survey sebelumnya, data – data yang berasal dari laporan rutin capaian program, studi yang dilakukan didalam ataupun diluar negeri.
Metode Perhitungan Untuk mendapatkan angka ini, tidak dilakukan survey secara khusus, mengingat keterbatasan sumber daya dukung, dan pemanfaatan hasil survey yang kurang efektif.
Sumber data: Kemkes (pemodelan matematika HIV dan AIDS) Catatan:
Hasil-hasil survey sentinel yang dilakukan di tingkat provinsi dapat tetap terus digunakan untuk memantau perkembangan penyebaran HIV terutama di kelompok berisiko.
Indikator 6.2.
Penggunaan Kondom pada Hubungan Seks Berisiko Tinggi Terakhir
Konsep dan definisi Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir adalah persentase populasi berisiko (wanita penjaja seks dan laki-laki potensi pelanggan WPS) usia 15 tahun ke atas yang selalu menggunakan kondom pada hubungan seks dalam 1 bulan terakhir. dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Diketahuinya penggunaan kondom yang konsisten pada hubungan seks bersiko dapat digunakan untuk memperkirakan sebaran infeksi menular seksual (IMS) dan HIV melalui hubungan seksual. Penggunaan kondom merupakan suatu ukuran untuk proteksi pencegahan penularan IMS dan HIV.
Metode Perhitungan Rumus 6.1. yang digunakan:
PK-HSB =
Jumlah populasi berisiko penduduk usia 15 tahun keatas yang menggunakan kondom
pada hubungan seks dalam 1 bulan terakhir X 100% Jumlah populasi berisiko usia 15 tahun keatas
yang melakukan hubungan seks dalam 1 bulan terakhir
Sumber data: Kemkes (Survey Terpadu HIV dan Perilaku), KPAN (Survey Cepat Perilaku)
Indikator 6.3
Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS (PPK-HIV/AIDS)
Konsep dan definisi Persentase pengetahuan komprehensif (PPK) penduduk usia 15-24 tahun tentang HIV/AIDS adalah perbandingan penduduk usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang bahaya penyakit HIV/AIDS terhadap penduduk kelompok usia yang sama, dan dinyatakan dalam persentase.
Pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS, meliputi cara pencegahan dan penularan. Pengertian tentang pengetahuan komprehensif disini adalah apabila seseorang mampu menjawab dengan benar lima pertanyaan dibawah ini:
1. Bisakah seseorang mengurangi risiko tertular HIV dg cara menggunakan kondom dg benar setiap kali melakukan seks? 2. Apakah dgn saling setia pada pasangan dapat mengurangi resiko
tertular HIV?
3. Bisakah seseorang tertular HIV dg cara menggunakan alat makan atau minum secara bersama dengan seseorang yg sudah terinfeksi HIV?
4. Bisakah seseorang tertular virus HIV melalui gigitan nyamuk/serangga
5. Dapatkah anda mengetahui seseorang sudah terinfeksi HIV hanya dengan melihatnya?
Manfaat Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui pengetahuan penduduk 15 – 24 tahun tentang cara pencegahan, cara penularan, miskonsepsi tentang HIV/AIDS. Dengan diketahuinya hal – hal tersebut diatas maka dapat digunakan untuk melakukan estimasi tentang efektifitas program dalam upaya pencegahan HIV/AIDS pada kelompok usia muda, efektifitas keberhasilan penyebarluasan informasi, pendidikan, program komunikasi, dan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang cara pencegahan penularan penyakit HIV/AIDS terutama pada kelompok yang rentan tertular. Kelompok usia 15-24 tahun, merupakan rentang usia yang sangat rentan terhadap penularan HIV, dimana perilaku beresiko dapat mudah terjadi akibat pergaulan dan informasi. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan terkait pencegahan HIV dan AIDS pada kelompok usia muda sangat diperlukan misalnya melalui pengembangan integrasi pendidikan kesehatan reproduksi dan HIV dan AIDS DALAM kurikulum sekolah, targetd media campaign dan pendidik sebaya (peer educator).
Metode Perhitungan Rumus 6.2. yang digunakan:
PPK-HIV/AIDS =
Jumlah penduduk berumur 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif
tentang HIV/AIDS X 100% Jumlah penduduk berumur
15-24 tahun Sumber data: Kemkes (Riset Kesehatan Dasar)
Catatan:
Indikator ini dihitung ditingkat nasional.
Target 6B: Mewujudkan Akses Terhadap Pengobatan HIV/AIDS bagi Semua yang
Membutuhkan sampai dengan Tahun 2015
6.5. Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan antiretroviral
Indikator 6.5.
Proporsi Penduduk Terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat antiretroviral (persen) Konsep dan definisi Persentase orang dengan HIV (ODHA) yang saat ini mendapat
pengobatan ARV sesuai protokol pengobatan yang ditetapkan, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini digunakan untuk mengukur akses ODHA terhadap layanan pengobatan, yang merupakan salahsatu bagian dari upaya untuk menekan jumlah virus dalam tubuhnya, mengurangi penderitaan akibat infeksi HIV, dan meningkatkan kualitas hidup ODHA, serta upaya pencegahan penularan HIV. Indikator ini juga menggambarkan ketersediaan dan kemampuan layanan kesehatan dalam memberikan pengobatan pada ODSHA, pengelolaan logistik.
Metode Perhitungan Rumus 6.3. yang digunakan:
P-ARV =
Jumlah ODHA yang menerima pengobatan
ARV X 100% Jumlah ODHA yang layak mendapatkan
pengobatan ARV Sumber data: Kemkes (Laporan bulanan pengobatan ARV)
Target 6C: Mengendalikan Penyebaran dan Mulai Menurunkan Jumlah Kasus Baru
Malaria dan Penyakit Utama Lainnya Hingga Tahun 2015
6.6. Angka kejadian dan tingkat kematian Malaria
6.7. Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida
6.8. Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis
6.9. Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS Indikator 6.6.
Angka Kejadian dan Tingkat Kematian Malaria
Konsep dan definisi Angka kejadian malaria adalah jumlah kasus malaria positif per 1,000 penduduk.
Angka Kematian (AKM) yang disebabkan oleh malaria adalah banyaknya kematian per 100,000 penduduk karena malaria
Manfaat Digunakan untuk memonitor dareah yang mengalami endemis malaria. Kejadian malaria dipengaruhi oleh system kesehatan yang buruk, meningkatnya resistensi terhadap pemakaian obat dan insektisida, pola perubahan iklim, gaya hidup, upaya penanggulangan vector, migrasi dan pemindahan penduduk.
Metode Perhitungan Rumus 6.4. yang digunakan:
P-M =
Jumlah kasus malaria positif pada
tahun tertentu X 1000
Jumlah penduduk pada tahun yang sama
AKM =
Banyaknya Kematian Karena
Malaria pada tahun tertentu X 100 000 Jumlah Penduduk pada tahun yang
sama
Catatan:
1. Dalam menghitung kejadian kasus malaria, denominator menggunakan kriteria penduduk hanya pada daerah beresiko. 2. Perhitungan angka kejadian malaria yang dilakukan oleh
kementerian kesehatan adalah angka penemuan kasus malaria positif dalam satu tahun.
3. Angka kematian karena malaria, saat ini masih sulit diperoleh. Data terkait kematian akibat malaria baru diperoleh dari laporan KLB provinsi
Indikator 6.7.
Proporsi Anak Balita yang tidur dengan Kelambu Berinteksida
Konsep dan definisi Cara pencegahan yang efektif untuk memerangi malaria adalah memakai kelambu yang berinsektisida. Indikator ini dihitung dengan membagi banyaknya balita yang pada malam sebelum survey tidur menggunakan kelambu dengan jumlah balita, dinyatakan dalam persen
Manfaat Mengukur cakupan pemakaian kelabu yang terbukti efektif untuk mencegah penyebaran penyakit malaria di daerah yang endemis (beresiko tinggi) terutama pada balita
Metode Perhitungan Rumus 6.5. yang digunakan:
P-Balita Pakai Kelambu =
Banyaknya balita yang pada malam sebelum survey tidur menggunakan
kelambu yang ber inteksida X 100% Jumlah Balita
Catatan:
Survey dilaksanakan di daerah yang endemis tinggi dan sedang.
Sumber data: Kemkes
Indikator 6.9.
Angka Kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis
Konsep dan definisi Angka kejadian tuberkulosis adalah banyaknya kasus baru TB per 100,000 penduduk
Prevelansi Tuberkulosis (PTB) adalah banyaknya semua kasus TB per 100.000 penduduk.
Angka kematian karena TB (AKTB) adalah banyaknya kematian karena TB per 100.000 penduduk.
Kasus TB didefinisikan sebagai pasien yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis menderita TB.
Manfaat Pemantauan kejadian dan prevalensi TB diperlukan untuk mengetahui penyebaran kasus baru TB dan semua kasus TB di masyarakat. Angka tersebut dapat menggambarkan kondisi masyarakat termasuk kemiskinan, ketimpangan pendapatan, akses terhadap layanan kesehatan, gaya hidup dan buruknya sanitasi lingkungan
Metode Perhitungan Rumus 6.6. yang digunakan:
Kejadian-TB =
Banyaknya kasus baru TB pada
periode waktu tertentu X 100 000 Jumlah penduduk pada periode
yang sama
P-TB =
Banyaknya semua kasus TB pada
periode waktu tertentu X 100 000 Jumlah penduduk pada periode yang
sama
Kematian-TB =
Banyaknya Kematian karena TB
pada periode waktu tertentu X 100 000 Jumlah Penduduk pada periode
yang sama
.
Sumber data: Kemkes dan Global report WHO
Indikator 6.10a
Proporsi Jumlah Kasus Tuberkulosis yang Terdeteksi dan Diobati dalam Program DOTS
Konsep dan definisi Proporsi jumlah kasus TB yang terdeteksi dan diobati adalah jumlah penderita baru TB paru BTA positif yang ditemukan dan diobati dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS), dibagi dengan perkiraan jumlah penderita baru TB paru BTA positif, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini memberikan informasi tentang cakupan penemuan kasus baru TB paru BTA positif di sarana pelayanan kesehatan. Pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi resiko penyebarannya. Pendekatan yang direkomendasikan untuk pengawasan adalah melalui strategi DOTS, yang merupakan strategi murah dan dapat mencegah jutaan penderita dari kematian
Metode Perhitungan Rumus 6.7. yang digunakan:
AP TB =
Banyaknya kasus positif baru TB paru BTA Positif yang ditemukan dan mendapat pengobatan melalui strategi
Indikator 6.10b
Proporsi Kasus Tuberkulosis yang Diobati dan Sembuh dalam Program DOTS
Konsep dan definisi Proporsi jumlah kasus TB yang diobati dan sembuh adalah jumlah penderita baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan baik sembuh maupun pengobatan lengkap dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS), dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Indikator ini memberikan informasi tentang hasil pengobatan kasus baru TB paru BTA positif baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap di sarana pelayanan kesehatan.
Metode Perhitungan Rumus 6.8. yang digunakan:
AP TB
Banyaknya kasus positif baru TB paru BTA Positif yang sembuh dan pengobatan lengkap melalui strategi DOTS pada suatu
tahun X 100% Banyaknya kasus baru TB paru BTA
positif yang diobati pada tahun tersebut Sumber data: Kemkes