• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PESTISIDA ORGANOKLORIN TERHADAP K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK PESTISIDA ORGANOKLORIN TERHADAP K"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PESTISIDA ORGANOKLORIN TERHADAP KESEHATAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN SERTA PENANGGUL ANGANNYA

MG Catur Yuantari1

1. Staff Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang

ABSTRAK

Pestisida organoklorin merupakan bahan kimia yang digunakan petani untuk membasmi hama, namun disamping manfaatnya yang dapat meningkat hasil pertanian pestisida dapat membahayakan kesehatan dan dapat mencemari lingkungan. Pestisida organoklorin seperti DDT yang sudah dilarang penggunaannya di Indonesia tetapi dari beberapa hasil penelitian masih ditemukan. Untuk menghindari dampak negatif dari penggunaan pestisida, maka perlu adanya peningkatan pengetahuan dan praktik yang benar dalam menggunakan pestisida di lahan pertanian. Disamping itu petani hendaknya menggunakan alat pelindung diri pada waktu menggunakan pestisida serta menerapkan Pengelolaan Hama Terpadu.

Kata kunci: Pestisida, organoklorin

ABSTRACT

Organochlorine pesticides are chemicals that farmers used to eradicate the pest, but in addition to the benefits that can increase agricultural pesticides can harm health and can contaminate the environment. Organochlorine pesticides such as DDT that have banned its use in Indonesia, but from some research results are still found. To avoid negative impacts of pesticide use, the need to increase knowledge and practices are correct in using pesticides in agricultural land. Besides, farmers should use personal protective equipment when using pesticides and implement Integrated Pest Management.

Keyword: Organochlorine , pesticides

A. PENDAHULUAN

1. DEFINISI PESTISIDA

Hasil pertanian di Indonesia semakin meningkat dengan menggunakan pestisida,

Petani menjadi senang dengan melihat hasil tanam yang melimpah serta tidak rusak

diganggu dengan hama dan gulma. Penggunaan pestisida sudah sangat meluas,

berkaitan dengan dampak positifnya, yaitu meningkatnya produksi pertanian dan

menurunnya penyakit-penyakit yang penularannya melalui perantaraan makanan

(food-borne diseases) atau pun vektor (vector-(food-borne diseases). (Weiss et al 2004).

Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh,

jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan

berbagai hama. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat

racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan,

kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat mandul, sebagai pengikat,

penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT.Sedangkan menurut The United

State Federal Environmental Pestiade Control Act, Pestisida adalah semua zat atau

campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga,

binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap

hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang

(2)

pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman. Terdapat berbagai jenis pestisida salah

satunya adalah Hidrokarbon Berklor. Kelompok senyawa ini sering sisebut sebagai

organoklorin walaupun penamaannya kurang tepat karena didalamnya termasuk fosfat

organik yang mengandung klor.

2. KLASIFIKASI KIMIAWI PESTISIDA ORGANOKLORIN

Insektisida organoklorin dikelompokkan menjadi tiga golongan berikut:

1. DDT dan analognya, misalnya BHC, dicofol, Klorobenzilat, TDE dan metoxychlor.

2. Senyawa siklodien, misalnya aldrin, dieldrin, endrin, endusulfan dan heptaklor

3. Terpena berklor, misalnya toksafen

Organoklorin Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan

tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan

syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada tahun 1874 ditemukan DDT

(Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari Jerman.Pada tahun

1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan bagi kehidupan maupun

lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan. DDT sangat stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan

tanaman dan hewan. DDT merupakan racun non sistemik, racun kontak dan racun perut

serta sangat persisten di lingkungan. LD50 terhadap tikus 113-118, mencit 150-300, kelinci

300, anjing 500-700, dan kambing > 1000 mg/kg berat badan sedangkan NOEL 35

mg/orang/hari (sekitar 0,5 mg/kg berat badan). Karena sifatnya yang lipofilik, DDT dan

senyawa hasil pecahannya cenderung terakumulasi lewat rantai makanan dalam lemak

tubuh dan lingkungan.(Panut, 2008)

Aldrin, dieldrin dan endrin ditemukan pada tahun 1949 dan dikenal dengan julukan

“The Drins” ketiganya termasuk siklodien organoklorin yang tidak banyak atau tidak

digunakan. Dikofol ditemukan pada tahun 1956 merupakan akarisida kontak , non sistemik

dan digunakan untuk mengendalikan tungau dari genus-genus panonychus, tetranychus

dan brevipalpus pada berbagai tanaman.LD50 oral (tikus) sebesar 578 mg/kg – 595

mg/kg; LD50 dermal > 5.000mg/kg;LC50 inhalasi >5 mg/l udara;NOEL 5 mg/kg/hari; ADI

0,002 mg/kg bb dan DT50 selama 60-100 hari.

Endosulfan ditemukan pada tahun 1956 bersifat non sistemik serta bertindak sebagai

racun kontak dan racun perut. Efektif mengendalikan serangga dan tungau. LD50 oral

sebesar 70 mg/kg; LD50 dermal > 4000 mg/kg; LC50 inhalasi 0,0345 mg/l udara; NOEL 15

mg/kg diet; ADI 0,006 mg/kb bb.

Gamma HCH ditemukan pada tahun 1942, dengan nama kimianya

hexachlorocyclohexane atau biasa disebut lindan. LD50 oral (tikus) 88-270 mg/kg LD50

dermal 900-1000 mg/kg;LC inhalasi >1,56 mg/l udara ; NOEL (tikus) 25 mg/kg/hari; ADI

(3)

3. SIFAT DAN CARA KERJA ORGANOKLORIN

Pada aplikasinya organoklorin bersifat non sistemik yaitu tidak diserap oleh jaringan

tanaman tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman disebut dengan insektisida

kontak. Disamping itu organoklorin juga sebagai racun kontak, insektisida yang masuk ke

dalam tubuh serangga lewat kulit dan ditranformasikan ke bagian tubuh serangga tempat

insektisida aktif bekerja (susunan saraf). Racun lambung atau racun perut adalah

insektisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta masuk kedalam organ

pencernaannya. Racun inhalasi merupakan insektisida yang bekerja lewat sistem

pernapasan.Racun pernapasan adalah insektisida yang mematikan serangga karena

mengganggu kerja organ pernapasan (misalnya menghentikan kerja otot yang mengatur

pernapasan)sehingga serangga mati akibat tidak bisa bernapas.(Panut 2008)

4. TOKSIKOLOGI PESTISIDA ORGANOKLORIN

Toksisitas/daya racun adalah sifat bawaan pestisida yang menggambarkan potensi

pestisida untuk menimbulkan kematian langsung pada hewan dan manusia.

Berdasarkan Toksisitasnya dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Sangat toksik ,aldrin, endosulfan, dieldrin.

2. Toksik sederhana,Clordane, DDT,lindane, heptaklor.

3. Kurang toksik Benzane hexacloride (BHC).

Bahan pencemar senyawa organoklorin jenis PCBs

Polikhorobiphenil (PCB) adalah suatu senyawa suatu senyawa organoklorin yang

mempunyai sifat racun yang sama dengan peptisida dan mempunyai sifat yang persisten

atau sukar di pecah dialam di alam. Seperti halnya peptisida dan PCB , poliaromatik

hidrokarbon merupakan polusi yang dapat memberikan efek yang negative terhadap suatu

perairan dengan kata lain akan mempengaruhi kualitas air suatu perairan. Ciri-ciri PCBs

sebagai berikut; dapat berbentuk cairan atau padat, tidak berwarna dan kuning muda.

Disamping itu PCBs mudah menguap dan mungkin hadir sebagai uap air di udara dan

tidak diketahui bau maupun rasanya. PCBs yang masuk ke lingkungan adalah dalam

bentuk gabungan komponen individu chlorinated biphenyl, yang dikenal sebagai

congener-congener artinya sama dengan tidak murni.

1). Kategori toksisitas

Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan besar yang

berfungsi sebagi informasi

a. Kategori I

Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak dengan

gambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida yang sangat

beracun. Semua jenis pestisida yang tergolong dalam jenis ini mempunyai LD 50 yang

aktif dengan kisaran antara 0-50 mg perkg berat badan.

b. Kategori II

(4)

yang mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD 50 oral yang

akut mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.

c. Kategori III

Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialah

semua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulut

berkisar antara 500-5000 mg per kg berat badan.(Anshari,2010; Panut 2008,

Priyanto,2007;A.Adiwisastra,1985)

Keracunan DDT tidak saja disebabkan oleh daya toksis DDT itu sendiri tetapi larutan yang

dipakai seperti minyak tanah dapat menyebabkan lebih beratnya tingkat keracunan.

Tanda-tanda keracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa

pusing-pusing, mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan

dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.

2).Toksisitas terhadap susunan saraf

Organoklorin merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia, peka terhadap

perangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor, dan kejang-kejang. Beberapa zat kimia ini menginduksi fasilitasi dan hipereksitasi pada taut sinaps dan taut

neuromuskuler yang mengakibatkan pelucutan berulang pada neuron pusat, neuron

sensorik, dan neuron motorik. Organofosfat dan karbamat menghambat AChE. Biasanya

neurotransmiter ACh dilepaskan pada sinaps itu. Sekali impuls saraf disalurkan, ACh yang

dilepas dihidrolisis oleh AChE menjadi asam asetat dan kolin di tempat itu. Sewaktu terpajan

OP dan karbamat, AChE dihambat sehingga terjadi akumulasi ACh. ACh yang ditimbun

dalam SSP akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang, dll. Dalam sistem saraf

autonom akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinasi tanpa sadar, bronkokonstriksi,

miosis, dll. Akumulasinya pada taut neuromuskuler akan mengakibatkan kontraksi otot yang

diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleks, dan paralisis. Penghambatan AChE yang

diinduksi oleh karbamat dapat pulih dengan mudah, sedangkan pajanan berikutnya terhadap

senyawa OP biasanya lebih sulit pulih.

3). Karsinogenisitas

Organofosfat umumnya tidak bersifat karsinogenik, kecuali senyawa yang mengandung

halogen, misalnya tetraklorinvos. Karbamat sendiri juga tidak bersifat karsinogenik. Tetapi bila

ada asam nitrit, karbaril terbukti dapat membentuk nitrosokarbaril yang bersifat karsinogenik.

Organoklorin yang diuji semuanya telah terbukti menginduksi hepatoma pada mencit.

4). Teratogenisitas dan Efek pada Fungsi Reproduksi

Pada akhir tahun 1960-an, muncul berbagai artikel yang melaporkan berbagai jenis efek

teratogen dan efek reproduksi akibat karbaril pada anjing. Penelitian pada tikus yang diberi

karbaril tidak membuktikan adanya efek pada berbagai fungsi reproduksi dan tidak ada

teratogen. Pestisida lain yang dilaporkan mempunyai efek teratogen ialah fungisida

ditiokarbamat.

(5)

Efek khusus karbaril pada ginjal dilaporkan terjadi pada sekelompok sukarelawan manusia

yang diberi karbaril dengan dosis 0,12 mg/kg setiap hari selama 6 minggu. Parakuat

menyebabkan edema paru-paru, perdarahan, dan fibrosis setelah penghirupan atau

termakan, tetapi herbisida yang berkaitan erat, yaitu dikuat, tidak menunjukkan efek tersebut.

Reaksi hipersensitivitas terhadap piretrum telah dilaporkan. Bentuk yang paling umum adalah

dermatitis kontak. Asma juga telah dilaporkan. Organoklorin bersifat hepatotoksik,

menginduksi pembesaran hati dan nekrosis sentrolobuler. Zat ini juga merupakan penginduksi

monooksigenase mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia lain.

Beberapa organofosfat, karbamat, organoklorin, fungisid ditiokarbamat, dan herbisid

mengubah berbagai fungsi imun. Contohnya malation, metilparation, karbaril, DDT, parakuat,

dan dikuat telah terbukti dapat menekan pembentukan antibodi, mengganggu fagositosis

leukosit, dan mengurangi pusat germinal pada limpa, timus dan kelenjar limfa.

6). Bioakumulasi dan Biomagnifikasi

Pestisida organoklorin umumnya lebih mampu bertahan di lingkungan dan cenderung

disimpan dalam timbunan lemak. Tetapi bioakumulasi lebih nyata pada beberapa zat kimia dibanding dengan zat lainnya. Contohnya DDT jauh lebih lama tersimpan dalam lemak tubuh

dibanding metoksiklor. Kemampuannya bertahan dalam lingkungan dapat menimbulkan

masalah ekologis. DDT dan zat kimia yang berkaitan dengan lingkungan meningkatkan

metabolisme estrogen pada burung. Dalam siklus bertelur dan bersarang pada burung

tertentu, gangguan hormon ini berpengaruh buruk pada reproduksi dan kelangsungan hidup

anak burung itu. Biomagnifikasi dapat terjadi akibat bioakumulasi dalam organisme itu saja

atau kemampuannya bertahan di lingkungan. Contohnya DDT bersifat lipofilik dan karenanya

terdapat pada cairan tubuh yang berlemak termasuk susu. Meskipun asupan DDT per hari

pada ibu 0,5 mg/kg, bayi yang disusuinya mungkin mendapat asupan sebesar 11,2 mg/kg.

Pembesaran ini berasal dari fakta bahwa DDT tersimpan dalam tubuh manusia pada tingkat

asupan harian kronik 10-20 kali lipat dan bayi itu pada dasarnya hanya mengkonsumsi susu

saja. Biomagnifikasi bahkan lebih jelas pada hewan karnivora. DDT dan metil merkuri dapat

terakumulasi melalui rangkaian palnkton, ikan kecil, ikan besar, dan burung yang

mengakibatkan pembesaran konsentrasi beberapa ratus kali.(Fadhil,2010;Sri Sutarmi,2007)

5. Aspek Keselamatan Dalam Penggunaan Pestisida Pertanian

Penggunaan pestisida pertanian berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi pengguna,

konsumen, lingkungan serta dampak sosial ekonomi untuk itu harus digunakan secara

hati-hati dengan ditekankan pada penurunan populasi hama, menghentikan serangan penyakit

dan mengendalikan gulma. Penggunaan pestisida pertanian sebaiknya memperhatikan tiga

prinsip yaitu:

a. Digunakan secara legal

Penggunaan pestisida tidak boleh bertentangan dengan peraturan atau perundangan

yang berlaku di Indonesia.

(6)

Penggunaan pestisida harus memperhatikan syarat-syarat teknis sesuai dengan metode

aplikasi yang digunakan. Pestisida yang digunakan mampu menampilkan efikasi

biologisnya(kemampuan pestisida untuk mengendalikan OPT sasaran) yang optimal.

c. Penggunaan secara Bijak

Pengendalian pestisida harus sesuai dengan tujuan utamanya mengendalikan OPT,

maka penggunaannya harus rasional. (Panut,2008)

Disamping itu petani harus mengetahui pengetahuan dasar dalam menggunakan pestisida

a. Pekerja memahami bahaya kesehatan akibat paparan pestisida

b. Melakukan praktek yang tepat

c. Penggunaan Alat pelindung diri dengan benar

d. Praktik tindakan kebersihan diri

e. Mengetahui gejala awal keracunan

f. Mampu melakukan pertolongan pertama bila keracunan

g. Mempromosikan manajemen hama terpadu.(Pascale R Salamah,2003)

B. PERMASALAHAN

Pestisida organoklorin disamping membantu manusia dalam memberantas hama namun disisi

lain berbahaya bagi semua makhluk yang bukan targetnya bahkan sangat berbahaya bagi

kesehatan manusia dan merusak lingkungan. Untuk itu, bagaimana dampak paparan

pestisida organoklorin pada kesehatan manusia dan lingkungan serta penanggulangannya?

C. METODE PENELITIAN

Analisis data dalam penelitian ini adalah menganalisis hasil penelitian dari beberapa jurnal

mengenai berbagai dampak pestisida organoklorin terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan.

D. HASIL & PEMBAHASAN

Dampak pada kesehatan manusia

Pestisida yang seharusnya digunakan untuk membasmi hama ternyata berdampak pada

pencemaran lingkungan baik itu air, udara maupun tanah. Pestisida organoklorin merupakan

bahan kimia yang masuk dalam kategori Persisten Organic Pollutants (POPs) yang berbahaya

bagi kesehatan. Hal ini dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan karena

bahan kimia ini dapat menyebabkan kanker, alergi dan merusak susunan saraf (baik sentral

ataupun peripheral serta dapat juga mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan

kerusakan pada sistem reproduksi dan sistem kekebalan yang terjadi pada mahluk hidup,

termasuk janin.

Karakteristik POPs yang dapat memberikan efek negatif menurut Gorman & Tynan (Dalam

Warlina, 2009),adalah:

a. Terurai sangat lambat dalam tanah, udara, air dan mahluk hidup serta menetap dalam

lingkungan untuk waktu yang lama

b. Masuk dalam rantai makanan dan dapat terakumulasi pada jaringan lemak, sehingga

(7)

c. Dapat terbawa jauh melalui udara dan air

Karena karakteristik tersebut, maka sering ditemukan konsentrasi POPs yang sangat

tinggi dalam berbagai spesies pada level yang tinggi dari rantai makanan, seperti pada ikan

paus, burung elang dan mamalia, termasuk manusia. Paparan masuknya pestisida kedalam

tubuh melalui makan sebagai berikut:

Sumber: http://www.dioxins.nl/Difference/related_info_diff/related_IMG/Calux_diff.gif Gambar . Mekanisme masuknya dioksin ke dalam tubuh

Dari paparan pestisida organoklorin, sebagian metabolit akibat ini akan menjadi toksik dan

sebagian lagi menjadi karsinogen yang aktif. Kanker yang disebabkan dioksin antara lain

dapat berupa kanker paru-paru, kanker hati dan sebagainya, terlebih lagi dapat menyerang

fungsi reproduksi.

Sumber: Otles & Yildis (2003)

Gambar. Pengaruh dioksin terhadap kesehatan (Warlina, 2009)

Dari hasil penelitian terbukti terdapat hubungan antara risiko kanker otak pada anak-anak dan

paparan ayah untuk pestisida selama 2 tahun sebelum kelahiran, khususnya untuk astrocytoma

(8)

Bahwa risiko astrocytoma dikaitkan dengan paparan herbisida terhadap penggunaan hunian

mempunyai faktor risiko sebesar 1,9. Paparan tempat tinggal dan pekerjaan orang tua juga

terdapat hubungan yang signifikan dengan faktor risiko sebesar 1,8 (Youn K.Shim,et al, 2009).

Bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan untuk multiple myeloma dengan

lamanya paparan permetrin. (Jennifer A. Rusiecki, 2008). Bahwa risiko PIH(Pregnancy induced

hipertension) dan PE (Preeclampsia) telah meningkat dikalangan wanita yang terpapar

pestisida selama trisemester pertama pada kehamilannya.(Tina M Saldana, 2009)

Penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan,

orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi

kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan,

tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan. Kecelakaan akibat

pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung

melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang

menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa

gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan

kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan

kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.

Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun

pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan

segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot

sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju

lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara

penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai

tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum,

atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering

tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga

melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi

mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa

(9)

sangat kurang informasi penggunaan pestisida yang baik dan benar oleh pemerintah.(Pascale

R Salamah, 2003)

Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut,

kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam

tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan

kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang

lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti,

karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh),

mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran

anak cacad dari ibu yang keracunan).

Dampak pada Lingkungan

Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air sumur,

maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam

makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-buahan.

Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran, dengan adanya hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan pada setiap aplikasi

pestisida. Sebab hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida

yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke tempat lain yang bukan target

aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran.

Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar

di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi

pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun

konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan.

Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.

Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton-mikroplankton.

Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan

meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan pestisida yang mengambang di dalam air.

Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian

pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan

konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali

dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton zooplankton tersebut dimakan oleh

ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi.

Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil

tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan

menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut.

Dari hasil penelitian terdapat bahwa endosulfan terdeteksi pada semua titik (1,2 - 12,9 ppb).

Jenis organoklorin lain yang terdeteksi yaitu aldrin dan heptaklor di 12 titik, dieldrin di 9 titik, dan

DDT di 10 titik. Endosulfan juga merupakan organoklorin dengan konsentrasi rata-rata tertinggi

(10)

ikan, air dan sedimen secara berurutan adalah endosulfan, DDT, aldrin, dieldrin dan heptaklor.

Sedangkan pada musim kemarau yang paling banyak ditemukan secara berurutan adalah

heptaklor, aldrin, DDT, endosulfan dan dieldrin. Kelima jenis organoklorin ini sama-sama

ditemukan baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini berarti bahwa kemungkinan

besar endosulfan, DDT, aldrin, dieldrin dan heptaklor masih digunakan sebagai pestisida

daerah pertanian DAS Citarum Hulu. Tingkat Pencemaran dan Standar Baku Mutu

Perbandingan tingkat pencemaran organoklorin pada sampel ikan, air dan sedimen ditunjukkan

pada Tabel dibawah ini. Untuk ikan, standar baku mutu yang dipakai adalah Extraneous

Residue Limit (ERL) yang merupakan batas maksimum residu pestisida yang diperbolehkan

yang bersumber dari lingkungan secara langsung/tidak langsung pada suatu komoditi

/makanan. Treshold Effect Level (TEL) digunakan untuk melihat efek buruk pencemaran

organoklorin terhadap sedimen.(Sara,2010)

Penggunaan DDT juga ditemukan disekitar tepian Danau Buyan walaupun kadarnya masih

dibawah ambang yang diperkenankan sekitar 5,02 ppb.(Putra Manuaba,2007). Berdasarkan

hasil pemantauan kadar total pestisida organoklorin yang dilakukan dibeberapa muara sungai

perairan teluk Jakarta kadar pestisida sudah melebihi ambang batas yang diperkenankan untuk

kehidupan biota dengan hasil 51,126 ppb.(Khozanah, 2005). Pada penelitian di sungai Oven

dan King di Australia ternyata ditemukan juga DDE, DDT dan dieldrin pada sampel air dan

sedimennya. (Mc.kenzie smith, 1993)

Pemakaian pupuk dan pestisida dalam jumlah yang besar menimbulkan pencemaran

tanah dan air tanah dengan kadar racun yang beraneka ragam. Degradasi tanah pertanian

sudah makin parah dan dengan sudah mengendapnya pestisida maupun bahan agrokimia

lainnya dalam waktu yang cukup lama. Untuk mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan

waktu ratusan tahun, sedangkan untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini

terlihat dari menurunnya produktivitas karena hilangnya kemampuan untuk memproduksi

nutrisi.

Apabila penyemprotan dilakukan secara berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu

banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Tanah disekitar tanaman akan terkena

(11)

sehingga kesuburan tanah menjadi rusak karenanya. Bukan tidak mungkin tragedi kegersangan

dan kekeringan terjadi.

Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan

kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan

pada dosis yang rendah sekalipun. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti

konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat

Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.(Warlison, 2009)

Penanggulangan

Selain itu perlunya adanya sosialisasi tentang peningkatan pengetahuan dan praktik dalam

menggunakan pestisda yang baik dan benar, karena dari hasil penelitian bahwa orang yang

menggunakan pestisida atau terpapar pestisida berarti lebih baik pengetahuan dibandingkan

yang tidak terpapar ternyata dalam praktiknya di lahan pertanian kurang baik.( Pascale R.

Salameh, 2004). Pengetahuan yang harus diketahui oleh petani antara lain memahami bahaya

kesehatan akibat paparan pestisida, melakukan praktek yang tepat, menggunakan alat

pelindung yang benar, Praktik tindakan kebersihan diri, mengetahui gejala awal keracunan mampu melakukan pertolongan pertama bila keracunan.

Salah satu usaha untuk mengurangi kandungan pestisida organoklorin dalam tubuh adalah

bagi ibu yang menyusui dengan menyusui bayi dari hari ke hari adanya penurunan, hal ini telah

dibuktikan adanya penurunan β -HCH 0,095-0,066 mg / kg, pp-DDE dari 1,807 ke 1,423 mg / kg

dan pp-DDT 0,528-0,405 mg / kg, pada tingkat karakteristik untuk masing-masing senyawa.( S.

M. Waliszewski,2009; Bulgaz, 1994).

Disamping itu pengelolaan lahan pertanian sekarang ini mulai dengan menerapkan

pengelolaan hama terpadu (PHT) untuk mengurangi dampak negatif dari pemakaian pestisida.

KESIMPULAN

1. Penggunaan pestisida organoklorin yang sudah dilarang penggunaannya ternyata masih

banyak digunakan baik di luar negeri maupun di Indonesia.

2. Pestisida organoklorin yang dipergunakan mempunyai berbagai dampak baik pada

kesehatan manusia yang dapat menyebabkan kanker, hipertensi dan juga keracunan.

Penggunaan pestisida juga berdampak pada pencemaran lingkungan baik di air, udara

dan tanah sehingga menyebabkan bioakumulasi dan biomagnifikasi.

3. Pengelolaan pestisida secara benar dan bijak serta peningkatan pengetahuan dan praktik

dalam penggunaan pestisida merupakan upaya untuk menghindari dampak negatif dari

bahaya penggunaan pestisida.

DAFTAR PUSTAKA

95 Spkara, Turkey

Anshari Agus Framana,dkk Pencemaran organoklorin, Fakultas Teknik Lingkungan, Universitas Lambung mangkurat,2010.

(12)

Fadil Hayat, Toksikologi Pestisida , Fadhil Hayat's Blog

http://fadhilhayat.wordpress.com/2010/12/06/toksikologi-pestisida. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011

Herawaty, Ahmad Nadhira, Kajian Penggunaan Pestisida Oleh Petani Pemakai serta Informasi Dari Berbagai Stakeholder Terkait Dikabupaten karo Sumatra Utara.

http://lppm.ut.ac.id/jmst/jurnal_2009.2/persistent_organic_pollutants_dan_konvensi_stockholm.pdf B. Putra Manuaba, Cemaran Pestisida klor organik dalam air Danau buyan Buleleng Bali, Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Udayana,Bukit Jimbaran, JURNAL KIMIA 1 (1), JULI 2007: 39-46 ISSN 1907-9850 Jennifer A. Rusiecki,1 Rahulkumar Patel,1 Stella Koutros,2 Laura Beane-Freeman,Ola Landgren,Matthew R.

Bonner, Joseph Coble,Jay Lubin,Aaron Blair,Jane A. Hoppin,4 and Michael C.R. Alavanja, Cancer Incidence among Pesticide Applicators Exposed to Permethrin in the Agricultural Health Study, Environmental Health Perspectives, volume 117, number 4, April 2009

Kardinan A, Pestisida Ramuan Nabati dan Aplikasi, PT. Penebar swadaya, Jakarta, 2000.

Khozanah Munawir, Pemantauan Kadar Pestisida Organoklorin dibeberapa muara Sungai di Perairan Teluk Jakarta, Oseanologidan Limnologi di Indonesia 2005 - No. 37 : 15 – 25, ISSN 0125 – 9830.

Lina Warlina, Persistent Organic Pollutans(POPS) dan Konvensi Stockholm, Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 10, Nomor 2, September 2009, 102-111, Diakses

Panut Djojosumarto, Pestisida & Aplikasinya; Penerbit PT.Agromedia Pustaka, Jakarta, 2008

Pascale R. Salameh,a,_ Isabelle Baldi,b Patrick Brochard,b and Bernadette Abi Saleha, Pesticides in Lebanon: a knowledge, attitude, and practice study, Environmental Research 94 (2004) 1–6

Pesticide Action Network Asia and the Pacific. Awas, Pestisida Bebahaya bagi Kesehatan. Yayasan Duta Awam, 1999

Prameswari, Adistya. Pencemaran Petisida, Dampak dan Upaya Pencegahannya. http://dizzproperty.blogspot.com/207/05/pencemaran-pestisida-dampak-dan-upaya.html

S Burgaz, B.L.Afkham, A.E Karakaya; Organoclorine Pesticide Contaminants in Human Adipose Tissue Collected in Tebriz (Iran),Bull Environ. Contam Toxicol 1995 54:546-553 Springer Verlag New York inc, 1995.

S. M. Waliszewski , G. Melo-Santiesteban , R. Villalobos-Pietrini, O.Carvajal; Breast Milk Excretion Kinetic of β -HCH, pp-DDE and pp-DDT, Bull Environ Contam Toxicol (2009) 83:869–873, DOI 10.1007/s00128-009-9796-3r

Sara Yulia Paramita, Katharina Oginawati, Pengaruh Perubahan Musiam Terhadap Residu Insektisida Organoklorin Pada Ikan, Air, dan Sedimen di DAS Citarum Hulu Segmen Cisanti Sampai Nanjung, Jawa Barat; ITB

Sudarmo, Pestisida , kanisius, Yogyakarta, 1991

Sutikno, S, Dasar-Dasar Pestisida dan Dampak Penggunaannya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992

Faculty o

Tina M. Saldana,1,2 Olga Basso,2 Donna D. Baird,2 Jane A. Hoppin,2 Clarice R. Weinberg,3 Aaron Blair,4 Michael C.R. Alavanja,4 and Dale P. Sandler, Pesticide Exposure and Hypertensive Disorders During Pregnancy, Environmental Health Perspectives • volume 117 | number 9 | September 2009

Warlison Girsang, Dampak negatif Penggunaan Pestisida, Fakultas Pertanian USI P.Siantar

http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan-pestisida. diakses pada tanggal 10 Maret 2011.

Weis B, Amler S, and Amler RW. Pesticides. Pediatrics 113:1030-1036 2004.

Youn K. Shim, Steven P. Mlynarek, and Edwin van Wijngaarden3, Parental Exposure to Pesticides and Childhood Brain Cancer: U.S. Atlantic Coast Childhood Brain Cancer Study, Environmental Health Perspectives,volume 117 | number 6 | June 2009

Priyanto, Toksisitas,Obat, Zat kimia dan terapi antidotum, Leskonfi, Jabar, 2007

Sri Sutarmi, Sari Neurologi, Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta, 2007

(13)

Gambar

Gambar . Mekanisme masuknya dioksin ke dalam tubuh

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:297) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif

• Pendidikan pasien dan keluarga diberikan secara kolaboratif oleh multi disiplin ilmu yang terlibat dalam perawatan pasien dimana mereka yang memberikan penyuluhan

[r]

Jika tidak ada proses yang sedang menjalankan critical section-nya dan ada proses- proses lain yang ingin masuk ke critical section, maka hanya proses-proses yang

It was probably that polysemy of vocabulary in context was too difficult them, besides they did not have enough experience doing this kind of

Sistem koordinat ekliptika merupakan sistem koordinat bola dimana lingkaran ekliptika sebagai lingkaran tengah atau lingkaran utamanya dan bujur yang melewati vernal equinox

Sesuai dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) untuk mendesentralisasikan kegiatan penelitian pada perguruan tinggi, maka Universitas

adalah dengan adanya kebijakan pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pustekkom yang dibawahnya Pustekkom mengelola Televisi Edukasi