• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMISASI MULTI OBJEKTIF BERBANTUAN SIMULASI DALAM SISTEM MANUFAKTUR SELLULAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMISASI MULTI OBJEKTIF BERBANTUAN SIMULASI DALAM SISTEM MANUFAKTUR SELLULAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMISASI MULTI–OBJEKTIF BERBANTUAN SIMULASI

DALAM SISTEM MANUFAKTUR SELLULAR

Rika Ampuh Hadiguna

Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas

E-mail: hadiguna@ft.uand.ac.id

Abstract: In this paper has study developing integrated multi objective model to solving cellular manufacturing

problems. Simulation model is one of some approaches which used to analyze and predict the system performance. In simulation model that was introduce the IDEF0 as functional model to support the model more completing. Limitations simulation output that more focus for probabilistic condition until necessary completed by mathematical programming. Integrating simulation dan mathematical programming would give solution that comprehensive. The mathematical model that used is goal programming. Study result is show that proposed model more appropriate to analyze various factors in cellular manufacturing problems. Consequently, the models provide valuable information needed by practitioners to make decisions in many important design aspects.

Kata kunci: Multi–Objective, simulasi, goal programming, cellular manufacturing,

PENDAHULUAN

Manufaktur sellular (Cellular Manufacturing, CM) merupakan aplikasi khusus dari Group Technology (GT). Prinsip aplikasi ini adalah kluster mesin-mesin dan komponen-komponen dengan tujuan meningkatkan effisiensi produksi. Kluster mesin-mesin dan komponen-komponen lebih dikenal sebagai sel manufaktur dan part family. Desain sel manufaktur yang diinginkan adalah sel total independen agar dapat merealisasikan keunggulan dari GT. Idealnya tata letak CM dilihat dari keseluruhan operasi komponen dalam sebuah part family diselesaikan dalam sebuah sel mesin (Askin dan Standridge, 1994). Pada kenyataanya, sel manufaktur yang independen tidak mungkin selalu ada. Tidak munculnya sel manufaktur yang total independen memunculkan tipe komponen yang diistilahkan elemen eksepsional yaitu komponen tersebut membutuhkan lebih dari satu sel mesin. Sel mesin yang harus memproses part family lain disebut dengan mesin bottleneck. Komponen elemen eksepsional akan menimbulkan biaya-biaya dalam operasional CM yang berarti ketidak-effektifan (Nair dan Narendran, 1999). Meskipun beberapa pendekatan telah dikembangkan dalam banyak literatur, namun masih terbatas lingkupnya karena kurang memperhatikan optimisasi biaya secara menyeluruh. Dalam makalah ini akan dibahas efek dari alternatif-alternatif kluster mesin-mesin dan komponen-komponen menggunakan pemrograman matematikal multi–objektif dan simulasi. Arah pengembangan model mengacu pada formulasi dasar dari Hadiguna, 2003b; Hadiguna, 2003f). Formulasi matematis yang diusulkan berdasar bentuk umum goal programming.

Sistem manufaktur sellular merupakan penghubung antara sistem konvensional menuju sistem yang lebih modern. Sistem manufaktur sellular merupakan dekomposisi sistem menjadi kelompok-kelompok mesin dan/atau komponen. Sebagai contoh, CIMS dan JIT merupakan sistem yang membutuhkan sistem manufaktur sellular dalam bentuk fisiknya. Sistem manufaktur sellular merupakan salah satu konsep dasar pabrik masa depan. Masalah desain sistem manufaktur sellular cukup kompleks dan luas dikaji dengan melibatkan banyak tipe model optimisasi. Ada dua tipe masalah yang harus dibahas, yaitu: pengelompokkan mesin– komponen dan tata letak sel. Pemecahan dua tipe masalah tersebut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi mengingat sangat sulit menyelesaikan kedua permasalahan tersebut sekaligus. Apabila kedua masalah tersebut telah diselesaikan, maka masalah lanjutan yang munculnya adalah kinerja dari rancangan sistem. Dalam hal ini membutuhkan model simulasi yang mampu memberikan prediksi terhadap kinerja rancangan sekaligus memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap kemungkinan pengembangan atau perbaikan sistem (Miller dan Pegden, 2000).

Aplikasi simulasi dalam penyelesaian masalah sistem manufaktur sellular lebih fokus pada sub masalah tata letak sel. Umumnya model simulasi digunakan untuk melihat variabel-variabel kinerja dari setiap skenario yang dibangkitkan. Permasalahan lanjutan yang muncul adalah memilih alternatif yang telah disimulasikan tersebut. Peranan model multi objektif seperti goal programming sangat penting dalam fase lanjutan ini. Goal programming merupakan salah satu model multi objektif yang

(2)

sangat disarankan penggunaannya (Mansouri dkk, 2000). Dalam makalah ini akan ditunjukkan integrasi model simulasi dan multi-objektif dalam penyelesaian masalah sistem manufaktur sellular. Dalam studi ini akan di usulkan metodologi pengembangan model simulasi sistem manufaktur dengan mengintegrasikan IDEF0 sebagai bagian yang integral. Metodologi yang diusulkan ditujukan untuk mengevaluasi performansi sistem manufaktur sellular. Dalam makalah ini yang akan dijadikan contoh pendemonstrasian metodologi adalah untuk masalah pada sistem perakitan sebagai GT Flow Line System.

TINJAUAN PUSTAKA

Group Technology (GT) adalah sebuah pendekatan yang efektif untuk multi produk, produksi dengan lot kecil atau medium dan produksi bertipe diskrit. GT adalah sebuah konsep yang membuat produksi lebih effisien dengan cara mengelompokkan komponen dan/atau mesin yang mempunyai kemiripan. Pembahasan terhadap penerapan GT selama ini banyak fokus pada upaya merancang sel-sel mesin Suresh dan Slomp, 2001; Hadiguna dan Widianto, 2003). Perkembangan model-model dan teknik-teknik dalam sistem manufaktur sellular lebih mengarah pada masalah pengelompokkan dan tata letak sel yang dipandang sebagai hal yang terpisah (Hadiguna, 2003d).Hal ini dapat dilihat dari beberapa studi yang dilakukan oleh diantaranya Baker dan Maropoulus (1999), Baykasoglu dan Gindy (2000), Daita dkk (1999), Efstathiou dan Golby (2001), Mansouri dkk (2000) dan Nair dkk (1999). Bagaimanapun masalah desain sistem manufaktur sellular adalah pengelompokkan komponen dan mesin serta pengaturan mesin-mesin pada intra dan inter cell yang tersedia dengan tujuan mengoptimalkan objektif yang telah dinyatakan. Proses desain yang menyeluruh dalam hal pengelompokkan hingga tata letak sel telah banyak dikembangkan seperti oleh Da-Silviera (1999), Efstathiou dan Golby (2001), Hadiguna dan Setiawan (2003), Hadiguna dan Thahir (2004) dan Salum (2000).

Perkembangan dunia bisnis yang kompetitif mengharuskan proses desain sistem manufaktur sellular mempertimbangkan strategi bisnis (Hadiguna dan Mulki, 2003). Pertimbangan ini biasanya dilibatkan pada tahap desain tata letak sel. Model simulasi yang mengadopsi hal ini diantaranya Altinklininc (2004) dan Rios dkk (2000). Pendekatan desain fasilitas manufaktur yang menggunakan secara eksplisit objektif tunggal (single objective) akan menghasilkan penyelesaian yang bias terhadap kebutuhan perusahaan. Pelibatan beberapa objektif menjadi isu penting karena proses desain akan melibatkan faktor-faktor yang berkaitan dengan tujuan-tujuan strategis, ukuran-ukuran kinerja sistem dan keunggulan kompetitif dalam marketplace. Berdasarkan prosedur perencanaan tata letak sel

pabrik, diharapkan dapat dibangkitkan beberapa alternatif tata letak sel (Askin dan Stanridge, 1994). Tata letak sel yang merupakan permasalahan tata letak sel diselesaikan dengan membangkitkan beberapa alternatif tata letak sel dalam hal ini tata letak sel. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan sistem yang memenuhi kebutuhan perusahaan yang telah dirumuskan pada fase persiapan. Pembangkitan alternatif tata letak sel dilakukan pada fase definisi. Keputusan untuk menginstal tata letak sel terpilih dilakukan pada fase instalasi dimana hasil desain tata letak sel yang terdiri dari beberapa alternatif dipilih dengan mengakomodir kebutuhan perusahaan. Paper ini bertujuan untuk membahas bagaimana cara mengambil keputusan pemilihan tata letak sel yang dapat mengakomodasi kebutuhan perusahaan. Asumsi yang digunakan adalah alternatif tata letak sel mempunyai kelayakan untuk diimplementasikan. Simulasi manufaktur telah menjadi sebuah area aplikasi primer dari teknologi simulasi. Simulasi telah menjadi pendekatan yang cukup luas yang digunakan untuk memperbaiki dan menvalidasi desain sistem manufaktur secara luas (Banks, 2000; Fu dkk, 2000). Aplikasi simulasi pada sistem manufaktur termasuk desain fasilitas maupun pemodelan rantai pasok perusahaan secara luas (Miller dan Pegden, 2000). Tipe simulasi manufaktur biasanya digunakan untuk memprediksi performansi sistem atau membandingkan dua atau lebih desain sistem atau skenario (Hadiguna, 2003). Hal ini berarti bahwa kemampuan untuk mengembangkan dan mengurai model-model simulasi dengan cepat dan efektif sangat penting. Menurut Perera dan Liyanage (2000) sejumlah faktor yang menghalangi proses pemodelan simulasi antara lain pengumpulan data yang kurang efisien, dokumentasi model yang panjang dan buruknya perencanaan eksperimen. Dalam pemodelan simulasi manufaktur hal yang tidak kalah pentingnya adalah proses analisis sistem. Dalam mengembangkan model simulasi sistem manufaktur khususnya untuk tujuan studi mengevaluasi performansi sistem, maka prosedur pengembangan model menjadi hal yang krusial. IDEF0 merupakan model fungsional yang diwujudkan dalam bentuk terstruktur dan semantik. Model IDEF0 mengandalkan pada konsistensi pendeskription sistem. Pemodelan IDEF0 banyak digunakan dalam menganalisis dan mengevaluasi sistem manufaktur khususnya untuk evaluasi performansi (Pawlikowski dan Kreutzer, 2000; Hadiguna, 2003).

PENGEMBANGAN MODEL

Model yang dikembangkan merupakan prosedur hirarki dua tahap. Model ini juga ditujukan pada tahap tata letak sel. Tahap pertama merupakan pemodelan simulasi, sedangkan tahap kedua adalah model Zero–One Goal Programming (ZOGP). Pada tahap pertama, prosedur yang dikembangkan ditujukan pada pemodelan simulasi sistem

(3)

manufaktur yang berkarakter diskrit. Prosedur dibangun terdiri dari dua bagian besar yaitu pemodelan IDEF0 dan pemodelan simulasi. Dalam memahami sistem nyata dengan baik dan benar, maka langkah awal adalah membangun rich picture. Demikian halnya dalam mengembangkan prosedur usulani ini perlu digambarkan keterkaitan antara model simulasi dengan IDEF itu sendiri. Model IDEF0 secara prinsip menjelaskan bagaimana sebuah sistem bekerja. Pada model IDEF0 bertujuan untuk memodelkan aktivitas fungsional dalam bentuk kontak-kontak yang merepresentasikan sistem hingga sub-sistem secara hirarki. IDEF0 dilengkapi oleh struktur ICOM yaitu: Input (I), Control (C), Output

(O) dan Mechanism (M). Proses pemodelan dilakukan melalui pengamatan secara langsung dan mempelajari dokumentasi yang tersedia. Agar model yang dihasilkan rinci, maka diperlukan kerjasama yang baik antara pemodel dengan “pemilik” sistem. Validasi model dilakukan melalui diskusi dengan “pemilik” sistem dengan terlebih dahulu menverifikasi keterhubungan semua ICOM terhadap kotak aktivitas. Secara umum model simulasi dibangun dari beberapa tahap yaitu pemodelan data masukan (input modelling), analisis keluaran dan verifikasi dan validasi model. Secara diagramatik, integrasi IDEF0 dan simulasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Analisis Aktivitas

Pemodelan IDEF0

Valid? Tidak

Ya

Gambar 2. Diagram Integrasi IDEF0 dan Simulasi Pemodelan Simulasi Pemodelan Data Masukan

Valid? Pengembangan Alternatif Verified? Tidak Ya Ya Tidak

(4)

Dalam formulasi ini yang diinginkan adalah mengevaluasi usulan tata letak sel yang telah didesain berdasarkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Model ini menawarkan dua metodologi untuk keputusan pemilihan tata letak sel. Metoda Analytic Hierarchy Process (AHP) disajikan terlebih dahulu sebagai metodologi stand-alone dan selanjutnya kombinasi model AHP dengan Zero–One Goal Programming (ZOGP) sebagai ekstensi untuk mempertimbangkan kriteria tambahan dalam proses pengambilan keputusan. AHP merupakan metoda yang sangat banyak digunakan dalam pengambilan keputusan yang kompleks serta luas bidang aplikasinya (Saaty, 2002). AHP juga telah menjadi salah satu model penyelesaian dalam masalah tata letak sel. AHP bekerja untuk situasi keputusan yang melibatkan pemilihan sebuah keputusan dari beberapa alternatif keputusan berdasarkan multi

kriteria yang terjadi konflik. Kriteria keputusan ini akan mempunyai tingkat preferensi yang berbeda dimata pengambil keputusan. Kelebihan dari AHP ini adalah pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman yang dikendalikan oleh rasio konsistensi (Peniwati, 2002 dan Saaty, 2002). Pendapat pengambil keputusan akan mengkuantifikasi kriteria-kriteria dan alternatif dalam bentuk nilai bobot. Vektor preferensi atai bobot dapat dirumuskan WjABC

= (W1, . . ., Wn) dimana Wj adalah preferensi yang ditempatkan dalam pemilihan dari sejumlah alternatif. Bobot terbesar merupakan preferensi terbesar untuk tata letak sel ke-j. Perluasan penggunaan metodologi AHP untuk mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya dilakukan melalui model ZOGP dengan melibatkan bobot AHP dengan formulasi sebagai berikut:

∑ = ∑= + + + 1 -k 1 k 1 -m 1 i ) -m (d k P ) i d -i (d k P Minimasi

…(1)

Kendala:

∑ = = + − − + n j 1rijxj di di Ri

; i = 1, . . . , m – 1

…(2) ∑nwjxj+dm− -dm+=1

…(3) xj = 0 atau 1 untuk j = 1, . . . , n di- , di+ > 0 untuk i = 1, . . . , m

Dimana xj adalah representasi variabel 1–0

dimana nilai 1 berarti dipilih, sedangkan nilai 0 berarti tidak dipilih dari j = 1, 2,…, n tata letak sel. Variabel deviasi di- , di+ adalah vektor-vektor

pencapaian dibawah target dan pencapaian diatas target i = 1, . . . , m – 1 dari sumber daya objektif, perangkingan ordinal melalui prioritas Pk dimana k =

1,2, . . . , K ranking ordinal dan P1 > P2 >> Pk. rij adalah matriks ukuran n x n koefisien sumberdaya berkaitan dengan utilisasi sumberdaya dari total sumberdaya R untuk setiap alternatif tata letak sel. wj

pada persamaan (3) adalah bobot AHP dimana dm

-digunakan untuk melihat pemilihan yang dimaksimumkan untuk tata letak sel dengan bobot tertinggi.

Kriteria adalah ukuran pencapaian dari keputusan. Cukup banyak kriteria yang dapat digunakan dalam permasalahan tata letak sel fasilitas dan cara mengidentifikasi kriteria yang relevan

dengan kebutuhan perusahaan (Siswanto dan Hadiguna, 2003). Dalam paper ini kriteria yang digunakan adalah keselamatan kerja, kerjasama tim, proses pengawasan dan tanggung jawab operator. Keempat kriteria ini sulit untuk dikuantifikasi, tetapi sangat dibutuhkan perusahaan dalam operasional sel manufaktur dan penataan mesin dan peralatan yang digunakan. Objektif desain sel manufaktur telah banyak dibahas dalam literatur (Mansouri dkk, 2000).

Pada makalah ini akan ditampilkan sebuah ilustrasi bagaimana model yang diusulkan bekerja. Berdasarkan tipe masalah desain sistem manufaktur sellular yang telah disajikan diatas, sebuah contoh komposit digunakan untuk illustrasi bagaimana model simulasi dan multi objektif secara terpisah bekerja menangkap dan menggunakan informasi yang diperoleh dari pengambil keputusan dalam konteks proses pemilihan alternatif-alternatif tata

(5)

letak sel yang ada. Masalah yang ditampilkan pada bagian ini dirancang untuk menampilkan bagaimana model integrasi yang mengkombinasikan AHP, ZOGP dan simulasi akan memberikan hasil berbeda.

Tahap pertama adalah pengembangan model Simulasi. Objektif dari sistem manufaktur sellular dari aspek operasional adalah minimusasi rata-rata work–in–process (WIP). Berdasarkan model simulasi ciptaan sebagai contoh numerik untuk memperkenalkan kinerja model. Model simulasi diperoleh setelah melalui proses pengelompokkan mesin dan komponen sebagai sel mesin dan part families. Model simulasi dikembangkan dengan memperhatikan ketersediaan anggaran. Berkaitan dengan hal ini, maka dilakukan modifikasi untuk setiap alternatif. Alternatif pertama mengandalkan teknologi permesinan sehingga biaya investasi besar, sedangkan alternatif tandingan yaitu alternatif kedua dan ketiga mengandalkan tingkat ketrampilan operator dengan mereduksi biaya investasi pembelian mesin. Selanjutnya, setiap alternatif dirancang sistem pemindahan bahannya yang akan menghasilkan total jarak perpindahan. Dalam hal ini, setiap alternatif dibedakan oleh kapasitas alat pemindahan bahan sehingga dapat mengurangi frekwensi perpindahan material. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut maka

model simulasi dikembangkan dan diperoleh WIP alternatif satu sebesar 5 unit, alternatif kedua sebesar 3 unit dan alternatif ketiga sebesar 2,5 unit. Terlihat bahwa alternatif ketiga menghasilkan rata-rata WIP yang lebih kecil sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif terbaik. Namun demikian, aspek manajemen maupun ketersediaan sumber daya masih perlu dikaji lebih dalam. Berdasarkan hal inilah maka model multi objektif dikembangkan untuk memastikan apakah benar WIP terkecil merupakan global optimal.

Tahap kedua adalah membangun model AHP. Pada tahap awal, model AHP diperkenalkan terlebih dahulu yang ditujukan sebagai pendekatan multi atribut. AHP ditujukan untuk mengkaji dari aspek manajemen yang secara kuantitatif sulit diukur. Berdasarkan metoda kualitatif dengan AHP ini maka akan diketahui alternatif terbaik berdasarkan preferensi manajemen terhadap setiap alternatif berdasarkan aspek-aspek manajemen. Aspek yang dipertimbangkan antara lain (Hadiguna dan Setiawan, 2003a) tanggung jawab operator (K1), kerjasama tim (K2), pengawasan (K3) dan keselamatan kerja (K4). Penerapan AHP diawali dengan mendekomposisi masalah menjadi hirarki multi level sebagai berikut:

Memilih Tata Letak

Tanggung Jawab Kerjasama Pengawasan Keselamatan

Alternatif #2

Alternatif #1 Alternatif #3

Gambar 2. Hirarki Masalah Kriteria yang digunakan dalam keputusan

berdasarkan studi literatur dimana kriteria merepresentasikan kebutuhan manajemen sebagai tata letak sel yang terbaik. Krieria-kriteria ini dapat dikembangkan lebih jauh dengan cara curah gagasan dengan pihak manajemen atau para pakar kemudian di analisis untuk mendapatkan kriteria yang relevan. Berdasarkan hirarki multi level diatas dilakukan penilaian perbandingan berpasangan secara bertahap. Tahap awal pada level kriteria dan selanjutnya pada level alternatif berdasarkan setiap kriteria. Penilaian perbandingan berpasangan ini harus memperhatikan consistency ratio yang mencerminkan tingkat konsistensi penilaian. Nilai consistency ratio ini ditetapkan oleh Saaty (2002) yang diharapkan tidak lebih besar dari 0,10. Software yang membantu untuk penilaian perbandingan berpasangan ini adalah Expert Chioce (1995) yang dapat membantu pengambil keputusan melakukan analisis sensitivitas.

Melalui aplikasi software berdasarkan penilaian diperoleh prioritas relatif untuk setiap kandidat tata letak sel. Hasil pembobotan dan grafik analisis sensitivitas masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan penerapan metoda AHP terpilih alternatif–1 tata letak sel karena memiliki bobot terbesar diikuti alternatif–3 dan alternatif–2 masing-masing sebagai ranking ke–2 dan ranking ke–3.

Tabel 1. Nilai Prioritas untuk Alternatif, Kriteria, Sintesa Kriteria K1 K2 K3 K4 Alternatif (0,066) (0,290) (0,541) (0,103) Sintesa Alternatif – 1 0,074 0,236 0,094 0,272 0.443 Alternatif – 2 0,643 0,062 0,678 0,608 0,273 Alternatif – 3 0,283 0,702 0,219 0,120 0,284

(6)

Penerapan AHP sebagaimana contoh diatas merupakan upaya mengakomodir persepsi manajemen yang kualitatif. Berdasarkan pengalaman, penguasaan informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh manajemen akan diperoleh preferensi keputusan manajemen dalam memilih alternatif tata letak sel yang dianggap baik. Dalam permasalahan tata letak sel tentunya harus mempertimbangkan faktor-faktor kuantitatif lainnya sehingga keputusan yang diambil optimal. Berdasarkan hal ini langkah selanjutnya adalah menerapkan ZOPG dengan memasukkan hasil pembobotan AHP sebagai salah satu objektif.

Tahap ketiga adalah formulasi pemrograman matematis. Untuk menjelaskan bagaimana proses integrasi kedua metoda dapat dilakukan dengan melihat contoh berikut ini. Misalkan saja perusahaan dalam mengimplementasikan sel manufaktur sebagai sistem manufakturnya mengalokasikan anggaran sebesar $400. Artinya, besar dana tersebut merupakan total sumber daya yang tersedia guna

penerapan sel manufaktur oleh perusahaan. Disamping itu, telah diketahui jarak merupakan objektif yang harus diperhitungkan untuk mendapatkan total jarak terpendek. Masing-masing alternatif tata letak sel telah dianalisis sehingga diketahui jarak setiap alternatif tata letak sel. Diasumsi pada contoh ini bahwa tipe tata letak sel existing dapat dianalisis jarak perpindahannya yang akan dijadikan batas yang diizinkan. Dalam kasus ini jarak yang diizinkan adalah 23 m. Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan luas lantai yang dijadikan salah satu objektif. Luas lantai yang tersedia adalah area yang tersedia saat ini dimana mesin dan peralatan dapat disusun. Ketersediaan luas lantai diasumsi sebesar 10 m2. Semua data hipotetis

tersebut dalam ratusan. Semua keterbatasan diatas

meruapakn representasi dari Ri dalam model ZOGP

dan penggunaan setiap rate rij dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Objektif dan Ketersediaan Sumber Daya

Objektif rij Ri Urutan

Pi

x1 x2 x3

Anggaran Implementasi 250 150 100 400 P1

Jarak yang diizinkan 15 7,5 10 23 P2

WIP rata-rata 5 3 2,5 10 P3

Preferensi Manajemen 0,443 0,273 0,284 1 P4

Formulasi matematis dapat dilakukan dengan mengikuti bentuk umum formulasi yang telah dirumuskan pada bagian metodologi. Formulasi dari contoh permasalahan diatas sebagai berikut:

Min Z = P1d1++ P2d2++ P3d3++ P4d4 -Kendala: 250 X1+ 150 X2 + 200 X3+ d1- - d1+ = 400 15 X1+ 7,5 X2 + 10 X3+ d2- - d2+ = 23 5 X1+ 3 X2 + 2,5 X3+ d3- - d3+ = 10 0,443X1+ 0,273X2 + 0,284X3+ d4- - d4+ = 1 Xj = 0 atau 1; di- , di+ > 0

Setelah diselesaikan formulasi diatas akan memberikan keputusan yang berbeda dengan keputusan yang hanya menggunakan metoda simulasi maupun AHP secara tunggal. Perbandingan antara setiap model dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 3. Perbandingan Penyelesaian

Alternatif Simulasi AHP Integrasi

1 WIP = 5 (Terbaik– 3) W1 = 0,443 (Terbaik–1) X1 = 1 (Dipilih)

2 WIP = 3 (Terbaik– 2) W2 = 0,273 (Terbaik–3) X2 = 1 (Dipilih)

(7)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perbandingan diatas terlihat bahwa performansi sistem berdasarkan rata-rata WIP belum tentu lebih baik dibandingkan dengan preferensi manajemen. Metoda AHP sebagai alat pengambilan keputusan dengan multi atribut menunjukkan alternatif pertama lebih baik meskipun memiliki performansi rata-rata WIP yang terbesar. Setelah dianalisis dengan model integrasi justru terlihat bahwa alternatif pertama dan kedua direkomendasikan. Hal ini berarti alternative solution.

Simulasi sistem manufaktur sangat memperhatikan fokus perbaikan dari sistem sehingga membutuhkan prosedur pemodelanyang komprehensif. Prosedur yang diusulkan beranjak dari pola pikir pembangunan model yang didasarkan pada pemahaman sistem yang menyeluruh, tersruktur dan hirarki. Hal ini dapat dilakukand engan menerapkan pemodelan fungsional dengan pendekatan IDEF. Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan prosedur ini adalah mempercepat pengidentifikasian data masukan dan proses pembangunan model simulasi. Hal utama lainnya adalah effisiensi proses pemodelan. Nilai guna dari keluaran simulasi juga dapat ditingkatkan karena fokus perbaikan akan menyentuh banyak aktivitas dalam sistem manaufaktur yang kompleks tetapi interdependen.

Masalah keputusan pemilihan tata letak sel merupakan kombinasi dari faktor-faktor operasional dan struktur sistem sehingga perlu melibatkan metoda yang berdasarkan pengalaman manajerial dan pemrograman matematis. Dalam makalah ini telah ditunjukkan bagaimana integrasi simulasi dan multi objektif bekerja dalam keputusan pemilihan tata letak sel dengan menyertakan keterbatasan sumberdaya yang ada. Dalam makalah ini diperlihatkan perbandingan antara simulasi sebagai pendekatan kuantitatif dan pendekatan AHP sebagai pendekatan kualitatif. Pemanfaatan AHP dalam formulasi goal programming juga menunjukkan kinerja yang lebih baik. Hasil AHP dapat diuji dengan goal programming melalui pelibatan faktor finansial. Keberhasilan implementasi metodologi yang diusulkan dalam makalah ini pada masalah praktis akan dibatasi oleh keterbatasan dalam pemodelan tetapi formulasi unik yang diusulkan dalam makalah ini akan meminimisasi keterbatasan tersebut.

KESIMPULAN

Model pemrograman matematis yang dikembangkan dalam studi ini didasarkan beberapa model yang telah dikembangkan sebelumnya. Prinsip yang digunakan dalam formulasi model ini adalah akomodasi efek-efek ekonomis dalam mengeliminasi keberadaan komponen eksepsional. Setiap alternatif dianalisis terlebih dahulu berdasarkan ketiga objektif

diatas. Selanjutnya, alternatif-alternatif desain sel manufaktur dioptimasi menggunakan formulasi yang diusulkan tersebut. Model yang diusulkan ternyata mampu memberikan banyak informasi yang diperlukan oleh para pengambil keputusan. Hal ini berarti model mampu memberikan dukungan pengambilan keputusan berkaitan dengan implikasi strategik perusahaan.

Model yang diusulkan dalam studi ini adalah pengintegrasian model simulasi dan multi objektif yang mampu mengakomodir sistem operasi dan sistem struktur. Pemodelan simulasi dikembangkan melalui model fungsional IDEF, sedangkan model multi objektif yang dikembangkan mengaplikasikan AHP dan goal programming. Dalam makalah ini telah ditunjukkan bagaimana model integrasi bekerja dalam keputusan pemilihan tata letak sel dengan menyertakan keterbatasan sumberdaya yang ada. Keberhasilan implementasi metodologi yang diusulkan dalam makalah ini pada masalah praktis akan dibatasi oleh keterbatasan dalam pemodelan tetapi formulasi unik yang diusulkan dalam makalah ini akan meminimisasi keterbatasan tersebut.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Masrul Indrayana dari Univeristas Widya Mataram–Jogjakarta atas kritik, saran serta waktu yang diberikan dalam penyelesaian studi ini.

REFERENSI

Altinklininc, M., 2004, Simulation based Layout Planning of A Production Plant, Proceeding of the 2004 Winter Simulation Conference, 1079 – 1084

Askin, R.G. dan Standridge, C.R., 1994, Modelling and Analysis of Manufacturing Systems, John Wiley and Sons, Inc. New York.

Baker, R.P dan Maropoulos, P.G., 2000, Cell Design and Continuous Improvement, International Journal Computer Integrated Manufacturing, 13(6), 522–532

Banks, J., 2000, Introduction to Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 9–16

Baykasoglu, A. dan Gindy, N.N.Z., 2000, MOCACEF 1.0: Multiple Objective Capability Based Approach to Form Part-Machine Groups for Cellular Manufacturing Applications, International Journal of Production Research, 38(5), 1133-1166

Da Silviera, G., 1999, A Methodology of Implementation of Cellular Manufacturing, International Journal of Production Research, 37(2), 467 – 479

(8)

Daita, S.T.S., Irani, S.A. dan Kotamraju, S., 1999, Algorithm for Production Flow Analysis, International Journal of Production Research, 37(11), 2609-2638

Efstathiou, J. dan Golby, P., 2001, Application of A Simple Method of Cell Design Accounting for Product Demand and Operation Sequence, Integrated Manufacturing Systems, 12(4), 246– 257

Fu, C.M. dkk., 2000, Integrating Optimization and Simulation: Research and Practice, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 1505–1509

Goldmans, D. dan Tokol, G., 2000, Output Analyzer Procedures for Computer Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 39–45

Hadiguna, R.A. dan Setiawan, H., 2003, Desain dan Evaluasi Sel Manufaktur Multi Kriteria, Jurnal Teknik Industri STT Musi, 3(1), 21–32

Hadiguna, R.A., 2003, Prosedur Multi Objektif untuk Keputusan Pemilihan Formasi Sel Manufaktur, Proceeding 2nd National Industrial Engineering

Conference, Universitas Surabaya, 8–16

Hadiguna, R.A. dan Mulki B.S., 2003, Desain Manufaktur Sellular dengan Mempertimbangkan Strategi Bisnis, Proceeding Simposium Nasional RAPI II, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 100–107

Hadiguna, R.A., 2003d, Sistem Manufaktur Sellular: Sebuah Tinjauan dan Survei Pustaka, Jurnal Teknik Industri UNAND, 2(4), 129 – 135

Hadiguna, R.A. dan Wirdianto, E., 2003, Model Penyelesaian Masalah Pemilihan Alternatif Tata Letak Sel, Jurnal Sains dan Teknologi STTIND, 2(2), 88 – 97

Hadiguna, R.A., 2003, Pemodelan Simulasi Sistem Manufaktur Berbantuan IDEF0, Jurnal Spektrum Industri, 1(1), 31–37

Hadiguna, R.A. dan Thahir, M., 2004, Desain Formasi Sel Manufaktur dengan Mempertimbangkan Peralatan Pemindahan Bahan dan Mesin Posisi Tetap, Jurnal Sains dan Teknologi STTIND, 3(2), 64 – 77

Hadiguna, R.A. dan Mulki B.S., 2005, Desain Manufaktur Sellular dengan Mempertimbangkan Preferensi Manajemen, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Industri XII, ITS, 1061 – 1068

Miller, S. dan Pegden, D., 2000, Introduction to Manufacturing Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 63–66 Mansouri, S.A., Husseini, S.M.M. dan Newman,

S.T., 2000, A Review of The Modern Approaches to Multi-Criteria Cell Design, International Journal of Production Research, 38(5), 1201–1218

Nair, G.J. dan Narendran, T.T., 1999, ACCORD: A Bicriterion Algorithm for Cell Formation Using Ordinal and Ratio-Level Data, International Journal of Production Research, 37(3), 539–556 Pawlikowski, K. dan Kreutzer, W., 2000, Integrating Modelling and Data Analysis in Teaching Descrete Event Simulation, Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, 158–166 Perera, T. dan Liyanage, K., 2000, Methodology for

Rapid Identification and Collection of Input Data in the Simulation of Manufacturing System, Simulation Practice and Theory, 7, 645–656 Peniwati, K., 2002, We Need to Measure, (Not)

Count, Not Number Crunch, Proceeding INSAHP II, U.K. Petra, Surabaya., Paper 2 Rios, M.C., Campbel, C.A.M. dan Irani, S.A., 2000,

An Approach to the Design of A Manufacturing Cell under Economic Considerations, Proceeding of the 11th International Working

Seminar on Production Economics, 1 – 28 Saaty, T.L., 2002, Hard Mathematics Applied to Soft

Decisions, Proceeding INSAHP II, U.K. Petra, Surabaya, Paper 1

Salum, L., 2000, The Cellular Manufacturing Layout Problem, International Journal of Production Research, 34(16), 1134-1146

Suresh, N.C. dan Slomp, J., 2001, A Multi Objective Procedure for Assignments and Grouping in Capacitated Cell Formation Problems, International Journal of Production Research, 39 (18), 4103–4131

Gambar

Gambar 2. Diagram Integrasi IDEF0 dan Simulasi Pemodelan SimulasiPemodelan Data Masukan
Tabel 1.  Nilai Prioritas untuk Alternatif, Kriteria, Sintesa  Kriteria  K1 K2 K3 K4 Alternatif  (0,066) (0,290) (0,541) (0,103)  Sintesa  Alternatif  – 1  0,074 0,236 0,094 0,272 0.443  Alternatif  – 2  0,643 0,062 0,678 0,608 0,273  Alternatif  – 3  0,28
Tabel 2.  Objektif dan Ketersediaan Sumber Daya

Referensi

Dokumen terkait

mengenai pengaruh kompetensi dan motivasi intrinsik pegawai SAR dalam memberikan pelatihan pertolongan pertama korban bencana terhadap kinerja. pegawai SAR di kantor SAR

Section 1 gives related mathematical basics, including ma- jorizations of convex and concave functions, as well as the definitions of information diver- gences. Section 2 presents

[r]

Teknik Riset Operasi- GRR 63 Jika modal (biaya) yang tersedia. X3

a) Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas serum NGAL dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan. b) Untuk

Dalam sebuah studi cross- sectional, manusia dewasadi unit perawatan intensif dengan cedera ginjal akut (didefinisikan sebagai dua kali lipat dari kreatinin serum

Dalam mengembangkan keprofesionalan Guru Bimbingan Konseling/Konselor ada beberapa metode, metode dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat,

Lama pemanasan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar vitamin C dan kadar pH) dan parameter