• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENTAL DAN MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI SAAT WOUND CARE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENTAL DAN MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI SAAT WOUND CARE"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENTAL

DAN MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI SAAT WOUND

CARE PADA PASIEN POST OP DI RUANG MAWAR

RSUD DR.SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

WONOGIRI

SKRIPSI

“untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh :

Ratih Swarihadiyanti NIM. S10036

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

(2)

i

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENTAL

DAN MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI SAAT WOUND

CARE PADA PASIEN POST OP DI RUANG MAWAR

RSUD DR.SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

WONOGIRI

SKRIPSI

“untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh :

Ratih Swarihadiyanti NIM. S10036

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

(3)
(4)
(5)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, yang selalu melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Instrumental Dengan Musik Klasik Terhadap Nyeri Saat Wound Care Pada Pasien Post Op”.

Dalam pembuatan skripsi ini, penulis banyak menghadapi kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan proposal ini. Oleh karena itu, atas selesainya skripsi ini tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya pada yang terhormat: 1. Dra Agnes Sriharti M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Prodi S-1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

3. Sunardi, S.KM.,M.Kes selaku pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 4. Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5. Segenap dosen Prodi S-1 dan Staf pengajar STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingan pada penulis.

(6)

v

7. Adi, S.Kep selaku kepala ruang rawat inap mawar RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang telah membantu dan mengarahkan peneliti dalam proses penelitian.

8. Responden yang telah membantu peneliti sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

9. Kedua Orang Tua yang telah memberikan semangat, dorongan, dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

10. Teman-teman prodi S-1 yang telah memberikan dorongan baik material dan spiritual dalam pembuatan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dengan ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikkan dikemudian hari.

Surakarta , Juni 2014

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xii

ABSTRAK ... xiii ABSTRACT ... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 6 1.3. Tujuan Penelitian ... 6 1.4. Manfaat Penelitian ... 7 1.5. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Teori ... 10

2.1.1. Definisi Nyeri ... 10

2.1.2. Definisi Luka ... 29

2.1.3. Definisi Perawatan Luka (Wound Care) ... 33

2.2. Kerangka Teori ... 38

2.3. Kerangka Konsep ... 38

2.4. Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

(8)

vii

1.5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ...

1.5.3. Cara Pengumpulan Data ... 46

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 48

3.6.1. Tehnik Pengolahan Data ... 48

3.6.2. Analisa Data ... 49

3.7. Etika Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil 52

4.1.1. Karakteristik Responden 52

4.1.2. Analisa Univariat 54

4.1.3. Analisa Bivariat ... 57

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1. Nyeri Post Op Terapi Musik Instrumental ... 58

5.2. Nyeri Post Op Terapi Musik Klasik ... 60

5.3. Pengaruh Musik Instrumental Dan Musik Klasik ... 61

5.4. Keterbatasan Penelitian 63 BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan 64 6.2. Saran 65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

viii

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

Tabel

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 8

Tabel 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan

Skala Pengukuran 42

Tabel 4.1 Distribusi jumlah responden kelompok

instrumental berdasarkan jenis kelamin 51

Tabel 4.2 Distribusi jumlah responden Kelompok Klasik

berdasarkan jenis kelamin 52

Tabel 4.3. Distribusi jumlah responden kelompok

instrumental berdasarkan umur 52

Tabel 4.4. Distribusi jumlah responden kelompok klasik

berdasarkan umur 53

Tabel 4.5. Distribusi jumlah responden kelompok

instrumental berdasarkan pendidikan 53

Tabel 4.6. Distribusi jumlah responden kelompok klasik

berdasarkan pendidikan 54

Tabel 4.7 skala nyeri dengan terapi musik instrumental 55

Tabel 4.8 skala nyeri dengan terapi musik klasik 55

Tabel 4.9. Distribusi skala nyeri dengan terapi musik

instrumental dan musik klasik 56

(10)

ix

Gambar Judul Gambar Halaman

2.1. Gambar skala nyeri Word Grapic Rating Scale 11

2.2. Gambar skala nyeri Face Pain Rating scale 12

2.3. Gambar skala nyeri Bourbanis 12

2.4. Gambar skala nyeri numerik 13

2.5. Gambar skala nyeri Visual Analog Scale (VAS) 13

2.6. Gambar derajat luka 30

2.7. Kerangka Teori 37

2.8. Kerangka Konsep. 38

3.1. Rancangan Penelitian 39

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : F-01 Usulan Topik Penelitian

Lampiran 3 : F-02 Pengajuan Persetujuan Judul

Lampiran 4 : F-04 Pengajuan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 5 : Surat Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 6 : Surat Izin Pendahuluan Rekomdensasi Kesbangpol Wonogiri

Lampiran 7 : Surat Izin Pendahuluan Pengantar Dari RSUD Dr.Soediran

Mangun Sumarso

Lampiran 8 :F-05 Lembar Oponent Ujian Sidang Proposal Skripsi

Lampiran 9 :F-06 Lembar Audience Ujian Sidang Proposal Skripsi

Lampiran 10 :F-07 Pengajuan Surat Izin Penelitiaan Lampiran 11 :Surat Izin Penelitian

Lampiran 12 :Surat Izin Penelitian Rekomendasi Kesbangpol Wonogiri

Lampiran 13 :Surat Izin Penelitian RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

Lampiran 14 :Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 15 :Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 16 :Instrument Penelitian

Lampiran 17 :Sop Pelaksanaan Terapi Musik

Lampiran 18 :Surat Pernyataan Selesai Penelitian Dari RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

(12)

xi Lampiran 22 :Lembar Konsultasi

(13)

xii

DAFTAR SINGKATAN

TENS :Transcutan Electric Nervous Stimulating

ACTH :Adrenal Corticotropin Hormon

VAS :Visual Analog Scale

NRS :Numeric Rating Scale

NSAID :Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs

(14)

xiii

Ratih Swarihadiyanti

Pengaruh Pemberian Terapi Musik Instrumental Dan Musik Klasik Terhadap Nyeri Saat Wound Care Pada Pasien Post Op Di Ruang Mawar

RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri Abstrak

Terapi musik adalah suatu terapi yang menggunakan musik yang bertujuan untuk berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial, sedangkan nyeri merupakan masalah psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh musik instrumental dan musik klasik terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op .

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksprimen dengan menggunakan post only without control design group. Besar sampel 40 responden, menggunakan analisa data u mann whitney. Berdasarkan hasil penelitian kelompok terapi musik instrumental sebagian besar responden mengalami nyeri ringan 75% sedangkan kelompok terapi musik klasik mengalami nyeri sedang 60%. Hasil dari uji bivariat menunjukkan nilai p 0.017 sehingga ada pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik klasik terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.

Kesimpulan penelitian ini adalah terapi musik instrumental lebih berpengaruh terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op di ruang Mawar RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Peneliti menyarankan untuk menerapkan terapi musik instrumental ini sebagai tindakan mandiri perawat di lingkungan RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Kata Kunci : Terapi Musik Instrumental, Terapi Musik Klasik, Wound Care, Nyeri Post Op

(15)

xiv

BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA

2014

Ratih Swarihadiyanti

THE EFFECT OF INSTRUMENTAL MUSIC AND CLASSICAL MUSIC EXTENSIONS ON PAIN DURING WOUND CARE ON THE POST OPERATIVE CLIENTS AT MAWAR WARD OF DR.SOEDIRAN MANGUN

SUMARSO LOCAL GENERAL HOSPITAL OF WONOGIRI

Abstract

Musical therapy is a therapy that uses music to cope with various problems in the physical psychological and cognitive aspects and social needs. The objective of this research is to investigate the effect of instrumental music and classical music on the pain during wound care of the post operative clients.

This research used the quasi experimental research method with the post only without control group design. The samples of the research consisted of 40 respondents. The data of the research were analyzed by using the U mann whitney test.

The result of the research shows that the 75% of the respondents exposed to the instrumental music therapy suffer from mild pain, and 60% of the respondents exposed to the classical music therapy suffer from moderate pain. The be-variate test shows that the value of p is 0.017 meaning that the instrumental music therapy has more effects on the pain during wound care of the post-operative clients at Mawar ward of Dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri. Thus, the instrumental music therapy is recommended to be used as autonomous intervention by nurses within the environment of Dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri.

Keywords: Instrumental music therapy, pain, wound care, and post operative

clients References: 60 (2001-2014)

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu (Potter & Perry 2006). Menurut para ahli berpendapat bahwa penyembuhan luka akan sangat baik bila luka dibiarkan tetap kering. Mereka berpikir bahwa infeksi bakteri dapat dicegah apabila seluruh cairan yang keluar dari luka terserap oleh pembalutnya. Banyak orang yang menganggap perawatan luka itu menyakitkan. Luka akut dan kronis beresiko terkena infeksi. Luka akut memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi. Luka akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka trauma dan luka lecet. Angka infeksi untuk luka bedah di Indonesia mencapai 2,30 sampai dengan 18,30 % (Depkes RI 2001). Jenis luka kronis yang paling banyak adalah luka dekubitus, luka diabetik, dan luka kanker. Luka kronis, waktu penyembuhannya tidak dapat diprediksi dan dikatakan sembuh jika fungsi dan struktur kulit telah utuh dan melakukan wound care secara rutin.

Wound care merupakan tindakan untuk mencegah infeksi dan

mempercepat penyembuhan luka, tetapi dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan intensitas nyeri. Nyeri tersebut timbul dari luka insisi dan tindakan operasi bedah. Rasa nyeri pada saat wound care bedah dapat

(17)

2

disebabkan oleh karena prosedur pelepasan balutan atau verban, rangsangan mekanik akibat pembersihan luka, dan larutan pencuci luka atau agen yang digunakan untuk antiseptik luka, selain itu nyeri dapat juga disebabkan karena luka masih dalam fase inflamasi.

Badan Pelaksana Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum (BPKM RSU) Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar wound care bedah pertama kali dilaksanakan mulai dari hari ke-5 pasca bedah, dimana waktu ini luka masih dalam fase inflamasi, dengan menggunakan agen pencuci luka berupa NaCl 0,9% dan antiseptik berupa povidone-iodine. Variasi intensitas nyeri yang dirasakan pasien dapat terjadi, hal ini dimungkinkan karena kemamuan setiap individu berbeda dalam merespon dan mempersepsikan nyeri yang dialami, keadaan ini dapat dihubungkan dengan karakteristik yang dimiliki oleh pasien. Mekanisme terjadinya nyeri akibat adanya stimulasi nyeri pada area luka bedah menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang akan menstimulasi transmisi impuls disepanjang serabut saraf aferen nosiseptor ke substansi dan diinterpretasikan sebagai nyeri ( Abu 2007 ).

The International Association for the Study of Pain mendefinisikan

nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu (Potter & Perry 2005). Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang

(18)

menimbulkan respon fisik dan psikis (Mander 2003). Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum, wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan, dan apabila nafas makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri. Nyeri pasca operasi muncul disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer & Bare 2002). Intensitas bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat namun menurun sejalan dengan proses penyembuhan (Potter & Perry 2006).

Manajemen untuk mengatasi nyeri secara garis besar ada 2 yaitu: farmakologi meliputi tindakan kolaborasi antara perawat dengan dokter, yang menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri, sedangkan non farmalogis meliputi tindakan mandiri perawat untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan manajemen nyeri, misalnya dengan teknik biofeedback, Transcutan Electric Nervous Stimulating (TENS), guided imagery, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure, aplikasi panas/dingin, massage, hipnosis dan relaksasi. Manajemen nyeri dengan melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan distraksi mencakup latihan pernafasan diafgrama, teknik relaksasi progresif, quided imagery, terapi musik dan meditasi (Greer 2003).

(19)

4

Penggunaan musik sebagai terapi sebenarnya telah digunakan manusia sejak jaman Yunani kuno dan mulai diterapkan pada masa Perang Dunia I dan II. Terapi musik dalam bidang kedokteran dapat digunakan untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik mental, emosional atau spritual dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu (Samuel 2007). Terapi musik mempunyai tujuan untuk membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Terapi musik juga diharapkan dapat membantu mengatasi stress, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan 2006). Terapi musik juga sangat efektif untuk penurunan intensitas nyeri pada Pasien Post Operasi (Purwanto 2012).

Terapi musik bermanfaat terhadap intensitas nyeri akibat perawatan luka bedah abdomen (Shocker 2007). Terapi musik juga dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi (Faradisi 2012). Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel 2007).

Banyak jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi, diantaranya musik klasik, instrumental, jazz, dangdut, pop rock, dan keroncong. Salah satu diantaranya adalah musik instrumental yang bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat. Semakin banyak hasil riset

(20)

mengenai efek musik instrumental terhadap kesehatan dan kesegaran fisik. Musik instrumental dan terapi relaksasi telah banyak digunakan secara bersamaan guna menurunkan detak jantung dan menormalkan tekanan darah terhadap seseorang yang menderita serangan jantung. Penderita migrain (sakit kepala sebelah) juga telah banyak yang dilatih dengan menggunakan musik, pemberian bantuan visual dan teknik-teknik relaksasi untuk membantu menurunkan frekuensi, intensitas dan durasi penderitaan sakit kepala mereka (Aditia 2012).

Musik klasik adalah komposisi musik yang lahir dari budaya Eropa sekitar tahun 1750-1825. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress (Musbikin 2009). Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon stress (Djohan 2006).

Studi pendahuluan pada tanggal 30 November 2013 di ruang Mawar RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, terdapat 52 wound care pasien post-op dari bulan Oktober sampai November, dari 2 pasien wound

care post-op yang diwawancarai oleh peneliti mengatakan nyerinya

meningkat selama wound care dengan peningkatan 2-3 skala nyeri, dan pasien mengatakan tidak pernah melakukan distraksi saat dilakukan wound

care. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang

(21)

6

terhadap skala nyeri saat wound care pada pasien post op di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

1.2 Rumusan Masalah

Beberapa pasien masih mengeluhkan nyeri pada saat wound care. Nyeri yang tidak teratasi dapat memperburuk keadaan pasien karena dapat menimbulkan respon fisik dan psikis yang hebat (Smeltzer & Bare 2002). Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh terapi musik instrumental dan klasik terhadap nyeri saat Wound Care pada pasien post op di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Menjelaskan pengaruh penggunaan terapi musik instrumental dan musik klasik terhadap intensitas nyeri saat wound care.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan gambaran nyeri sesudah pemberian musik

instrumental saat wound care pada pasien post op.

2. Menjelaskan gambaran nyeri sesudah pemberian musik klasik

saat wound care pada pasien post op.

3. Menjelaskan perbedaan penggunaan terapi musik klasik dan

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat bagi bangsal mawar

Sebagai asuhan keperawatan dalam pemberian terapi musik saat wound

care terhadap tingkat nyeri.

1.4.2. Manfaat bagi rumah sakit

Sebagai pembuatan SOP di rumah sakit khususnya dalam melakukan

wound care terhadap intensitas nyeri.

1.4.3. Manfaat bagi institusi pendidikan

Untuk menambah wawasan dan referensi dalam pemberian terapi musik instrumental dan klasik terhadap intensitas nyeri saat wound care.

1.4.4. Manfaat bagi peneliti lain

Sebagai hasil pra eksperiment tentang pengaruh penggunaan terapi musik instrumental dan klasik terhadap intensitas nyeri saat wound care yang dapat dikembangkan untuk perbandingan selain untuk wound care. 1.4.5. Manfaat bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan dapat diaplikasikan saat melakukan

(23)

8

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Penelitian Judul Metode Hasil

Medical Shocker Pengaruh Terapi

Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Abdomen Di Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi

Waluyo Wlingi

Kabupaten Blitar

Pre eksperimental after only design

dengan metode static group comparism menunjukkan hasil signifikan dengan nilai p=0,039,

bahwa ada pengaruh

terapi musik

terhadap intensitas

nyeri akibat

perawatan luka

bedah abdomen

Edi Purwanto Efek Musik

Terhadap Perubahan

Intensitas Nyeri

Pada Pasien Post Operasi Di Ruang Bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Pre eksperimen desain dengan menggunakan

pre-test and post-pre-test group design. Teknik pengambilan sample menggunakan quota sampling dengan jumlah sample 30 responden. Uji statistik dengan menggunakan metode analisis paired. didapat rata-rata

skala nyeri pada saat

pre-test adalah

6,5667 dengan

standar deviasi

sebesar 1,1651.

Sedangkan rata-rata skala nyeri pada saat

post-test adalah

4,3000 dengan

standar deviasi

sebesar 2,1679.

berarti efek musik

dapat menurunkan

intensitas nyeri pada pasien post-operasi

di ruang Bedah

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Firman Faradisi Efektivitas terapi

murotal dan terapi

musik klasik

terhadap penurunan

tingkat kecemasan

pasien pra operasi di pekalongan

Quasi eksperiment

tipe pre test and

post test tehnik pengambilan sampel

purposive sampling

dan analisa data

menggunakan uji t-idependent (paired sample t test) Sebelum diberikan terapi sebagian besar pasien mengalami cemas

sedang. Uji beda

tingkat kecemasan

dengan terapi musik diperoleh nilai thitung

(24)

Penelitian Judul Metode Hasil (p=0,000<0,05). Uji beda tingkat kecemasan pasien dengan terapi murotal diperoleh

nilai thitung sebesar

10,920 (p=

0,000<0,05), Uji

beda tingkat

kecemasan dengan terapi musik dan

murotal diperoleh

nilai thitung sebesar

2,946

(p=0,000<0,05)

artinya pemberian

terapi murotal lebih efektif menurunkan

tingkat kecemasan

pasien dibandingkan dengan terapi musik.

(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Teori 2.1.1. Definisi Nyeri

Nyeri adalah suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya pada jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Persepsi klien terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, faktor kepribadiaan, dan status psikologis (Waugh 1990; Maryunani 2013).

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Maryunani 2013). 1. Smeltzer (2002) Kategori dasar nyeri yang secara umum:

a. Nyeri Akut adalah nyeri secara tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. b. Nyeri Kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan tidak dapat dikaitkan

(26)

dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat terjadi pada kanker tetapi nyeri jenis ini biasanya mempunyai penyebab yang dapat di identifikasi .

2. Maryunani (2013) Macam- macam nyeri berkaitan dengan berbagai macam luka:

a. Nyeri pada trauma pembedahan, dimana hanya terjadi dalam durasi yang terbatas, waktu yang diperlukan luka untuk perbaikan alamiah terhadap jaringan-jaringan yang rusak lebih singkat.

b. Nyeri pada ulkus kronik, seperti luka kanker, durasinya tidak ada batasnya.

3. Skala Nyeri

a. Word Grapic Rating Scale

Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri,

(27)

12

b. Face Pain Rating scale

Menurut wong dan baker (1998) pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang menangis untuk “nyeri berat” (Maryunani 2013).

Gambar 2.2 c. Skala nyeri menurut bourbanis

Gambar 2.3

Perawat menanyakan kepada klien tentang nilai nyerinya dengan menggunakan skala 0 sampai 10 yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya.

d. Skala intensitas nyeri Numerical Ranting Scale (NRS)

NRS digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri dan memberi kebebasan penuh klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry 2006).

(28)

Gambar 2.4

Skala penilaian NRS (Numerical Ranting Scale) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata (Maryunani 2013). Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri ringan pada skala 1 sampai 3, intensitas nyeri sedang pada skala 4 sampai 6, intensitas nyeri berat pada skala 7 sampai 10 (Potter & Perry 2006).

e. Skala Visual Analog Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata (Potter & Perry 2006).

Mengkaji intensitas nyeri sangat penting walaupun bersifat subyektif dan banyak dipengaruhi berbagai keadaan seperti tingkat kesadaran, konsentrasi dan harapan keluarga, intensitas nyeri dapat dijabarkan di dalam sebuah skala nyeri dengan

(29)

14

deskriptif: tidak nyeri, ringan, sedang, sangat nyeri tetapi masih dapat terkontrol dan sangat nyeri tetapi tidak dapat dikontrol oleh pasien berdasarkan VAS. Penjelasan tentang intensitas digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5

Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri ringan pada skala 1 sampai 3, intensitas nyeri sedang pada skala 4 sampai 6, intensitas nyeri berat pada skala 7 sampai 9 intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri tidak terkontrol. Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri pada skala 1 sampai 3, rasa nyeri seperti gatal atau tersetrum atau nyut-nyutan atau melilit atau terpukul atau perih. Intensitas nyeri pada skala 4 sampai 6, seperti kram atau kaku atau tertekan atau sulit bergerak atau terbakar atau ditusuk-tusuk. Sangat nyeri pada skala 7 sampai 9 tetapi masih dapat dikontrol oleh klien. Intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri tidak terkontrol.

4. Mengkaji Persepsi Nyeri

Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat

(30)

bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi kriteria berikut: mudah dimengerti dan digunakan, memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien, mudah di nilai dan sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Alat-alat pengkajian nyeri dapat di gunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan intervensi, untuk mengevaluasi efektivitas intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi alternatif atau tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan nyeri.

Deskripsi verbal tentang nyeri, individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus mengambarkan nyeri individual dalam beberapa cara yang berikut:

a. Intensitas nyeri. Individu dapat di minta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal ( misalnya: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat atau sangat hebat atau 0 : tidak ada nyeri; 10 : nyeri sangat hebat).

b. Karakteristik nyeri, termasuk letak, durasi, irama (misal: terus menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (misal: nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti di gencet).

(31)

16

c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri misalnya: gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.

d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya : tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai. Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.

e. Kekhawatiran individu tentang nyeri, dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra tubuh.

5. Mengkaji Respon Fisiologi dan Perilaku Terhadap Nyeri

Banyak pemberi perawat kesehatan lebih mengenal nyeri akut dibandingkan nyeri. Akibatnya, pemberi perawatan kesehatan yang tidak mengenal respon fisiologi dan perilaku nyeri.

Indikator fisiologi nyeri, perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih yang akurat dibanding laporan verbal pasien. Respon involunter ini seperti meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, pucat, dan berkeringat adalah indikator rangsangan sistem saraf. Pasien yang mengalami nyeri akut hebat mungkin tidak menunjukkan

(32)

frekuensi pernafasan yang meningkat tetapi akan menahan nafasnya. Respon fisiologis terhadap nyeri akut yang pasien tunjukan dapat berlangsung hanya beberapa menit, bahkan bila nyeri berlanjut. Respon fisiologi harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan untuk mencoba menvalidasi laporan verbal dari nyeri individu.

Karena reaksi fisiologi yang dalam terhadap nyeri tidak dapat dipertahankan selama berminggu-minggu atau bahkan beberapa jam, pasien biasanya berespon secara berbeda terhadap nyeri akut dan nyeri kronis. Pasien dengan nyeri kronis yang sangat dalam dapat menunjukkan perubahan fisiologi, meskipun perubahan fisiologi yang berkaitan dengan respon stress dapat terjadi pada beberapa orang dengan nyeri akut, perubahan seperti itu tidak selalu terjadi, perubahan tersebut terjadi pada nyeri kronis.

Respon perilaku terhadap nyeri, dapat mencakup seperti verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian tubuh, mengepal, atau menarik diri. Individu yang mengalami nyeri dengan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap

(33)

18

nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis merupakan respon normal terhadap nyeri.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri.

Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor, terhadap pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas, usia, dan pengharapan tentang penghilang nyeri (efek plasebo). Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, meningkat dan menurunnya toleransi terhadap nyeri dan pengaruh sikap respon terhadap nyeri.

7. Strategi Pelaksanaan Nyeri.

a. Strategi penatalaksanaan nyeri dengan pendekatan farmakologi meliputi obat analgesik. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Pendekatan farmakologis dapat mencakup pemberian obat analgesik sesuai

yang diresepkan. Obat analgesik ialah istilah yang digunakan

untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang non-steroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik

(34)

seperti opoid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi) (Ishak 2010). b. Pendekatan non farmakologis mencakup terapi es dan panas,

teknik relaksasi, teknik distraksi. Tehnik distraksi meliputi penggunaan terapi musik.

Musik adalah suatu komponen yang dinamis yang bisa mempengaruhi baik psikologis maupun fisiologis bagi pendengarnya (Wilgram 2002; Novita 2012). Musik adalah paduan rangsang suara yang membentuk getaran yang dapat memberikan rangsang pada pengindraan, organ tubuh dan juga emosi. Ini berarti, individu yang mendengarkan musik akan memberi respon, baik secara fisik maupun psikis, yang akan menggugah sistem tubuh, termasuk aktivitas kelenjar-kelenjar di dalamnya (Yuanitasari 2008). Musik memang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Apalagi musik memiliki tiga komponen penting yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat atau ketukan mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi roh (Yuanitasari 2008). Musik merupakan suatu bentuk seni yang menyangkut organisasi atau kombinasi dari suara atau bunyi dan keadaan diam yang dapat menggambarkan keindahan dan ekspresi dari emosi dalam alur waktu dan ruang tertentu. Musik dapat menyebabkan terjadinya kepuasan estetis

(35)

20

melalui indera pendengaran dan memiliki hubungan waktu untuk menghasilkan komposisi yang memiliki kesatuan dan kesinambungan (Campbell 2001). Musik didefinisikan sebagai suara dan diam yang terorganisir melalui waktu yang mengalir (dalam ruang), beberapa kesimpulan sementara dan pertanyaaan yang muncul adalah musik berasal dari suara, suara berasal dari vibrasi dan vibrasi adalah esensi dari segala sesuatu (Amsila 2011). Musik adalah bunyi atau nada yang menyenangkan untuk didengar. Musik dapat keras, ribut, dan lembut yang membuat orang senang mendengarnya. Orang cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang disukainya. Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda bergantung kepada sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang (Farida 2010). Melalui musik juga seseorang dapat berusaha untuk menemukan harmoni interna (inner

harmony). Jadi, musik adalah alat yang bermanfaat bagi

seseorang untuk menemukan harmoni di dalam dirinya. Hal ini dirasakan perlu, karena dengan adanya harmoni di dalam diri seseorang, ia akan lebih mudah mengatasi stress, ketegangan, rasa sakit, dan berbagai gangguan atau gejolak emosi negatif yang dialaminya. Selain itu musik melalui suaranya dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis tersebut kembali ke vibrasi yang normal, sehat, dan dengan

(36)

demikian memulihkan keadaan yang normal (Merrit 2003). Musik merupakan media untuk mengekspresikan diri dan membangkitkan semangat dalam bentuk suara. Musik juga sangat efektif untuk menenangkan diri dan mendatangkan inspirasi bagi banyak orang (Yuanitasari 2008). Mengingat banyaknya manfaat dari musik, kini musik mulai digunakan juga untuk terapi. Berbagai penelitian memperlihatkan bukti-bukti pemanfaatan musik untuk menangani berbagai masalah: kecemasan, kanker, tekanan darah tinggi, nyeri kronis, disleksia, bahkan penyakit mental (Yuanitasari 2008). Musik sangat bisa merangsang dan menghanyutkan jiwa, musik juga bisa mempengaruhi fisik maupun mental. Sehingga musik mampu berperan bagi kehidupan manusia.

Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “Terapi” dan “Musik”. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang. Terapi musik adalah sebuah pekerjaan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi kekurangan dalam aspek fisik, emosi, kognitif dan sosial pada anak-anak serta orang dewasa yang mengalami gangguan atau penyakit tertentu. Definisi terapi musik adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik,

(37)

22

psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (AMTA 1997;Djohan 2006). Definisi terapi musik adalah penggunaan musik dalam lingkup klinis, pendidikan dan sosial bagi klien atau pasien yang membutuhkan pengobatan, pendidikan atau intervensi pada aspek sosial dan psikologis (Wigram 2000; Djohan 2006). Terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap terapi klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai berbagai tujuan terapi lainnya (Djohan 2006). Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan menggunakan musik dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia (Suhartini 2008). Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberikan rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisi intelek dan fungsi kesadaran (Satiadarma 2004). Terapi musik adalah penggunaan bunyi dan musik dalam

(38)

memunculkan hubungan antara individu dan terapis untuk mendukung dan menguatkan secara fisik, mental, sosial, dan emosi (Yuanitasari 2008 ).

8. Manfaat Terapi Musik:

a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan.

b. Mampu memperlambat dan menyeimbangkan gelombang dalam otak.

c. Mempengaruhi pernafasan.

d. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia.

e. Bisa mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak dan koordinasi tubuh.

f. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia. g. Bisa meningkatkan endorphin.

h. Bisa mengatur hormon (hubungannya dengan stres). i. Mengubah persepsi tentang ruang dan waktu.

j. Bisa memperkuat memori dan kemampuan akademik. k. Bisa merangsang pencernaan.

l. Bisa meningkatkan daya tahan tubuh manusia.

m. Bisa meningkatkan penerimaaan secara tak sadar terhadap simbolisme.

(39)

24

o. Bisa mengurangi rasa sakit.

Penggunaan terapi musik telah terbukti bermanfaat bagi perkembangan kognisi, perilaku serta kesehatan. Bahkan terapi musik juga telah digunakan untuk menolong para korban dalam perang dunia I dan II. Dengan penggunaan terapi musik maka para korban dilaporkan lebih cepat sembuh dan memiliki kondisi lebih baik. Terapi musik juga mempunyai dampak lebih berkepanjangan (long-last), berpengaruh terhadap keseluruhan kemampuan (multiple), dan banyak laporan kemajuan kesehatan akibat intervensi terapi musik. Terapi musik juga pernah di uji cobakan pada bayi. Bayi-bayi yang baru lahir diletakkan dalam sebuah tempat tidur besar dan dikepala mereka diletakkan

headphone untuk mendengarkan musik, bila diperhatikan jari-jari

mereka akan bergerak seiring dengan ritme lagu yang mereka dengar. Terapi musik dapat menyembuhkan warga Frankfurt yang menderita penyakit keturunan yang menyakitkan dan sampai saat ini belum ada obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga mengganggu organ dalam lainnya, termasuk jantung. Sudah tiga kali mengalami serangan jantung ringan, pada mulanya musik dari headphone selama 15 menit untuk membebaskan dari keadaan stress, berdasarkan pantauan terhadap aktivitas ototnya. Setelah tiga minggu dirawat dengan terapi musik, cuma 5 menit mendengarkan musik sudah bisa tenang.

(40)

Organ pendengaran pada manusia lebih baik daripada organ penglihatan. Salah satu kemampuan dasar indera pendengaran adalah mendengar irama.

9. Cara Kerja Terapi Musik

Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan, salah satu alasanya karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemudian di tangkap melalui organ pendengaran dan diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarannya. Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik. Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu membangun sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik menjadi lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma 2002).

Sebagian besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal (Prabowo & Regina 2007).

Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus-nukleus di batang otak yang

(41)

26

mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Cabang simpatis saraf otonom bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal yang menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Sistem simpatis juga menstimulasi medulla adrenal untuk melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ke dalam pembuluh darah, sehingga berdampak meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, dan norepinefrin secara tidak langsung melalui aksinya pada kelenjar hipofisis melepaskan gula dari hati. Adrenal Corticotropin

Hormon (ACTH) menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal

(korteks adrenal) yang menyebabkan pelepasan hormon (salah satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi kadar glukosa dan mineral tertentu (Primadita 2011).

Salah satu manfaat musik sebagai terapi adalah self-mastery yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri. Musik mengandung vibrasi energi, vibrasi ini juga mengaktifkan sel-sel di dalam diri seseorang, sehingga dengan aktifnya sel-sel tersebut sistem kekebalan tubuh seseorang lebih berpeluang untuk aktif dan meningkat fungsinya. Selain itu, musik dapat meningkatkan serotonin dan pertumbuhan hormon yang sama baiknya dengan menurunkan hormon ACTH (Setiadarama 2002).

(42)

10. Tata Cara Pemberian Terapi Musik

Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal dalam pemberian terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan dalam pemberian terapi musik adalah selama 20-35 menit, tetapi untuk masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik diberikan dengan durasi 30 menit sampai 45 menit. Ketika mendengarkan terapi musik klien berbaring dengan posisi yang nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50-70 ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang (Schou 2007). 11. Definisi Musik Instrumental

Musik Instrumental adalah merupakan musik yang melantun tanpa vocal, dan hanya instrument/alat musik dan atau backing vocal saja yang melantun. Manfaat musik instrumental adalah musik instrumental menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat. Semakin banyak hasil riset mengenai efek musik instrumental terhadap kesehatan dan kesegaran fisik. Musik instrumental dan terapi relaksasi telah banyak digunakan secara bersamaan guna menurunkan detak jantung dan menormalkan tekanan darah terhadap seseorang yang menderita serangan jantung. Penderita migrain (sakit kepala sebelah) juga telah banyak yang dilatih dengan menggunakan musik, pemberian bantuan visual dan teknik-teknik relaksasi untuk membantu menurunkan frekuensi, intensitas dan durasi penderitaan sakit kepala mereka

(43)

28

(Aditia 2012). Macam musik instrumental seperti kitaro koi, musik instrumental kitaro koi adalah aransemen instrumental karangan musik jepang. Harmoninya mengalun indah seakan menyentuh hati para pendengarnya. Dibawakan dengan penuh penghayatan seakan menghipnotis orang yang mendengarnya, nada-nadanya yang menginspirasikan kehidupan.

12. Definisi Musik Klasik

Musik Klasik adalah sebuah musik yang dibuat dan ditampilkan oleh orang yang terlatih secara professional melalui pendidikan musik. Musik klasik juga merupakan suatu tradisi dalam menulis musik, yaitu ditulis dalam bentuk notasi musik dan dimainkan sesuai dengan notasi yang ditulis. Musik klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan digolongkan melalui periodisasi tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008). Macam dari musik klasik salah satunya adalah canon in d major Pachelbel, musik klasik ini membuat suatu nuansa yang antara penuh dengan semangat, sukacita, cinta kasih, harapan dan kepastian sehingga menyegarkan jiwa

Sebuah penampilan musik klasik memiliki atmosfir yang serius. Penonton diharapkan untuk diam dan tidak banyak bergerak agar tiap nada dalam komposisi yang dimainkan dapat terdengar dengan jelas. Penampil musik klasik diharuskan untuk berbusana formal dan terlibat secara langsung dengan penonton. Pada musik

(44)

klasik, improvisasi dilakukan dalam bentuk interpretasi. Improvisasi sering dilakukan pada periode baraque, terutama oleh J.S Bach. Pemain dapat mengimprovisasi chord maupun melodi (Kamien 2004). Pemberian terapi musik klasik membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stres (Musbikin 2009).

Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon stres (Djohan 2006). Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan.

2.1.2. Definisi Luka

Definisi Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan (Agustina 2009; Maryunani 2013). Definisi Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal; luka dapat dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kontinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan (InETNa 2008;Maryunani 2013). Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan (majid dan prayogi 2013).

(45)

30

1. Klasifikasi Luka

Luka berdasarkan kedalaman dan luasnya tersebut,juga dapat dinyatakan menurut stadium luka, berikut ini:

a. Stadium I: Luka superfisial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II: Luka “partial Thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada epidermis dan bagian atas dari dermis.

c. Stadium III: Luka “Full Thikness”yaitu hilangnya kulit keseluruhan sampai jaringan subkutan yang dapat meluas tetapi tidak mengenai otot.

d. Stadium IV: Luka “Full Thickness” telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Maryunani 2013).

Gambar 2.6

2. Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan/

waktu kejadiannya, luka dapat dibagi menjadi luka akut dan luka kronik:

(46)

a. Luka Akut

1) Luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai waktu yang diperkirakan.Luka dengan masa penyembuhannya sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah di sepakati.

2) Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi.

3) Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh ahli bedah.

4) Dapat disimpulkan bahwa luka akut adalah luka yang mengalami proses penyembuhan, yang terjadi akibat proses perbaikan integritas fungsi dan anatomi secar terus menerus, sesuai dengan tahap dan waktu yang normal. b. Luka kronis

1) Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen. 2) Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak

berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.

3) Luka yang berlangsung lama atau sering rekuren dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita.

(47)

32

4) Dapat disimpulkan bahwa luka kronik adalah luka yang gagal melewati proses perbaikan untuk mengembalikan integritas fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang normal.

3. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan

luar/integritas luka:

a. Luka Tertutup (vulnus occlusum): 1) Luka tidak melampaui tebal kulit 2) Luka tanpa robekan pada kulit

Contoh: bagian tubuh yang terpukul oleh benda-benda tumpul, terpelincir, keseleo, daya deselerasi kearah tubuh (fraktur tulang, robekan pada organ dalam), luka abrasi, kontusio atau memar.

b. Luka Terbuka (vulnus apertum): 1) Luka melampaui tebal kulit.

2) Terlihat robekan pada kulit atau membrane mukosa.

Contoh: trauma oleh benda tajam atau tumpul (insisi bedah, pungsi vena, luka tembak).

Robekan kulit memudahkan masuknya mikroorganisme, terjadi kehilangan darah dan cairan tubuh melalui luka, fungsi bagian tubuh menurun (Smeltzer 2002).

(48)

4. Berdasarkan tingkat kontaminasi luka terbagi menjadi:

1) Luka bersih (clean wound) yang dimaksud dengan luka bersih adalah luka bedah tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital, dan urinary tidak terjadi. Luka bersih ini biasanya menghasilkan luka yang

tertuup, jika diperlukan dimasukkan drainase

tertutup.kemungkinan terjadi infeksi luka pada luka jenis ini berkisar ±1%-5%

2) Luka kotor atau infeksi (Dirty or infected wounds) jadi yang dimaksud dengan luka jenis ini adalah terdapatnya mikroorganisme padaluka.terjadinya infeksi pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme tersebut (Smeltzer 2002).

2.1.3 Definisi Perawatan Luka (Wound Care)

Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu berupa mengganti balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih maupun luka yang kotor. Merawat luka adalah untuk mencegah trauma pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit (Diska 2013).

(49)

34

1. Penatalaksanaan atau Wound Care

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mencuci hamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik.

2. Pembersihan Luka

Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari terjadinya infeksi.

Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :

a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.

b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. c. Berikan antiseptik.

d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.

(50)

3. Penjahitan luka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh.

4. Penutupan Luka

Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

5. Pembalutan

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.

6. Pemberian Antibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

7. Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti,

(51)

36

lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Diska 2013).

8. Komplikasi Wound care

a. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih. b. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

c. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang

(52)

atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami

dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4–5 hari setelah

operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Dehiscence dan

eviscerasi ketika terjadi luka harus segera ditutup dengan

balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka (Maryunani 2013).

(53)

38 b. Kerangka Teori Luka Komplikasi Penatalaksanaan Gambar 2.7

(Maryunani 2013; Djohan 2006; Diska 2013; Smeltzer 2002; Greer 2003) luka kotor Luka Bersih Post operasi Wound care Dehiscence dan eviscerasi infeksi Perdarahan nyeri Non farmakologis Farmakologis Distraksi relaksasi Obat analgesik Keronco ng mass age accupresure hypnosis

Terapi Musik imajinasi

pop rock dang dut jazz Keronco ng musik klasik musik instrumental

(54)

c. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.8 d. Hipotesis

H0: tidak ada pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik

klasik terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.

Ha: Ada pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik klasik

terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op. Nyeri Musik Klasik

(55)

40 BAB III METODOLOGI

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian 3. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan Quasi eksperimen merupakan pengembangan dari true eksperimen yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya

untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi

pelaksanaan eksperimen (Sugiyono 2013). 4. Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode post only

without control design group untuk mengetahui pengaruh sesudah

diberikan perlakuan tanpa kontrol (Arikunto 2010). Penelitian ini dilakukan perlakuan terhadap sampel berupa pemberian terapi musik klasik dan instrumental pada pasien post op di RSUD Wonogiri.

R X1 O1

R X2 O2

(56)

Keterangan :

R: Responden penelitian semua mendapat perlakuan/ intervensi

X1: Kelompok yang diberi perlakuan musik instrumental

X2: Kelompok yang diberi perlakuan musik klasik

O1: post test setelah perlakuan terapi musik instrumental

O2: post test setelah perlakuan terapi musik klasik

3.2.Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono 2011). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono 2007). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien post op yang dirawat di ruang mawar RSUD Wonogiri.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi tersebut (Saryono 2011). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono 2007). Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai.

(57)

42

Besar sampel pada kelompok terapi musik instrumental sebanyak 20 orang dan kelompok dengan terapi musik klasik 20 orang.`

1. Kriteria Inklusi

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang ditemui saat dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Pasien dengan luka post op

b. Belum pernah dilakukan terapi musik instrumental atau musik klasik

c. Bersedia menjadi subjek penelitian d. Responden berada di RSUD Wonogiri 2. Kriteria Eklusi

Kriteria dimana subjek penelitian tidak layak dijadikan sampel karena tidak memenuhi syarat sampel penelitian yaitu:

a. Pasien terpengaruh obat analgesik

b. Responden berada diluar RSUD W onogiri 3.3.Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang Mawar RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

2. Waktu Penelitian

(58)

3.4.Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Tabel 3.1. Definisi Operasional, Variabel, Dan Skala Pengukuran

3.5.Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1. Alat Penelitian

1. SOP Musik Instrumental dan Musik Klasik

a. Musik Instrumental

Musik yang melantunkan tanpa vocal, dan hanya

instrument/alat musik yang melantunkan sehingga

terdengar merdu setiap yang mendengarnya. Judul dari musik instrumental yang dipakai adalah Kitaro Koi.

Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran

Variabel independen Terapi Musik Instrumental

musik yang melantunkan tanpa vocal, dan hanya instrument/alat musik yang melantunkan. Musik yang digunakan Kitaro Koi. Terapi Musik

Klasik

musik yang komposisinya lahir dari budaya eropa. Musik yang digunakan Canon In D Major

Pachelbe.

Variabel Dependent Penurunan Nyeri

Tingkat nyeri berkurang saat

Wound Care.

(59)

44

b. Musik Klasik

Musik yang komposisinya lahir dari budaya eropa. Musik yang jika didengarkan akan merasa nyaman dan terdengar lembut. Judul dari musik klasik yang dipakai adalah Canon

in d Major Pachelbel.

Prosedur terapi musik adalah sebagai berikut:

1) Menyiapkan handphone dan memasang headset serta menyesuaikan volume suara musik

2) Membuka balutan dan membersihkan luka post op 3) Menutup kembali balutan luka

4) Merapikan pasien dan melepas headset 5) Membereskan alat

2. Kuesioner A.

Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan kuesioner skala nyeri Numerical Rating Scale (NRS). Alat ukur ini suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus sehingga mempermudah pemahaman bagi pasien post op. Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan yang akan diajukan kepada responden. Pertanyaan tersebut mengenai tingkat nyeri wound

care yang dirasakan oleh responden. Peneliti mengisikan

kuesioner sesuai skala intensitas nyeri yang dirasakan responden dengan rentang skala nyeri 0-10 berikut :

(60)

Gambar 3.2. Skala NRS

Intensitas skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:

0 = Tidak ada nyeri

1-3 = Nyeri ringan, seperti gatal atau tersetrum atau nyut-nyutan atau melilit atau terpukul atau perih atau mules

4-6 = Nyeri sedang, seperti kram atau kaku atau tertekan atau sulit bergerak atau terbakar atau ditusuk-tusuk 7-10 = Nyeri berat tetapi masih dapat dikontrol oleh klien,

seperti tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari 3.5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Apabila instrumen data sudah ada yang standar, maka bisa digunakan oleh peneliti (Saryono 2011). Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas karena peneliti menggunakan alat ukur NRS yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya.

1. Uji Validitas

Uji validitas berguna untuk mengetahui keadaaan yang menggambarkan tingkat instrument bersangkutan yang mampu

(61)

46

mengukur apa yang akan diukur ( Arikunto 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Li, Liu, & Herr (2007), penelitian ini membandingkan empat skala nyeri yaitu NRS, Face Pain Scale

Revised (FPS-R), VRS, dan VAS pada klien pasca bedah

menunjukkan bahwa keempat skala nyeri menunjukkan validitas dan reliabilitas yang baik. Pada uji validitasnya skala nyeri NRS menunjukkan r= 0,90.

2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Sugiyono 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Li, Liu, & Herr (2007) bahwa skala nyeri NRS menunjukkan reliabilitas lebih dari 0,95.

3.5.3. Cara Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer adalah data atau kesimpulan fakta yang dikumpulkan secara langsung pada saat berlangsungnya penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari subyek peneliti yang diukur sesudah terapi musik instrumental dan musik klasik.

(62)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang ada di Rumah sakit, literatur yang relevan dan sumber lain yang mendukung penelitian ini.

2. Langkah-Langkah Pengumpulan Data

a. Setelah mendapat ijin dari Direktur Rumah Sakit, peneliti bersama pelaksana perawatan lain bekerjasama untuk pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data yang sebelumnya sudah diketahui pelaksanaannya berdasarkan tanggal dan bulan yang sudah disepakati.

b. Pasien dan keluarga telah menyetujui dilakukan terapi musik sesuai prosedur dengan diberikan informed consent terlebih dahulu.

c. Hasil pengukuran skala nyeri sesudah diberikan terapi musik instrumental dan musik klasik yang di rawat di ruang dicatat. 3.5.3. Prosedur pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan pemberian terapi musik pada klien yang di rawat di ruang adalah sebagai berikut:

1. Membina kontak klien dan keluarga.

2. Menjelaskan tujuan tindakan pada klien, keluarga.

3. Mempersiapkan klien, tempat dan peralatan pemberian musik. 4. Memberikan posisi senyaman mungkin bagi klien.

(63)

48

5. Observasi tanda-tanda nyeri setelah melakukan tindakan terapi musik instrumental.

6. Menyiapkan salah satu musik instrumental atau klasik dimeja pasien untuk didengarkan selama wound care.

7. Membuka balutan dan membersihkan luka. 8. Menutup kembali luka.

9. Membereskan alat dan melepas headset.

10. Observasi tanda-tanda nyeri setelah dilakukan tindakan terapi musik klasik.

11. Lakukan observasi pada klien. 12. Lakukan dokumentasi.

3.6. Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data 3.6.1. Tehnik Pengolahan Data

Pengolahan data meliputi:

1. Editing atau mengedit data, dimasukkan untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian kriteria data yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau menjawab tujuan penelitian.

2. Coding atau mengkode data, merupakan suatu metode untuk mengobservasi data yang di kumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis terhadap hasil observasi yang dilakukan.

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Gambar 2.2  c.  Skala nyeri menurut bourbanis
Gambar 2.8  d.   Hipotesis
Gambar 3.2. Skala NRS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh nilai koefisien regresi untuk ROE sebesar 0,392 yang artinya ROE berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham dengan nilai

( dietary fiber ) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikroba) yang dikenal dengan nama Acetobacter

Meningkatkan kinerja dan pelayanan terminal dengan menambah adanya faktor daya tarik bagi pengguna memanfaatkan terminal, sehingga dapat mengantisipasi permasalahan terminal

Retrieve Retrieve information information elements elements Analyze Analyze entire entire files files Prepare Prepare reports reports from from multiple multiple

Kecemasan akademik adalah suatu perasaan yang tidak. menyenangkan dialami oleh siswa akibat dorongan terhadap

122 Berdasarkan kriteria dan alternatif yang telah ditentukan dapat disusun model hierarki pemilihan investasi yang ideal bagi masyarakat, Dimana untuk menentukan

Tabel 2.1 Perbandingan penelitian terkait ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.2 Konsep yang mendasari definisi DSS ... Error! Bookmark not defined. Tabel 2.3 : Simbol-Simbol

Terkait dengan penelitian ini, para pedagang yang dilibatkan sebagai informan, juga melakukan langkah-langkah yang sama, dimana untuk mengetahui peluang usaha, akses