• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

PENGOBATAN PATAH TULANG GURU SINGA

Pengobatan patah tulang GS melayani pengobatan pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Pasien diobati dengan minyak GS, sup sumsum, dan menggunakan peralatan lainnya. Selain itu, pasien diberi pantangan dalam pengobatan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai proses pengobatan patah tulang serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan patah tulang GS.

3.1 Proses pengobatan patah tulang GS

Pada proses pengobatan patah tulang GS, alat-alat yang digunakan ialah perban putih, kapas, cairan antiseptik, cairan pembersih (rivanol), minyak GS, dan spalk/bidai dengan berbagai ukuran. Spalk kecil berukuran lebar 4cm panjang 30cm dengan ketebalan 6mm. Spalk sedang berukuran lebar 5cm panjang 40cm dengan ketebalan 6mm. Spalk besar berukuran lebar 6cm panjang 62cm dengan ketebalan 9mm.

Foto 6. Peralatan yang digunakan pada pengobatan, spalk, kapas, perban putih, minyak, antiseptik (sumber: dok. Pribadi)

Pasien memiliki penyakit dan latar belakang yang beragam, tidak ada perbedaan dalam proses pengobatan antara pasien laki-laki dan perempuan, yang membedakan adalah faktor usia, penyakit penyerta, dan kedisiplinan pasien dalam mematuhi saran dari pengobat. Bentuk pengobatan yang dilakukan yaitu reposisi tulang, diistirahatkan hingga tulang menyatu, setelah itu terapi terhadap bagian tubuh yang direposisi. Saat yang paling rawan adalah pada penyatuan tulang, bila

(2)

tidak pas posisinya, tulang itu dapat di reposisi lagi dengan cara melunakkan tulang yang sudah menyatu dengan cara membungkus bagian tubuh dengan kapas yang sudah dibaluri air rebung.

Pada tangan, kaki, atau bagian tubuh pasien yang mengalami keseleo, pengobatan yang dilakukan pengobat GS adalah dengan cara mengolesi minyak dan memijit bagian tubuh pasien tersebut. Pemijitan dilakukan sekitar sepuluh menit atau lebih. Jika pemijatan sudah dianggap cukup, pasien akan keluar dari ruang pengobat menuju meja administrasi. Biaya untuk rawat jalan ini tidak dikenakan tarif, pihak GS meminta bayaran sukarela dari para pasiennya.

Pasien yang mengalami patah di tangan (lengan atas atau lengan bawah), akan diobati oleh pengobat GS dengan cara mereposisi (mengembalikan posisi tulang yang patah ke posisi semula). Jika pasien baru datang dengan kondisi tangan yang patah, pengobat mengoleskan minyak ke tangan pasien yang patah disertai mendiagnosa keadaan pasien (ada yang terlihat jelas bahwa tulang pasien patah dan ada pula yang tidak jelas terlihat patah, karena itu pengobat mendiagnosanya dengan mengoleskan minyak dengan tangannya). Pengobat akan mengajak pasien berbicara seperti misalnya pengobat menanyakan apakah pasien sudah makan atau belum, selagi pasien memikirkan jawaban yang tepat (pada pukul berapa pasien makan), pengobat melakukan reposisi disertai teriakan pasien. Setelah direposisi, tangan pasien yang patah kembali dioleskan minyak, kemudian tangan tersebut ditempelkan kapas yang sudah dilumuri minyak. Kapas yang tertempel pada tangan pasien yang patah dibalut dengan perban putih (kasa). Setelah itu spalk diletakkan disebelah sisi luar tangan atau di dua sisi tangan bila dianggap perlu. Spalk yang digunakan sudah dibalut dengan kapas dan perban putih. Kemudian tangan pasien dibalut perban elastis dengan tidak rapat menutup seluruh kapas, dengan membiarkan ada bagian kapas yang tidak tertutup perban elastis dimaksudkan sebagai pertanda tempat (bagian tangan) yang akan ditetesi minyak. Pembalutan perban elastis ini dimaksudkan untuk mengencangkan spalk dengan tangan yang patah agar tangan tersanggah spalk dan menguatkan tulang yang telah direposisi. Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan patah tangan ini dirincikan sebagai berikut: biaya perban elastis (Rp.35.000,- sampai Rp.45.000,-), biaya reposisi tulang (Rp.50.000,- sampai Rp.100.000), dan ditambah biaya

(3)

pengobatan yang sukarela. Jika kondisi pasien dianggap rawan, pihak GS akan menyarankan pasien untuk dirawat inap, tetapi bila pasien menolak maka pihak GS tidak akan memaksa.

Pada patah tulang kaki (tungkai atas maupun tungkai bawah) proses pengobatannya hampir serupa dengan patah tangan, yang membedakan adalah jumlah spalk yang digunakan. Untuk tungkai atas atau tulang bagian paha, spalk yang digunakan bisa mencapai empat spalk. Hal ini disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien, biasanya untuk pasien yang bertubuh gemuk menggunakan empat spalk. Reposisi tulang kaki dilakukan pengobat dengan tidak sendiri, pengobat yang menangani akan meminta bantuan dari para pengobat yang lain untuk mereposisi tulang pasien, serta dari para petugas GS yang lain untuk memegangi pasien. Rincian biaya yang dikeluarkan pasien hampir serupa dengan pasien patah tangan, hanya dibedakan besarnya biaya reposisi yang dapat mencapai Rp.200.000,- dan biaya perban elastis yang biasanya digunakan adalah perban elastis dengan ukuran paling besar yaitu seharga

Rp.55.000,-3.1.1 Pengobatan pada pasien rawat jalan

Pasien rawat jalan adalah pasien yang berobat ke GS dengan datang dan tidak menginap di ruang rawat GS. Pasien rawat jalan merupakan pasien yang datang ke GS untuk berobat maupun pasien yang datang ke GS untuk kontrol. Pasien yang datang untuk kontrol ialah pasien yang sudah keluar dari ruang rawat inap GS dan kembali datang ke GS untuk kontrol terhitung tiga hari setelah ia keluar dari GS.

Pasien datang ke ruang kantor GS, duduk dan menunggu giliran untuk masuk ke ruang pengobatan jika pada saat itu ramai pasien yang datang. Tetapi bila pasien pada saat itu tidak ramai, maka tanpa harus menunggu pasien tersebut dapat langsung masuk ke ruang pengobatan. Pasien menunggu berdasarkan siapa yang lebih dahulu datang, di GS tidak menggunakan nomor panggil pasien seperti pada klinik-klinik kesehatan maupun rumah sakit. Biasanya yang bertugas memanggil pasien adalah petugas administrasi, walau terkadang petugas kebersihan yang berada di kantor pun memanggil pasien yang akan diobati.

(4)

Memasuki ruang pengobatan, pasien akan ditangani oleh pengobat. Terdapat dua tempat tidur di ruang pengobatan yang berfungsi untuk mengobati pasien yang pada bagian badan atau kaki yang membuat posisi pasien tertidur di tempat tidur tersebut untuk diobati. Jika pada saat pasien rawat jalan ramai mendatangi GS, maka satu tempat tidur tersebut dapat berfungsi untuk mengobati dua pasien. Bila bagian tubuh pasien yang diobati adalah tangan, bahu, atau kaki pasien yang dapat ditekuk (yang sakit pada bagian lutut kebawah), akan diobati oleh pengobat di kursi kayu.

Pada pasien rawat jalan yang datang berobat dengan tanpa terlihat balutan pada bagian tubuh pasien, pengobat akan menanyakan keluhan yang dialami pasien tersebut. Kemudian pasien akan menceritakan keluhannya dan pengobat akan melakukan tindakan pengobatan. Pengobat memulai pengobatannya dengan meminta pasien melakukan gerakan-gerakan. Pasien melakukan gerakan-gerakan yang diminta pengobat untuk mengetahui kondisi pasien seperti pada bagian tangan pasien diminta untuk mengangkat tangan, menekuk tangan, bertepuk tangan di atas kepala, memegang telinga, memegang hidung, memegang mata, memegang kepala, bahkan sampai memukul telapak tangan pengobat. Pada bagian kaki yang akan diobati, pengobat meminta pasien untuk mengangkat kaki, menekuk kaki, menapakkan kaki ke lantai, dan sebagainya. Setelah diketahui kondisi pasien, pengobat mengambil minyak GS.

Di dalam ruang pengobatan, minyak GS diletakkan di meja peralatan pengobatan dan di tempat cuci tangan. Pengobat mengambil minyak dengan menggunakan tangan untuk melumuri bagian tubuh pasien yang akan diobati. Pengobatan dimulai dengan mengolesi minyak ke bagian tubuh pasien yang diobati kemudian pengobat melakukan gerakan seperti memijat dan mengurut, pengobatan dilakukan sekitar 5 menit hingga 20 menit. Setelah memijat dan mengurut, pengobat kembali meminta pasien untuk melakukan gerakan-gerakan seperti yang disebutkan pada paragraf sebelumnya kemudian pengobat kembali memijat dan mengurut. Untuk kesekian kalinya, pengobat meminta pasien melakukan gerakan-gerakan yang disebutkan diatas, tetapi disertai bantuan pengobat untuk melakukannya.

(5)

Pada pasien yang mengalami patah tulang, pengobat meletakkan kapas yang sudah dilumuri minyak ke bagian tubuh pasien yang patah, membalutnya dengan kasa putih, setelah itu pengobat meletakkan spalk di pinggir bagian tubuh tersebut dan dibalut dengan perban elastis. Penggunaan spalk ditentukan oleh bagian tubuh yang patah, bila bagian tubuh yang patah adalah paha, spalk yang digunakan bisa tiga hingga empat spalk. Ini disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien, penggunaan tiga hingga empat spalk pada paha pasien diperuntukkan bagi pasien yang memiliki tubuh gemuk sehingga paha dapat terbalut dengan baik, selain untuk menjaga posisi bagian tubuh pasien yang patah agar menyatu lurus, spalk juga berguna untuk pelindung bagian tubuh yang patah agar tidak terkena benturan. Setelah pengobatan selesai, pengobat memberi tahu pasien untuk datang kontrol kembali pada tiga hari kemudian.

Pada bagian tubuh pasien yang diobati, kapas yang dibalut oleh perban elastis sengaja disisakan (kapas tidak ditutup penuh oleh perban elastis), kapas yang sengaja disisakan inilah sebagai tempat untuk meneteskan minyak bila pasien tidak berada di GS. Minyak yang akan diberikan disarankan untuk diteteskan pada bagian tubuh yang diobati (melewati kapas), serta pada bagian tubuh yang diobati dengan tidak dibalut perban elastis maka minyak tersebut disarankan untuk dioles saja, karena pengobat yakin para pasien tidak bisa mengurut, dengan kata lain daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan setelah bagian tubuh tersebut diurut oleh pasien atau oleh orang yang tidak mengerti maka cukup dengan dioles.

Di ruangan pengobatan, terdapat gergaji besi yang digantung dibawah gambar anatomi tubuh manusia yang terletak diantara tempat tidur dengan kursi pengobat. Benda ini akan membuat suatu reaksi tersendiri bagi orang yang pertama kali masuk ke ruangan itu. Gergaji tersebut terlihat dengan jelas bila kita masuk ke ruangan pengobatan. Patah tulang dan gergaji, seolah seperti ada suatu fungsi langsung dari gergaji tersebut dengan patah tulang. Sebenarnya tidak, gergaji tersebut dipakai untuk memotong spalk. Spalk yang di ruang pengobatan sudah sesuai dengan ukurannya masing-masing, tetapi bila dibutuhkan spalk lebih kecil, maka pengobat akan memotongnya baik mematahkan dengan tangan, maupun memotong dengan gergaji. Tidak hanya gergaji, di ruangan ini juga

(6)

terdapat mistar, palu kecil dengan ujung besi, dan palu besar yang terbuat dari kayu-berat. Benda-benda ini seolah berfungsi sebagai alat untuk humor.

Foto 7. Gergaji, mistar, dan alat untuk melihat rontgen berada di dalam ruang pengobatan GS (sumber: dok. Pribadi)

Tindakan yang dilakukan pengobat di ruang pengobatan pada pasien yang terdapat bagian tubuh pasien yang harus direposisi ia akan mereposisinya, setelah itu pengobat memberitahu petugas administrasi bahwa ia mereposisi pasien tersebut sehingga pasien dikenakan biaya sekitar Rp.20.000,- hingga Rp.100.000,-, sesuai dengan bagian tubuh pasien yang direposisi. Setelah pembayaran dilakukan pasien, petugas administrasi akan menyerahkan sebagian pembayaran tersebut kepada pengobat yang menangani pasien. Jika pasien menggunakan perban elastis baru dari GS, pengobat juga akan memberitahu petugas administrasi, kemudian petugas administrasi mengenakan biaya perban elastis kepada pasien.

Biaya pengobatan untuk pasien rawat jalan bersifat sukarela, tidak ditentukan besarnya biayanya yang harus dikeluarkan pasien. Setelah pasien diobati di ruang pengobatan, pasien menuju meja administrasi (meja kasir) untuk membayar biaya pengobatan dengan sukarela kemudian diberi minyak yang sudah dimasukkan kedalam plastik oleh petugas administrasi serta petugas administrasi tersebut akan memberitahu pantangan pasien, yaitu es dan makanan yang haram.

3.1.2 Pengobatan pada pasien rawat inap

Jadwal rutin yang selalu dilakukan para pengobat adalah sekitar pukul 14.00 setiap harinya, para pengobat berkeliling mengontrol kesehatan pasien. Sebelum berkeliling, para pengobat berkumpul di ruang kantor GS atau di teras

(7)

Laubenterudan (salah satu ruang rawat). Bila para pengobat sudah berkumpul kemudian para pengobat berkeliling dimulai dari ruang rawat Laubenterudan; Sibayak; Rinjani; Sibolangit; Rumah Sumbul; Sinabung; Kerinci; Tampomas; Kambuna; Kambuna perempuan.

Perawat atau orang yang memegang status pasien (medical record) akan memberitahu kepada pengobat siapa saja pasien yang harus dibuka atau diganti perbannya. Penggantian perban pasien dilakukan setiap lima hari sekali, tetapi bila terjadi sesuatu seperti bidai bergeser atau kulit pasien melepuh, perban bisa dibuka dan diganti sesuai dengan keadaan pasien.

Penggantian perban pasien diawali dengan pembukaan perban. Satu per satu pengait perban dilepas dan dengan perlahan pengobat melepas perban beserta kapas-kapas yang menempel pada kulit pasien. Kulit pasien yang dilepas perbannya kemudian dibersihkan dengan menggunakan kain atau handuk yang sudah direndam air hangat, jika tidak ada air hangat maka air biasa pun tidak apa, atau jika tidak ada juga maka dibersihkan dengan menggunakan tisu basah. Setelah dibersihkan dengan kain basah kemudian dibersihkan kembali dengan kain yang kering. Biasanya yang membersihkan bagian tubuh yang dilepas perbannya ini adalah keluarga atau kerabat pasien atau penjaga pasien9. Setelah bagian tubuh pasien tersebut sudah dibersihkan, pengobat memeriksa kondisinya dengan cara melihat, meraba, dan menggerakkan atau dengan menyuruh pasien untuk menggerakkannya agar diketahui kemampuannya dan agar diketahui langkah selanjutnya yang harus dilakukan pengobat kepada pasien.

Foto 8. Kaki pasien yang dirawat inap

9

(8)

Pengobat meletakkan kapas yang sudah dilumuri minyak pada bagian tubuh pasien yang patah, dibalut dengan perban putih (kasa), diletakkan bidai disebelah luar bagian tubuh pasien yang patah kemudian dibalut dengan perban elastis dan dikaitkan. Untuk menjaga agar bagian tubuh pasien yang patah tetap lurus, maka diberi batu (batako) ditempat tidur pasien dan diletakkan tepat disebelah bagian tubuh pasien yang patah. Jika bagian tubuh pasien yang patah adalah kaki, maka pergelangan kaki pasien dibalut kapas dan perban putih, kemudian diikat dengan perban putih, ditarik, dan dikaitkan ke tempat tidur pasien, maksudnya adalah untuk meluruskan kaki pasien agar tulangnya tidak miring. Pasien diberi tahu agar ia menjaga posisi kakinya dengan cara melihat dan menyejajarkan antara ibu jari kaki dengan lutut pasien.

Biaya pengobatan disesuaikan dengan kondisi pasien, apabila pasien hanya berobat jalan seperti keseleo, urat ketarik, atau kontrol maka pasien membayar secara sukarela, tidak ada tarif untuk itu. Tetapi bila ada bagian tubuh pasien yang patah sehingga harus di reposisi barulah diberi tarif. Bila tangan pasien patah dan disarankan untuk dirawat inap, biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp.600.000,- sampai Rp.700.000,-. Jika kaki pasien dari lutut ke bawah yang patah maka biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp.800.000,- sampai Rp.900.000,-. Akan tetapi bila paha pasien yang patah maka biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp.1.000.000,- untuk reposisi tulang hingga perawatan selama pasien dirawat inap. Paha merupakan bagian tubuh yang dianggap paling sulit pengobatannya, hal ini terlihat dari tarif biaya yang harus dikeluarkan pasien selama berobat.

“Paling mahal paling susah itu paha. Ini kan daging, tulangnya kan ke ini daging terus kan. Trus ini juga kalau kita mau jalan apa kan paha, tumpuannya itu di paha, tingkat kesulitannya lebih sulit lah kalau di paha dibanding tangan. Kalau bahu itu gampang-gampang susah. Kalo dibilang gampang, ya gampang, memang cepet kuatnya, tapi susahnya, dia batuk, dia bangun tidur juga kalau nggak dijaga bisa ,,, kalau tangan kan bisa kita kasi spalk, kalau di sini (bahu) kan cuma perban sama kapas”

Pada pagi hari, pasien yang diizinkan oleh pengobat untuk berjalan, akan berjalan ke luar dari ruang rawat menuju lapangan parkir GS. Terdapat dua bangku kayu panjang yang sengaja diletakkan di dekat ‘gerbang’ GS dengan

(9)

menghadap ke arah matahari terbit. Di bangku kayu inilah pasien berjemur, dengan maksud untuk menghangatkan tubuh pasien yang telah lama tidak keluar dari ruang rawat (karena kondisi pasien saat itu yang belum memungkinkan pasien untuk keluar ruang rawat). Selain berjemur dengan duduk di bangku kayu, ada pasien yang belajar menapakkan telapak kaki ke jalanan, ada pasien yang belajar berjalan, dan lain sebagainya.

Fasilitas yang didapatkan pasien rawat inap ialah sarapan (antara bubur kacang hijau, bubur ayam, atau roti, ditambah air teh manis), makan siang, dan makan sore. Setelah sarapan dan makan sore, sup sumsum diberikan kepada pasien rawat inap.

3.1.3 Minyak, Makanan, Minuman, dan Pantangan Pasien

Pada pengobatan patah tulang GS, obat yang digunakan diantaranya yaitu Minyak GS dan Sup sumsum. Minyak GS berfungsi sebagai obat luar yang dioles pada bagian tubuh pasien, sedangkan sup sumsum sebagai obat yang diminum pasien untuk mengobati dari dalam tubuh pasien. Tidak ada makanan khusus untuk dikonsumsi pasien selain sup sumsum yang diminum. Pantangan pasien pada pengobatan ini terdapat dua hal, yaitu “yang dingin-dingin” dan “yang haram-haram”.

3.1.3.1 Minyak Guru Singa

Pengobatan patah tulang GS menggunakan minyak untuk pengobatannya. Minyak GS dibuat dari bahan dasar minyak sayur dan bumbu dapur seperti Kunyit (Curcuma oomestica val.), jahe (Zingiber officinale rosc), kencur (Kaempferia galanga L.), bawang merah (Allium cepa L.), bawang putih (Allium sativum L.), lada hitam (Piperis nigri fructus), jintan (Nigela sativa), babandotan (Ageratum conyzoides L.). Bahan-bahan tersebut dibeli di Pasar Perumnas Klender (pasar yang terdekat dengan lokasi GS). Cara pembuatannya adalah dengan menumbuk bahan-bahan tesebut. Lada hitam dihaluskan dengan menggunakan alat tumbuk dan alas yang terbuat dari batu, sedangkan untuk bahan-bahan yang lain ditumbuk dengan menggunakan alat tumbuk yang terbuat dari kayu dan alas tumbuk yang terbuat dari batu. Bahan-bahan ini ditumbuk dengan tumbukan kasar (tidak halus)

(10)

karena jika tumbukan halus akan membuat tumbukan cepat gosong pada saat dimasak.

Kompor untuk memasak minyak disiapkan. Bahan bakar kompor ini adalah kayu atau papan dan minyak tanah. Kayu yang digunakan yaitu kayu yang sudah tidak terpakai seperti spalk bekas dan kayu-kayu tidak terpakai dari toko kayu dekat GS. Sebuah alat untuk menggoreng (penggorengan) dengan ukuran cukup besar diletakkan diatas kompor. Kompor dinyalakan dengan cara membakar kayu-kayu yang sebelumnya disiram minyak tanah.

Bahan-bahan yang sudah ditumbuk kemudian digoreng tanpa menggunakan minyak (sangrai), setelah disangrai hingga tumbukan itu kecoklatan kemudian dimasukkan minyak sayur. Dahulu minyak sayur yang digunakan adalah dibuat sendiri, tetapi kini minyak sayur (minyak curah) dibeli di pasar. Perbandingan antara bahan-bahan dan minyak kelapa yaitu 8 kg bahan dengan 40 liter minyak kelapa. Ada bahan-bahan yang dikirim dari Medan, karena disini tidak terdapat bahan-bahan tersebut, di sini diracik dan dimasak.

“Ya kalau apanya sih, dari sini banyak. Bumbu dapur, kencur,, cuma intinya bukan itu. Hm.. apa ya? Sebenernya minyak ini minyak asli Kampung Karo. Modelnya tu seperti ini. Panasnya kaya’ gini, cuma ada obat khususnya yang ditaro diminyak ini. Itu ramuannya banyak. Bikinnya disini. Cuma obat-obat intinya itu kan dari sana. Ada spesialis khusus disana untuk ngeracik obatnya”

Bahan inti dari pembuatan minyak GS dikirim dari Medan ke Jakarta, adik Ngulih yang mencari langsung ke hutan dan meraciknya. Bahan inti minyak ini berasal dari makanan burung walet. Burung walet menjadi lambang pengobatan patah tulang GS di Jakarta, hal ini terlihat pada kartu nama GS dan pada seragam para pengobat GS. Sebuah lambang burung walet yang sedang membawa makanan di ujung paruhnya menggambarkan bahwa inti dari pengobatan patah tulang GS berasal dari makanan burung walet.

Pembuatan minyak dilakukan apabila persediaan minyak akan habis. Proses pembuatan minyak selama dua sampai tiga jam, satu kali masak menggunakan penggorengan besar yang menghasilkan 20 liter minyak. Dalam proses pembuatannya, minyak GS dimasak dalam sebuah tungku besar di mana kayu menjadi bahan bakar utamanya. Alasan menggunakan kayu sebagai bahan bakar

(11)

adalah untuk menghasilkan minyak agar bagus, seperti yang diutarakan salah seorang pengobat:

“Hasilnya nggak bagus (jika bahan bakar menggunakan gas). Namanya juga tradisional kan pasti alat-alatnya tradisional. Pernah nyoba gas,, apa,, hasilnya nggak bagus”

Setelah minyak mendidih dan matang dimasak sekitar tiga jam, minyak dipindahkan dari penggorengan ke panci-panci besar dengan cara mengambil minyak menggunakan kaleng (kaleng bekas biskuit) dan menuangkannya ke panci. Di atas panci disediakan kaleng yang telah dilubang-lubangi. Kaleng ini berfungsi untuk menyaring minyak yang sudah jadi dengan bahan pembuat minyak. Setelah minyak di penggorengan telah dipindahkan ke panci, bahan pembuat minyak kembali dimasak dengan mencampurkan minyak sayur. Dalam sekali masak minyak, penggorengan hanya memuat 20 liter, sehingga harus memasak dua kali agar mencapai 40 liter minyak.

Minyak yang sudah jadi, disimpan di dalam sebuah kamar yang terletak di Rinjani lantai dua, dekat dengan kamar salah seorang anak Ngulih. Kamar ini berfungsi sebagai tempat menyimpan minyak (gudang minyak). Sebelum ditaruh di kantor GS, minyak dimasukkan kedalam plastik-plastik kecil. Minyak diambil dari panci dengan menggunakan mangkok kecil, untuk satu mangkok kecil bisa mengisi empat sampai lima plastik kecil, sehingga dalam satu plastik terdapat sekitar 5 ml minyak. Setelah minyak dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil, minyak ditaruh di kantor dan sebagian lagi disimpan di gudang. Minyak-minyak inilah yang dibawa oleh pasien rawat jalan setelah ia membayar pengobatan. Tidak semua minyak yang sudah jadi dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil, sebagaian minyak yang lain masih tetap dibiarkan di dalam panci sebagai minyak yang digunakan pengobat dalam mengobati pasien. Minyak ini pula yang berfungsi untuk mengobati pasien dari luar tubuh pasien.

Di dalam kantor GS, di dekat meja administrasi terpampang sebuah tulisan “Kami tidak jual minyak” yang maksudnya adalah GS tidak menjual minyak. Minyak diberikan hanya kepada pasien yang datang berobat atau pasien yang masih dirawat inap. Hal ini dimaksudkan agar pengobat mengetahui keadaan pasien sebelum minyak diberikan.

(12)

Foto 9. Minyak GS dibungkus plastik-plastik kecil. Minyak ini yang dibawa pulang pasien rawat jalan (sumber: dok.Pribadi)

3.1.3.2 Sup Sumsum

Dua kali dalam sehari pasien diberikan air sup sumsum tulang sapi bagian kaki atas. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan sup adalah tulang kaki sapi yang bagian paling besar, air, lada hitam (Piperis nigri fructus) ½ kg, kencur (Kaempferia galanga L.)1 kg, jahe (Zingiber officinale rosc) 1 kg, bawang merah (Allium cepa L.) 1 kg, bawang putih (Allium sativum) ¾ kg, jeruk nipis (Citrusaurantifiolia) 2 kg (diperas, diambil airnya), garam dan tawar lilin. Cara pembuatannya adalah dengan menghaluskan bumbu-bumbu tersebut kemudian direbus dengan air dan tulang sapi bagian kaki atas selama satu jam. Untuk sekali masak 10 liter air dibutuhkan sekitar 3 sendok makan bumbu racikan ditambah tawar lilin.

Foto 10. Sup Sumsum dituang ke gelas (sumber: dok. Pribadi)

Tulang sapi dapat digunakan selama tiga hari, bila sudah sampai tiga hari maka tulang sapi yang telah dimasak diganti dengan tulang sapi yang baru. Pemberian segelas ukuran 250-300 ml sup sumsum tulang sapi ini dilakukan setiap pagi setelah sarapan dan sore hari sekitar pukul 15.00.

(13)

Ada keluarga pasien datang ke dapur dan menanyakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat sup karena ia akan membuatnya ketika pasien sudah pulang ke rumah. Petugas dapur memberi tahu bahan-bahan dan cara pembuatan sup tersebut, tetapi ia tidak memberi tahu mengenai tawar lilin. Hal ini juga yang penulis alami ketika penulis menanyakan bahan-bahan dan cara pembuatan sup, para petugas dapur dapat menjelaskan dengan lancarnya, tetapi setelah penulis menanyakan mengenai tawar lilin kemudian para petugas dapur tersebut seolah tidak mengerti dengan pertanyaan penulis. Salah seorang petugas dapur memberitahu penulis mengenai tawar lilin setelah penulis menjelaskan bahwa Kencana memberitahu penulis mengenai tawar lilin,

“Kita ada sop. Tapi sopnya udah kita kasih ramuan, namanya tawar lilin. Itu khusus untuk rawat inap aja, kalau rawat jalan nggak. Khasiatnya untuk menguatakan tulang dari dalam. Kalau minyak kan dari luar”.

Tawar lilin diberikan pada setiap sup yang dimasak. Tawar lilin berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dikirim dari Medan sudah berbentuk siap dimasak. Setiap memasak sup, petugas dapur akan mengambil tawar lilin pada Sri karena dialah yang menyimpan tawar lilin. Tawar lilin diberikan dengan ukuran yang sangat sedikit, menurut salah seorang petugas dapur bahwa tawar lilin berbentuk lembek seperti bubuk ramuan yang sudah diberi air sehingga bentuknya tidak padat dan tidak cair.

Sup ini dianggap sebagai obat untuk mengobati dari dalam tubuh si pasien, berbeda dengan minyak yang dianggap sebagai obat untuk mengobati dari luar tubuh pasien. Sup ini dianggap dapat merangsang pertumbuhan tulang agar dapat menyatu, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang pengobat:

“… ada ramuan-ramuan khususnya yang untuk merangsang pertumbuhan tulang dan itu biasa digunakan buat orang-orang yang baru patah jadi kalau tulang-tulangnya sudah lengket itu nggak perlu lagi makanya kita pake itu hanya untuk yang dirawat inap aja. Jadi air sop itu untuk membantu pertumbuhan tulang dari dalam, sementara minyak dari luar”

Jika terdapat pasien yang tidak mau meminum sup ini, pihak GS tidak akan memaksa. Petugas dapur mengantarkan sup ke pasien-pasien, bila ada pasien yang menolak maka petugas dapur tidak memaksa. Penolakan pasien untuk meminum sup dengan berbagai alasan, ada yang berkata karena rasanya yang kurang sesuai dengan lidahnya sehingga pasien tersebut sulit untuk menelan sup, ada yang

(14)

berkata karena pasien tersebut sedang diare sehingga ia tidak mau meminum sup. Pada saat petugas dapur mengantarkan sup ke pasien, pasien dapat langsung mengambil dan meminumnya, pasien tidak langsung meminum sup, pasien membiarkan sup diatas lemari kecil dekat tempat tidurnya, atau pasien menolaknya dengan mengutarakan alasan kepada petugas dapur.

3.1.3.3 Pantangan Pasien

Pada pengobatan ini, dua hal yang dipantang yaitu es dan yang haram seperti daging anjing dan daging babi. Pantangan terhadap es tidak hanya pada es batu atau minuman yang menggunakan es, tetapi juga termasuk buah-buahan yang diambil dari lemari pendingin. Alasannya seperti yang dijelaskan oleh salah seorang anak Ngulih,

“Kalau es itu kan, tulang yang patah itu kalau kena es itu ngilu, jadi kuatnya lama. Itu juga semua dokter tulang ko, pasti kalau ada tulang yang patah pasti pantangannya itu juga”.

Salah seorang pengobat juga menjelaskan mengenai pantangan pasien yang tidak diperbolehkan meminum es atau makanan yang dingin dengan alasan bahwa pasien akan merasa linu pada saat tulangnya sudah sembu, berikut penjelasannya,

“Kadang ya memang sih banyak pasien menganggap itu spele. Tapi itu fatal banget kalau untuk tulang. Ada juga yang bandel, dia pernah minum es, minum-minum dingin lah. Memang reaksinya nggak langsung linu, ada juga yang langsung linu. Nah, yang nggak linu ini, takutnya nanti kalau tulangnya sudah kuat, begitu dia sembuh, dia nggak bisa ke daerah-daerah dingin. Bawaannya linu begitu dia sembuh. Dinginya itu masuk ke sumsum tulang kemudian tulang itu tumbuh. Jadi itu yang bikin linu itu. Jadi ada yang langsung berasa linu ada juga yang begitu sembuh”.

Selain pantangan es atau makanan dan minuman yang mengandung unsur dingin, makanan-minuman yang diharamkan juga tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pasien yang berobat ke pengobatan patah tulang ini. Berikut penjelesan dari salah seorang pengobat,

“Dari zaman nenek moyang dari penemunya itu memang udah dari sana memang nggak boleh cium-cium bau-bau yang haram-haram”.

(15)

Makanan yang haram merupakan pantangan obat. Sebagaimana dijelaskan oleh salah seorang anak Ngulih,

“Itu memang pantangan obat, obat kita juga kan panas, kalau babi itu kan panas. Ga bisa dengan logika mba, saya juga pernah nanya gitu ke bapak (Ngulih), bapak juga nggak bisa ngomong. Emang udah nggak bisa dengan logika di-ini-in”

Pantangan makanan haram dianggap dapat memperlambat kesembuhan pasien, seperti yang dijelaskan oleh anak Ngulih:

“Kalau zaman dulu kalau kita luka, kalau kita bisulan apa itu, kan dilarang makan babi ... katanya kalau makan babi nanti lambat sembuhnya katanya”.

Kepada setiap pasien, pihak GS memberitahu pantangan pasien yang dua itu, yaitu “yang dingin-dingin” dan “yang haram-haram” Dalam pengobatan ini, maksud kata “haram” yang merupakan pantangan adalah makanan yang terbuat dari babi dan atau anjing, sedangkan untuk minuman yang haram (bagi muslim) seperti alkohol dan yang lainnya, pihak GS tidak mempermasalahkannya.

3.2 Pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan di GS 3.2.1 Pengobat

Di GS terdapat sepuluh pengobat, yaitu: Jojon, Fredy, Edi, Boim, Yono, Banon, Christian, Sakeus, Yanto, dan Syam. Dana dan Kencana yang merupakan anak kandung dari Ngulih juga sebagai pengobat. Agus bertugas sebagai orang yang mengolesi, meneteskan minyak ke pasien pada saat tim GS melakukan kontrol.

Beberapa pengobat di GS yang ada hubungan kerabat dengan Ngulih antara lain yaitu Edi (keponakan Ngulih), Fredy (keponakan Ngulih), Christian (nenek Christian adik dari kakek Dana), Banon (adik Christian), Sakeus (keponakan Ngulih). Pengobat di GS tidak hanya berasal dari keturunan maupun kerabat Ngulih, ada yang sama sekali tidak ada hubungan kerabat seperti Boim, Yanto, dan Syam berawal karir dari dapur, serta Jojon merupakan mantan pasien Ngulih kemudian menjadi asisten pertama Ngulih. Pengobat yang tidak ada hubungan kerabat dengan Ngulih melewati tahapan awal yaitu bertugas di dapur, kemudian menjadi petugas kebersihan, mengikuti tim kontrol harian dan membantu-bantu seperti memegang pasien atau membalut spalk dengan kapas dan perban putih, kemudian diangkat menjadi pengobat GS oleh Ngulih.

(16)

Para pengobat datang setiap hari, tidak ada hari libur bagi pengobat kecuali pengobat yang berhalangan hadir. Jam kerja pengobat dari pagi sekitar pukul 07.00 sampai malam hari sekitar pukul 21.00. Jam kerja ini tidak bersifat tepat karena ada pengobat yang tinggal di wilayah GS datang lebih pagi atau ada pengobat yang tinggal di luar wilayah GS datang lebih siang. Pada siang hari pengobat melakukan kontrol ke pasien-pasien rawat inap, tim kontrol ini terdiri dari sekitar sepuluh orang, angka ini pun tidak bersifat tepat karena terkadang ada petugas kebersihan atau petugas lapangan lain yang turut serta dalam tim kontrol ini.

Barus, Boim, Sakeus, Agus, Yanto, Syam, dan Pardy termasuk kedalam tim kontrol harian, akan tetapi setiap harinya terdapat dua pengobat yang dianggap sebagai orang yang dianggap paling berpengalaman dalam hal pengobatan, diantaranya yaitu Jojon, Fredy, Yono, dan Christian, sedangkan Banon bertugas di ruang pengobatan ditemani dua pengobat yang dianggap paling berpengalaman lainnya. Misalnya hari ini tim kontrol harian beserta Jojon dan Fredy, maka yang menjadi petugas di ruang pengobatan bersama Banon adalah Yono dan Christian.

Pengobat mempunyai pasien langganan, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Biasanya berawal dari pasien yang diobati oleh pengobat pada saat pasien di rawat inap, setelah pasien tersebut pulang kemudian pada saat pasien kontrol ke GS, ia akan meminta pengobat tersebut untuk mengobatinya.

Pada malam hari, terdapat jadwal jaga malam (piket) baik bagi pengobat maupun petugas lapangan. Pengobat yang tidak mempunyai tugas untuk jaga malam adalah Jojon, karena beliau dianggap ‘sepuh’. Jadwal jaga malam para pengobat setiap harinya bergantian, misalnya pada tanggal 1 yang bertugas jaga malam adalah Fredy, maka pada tanggal 2 yang bertugas adalah Banon, pada tanggal 3 yang bertugas adalah Sakeus dan Boim, pada tanggal 4 yang bertugas adalah Christian dan Yanto, pada tanggal 5 yang bertugas adalah Yono, pada tanggal 6 yang bertugas adalah Edy dan Syam. Kemudian pada tanggal 7 yang kembali bertugas adalah Fredy, dan begitu seterusnya. Jadwal jaga malam ini

(17)

tertulis dipapan informasi yang tertempel di dinding ruang kantor. Jaga malam dimulai sekitar pukul 21.00 hingga pukul 06.00.

Foto 11. Seragam pengobat Guru Singa (sumber: dok. Pribadi)

Para pengobat di pengobatan patah tulang GS menggunakan seragam dalam kegiatannya sehari-hari. Pada hari Minggu, Senin, Selasa, dan Rabu seragam yang digunakan berwarna biru-putih. Pada hari Kamis dan Sabtu, seragam yang digunakan berwarna merah-putih, sedangkan pada hari Jumat pengobat tidak menggunakan seragam. Seragam dipakai dari pagi hari (saat pengobat memulai hari untuk mengobati) hingga malam hari sekitar pukul 19.00, setelah itu pengobat menggunakan pakaian yang biasa, bukan seragam. Nama pengobat tertulis pada sisi depan sebelah kanan seragam. Seragam yang berwarna merah, diberikan oleh perusahaan tempat perban elastis dibeli. Pihak perusahaan mengantarkan perban elastis yang kemudian dibayar oleh pihak GS.

3.2.2 Pemegang Status Kondisi Pasien (medical record)

(18)

Barus dan Laju bertugas sebagai orang yang memegang status kondisi (medical record) pasien, terkadang perawat pun bertugas memegang status pasien ini. Status pasien berbentuk selembar kertas yang bertuliskan nama, tanggal masuk, gambar rangka manusia (yang kemudian di tandai bagian tubuh mana yang sakit), dan tindakan yang dilakukan kepada pasien tersebut. Status-status pasien ini dikumpulkan berdasarkan ruang rawat dan di satukan dalam map besar. Selain Barus dan Laju yang memegang map berisi status ini adalah Sakeus dan Paulina. Jika ada keluarga atau kerabat pasien yang menanyakan kondisi pasien rawat inap ke ruang kantor, maka petugas ini akan mengambil map status yang tersimpan di dalam lemari, kemudian menerangkan kondisi pasien setelah melihat lembar status pasien.

3.2.3 Medis

Kerjasama antara medis dan pengobatan patah tulang GS sudah berlangsung sekitar lebih dari sepuluh tahun. Kerjasama dengan tim dokter ini berawal dari kerjasama dengan salah seorang dokter kemudian berlanjut hingga sekarang.

“Sebelumnya kerjasama sama bosnya dia, bosnya dia udah praktek di Banten, dia suruh anak buahnya disini”

Ada sekitar enam dokter yang menjadi anggota tim dokter yang bekerja sama dengan pengobatan GS.

Setiap malam pada hari senin sampai jumat, dokter berkeliling dari satu ruang rawat ke ruang rawat yang lainnya. Dokter datang ke GS sekitar pukul 20.00 atau 21.00. Ia berkeliling bersama perawat dan seorang apoteker. Pada saat berkeliling, perawat memberitahu kondisi terakhir pasien, misalnya ada pasien yang baru dirawat inap, maka pasien tersebut termasuk kedalam daftar pasien yang harus diperiksa oleh dokter. Pasien yang baru dirawat inap di GS akan diperiksa dokter untuk mengetahui bagaimana kondisi pasien saat itu, obat yang biasa diberikan untuk pasien adalah penghilang rasa nyeri. Sedangkan pasien rawat inap lainnya ditanya sepintas “Ada yang sakit?”, jika ada pasien yang merasa sakit, barulah pasien mengatakan kepada dokter atau perawat, kemudian dokter akan memeriksa pasien tersebut. Jika tidak ada, maka dokter akan berpindah ruang rawat berikutnya.

(19)

Ada seorang apoteker yang mendampingi dokter pada saat berkeliling. Tugas apoteker disini menyebutkan nama dan obat-obatan yang akan diberikan kepada pasien tersebut, kemudian dicatat di atas kertas resep oleh dokter dan dokter yang menentukan dosis yang akan diberikan. Setelah resep obat selesai di tulis, dokter menyerahkan resep tersebut kepada apoteker untuk dicarikan obatnya. Keesokan malamnya, apoteker datang dengan membawa obat-obatan para pasien sesuai dengan resep yang ditulis dokter.

Bila terdapat kondisi pasien yang harus dijahit maka tugas itu diserahkan kepada tim medis, jika perawat tidak dapat menangani maka dokter dipanggil (ditelepon) untuk segera datang ke GS.

“Karena kan kita ini dibantu medis. Jadi medis ini dia membantu, ada luka yang ngejahitnya ya dokter”.

Perawat bernama Paulina menginap di GS setiap hari kecuali hari minggu. Ruang medis yang bergabung dengan ruang rawat Sibolangit menjadi tempat beristirahat perawat ini. Perawat bertugas memegang status pasien pada saat tim GS mengontrol pasien-pasien rawat inap, membantu membersihkan luka-luka pasien, menyuntik pasien dengan kondisi tertentu, dan sebagainya.

3.2.4 Kontrol harian

Pada saat kontrol keliling pasien rawat inap GS, ada petugas yang membawa plastik berisi kapas, perban putih, cairan antiseptik yaitu Dirman dan Pardy. Tidak sekedar membawa, Dirman dan Pardy juga membantu membalut spalk dengan kapas dan perban putih, serta memegang tubuh pasien yang akan dibuka dan diganti perbannya. Ada yang bertugas membawa perban elastis secara bergantian, terkadang pengobat pun membawa perban elastis tersebut. Perban elastis ini berfungsi untuk mengganti perban elastis pasien yang balutan perbannya dibuka. Terdapat tiga ukuran perban elastis yaitu kecil, sedang, dan besar. Masing-masing mempunyai harga yang berbeda-beda yaitu Rp.35.000,-, Rp.45.000,- dan Rp.55.000,-. Bila ada pasien yang balutan perbannya dibuka namun belum mempunyai perban elastis selain yang dipakai, keluarga pasien diharapkan membeli perban elastis yang baru. Biasanya untuk buka balutan pertama kali, pengobat langsung memasang perban elastis yang baru, setelah selesai lalu orang yang memegang perban elastis meminta keluarga untuk

(20)

membayar perban elastis tersebut, bayar ditempat. Penggantian perban elastis yang baru dilakukan pada lima hari setelah pasien dirawat inap di GS karena biasanya pada pasien yang baru dirawat inap belum mempunyai perban elastis yang lain, yang ia punya hanyalah perban elastis yang sedang dipakainya, untuk itu perban elastis yang baru disarankan untuk dibeli. Tetapi jika pasien sudah mempunyai perban elastis selain yang dipakainya, pasien diperkenankan untuk menggunakan perban elastis itu untuk mengganti perban elastis yang telah dipakai.

Perban elastis yang sudah dipakai, dibuka, dan dicuci dengan cara merendamnya dengan sabun cuci selama semalam kemudian keesokan harinya perban elastis dicuci seperti biasa mencuci baju. Setelah dicuci, perban elastis dijemur hingga kering, dan digulung agar rapih serta agar pengobat dapat mudah menggunakan perban elastis tersebut sebagai pengganti perban elastis yang telah terpakai pasien. Pembukaan balutan perban ini dilakukan setiap lima hari sekali terhitung sejak pasien menjadi pasien rawat inap di GS. seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jika terdapat kondisi pasien seperti spalk yang miring atau terdapat cairan (melepuh) pada kulit pasien, maka pembukaan balutan perban dapat dilakukan.

3.3 Pasien, latar belakang pemilihan pengobatan, dan interaksi 3.3.1 Ynt

Ynt berusia sekitar enam puluh tahun, tertabrak motor pada saat ia akan berangkat kerja. Kecelakaan tersebut terjadi di dekat rumah Ynt. Orang-orang yang berada disekitar lokasi kejadian membawa Ynt ke rumahnya, setelah itu dipanggillah mantri kesehatan dekat rumah Ynt. Mantri kesehatan memberikan surat rujukan ke Rumah Sakit Persahabatan, akan tetapi Ynt tidak mau ke RS karena dianggap bahwa kondisi luka Ynt tidak berat. Ia berpendapat bahwa luka yang dideritanya tidak berat karena luka dalam (tulang yang patah tidak menembus daging dan kulit, sehingga tidak perlu untuk dibawa ke Rumah Sakit).

“…dikasih surat pengantar (dari mantri kesehatan dekat rumah) ke Rumah Sakit Persahabatan tapi ternyata kan luka saya nggak berat, kenapa kok harus dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan?”.

(21)

“Yo artinya kalau dibawa ke rumah sakit kan otomatis lukanya, ketabrak kan luka, kita kan nggak ada luka, cuma luka dalem, jadi cukup dibawa ke Guru Singa aja. Kalau di Guru Singa kan ‘patah tulang’, udah ketauan ini patah tulang. Kecuali saya keadaan babak belur perlu diobatin, perlu dirawat dulu di rumah sakit, lah mungkin saya dibawa ke rumah sakit. Itu pertimbangan saya itu. Kedua, pertimbangan keduanya kalau di rumah sakit, karena sakit dalam, patah tulang, pasti dioperasi dan biasanya makan biaya banyak. Jadi saya mendingan dibawa ke sini, patah tulang ini.”

Ia meminta untuk dibawa ke GS saja, karena ia percaya kalau ada kecelakaan yang berhubungan dengan tulang maka dibawalah ke GS, walau sebelumnya Ynt belum pernah berobat di GS. Ia pernah ke GS untuk menjenguk saudaranya yang dirawat. Penulis menanyakan kepada Ynt bagaimana ia tahu mengenai GS, ia menjawab bahwa ia tahu dari masyarakat setempat (masyarakat sekitarnya yang menceritakan mengenai GS).

Setelah sampai di GS, tulang kaki kanan Ynt direposisi dan dibalut dengan perban elastis. Pada tahap awal ini pengobatan yang Ynt alami serupa dengan pengobatan pasien pada umumnya, tetapi setelah tiga hari dirawat di GS Ynt mengalami strok ringan. Lidah Ynt terasa kaku dan menutup tenggorokan sehingga ia tidak dapat berbicara. Istri Ynt melaporkan kejadian tersebut kepada pihak GS kemudian dokter datang melihat keadaan Ynt. Dokter mengatakan Ynt terkena strok ringan, dan dokter memberikan obat untuk Ynt. Reaksi obat tersebut dianggap cepat oleh Ynt, yaitu sekitar satu jam. Kemudian sekitar dua hari Ynt kembali pulih dari strok ringannya. Ynt diberitahu dokter bahwa sakitnya ini tidak ada hubungannya dengan patah tulang, sehingga Ynt tidak merasa bahwa sakit ini akibat dari pengobatan patah tulang.

Dalam proses pengobatan patah tulang ini Ynt merasakan kakinya seperti bengkak dan terlihat dari celah perban elastis kulit kakinya melepuh. Ynt melaporkan ke petugas GS mengenai keadaan kakinya, setelah itu petugas GS membuka perban elastis yang membalut kaki Ynt kemudian terlihatlah kulit kaki Ynt yang melepuh. Perawat GS menggunting kulit bagian atas Ynt untuk menghilangkan cairan. Sekitar tiga sampai lima hari kemudian, kulit kaki Ynt yang digunting mengering. Setelah mengering, proses pengobatan untuk Ynt sama dengan proses pengobatan pasien lainya. Melepuhnya kulit kaki Ynt ini

(22)

dikarenakan kulit Ynt yang sensitif terhadap minyak GS. Pada saat kulit kaki Ynt melepuh, minyak tidak digunakan sementara, tetapi perawat GS mengoleskan salep agar kulit kaki Ynt cepat mengering.

Keluhan Ynt kepada pengobatan GS lebih ditekankan pada fasilitas tempat tidur yang disediakan untuk pasien rawat inap. Tempat tidur yang beralaskan tikar ini dirasa kurang nyaman, bukan karena terbuat dari kayu, tetapi karena tikar yang digunakan tidak diganti atau dijemur setelah pasien yang sebelumnya keluar dari ruang rawat inap. Ynt katakan bahwa badannya merasa gatal-gatal karena alas tikar tersebut sehingga hal ini dianggap menjadi salah satu penghambat dalam pengobatan patah tulang. Ynt menggunakan bedak bayi untuk mengurangi rasa gatal dibadannya. Disaat menggaruk tubuh yang gatal, Ynt secara tidak langsung akan menggerakkan kakinya sehingga hal ini dianggap penghambat.

Selama dirawat di GS, Ynt ditemani oleh istri. Istri Ynt berusia sekitar sama dengan umur Ynt, istri Ynt ‘diberi jabatan’ “Ibu Lurah” oleh Hn, salah seorang pasien GS yang ‘dinobatkan’ sebagai “Ketua RT” karena lamanya Hn menjadi pasien rawat inap di GS khususnya di ruang bangsal Kambuna.

Ynt merasa para pihak-pihak yang terlibat dalam pengobatan GS bersikap ramah dan bersahabat. Pernyataan serupa yang diucapkan istri Ynt yaitu para pengobat atau pihak-pihak yang terlibat seolah seperti keluarga, begitu pun kepada pasien dan keluarga pasien lainnya dirasa seolah seperti satu keluarga. Istri Ynt dapat meminta tolong kepada pihak GS dengan tidak canggung seperti pada saat lubang pembuangan kotoran di kamar mandi sedang penuh, ia meminta kepada pihak GS untuk segera dibersihkan dengan memanggil ‘sedot WC’. Istri Ynt menceritakan bahwa peralatan seperti ember, gayung, sapu, dan lain sebagainya Ia beserta keluarga pasien lain yang membelinya. Alat-alat tersebut tidak disediakan GS.

3.3.2 Al

Al berusia sekitar lima puluh tahun menderita patah kaki tungkai bawah. Ia terjatuh dari peron stasiun kreta Pondok Kopi karena hendak menarik tangan orang yang berada dibawah peron untuk naik, mungkin karena orang tersebut memiliki tenaga lebih kuat dari Al sehingga Al tidak dapat menarik orang tersebut

(23)

ke atas peron justru Al-lah yang tidak sengaja ditarik orang tersebut kebawah. Al dibawa ke GS oleh masyarakat sekitar lokasi kejadian, termasuk orang tersebut. Akan tetapi, selama Al dirawat di GS, orang tersebut tidak pernah menjenguk Al.

Tempat tidur Al berada di depan tempat tidur Ynt yang berjarak sekitar satu meter. Proses pengobatan yang dialaminya di GS sama dengan proses pengobatan pada pasien lain yang serupa keadaannya yaitu patah tulang tungkai bawah. Saat awal-awal Al dirawat, terlihat dari raut wajah dan sikap yang ditunjukkan bahwa Ia merasa tidak terima dengan keadaan yang sedang dialaminya, akan tetapi setelah dirawat sekitar dua minggu lebih Al terlihat dapat menerima keadaannya. Selama Al dirawat ia hanya ditemani oleh istrinya, sesekali anaknya datang menjenguk.

Pada saat penulis berada di dekat Al dan istri serta Ynt dan istri, penulis mendengar jelas suara benturan dari tempat tidur Al. Sepertinya ada bagian tubuh Al yang terbentur, kami (penulis, Ynt dan istri Ynt) terkaget, begitu juga dengan istri Al, namun istri Al menanggapi dengan emosi. Dengan mengeluarkan kata-kata “Sukurin!”, istri Al berbicara sendiri (ngedumel), yang intinya ia kesal karena Al menolong orang tapi justru Al yang terjatuh, dibilang sok-baik-lah, dan sebagainya. Kata-kata yang terlontar dari mulut istri Al membuat istri Ynt berkomentar bahwa kita (keluarga pasien) itu semua sama-sama merasakan. Istri Ynt berkata bahwa ini adalah ujian Tuhan, sampai sejauh mana kesabaran kita.

Al dan istri merasa bahwa petugas GS cukup baik dan bersahabat sehingga mereka merasa GS cukup nyaman sebagai tempat rawat inap. Istri Al merasa lebih nyaman karena fasilitas yang terdapat di GS diantaranya yaitu televisi. Istri Al menjadi penggemar salah satu sinetron di televisi sehingga Ia tidak merasa ketinggalan cerita terbaru dari sinetron tersebut walaupun harus menonton di ruang tv, karena televisi yang berada di ruang rawat berada cukup jauh dari tempat tidur Al sehingga suara dari televisi tersebut tidak terdengar jelas. Al merasa tidak ada hiburan karena televisi berada cukup jauh darinya, itu yang dikeluhkannya.

(24)

3.3.3 Jm

Jm berusia sekitar 45 tahun. Kecelakaan di tempat kerja mengakibatkan Ia dirawat di GS. Jm bekerja di pelabuhan Tanjung Priok, di bagian gudang. Dari tumpukan barang-barang yang berada di gudang ia sering melompat dari suatu tempat ke tempat lain. Pada saat Ia akan melompat dari suatu tumpukan barang yang ketinggiannya sekitar satu meter, Ia terjatuh dan mengalami patah kaki tungkai atas. Oleh pihak kantor tempat Jm bekerja, ia dibawa ke GS. Biaya selama perawatan ditanggung oleh kantor tempat Jm bekerja tetapi tidak termasuk biaya obat yang dibeli bukan dengan resep dokter GS. Istri Jm bercerita bahwa Ia pernah membeli obat bukan dari resep dokter GS, tetapi berdasarkan informasi yang Ia dapatkan dari keluarga pasien yang lain yaitu obat untuk mengempeskan bengkak di kaki Jm.

Di Jakarta, Jm hidup sendiri tanpa keluarga karena keluarganya berada di Demak. Istri Jm datang dari Demak untuk menemani Jm selama dirawat. Jm menjadi pasien rawat inap di GS hampir tiga bulan. Sekitar dua bulan pertama, kondisi Jm mulai membaik. Menurut cerita Jm, pengobat GS berkata padanya bahwa Ia sudah boleh belajar berjalan, sudah dua kali Jm belajar berjalan dengan tongkat milik Hn (pada waktu itu, tempat tidur Hn tepat berada di depan tempat tidur Jm). Setelah Jm belajar berjalan, kakinya ditarik kembali (reposisi) oleh salah seorang pengobat. Setelah kakinya ditarik, pada malam harinya, kaki Jm bengkak. Bengkak yang cukup besar, berbentuk seperti ada balok kayu seukuran panjang kebawah sekitar 20cm dan lebar ke samping sekitar 10cm dengan tebal sekitar 3-5cm, yang menempel di kaki kanannya yang patah.

Jm dan keluarga berharap ada tindakan lebih yang dilakukan pihak GS selain menunggu bengkak tersebut kempes dengan diolesi minyak. Kaki Jm tidak dibalut perban karena bengkak, hampir tiga minggu kaki yang bengkak tersebut hanya diolesi minyak GS. Menurut cerita istri Jm, pihak GS pun tidak tahu mengapa kaki Jm menjadi bengkak sebesar itu. Hal ini juga dikemukakan para pengobat GS yang penulis tanyai, mereka tidak mengetahui mengapa kaki Jm bisa seperti itu.

Selama dirawat di GS Jm ditemani oleh istri. Sekitar lima hari sebelum Jm dan keluarga memutuskan untuk pulang ke Demak, anak Jm dan adik ipar Jm

(25)

datang dari Demak untuk menemani Jm dan istri Jm. Anak Jm (Ll) kelas 4 SD, Ll izin selama satu minggu tidak bersekolah karena Ia ke Jakarta.

Ada rencana untuk membawa pulang Jm ke Demak. Istri Jm berkata bahwa di Demak Ia mempunyai banyak saudara yang akan mengurus, kalau di sini (Jakarta) Ia hidup sendiri, tidak ada saudara. Istri Jm berkata bahwa Ia sering disuruh ‘sabar’ oleh pihak GS, Istri Jm mengaku bisa untuk bersabar dengan keadaan yang sedang dialami suaminya, akan tapi Ia memikirkan Jm yang merasakan sakitnya. Hampir setiap malam, Jm tidak bisa tidur karena sakit di kakinya yang bengkak. Raut wajah Jm terlihat tegang bahkan terkesan stres, sepertinya bengkak kakinya ini sangat mempengaruhi pikiran Jm.

Adik ipar Jm yang baru datang dari Demak menginginkan ada tindakan yang diambil oleh pihak GS, tidak hanya sekedar menunggu bengkaknya kempes, atau tidak hanya dengan saran bahwa keluarga pasien harus sabar. Ia dan istri Jm berencana membawa Jm untuk rontgen, setelah panjang lebar kami berbincang, rencana rontgen tersebut terhenti karena perlu biaya lebih untuk membawa Jm rontgen, termasuk untuk sewa ambulan. Keputusan diambil bahwa pihak keluarga harus menunggu pihak kantor untuk kelanjutannya, apakah dibawa ke rumah sakit, atau dibawa pulang ke Demak. Pada akhirnya Jm dan keluarga beranjak dari GS menju Demak.

3.3.4 Hn

Hn berusia sekitar 34 tahun. Patah kaki tungkai bawah. Hampir empat bulan Ia menjadi pasien rawat inap di GS akibat kecelakaan motor. Motor yang dikendarainya ‘tidak sengaja’ tertabrak oleh mobil, Ia katakan bahwa Ia tidak berpikir buruk mengenai mobil tesebut, karena setelah ‘tidak sengaja’ mobil mengenai motornya sehingga terjadi kecelakaan itu, mobil melaju begitu saja tanpa berhenti untuk melihat keadaan Hn beserta motor yang telah tertabrak olehnya. Kecelakaan terjadi di daerah Tanjung Priok. Masyarakat sekitar lokasi kecelakaan membawa Hn ke GS.

Pada awal Hn dirawat inap, salah seorang teman menjaganya. Setelah itu ia meminta tolong kepada salah seorang temannya yang kurang mampu untuk menjaganya dengan perhitungan upah yang sudah disepakati bersama. Selang

(26)

beberapa waktu menjaga Hn, temannya tersebut juga sambilan menjaga pasien yang lain. Awalnya Hn tidak mempermasalahkan karena temannya itu pun diberi upah oleh pasien lain yang dibantunya, akan tetapi semakin lama semakin temannya itu menjadi penjaga pasien-pasien yang lain justru tidak menjaga Hn sehingga Hn kesal dan temannya itu tidak dipekerjakan untuk menjaganya lagi.

Hampir empat bulan Hn dirawat di GS Ia dijenguk oleh orang tuanya hanyalah setengah jam. Di Jakarta terdapat saudara Hn yang tinggal di Tanjung Priok sebagai tempat tinggalnya selama di sini. Hn menyelesaikan jenjang sarjana di salah satu universitas swasta dan bekerja di wilayah Jawa Tengah.

Jika ada pasien yang baru dirawat inap di Kambuna, Hn menyambutnya dengan perbincangan serta diberitahu mengenai keadaan ruang rawat Kambuna. Hal ini penulis alami pada saat pertama kali penulis menginjakkan kaki ke ruang rawat Kambuna. Hn dengan tegas tidak memperbolehkan alas kaki masuk kedalam ruang rawat Kambuna, alasannya adalah karena tidak ada petugas khusus untuk membersihkan ruang rawat Kambuna sehingga bersih atau tidaknya ruangan sesuai dengan penghuninya.

Hn merasa bahwa pasien dan keluarga pasien di Kambuna merupakan keluarganya juga. Kebersihan ruang rawat Kambuna dijaga oleh para penghuninya baik pasien maupun keluarga, selain itu keperluan Hn seperti pakaian dan perban dicucikan oleh keluarga pasien. Hn sangat bersyukur atas kebaikan keluarga pasien kepadanya. Hn diangkat atau mengangkat dirinya menjadi Ketua RT di ruang rawat Kambuna ini dikarenakan Ia menjadi pasien terlama yang dirawat inap di GS khususnya ruang rawat Kambuna.

Kekurangan GS menurut Hn adalah tidak adanya ruang rawat khusus untuk anak kecil. Secara umum, Hn merasa nyaman dirawat di GS karena para pengobat dan pihak-pihak terlibat yang lainnya bersikap akrab dan ramah seolah bagaikan keluarga.

3.3.5 Humor pengobat

Humor-humor yang dilontarkan para pengobat pada pengobatan patah tulang GS dapat dengan mudah ditemui, baik pada saat pengobatan di ruang pengobatan maupun di ruang rawat inap pada saat kontrol harian. Pada ruang

(27)

pengobatan, seperti yang sedikit dijelaskan pada bagian sebelumnya, terdapat benda-benda yang tidak hanya digunakan sebagaimana fungsi aslinya tetapi juga digunakan untuk alat humor.

 Ada pasien yang pada bagian wajahnya (sekitar dagu) di jahit akibat kecelakaan, kemudian salah seorang pengobat mengambil mistar yang tergantung di dinding. Berikut percakapan singkat yang penulis dengar, seperti berikut:

Pengobat : “Jahitannya mau dibuka sekalian nggak?” dengan memasang wajah serius dan menempelkan mistar ke dagu pasien, seolah pengobat tersebut akan membuka jahitan dengan mistar Keluarga Pasien : “Memang di sini bisa?”

Pengobat : “Ya bisa”

Keluarga Pasien : “Ya sudah, terserah”

Kemudian pengobat tersebut tertawa: “Hahaha, ibu pasrah banget..” sambil menggantungkan mistar kembali. (mistar digantung berdekatan dengan gergaji).

 Setelah selesai mengobati pasien, pengobat berkata bahwa yang harus dipantang pasien adalah es dan makanan yang haram. Setelah itu keluarga pasien bertanya kepada pengobat tentang pantangan selain es dan makanan yang haram kemudian dijawab oleh

Pengobat :“ikan-ikanan”

Keluarga pasien : “O, ikan-ikanan juga nggak boleh”

Penulis yang mendengar pun bertanya kepada pengobat, karena selama ini yang penulis tahu hanya dua hal itu saja yang menjadi pantangan yaitu es dan makanan yang haram.“Memang, ikan-ikanan juga nggak boleh??”

Dijawab oleh pengobat yang lain, menjelaskan “Iya, ikan-ikanan nggak boleh, tapi kalau ikan beneran ya nggak apa-apa. Hahaha”.

 Pada saat kontrol harian, ada keluarga pasien yang bertanya kepada pengobat, “Apakah pasien sudah boleh didudukin?” (maksudnya, pasien sudah boleh duduk atau belum?), namun dijawab serentak oleh pengobat yang menangani pasien tersebut, “Jangan!”.Keluarga pasien menanyakan mengapa, kemudian dijawab

(28)

bahwa “Kalau didudukin, jangan. Tapi kalau didudukkan, ya nggak apa-apa. Ntar kalau didudukin kasian….”

 Di ruang pengobatan ada seorang pasien yang sedang ditangani oleh Fredy, pasien menceritakan bahwa Ia sedang mengendarai motor kemudian tertabrak oleh motor di daerah Cakung. Penabrak hanya memberi uang Rp.20.000,-untuk memperbaiki motornya. Kemudian Fredy berkata (seolah bercerita), “Waktu itu saya menabrak orang di daerah Cakung, terus orang itu saya kasih dua puluh ribu. Wah, berarti uangnya balik lagi ke saya donk..hehehe..”

 Penulis sering mengucapkan “ALLAHU AKBAR” pada saat kaget, lupa, dan lain sebagainya. Pada suatu ketika, penulis teringat sesuatu yang sempat penulis lupakan, maka penulis mengucapkan takbir tersebut. Salah seorang pengobat bertanya ada apa, penulis menjawab bahwa penulis “lupa” (maksudnya, ada sesuatu yang penulis lupakan), kemudian dikomentari oleh pengobat tersebut, “Kalau lupa itu bukan ALLAHU AKBAR”, penulis berkata “Astaghfirullah,,,?”. Dijawab kembali “Bukan, kalau lupa itu lali (Lupa-bahasa Jawa)”.

 Ada seorang ibu berbadan besar yang mengantar anaknya kontrol, diledeki oleh orang-orang GS, “Pintunya cukup nggak tu?”, ibu ini cukup ramah, dia berkata kepada penulis dengan menceritakan bahwa mereka (petugas GS) memang seperti itu, suka bercanda. Tak lama kemudian ada pasien bertubuh besar juga datang berobat ke GS, salah seorang petugas GS menegur pasien tersebut “Mba-mba, masa’ ditantangin sama ibu ini” (maksudnya pasien yang baru datang ditantang oleh ibu itu karena kedua badan orang ini cukup besar), pasien dan ibu itu pun tertawa.

 Ada pasien yang sudah dua kali penulis lihat berobat jalan, perempuan berumur sekitar 30 tahun mengeluh kakinya sakit. Setelah hampir selesai diobati, Ia berkata kepada Boim “Mungkin ini karena waktu saya di Saudi (Arab), pernah di gips dua bulan”. “Ooo, iya. Mungkin” jawab Boim. Untuk keduakalinya perempuan itu datang lagi dan bertemu dengan Boim lagi, kembali Ia mengatakan “Waktu saya di Saudi pernah di gips dua bulan”. Kemudian Boim menanggapinya, dengan sedikit meledek yang intinya Ia harus sembuh agar bisa ke Saudi lagi.

 Salah seorang keluarga pasien bertanya kepada Sakeus “Ada perkembangan ga?” (maksudnya menanyakan perkembangan kondisi tulang yang patah) dijawab

(29)

oleh Sakeus “Kalau perkembangan nggak ada, tapi sudah bagus. Kalau ‘berkembang(bunga)’ akan repot nantinya…”

 Pada saat Banon mengobati pasien, Ia mengatakan bahwa tangan yang sedang diobatinya tidak akan sama seperti tangan yang satunya lagi. Pasien bertanya dengan nada suara yang sedikit kaget, Ia mengira bahwa tangannya tidak akan kembali sembuh seperti tangan yang satunya lagi. Kemudian dijawab oleh Banon “Ya nggak mungkin sama, kan yang satu tangan kanan, yang satunya tangan kiri…”

Fungsi humor pada umumnya yang terutama adalah sebagai penglipur hati pendengarnya (maupun penceritanya) yang sedang lara. Hal ini disebabkan karena humor dapat menyalurkan ketegangan batin, yang ada mengenai ketimpangan norma-norma masyarakat. Seperti kita ketahui ketegangan batin dapat dikendurkan melalui tawa. Tawa akibat mendengar humor menurut Bliss (1915 dalam Danandjaja, 1991: 29) dapat memelihara keseimbangan jiwa dan kesatuan sosial dalam menghadapi keadaan yang bertentangan (incongrous), keadaan yang tak tersangka-sangka, atau perpecahan masyarakat (Danandjaja, 1991: 29). Humor-humor yang dilontarkan pengobat tampatknya mengurangi ketegangan-ketagangan yang terjadi dalam pengobatan.

Gambar

Foto 6. Peralatan yang digunakan pada pengobatan, spalk, kapas, perban putih, minyak, antiseptik  (sumber: dok
Foto 7. Gergaji, mistar, dan alat untuk melihat rontgen berada di dalam ruang pengobatan GS  (sumber: dok
Foto 8. Kaki pasien yang dirawat inap
Foto 9. Minyak GS dibungkus plastik-plastik kecil. Minyak ini yang dibawa pulang pasien rawat  jalan (sumber: dok.Pribadi)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Gambar dua buah persegi di bagian kiri palette ini digunakan untuk memilih foreground atau background , sedangkan warna yang akan kita gunakan dapat kita pilih

Ajak siswa untuk menga- mati ciri-ciri sudut pusat lingkaran yang dilengkapi dengan bentuk visualnya.. Minta siswa untuk menga- mati bagian yang berwarna merah pada

Bagi pengawas sekolah, disarankan untuk memberikan motivasi kepada kepala sekolah dan guru agar guru – guru tidak hanya aktif dalam mengajar saja namun guru –

Sebenernya Actor bukanlah bagian dari diagram, namun untuk dapat terciptanya suatu use case diagram diberikan beberapa actor, dimana actor tersebut menjelaskan seseorang atau

Own Shop dapat melakukan order melalui customer service, setelah itu order yang diterima akan diberikan ke bagian marketing untuk dilakukan Analisis Kuota dengan

Dalam prakteknya, formulir ini dibuat oleh bagian Dapur dan akan diberikan kepada Bagian Pembelanjaan sebagai perintah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk

Untuk simulasi ini diberikan dua solusi yaitu membagi pesan menjadi dua bagian pesan, dimana jika salah satu bagian pesan dibaca tidak mengandung arti, yang kedua yaitu

Apabila FPH tersebut disetujui, SOS akan membuat Surat Permintaan Pembelian Hardware (SPPH) sebanyak 2 rangkap, rangkap ke- 1 akan diberikan kepada bagian IT Manager untuk